OPTIMASI DAN ANALISIS INTERFERENSI WI WI-FI PADA VIDEO STREAMING MELALUI JARINGAN BLUETOOTH PICONET PERVASIVE
ANDI HASAD
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi dan Analisis Interferensi Wi-Fi pada Video Streaming melalui Jaringan Bluetooth Piconet Pervasive adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2012
Andi Hasad G651100011
ABSTRACT ANDI HASAD. Optimization and Wi-Fi Interference Analysis of Video Streaming over Piconet Pervasive Bluetooth Network. Under direction of SUGI GURITMAN and HENDRA RAHMAWAN. The objective of this research is to develop a piconet pervasive system that meets the Cisco standard for QoS video streaming value of the throughput, delay, jitter and packet loss, by performing the optimization and analysis of video streaming on the network, by utilizing the bluetooth cell phones and computers media in an condition which have Wi-Fi or do not have Wi-Fi. The stages of research are analysis of bluetooth network system, design a prototype system, audio video compression, hint track, optimization, system testing, performance measurement, and analysis of measurement results. The results showed packet loss value for all video compression on a client-server distance of 4 m - 10 m has been fulfilling the Cisco standard of QoS video streaming, where the smallest value obtained at 8 kbps data rate of 3.03% packet loss to an condition that does not have Wi-Fi, and a distance of client - server 4 m. In condition that have Wi-Fi interference, for signal strength of -78 dBm, the smallest value obtained of 4.03% packet loss, while the Wi-Fi signal strength of -58 dBm, obtained the value of 4.11% packet loss. Delay parameters of the video compression meets the QoS of video streaming in which the delay have values ranged from 0.31 - 1.81 milliseconds, while the standard of maximum delay for QoS video streaming is 5 seconds. Keywords : video streaming, bluetooth, QoS, optimization, Wi-Fi interference
RINGKASAN ANDI HASAD. Optimasi dan Analisis Interferensi Wi-Fi pada Video Streaming melalui Jaringan Bluetooth Piconet Pervasive. Dibimbing oleh SUGI GURITMAN dan HENDRA RAHMAWAN. Bluetooth merupakan teknologi wireless yang dapat menghubungkan perangkat mobile yang berbeda melalui Industrial Scientific Medical (ISM) band (Stalling, 2005). Standar yang digunakan bluetooth mengacu pada spesifikasi IEEE 802.15 (SIG, 2011). Meskipun teknologi bluetooth telah dimiliki oleh ratarata telepon seluler maupun komputer, namun pemanfaatannya masih belum maksimal. Umumnya pengguna telepon seluler ataupun komputer menggunakan bluetooth hanya untuk bertukar informasi/data. Hal ini dikarenakan bluetooth memiliki kelemahan terbesar yaitu keterbatasan bandwidth bluetooth yaitu 732 kbps (Wang, 2004). Salah satu cara mengatasi kelemahan pada jaringan bluetooth yaitu penggunaan protokol yang sesuai dan penggunaan kompresi video (Arnaldy, 2010). Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan sistem piconet pervasive untuk mendapatkan nilai throughput, delay, jitter serta packet loss yang memenuhi QoS video streaming standar Cisco, dengan melakukan optimasi dan analisis pada jaringan bluetooth dengan memanfaatkan media telepon seluler dan komputer, pada lingkungan yang memiliki Wi-Fi maupun yang tidak memiliki Wi-Fi. Penelitian dilakukan di Laboratorium Network Computer Centric (NCC) Departemen Ilmu Komputer, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium Teknik Elektro, Universitas Islam 45 Bekasi, dimana pengujian sistem, pengukuran dan analisis hasil pengukuran berlangsung mulai bulan Agustus 2011 sampai Januari 2012, sedangkan penyempurnaan penulisan tesis diselesaikan pada bulan Juli 2012. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian adalah video dengan format 3gp dengan ukuran data rate 8 kbps, 16 kbps dan 24 kbps. Resolusi encoding video adalah 176x144 pixels. Alat yang digunakan pada lingkungan pengembangan sisi server antara lain komputer dengan Sistem Operasi Microsoft Windows XP, USB Bluetooth Generic, software Wireshark dan Darwin Streaming Server. Pada lingkungan pengembangan sisi client digunakan telepon seluler Nokia N73 dengan spesifikasi Symbian OS dan Bluetooth v 2.0. Software pendukung yang digunakan antara lain : GnuBox, AnalogX, MP4Box, Pazera, Xilisoft, Inssider, dan Net Surveyor Professional. Metode penelitian meliputi beberapa tahapan penelitian, meliputi : analisis sistem jaringan bluetooth piconet pervasive, rancang bangun sistem, kompresi audio video, hint track, optimasi, pengujian sistem, pengukuran kinerja, dan analisis hasil pengukuran. Pada tahap analisis sistem dilakukan identifikasi kebutuhan sistem jaringan bluetooth piconet pervasive. Identifikasi kebutuhan dilakukan berdasarkan studi pustaka dan literatur mengenai hardware dan software yang dibutuhkan selama penelitian. Pada tahap rancang bangun sistem, perancangan dan pembangunan prototipe dilakukan untuk koneksi bluetooth dari komputer (server) ke telepon seluler (client). Perancangan dan konfigurasi yang dilakukan pada sisi server terdiri dari software dan hardware. Pada sisi server,
software yang digunakan adalah Darwin Streaming Server dan AnalogX sedangkan konfigurasi pada sisi client (telepon seluler) dilakukan dengan melakukan instalasi software Gnubox, selanjutkan dilakukan konfigurasi pada acces point. Setelah itu dilanjutkan dengan konfigurasi pada GnuBox. Pada tahap kompresi dan konversi audio video, proses kompresi digunakan untuk memperkecil data rate video. Format kompresi video yang digunakan yaitu 3gp, sedangkan audio yaitu amr. Video yang telah dikompresi kemudian dilakukan hintrack, kemudian dikirimkan melalui jaringan bluetooth. Pada tahap optimasi dilakukan optimasi pada server dengan melakukan tune-up pada DSS atau AnalogX, sedangkan pada sisi client optimasi dapat dilakukan diantaranya dengan meminimalisir background yang berjalan, yang mengkonsumsi memori pada telepon seluler dan melakukan tune up pada GnuBox atau pada bluetooth device. Pengujian dilakukan menggunakan Darwin Streaming Server, dan AnalogX pada sisi server dan GnuBox serta real player pada sisi client. Protokol yang digunakan adalah RFCOMM dengan intermediate protocol berupa Internet Protocol (IP) dan dilakukan secara iterasi sampai video berhasil dikirimkan dan data hasil pengukuran yang didapatkan memenuhi standar QoS. Apabila video belum berhasil dikirimkan, maka akan kembali ke tahap kompresi audio video, namun apabila video sudah berhasil dikirimkan dan belum memenuhi standar QoS, maka proses akan kembali ke tahap optimasi. Parameter yang digunakan dalam mengukur kinerja jaringan bluetooth ini adalah throughput, delay, jitter dan packet loss. Pengukuran parameter ini menggunakan capture traffic jaringan yaitu Wireshark. Pengukuran throughput dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari capture traffic jaringan yaitu jumlah paket dan waktu pengiriman. Pengukuran dilakukan beberapa kali ulangan untuk data rate dari video yang berbeda, kemudian dari masing-masing tipe data rate dirata-ratakan. Analisis hasil pengukuran dilakukan setelah video berhasil dikirimkan dan data hasil pengukuran berhasil memenuhi standar QoS. Pada tahap ini dilakukan analisis dari berbagai data yang telah didapatkan dari tahapan sebelumnya, termasuk melakukan analisis pengaruh interferensi dari berbagai tingkat kekuatan sinyal Wi-Fi yaitu -100 dBm, -78 dBm dan -58 dBm. Pada penelitian ini berhasil dikembangkan sistem piconet pervasive dari penelitian sebelumnya yang mendapatkan packet loss terkecil 6.14%, yaitu dengan melakukan optimasi pada DSS di sisi server serta GnuBox dan bluetooth device di sisi client. Nilai packet loss terkecil yang didapatkan adalah 3.03% pada lingkungan yang tidak memiliki Wi-Fi dan 4.03% pada lingkungan yang memiliki Wi-Fi. Untuk parameter delay, seluruh video kompresi telah memenuhi QoS video streaming yaitu nilai delay yang diperoleh berkisar antara 0.31 – 1.81 milidetik, sedangkan standar QoS delay untuk video streaming terbesar adalah 5 detik. Semua parameter throughput, delay, jitter dan packet loss telah memenuhi syarat untuk melakukan video streaming sesuai standar Cisco. Berdasarkan data hasil pengukuran dan analisis hasil pengukuran direkomendasikan untuk melakukan video streaming melalui jaringan bluetooth piconet pervasive pada lingkungan yang memiliki maupun yang tidak memiliki Wi-Fi, digunakan video dengan resolusi encoding 176 x 144 pixels dan ukuran data rate 8 kbps. Kata kunci: video streaming, bluetooth, QoS, optimasi, interferensi Wi-Fi
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
OPTIMASI DAN ANALISIS INTERFERENSI WI-FI PADA VIDEO STREAMING MELALUI JARINGAN BLUETOOTH PICONET PERVASIVE
ANDI HASAD
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Komputer pada Program Studi Ilmu Komputer
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Tesis
: Optimasi dan Analisis Interferensi Wi-Fi pada Video Streaming melalui Jaringan Bluetooth Piconet Pervasive
Nama
: Andi Hasad
NRP
: G651100011
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Sugi Guritman Ketua
Hendra Rahmawan, S.Kom., M.T. Anggota
Diketahui Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Ilmu Komputer
Dr. Yani Nurhadryani, S.Si., M.T.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian : 18 Juli 2012
Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Endang Purnama Giri, S.Kom., M.Kom.
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan penelitian ini sebagai syarat dalam menyelesaikan studi di Magister Sains, Ilmu Komputer, Institut Pertanian Bogor dengan judul Optimasi dan Analisis Interferensi Wi-Fi pada Video Streaming melalui Jaringan Bluetooth Piconet Pervasive. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad, SAW, keluarga, para sahabat yang mulia dan umatnya. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Sugi Guritman dan Hendra Rahmawan, S.Kom., M.T, selaku dosen pembimbing yang telah bersedia dan meluangkan waktu untuk memberi bimbingan, pengetahuan dan arahan yang sangat bermanfaat bagi penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas bantuan dari semua pihak khususnya dari keluarga, istri tercinta Ika Febriyanti, S.E., ibunda tersayang
Hj. Hanisa Nur, mama Yok Astuti,
ayahanda Andi Abdul Hafid Hakbad, B.A., dan keluarga besar Drs. Herry Kisriyanto, M.M., yang senantiasa mendukung baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam pelaksanaan penelitian dan studi penulis selama ini. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ketua Departemen Ilmu Komputer Dr. Yani Nurhadryani, S.Si., M.T., beserta seluruh dosen dan staf Ilmu Komputer, yang senantiasa memberikan motivasi dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian ini. Terakhir, ucapan terima kasih yang tak terhingga tentunya penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah membiayai penulis dari awal studi sampai selesai melalui beasiswa BPPS. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan khususnya di bidang video streaming melalui jaringan bluetooth dan semoga Allah, SWT berkenan membalas semua kebaikan dengan senantiasa melimpahkan hidayah, perlindungan dan kasih sayang-Nya kepada kita sekalian. Bogor, Juli 2012
Andi Hasad
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Mallawa pada hari Rabu, 23 Juli 1975 sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan Andi Abdul Hafid Hakbad, B.A dan Hj. Hanisa Nur. Saat masih kecil, penulis mengenyam pendidikan di SDN Centre No. 3 Mallawa,
Kab.
Barru,
Sulawesi
Selatan,
kemudian
melanjutkan pendidikan menengahnya ke SMP Negeri 1 Mallusetasi, dan SMU Negeri 1 Soppeng Riaja. Pendidikan S1 ditempuh di Jurusan Teknik Elektro, Universitas Hasanuddin, Makassar. Setelah menamatkan studi, penulis sempat berkarir di beberapa perusahaan sebagai Engineer dan Supervisor serta menangani beberapa proyek di bidang telekomunikasi, kemudian memfokuskan diri sebagai staf pengajar di Fakultas Teknik, Universitas Islam “45” (UNISMA) Bekasi. Pada tahun 2010 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang Pascasarjana (S2) di Program Studi Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, atas biaya beasiswa BPPS Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI).
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv PENDAHULUAN Latar Belakang .......................................................................................... Tujuan Penelitian ...................................................................................... Perumusan Masalah .................................................................................. Ruang Lingkup penelitian ......................................................................... Hasil dan Manfaat Penelitian ....................................................................
1 2 3 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Bluetooth ................................................................................................... Bluetooth Protocol Stack .......................................................................... Arsitektur Client Server ............................................................................ Solusi Kelemahan Video Streaming Bluetooth ........................................ Arsitektur Video Streaming Jaringan Bluetooth ....................................... Streaming Protocol .................................................................................. Quality of Services (QoS) ......................................................................... Format Video ............................................................................................ Hint Track ................................................................................................. GnuBox ..................................................................................................... Alokasi Frekuensi dan Klasifikasi Daya Pancar Radio Bluetooth ........... Perbedaan Bluetooth dengan Wi-Fi .......................................................... Interferensi Wi-Fi ..................................................................................... Sistem Piconet Pervasive ..........................................................................
4 5 8 9 9 10 11 12 13 13 14 15 15 16
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat .................................................................................... Bahan dan Alat penelitian ......................................................................... Metode Penelitian ..................................................................................... Analisis Sistem Jaringan Bluetooth Piconet Pervasive ............................ Rancang Bangun Sistem ........................................................................... Kompresi Audio Video ............................................................................. Hint Track ................................................................................................. Optimasi .................................................................................................... Pengukuran Kinerja .................................................................................. Pengujian Sistem ...................................................................................... Analisis Hasil Pengukuran ........................................................................
17 17 17 18 19 20 21 21 21 23 23
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan ............................................................................. Analisis Sistem Jaringan Bluetooth Piconet Pervasive ............................ Perancangan Prototipe dan Implementasi Sistem ..................................... Optimasi ....................................................................................................
24 25 26 33
ii
Halaman Interferensi Wi-Fi ..................................................................................... Pengukuran Kinerja dan Analisis Hasil Pengukuran ............................... Video Streaming pada Jarak 4 ................................................................. Video Streaming pada Jarak 6 ................................................................. Video Streaming pada Jarak 8 ................................................................. Video Streaming pada Jarak 10 ............................................................... Perbandingan Parameter pada Jarak 4 m, 6 m, 8 m dan 10 m ..................
34 35 35 41 46 51 56
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan .................................................................................................. 59 Saran - Saran ............................................................................................ 60 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 61 LAMPIRAN ..................................................................................................... 63
iii
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Alokasi frekuensi bluetooth ........................................................................ 14
2
Klasifikasi daya pancar radio bluetooth ...................................................... 14
3
Spesifikasi video sebelum dikompresi dan dikonversi ................................ 27
4
Spesifikasi video setelah dikompresi dan dikonversi ................................. 27
5
Data hasil pengukuran pada jarak 4 m dengan data rate 8 kbps ................. 35
6
Data hasil pengukuran pada jarak 4 m dengan data rate 16 kbps .............. 37
7
Data hasil pengukuran pada jarak 4 m dengan data rate 24 kbps .............. 39
8
Data hasil pengukuran pada jarak 6 m dengan data rate 8 kbps ................ 41
9
Data hasil pengukuran pada jarak 6 m dengan data rate 16 kbps ............... 43
10 Data hasil pengukuran pada jarak 6 m dengan data rate 24 kbps ............... 44 11 Data hasil pengukuran pada jarak 8 m dengan data rate 8 kbps ................ 46 12 Data hasil pengukuran pada jarak 8 m dengan data rate 16 kbps ............... 48 13 Data hasil pengukuran pada jarak 8 m dengan data rate 24 kbps ............... 49 14 Data hasil pengukuran pada jarak 10 m dengan data rate 8 kbps ............... 52 15 Data hasil pengukuran pada jarak 10 m dengan data rate 16 kbps ............. 53 16 Data hasil pengukuran pada jarak 10 m dengan data rate 24 kbps ............. 54
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
Jaringan bluetooth (a) point-to-point (b) point-to-multipoint .....................
5
2
Jaringan bluetooth scatternet ......................................................................
5
3
Bluetooth protocol stack .............................................................................
6
4
Bluetooth protocol stack yang digunakan pada penelitian .........................
6
5
Arsitektur client server ................................................................................
8
6
Arsitektur video streaming pada jaringan bluetooth .................................. 10
7
Diagram alir tahapan penelitian ................................................................. 18
8
Contoh hasil proses hint track .................................................................... 28
9
Konfigurasi pada server dan client............................................................. 30
10 Grafik perbandingan parameter untuk data rate pada jarak 4 m dan lingkungan yang tidak memiliki dan memiliki interferensi Wi-Fi ....... 40 11 Grafik perbandingan parameter untuk data rate pada jarak 6 m dan lingkungan yang tidak memiliki dan memiliki interferensi Wi-Fi ....... 45 12 Grafik perbandingan parameter untuk data rate pada jarak 8 m dan lingkungan yang tidak memiliki dan memiliki interferensi Wi-Fi ....... 51 13 Grafik perbandingan parameter untuk data rate pada jarak 10 m dan lingkungan yang tidak memiliki dan memiliki interferensi Wi-Fi ....... 56 14 Grafik perbandingan parameter untuk data rate pada jarak 4 m 10 m dan lingkungan yang tidak memiliki dan memiliki interferensi Wi-Fi .......................................................................................................... 57
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Bluetooth merupakan teknologi wireless yang dapat menghubungkan perangkat mobile yang berbeda melalui ISM (Industrial Scientific Medical) band (Stalling, 2005). Standar yang digunakan bluetooth mengacu pada spesifikasi IEEE 802.15 (SIG, 2011). Teknologi wireless bluetooth dapat menghubungkan berbagai perangkat mobile seperti komputer/notebook dengan telepon seluler apabila pada komputer/notebook dan telepon seluler tersebut memiliki fasilitas bluetooth. Sebuah peralatan bluetooth dapat berkomunikasi dengan peralatan lain pada jarak 10 meter, bahkan saat ini telah dikembangkan standar baru yang dapat menjangkau jarak 100 meter (SIG, 2011). Meskipun teknologi bluetooth telah dimiliki oleh rata-rata telepon seluler maupun komputer, namun pemanfaatannya masih belum maksimal. Umumnya pengguna telepon seluler ataupun komputer menggunakan bluetooth hanya untuk bertukar informasi/data. Hal ini dikarenakan bluetooth memiliki kelemahan terbesar yaitu keterbatasan bandwidth (Wang, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Catania dan Zammit (2008) dengan melakukan pengujian video streaming menggunakan jaringan bluetooth pada komputer dengan sistem operasi Linux, menghasilkan bahwa waktu yang dibutuhkan pada transmisi video streaming, akan semakin besar sesuai dengan bertambahnya ukuran paket data yang dikirimkan. Penelitian ini juga menghasilkan bahwa perbedaan versi bluetooth pada sisi telepon seluler, memiliki pengaruh terhadap jumlah paket data yang dapat diterima oleh telepon seluler tersebut. Gupta, Singh dan Jain (2010) telah melakukan pengujian berbagai transmisi video streaming menggunakan jaringan bluetooth pada telepon seluler untuk stream video clip dan real time video dari telepon seluler ke komputer dan dari komputer ke telepon seluler, menggunakan platform Java. Hasilnya, kualitas video yang dikirim semakin berkurang seiring dengan bertambahnya jarak dan adanya interferensi Wi-Fi.
2
Salah satu cara mengatasi kelemahan pada jaringan bluetooth yaitu penggunaan protokol yang sesuai dan penggunaan kompresi video (Arnaldy, 2010). Untuk komunikasi peer to peer dan client server yang dilakukan pada 1 channel, protokol yang dapat digunakan adalah RFCOMM, sedangkan untuk banyak client, protokol yang digunakan untuk melakukan koneksi client-server adalah L2CAP (Gupta, Singh dan Jain, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Arnaldy (2010) yang menganalisis pengaruh video bit rate pada sistem piconet pervasive, dengan symbian OS pada sisi client, menghasilkan nilai packet loss terkecil yaitu 6.14% untuk bit rate 24 kbps, sedangkan untuk parameter throughput dan delay, seluruh video kompresi telah memenuhi QoS video streaming berdasarkan standar Cisco. Nilai delay yang diperoleh berkisar antara 0.225 – 0.240 milidetik, dimana standar QoS untuk delay berkisar antara 4 – 5 detik. Namun demikian, penelitian ini belum menghasilkan nilai packet loss yang memenuhi standar QoS video streaming yaitu < 5% (Szigeti dan Hattingh, 2004), dan tidak memberikan solusi nilai optimum pada througput, delay, jitter serta packet loss supaya dapat melakukan video streaming yang memenuhi standar QoS, berdasarkan ukuran data dan jarak. Penelitian ini juga belum melihat bagaimana pengaruh interferensi Wi-Fi pada transmisi jaringan bluetooth, yang secara teoritis memungkinkan terjadi, karena sama-sama menggunakan frekuensi 2.4 GHz (Kondo, 2010). Oleh karena itu, dalam penelitian ini difokuskan pada optimasi untuk menghasilkan nilai throughput, delay, jitter dan packet loss yang memenuhi standar QoS video streaming, dan melakukan analisis bagaimana pengaruh interferensi Wi-Fi pada video streaming melalui jaringan bluetooth.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan sistem piconet pervasive untuk mendapatkan nilai throughput, delay, jitter serta packet loss yang memenuhi QoS video streaming standar Cisco, dengan melakukan optimasi dan analisis pada jaringan bluetooth dengan memanfaatkan media telepon seluler dan komputer, pada lingkungan yang memiliki Wi-Fi maupun yang tidak memiliki Wi-Fi.
3
Perumusan masalah Bagaimana mendapatkan nilai throughput, delay, jitter dan packet loss yang memenuhi QoS video streaming standar Cisco, dari hasil optimasi dan analisis pengaruh interferensi Wi-Fi pada video streaming melalui jaringan bluetooth ?.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian sebagai berikut : Jaringan bluetooth
yang digunakan adalah client-server dengan komputer
sebagai server dan telepon seluler sebagai client Topologi jaringan adalah point-to-point Lingkungan yang memiliki Wi-Fi dan lingkungan yang tidak memiliki Wi-Fi Wi-Fi yang digunakan beroperasi pada frekuensi 2.4 GHz Sistem operasi yang digunakan pada komputer yaitu Windows XP, sedangkan pada telepon seluler yaitu Symbian OS Ukuran data rate video adalah 8 kbps, 16 kbps dan 24 kbps Resolusi encoding video adalah 176x144 pixels Jarak dari server ke client bervariasi mulai dari 4 m, 6 m, 8 m dan 10 m Waktu transmisi 0 – 10000 milidetik Format video yang digunakan adalah 3gp Protokol yang digunakan adalah RFCOMM dengan intermediate protocol berupa Internet Protocol (IP).
Hasil dan Manfaat Penelitian Hasil dan manfaat yang diharapkan melalui penelitian ini adalah dihasilkan sistem video streaming piconet pervasive yang memenuhi QoS video streaming standar Cisco untuk nilai throughput, delay, jitter serta packet loss. Sistem tersebut menghasilkan parameter yang optimum untuk ukuran data rate, resolusi encoding dan jarak dari server ke client yang dilakukan pada lingkungan yang memiliki interferensi Wi-Fi maupun yang tidak memiliki interferensi Wi-Fi.
4
TINJAUAN PUSTAKA Bluetooth Bluetooth adalah nama orang, yaitu Harold Bluetooth (dalam bahasa Inggris) atau Harald Blatand (bahasa Denmark) yang merupakan seorang Raja Viking Denmark di tahun 940-985 M, yang berhasil melanjutkan perjuangan ayahnya raja Gorm Dek Gammel, mempersatukan Denmark dengan Norwegia. Raja Gorm Viking Denmark itu gemar makan blueberries atau arbei sehingga giginya menjadi kebiru-biruan atau blue tooth. Bluetooth diperkenalkan oleh Ericsson dan merupakan salah satu alternatif teknologi wireless yang dibuat untuk peralatan mobile. Pada tahun 1998, sejumlah perusahaan ternama, yaitu Ericsson, IBM, Nokia, Intel, dan Toshiba bergabung membentuk sebuah kelompok bernama Bluetooth SIG (Bluetooth Special Interest Group). Saat ini, tidak kurang dari 15.000 perusahaan di berbagai bidang bergabung dalam sebuah konsorsium sebagai adopter teknologi bluetooth (SIG, 2011). Sebuah peralatan bluetooth dapat berkomunikasi dengan peralatan lain yang berada pada jarak 10 bahkan pada jarak 100 meter (tanpa penghalang). Teknologi wireless bluetooth beroperasi pada frekuensi 2.4 GHz dan memiliki keunggulan yaitu rendah power, rendah biaya, dan mudah digunakan. Secara umum bentuk koneksi bluetooth dapat dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu : point-to-point, point-to-multipoint, dan scatternet, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1 dan Gambar 2. Koneksi point-to-point terjadi antara satu master dan satu slave yang menjalin komunikasi. Jika slave yang tehubung ke master lebih dari satu, koneksi ini dinamakan koneksi point-to-multipoint, sedangkan jika suatu perangkat dalam jaringan bluetooth dapat melakukan komunikasi dengan perangkat lain pada jaringan bluetooth yang lain, komunikasi ini dinamakan koneksi scatternet (Klingsheim, 2004). Master hanya mampu berkomunikasi dengan tujuh buah slave aktif dan maksimum sampai 255 slave tidak aktif (Luthfi, 2009).
5
Master
Slave
Master
Slave Client
Client
Server
Client
Client
Server
(a)
(b)
Gambar 1 Jaringan bluetooth (a) point-to-point (b) point-to-multipoint Master
Slave
Master
Slave
Client Client
Client Client Server
Server Client
Client
Gambar 2 Jaringan bluetooth scatternet
Bluetooth Protocol Stack Bluetooth stack merupakan agen kontrol untuk mengimplementasikan protokol bluetooth Protokol
bluetooth
dan mengontrol peralatan bluetooth
secara terprogram.
kemudian dibagi menjadi layer-layer / protocol stack
(Gupta, Singh dan Jain 2010). Pada bluetooth protocol stack seperti yang terlihat pada Gambar 3, sesudah layer aplikasi terdapat 4 layer yaitu layer TCS, SDP, WAP dan OBEX. Telephony Control System (TCS) berfungsi sebagai penyedia layanan telepon. Service Discovery Protocol (SDP) berfungsi untuk melayani penemuan perangkat remote bluetooth. WAP dan OBEX menyediakan interface untuk layer atas dari protokol komunikasi lainnya dan mengijinkan pengiriman dan penerimaan obyek.
6
Application
TCS
OBEX
WAP
SDP
RFCOMM Logical Link Control and Adaptation Protocol (L2CAP) Host Controller Interface (HCI)
Link manager Protocol
Baseband/Link Controller
Radio Gambar 3 Bluetooth protocol stack Protokol RFCOMM mengijinkan untuk membuat virtual serial port dan stream data, L2CAP menangani transmisi data dalam bentuk paket dan multiplex data dari layer atas. HCI menangani komunikasi antar host dengan modul bluetooth.
Link Manager Protocol mengatur dan mengkonfigurasi koneksi
dengan perangkat lainnya. Baseband and Link Controller mengatur koneksi fisik, frekuensi hopping, dan assembling paket. Radio memodulasi dan demodulasi data untuk transmisi dan penerimaan sinyal (Klingsheim, 2004). RFCOMM memungkinkan untuk
membangun
koneksi
peer to peer dan
mudah
diimplementasikan, sedangkan L2CAP mendukung multiplexing dari berbagai peralatan dimana data dikirim dalam bentuk paket (Gupta, Singh dan Jain 2010). Video streaming melalui bluetooth dapat menggunakan salah satu dari 3 pilihan sebagaimana terlihat pada Gambar 4, yaitu streaming menggunakan HCI, L2CAP atau IP.
7
Streaming Over IP
TCP/UDP IP BNEP
PPP
RFCOMM Streaming Over L2CAP
Logical Link Control and Adaptation Layer (L2CAP)
Streaming Over HCI Host Controller Interface (HCI) Link Manager Protocol Baseband Layer
Bluetooth Radio Gambar 4 Bluetooth protocol stack yang digunakan pada penelitian Pada penelitian ini video streaming dilakukan menggunakan IP dengan pertimbangan memiliki kompleksitas yang rendah pada implementasinya, dapat dimodifikasi di bagian software dan sesuai untuk digunakan pada bandwidth yang terbatas (Catania dan Sammit, 2008). Proses streaming melalui IP menggunakan Transmission Control Protocol (TCP) atau User Datagram Protocol (UDP) sebagai media transport dengan protokol Real Time Transfort Protocol (RTSP) dan Real Time Protocol (RTP) sebagai protokol komunikasi antar server dengan client pada jaringan bluetooth. Sinyal kemudian diteruskan ke layer IP, Point to Point (PPP) dan RFCOMM yang memungkinkan koneksi serial menggunakan pilihan cable between two computers
di konfigurasi pada sisi
server, sebelum masuk ke layer L2CAP. Dari bagian ini sinyal diteruskan pada Baseband Layer dan Bluetooth Radio.
8
Arsitektur Client Server Arsitektur dari pengujian aplikasi yang dilakukan oleh Gupta, Singh dan Jain (2010) diilustrasikan pada Gambar 5. Sisi client dikembangkan menggunakan J2ME yang merupakan platform tersendiri dan digunakan pada peralatan Java. Sisi server dikembangkan menggunakan Java SE dan menyediakan sebuah koneksi dengan client melalui bluetooth. Client Bluetooth Connection Request
Server Bluetooth Connection Request Received
User ID and Password
Bluetooth Connection Established Data Converted into Byte Array
User ID and Password Matched
Connection Request Granted
Video/Stills Captured
Transferred to Bluetooth Port
RFCOMM
Receives on Bluetooth Port
Video Produced from Byte Array
Video Display
Gambar 5 Arsitektur client server Pada tahap pertama, client mencari bluetooth server dalam area jangkauannya dan mengirim request untuk melakukan koneksi dengan server yang aktif. Setelah autentikasi, server menyediakan koneksi wireless dengan client dan menampilkannya pada peralatan client. Pada tahap kedua, video/stills dicapture oleh client
menggunakan MMAPI (Multimedia API) kemudian
dikonversi ke dalam byte array. Data tersebut lalu dikirim melalui port bluetooth menggunakan protokol RFCOMM dan diterima oleh port bluetooth pada sisi server. Data yang berupa snapshots video secara terus menerus ditransmisikan
9
melalui wireless ke server sampai prosesnya dihentikan. Data akan disimpan di folder server dan secara simultan dilakukan analisis terhadap ukuran data yang dikirim, waktu yang digunakan dan data rate yang telah dikirimkan (Gupta, Singh dan Jain, 2010).
Solusi Kelemahan Video Streaming Bluetooth Kelemahan yang banyak dihadapi pada video streaming menggunakan jaringan bluetooth antara lain delay dan hilangnya data selama proses transmisi, terputusnya jaringan yang diakibatkan diluar jangkauan, juga adanya interferensi dengan device yang lain. Namun hal utama yang menjadi tantangan terbesarnya adalah terbatasnya bandwidth pada jaringan bluetooth, yaitu 732 kbps (Wang 2004). Beberapa cara dalam menghadapi kelemahan video streaming menggunakan jaringan bluetooth antara lain : video compression, QoS control dan intermediate protocols. Kompresi video digunakan untuk menghilangkan kelebihan informasi data video sehingga meningkatkan efisiensi pada transmisi jaringan bluetooth. QoS yang meliputi congestion control
dan error control digunakan untuk
menangani packet loss, mengurangi delay dan meningkatkan kualitas video, sedangkan intermediate protocol digunakan untuk memecah data video ke dalam bentuk paket sebelum dikirimkan (Banerjee et al, 2010).
Arsitektur Streaming Video Jaringan Bluetooth Arsitektur video streaming pada jaringan bluetooth diperlihatkan pada Gambar 6,
pada tahap awal, akan dibangun koneksi antara client-server,
kemudian media server akan mengambil file kompresi video sesuai dengan permintaan client sedangkan Qos control akan beradaptasi dengan media bitstreams pada layer intermediate. Setelah berhasil beradaptasi, video streaming yang sudah terkompresi dibagi menjadi paket-paket pada layer intermediate yang dipilih. Kemudian paket-paket tersebut dikirim melalui modul bluetooth. Pada bagian penerima, modul bluetooth akan menerima paket dari udara, kemudian paket-paket tersebut dikumpulkan kembali pada bagian intermediate protocol untuk dikirim ke decoder dan dilakukan dekompresi (Arnaldy, 2010).
10
Gambar 6 Arsitektur video streaming pada jaringan bluetooth
Streaming Protocol Streaming protocol bertujuan sebagai standardisasi komunikasi antara streaming server dan komputer client. Spesifikasi streaming protocol dibedakan menurut fungsinya yaitu : Real-time Streaming Protocol (RTSP) dan Real Time Protocol (RTP). Real-time Streaming Protocol (RTSP) RTSP adalah protokol level aplikasi yang berfungsi sebagai mekanisme kontrol pengiriman data audio atau video secara real-time (RFC-2326 1998). Protocol ini mempermudah client ketika ingin melakukan proses pause atau mencari posisi random ketika memutar kembali data. RTSP bertindak sebagai "network remote control” yang memiliki empat buah perintah yang dikirim dari client kepada server streaming. Keempat perintah tersebut adalah : 1. Setup, server mengalokasikan sumber daya kepada client.
11
2. Play, server mengirim sebuah stream ke sesi client yang telah dibangun dari perintah setup sebelumnya. 3. Pause, server menunda pengiriman stream namun tetap menjaga sumber daya yang telah dialokasikan. 4. Teardown, server memutuskan koneksi dan membebastugaskan sumber daya yang sebelumnya telah digunakan. Empat perintah RTSP dapat dilakukan setelah client dan server sudah berada dalam session yang disepakati. Client melakukan proses DESCRIBE dan server merespon dengan protokol SDP (Session Description Protocol). Real-Time Transport Protocol (RTP) Protokol ini didesain untuk memberikan layanan pengiriman end-to-end untuk data dengan karakteristik real-time seperti interaktif audio dan video secara unicast atau multicast dalam sebuah jaringan komputer (RFC-3550 2003). Protokol RTP berjalan di atas Protokol UDP sebagai media transport. Dalam RTP terdapat mekanisme penomoran sequence atau urutan paket RTP yang digunakan untuk merekonstruksi ulang paket. Inisialisasi penomoran sequence dilakukan secara acak untuk menjamin sekuritasnya. RTP menggunakan alamat port UDP 6872 untuk video dan 6870 untuk audio. Apabila jaringan tidak mendukung protokol UDP, maka RTP dapat berjalan di atas protokol TCP. Apabila RTP berjalan menggunakan TCP sebagai media transport, maka direkomendasikan untuk menggunakan ukuran data rate yang rendah (16 atau 32 kbps) pada video yang akan distreamingkan (http://publib.boulder.ibm.com/).
Quality-of-Service (QoS) Video Streaming Quality of service (QoS) adalah kemampuan menyediakan jaminan, performansi dan diferensiasi layanan dalam jaringan. QoS sebagai ukuran kolektif atas tingkat layanan yang disampaikan ke client (Szigeti dan Hattingh, 2004). Tujuan utama dari proses video streaming adalah pengiriman harus tiba di tujuan dengan tepat dan video dapat dimainkan secara berurutan tanpa adanya gangguan atau interupsi. Gangguan pengiriman dapat terjadi akibat kondisi
12
fluktuasi pada jaringannya atau adanya interferensi dengan perangkat wireless lainnya (Eudon KK dan Petersen, 2009). Kriteria QoS video-on-demand streaming dalam standar Cisco sebagai berikut : 1. Bandwidth, besarnya kapasitas yang dapat ditransmisikan dalam jaringan. Bandwidth sangat berpengaruh dalam pengiriman paket video streaming. Bandwidth berpengaruh untuk tipe format video dan video data-rate yang ditransmisikan. Semakin besar bandwidth maka semakin baik kualitas pengiriman videonya. 2. Throughput, rata-rata data yang dikirim dalam suatu jaringan, biasa diekspresikan dalam satuan bits per second (bps), bytes per second (Bps) atau packet per second (pps). Throughput merujuk pada besar data yang dibawa oleh semua trafik jaringan, tetapi dapat juga digunakan untuk keperluan yang lebih spesifik, misalnya hanya mengukur transaksi Web, VoIP (Voice over IP). atau trafik jaringan yang menuju alamat jaringan tertentu, dan sebagainya. 3. Delay, waktu yang dibutuhkan data untuk menempuh jarak dari asal ke tujuan. Semakin kecil waktu delay maka akan semakin baik kualitas streaming. Delay yang diijinkan dalam streaming video tidak boleh lebih dari 5 detik. 4. Jitter, erat kaitannya dengan parameter delay, dimana parameter jitter dapat digunakan untuk mengetahui kestabilan dari pengiriman paket data. Parameter jitter dalam streaming video tidak memiliki standar baku karena streaming video bukan merupakan jitter sensitive berdasarkan dari kriteria yang dikeluarkan oleh Cisco. 5. Packet loss adalah jumlah paket yang hilang. Sedangkan Packet Loss Ratio (PLR) adalah perbandingan jumlah paket yang hilang terhadap total paket yang dikirim secara keseluruhan. Untuk mengetahui besarnya packet loss dapat dilakukan dengan melihat jumlah paket yang hilang pada tools capture traffic. (Szigeti dan Hattingh, 2004).
Format Video Format video yang digunakan pada penelitian ini adalah 3gp, dengan video codec H.263, dan audio codec libamr_nb (AMR). Format video codec H.263
13
didesain untuk digunakan pada video streaming dengan kapasitas bandwidth yang terbatas, karena H.263 dikembangkan untuk video streaming dengan bandwidth < 64 kbps (Wang, 2004).
Hint Track Prinsip streaming media adalah media dikirimkan kepada client secepat mungkin
tanpa
adanya
waktu
keterlambatan.
Hint
track
bertujuan
menginformasikan server tentang informasi paket RTP. Informasi ini yang akan memberikan keterangan kepada server untuk mengirimkan sequence video dan rate video dengan benar (Austerberry, 2005). Masing-masing track audio dan video dikirimkan secara terpisah dan instruksi pemaketan untuk tiap-tiap stream berada dalam bentuk hint track. Masing-masing hint track akan memberitahu server bagaimana mengoptimalisasikan pemaketan jumlah data media yang spesifik. Software yang digunakan untuk melakukan Hint Track dalam penelitian ini adalah MP4Box yang merupakan software open source.
GnuBox GnuBox merupakan salah satu software telepon seluler yang dibatasi waktu certificate instalasi. GnuBox berfungsi membuat access point baru pada telepon seluler, sehingga telepon seluler dapat melakukan akses internet tidak melalui GPRS (General Packet Radio Service) melainkan melalui bluetooth yang terhubung dengan komputer yang memiliki akses internet. Software ini dikembangkan pertama kali oleh symbianos.org.cvs yang didesain untuk OS Symbian
6.0,
kemudian
dilakukan
pengembangan
selanjutnya
dengan
memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada oleh xan. GnuBox dibangun berbasis Symbian OS dan UIQ. Beberapa merk telepon seluler yang dapat menggunakan GnuBox antara lain Sony Ericsson, Nokia, dan Motorola. Untuk merk Sony Ericsson dan Motorola sampai saat ini terbatas hanya pada beberapa tipe yaitu Sony Ericsson P800, P900, dan P910 dan untuk Motorola tipe A920, A925, dan A1000. Sedangkan untuk merk Nokia lebih bervariasi yaitu mulai dari Serie 60 v l sampai dengan Serie 90. Beberapa tipe Nokia yang dapat menggunakan GnuBox sesuai dengan tipenya antara lain : Nokia 3230, 6260,
14
6600, 6620, 6670, 7610, 6630, 6680, 6681, 6682, N70, N73, N90, dan 7710 (Arnaldy, 2010).
Alokasi Frekuensi dan Klasifikasi Daya Pancar Radio Bluetooth Secara umum alokasi frekuensi bluetooth beroperasi dalam pita frekuensi 2.4 GHz, namun untuk berbagai negara pengalokasian frekuensi secara tepat dan lebar pita frekuensi yang digunakan berbeda. Batas frekuensi serta kanal RF yang digunakan oleh beberapa negara dapat dilihat pada Tabel 1 (Stalling, 2005). Tabel 1 Alokasi Frekuensi Bluetooth Negara
Range Frekuensi
Amerika Serikat, 2400 – 24835 MHz sebagian negara
Kanal RF f = 2.402 +n MHz, n = 0, ... ,78
besar Eropa,
negara lain Jepang
2471 – 2497 MHz
f = 2473 + n MHzk, n = 0,…,22
Spanyol
2445 – 2475 MHz
f = 2449 + n MHzk, n = 0,…,22
Perancis
24465 – 24835 MHz f = 2454 + n MHzk, n = 0,…,22
Radio Frequency (RF) merupakan layer terendah dari spesifikasi bluetooth. Unit RF merupakan sebuah transceiver yang memfasilitasi hubungan wireless antar perangkat bluetooth yang beroperasi pada Industrial Scientific and Medical (ISM) band dengan frekuensi 2.4 GHz. ISM band bekerja dengan frequencyhopping, dan pembagiannya dibuat dalam 79 hop dengan spasi 1 MHz. Teknologi frequency-hopping dimungkinkan berbagi jenis perangkat transmit pada frekuensi yang sama tanpa menimbulkan interferensi. Daya yang dianjurkan untuk radio bluetooth diklasifikasikan menjadi tiga kelas seperti diperlihatkan dalam Tabel 2 (Luthfi, 2009). Tabel 2 Klasifikasi daya pancar radio bluetooth Kelas Daya
Daya output maksimum (mW)
Jangkauan / Range (meter)
1
<100 (20 dBm)
100
2
1– 2.5 (4 dBm)
10
3
1 mW (0 dBm)
0.1 – 1
15
Kelas daya 2 merupakan klasifikasi daya pancar radio bluetooth
yang
umum ditemukan di berbagai perangkat seperti pada telepon seluler maupun komputer (netbook, laptop/notebook). Penelitian ini menggunakan kelas daya 2 dimana jangkauan maksimumnya 10 meter.
Perbedaan Bluetooth dengan Wi-Fi Perbedaan mendasar dari teknik transmisi dan protokol yang digunakan oleh bluetooth dan Wi-Fi adalah bluetooth menggunakan spesifikasi yang dikeluarkan oleh IEEE dan bluetooth SIG, sedangkan Wi-Fi mengikuti spesifikasi IEEE dan WECA. Namun bluetooth
maupun Wi-Fi
(802.11b/g/n)
sama-sama
menggunakan frekuensi 2.4 GHz (Sofana, 2008). Penggunaan pita frekuensi yang sama menyebabkan sinyal yang dihasilkan oleh sebuah peralatan bluetooth dapat berinterferensi dengan peralatan Wi-Fi (Kondo et al, 2009). Satu-satunya jaringan Wi-Fi yang beroperasi pada frekuensi diluar frekuensi 2.4 GHz adalah variasi 802.11a, namun jaringan ini tidak kompatibel dengan semua perangkat lainnya yang sesuai dengan standar IEEE 802.11. Hal ini disebabkan karena perbedaan frekuensi yang digunakan, dimana 802.11a menggunakan frekuensi 5 GHz (Wibisono dan Hantoro, 2008). Pada sisi penggunaan, bluetooth lebih banyak digunakan pada handphone, PDA, televisi, stereo set, remote control VCD/DVD player dan peralatan rumah tangga lainnya, serta pada berbagai peripheral komputer antara lain mouse, printer, keyboard, mic, dan sebagainya. Bluetooth sangat cocok digunakan pada jaringan ad-hoc yang bersifat 100 % cable free, dimana infrastruktur jaringan tidak diperlukan. Pengguna dapat mengakses internet di beberapa lokasi hotspot khusus bluetooth. Hotspot seperti ini akan cocok dimanfaatkan oleh mereka yang menggunakan telepon seluler atau PDA, sedangkan pengguna komputer/notebook biasanya lebih memilih hotspot Wi-Fi (Sofana, 2008). Interferensi Wi-Fi Secara teknis operasional, Wi-Fi merupakan salah satu varian teknologi komunikasi dan informasi yang bekerja pada jaringan dan perangkat WLAN (wireless local area network) melalui ISM band. Salah satu varian Wi-Fi yaitu 802.11b beroperasi pada frekuensi 2.4000 sampai 2.4835 GHz. Adanya
16
persamaan frekuensi memberikan efek interferensi dengan jaringan bluetooth yang juga beroperasi pada frekuensi 2.4 GHz ( Eudon dan Petersen, 2009). Kekuatan sinyal Wi-Fi dinyatakan dalam dBm, yang merupakan satuan kekuatan sinyal atau daya pancar (Signal Strengh or Power Level). 0 dBm didefinisikan sebagai 1 mW (milliWatt) beban daya pancar, contohnya bisa dari sebuah antena ataupun radio.
Sistem Piconet Pervasive Piconet dikategorikan
merupakan menjadi
bentuk
dasar
point-to-point
jaringan dan
bluetooth
yang
point-to-multipoint.
dapat Piconet
menyediakan pelayanan dalam jaringan untuk pengguna yang bergerak tanpa koneksi scatternet bluetooth (Jung et al, 2006). Pada penelitian ini piconet yang dibentuk merupakan koneksi antara komputer dengan telepon seluler, dimana komputer bertindak sebagai server yang mengirimkan paket data, dan telepon seluler bertindak sebagai client yang menerima paket data. Paket data yang dikirimkan adalah data streaming video. Dikatakan sebagai sistem piconet pervasive karena piconet dalam penelitian ini merupakan sistem piconet yang menghubungkan dua perangkat yang berbeda sehingga keberadaan perbedaan perangkat tersebut tidak terasa lagi (Arnaldy, 2010).
17
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Network Computer Centric (NCC) Departemen Ilmu Komputer, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium Teknik Elektro, Universitas Islam “45” (UNISMA) Bekasi. Pengujian sistem, pengukuran dan analisis hasil pengukuran berlangsung mulai bulan Agustus 2011 sampai Januari 2012, sedangkan penyempurnaan penulisan tesis diselesaikan pada bulan Juli 2012.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah video dengan format 3GP dengan ukuran data rate 8 kbps, 16 kbps dan 24 kbps. Resolusi encoding video adalah 176x144 pixels. Alat
yang digunakan pada lingkungan
pengembangan sisi server antara lain komputer yang memiliki spesifikasi processor Genuine Intel(R) CPU U4100 @ 1.30 GHz, RAM 2 GB, tipe sistem : 32 bit OS, Sistem Operasi Microsoft Windows XP, USB Bluetooth Generic, software
Wireshark
pengembangan
dan
Darwin
sisi client
Streaming
Server.
Pada
lingkungan
digunakan telepon seluler Nokia N73 dengan
spesifikasi Symbian OS dan Bluetooth v 2.0. Software pendukung yang digunakan antara lain : GnuBox, AnalogX, MP4Box, Pazera, Xilisoft, Inssider, dan Net Surveyor Professional.
Metode Penelitian Metode penelitian meliputi beberapa tahapan penelitian, dimana diagram alir tahapan penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 7. Tahapan penelitian yang digunakan meliputi : Analisis Sistem Jaringan Bluetooth Piconet Pervasive Rancang Bangun Prototipe Sistem Kompresi Audio Video Hint Track Optimasi
18
Pengukuran Kinerja Pengujian Sistem Analisis Hasil Pengukuran Mulai Analisis Sistem Rancang Bangun Sistem
Kompresi Audio Video Ya
Hint Track Tidak
Gagal streaming ?
Optimasi
Pengukuran dan Pengujian
Berhasil dan memenuhi standar QoS ?
Tidak
Ya Analisis Hasil Pengukuran Dokumentasi Selesai
Gambar 7 Diagram alir tahapan penelitian
Analisis Sistem Jaringan Bluetooth Piconet Pervasive Pada tahap ini dilakukan identifikasi kebutuhan sistem. Identifikasi kebutuhan dilakukan berdasarkan studi pustaka dan literatur mengenai hardware dan software yang dibutuhkan selama penelitian. Pada sisi hardware, penelitian ini menggunakan komputer, dongle USB bluetooth dan telepon seluler. Pada sisi software, meliputi : Darwin Streaming Server, Wireshark, MP4Box, AnalogX,
19
dan Gnubox. Studi literatur juga meliputi multimedia pada telepon seluler, pemrosesan audio video, koneksi bluetooth dari telepon seluler ke komputer, dan dari komputer ke telepon seluler. Identifikasi kebutuhan alat yang digunakan sebagai berikut : Lingkungan pengembangan sisi server Genuine Intel(R) CPU U4100 @ 1.30 GHz, RAM 2 GB System Type : 32 bit Operating System Sistem Operasi Microsoft Windows XP USB Bluetooth Generic Software Wireshark dan Darwin Streaming Server Lingkungan pengembangan sisi client Telepon seluler Nokia N 73 Symbian OS Bluetooth v 2.0 Software pendukung GnuBox AnalogX MP4Box Pazera Xilisoft Inssider Net Surveyor Professional.
Rancang Bangun Sistem Pada tahap ini, perancangan dan pembangunan prototipe dilakukan untuk koneksi bluetooth dari komputer ke telepon seluler, tahapan-tahapannya adalah : Konfigurasi server Konfigurasi yang dilakukan pada sisi server terdiri dari software dan hardware. Pada sisi sofware digunakan Darwin Streaming Server (DSS) dan AnalogX proxy. DSS merupakan versi open source dari Quicktime Streaming server (QSS). DSS mengijinkan pengiriman video Quicktime, MPEG-4 dan 3GPP dalam suatu jaringan internet dengan menggunakan aturan standar
20
protokol Real Time Streaming Protocol (RTSP) dan Real Time Transport Protocol (RTP). DSS dapat berjalan di atas sistem operasi Windows, Linux dan Mac OS. AnalogX proxy digunakan untuk menghubungkan jaringan pada komputer dengan DSS sehingga permintaan paket dari client dapat dibaca dan diterima oleh server. Konfigurasi pada sisi hardware terdiri dari USB bluetooth device. Pada bagian ini konfigurasi yang dilakukan mengikuti aturan standar bluetooth protocol stack. Konfigurasi
dilakukan pada koneksi jaringan, jadi tidak
menggunakan koneksi jaringan bluetooth secara default. Konfigurasi client Konfigurasi pada sisi client dilakukan pada telepon seluler. Client (telepon seluler) yang digunakan adalah Nokia N 73. Pertama kali dilakukan instalasi software Gnubox yang berfungsi membuat access point baru untuk menghubungkan telepon seluler dengan komputer melalui jaringan bluetooth, selanjutkan dilakukan konfigurasi pada access point. Setelah konfigurasi pada access point selesai, dilanjutkan dengan melakukan konfigurasi pada video player yaitu real player (secara default sudah terdapat pada telepon seluler). Konfigurasi dilakukan pada bagian option, dengan memilih pilihan proxy sesuai dengan proxy pada access point bluetooth. Setelah itu dilanjutkan dengan konfigurasi pada Gnubox. Hal ini dilakukan agar telepon seluler dapat berkomunikasi dengan komputer melalui jaringan bluetooth dimana komputer bertindak sebagai server sedangkan telepon seluler bertindak sebagai client. Secara umum suatu komputer dapat mengakses telepon seluler melalui bluetooth, dimana telepon seluler digunakan sebagai modem, dengan software Gnubox, proses tersebut dibalik, sehingga komputer dapat bertindak sebagai modem.
Kompresi Audio Video Pada tahap ini, dilakukan proses kompresi untuk memperkecil data rate video. Data yang dikompresi terdiri atas dua bagian yaitu audio dan video, meliputi frame size, frame rate, codec, rate control, audio rate, dan sample rate.
21
Format kompresi video yang digunakan yaitu 3gp, sedangkan audio yaitu amr. Penggunaan format tersebut selain format video kompresi terkecil saat ini juga karena merupakan format video yang dapat dibaca / dimainkan pada telepon seluler pada umumnya, sedangkan format audio amr umum digunakan pada telepon seluler. Video yang telah dikompresi
kemudian dikirimkan melalui
jaringan bluetooth dengan bandwidth yang terbatas yaitu 732 kbps (Wang, 2004).
Hint Track Sebelum video distreamingkan, lebih dahulu dilakukan proses hint track agar video dapat dijalankan/dimainkan pada video player client. Proses hint track diperlukan
untuk
memberikan
distreamingkan dan
informasi
kepada
video
sehingga
siap
dapat dikenali oleh client (Austerberry, 2005). Pada
penelitian ini proses hint track dilakukan dengan menggunakan tools open source bernama MP4Box. Bandwidth yang diperoleh dari proses ini menjadi batasan dari video yang dapat distreamingkan (Arnaldy, 2010).
Optimasi Pada tahap ini dilakukan optimasi pada server dengan melakukan tune-up pada DSS atau AnalogX, sedangkan pada sisi client optimasi dapat dilakukan diantaranya
dengan
meminimalisir
background
yang
berjalan,
yang
mengkonsumsi memori pada telepon seluler. Optimasi juga dapat dilakukan dengan melakukan tune up pada Gnubox atau peningkatan versi bluetooth device pada sisi client. Optimasi dilakukan jika video streaming telah berhasil dilakukan, namun nilai yang didapatkan belum memenuhi standar QoS video streaming, jika video streaming belum berhasil sama sekali (gagal streaming), maka proses akan diulang dari tahap kompresi audio video.
Pengukuran kinerja Parameter yang digunakan dalam mengukur kinerja jaringan bluetooth ini adalah throughput, delay, jitter dan packet loss. Pengukuran parameter ini menggunakan capture traffic jaringan yaitu Wireshark. Cara pengukuran untuk masing-masing parameter menurut Szigeti dan Hatting (2004) sebagai berikut :
22
Throughput Throughput merupakan jumlah paket data yang dikirimkan
selama
rentang waktu tertentu. Pengukuran throughput dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari capture traffic jaringan yaitu jumlah paket dan waktu pengiriman. Pengukuran dilakukan beberapa kali ulangan untuk data rate video berbeda, kemudian dari masing-masing tipe data rate video dirataratakan. Hasil rata-rata mewakili kinerja jaringan bluetooth yang akan dianalisis. Perhitungan throughput menggunakan persamaan berikut : ܶℎ݃ݑݎℎ=ݐݑ
Keterangan :
∑ ௧ௌ௧ ௌ௧்
…………….… (1)
∑ Packet Sent = Jumlah paket yang dikirimkan Sent Time
= Waktu pengiriman
Delay dan Jitter Delay adalah waktu yang dibutuhkan data untuk menempuh jarak dari asal ke tujuan. Jitter erat kaitannya dengan delay, dimana nilai dari parameter jitter mengikuti nilai parameter delay. Jitter dapat membantu dalam mengetahui kestabilan dari suatu jaringan. Pengukuran delay dan jitter dilakukan berdasarkan waktu mulai pengiriman sampai paket diterima. Data yang digunakan berasal dari capture traffic dimana caranya yaitu dengan mengurangi waktu penerimaan paket pertama dengan waktu pengiriman paket pertama kemudian waktu penerimaan paket kedua dikurangi waktu pengiriman paket kedua dan seterusnya. Perhitungan delay menggunakan persamaan berikut :
Keterangan :
ܴ = )݅( ݕ݈ܽ݁ܦ − ܵ
…………………. (2)
Ri = Received Time i (waktu penerimaan ke-i) Si
= Sent Time i (waktu pengiriman ke-i)
Packet Loss Packet loss diukur berdasarkan sampai tidaknya suatu paket yang dikirim dari server ke client. Nilai packet loss diperoleh dari tools capture traffic jaringan dengan melihat informasi diterima tidaknya paket yang dikirim ke
23
client. Kemudian dari sekian banyak paket data yang hilang dibagi dengan banyaknya paket yang dikirim dikalikan 100%, maka diperoleh nilai Packet Loss Ratio (PLR). Perhitungan PLR menggunakan persamaan berikut :
Keterangan :
PLR =
∑ ௧௦௦ x ∑ ௧்௧
100%
………. (3)
∑ Packet Loss
= Jumlah paket yang hilang selama pengiriman
∑ Packet Total
= Total paket yang dikirimkan
Pengujian Sistem Pengujian sistem bertujuan untuk mengetahui kemampuan jaringan bluetooth sebagai video streaming media serta untuk mengetahui kualitas video yang diterima pada sisi client. Pengujian dilakukan menggunakan Darwin Streaming Server, dan AnalogX proxy pada sisi server dan GnuBox serta real player pada sisi client. Protokol yang digunakan adalah RFCOMM dengan intermediate protocol berupa Internet Protocol (IP). Pengujian dilakukan pada ukuran data rate video dan jarak yang berbeda. Data rate video yang diuji adalah 8 kbps, 16 kbps, dan 24 kbps, dengan resolusi encoding 176x144 pixels, sedangkan jarak yang akan dilakukan pengujian yaitu 4 meter, 6 meter, 8 meter dan 10 meter. Selama proses transmisi, akan dilihat bagaimana pengaruh interferensi Wi-Fi pada kualitas video streaming melalui jaringan bluetooth.
Analisis Hasil Pengukuran Pada tahap ini dilakukan analisis dari berbagai data yang telah didapatkan dari tahapan sebelumnya, termasuk melakukan analisis pengaruh interferensi dari berbagai level kekuatan sinyal Wi-Fi pada jaringan bluetooth. Keluaran akhirnya adalah mendapatkan nilai throughput, delay, jitter dan packet loss yang memenuhi standar QoS video streaming dari hasil optimasi yang dilakukan, dan dari analisis pengaruh interferensi Wi-Fi pada video streaming melalui jaringan bluetooth.
24
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penentuan ukuran kompresi video (data rate) dilakukan dengan melakukan penelitian pendahuluan dan membandingkan hasilnya dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Arnaldy (2010). Penelitian pendahuluan ini meliputi beberapa kombinasi parameter video pada kompresi video dan konversi video menjadi format 3gp sehingga didapatkan kombinasi yang sesuai. Kombinasi parameter yang berpengaruh selain dari ukuran data rate video adalah frame rate dimana apabila frame rate dinaikkan menjadi lebih dari 10 akan meningkatkan nilai kebutuhan bandwidth untuk video, sedangkan untuk parameter frame size disesuaikan dengan ukuran video aslinya sebelum dilakukan kompresi. Parameter lainnya yang dilakukan penelitian pendahuluan adalah data rate audio, penentuan nilai 24 kbps karena pada nilai data rate untuk audio merupakan suatu kelipatan 8. Nilai 24 kbps merupakan nilai tertinggi yang dapat digunakan, karena berdasarkan hasil penelitian pendahuluan data rate audio diatas 24 kbps yaitu 32 kbps akan meningkatkan kebutuhan bandwidth dan menyebabkan video gagal untuk dikirimkan (Arnaldy, 2010).
Sedangkan untuk parameter Codec
digunakan H.263 sesuai dengan format video yang dapat dimainkan pada media player telepon seluler (Wang, 2004). Setelah dilakukan penelitian pendahuluan pada parameter kompresi selanjutnya dilakukan penelitian pendahuluan pada parameter konversi dari audio dan video antara lain data rate, sample rate, dan size. Untuk parameter lainnya seperti Codec mengikuti konfigurasi dari format 3gp. Nilai data rate video yang digunakan adalah 8 kbps, 16 kbps dan 24 kbps, sedangkan ukuran frame rate yang digunakan yaitu dari 8 fps (frame per second). Frame rate merupakan nilai ratarata banyaknya frame yang ditampilkan pada setiap detiknya. Kombinasi untuk frame rate disesuaikan dengan data rate video. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan pada kombinasi video 16 kbps dengan frame rate 8 fps, video berhasil distreamingkan artinya tidak menghasilkan error, berbeda dengan kombinasi 16 kbps dengan 10 fps, diperoleh
25
error time out. Artinya semakin besar frame rate dapat mempengaruhi nilai kebutuhan bandwidth (Arnaldy, 2010). Selanjutnya parameter frame size yaitu ukuran dari gambar pada video dengan satuan pixels.
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan ukuran dari
frame size yang dapat distreamingkan yaitu untuk video yaitu 176x144 pixels (Arnaldy, 2010). Pada parameter konversi percobaan dilakukan pada ukuran data rate video, data rate audio, dan size video. Ukuran data rate video yang dicobakan yaitu mulai dari 8 hingga 24 kbps, sedangkan data rate audio adalah 7.95 kbps, dengan size video ukuran 176x144 pixels. Berdasarkan hasil penelitian percobaan diperoleh hasil optimum untuk streaming video pada penelitian ini yaitu ukuran data rate video 8 kbps dengan data rate audio 7.95 kbps. Pada penelitian pendahuluan telah dilakukan juga satu kali proses, artinya hanya melakukan proses konversi dari video asli, tetapi hasil dari proses tersebut ketika dilakukan proses hint track memberikan nilai kebutuhan bandwidth yang besar. Oleh karena itu untuk mendapatkan video yang dapat distreamingkan pada penelitian ini mengalami tiga proses yaitu kompresi dalam hal ini untuk memperkecil ukuran data rate video, kemudian konversi untuk merubah format video menjadi 3gp, dan terakhir hint track untuk memberikan informasi pada video sehingga dapat dikenali oleh client pada saat video tersebut distreamingkan. Analisis Sistem Jaringan Bluetooth Piconet Pervasive Dalam pembentukan sistem jaringan bluetooth diperlukan perangkat utama yaitu bluetooth device pada sisi server dan client. Pada sisi server dipasang sebuah bluetooth device yang termasuk kedalam kelas 2 dengan memiliki jangkauan maksimum 10 meter (SIG, 2011), sedangkan pada sisi client merupakan sebuah telepon seluler yang telah memiliki fitur bluetooth didalamnya. Pada penelitian ini, sistem jaringan bluetooth digunakan sebagai media video streaming dari server ke client. Streaming server yang digunakan adalah Darwin Streaming Server (DSS) yang merupakan versi open source dari Quicktime Streaming server (QSS). Penggunaan server ini karena selain bersifat open source dan mudah digunakan juga karena server ini mengijinkan pengiriman 3gp dalam suatu jaringan yang menggunakan aturan standar protocol RTSP dan
26
RTP, dimana hal ini sesuai dengan kebutuhan penelitian yang menggunakan video dalam format 3gp. Software pendukung yang digunakan pada proses streaming video dalam sistem jaringan bluetooth ini yaitu GnuBox, dan AnalogX proxy. GnuBox yang digunakan disesuaikan dengan jenis telepon seluler yang dijadikan sebagai client dalam hal ini digunakan tipe GnuBox untuk Symbian OS 9.1, S60 3rd edition. AnalogX proxy merupakan sebuah proxy server yang berfungsi untuk membagi koneksi internet pada mesin yang berbeda dalam satu jaringan. Dalam penelitian ini AnalogX proxy digunakan untuk membagi koneksi streaming server (DSS) pada server komputer dengan client telepon seluler yang dapat dikatakan sebagai dua jenis mesin yang berbeda yang tehubung dalam satu jaringan yang sama. Perbedaan mendasar dari jaringan bluetooth pada umumnya dengan sistem jaringan bluetooth
dalam penelitian ini adalah adanya tools GnuBox dan
AnalogX proxy, yang dapat menghubungkan dua mesin yang berbeda sehingga dapat berkomunikasi dan dapat saling bertukar informasi. Keberadaan AnalogX proxy pada sisi server sangat penting seperti halnya keberadaan GnuBox pada sisi client. Kedua software ini yang menjadikan perbedaan mendasar antara sistem jaringan bluetooth pada umumnya dengan sistem jaringan bluetooth
dalam
penelitian ini. Perancangan Prototipe dan Implementasi Sistem Perancangan prototipe dan implementasi sistem terdiri dari tiga tahap yaitu pra-proses, konfigurasi server dan client serta optimasi. Pada tahap pra-proses banyak terkait dengan video yang akan dikirimkan, kemudian pada proses konfigurasi server dibahas server streaming yang digunakan yaitu DSS dan bagaimana streaming video tersebut dapat dikirimkan. Sedangkan pada konfigurasi client dibahas bagaimana telepon seluler dapat menerima paket streaming video dari server dan menampilkannya pada media player. Pra-proses Pada pra-proses, video yang akan dikirim untuk streaming akan mengalami beberapa tahapan yaitu proses kompresi, konversi, dan hint track. Proses
27
kompresi dilakukan untuk memperkecil data rate video. Spesifikasi awal dari video sebelum dilakukan kompresi dan konversi ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Spesifikasi video sebelum dikompresi dan dikonversi Spesifikasi
Nilai Skenario
Video Format
Avi
Video Data Rate (kbps)
128
Video Codec Video Size (pixels) Frame Rate (fps) Audio Codec Audio Data Rate (kbps) Sample Rate (Hz) Channels
XVid 352 x 240 20 MP3 32 11025 2
Pada proses kompresi ini, video yang dikompresi terbagi menjadi dua bagian yaitu video dan audio, masing-masing bagian dilakukan kompresi. Selain ukuran data rate yang diperkecil terdapat beberapa komponen yang turut berpengaruh terhadap hasil kompresi sehingga video dapat dikirimkan, komponen-komponen tersebut antara lain frame rate (fps) dan frame size (pixels). Tabel 4 Spesifikasi video setelah dikompresi dan dikonversi Spesifikasi Video Format Video Data Rate (kbps) Video Codec Video Size (pixels) Frame Rate (fps) Audio Codec
Nilai Skenario 3gp 8 H263 176x 144 8 AMR_NB
Audio Data Rate (kbps)
7.95
Sample Rate (Hz)
8000
Channels
1
Setelah video dikompresi dilakukan proses konversi atau merubah format video menjadi format 3gp sehingga video dapat dimainkan pada media player
28
client (telepon seluler). Selain melakukan konversi pada tahapan ini juga dilakukan proses kompresi. Berbeda dengan proses kompresi sebelumnya, pada proses ini kompresi dilakukan untuk menyesuaikan format video sebelumnya dengan format 3gp. Proses konversi video akan terbagi menjadi dua bagian yaitu video dan audio, dimana masing-masing bagian dapat diatur seperti terlihat pada Tabel 4. Pada pengaturan konversi untuk masing-masing skenario memiliki ukuran yang sama, dimana untuk video memiliki data rate sebesar 8 kbps artinya video yang dikirim sebesar 8 kilobit untuk setiap detiknya. Codec (Compressor / Decompressor) video yang digunakan adalah H.263 yang merupakan format Codec untuk video, sedangkan Codec untuk audio digunakan AMR_NB yang merupakan Codec audio untuk format 3gp. Data rate audio yang digunakan yaitu 7.95 kbps dengan sample rate sebesar 8000 Hz (8 kHz). Pemilihan nilai-nilai tersebut berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, apabila nilai-nilai tersebut dinaikkan maka akan meningkatkan nilai kebutuhan bandwidth yang menyebabkan video gagal untuk distreamingkan. Tahap berikutnya adalah melakukan hint track video yang telah dikompres dan dikonversi kedalam format 3gp. Proses hint track dilakukan menggunakan Mp4Box yang akan menghasilkan video yang siap untuk distreamingkan. Gambar 8 merupakan contoh hasil dari proses hint track pada salah satu video yang digunakan dalam penelitian ini.
Gambar 8 Contoh hasil proses hint track Pada Gambar 8 terlihat bahwa hasil hint track untuk video andinada.3gp memiliki bandwidth berukuran 31 kbps untuk video dan 5 kbps untuk audio dengan Path-MTU sebesar 1450 Bytes. Selain ukuran bandwidth proses hint track
29
juga memberikan informasi format video dan audio yang digunakan, dalam video ini format video yang digunakan adalah H263-1998 dan format audionya adalah AMR sesuai dengan yang diatur pada saat konversi video. Bandwidth yang diperoleh dari proses hint track ini menjadi batasan dari video yang dapat distreamingkan. Konfigurasi Server dan Client Konfigurasi yang dilakukan pada sisi server terdiri dari software dan hardware, konfigurasi pada bagian hardware terdiri dari sebuah komputer dan bluetooth device. Sedangkan bagian software terdiri dari Darwin Streaming Server, dan AnalogX proxy. Darwin Streaming Server merupakan software open source dan dapat didownload secara gratis di http://static.macosforge.org/ dss/downloads/DarwinStreamingSrvr5.5.5-windows.exe, proxy
juga
merupakan
software
open
http://www.analogx.com/ files/proxyi.exe. adalah bluetooth stack
source,
sedangkan dapat
AnalogX
didownload
di
Bluetooth stack yang digunakan
dari Microsoft dengan konfigurasi yang digunakan
mengikuti aturan standar. Konfigurasi pada DSS mengikuti konfigurasi standar, artinya tidak melakukan perubahan konfigurasi. Video hasil dari pra-proses yang akan distreamingkan disimpan pada C:\Program Files\Darwin Streaming Server\ Movies\. Pada folder Movies disimpan 3 buah video yang telah dihint track yaitu andinada.3p, andinada1.3gp dan andinada2.3gp. Koneksi antara komputer dengan telepon seluler dilakukan dengan melakukan konfigurasi pada sisi server dan sisi client. Pada sisi server konfigurasi dilakukan dengan membuat koneksi baru menggunakan modem. Modem yang digunakan merupakan modem yang terkoneksi melalui port COM bluetooth device milik client yang telah terdeteksi. Kemudian pada bagian koneksi jaringan dibuat koneksi baru dengan memilih koneksi communications cable between two computers. Hasil dari konfigurasi yang dilakukan membuat komputer dapat terhubung dengan telepon seluler melalui RFCOMM. Menggunakan konfigurasi ini juga telepon seluler yang bertindak sebagai client akan mendapatkan sebuah IP Address yang satu kelas dengan IP Address komputer, sehingga dapat dikatakan juga bahwa koneksi server komputer dengan client telepon seluler pada penelitian ini adalah
30
menggunakan IP sebagai layer intermediate protocol. Konfigurasi pada server dan client dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 9 berikut :
Komputer
Telepon Seluler
Gambar 9 Konfigurasi pada server dan client File video yang telah diproses pada pra-proses disimpan pada folder default DSS. DSS sebagai streaming server berfungsi untuk melayani permintaan client berupa file video, dengan adanya AnalogX proxy pada server dapat menghubungkan jaringan bluetooth dengan streaming server. Artinya permintaan dari client yang dibawa oleh jaringan bluetooth akan disampaikan oleh AnalogX proxy ke streaming server untuk kemudian streaming server mengirimkan file video sesuai dengan permintaan. Keberadaan
AnalogX
proxy
ini
sangat
penting
karena
dapat
menghubungkan dua mesin yang berbeda. Tanpa adanya AnalogX proxy maka server dapat berkomunikasi dengan client tetapi pengiriman streaming video tidak dapat dilakukan karena permintaan video dari client tidak dikenali oleh streaming server. Selanjutnya bagian dari bluetooth device, pada bagian bluetooth device konfigurasi yang dilakukan mengikuti aturan standar dari bluetooth stack yang digunakan, dalam penelitian ini yaitu stack bluetooth dari Microsoft. Konfigurasi yang dilakukan adalah pada koneksi jaringan, karena dalam penelitian ini tidak menggunakan koneksi jaringan bluetooth secara default. Pada komputer server dibuat koneksi baru yang terhubung dengan modem seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu communications cable between two computers. Koneksi ini diperoleh dari pembuatan modem baru dimana jenis koneksinya menggunakan port COM dari bluetooth client yang telah terdeteksi. Artinya langkah pertama adalah memastikan bahwa bluetooth client telah terdeteksi oleh server, dimana setiap bluetooth yang terdeteksi akan memiliki port
31
COM yang berbeda-beda. Port COM inilah yang digunakan sebagai penghubung antara server komputer dengan client telepon seluler. Konfigurasi client terdiri dari beberapa tahapan yaitu instalasi software GnuBox, konfigurasi access point dan konfigurasi media player. Setelah konfigurasi berhasil dilakukan maka server dan client dapat berhubungan dan berkomunikasi. Alur konfigurasi pada sisi client (telepon seluler) dibagi atas tahapan instalasi GnuBox, konfigurasi access point, termasuk pada data bearer dan dial up number, melakukan setting pada proxy server address dan proxy port number, kemudian melakukan koneksi ke server. Konfigurasi ini dilakukan pada telepon seluler yang akan dijadikan client. Sebagai tahapan awal adalah melakukan instalasi software GnuBox yang sesuai dengan tipe telepon seluler, dalam penelitian ini digunakan GnuBox 6v3. GnuBox dapat diperoleh secara gratis dari internet pada alamat resminya yaitu http://xan.dnsalias.org/gnubox/#faqwhv
atau
dapat
juga
diunduh
di
http://www.digital-digest.com/software/download-1487_0_19_file_MP4Box-0.4. 6-dev_20091013.zip.html. Tool ini merupakan tool siap pakai
dengan
penggunaannya disesuaikan dengan tipe dari masing-masing tipe telepon seluler, dimana dalam penelitian ini disesuaikan dengan tipe Nokia N73. Setelah proses instalasi selesai selanjutnya melakukan konfigurasi pada access point seperti berikut : Access point Pada bagian menu access point dibuat access point baru yang diberi nama Bt dimana penulisan nama merupakan case sensitive, karena nama ini yang akan dikenali oleh GnuBox sebagai access point yang digunakan. Data bearer Pada pilihan data bearer dapat dipilih selain dari GPRS yaitu GSM atau data call, keduanya dapat digunakan karena memberikan akses dial up number. Pada penelitian ini menggunakan data call. Dial up number Pada dial up number dimasukan nilai sembarang seperti 0000 atau 321, nilai ini tidak bernilai mutlak, berapapun nilainya dapat dimasukan selama pilihan ini tidak dibiarkan kosong.
32
Proxy server address Selanjutnya memasukkan alamat proxy server misalnya 127.0.0.1 dan port number misalnya 1234. Pada penelitian ini alamat proxy server yang digunakan adalah 192.168.1.1 yang merupakan alamat IP dari komputer server sedangkan port number yang digunakan yaitu 6588 yang merupakan port number dari proxy AnalogX. Setelah konfigurasi pada access point selesai, selanjutnya melakukan konfigurasi pada menu GnuBox. Pada menu GnuBox terdapat beberapa pilihan, sebagai langkah awal adalah membuat record dengan memilih create record. Fungsi dari create record ini adalah untuk membuat jaringan baru dengan menggunakan koneksi bluetooth. Selanjutnya memilih set RAS login script yang berfungsi untuk membuat script login pada access point Bt yang telah dibuat sebelumnya. Apabila langkah ini tidak dilakukan maka script login pada access point akan kosong yang menyebabkan koneksi tidak dapat dilakukan. Setelah proses create record dan set RAS login script dilakukan maka langkah terakhir adalah memilih jenis koneksi yaitu dipilih koneksi menggunakan bluetooth, karena selain menggunakan bluetooth pilihan lainnya adalah menggunakan infrared. Tujuan dari software GnuBox adalah membuat access point baru pada telepon seluler sehingga telepon seluler dapat mengakses komputer melalui jaringan bluetooth. Secara umum suatu komputer dapat mengakses telepon seluler melalui bluetooth seperti untuk mengakses internet, dimana telepon seluler bertindak sebagai modem, dengan menggunakan software GnuBox proses tersebut dibalik, artinya komputer yang bertindak sebagai modem. Pengguna telepon seluler dapat mengakses internet tanpa harus menggunakan GPRS tetapi menggunakan jalur bluetooth yang terhubung pada komputer yang memiliki akses internet. Dalam
penelitian ini fungsi GnuBox digunakan untuk melakukan
streaming video dengan memanfaatkan cara kerja dari GnuBox. Dengan adanya GnuBox membuat telepon seluler yang terhubung menjadi bagian dari jaringan seperti halnya komputer, karena telepon seluler tersebut memiliki IP Address yang satu kelas pada jaringan tersebut.
33
Selain GnuBox, software lain yang digunakan dalam proses streaming video adalah media player, yaitu Real One player yang merupakan default dari telepon seluler yang menjadi client. Konfigurasi player dilakukan dengan mengatur proxy dan access point sehingga terhubung pada bluetooth untuk kemudian dapat menampilkan video yang distreamingkan dari server. Cara menampilkan video streaming pada client yaitu dengan memasukkan alamat IP Address komputer server dan nama video yang akan dimainkan pada media player client dengan mengetikkan protocol yang digunakan. Sebagai contoh untuk menampilkan video 1 maka pada bagian perintah memasukkan alamat IP Address diketikkan sebagai berikut : rtsp://192.168.1.100/andinada.3gp, dimana rtsp merupakan protocol yang digunakan untuk streaming kemudian 192.168.1.100
merupakan
alamat
IP
dari
komputer
server
sedangkan
andinada.3gp adalah file video yang diminta untuk distreamingkan. Pada saat penulisan permintaan video khususnya alamat dan nama file video harus sesuai dengan alamat dan nama file video yang ada di server. Demikian halnya dengan format video, penulisan file video harus selalu disertai dengan format video karena apabila dalam penulisannya file video tidak disertakan maka server tidak akan mengenali permintaan tersebut. Hal ini akan mengakibatkan video gagal streaming dilakukan. Adapun kriteria dikatakan sebagai gagal streaming sebagai berikut :
Permintaan video dari client ke server tidak dikenali oleh server sehingga akan muncul pesan error di client “file not found”.
Pada saat koneksi client – server sudah terbangun dan video dalam proses transmisi, video yang distreamingkan terputus sebelum seluruh video berhasil dijalankan di sisi client.
Optimasi Pada tahap ini dilakukan optimasi pada server dengan melakukan tune-up pada DSS, sedangkan pada sisi client optimasi dilakukan diantaranya dengan meminimalisir background yang berjalan, yang mengkonsumsi memori pada telepon seluler. Optimasi pada sisi server dilakukan dengan melakukan instalasi Active Perl pada server untuk memaksimalkan kinerja DSS.
34
Active Perl melakukan sinkronisasi database pada sisi server sehingga kinerja DSS meningkat, sedangkan pada sisi client dengan mengatur data bearer pada settingan data call GnuBox. Active Perl merupakan software open source yang dapat diunduh secara gratis di http://www.activestate.com/activeperl/ downloads/ActivePerl-5.12.4.1205-MSWin32-x86-2.msi/. Optimasi pada bluetooth device dilakukan dengan meningkatkan versi bluetooth yang digunakan pada penelitian sebelumnya yakni dari versi 1 ke versi 2. Bluetooth versi 2 memberikan kapasitas layanan video streaming dengan kualitas yang tinggi (Razavi, 2007). Optimasi dilakukan jika video streaming telah berhasil dilakukan, namun nilai yang didapatkan belum memenuhi standar QoS video streaming, jika video streaming belum berhasil sama sekali (gagal streaming), maka proses akan diulang dari tahap kompresi audio video.
Interferensi Wi-Fi Adanya persamaan frekuensi yang digunakan jaringan bluetooth dan Wi-Fi memungkinkan terjadinya interferensi, yang mempengaruhi nilai pada parameter throughput, delay, jitter dan packet loss, selama streaming video dilakukan. Kekuatan sinyal Wi-Fi yang digunakan pada penelitian ini dinyatakan dalam 3 kondisi lingkungan yaitu lingkungan yang tidak memiliki interferensi Wi-Fi dinyatakan dalam -100 dBm, lingkungan yang memiliki interferensi dengan kekuatan sinyal -78 dBm, dan lingkungan dengan kekuatan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Tools yang digunakan untuk memonitor Wi-Fi adalah Inssider dan NetSurveyor Profesional. Inssider merupakan tool gratis yang berfungsi untuk mendeteksi sinyal wireless
yang berada dalam jangkauan device wireless. Software ini
merupakan software open source yang dapat diunduh di http://files.metageek.net/ downloads/inSSIDer-Installer-2.0.7.0126.exe, sedangkan NetSurveyor Profesional merupakan software berbayar yang dapat memberikan hasil visualisasi yang lebih banyak dan lebih baik dibandingkan Inssider. Software ini diperbaharui secara berkala dan dapat diunduh di http://nutsaboutnets-downloads.s3.amazonaws.com/ NetSurveyorPro_Setup.exe.
35
Pengujian Sistem Pengujian sistem dilakukan pada ukuran data rate video dan jarak yang berbeda. Data rate video yang diuji adalah 8 kbps, 16 kbps, dan 24 kbps, dengan resolusi encoding 176x144 pixels, sedangkan jarak yang akan dilakukan pengujian yaitu 4 m, 6 m, 8 m dan 10 m. Selama proses transmisi, dilihat bagaimana pengaruh interferensi Wi-Fi pada kualitas video streaming melalui jaringan bluetooth.
Pengukuran Kinerja dan Analisis Hasil Pengukuran Setelah pengujian berhasil, maka dilakukan pengukuran untuk masingmasing video. Pengukuran dilakukan dengan mengirimkan video yang sama tetapi memiliki kompresi video (data rate) yang berbeda sesuai dengan skenario yang telah ditentukan pada jarak yang berbeda. Pengukuran dimulai dengan mengirimkan video yang berjarak 4 m dari server, kemudian dilanjutkan dengan mengirimkan video yang sama pada jarak 6 m, 8 m dan 10 m, pada lingkungan yang tidak memiliki Wi-Fi (-100 dBm), dan lingkungan yang memiliki kekuatan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan -58 dBm. Setelah masing-masing video dilakukan pengukuran selanjutnya dilakukan perbandingan dan analisis terhadap parameter hasil pengukuran antara video tersebut.
Video Streaming pada Jarak 4 m Hasil pengukuran yang dilakukan pada jarak 4 m untuk berbagai ukuran data rate, sebagai berikut :
Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa pada lingkungan yang tidak memiliki Wi-Fi (-100 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah
36
4.46 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 4.18 paket/detik dengan rata-rata sebesar 4.18 paket/detik. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar
0.35
milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.31 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 0. 33 milidetik. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.03 milidetik dan terendah sebesar 0.01 milidetik dengan nilai rata-rata 0.03 milidetik. Parameter packet loss memiliki nilai tertinggi sebesar 3.25% dan nilai terendahnya adalah 3.03 dengan nilai rata-rata sebesar 3.17%. Pada parameter delay, nilai yang didapatkan dalam ukuran milidetik, dengan nilai tertinggi 0.35 milidetik, hal ini sesuai dengan standar QoS Cisco yang mengijinkan delay untuk streaming video maksimal 5 detik. Sedangkan parameter jitter dalam streaming video tidak memiliki standar baku karena streaming video bukan merupakan jitter sensitive berdasarkan dari kriteria yang dikeluarkan oleh Cisco (Szigeti dan Hattingh, 2004). Parameter Jitter erat kaitannya dengan parameter delay, parameter jitter dapat digunakan untuk mengetahui kestabilan dari pengiriman paket data, semakin mendekati nilai 0 maka pengiriman data semakin stabil. Pada parameter packet loss, nilai packet loss yang terendah didapatkan 3.03% dan nilai tertinggi 3.25%, dimana nilai rata-rata sebesar 3.17%. Nilai ini masih masuk dalam standar untuk streaming video berdasarkan QoS Cisco, dimana nilai standar yang masih diijinkan adalah < 5%. Pada lingkungan yang memiliki Wi-Fi (-78 dBm dan -58 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 4.35 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 4.19 paket/detik dengan rata-rata sebesar 4.28 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 4.23 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi maka nilai throughput yang diperoleh semakin berkurang. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 0.95 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.42 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 0.54 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 0.62 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi, maka delay yang terjadi semakin besar. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.44 milidetik dan terendah sebesar 0.00
37
milidetik dengan nilai rata-rata 0.22 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 0.22 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Perbedaan angka yang didapatkan dengan selisih nilai yang relatif kecil menunjukkan stabilnya jaringan yang digunakan. Terlihat tidak terjadi peningkatan nilai rata-rata jitter pada lingkungan yang memiliki interferensi Wi-Fi yang lebih tinggi yaitu 0.22 milidetik pada sinyal Wi-Fi -78 dBm dan pada sinyal Wi-Fi -58 dBm. Pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.05% dan yang terendah sebesar 4.03% dengan nilai rata-rata 4.29%, sedangkan pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.08% dan yang terendah sebesar 4.11% dengan nilai rata-rata 4.36%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi pada jaringan maka nilai packet loss yang terjadi juga semakin besar. Selanjutnya dikirimkan video skenario 2 yang memiliki data rate 16 kbps. Hasil pengukuran untuk video dengan data rate 16 kbps dapat dilihat pada Tabel 6 berikut :
Berdasarkan Tabel 6 di atas dapat dilihat bahwa pada lingkungan yang tidak memiliki Wi-Fi (-100 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 4.32 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 4.21 paket/detik dengan rata-rata sebesar 4.24 paket/detik. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar
0.53
milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.37 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 0.45 milidetik. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.09 milidetik dan terendah sebesar 0.01 milidetik dengan nilai rata-rata
38
0.07 milidetik. Parameter packet loss memiliki nilai tertinggi sebesar 3.49% dan nilai terendahnya adalah 3.18% dengan nilai rata-rata sebesar 3.36%. Pada lingkungan yang memiliki Wi-Fi (-78 dBm dan -58 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 4.28 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 4.02 paket/detik dengan rata-rata sebesar 4.13 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 4.07 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi maka nilai throughput yang diperoleh semakin berkurang. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 1.01 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.48 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 0.60 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 0.67 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi, maka delay yang terjadi semakin besar. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.45 milidetik dan terendah sebesar 0.00
milidetik dengan nilai rata-rata 0.19 milidetik pada lingkungan dengan
sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 0.23 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.08% dan yang terendah sebesar 4.09% dengan nilai rata-rata 4.36%, sedangkan pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.12% dan yang terendah sebesar 4.15% dengan nilai rata-rata 4.40%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi pada jaringan maka nilai packet loss yang terjadi juga semakin besar. Pada tahap berikutnya dikirimkan video skenario 3 yang memiliki data rate 24 kbps. Hasil pengukuran untuk video dengan data rate 16 kbps dapat dilihat pada Tabel 7 berikut :
39
Berdasarkan Tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa pada lingkungan yang tidak memiliki Wi-Fi (-100 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 4.285 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 4.12 paket/detik dengan rata-rata sebesar 4.17 paket/detik. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar
0.61
milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.38 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 0. 48 milidetik. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.15 milidetik dan terendah sebesar 0.11 milidetik dengan nilai rata-rata 0.10 milidetik. Parameter packet loss memiliki nilai tertinggi sebesar 3.62% dan nilai terendahnya adalah 3.22% dengan nilai rata-rata sebesar 3.42%. Pada lingkungan yang memiliki Wi-Fi (-78 dBm dan -58 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 4.12 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 3.89 paket/detik dengan rata-rata sebesar 4.05 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 3.93 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi maka nilai throughput yang diperoleh semakin berkurang. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 1.06 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.53 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 0.67 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 0.72 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hasil ini juga menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi, maka delay yang terjadi semakin besar. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.44 milidetik dan terendah sebesar
0.01 milidetik dengan nilai rata-rata 0.23 milidetik pada lingkungan
dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 0.23 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm.
40
Pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.10% dan yang terendah sebesar 4.11% dengan nilai rata-rata 4.38%, sedangkan pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.14% dan yang terendah sebesar 4.20% dengan nilai rata-rata 4.45%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi pada jaringan maka nilai packet loss yang terjadi juga semakin besar. Dari
tabel
hasil
pengukuran
dan
grafik
perbandingan
parameter
seperti yang diperlihatkan pada Gambar 10, terlihat bahwa semua parameter througput, delay, jitter dan packet loss pada video streaming dimana jarak server dengan client sejauh 4 m, telah memenuhi syarat untuk melakukan video streaming sesuai standar QoS Cisco, dimana packet loss yang ditetapkan adalah < 5% dan delay maksimal 5 detik.
Gambar 10 Grafik perbandingan parameter untuk data rate pada jarak 4 m dan lingkungan yang tidak memiliki dan memiliki interferensi Wi-Fi Nilai packet loss yang belum memenuhi QoS video streaming standar Cisco didapatkan pada lingkungan yang memiliki interferensi Wi-Fi dimana nilai yang terkecil adalah 5.05% pada data rate 8 kbps untuk lingkungan yang memiliki interferensi sinyal Wi-Fi -78 dBm dan nilai yang terbesar adalah 5.14%
41
didapatkan pada data rate 24 kbps untuk lingkungan yang memiliki interferensi sinyal Wi-Fi -58 dBm. Namun secara rata-rata nilai packet loss yang didapatkan masih sesuai dengan QoS standar Cisco yang menetapkan packet loss maksimal 5%, dimana nilai rata-rata packet loss terbesar untuk semua video kompresi didapatkan pada data rate 24 kbps sebesar 4.45% pada lingkungan yang memiliki interferensi sinyal Wi-Fi -58 dBm.
Video Streaming pada Jarak 6 m Hasil pengukuran yang dilakukan pada jarak 6 m untuk berbagai ukuran data rate, sebagai berikut :
Berdasarkan Tabel 8 di atas dapat dilihat bahwa pada lingkungan yang tidak memiliki Wi-Fi (-100 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 4.29 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 4.05 paket/detik dengan rata-rata sebesar 4.12 paket/detik. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar
0.51
milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.46 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 0.48 milidetik. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.05 milidetik dan terendah sebesar 0.00 milidetik dengan nilai rata-rata 0.03 milidetik. Parameter packet loss memiliki nilai tertinggi sebesar 3.82% dan nilai terendahnya adalah 3.62% dengan nilai rata-rata sebesar 3.68%. Pada parameter delay, nilai yang didapatkan dalam ukuran milidetik, dengan nilai tertinggi 0.51 milidetik, hal ini masih sesuai dengan standar QoS Cisco yang mengijinkan delay untuk streaming video maksimal 5 detik. Parameter jitter erat kaitannya dengan parameter delay, parameter jitter dapat digunakan untuk mengetahui kestabilan dari pengiriman paket data, semakin kecil nilai jitter, menggambarkan bahwa pengiriman paket data tersebut relatif stabil.
42
Pada parameter packet loss, nilai packet loss tertinggi adalah 3.64%. Nilai ini masih masuk dalam QoS untuk streaming video berdasarkan standar Cisco, dimana nilai standar yang masih diijinkan adalah < 5%, sedangkan nilai tertinggi parameter jitter yang didapatkan adalah 0.70 milidetik. Pada lingkungan yang memiliki Wi-Fi (-78 dBm dan -58 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 4.03 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 3.99 paket/detik dengan rata-rata sebesar 4.02 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 4.00 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi maka nilai throughput yang diperoleh semakin berkurang. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 0.75 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.56 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 0. 58 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 0.72 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi, maka delay yang terjadi semakin besar. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.18 milidetik dan terendah sebesar 0.01 milidetik dengan nilai rata-rata 0.10 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 0.09 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Perbedaan angka yang didapatkan dengan selisih nilai yang relatif kecil menunjukkan stabilnya jaringan yang digunakan. Semakin kecil nilai jitter (mendekati 0), maka semakin stabil suatu jaringan. Terlihat terjadi penurunan nilai rata-rata jitter pada lingkungan yang memiliki interferensi Wi-Fi yang lebih tinggi. Pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 4.25% dan yang terendah sebesar 4.20% dengan nilai rata-rata 4.22%, sedangkan pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 4.28% dan yang terendah sebesar 4.24% dengan nilai rata-rata 4.26%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi pada jaringan maka nilai packet loss yang terjadi juga semakin besar.
43
Selanjutnya dikirimkan video skenario 2 yang memiliki data rate 16 kbps. Hasil pengukuran untuk video dengan data rate 16 kbps dapat dilihat pada Tabel 9 berikut :
Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa pada lingkungan yang tidak memiliki Wi-Fi (-100 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 4.17 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 3.98 paket/detik dengan rata-rata sebesar 4.04 paket/detik. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar
0.58
milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.46 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 0.50 milidetik. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.12 milidetik dan terendah sebesar 0.01 milidetik dengan nilai rata-rata 0.07 milidetik. Parameter packet loss memiliki nilai tertinggi sebesar 3.82% dan nilai terendahnya adalah 3.67% dengan nilai rata-rata sebesar 3.72%. Pada lingkungan yang memiliki Wi-Fi (-78 dBm dan – 58 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 4.08 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 3.87 paket/detik dengan rata-rata sebesar 4.00 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 3.93 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi maka nilai throughput yang diperoleh semakin berkurang. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 1.25 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.62 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 0.77 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 0.98 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi, maka delay yang terjadi semakin besar. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.60 milidetik dan terendah sebesar
44
0.00 milidetik dengan nilai rata-rata 0.30 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 0.19 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.11% dan yang terendah sebesar 4.34% dengan nilai rata-rata 4.54%, sedangkan pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.16% dan yang terendah sebesar 4.48% dengan nilai rata-rata 4.66%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi pada jaringan maka nilai packet loss yang terjadi juga semakin besar. Pada tahap berikutnya dikirimkan video skenario 3 yang memiliki data rate 24 kbps. Hasil pengukuran untuk video dapat dilihat pada Tabel 10 berikut :
Berdasarkan Tabel 10 di atas dapat dilihat bahwa pada lingkungan yang tidak memiliki Wi-Fi (-100 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 4.09 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 3.96 paket/detik dengan ratarata sebesar 4.00 paket/detik. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 0.65 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.48 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 0.53 milidetik. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.17 milidetik dan terendah sebesar 0.00 milidetik dengan nilai rata-rata 0.09 milidetik. Parameter packet loss memiliki nilai tertinggi sebesar 3.78% dan nilai terendahnya adalah 3.69% dengan nilai rata-rata sebesar 3.73%. Pada lingkungan yang memiliki Wi-Fi (-78 dBm dan -58 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 3.95 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 3.77 paket/detik dengan rata-rata sebesar 3.94 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 3.78 paket/detik pada
45
lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi maka nilai throughput yang diperoleh semakin berkurang. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 1.47 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.62 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 0.79 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 1.16 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi, maka delay yang terjadi semakin besar. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.57 milidetik dan terendah sebesar 0.00 milidetik dengan nilai rata-rata 0.30 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 0.21 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.15% dan yang terendah sebesar 4.39% dengan nilai rata-rata 4.61%, sedangkan pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.19% dan yang terendah sebesar 4.51% dengan nilai rata-rata 4.69%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi pada jaringan maka nilai packet loss yang terjadi juga semakin besar.
Gambar 11 Grafik perbandingan parameter untuk data rate pada jarak 6 m dan
46
lingkungan yang tidak memiliki dan memiliki interferensi Wi-Fi Dari tabel hasil pengukuran dan grafik perbandingan parameter pada Gambar 10, terlihat bahwa semua parameter througput, delay, jitter dan packet loss pada video streaming dimana jarak server dengan client sejauh 6 m, telah memenuhi syarat untuk melakukan video streaming sesuai standar QoS Cisco, dimana packet loss yang ditetapkan adalah < 5% dan delay maksimal 5 detik. Nilai packet loss yang belum memenuhi QoS video streaming standar Cisco didapatkan pada lingkungan yang memiliki interferensi Wi-Fi dimana nilai yang terkecil adalah 5.06% pada data rate 8 kbps untuk lingkungan yang memiliki interferensi sinyal Wi-Fi -78 dBm dan nilai yang terbesar adalah 5.19% didapatkan pada data rate 24 kbps untuk lingkungan yang memiliki interferensi sinyal Wi-Fi -58 dBm. Namun secara rata-rata nilai packet loss yang didapatkan masih sesuai dengan QoS standar Cisco yang menetapkan packet loss maksimal 5%, dimana nilai rata-rata packet loss terbesar untuk semua video kompresi didapatkan pada data rate 24 kbps sebesar 4.69% pada lingkungan yang memiliki interferensi sinyal Wi-Fi -58 dBm.
Video Streaming pada Jarak 8 m Hasil pengukuran yang dilakukan pada jarak 8 m untuk berbagai ukuran data rate, sebagai berikut :
Berdasarkan Tabel 11 di atas dapat dilihat bahwa pada lingkungan yang tidak memiliki Wi-Fi (-100 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 4.01 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 3.87 paket/detik dengan ratarata sebesar 3.92 paket/detik. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 0.62 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.57 milidetik dengan nilai rata-rata
47
sebesar 0.60 milidetik. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.70 milidetik dan terendah sebesar 0.58 milidetik dengan nilai rata-rata 0.62 milidetik. Parameter packet loss memiliki nilai tertinggi sebesar 4.32% dan nilai terendahnya adalah 3.98 dengan nilai rata-rata sebesar 4.08%. Pada parameter delay, nilai yang didapatkan dalam ukuran milidetik, dengan nilai tertinggi 0.62 milidetik hal ini sesuai dengan standar Qos Cisco yang mengijinkan delay untuk streaming video maksimal 5 detik, sedangkan parameter jitter dalam streaming video tidak memiliki standar baku karena streaming video bukan merupakan jitter sensitive berdasarkan dari kriteria yang dikeluarkan oleh Cisco. Nilai tertinggi parameter jitter yang didapatkan adalah 0.04 milidetik. Pada parameter packet loss, nilai packet loss yang tertinggi didapatkan yaitu 4.32% masih masuk dalam standar untuk streaming video berdasarkan QoS Cisco, dimana nilai standar yang masih diijinkan adalah apabila packet loss bernilai < 5%. Pada lingkungan yang memiliki Wi-Fi (-78 dBm dan -58 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 3.95 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 3.70 paket/detik dengan rata-rata sebesar 3.78 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 3.75 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi maka nilai throughput yang diperoleh semakin berkurang. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 1.08 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.72 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 0.78 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 0.98 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi, maka delay yang terjadi semakin besar. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.17 milidetik dan terendah sebesar 0.01 milidetik dengan nilai rata-rata 0.09 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 0.08 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Perbedaan angka yang didapatkan dengan selisih nilai yang relatif kecil menunjukkan stabilnya jaringan yang digunakan. Pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.08% dan yang terendah sebesar
48
4.44% dengan nilai rata-rata 4.61%, sedangkan pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.09% dan yang terendah sebesar 4.65% dengan nilai rata-rata 4.76%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi pada jaringan maka nilai packet loss yang terjadi juga semakin besar. Selanjutnya dikirimkan video skenario 2 yang memiliki data rate 16 kbps.
Berdasarkan Tabel 12 di atas dapat dilihat bahwa pada lingkungan yang tidak memiliki Wi-Fi (-100 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 3.92 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 3.82 paket/detik dengan ratarata sebesar 3.85 paket/detik. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 0.79 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.65 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 0.69 milidetik. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.13 milidetik dan terendah sebesar 0.01 milidetik dengan nilai rata-rata 0.07 milidetik. Parameter packet loss memiliki nilai tertinggi sebesar 4.49% dan nilai terendahnya adalah 4.03% dengan nilai rata-rata sebesar 4.15%. Pada lingkungan yang memiliki Wi-Fi (-78 dBm dan -58 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 3.83 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 3.62 paket/detik dengan rata-rata sebesar 3.72 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 3.62 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi maka nilai throughput yang diperoleh semakin berkurang. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 1.42 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.78 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 0.94 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 1.13 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin
49
kuat interferensi Wi-Fi, maka delay yang terjadi semakin besar. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.60 milidetik dan terendah sebesar 0.01 milidetik dengan nilai rata-rata 0.31 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 0.21 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.11% dan yang terendah sebesar 4.58% dengan nilai rata-rata 4.72%, sedangkan pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.12% dan yang terendah sebesar
4.68% dengan nilai rata-rata
4.80%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi pada jaringan maka nilai packet loss yang terjadi juga semakin besar. Pada tahap berikutnya dikirimkan video skenario 3 yang memiliki data rate 24 kbps. Hasil pengukuran untuk video dengan data rate 16 kbps dapat dilihat pada Tabel 13 berikut :
Berdasarkan Tabel 13 di atas dapat dilihat bahwa pada lingkungan yang tidak memiliki Wi-Fi (-100 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 3.88 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 3.74 paket/detik dengan ratarata sebesar 3.79 paket/detik. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 0.75 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.69 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 0.71 milidetik. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.06 milidetik dan terendah sebesar 0.02 milidetik dengan nilai rata-rata 0.04 milidetik. Parameter packet loss memiliki nilai tertinggi sebesar 4.56% dan nilai terendahnya adalah 4.05% dengan nilai rata-rata sebesar 4.18%. Pada lingkungan yang memiliki Wi-Fi (-78 dBm dan -58 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 3.66 paket/detik dan nilai
50
terendahnya adalah 3.55 paket/detik dengan rata-rata sebesar 3.64 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 3.59 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi maka nilai throughput yang diperoleh semakin berkurang. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 1.45 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.89 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 1.03 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 1.17 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi, maka delay yang terjadi semakin besar. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.52 milidetik dan terendah sebesar 0.00 milidetik dengan nilai rata-rata 0.27 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 0.19 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.13% dan yang terendah sebesar 4.68% dengan nilai rata-rata 4.80%, sedangkan pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.16% dan yang terendah sebesar 4.72% dengan nilai rata-rata 4.84%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi pada jaringan maka nilai packet loss yang terjadi juga semakin besar. Dari
tabel
hasil
pengukuran
dan
grafik
perbandingan
parameter
seperti yang diperlihatkan pada Gambar 12, terlihat bahwa semua parameter throughput, delay, jitter dan packet loss pada video streaming dimana jarak server dengan client sejauh 8 m, telah memenuhi syarat untuk melakukan video streaming sesuai standar QoS Cisco, dimana packet loss yang ditetapkan adalah < 5% dan delay maksimal 5 detik. Nilai packet loss yang belum memenuhi QoS video streaming standar Cisco didapatkan pada lingkungan yang memiliki interferensi Wi-Fi dimana nilai yang terkecil adalah 5.08% pada data rate 8 kbps untuk lingkungan yang memiliki interferensi sinyal Wi-Fi -78 dBm dan nilai yang terbesar adalah 5.16% didapatkan pada data rate 24 kbps untuk lingkungan yang memiliki interferensi sinyal Wi-Fi -58 dBm.
51
Gambar 12 Grafik perbandingan parameter untuk data rate pada jarak 8 m dan lingkungan yang tidak memiliki dan memiliki interferensi Wi-Fi Nilai rata-rata packet loss terbesar untuk semua video kompresi didapatkan pada data rate 24 kbps sebesar 4.84% pada lingkungan yang
memiliki
interferensi sinyal Wi-Fi -58 dBm. Dengan demikian secara rata-rata nilai packet loss yang didapatkan masih sesuai dengan QoS standar Cisco yang menetapkan packet loss maksimal 5%.
Video streaming pada Jarak 10 m Hasil pengukuran yang dilakukan pada jarak 10 m untuk berbagai ukuran data rate, dapat dilihat pada Tabel 14. Pada lingkungan yang tidak memiliki WiFi (-100 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 3.85 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 3.81 paket/detik dengan rata-rata sebesar 3.83 paket/detik. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 0.84 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.62 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 0.71 milidetik. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.92 milidetik dan terendah sebesar 0.69 milidetik dengan nilai rata-rata 0.77 milidetik.
52
Parameter packet loss memiliki nilai tertinggi sebesar 4.45% dan nilai terendahnya adalah 4.38 dengan nilai rata-rata sebesar 4.42%.
Pada parameter delay, nilai yang didapatkan dalam ukuran milidetik, dengan nilai tertinggi 0.84 milidetik, hal ini sesuai dengan standar QoS Cisco yang mengijinkan delay untuk streaming video maksimal 5 detik. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.12 milidetik dan terendah sebesar 0.03 milidetik dengan nilai rata-rata 0.09 milidetik. Pada parameter packet loss, nilai packet loss tertinggi adalah 4.45%. Nilai ini masih masuk dalam standar untuk streaming video berdasarkan QoS Cisco, dimana nilai standar yang masih diijinkan adalah < 5%. Pada lingkungan yang memiliki Wi-Fi (-78 dBm dan -58 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 3.72 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 3.51 paket/detik dengan rata-rata sebesar 3.70 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 3.55 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi maka nilai throughput yang diperoleh semakin berkurang. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 1.24 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.84 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 0.88 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 1.22 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi, maka delay yang terjadi semakin besar. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.26 milidetik dan terendah sebesar 0.01 milidetik dengan nilai rata-rata 0.19 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 0.02 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Perbedaan angka yang didapatkan dengan selisih nilai yang relatif kecil
53
menunjukkan stabilnya jaringan yang digunakan. Semakin kecil nilai jitter (mendekati 0), maka semakin stabil suatu jaringan. Pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.11% dan yang terendah sebesar 4.64% dengan nilai rata-rata 4.77%, sedangkan pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.14% dan yang terendah sebesar
4.71% dengan nilai rata-rata
4.82%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi pada jaringan maka nilai packet loss yang terjadi juga semakin besar. Selanjutnya dikirimkan video skenario 2 yang memiliki data rate 16 kbps. Hasil pengukuran untuk video dengan data rate 16 kbps dapat dilihat pada Tabel 15 berikut :
Berdasarkan Tabel 15 di atas dapat dilihat bahwa pada lingkungan yang tidak memiliki Wi-Fi (-100 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 3.72 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 3.55 paket/detik dengan ratarata sebesar 3.60 paket/detik. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 0.80 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.72 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 0.74 milidetik. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.08 milidetik dan terendah sebesar 0.01 milidetik dengan nilai rata-rata 0.05 milidetik. Parameter packet loss memiliki nilai tertinggi sebesar 4.59% dan nilai terendahnya adalah 4.46% dengan nilai rata-rata sebesar 4.50%. Pada lingkungan yang memiliki Wi-Fi (-78 dBm dan -58 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 3.55 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 3.26 paket/detik dengan rata-rata sebesar 3.52 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 3.43 paket/detik pada
54
lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi maka nilai throughput yang diperoleh semakin berkurang. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 1.38 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.91 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 1.01 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 1.28 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi, maka delay yang terjadi semakin besar. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.35 milidetik dan terendah sebesar 0.00 milidetik dengan nilai rata-rata 0.18 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 0.08 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.16% dan yang terendah sebesar 4.70% dengan nilai rata-rata 4.82%, sedangkan pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.26% dan yang terendah sebesar 4.76% dengan nilai rata-rata 4.89%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi pada jaringan maka nilai packet loss yang terjadi juga semakin besar. Pada tahap berikutnya dikirimkan video skenario 3 yang memiliki data rate 24 kbps. Hasil pengukuran untuk video dengan data rate 16 kbps dapat dilihat pada Tabel 16 berikut :
Berdasarkan Tabel 16 di atas dapat dilihat bahwa pada lingkungan yang tidak memiliki Wi-Fi (-100 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 3.70 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 3.49 paket/detik dengan ratarata sebesar 3.55 paket/detik. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 0.92 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.84 milidetik dengan nilai rata-rata
55
sebesar 0.87 milidetik. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.07 milidetik dan terendah sebesar 0.01 milidetik dengan nilai rata-rata 0.04 milidetik. Parameter packet loss memiliki nilai tertinggi sebesar 4.62% dan nilai terendahnya adalah 4.51% dengan nilai rata-rata sebesar 4.54%. Pada lingkungan yang memiliki Wi-Fi (-78 dBm dan -58 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 3.53 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 3.19 paket/detik dengan rata-rata sebesar 3.49 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 3.38 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi maka nilai throughput yang diperoleh semakin berkurang. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 1.81 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.95 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 1.17 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 1.41 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi, maka delay yang terjadi semakin besar. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.82 milidetik dan terendah sebesar 0.01 milidetik dengan nilai rata-rata 0.42 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 0.27 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.21% dan yang terendah sebesar 4.75% dengan nilai rata-rata 4.87%, sedangkan pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.39% dan yang terendah sebesar 4.78% dengan nilai rata-rata 4.94%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi pada jaringan maka nilai packet loss yang terjadi juga semakin besar. Dari
tabel
hasil
pengukuran
dan
grafik
perbandingan
parameter
seperti yang diperlihatkan pada Gambar 13, terlihat bahwa semua parameter througput, delay, jitter dan packet loss pada video streaming dimana jarak server dengan client sejauh 4 m, telah memenuhi syarat untuk melakukan video streaming sesuai standar QoS Cisco, dimana packet loss yang ditetapkan adalah < 5% dan delay maksimal 5 detik.
56
Gambar 13 Grafik perbandingan parameter untuk data rate pada jarak 10 m dan lingkungan yang tidak memiliki dan memiliki interferensi Wi-Fi Nilai packet loss yang belum memenuhi QoS video streaming standar Cisco didapatkan pada lingkungan yang memiliki interferensi Wi-Fi dimana nilai yang terkecil adalah 5.11% pada data rate 8 kbps untuk lingkungan yang memiliki interferensi sinyal Wi-Fi -78 dBm dan nilai yang terbesar adalah 5.39% didapatkan pada data rate 24 kbps untuk lingkungan yang memiliki interferensi sinyal Wi-Fi -58 dBm. Namun secara rata-rata nilai packet loss yang didapatkan masih sesuai dengan QoS standar Cisco yang menetapkan packet loss maksimal 5%, dimana nilai rata-rata packet loss terbesar untuk semua video kompresi didapatkan pada data rate 24 kbps sebesar 4.94% pada lingkungan yang memiliki interferensi sinyal Wi-Fi -58 dBm.
Perbandingan Parameter pada Jarak 4 m, 6 m, 8 m dan 10 m Setelah dilakukan pengukuran untuk masing-masing ukuran data rate video pada jarak yang berbeda, selanjutnya dilakukan perbandingan antara nilai rata-rata parameter berdasarkan jarak client-server dan kekuatan sinyal
Wi-Fi pada
jaringan bluetooth piconet pervasive, seperti yang terlihat pada Gambar 14.
57
Terlihat bahwa jarak client-server yang terdekat adalah 4 m dan terjauh adalah 10 m.
Gambar 14 Perbandingan parameter rata-rata hasil pengukuran pada jarak 4 m 10 m dan lingkungan yang memiliki serta yang tidak memiliki interferensi Wi-Fi Semakin jauh jarak client dengan server maka parameter throughput semakin menurun, sedangkan nilai pada delay, jitter dan packet loss semakin besar, seperti yang terlihat pada Gambar 14. Kondisi ini terjadi pada lingkungan yang tidak memiliki interferensi Wi-Fi (-100 dBm) maupun lingkungan yang memiliki sinyal Wi-Fi (-78 dBm dan -58 dBm). Nilai packet loss terkecil untuk semua video kompresi pada jarak client-server 4 m – 10 m terkecil didapatkan pada data rate 8 kbps sebesar 3.03% untuk lingkungan yang tidak memiliki Wi-Fi (-100 dBm), dan jarak client-server 4 m. Pada lingkungan yang memiliki tingkat kekuatan sinyal Wi-Fi -78 dBm, nilai packet loss terkecil yang diperoleh 4.03%, sedangkan pada kekuatan sinyal Wi-Fi -58 dBm, diperoleh nilai packet loss 4.11%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi, maka kualitas video yang diterima di sisi client
58
semakin berkurang. Untuk parameter throughput dan delay seluruh video kompresi telah memenuhi QoS video streaming dimana nilai delay berkisar antara 0.31 - 1.28 milidetik. Nilai packet loss terbesar yang diperoleh pada penelitian ini adalah 5.39% dan delay tertinggi 1.28 milidetik pada data rate 24 kbps pada jarak client-server 10 m dengan tingkat kekuatan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Nilai ini belum memenuhi QoS video streaming, namun secara rata-rata nilai packet loss terbesar yang didapatkan selama penelitian ini yaitu 4.94% masih sesuai QoS video streaming standar Cisco yang menetapkan nilai packet loss maksimal 5%.
59
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pada penelitian ini berhasil dikembangkan sistem piconet pervasive dari penelitian sebelumnya yang mendapatkan packet loss terkecil 6.14%, yaitu dengan melakukan optimasi pada DSS di sisi server serta GnuBox dan bluetooth device di sisi client. Nilai packet loss terkecil yang didapatkan adalah 3.03% pada lingkungan yang tidak memiliki Wi-Fi dan 4.03% pada lingkungan yang memiliki Wi-Fi. 2. Berdasarkan hasil pengukuran terlihat bahwa pada lingkungan yang tidak memiliki interferensi Wi-Fi, semua parameter throughput, delay, jitter dan packet loss telah memenuhi syarat untuk melakukan video streaming sesuai standar Cisco, yaitu nilai packet loss terbesar untuk semua video kompresi pada jarak client-server
4 – 10 m diperoleh pada data rate 24 kbps sebesar
4.62%, dengan jarak client-server 10 m. Pada lingkungan yang memiliki interferensi Wi-Fi, nilai packet loss terbesar yang diperoleh adalah 5.39% pada data rate 24 kbps dengan jarak client-server 10 m dan tingkat kekuatan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Walaupun nilai ini belum memenuhi QoS video streaming, namun secara rata-rata nilai packet loss terbesar yang didapatkan selama penelitian ini yaitu 4.94% masih sesuai QoS video streaming standar Cisco yang menetapkan nilai packet loss terbesar adalah 5%. Untuk parameter delay, seluruh video kompresi telah memenuhi QoS video streaming yaitu nilai delay yang diperoleh berkisar antara 0.31 – 1.81 milidetik, sedangkan standar QoS delay untuk video streaming terbesar adalah 5 detik. 3. Hasil analisis menunjukkan bahwa semakin besar ukuran data rate, semakin besar interferensi Wi-Fi dan semakin jauh jarak client-server pada jaringan bluetooth piconet pervasive, maka kualitas video yang diterima di client (telepon seluler) semakin berkurang, ditandai dengan semakin besarnya nilai rata-rata packet loss yang didapatkan selama video streaming yaitu dari 3.17% pada data rate 8 kbps dengan jarak client-server 4 m menjadi 4.54% pada data rate 24 kbps dengan jarak client-server 10 m pada lingkungan yang tidak memiliki Wi-Fi. Pada lingkungan yang memiliki interferensi Wi-Fi, nilai rata-
60
rata packet loss yang didapatkan yaitu dari 4.29% pada data rate 8 kbps dengan jarak client-server 4 m menjadi 4.94% pada data rate 24 kbps dengan jarak client-server 10 m. 4. Berdasarkan
data
hasil
pengukuran
dan
analisis
hasil
pengukuran
direkomendasikan untuk melakukan video streaming melalui jaringan bluetooth piconet pervasive pada lingkungan yang memiliki maupun yang tidak memiliki Wi-Fi, digunakan video dengan resolusi encoding 176 x 144 pixels dan ukuran data rate 8 kbps, yang mendapatkan packet loss terkecil yaitu 3.03% dan delay terkecil yaitu 0.31 milidetik.
Saran - Saran 1. Perlu dikembangkan metode lebih lanjut untuk mendapatkan nilai terbesar packet loss video streaming pada lingkungan yang memiliki interferensi Wi-Fi yang memenuhi QoS video streaming standar Cisco. 2. Penelitian ini dapat dilanjutkan pada jaringan point to multipoint dan jaringan scatternet yang melayani lebih dari 1 client dan 1 jaringan bluetooth, dimana sistem operasi yang digunakan versi open source menggunakan intermediate protokol LP2CAP. 3. Pengujian video streaming dengan menggunakan client yang memiliki bluetooth versi terakhir dengan bandwidth yang lebih besar, ukuran resolusi video yang lebih besar, jarak client-server di atas 10 m dan penyesuaian software yang terbaru.
61
DAFTAR PUSTAKA [IETF] The Internet Society and Internet Engineering Task Force. 1998. RFC 2326. [terhubung berkala]. http://www.ietf.org/rfc/rfc2326.txt [19 Juli 2011]. [IETF] The Internet Society and Internet Engineering Task Force. 2003. RFC 3550. [terhubung berkala]. http://www.ietf.org/rfc/rfc3550.txt [19 Juli 2011]. Arnaldy D. 2010. Analisis Pengaruh Video Data rate pada Sistem Jaringan bluetooth untuk Aplikasi Video Streaming [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Austerberry D. 2005. The Technology Video and Audio Streaming. Burlington: Focal Press. Banerjee S et al. 2010. Real-Time Video Streaming Over Bluetooth Network Between Two Mobile Nodes; May 2010. International Journal of Computer Science Issues 7:37-39. Catania D, Zammit S. 2008. Video Streaming over Bluetooth. B.Eng. dissertation. University of Malta, Malta. Gupta S, Singh SK, Jain R. 2010. Analysis and Optimisastion of Various Transmisssion Issues in Video Streaming over Bluetooth; December 2010. International Journal of Computer Application 11:44-48. Jung S et al. 2006. Video Streaming over Overlaid Bluetooth Piconets (OBP). WiNTECH’06, Los Angeles, California, USA, September 29, 2006. http://nrlweb.cs.ucla.edu/publication/download/358/sewook2006WinTech. pdf [19 Juli 2011]. Eudon KK, Petersen BR. 2009. Video Streaming over 802.11b in the Presence of Fading due to Human Traffic and Bluetooth Interference. November 2009. Seventh Annual Communication Networks and Services Research Conference 10:33-40. Klingsheim AN. 2004. J2ME Bluetooth Programming. Department of Informatics, University of Bergen. Kondo T et al. 2010. Technology for Wifi/Bluetooth and WiMAX Coexistence, Japan : Fujitsu Science Technology 46:72-78. Luthfi. 2009. Teknologi (Arsitektur Dan Protokol) Bluetooth. STMIK AMJKOM Yogyakarta.
62
Razavi R et al. 2007. Video-Streaming Applications Enabled Across BluetoothV. 2.0 Interconnects. http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi= 10. 1.1.66.6304&rep=rep1&type=pdf [19 Desember 2011] Sahd C, Thinyane H. 2010. Bluetooth Audio and Video Streaming on the Java ME Platform. http://www.satnac.org.za/proceedings/2010/papers/Sahd%20FP% 20438.pdf [19 Juli 2011]. SIG B. 2011. Bluetooth Basics. http://www.bluetooth.com/Pages/Basics.aspx [18 Juli 2011]. SIG
B. 2011. Our History. http://www.bluetooth.com/Pages/History-ofBluetooth.aspx [18 Juli 2011].
Sofana I. 2008. Membangun Jaringan Komputer, Bandung: Informatika. Stalling W. 2005. Wireless Communication and Networks, Second Edition, USA : Pearson Education, Inc. Szigeti T, Hattingh C. 2004. End-to-End QoS Network Design : Quality of Service in LANSs, WANs, and VPNs. Cisco Press, Indianapolis. Wang X. 2004. Video Streaming over Bluetooth. http://www.comp.nus.edu.sg/ ~cs5248/0304S1/surveys/wang-bluetooth.pdf [18 Juli 2011]. Wibisono G, Hantoro DG. 2008. Mobile Broadband, Bandung: Informatika. http://files.metageek.net/downloads/inSSIDer-Installer-2.0.7.0126.exe 2011].
[19
Juli
http://nutsaboutnets-downloads.s3.amazonaws.com/NetSurveyorPro_Setup.exe [19 Juli 2011]. http://publib.boulder.ibm.com/ [19 Juli 2011]. http://static.macosforge.org/dss/downloads/DarwinStreamingSrvr5.5.5-windows. exe [19 Juli 2011]. http://xan.dnsalias.org/gnubox/#faqwhv [19 Juli 2011]. http://www.activestate.com/activeperl/downloads/ActivePerl-5.12.4.1205-MSWin 32-x86-2.msi [10 Agustus 2011]. http://www.analogx.com/files/proxyi.exe [19 Juli 2011]. http://www.digital-digest.com/software/download-1487_0_19_file_MP4Box-0.4. 6-dev_20091013.zip.html [19 Juli 2011].
LAMPIRAN
63
Lampiran 1 Tahapan Konfigurasi GnuBox (1)
1. Memilih Menu Tools pada Nokia N73
2. Membangun Koneksi Tahap Awal
3. Mengatur Access Points
4. Memilih Telenor pada Access Points
5. Membuat Access Points Baru
6. Memberi Nama pada Connection
7. Memilih Data Call pada Data Bearer
8. Mengisi Angka pada Dial-up Number
64
Lampiran 2 Tahapan Konfigurasi GnuBox (2)
9. Memilih Pengaturan Tingkat Lanjut
10. Mengatur Proxy Server
11.Tampilan Proses Loading CommDb
12.Memilih Install
13. Membuat Records Baru
14. Loading CommDb Sukses
15. Tampilan Loading CommDb
16. Memilih Serial Port 2box Bluetooth
65
Lampiran 3 Tahapan Konfigurasi GnuBox (3)
17. Menghidupkan Bluetooth
18. Proses Pencarian Perangkat Lain
18. Membangun Koneksi dengan Komputer
19. Direct over BT/Serial Berhasil
20. Permintaan Enkripsi
21. Koneksi Berhasil Secara Aman
66
Lampiran 4 Tahapan Membangun Koneksi di Server (1)
1. Memilih Network and Internet Connect.
2. Membuat Home/Small Office Network
3. Memilih Yes & Next pada Share Connect.
4. Memberi Nama Deskripsi Komputer
5. Tampilan Proses Konfigurasi
6. Menyelesaikan Network Setup Wizard
7. Merestart Komputer
8. Pada Control Panel, Memilih Bluetooth D.
67
Lampiran 5 Tahapan Membangun Koneksi di Server (2)
9. Tampilan Nama Devices
10. Menghidupkan Mode Pencarian
11. Konfigurasi Koneksi Otomatis
12. Nama Port yang Digunakan