OPTIMASI VIDEO STREAMING DARI SERVER KE CLIENT PADA JARINGAN BLUETOOTH PICONET PERVASIVE Andi Hasad Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Islam “45” (UNISMA) Jl. Cut Meutia No. 83 Bekasi, Indonesia Telp. 021-88344436, 021-8802015 Ext. 124 Email :
[email protected]
ABSTRACT The objective of this research is to develop a piconet pervasive system by performing the optimization and analysis of video streaming on the network by utilizing the bluetooth cell phones and computers media in an condition which have Wi-Fi or do not have Wi-Fi. Stages of research include : analysis of bluetooth network system, design a prototype system, audio video compression, hint track, optimization, system testing, performance measurement, and analysis of measurement results. The results obtained from measurements of packet loss value for all video compression on a clientserver distance of 10 m has been fulfilling the Cisco standard of QoS video streaming, where the smallest value obtained at 8 kbps data rate of 4.38% packet loss to an condition that does not have Wi-Fi, and a distance of client - server 10 m. In condition that have Wi-Fi signal strength of -78 dBm, the smallest value obtained of 4.64% packet loss. Throughput and delay parameters of the video compression meets the QoS of video streaming in which the delay have values ranged from 0.62 - 1.81 milliseconds, while the standard of maximum delay for QoS video streaming is 5 seconds. The results showed a video streaming system that meets the Cisco standard for QoS video streaming value of the throughput, delay, jitter and packet loss. Keywords : video streaming, bluetooth, optimization, client-server, piconet pervasive PENDAHULUAN Teknologi wireless Bluetooth dapat menghubungkan berbagai perangkat mobile seperti komputer/notebook dengan telepon seluler apabila pada komputer/notebook dan telepon seluler tersebut memiliki fasilitas Bluetooth (Stalling, 2005). Untuk melakukan komunikasi, sebuah peralatan Bluetooth dapat berkomunikasi dengan peralatan lain pada jarak 10 meter, bahkan saat ini telah dikembangkan standar baru yang dapat menjangkau jarak 100 meter (SIG, 2011). Kendala yang dihadapi antara lain dalam proses komunikasi adalah terbatasnya bandwidth yang dimiliki bluetooth yaitu 732 kbps (Wang, 2004). Salah satu cara mengatasi kelemahan pada jaringan Bluetooth yaitu penggunaan protokol yang sesuai dan penggunaan kompresi video (Arnaldy, 2010). Untuk komunikasi peer to peer dan client-server yang dilakukan pada 1 channel, protokol yang dapat digunakan adalah RFCOMM, sedangkan untuk banyak client, protokol yang digunakan untuk melakukan koneksi client-server adalah L2CAP (Sahd dan Thinyane, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Hasad (2011) berhasil mengembangkan sistem piconet pervasive, dengan sistem operasi Windows XP pada sisi server (komputer) dan Symbian pada sisi client (telepon seluler), menghasilkan nilai packet loss terkecil yaitu 3.03% pada lingkungan yang tidak memiliki Wi-Fi dan 4.03% pada lingkungan yang memiliki Wi-Fi, namun penelitian tersebut masih terbatas pada jarak server ke client
1
sejauh 4 m dan belum melakukan optimasi pada sisi server dan client. Oleh karena itu, dalam penelitian ini difokuskan melakukan optimasi pada video streaming dari server ke client untuk menghasilkan nilai throughput, delay, jitter dan packet loss yang memenuhi standar QoS video streaming melalui jaringan Bluetooth piconet pervasive dengan jarak client-server 10 m. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan sistem piconet pervasive dengan melakukan optimasi pada video streaming dari server ke client melalui jaringan Bluetooth Piconet Pervasive dengan memanfaatkan media telepon seluler dan komputer, pada lingkungan yang memiliki Wi-Fi maupun yang tidak memiliki Wi-Fi. Hasil yang diharapkan melalui penelitian ini adalah dihasilkan sistem video streaming yang memenuhi QoS video streaming standar Cisco untuk nilai throughput, delay, jitter serta packet loss. Sistem tersebut menghasilkan parameter yang optimum untuk ukuran data rate dan jarak dari server ke client yang dilakukan pada lingkungan yang memiliki interferensi Wi-Fi maupun yang tidak memiliki interferensi Wi-Fi. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Telekomunikasi, Jurusan Teknik Elektro, UNISMA, Bekasi, yang berlangsung mulai bulan Januari sampai Juli 2012. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah video dengan format 3gp dengan ukuran data rate 8 kbps, 16 kbps dan 24 kbps. Resolusi video encoding adalah 176x144 pixels. Alat yang digunakan pada lingkungan pengembangan sisi server antara lain komputer yang memiliki spesifikasi processor Genuine Intel(R) CPU U4100 @ 1.30 GHz, RAM 2 GB, tipe sistem : 32 bit OS, Microsoft Windows XP OS, USB Bluetooth Generic, software Wireshark dan Darwin Streaming Server (DSS). Pada lingkungan pengembangan sisi client digunakan telepon seluler Nokia N73 dengan spesifikasi Symbian OS dan Bluetooth v 2.0. Software utama yang digunakan adalah DSS, AnalogX dan GnuBox, sedangkan software pendukung antara lain : MP4Box, Pazera, Xilisoft dan Net Surveyor Professional. Metode Penelitian Metode penelitian meliputi beberapa tahapan penelitian, meliputi : analisis sistem jaringan Bluetooth piconet pervasive, rancang bangun sistem, kompresi audio video, hint track, optimasi, pengujian sistem, pengukuran kinerja, dan analisis hasil pengukuran seperti terlihat pada Gambar 1. Pada tahap analisis sistem dilakukan identifikasi kebutuhan sistem jaringan Bluetooth piconet pervasive dari sistem yang telah dikembangkan oleh Hasad (2012). Pada sisi hardware, penelitian ini menggunakan komputer, dongle USB Bluetooth versi 2.0 dan telepon seluler Nokia N73. Pada sisi software, meliputi : Darwin Streaming Server, Wireshark, MP4Box, AnalogX, dan Gnubox. Pada tahap rancang bangun sistem, perancangan dan pembangunan prototipe dilakukan untuk koneksi Bluetooth dari komputer (server) ke telepon seluler (client). Perancangan dan konfigurasi yang dilakukan pada sisi server terdiri dari Darwin Streaming Server, Activer Perl dan AnalogX. Konfigurasi pada sisi client (telepon seluler) dilakukan dengan melakukan instalasi software Gnubox, selanjutkan dilakukan konfigurasi pada acces point.
2
Mulai Analisis Sistem Rancang Bangun Sistem
Kompresi Audio Video Ya
Hint Track Tidak
Gagal streaming ?
Optimasi Pengukuran dan Pengujian
Berhasil dan memenuhi standar QoS ?
Tidak
Ya Analisis Hasil Pengukuran Dokumentasi Selesai
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian Pada tahapan kompresi audio video digunakan software Xilisoft Ultimate dan Pazera untuk memperkecil video data rate. Data yang dikompresi terdiri atas dua bagian yaitu audio dan video, meliputi frame size, frame rate, codec, audio rate, sample rate dan channels. Format kompresi video yang digunakan yaitu 3gp, sedangkan audio yaitu amr. Tahapan selanjutnya adalah hint track. Proses hint track diperlukan untuk memberikan informasi kepada video sehingga siap dikirimkan dan dapat dikenali oleh client (Austerberry, 2005). Pada penelitian ini proses hint track dilakukan dengan menggunakan MP4Box (Gambar 2).
Gambar 2 Proses hint track
3
Pada Gambar 2 terlihat bahwa hasil hint track untuk video andinada.3gp memiliki bandwidth berukuran 31 kbps untuk video dan 5 kbps untuk audio dengan Path-MTU sebesar 1450 Bytes. Selain ukuran bandwidth proses hint track juga memberikan informasi format video dan audio yang digunakan, dalam video ini format video yang digunakan adalah H263-1998 dan format audionya adalah AMR sesuai dengan yang diatur pada saat konversi video. Bandwidth yang diperoleh dari proses hint track ini menjadi batasan dari video yang dapat distreamingkan. Optimasi pada dua nodes dalam jaringan bluetooth dapat dilakukan pada sisi server dan client (Banerjee et al, 2010). Optimasi pada server dengan melakukan tuneup pada DSS dan instalasi Active Perl untuk mempermudah sinkronisasi data dari server ke client. Pada sisi client optimasi dilakukan diantaranya melakukan tune up pada Gnubox atau pada Bluetooth device. Optimasi pada bluetooth device dilakukan dengan meningkatkan versi bluetooth yang digunakan pada penelitian sebelumnya yakni dari versi 1 ke versi 2. Bluetooth versi 2 memberikan kapasitas layanan video streaming dengan kualitas yang tinggi (Razavi, 2007). Optimasi dilakukan jika video streaming telah berhasil dilakukan, namun nilai yang didapatkan belum memenuhi standar QoS video streaming, jika video streaming belum berhasil sama sekali (gagal streaming), maka proses akan diulang dari tahap kompresi audio video. Parameter yang digunakan dalam mengukur kinerja jaringan Bluetooth ini adalah throughput, delay, jitter dan packet loss. Cara pengukuran untuk masingmasing parameter menurut Szigeti dan Hatting (2004) sebagai berikut : Pengukuran throughput dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari capture traffic jaringan yaitu jumlah paket dan waktu pengiriman. Pengukuran dilakukan beberapa kali ulangan untuk data rate dari video yang berbeda, kemudian dari masing-masing tipe data rate dirataratakan. Hasil rata-rata mewakili kinerja jaringan Bluetooth yang akan dianalisis. Perhitungan throughput menggunakan persamaan : ∑ ……….… (1) Keterangan : ∑ Packet Sent = Jumlah paket yang dikirimkan Sent Time = Waktu pengiriman Pengukuran delay dan jitter dilakukan berdasarkan waktu mulai pengiriman sampai paket diterima. Perhitungan delay menggunakan persamaan : () …….......…………. (2) Keterangan : Ri = Received Time i (waktu penerimaan ke-i) Si = Sent Time i (waktu pengiriman ke-i) Packet loss diukur berdasarkan sampai tidaknya suatu paket yang dikirim dari server ke client menggunakan capture traffic jaringan dengan melihat informasi diterima tidaknya paket yang dikirim ke client. Perhitungan Packet Loss Ratio (PLR) menggunakan persamaan : ∑ .…….…. (3) ∑ Keterangan : ∑ Packet Loss = Jumlah paket yang hilang selama pengiriman ∑ Packet Total = Total paket yang dikirimkan. Pengujian sistem dilakukan pada ukuran data rate video dan jarak yang berbeda. Data rate video yang diuji adalah 8 kbps, 16 kbps, dan 24 kbps, dengan resolusi encoding 176x144 pixels, sedangkan jarak yang akan dilakukan pengujian yaitu 4 m, 6 m, 8 m dan 10 m pada lingkungan yang tidak memiliki Wi-Fi (-100 dBm), dan
4
lingkungan yang memiliki kekuatan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan -58 dBm. Pengukuran dan pengujian sistem dilakukan dilakukan secara iterasi sampai video berhasil dikirimkan dan data hasil pengukuran yang didapatkan memenuhi standar QoS, Apabila video belum berhasil dikirimkan, maka akan kembali ke tahap kompresi audio video, namun apabila video sudah berhasil dikirimkan dan belum memenuhi standar QoS, maka proses akan kembali ke tahap optimasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Perancangan Prototipe dan Implementasi Sistem Video yang akan dikirim untuk streaming akan mengalami tiga tahapan yaitu proses kompresi, konversi, dan hint track. Proses kompresi dilakukan untuk memperkecil video data rate. Pada proses kompresi ini video yang dikompresi terbagi menjadi dua bagian yaitu video dan audio. Tahap berikutnya adalah melakukan hint track dari video yang telah dikompresi dan dikonversi kedalam format 3gp. Proses hint track dilakukan menggunakan Mp4Box yang akan menghasilkan video yang siap untuk dikirimkan. Konfigurasi yang dilakukan pada sisi server terdiri dari software dan hardware, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.
Gambar 3 Konfigurasi pada server dan client Setelah dilakukan konfigurasi pada sisi server, selanjutnya dilakukan konfigurasi pada sisi client. Konfigurasi client terdiri dari beberapa tahapan yaitu instalasi software Gnubox, konfigurasi access point dan konfigurasi media player. Pengujian dan pengukuran kinerja sistem dilakukan pada ukuran data rate dari video dengan jarak yang berbeda. Data rate yang diuji adalah 8 kbps, 16 kbps, dan 24 kbps, dengan resolusi encoding 176x144 pixels, sedangkan jarak yang dilakukan pengujian 10 meter, pada lingkungan yang tidak memiliki sinyal Wifi (-100 dBm) dan lingkungan yang memiliki kekuatan sinyal Wifi -78 dBm dan -58 dBm.
Hasil pengukuran yang dilakukan pada jarak 10 m untuk berbagai ukuran data rate, dapat dilihat pada Tabel 1. Pada lingkungan yang tidak memiliki Wi-Fi (-100 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 3.85 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 3.81 paket/detik dengan rata-rata sebesar 3.83 paket/detik. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 0.84 milidetik dan nilai terendahnya
5
adalah 0.62 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 0.71 milidetik. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.92 milidetik dan terendah sebesar 0.69 milidetik dengan nilai rata-rata 0.77 milidetik. Parameter packet loss memiliki nilai tertinggi sebesar 4.45% dan nilai terendahnya adalah 4.38 dengan nilai rata-rata sebesar 4.42%. Pada parameter delay, nilai yang didapatkan dalam ukuran milidetik, dengan nilai tertinggi 0.84 milidetik, hal ini sesuai dengan standar QoS Cisco yang mengijinkan delay untuk streaming video maksimal 5 detik. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.12 milidetik dan terendah sebesar 0.03 milidetik dengan nilai ratarata 0.09 milidetik. Pada parameter packet loss, nilai packet loss tertinggi adalah 4.45%. Nilai ini masih masuk dalam standar untuk streaming video berdasarkan QoS Cisco, dimana nilai standar yang masih diijinkan adalah < 5%. Pada lingkungan yang memiliki Wi-Fi (-78 dBm dan -58 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 3.72 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 3.51 paket/detik dengan rata-rata sebesar 3.70 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 3.55 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi maka nilai throughput yang diperoleh semakin berkurang. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 1.24 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.84 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 0.88 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 1.22 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi, maka delay yang terjadi semakin besar. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.26 milidetik dan terendah sebesar 0.01 milidetik dengan nilai rata-rata 0.19 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 0.02 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Perbedaan angka yang didapatkan dengan selisih nilai yang relatif kecil menunjukkan stabilnya jaringan yang digunakan. Semakin kecil nilai jitter (mendekati 0), maka semakin stabil suatu jaringan. Pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.11% dan yang terendah sebesar 4.64% dengan nilai rata-rata 4.77%, sedangkan pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.14% dan yang terendah sebesar 4.71% dengan nilai rata-rata 4.82%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi pada jaringan maka nilai packet loss yang terjadi juga semakin besar. Selanjutnya dikirimkan video skenario 2 yang memiliki data rate 16 kbps. Hasil pengukuran untuk video dengan data rate 16 kbps dapat dilihat pada Tabel 2 berikut :
6
Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa pada lingkungan yang tidak memiliki Wi-Fi (-100 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 3.72 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 3.55 paket/detik dengan rata-rata sebesar 3.60 paket/detik. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 0.80 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.72 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 0.74 milidetik. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.08 milidetik dan terendah sebesar 0.01 milidetik dengan nilai rata-rata 0.05 milidetik. Parameter packet loss memiliki nilai tertinggi sebesar 4.59% dan nilai terendahnya adalah 4.46% dengan nilai rata-rata sebesar 4.50%. Pada lingkungan yang memiliki Wi-Fi (-78 dBm dan -58 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 3.55 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 3.26 paket/detik dengan rata-rata sebesar 3.52 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 3.43 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi maka nilai throughput yang diperoleh semakin berkurang. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 1.38 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.91 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 1.01 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 1.28 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi, maka delay yang terjadi semakin besar. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.35 milidetik dan terendah sebesar 0.00 milidetik dengan nilai rata-rata 0.18 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 0.08 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.16% dan yang terendah sebesar 4.70% dengan nilai rata-rata 4.82%, sedangkan pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.26% dan yang terendah sebesar 4.76% dengan nilai rata-rata 4.89%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi pada jaringan maka nilai packet loss yang terjadi juga semakin besar. Pada tahap berikutnya dikirimkan video skenario 3 yang memiliki data rate 24 kbps. Hasil pengukuran untuk video dengan data rate 16 kbps dapat dilihat pada Tabel 3 berikut :
Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa pada lingkungan yang tidak memiliki Wi-Fi (-100 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 3.70 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 3.49 paket/detik dengan rata-rata sebesar 3.55 paket/detik. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 0.92 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.84 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 0.87 milidetik. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.07 milidetik dan terendah sebesar
7
0.01 milidetik dengan nilai rata-rata 0.04 milidetik. Parameter packet loss memiliki nilai tertinggi sebesar 4.62% dan nilai terendahnya adalah 4.51% dengan nilai rata-rata sebesar 4.54%. Pada lingkungan yang memiliki Wi-Fi (-78 dBm dan -58 dBm), nilai tertinggi untuk parameter throughput adalah 3.53 paket/detik dan nilai terendahnya adalah 3.19 paket/detik dengan rata-rata sebesar 3.49 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 3.38 paket/detik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi maka nilai throughput yang diperoleh semakin berkurang. Parameter delay memiliki nilai tertinggi sebesar 1.81 milidetik dan nilai terendahnya adalah 0.95 milidetik dengan nilai rata-rata sebesar 1.17 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 1.41 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi, maka delay yang terjadi semakin besar. Untuk parameter jitter didapatkan nilai tertinggi sebesar 0.82 milidetik dan terendah sebesar 0.01 milidetik dengan nilai rata-rata 0.42 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm dan 0.27 milidetik pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -78 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.21% dan yang terendah sebesar 4.75% dengan nilai rata-rata 4.87%, sedangkan pada lingkungan dengan sinyal Wi-Fi -58 dBm, nilai parameter packet loss yang diperoleh memiliki nilai tertinggi sebesar 5.39% dan yang terendah sebesar 4.78% dengan nilai rata-rata 4.94%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat interferensi Wi-Fi pada jaringan maka nilai packet loss yang terjadi juga semakin besar. Dari tabel hasil pengukuran dan grafik perbandingan parameter seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4, terlihat bahwa semua parameter througput, delay, jitter dan packet loss pada video streaming dimana jarak server dengan client sejauh 10 m, telah memenuhi syarat untuk melakukan video streaming sesuai standar QoS Cisco, dimana packet loss yang ditetapkan adalah < 5% dan delay maksimal 5 detik.
Gambar 4
Grafik perbandingan parameter untuk data rate pada jarak 10 m dan lingkungan yang tidak memiliki dan memiliki interferensi Wi-Fi
8
Nilai packet loss yang belum memenuhi QoS video streaming standar Cisco didapatkan pada lingkungan yang memiliki interferensi Wi-Fi dimana nilai yang terkecil adalah 5.11% pada data rate 8 kbps untuk lingkungan yang memiliki interferensi sinyal Wi-Fi -78 dBm dan nilai yang terbesar adalah 5.39% didapatkan pada data rate 24 kbps untuk lingkungan yang memiliki interferensi sinyal Wi-Fi -58 dBm. Namun secara ratarata nilai packet loss yang didapatkan masih sesuai dengan QoS standar Cisco yang menetapkan packet loss maksimal 5%, dimana nilai rata-rata packet loss terbesar untuk semua video kompresi didapatkan pada data rate 24 kbps sebesar 4.94% pada lingkungan yang memiliki interferensi sinyal Wi-Fi -58 dBm.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pada penelitian ini berhasil dikembangkan sistem piconet pervasive dari penelitian sebelumnya yang menggunakan jarak server ke client sejauh 4 m menjadi 10 m. Pengembangan sistem dilakukan dengan melakukan optimasi pada DSS di sisi server serta GnuBox dan Bluetooth device di sisi client. Nilai packet loss terkecil yang didapatkan adalah 4.38% pada lingkungan yang tidak memiliki Wi-Fi (-100 dBm) dan 4.64% pada lingkungan yang memiliki Wi-Fi (-78 dBm). 2. Berdasarkan hasil pengukuran terlihat bahwa pada lingkungan yang tidak memiliki interferensi Wi-Fi, semua parameter throughput, delay, jitter dan packet loss telah memenuhi syarat untuk melakukan video streaming sesuai standar Cisco, yaitu nilai packet loss terbesar untuk semua video kompresi diperoleh pada data rate 24 kbps sebesar 4.62%, dengan jarak server ke client 10 m. Pada lingkungan yang memiliki interferensi Wi-Fi, nilai packet loss terbesar yang diperoleh adalah 5.39% pada data rate 24 kbps dan tingkat kekuatan sinyal Wi-Fi -58 dBm. Walaupun nilai ini belum memenuhi QoS video streaming, namun secara rata-rata nilai packet loss terbesar yang didapatkan selama penelitian ini yaitu 4.94% masih sesuai QoS video streaming standar Cisco yang menetapkan nilai packet loss terbesar adalah 5%. Untuk parameter delay, seluruh video kompresi telah memenuhi QoS video streaming yaitu nilai delay yang diperoleh berkisar antara 0.62 – 1.81 milidetik, sedangkan standar QoS delay untuk video streaming terbesar adalah 5 detik. 3. Berdasarkan data hasil pengukuran dan analisis hasil pengukuran direkomendasikan untuk melakukan video streaming melalui jaringan bluetooth piconet pervasive pada lingkungan yang memiliki maupun yang tidak memiliki Wi-Fi, digunakan video dengan resolusi encoding 176 x 144 pixels dan ukuran data rate 8 kbps, yang mendapatkan packet loss terkecil yaitu 4.38% dan delay terkecil yaitu 0.62 milidetik. Saran - Saran 1. Penelitian ini dapat dilanjutkan pada jaringan point to multipoint dan jaringan scatternet yang melayani lebih dari 1 client dan 1 jaringan bluetooth, dimana sistem operasi yang digunakan versi open source menggunakan intermediate protokol LP2CAP. 2. Pengujian video streaming dengan menggunakan client yang memiliki bluetooth versi terakhir dengan bandwidth yang lebih besar, ukuran resolusi video yang lebih besar, jarak client-server di atas 10 m dan penyesuaian software yang terbaru.
9
DAFTAR PUSTAKA Arnaldy D. 2010. Analisis Pengaruh Video Bit Rate pada Sistem Piconet Pervasive untuk Aplikasi Video Streaming [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Austerberry. 2005. The Technology Video and Audio Streaming. Burlington: Focal Press. Banerjee S et al. 2010. Real-Time Video Streaming Over Bluetooth Network Between Two Mobile Nodes. May 2010. International Journal of Computer Science Issues 7:37-39. Hasad A. 2012. Analisis Pengaruh Interferensi Wi-Fi pada Video Streaming melalui Jaringan Bluetooth Piconet Pervasive. Journal of Electrical and Electronics Vol 1, No. 1, Teknik Elektro, Universitas Islam “45” Bekasi Razavi R et al. 2007. Video-Streaming Applications Enabled Across BluetoothV. 2.0 Interconnects. http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi= 10. 1.1.66.6304&rep=rep1&type=pdf [19 Desember 2011] SIG B. 2011. Bluetooth Basics. http://www.bluetooth.com/Pages/Basics.aspx [18 Juli 2011]. Sahd C, Thinyane H. 2010. Bluetooth Audio and Video Streaming on the Java ME Platform. http://www.satnac.org.za/proceedings/2010/papers/Sahd% 20FP%20438.pdf [19 Juli 2011]. Stalling W. 2005. Wireless Communication and Networks, Second Edition, USA : Pearson Education, Inc. Szigeti T, Hattingh C. 2004. End-to-End QoS Network Design : Quality of Service in LANSs, WANs, and VPNs. Cisco Press, Indianapolis. Wang X. 2004. Video Streaming over Bluetooth. http://www.comp.nus.edu.sg/ ~cs5248/0304S1/surveys/wang-bluetooth.pdf [18 Juli 2011].
10