OPTIMALISASI PERANAN MEDIATOR DALAM RANGKA MEMINIMALISIR PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA DEPOK Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)
Oleh: CHOIRUNNISYA NIM. 1111044200004
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ( AHWAL SYAKHSIYYAH ) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/ 2016 M
ABSTRAK Choirunnisya. NIM 1111044200004. OPTIMALISASI PERANAN MEDIATOR DALAM RANGKA MEMINIMALISIR PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA DEPOK. Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam, Program Studi Hukum Keluarga, Faklutas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437 H/Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437 H/2015 M. Ix + 63 halaman + 33 lampiran. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui penerapan mediator dalam memaksimalkan mediasi dengan berbagai cara, yaitu memberikan nasihat kepada kedua belah pihak dengan dakwah juga dengan mendalami persoalan yang sedang dirasakan oleh kedua belah pihak serta mencari jalan keluar agar perkara yang sedang berjalan tidak sampai kepada putusan hakim. Upaya perdamaian yang dilakukan oleh hakim mediator sudah berjalan dengan baik sesuai dengan Perma No. 1 Tahun 2008. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode kualitatif, yakni mendeskripsikan fenomena-fenomena yang terjadi dilapangan. Dan teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah dengan wawancara dan observasi langsung ke Pengadilan Agama dengan hakim mediator. Implementasi mediasi di Pengadilan Agama Depok sudah menjalankan proses menurut Perma No. 1 Tahun 2008 meskipun hasil mediasi tersebut belum mambawa hasil yang segnifikan bagi pihak yang berperkara. Implementasi sudah dikatakan baik apabila ruangan yang disedikan untuk mediasi memiliki fasilitas yang lengkap dalam artian para pihak yang berperkara dipastikan nyaman ketika melakukan mediasi. Sedangkan tingkat keberhasilan mediasi dipengadilan agama adalah sudah berjalan dengan efektif hanya saja meskipun sudah berjalan dengan baik dari kedua belah pihak belum menemui titik terang dan jalan satu-satunya yaitu pada perceraian yang dipengaruhi oleh benyaknya faktor diantaranya karena adanya pihak ketiga, pertengkaran yang terus menerus masalah ekonomi dan adanya perbedaan prinsip. Hakim Mediator menegaskan, bahwa perceraian yang terjadi sebelum adanya mediasi, berarti kedua belah pihak telah mempunyai kesepakatan dengan adanya perceraian baik-baik.
Kata Kunci
: Optimalisasi, Implementasi, Mediasi.
pembimbing
: Dr. Moh. Ali Wafa, SH., S.Ag., M.Ag
Daftar Pustaka : 1984 s.d 2015
iv
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala Puji dan Syukur penulis panjatkan Kepada Allah SWT, atas karunia dan rahmat yang telah ia berikan. Tidak ada kekuatan apapun dalam diri ini selain dengan kekuasaan Allah SWT. Shalawat dan salam kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW, yang menjadi suri tauladan bagi kita, semoga sifatsifat beliau bisa kita tanamkan dalam keseharian kita. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam meraih gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy) pada Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam, Universitas Islam Negi Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh banyak dukungan dan saran dari berbagai pihak, sehingga ucapan trimakasih penulis sampaikan dengan tulus dan sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag., dan Arip Purkon, MA., Ketua Program Studi dan Sekertaris Program Studi Ahwal al Syakhsiyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dr. Moh. Ali Wafa, SH., S.Ag., M.Ag., Dosen Pembimbing Skripsi yang sangat bijaksana dan dengan besar hati sabar serta bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan bagi penulis dalam penulisan skripsi ini.
v
4. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, MA., Dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa memberikan bimbingan serta motivasi kepada penulis. 5. Dosen pengajar pada lingkungan Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyyah) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan. 6. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas bagi penulis untuk mengadakan studi kepustakaan. 7. Ketua Pengadilan Agama Depok, Risman Kamal, SH dan Suryadi S,Ag., SH., M.H Mediator Pengadilan Agama, Ai Salamah, Farid Muzaky dan semua pihak yang penulis tidak bisa disebutkan namanya satu persatu terimakasih telah membantu dan telah memberikan data-data bagi penulis dalam menyesaikan skripsi ini. 8. Arif Sasongko, SH Ketua Pos Bantuan Hukum Keluarga Amanah, Muhammad Syaikhoni, S.Sy, Rachmatullah Tiflen, S.Sy dan semua pihak yang
berpartispasi
moril
maupun
matreril
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan segenap usaha. 9. Ayahanda tercinta Sholeh Muhammad yang telah lama berpulang ke pangkuan Ilahi Rabbi dan Ibunda tersayang Sundari, sujud abdiku kepada kalian atas doa, pengorbanan dan memberikan motivasi terbesar kalian selama ini, “Allahummaghfirlii waliwalidayya warhamhuma kamaa rabbayani vi
shogiro”. Kakak ku tersayang Rina Kurniati, Yeyet Sukmawati, Nengsri Supriyanti Ningsih dan Saudara-saudariku terkasih Susi Susanti, Rio Hadikusuma, Finkant Adzania Madina dan Helga Geulisya Angelia yang selalu memberikan bantuan dan Support bagi penulis. 10. Terimakasih untuk sahabat terbaikku Ovy Verina Wardhani, Nurul Via Rachmanengsih dan Eka Purnamasari terimakasih telah memberikan dukungan doa dan semangatnya kepada penulis dari awal perkuliahan hingga penulis menulis skripsi dan dapat menyelesaikan skripsi ini. 11. Seluruh teman-teman Administrasi Keperdataan Islam 2011 yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu, yang telah menjadi teman seperjuangan penulis dari awal masuk kuliah sampai penulis menyelesaikan skripsi ini, trimakasih untuk canda tawa kalian, semangat dan doa akan selalu menjadi sebuah kenangan yang tak terlupakan. Penulis pun menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini selanjutnya. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat dijadikan rujukan penyusunan skripsi selanjutnya. Jakarta, 05 Januari 2016
Penulis
vii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................... PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .................................................................. LEMBAR PERNYATAAN.................................................................................... ABSTRAK ............................................................................................................... KATA PENGANTAR ............................................................................................ DAFTAR ISI ........................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... D. Review Studi Terdahulu .................................................................. E. Metode Penelitian ............................................................................ F. Sistematika Penulisan ......................................................................
i ii iii iv v iv ix 1 5 7 8 9 12
BAB II MEDIASI DALAM LINGKUP PERADILAN AGAMA
A. Pengertian Mediasi........................................................................... 14 B. Landasan Hukum Mediasi ............................................................... 16 C. Proses Mediasi di Pengadilan Agama............................................. 20 D. Faktor Yang Menjadi Penghambat dan Pendukung Mediasi ........ 25 E. Peraturan Mediasi Menurut Perma No. 1 Tahun 2008 .................. 31 BAB III PROFIL PENGADILAN AGAMA DEPOK A. Struktur Organisasi ......................................................................... 36 B. Kewenangan Pengadilan ................................................................ 44 C. Gambaran Permohonan Perkara di Pengadilan Agama Depok ... 47 BAB IV UPAYA IMPLEMENTASI DAN KEBERHASILAN MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA DEPOK A. Optimalisasi dan Upaya Hakim Mediasi Meminimalisir Perceraian........................................................................................ 49 B. Implementasi Mediasi di Pengadilan Agama Depok ................... 57 C. Tingkat Keberhasilan Mediasi di Pengadilan Agama Depok ...... 58 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ..................................................................................... 63 B. Saran ................................................................................................ 65 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 66 LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................... 70
viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk yang diciptakan oleh Allah SWT, yang dibekali keinginan untuk melakukan perkawinan, karena perkawinan itu adalah salah satu faktor untuk menjaga keberlangsungan kehidupan umat manusia di muka bumi. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. 1 Perkawinan merupakan fitrah cinta yang timbul antara pria dan wanita yang bukan mahram, menjadi jalan yang paling bermanfaat dan paling afdhal dalam upaya merealisasikan dan menjaga kehormatan, karena dengan perkawinan inilah seseorang bisa terjaga dirinya dari apa yang diharamkan Allah. Sebagai mana dijelaskan bahwa perkawinan menurut hukum Islam ialah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaaqan ghaliidzan untuk menaati perintah Allah.2 Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi
1
Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, (Jakarta : Elsas, 2008), h.3. 2
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta : Akademika Pressindo, 2010), Cet ke-
4, h. 32.
1
2
wasallam mendorong untuk mempercepat nikah, mempermudah jalan untuknya dan memberantas kendala-kendalanya.3 Perkawainan mengkaruniakan kepada manusia rasa cinta, kasih dan sayang diantara suami istri. Al-Qur’an dan Hadist sebagai pedoman penting bagi umat islam terhadap pengaruh perkawinan tersebut, hal ini terlihat dengan banyaknya nash yang menjelaskan tentang perkawinan, diantara salah satunya firman Allah didalam QS. Ar-Rum [30] : 21.4 Ayat tersebut, selain mengarah kepada perkawinan, juga menunjukan bahwa dengan adanya perkawinan menjunjung tujuan tertinggi dalam syari’at islam, yaitu memelihara regenerasi, memelihara gen manusia, dan masingmasing suami istri mendatangkan ketenangan jiwa karena kecintaan dan kasih sayangnya yang tersalurkan, demikian juga halnya pasangan suami istri sebagai tempat peristirahatan lelah dan tegang. Islam mengatur hubungan suami istri dengan syari’at terbatas dan menegakkan peraturan rumah tangga atas adanya pemimpin dalam rumah tangga yaitu suami.5 Menjalani kehidupan berkeluarga, tentu ada saja waktu terjadinya perselisihan antara dua pasangan suami istri. Karena itu komunikasi sangat penting untuk dijaga oleh kedua belah pihak. Untuk mengatasi permasalahan yang seyogyanya akan timbul didalam kehidupan berumah tangga, maka
3
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, h. 32.
4
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, h. 36.
5
Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, h.3.
3
pemerintah telah memberikan solusi berupa tindakan preventif agar kedua calon suami dan istri memahami secara benar makna dan tujuan pernikahan itu sendiri sehingga terwujudlah keluarga hermonis. Tak jarang kehancuran rumah tangga ini memang ada yang berakhir dengan damai kembali, namun bila suami istri sudah tidak dengan sungguh hati mencari jalan keluar untuk berdamai sehingga percekcokan terus menerus maka tak jarang hubungan suami istri tersebut berujung pada perceraian. Setiap perkawinan tentunya diharapkan adanya kelanggengan dalam membina rumah tangga dengan mawaddah dan harmonis menjadikan keluarga sakinah mawaddah warrahmah juga bertahan seumur hidupnya. Namun ada kalanya perkawinan ini tidak mencapai kebahagiaan. Maka demi kebaikan bersama terbukalah pintu bagi perceraian. Dengan demikian kasus perceraian menjadi perkara yang paling banyak ditangani hakim di pengadilan.6 Dampak perceraian dari segi kejiwaan akan memberikan dampak negative terhadap jiwa orang-orang yang terlibat. Ada sebuah kajian di Ottawa menyatakan bahwa pria maupun wanita akan mengalami depresi dua tahun pertama perceraian. Menurut penelitian ini, ternyata pria berusia 20 sampai 64 tahun yang telah mengalami perceraian atau perpisahan, enam kali lebih banyak merasa tertekan, dibanding mereka yang tetap dalam hubungan
6
Muhammad Ichsan, Jangan Pernah Bercerai, (Yogyakarta: Ichsan Media, 2009), h. 14.
4
pernikahan. Sedangkan wanita hanya 3,5 lebih depresi dibandingkan mereka yang bertahan dalam pernikahan.7 Pengadilan Agama Depok beberapa tahun ini banyak sekali menerima perkara perceraian khususnya perkara cerai gugat. Karena itu keseimbangan kedudukan suami istri dalam menangani kasus perceraian sangat penting. Perceraian terjadi karena beberapa factor diantaranya adalah karena kurangnya suami dalam memberi nafkah kepada anak dan istri, tindakan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami terhadap istri dan sebaliknya, adapun dikarenakan masing-masing mempunyai wanita atau laki-laki lain (Wil/Pil). Akan tetapi perceraian banyak yang terjadi karena factor ekonomi, dari perceraian ini maka berdampak sangat besar bagi psikologis anak dari kedua belah pihak.8 Kasus perceraian dilaporkan terdapat 2746 Istri cerai gugat suami selama tahun 2013 ditambah dengan priode Januari sampai akhir Juni 2014 sebanyak 1451, sehingga menjadi 4197 Istri cerai gugat pada priode tersebut. Tingginya angka gugat cerai istri terhadap suami ditambah dengan kasus cerai talak, telah menyumbang angka perceraian di Pengadilan Agama Depok cukup tinggi dibuktikan dengan data di Pengadilan Agama Depok 4197 Kasus selama priode tahun 2013 sampai bulan Juni 2014. Tingginya perkara cerai gugat yang diajukan oleh pihak istri ini tentulah banyak dilatar belakangi oleh
7
8
Muhammad Ichsan, Jangan Pernah Bercerai, h. 14.
Hasil Data Wawancara dengan Ai Salamah, SH Staf Pengadilan Agama Depok, di Ruang Panitera Muda Hukum Hari jum’at tanggal 25 Februari Tahun 2015 pada pukul 12.30 Wib.
5
banyak faktor, sayangnya tingginya angka perceraian ini tidak dibarengi dengan upaya mediasi yang maksimal dari pihak hakim mediator. Dari proses mediasi yang berjumlah 3056 Hanya 153 yang berhasil dan tidak terjadi perceraian. Ini artinya tugas berat bagi Pengadilan Agama dan Kementrian Agama untuk memaksimalkan peran mediasi di dalam pengadilan.9 Penyeselesaian perselisihan atau konflik yang terbaik adalah dengan cara perdamaian atau mediasi. Hukum Islam mementingkan penyelesaian peselisihan dengan cara perdamaian, sebelum dengan cara putusan pengadilan, karena putusan pengadilan dapat menimbulkan dendam yang mendalam, terutama bagi pihak yang terkalahkan. Untuk itu sebelum diperiksa hakim wajib berusaha mendamaikan kedua belah pihak terlebih dahulu, apabila hal ini belum dilakukan oleh hakim bisa berakibat bahwa putusan yang dijatuhkan batal demi hukum.10 Berdasarkan
latar
belakang
permasalahan
diatas,
penulis
akan
mengkajinya dalam skripsi yang berjudul “Optimalisasi Peranan Mediator Dalam Rangka Meminimalisir Perceraian di Pengadilan Agama Depok”. B. Batasan dan Perumusan Masalah 1. Batasan Masalah Untuk mempermudah penulisan dan pembahasan dalam skripsi ini, perlu kiranya penulis membatasi masalah sehingga jelas masalah yang akan dibahas. 9
Rekapitulasi Data Perkara Masuk dan Putus di Pengadilan Agama Depok Tahun 2013-
2014. 10
Jaenal Arifin, Pengadilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, (Jakarta : Kencana Perdana Media Group, 2008), h. 351.
6
Dalam skripsi ini penulis membatasi masalahnya yaitu masalah mediasi. Namun yang menjadi focus bahasannya adalah optimalisasi peranan mediator dalam rangka meminimalisir perceraian di Pengadilan khususnya di Pengadilan Agama Depok di tahun 2011 sampai tahun 2014. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan pasal 15 ayat (4) PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang proses mediasi di Pengadilan Agama, mediator wajib mendorong para pihak untuk menulusuri, menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelsaian yang tebaik bagi para pihak. Ini artinya peran mediator dituntut untuk mendamaikan para pihak. Namun pada kenyataannya hakim belum bisa mendamaikan atau meminimalisir angka perceraian, hal tersebut menyebabkan semakin tingginya angka perceraian di Pengadilan Agama. Dan puncaknya pada tahun 20122014. Rumusan masalah tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah optimalisasi dan upaya-upaya mediator dalam rangka meminimalisir angka perceraian di Pengadilan Agama Depok? 2. Bagaimanakah implementasi mediasi di Pengadilan Agama Depok? 3. Bagaimanakah tingkat keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama Depok?
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Segala sesuatu yang ditulis oleh seseorang tentu memiliki tujuan tersendiri, begitu halnya dalam pembahasan judul ini. Penulis tentu memiliki beberapa tujuan tertentu agar tidak menyimpang dari rumusan masalah yang diutarakan diatas. Maka dengan adanya penilitian ini, bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui optimalisasi dan upaya-upaya hakim mediasi dalam rangka meminimalisir angka perceraian di Pengadilan Agama Depok. 2. Untuk mengetahui implementasi mediasi di Pengadilan Agama Depok. 3. Untuk mengetahui bagaimana tingkat keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama Depok. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penulis dalam menambah wawasan, pengalaman, dan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka mengembangkan dan memperkaya khasanah pengetahuan, terutama pengetahuan yang berkaitan dengan perkawinan dan perceraian. 2. Hasil penilitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi para hakim dan praktisi hukum dalam melakukan mediasi pada perkara perceraian di Pengadilan Agama. 3. Hasil penelitian ini agar dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
8
D. Studi Terdahulu Pada hakikatnya membina rumah tangga yang sakinah mawaddah warrahmah tidak semudah yang diinginkan, bahwa memelihara keharmonisan dalam berumah tangga bukan merupakan hal yang mudah untuk dilaksanakan. Beberapa penyelesaian mengenai perkara mediasi dalam perkara perceraian telah dibahas pada judul skripsi terdahulu. Adapaun beberapa judul skripsi yang pernah penulis baca pada perpustakaan yang tersedia di UIN Jakarta adalah sebagai berikut : Pertama, judul skripsi tentang : “Efektifitas Mediasi di Pengadilan Agama (Studi Implementasi Perma No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bekasi).” Oleh Nur Hidayat Tahun 1432 H/ 2011 M. Pada judul skripsi tersebut hanya membahas tentang faktor-faktor penghambat dan pendukung proses mediasi di Pengadilan Agama, yang mana di Pengadilan Agama banyak menerapkan proses mediasi yang tidak sesuai dengan PERMA tentang Mediasi. Kedua, judul skripsi tentang : “Efektifitas dan Peranan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Dalam Mewujudkan Proses Mediasi.” Oleh Ubaidillah Tahun 2011 M. Pada judul skripsi tersebut hanya membahas tentang Efektifitas dan Peranan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Dalam Mewujudkan Proses Mediasi, hanya membahas perkara semua perkara yang perlu di mediasi. Kewarisan, perceraian dan kasus-kasus yang masuk diterima pengadilan Agama Jakarta Selatan.
9
Dari kedua skripsi di atas, penilitan penulis ini jelas akan berbeda dengan keduanya. Penulis akan membahas tentang pengoptimalan dan implementasi mediasi dalam mengurangi tingkat perceraian khususnya di Pengadilan Agama Depok karena selama ini proses mediasi hanyalah sebagai formalitas berjalannya persidangan.
E. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian Metode penelitian ini adalah dengan cara menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu dengan memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala dalam kehidupan manusia.11 Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus, yaitu penelitian bersifat pendekatan survei dengan melakukan observasi langsung dan melakukan wawancara kepada hakim yang ditunjuk sebagai hakim mediator dan para pihak yang berperkara. Penelitian yang terdiri dari studi pustaka dan studi lapangan (Library Research and Field Research), untuk memperoleh informasi pada responden yang terkait dengan judul skripsi ini sehingga diperoleh data yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan. 2. Sumber Data Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan dua jenis sumber data yaitu : 11
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 20.
10
1. Data primer Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh penelitian sendiri selama penelitian berjalan.12 Data primer merupakan bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan yang diurutkan berdasarkan hierarki peraturan Perundang-undangan dengan Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Badan Hukum Premier tersebut yaitu PERMA No. 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. 2. Data skunder Data Skunder merupakan data yang diperoleh dari bahan Kepustakaan.13 bahan hukum yang terdiri atas buku-buku (textbook) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh (de hersende leer), jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil symposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian skripsi ini. Bahan hukum skunder tersebut terdiri dari buku-buku hukum, kitab-kitab fikih yang berkaitan dengan mediasi, media cetak, artikel-artikel baik dari internet maupun berupa data digital. 3. Teknik Pengumpulan Data Karena pada penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, maka teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah dengan melalui metode wawancara. Wawancara dilakukan pada pihak yang menangani proses
12 13
h.51.
Modul Perancangan Undang-undang, (Jakarta: Sekertaris Jendral DPR RI, 2008), h. 7. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1992),
11
mediasi yakni hakim mediator. Dan melakukan obesrvasi langsung ke Pengadilan Agama Depok. Selain itu pada penelitian ini juga menggunakan teknik documenter untuk mendapatkan data yang lebih lengkap. Teknik ini sangat penting dilakukan, karena beberapa bahan materi terdapat di dalam buku, jurnal, arsip dan dokumen. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan, digunakan metode sebagai berikut : a. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi adalah mencari hal-hal atau variable berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, media online, majalah, prasasti, notulen, rapat, agenda, dan sebagainya.14 b. Metode Interview Metode interview adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.15 Dalam penulisan proposal ini Penulis akan melakukan wawancara dengan para pakar hukum, seperti hakim dan pengamat hukum lainnya.
14 15
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, h. 201. Suharsismi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h.205.
12
c. Teknis Analisis Bahan Hukum Analisis bahan hukum merupakan langkah-langkah yang berkaitan dengan pengelolahan terhadap bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan untuk menjawab isu hukum yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah. Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis berpedoman pada prinsip-prinsip yang telah diatur dan dibukukan dalam buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015. d. Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu menganalisa dengan cara menguraikan dan mendeskripsikan hasil wawancara yang diperoleh. Sehingga didapat suatu kesimpulan yang objektif, logis, konsisten dan sistematis sesuai dengan tujuan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini.
F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan merupakan pola dasar pembahasan skripsi dalam bentuk bab dab sub bab yang saling berkaitan merupakan suatu bahasan dari masalah yang diteliti. Maka masing-masing dengan sistematikanya sebagai berikut : Pertama pendahuluan, yang memuat latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, studi terdahulu, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
13
Kedua, berisi tentang mediasi persfektif hukum positif dan hukum islam yaitu meliputi pengertian mediasi, landasan hukum mediasi, proses mediasi, factor penghambat dan pendukung mediasi, mediasi menurut perma No. 1 Tahun 2008. Ketiga, berisi tentang profil Pengadilan Agama Depok yakni meliputi, sejarah singkat dan letak geografis, visi misi, struktur organisasi, kewenangan pengadilan dan gambaran permohonan. Keempat, berisi tentang analisa implementasi dan keberhasilan hakim mediasi yakni meliputi , Optimalisasi Mediator di Pengadilan Agama Depok, implementasi mediasi, dan Tingkat Kebrhasilan Mediasi di Pengadilan Agama Depok. Kelima, berisi Penutup dari semua bab yang memuat kesimpulan dan saran-saran.
BAB II MEDIASI DALAM LINGKUP PERADILAN AGAMA
A. Pengertian Mediasi Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahsa latin, mediare yang berarti berada ditengah. Makna ini menunjukan pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak.1 Mediasi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasehat.2 Mediasi sebagaimana dicantum pada pasal 1851 KUHP adalah, suatu persetujuan dimana kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan, atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara.3 Kemudian dalam pasal 130 HIR dan 154 RBg yang berbunyi “bila pada hari yang telah ditentukan para pihak datang menghadap, maka Pengadilan Negeri dengan perantara ketua berusaha mendamaikan, jika dapat dicapai perdamaian, maka di dalam sidang itu juga dibuatkan suatu akta dan para pihak dihukum untuk menaati perjanjian yang telah dibuat, dan akta itu mempunyai kekuatan serta dilaksanakan seperti suatu
1
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syari’ah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 2. 2
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 640. 3
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradyna Paramitha, 2004), h. 468.
14
15
surat keputusan biasa”.4 Begitu juga perdamaian yang dimuat di KHI khususnya berkaitan dengan hukum keluarga, pasal 115: “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”, Pasal 143 ayat (1): “Dalam pemeriksaan gugatan perceraian, Hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak”. (2): “selama perkara belum diputuskan usaha untuk mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.” Dan pasal 144: “Apabila terjadi perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru berdasarkan alasan atau alasan-alasan yang ada seblum perdamaian dan telah diketahui oleh penggugat pada waktu dicapainya perdamaian.” 5 Dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan disebutkan pengertian mediasi adalah cara penyelesaian sengketa memalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.6
4
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Grafindo Sejahtera, 2001), h. 65. 5 6
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2010), h. 141.
Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
16
B. Landasan Hukum Mediasi Dalam kitab suci Al-Qur’an ayat yang berhubungan dengan dengan perdamaian (mediasi) antara lain dalam surat QS. An-Nisa (4) ayat 35 yang berbunyi :
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. Ayat diatas menganjurkan untuk mengutus kepada keduanya seorang hakam, yaitu juru damai untuk meyelesaikan kemelut mereka dengan baik. Juru damai itu sebaiknya dari kedua belah pihak agar sama-sama mengetahui masing-masing keluhan dan harapan anggota keluarganya. Jika antara keduanya ingin mengadakan perbaikan atas kemelut rumah tangga antara suami dan istri tersebut niscaya Allah akan memberi bimbingan kepada keduanya.7 Walaupun tidak disebut dengan mediasi, penyelesaian sengketa dalam islam gunakan menyerupai pola yang digunakan dalam mediasi. Dalam hukum islam mediasi lebih dikenal dengan istilah islah dan hakam.8 Ishlah/
7
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), h. 412-413. 8
Nuraningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada: 2011), h. 119.
17
sulhu menurut bahasa adalah perbaikan.9 Menurut syara’ adalah suatu akad dengan maksud untuk mengakhiri suatu suatu persengketaan antara kedua belah pihak yang bersengketa.10 Selain islah dikenal juga dengan hakam berfungsi untuk menyelesaikan perselisihan perkawinan yang disebut dengan syiqaq. Untuk mengatasi kemelut rumah tangga antara suami dan istri, islam memerintahkan antara kedua belah pihak bermaksud untuk mencari jalan keluar terhadap kemelut rumah tangga yang dihadapi suami istri. Sebagai pedoman, hakam dapat diambil dari penjelasan pasal 76 ayat (2) Undangundang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 jo Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama bahwa, “Hakim adalah orang yang ditetapkan pengadilan dari pihak keluarga suami atau pihak keluarga istri atau pihak lain untuk mencari upaya penyelesaian perselisihan terhadap syiqaq”.11 Kemudian dasar hukum mediasi
berdasarkan Peraturan Perundang-
undangan seperti dalam Pasal 82 ayat (1) dan (4) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 jo Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pengadilan Agama yang berbunyi:
9
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Kamus Arab- Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 789. 10
11
As Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah Juz III, (Beirut: Dar Al-Fiqr, 1997), h. 350.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 jo Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama pasal 76 ayat 2.
18
(1) Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, Hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak. (2) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.12 Dalam pemeriksaan perkara di muka sidang pengadilan, ketua Majlis Hakim diberi wewenang menawarkan perdamaian kepada para pihak yang berperkara. Tawaran perdamaian dapat diusahakan sepanjang pemeriksaan perkara sebelum majlis hakim menjatuhkan putusan. Perdamaian ditawarkan bukan hanya pada sidang hari pertama, melainkan juga pada setiap kali sidang. Hal ini sesuai dengan sifat perkara bahwa inisiatif berperkara datang dari pihak-pihak, karenanya pihak-pihak juga yang dapat mengakhirinya secara damai melalui perantaraan majlis hakim di muka sidang pengadilan. Menurut ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, pengadilan tidak menutup kemungkinan untuk upaya penyelesaian perkara perdata secara perdamaian.13 Lalu mengenai pemeriksaan perkara perceraian di pengadilan, ada pasalpasal lain yang mengatur masalah perdamaian ini, yaitu dalam Pasal 56 ayat (2), 65, 83 Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Pengadilan Agama
12
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 jo Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama pasal 82 ayat 1 dan 2. 13 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2000), h. 93.
19
dan Pasal 31, 33 PP No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.14 Selain itu dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga menganjurkan kepada Hakim agar selalu berusaha mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara di dalam persidangan, yaitu dalam pasal 143 ayat 1dan 2 yang berbunyi : (1) Dalam pemeriksaan gugatan perceraian Hakim mendamaikan kedua belah pihak. (2) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan setiap sidang pemeriksaan.15 Begitu juga dalam Pasal 130 HIR/154 RBG.16 Disebutkan bahwa apabila pada hari sidang yang telah ditentukan kedua belah pihak hadir, maka pengadilan dengan perantaraan kedua sidang berusaha mendamaikan mereka. 1. Jika persidangan tercapai pada waktu persidangan dibuat suatu akta perdamaian yang mana kedua belah pihak dihukum untuk melaksanakan perjanjian itu, akta perdamaian tersebut berkekuatan dan dapat dijalankan sebagaimana putusan yang biasa akan tetapi ketentuan ini tidak berlaku
14
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 jo Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama pasal 56 ayat 2 ayat 65,83 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. 15 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2010), h. 141. 16
Mohammad Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004), h. 61.
20
bagi perkara perceraian hanya saja berlaku bagi hak asuh anak, harta bersama, waris dan sebagainya. 2. Terhadap putusan yang sedemikian itu tidak dapat dimohonkan banding. Dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, pada Pasal 1 butir 7 disebutkan bahwa: Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.
C. Proses Mediasi di Pengadilan Agama Tahapan mediasi yang dilakukan dilakukan oleh pengadilan sesuai dengan PERMA No. 1 Tahun 2008, proses mediasi dibagi kedalam tiga tahap, yaitu tahap pramediasi, tahap pelaksanaan mediasi,17 tahap akhir implementasi hasil mediasi, ketiga tahap ini merupakan jalan yang akan ditempuh oleh mediator dan para pihak dalam menyelesaikan sengketa mereka. 1. Tahap Pramediasi Tahap pramediasi adalah tahap awal dimana mediator menyusun sejumlah langkah dan persiapan sebelum mediasi benar-benar dimulai. Tahap ini menentukan berjalan atau tidaknya proses mediasi selanjutnya. Mediator melakukan beberapa langkah antara lain : membangun kepercayaan diri, menghubungi para pihak, menggali dan memberikan informasi awal mediasi, mengkordinasikan pihak bertikai, mewaspadai perbedaan budaya, menentukan siapa yang hadir, menentukan tujuan pertemuan, kesepakatan waktu dan 17
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 36.
21
tempat, dan menciptakan rasa aman bagi kedua belah pihak untuk bertemu dan membicarakan permasalahan mereka.18 Tahap pra mediasi menurut PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan pasal 7 ayat (1) bahwa: “pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi”, pada hari itu juga paling lama 2 hari kerja, berikutnya para pihak ataupun kuasa hukum mereka wajib memilih mediator dengan alternative pilihan sebagaimana pada pasal 8 PERMA ini lalu menyampaikannya kepada Ketua Majlis.19 2. Tahap Pelaksanaan Mediasi Tahap pelaksanaan mediasi adalah tahap dimana pihak-pihak bersengketa sudah berhadapan satu sama lain dan memulai proses mediasi. Tahap mediasi didalam pasal 13 ayat (1) PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang proses mediasi di Pengadilan: Dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang disepakati, para pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan mediator. Selanjutnya mediator menunjukan jadwal pertemuan, dimana para pihak dapat didampingi kuasa hukumnya. Pada dasarnya proses mediasi bersifat rahasia dan berlangsung
18
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, h. 37. 19 Nuraningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengket Perdata di Pengadilan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h.73.
22
paling lama 40 hari kerja sejak pemilihan atau penetapan penunjukan mediator sebagaimana pada ayat (3) pasal yang sama.20 Dalam proses ini terdapat beberapa langkah, diantaranya sambutan mediator, presentasi dan pemaparan kisah para pihak, mengurutkan dan menjernihkan permasalahan, berdiskusi dan bernegosiasi masalah yang disepakati,
menciptakan
opsi-opsi,
menemukan
butir
kesepakatan,
merumuskan keputusan, mencatat dan menuturkan kembali keputusan dan penutup mediasi. Jika tercapai kesepakatan, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang telah dicapai dan ditanda tangani oleh para pihak dan mediator (pasal 17 ayat 1). 21 Dalam menyusun dan mengurutkan permasalahan, mediator harus selalu mengklarifikasikan dan menanyakan kepada para pihak, apakah persoalan itu penting bagi mereka, dan apakah kebutuhan-kebutuhan khusus yang berkaitan dengan tiap-tiap masalah yang telah diurutkan satu persatu. Jika mediator telah mengurutkan permasalahan dan menemukan kebutuhan-kebutuhan khusus para pihak, maka ia dapat menuliskan atau menggambarkan pada kertas, setelah mendapatkan persetujuan masing-masing pihak
yang
menyatakan kebutuhan tersebut.22
20
Muslih MZ, “Pengantar Mediasi: Teori dan Praktik”, dalam M. Mukhsin Jamil (ed.), Mengelola Konflik Membangun Damai; Teori, Strategi dan Implementasi Resolusi Konflik, (Semarang: Walisongo Mediation Centre, 2007), h. 120. 21 Muslih MZ, “Pengantar Mediasi: Teori dan Praktik”, dalam M. Mukhsin Jamil (ed.), Mengelola Konflik Membangun Damai; Teori, Strategi dan Implementasi Resolusi Konflik, h. 121. 22
Muslih MZ, “Pengantar Mediasi: Teori dan Praktik”, dalam M. Mukhsin Jamil (ed.), Mengelola Konflik Membangun Damai; Teori, Strategi dan Implementasi Resolusi Konflik, h. 123.
23
Hakim kemudian mengukuhkan kesepakatan tersebut sebagai suatu akta perdamaian, jika tidak mencapai kesepakatan, maka mediator menyampaikan secara tertulis bahwa proses mediasi gagal, dan memberitahukannya kepada Hakim (pasal 18 ayat 1) yang kemudian akan melanjutkan pemeriksaan pokok perkara tersebut. 3. Tahap Akhir Implementasi Hasil Mediasi Tahap ini merupakan tahap dimana para pihak hanyalah menjalankan hasil-hasil kesepakatan yang telah mereka tuangkan bersama dalam suatu perjanjian tertulis tersebut berdasarkan komitmen yang telah mereka tunjukan selama dalam proses mediasi.23 Dengan mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa secara cepat dan relative murah dan dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak, selain itu akan memfokuskan perhatian para pihak pada kepentingan mereka secara nyata, juga memberikan kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara langsung dalam menyelesaikan perselisihan. 24 Adapun manfaat dalam gugatan perdata jika perdamaian berhasil dilaksanakan dari para pihak yang berperkara dengan dibuatnya akta perdamaian yang dibuat dalam bentuk putusan perdamaian yang dibuat oleh Hakim yaitu: 25 23
Muslih MZ, “Pengantar Mediasi: Teori dan Praktik”, dalam M. Mukhsin Jamil (ed.), Mengelola Konflik Membangun Damai; Teori, Strategi dan Implementasi Resolusi Konflik, h. 155. 24
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syari’ah, Hukum Adat dan Hukum Nasional, (Jakarta : Kencana, 2009), h. 26. 25
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Pengadilan Agama, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 160.
24
1. Mempunyai Kekuatan Hukum Pada pasal 1851 KUHP Perdata dikemukakan bahwa semua putusan perdamaian yang dibuat sidang Majlis Hakim mempunyai kekuatan hukum tetap seperti putusan pengadilan lain. Putusan perdamaian itu tidak bisa dibantah dengan alasan kekhilafan mengenai hukum atau dengan alasan salah satu pihak telah dirugikan oleh putusan perdamaian itu. Begitu juga dalam pasal 130 ayat (2) HIR.26 2. Tertutup Upaya Banding dan Kasasi Putusan perdamaian sama nilainya dengan putusan pengadilan lainnya yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal ini berarti terhadap putusan perdamaian itu tertutup upaya banding dan kasasi. Ketentuan ini mengandung bahwa pengertian putusan perdamaian itu sejak ditetapkan oleh hakim menjadi putusan perdamaian itu adalah pasti dan tidak ada penafsiran lagi. 27 3. Memiliki Kekuatan Ekseskutorial Putusan perdamaian yang dibuat dalam persidangan Majlis Hakim mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, mempunyai kekuatan hukum eksekusi dan mempunyai hukum pembuktian. Dalam artian apabila para pihak tetap ingin mengambil putusan perceraian maka surat kesepakatan perdamaian tersebut tidak berlaku lagi dan dapat dijadikan bukti dipersidangan bahwa sebelum berlanjut kepersidangan kedua para pihak sudah melakukan mediasi
26
Bahwa jika perdamaian dapat dicapai, maka pada waktu itu pula dalam persidangan dibuatputusan perdamaian dengan menghukum para pihak untuk mematuhi persetujuan damai yang mereka buat. 27
161.
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Pengadilan Agama, h.
25
dan membuat surat kesepakatan perdamaian akan tetapi dipertengahan jalan salah satu pihak melanggar kesepakatan tersebut maka pihak yang dirugikan bisa mencabut kesepakatan tersebut.
D. Faktor Yang Menjadi Penghambat dan Pendukung Mediasi 1. Faktor Penghambat Penerapan Perma No. 1 Tahun 2008 Mahkamah Agung RI dengan Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/059/SK/XII/2003 yang berlaku sejak 30 Desember 2003 dan berlaku efektif sejak 18 September-November 2004, telah menunjuk beberapa Pengadilan Negeri yang perlu dibina dan diamati secara khusus dalam rangka penerapan PERMA No. 2 Tahun 2003 yaitu Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Bengkalis dan Pengadilan Negeri
Batusangkar.
Keempat
Pengadilan
Negeri
tersebut
bertugas
menjalankan kegiatan mediasi berupa: a. Mengadakan pelaksanaan dan sosialisasi program percontohan mediasi. b. Mengadakan pelatihan bagi hakim-hakim, wakil advokat, pemuka adat, wakil pengusaha, dan para dosen mengenai pelaksanaan mediasi.28 Dengan berakhirnya masa pembinaan tersebut, ternyata terdapat beberapa hambatan yang dijumpai dalam pelaksanaan mediasi berdasarkan PERMA No. 2 Tahun 2003 tersebut. Kemudian lahirlah PERMA No. 1 Tahun 2008 yang
28
214.
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Pengadilan Agama, h.
26
diharapkan dapat mengatasi kekurangan PERMA No. 1 Tahun 2003.29 Akan tetapi, meski peraturan telah diganti, hambatan pelaksanaan tetap ada sebagaimana di bawah ini. Beberapa factor yang mengambat pelaksanaan PERMA, antara lain: a. Ketiadaan Mekanisme yang Dapat Memaksa Salah Satu Pihak Atau Para Pihak yang Tidak Menghadiri Pertemuan Mediasi. Dalam proses persidangan biasa jika salah satu pihak tidak hadir pada sidang pertama setelah dipanggil secara patut, maka hakim dapat menjatuhkan hukuman verstek, yang mengalahkan pihak yang tidak hadir. Dalam proses mediasi, bila ada para pihak yang tidak hadir setelah ditentukan pertemuan mediasi, berarti ia sebenarnya tidak berkehendak untuk berdamai, sehingga mereka
dengan
sengaja
ingin
bermain-main
dengan
waktu,
yaitu
menghabiskan waktu empat puluh hari yang diwajibkan untuk mediasi. Oleh karenanya perlu diterapkan suatu konsekuensi yang tidak menguntungkan bagi pihak yang tidak hadir. Alternative lain adalah merefisi PERMA dengan menambah ketentuan bahwa apabila setelah dua hari sejak jadwal pertemuan mediasi yang disepakati terlewati, maka satu pihak atau para pihak tidak hadir tanpa alasan yang kuat, maka mediator berwenang untuk mengatakan proses mediasi gagal, sehingga tidak perlu menunggu masa empat puluh hari habis untuk menyatakan kegagalan mediasi. Dengan demikian penghematan waktu
29
h.154.
Nuraningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengket Perdata di Pengadilan,
27
dalam penanganan perkara karena tujuan dasar mediasi adalah percepatan penyelsaian perkara.30 b. Jumlah Mediator dan Jumlah Hakim yang Terbatas Dengan adanya PERMA No. 1 Tahun 2008, Pasal 8 ayat (1), mediator pada setiap pengadilan berasal dari kalangan Hakim dan hakim yang memiliki sertifikat. Hakim diberi tugas sebagai Hakim mediator dimana mereka juga perlu mendapatkan pelatihan mengenai mediasi. Hakim mediator dapat berupa Hakim pemeriksa perkara dan Hakim bukan pemeriksa perkara. Kemudian dengan adanya proses mediasi yang mediatornya adalah salah satu hakim pemeriksa perkara yang telah mengetahui duduk persoalan sebenarnya melalui kaukus, tentu cenderung akan berpihak kepada salah satu pihak dan apabila perdamaian gagal, maka secara psikologis Hakim tersebut tidak lagi impertial meskipun ada syarat keterpisahan mediasi dari litigasi dalam pasal 19 PERMA ini.31 Dengan minimnya jumlah Hakim yang telah memiliki sertifikat mediator, maka Ketua Pengadilan perlu mengeluarkan kebijakan dengan menunjukan mediator Hakim tambahan terutama apabila jumlah perkara perdata di wilayah hukumnya tergolong banyak guna terwujud proses mediasi yang lebih fair dan seimbang. c. Itikad Baik Para Pihak Itikad baik sangat penting guna keberhasilan proses mediasi agar tercapai kesepakatan yang win-win solution. Apabila para pihak tidak mau melihat 30
h.183. h. 203.
31
Nuraningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengket Perdata di Pengadilan, Nuraningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengket Perdata di Pengadilan,
28
kebutuhan mereka dan hanya mengejar keuntungan, maka perdamaian melalui mediasi akan sulit tercapai.32 d. Dukungan Para Hakim Para Hakim Pengadilan Negri dan Pengadilan Agama berpendapat bahwa tugas pokok mereka adalah menyelsaikan sengketa secara memutus. Disini Hakim belum memiliki kesadaran idealis, tanpa dukungan dari para Hakim maka penerapan mediasi yang diwajibkan itu tidak akan pernah berhasil karena gaji yang diterima merupakan imbalan atas pelaksanaan tugas pokok itu. Pemberian tugas sebagai mediator yang intinya adalah mendamaikan adalah berbeda dari tugas pokok, dengan kata lain tugas tambahan, sehingga mereka berhak atas insentif. Oleh karenanmya perlu upaya penciptaan insentif yang jelas dan transparan bagi para Hakim yang sukses mendamaikan, sehingga para Hakim mendukung sepenuhnya proses mediasi. Memang dalam Pasal 25 ayat (1) PERMA ini telah diatur bahwa hakim yang berhasil menjalankan fungsi mediator akan diberi insentif dan Mahkamah Agung menyediakan sarana yang dibutuhkan bagi proses mediasi, akan tetapi sehingga tahun 2015 pengaturan tersebut belum terealisasi, hanya sekedar peraturan diatas kertas. Sehingga tidak meningkatkan kesadaran Hakim untuk mendamaikan. e. Ruangan Mediasi Tersedianya ruangan khusus mediasi merupakan factor penting untuk mendukung pelaksanaan mediasi tersebut. Disamping factor keberhasilannya 32
h. 203.
Nuraningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengket Perdata di Pengadilan,
29
yang harus dijaga, rasa nyaman juga perlu diperhatikan agar para pihak lebih leluasa mengungkapkan masalahnya dan tidak takut masalahnya didengar orang lain. Untuk itu perlu rehabilitasi gedung kantor pengadilan yang saat ini masih banyak pengadilan yang kekurangan ruangan sehingga melaksanakan proses mediasi di ruangan Hakim yang apabila dilakukan di luar gedung pengadilan dan di luar jam kerja, tentu akan menimbulkan hal-hal yang mencurigakan pihak lain dan akan merusak citra Hakim serta dilarang dalam PERMA No. 1 Tahun 2008.33 f. Dukungan Pengacara dalam Proses Mediasi Masalah pemberian honorarium kepada pengacara adalah hubungan antara pengacara dan kliennya sehingga tidak perlu dicampuri oleh Mahkamah Agung. Akan tetapi, karena dukungan atau penolakan pengacara untuk menganjurkan kliennya bermediasi akan berpengaruh pada pelaksanaan PERMA ini, maka hal ini perlu dibahas sebagai satu mata rantai yang saling berkaitan.34 Pola honorarium terbagi atas tiga pola, yaitu: pertama, pengacara mempunyai klien tetap dan menerima honor tetap yang biasanya per tahun atau per bulan, kedua, pengacara menerima honor berdasarkan penanganan kasus hingga selesai, dan ketiga, pengacara menerima honor dari klien
33
Nuraningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengket Perdata di Pengadilan,
h.205. 34
h. 209.
Nuraningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengket Perdata di Pengadilan,
30
berdasarkan jam kerja atau frekuensi atau kunjungan ke persidangan. Pola yang terakhir inilah yang menyebabkan pengacara cenderung bersikap negative terhadap upaya pelembagaan mediasi di Pengadilan, karena jika kasus selesai dengan cepat, maka honornya kecil. Oleh karena itu, PERMA perlu direvisi dengan mencantumkan bahwa dalam proses mediasi para pihak tidak perlu didampingi kuasa hukum mereka, walaupun hal ini tentunya akan bertentangan dengan hak asasi manusia dan juga kemandirian para pihak.35 2. Faktor Pendukung Penerapan Perma No. 1 Tahun 2008 a. Factor keberhasilan mediasi dari aspek para pihak, yaitu usia perkawinan, tingkat kerumitan perkara yang dihadapi oleh para pihak, para pihak memiliki I’tikad baik untuk mengakhiri sengketa melalui mediasi dan para pihak memiliki kesadaran untuk berdamai dan menyadari kekeliruannya. b. Di Pengadilan Agama Depok ruang mediasi tersedia dengan nyaman dan cukup memadai. Hal ini dapat membantu proses keberhasilan dalam proses mediasi. c. Hakim mediator sebelum melakukan proses mediasi ia mempelajari dahulu permasalahan penyebab perkara yang di hadapi oleh kedua belah pihak.36
35
Nuraningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengket Perdata di Pengadilan,
255-261. 36
Nuraningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengket Perdata di Pengadilan, h. 298-299.
31
E. Peraturan Mediasi Menurut Perma No. 1 Tahun 2008 Dengan penerbitan Perma No. 1 Tahun 2008 mengubah secara mendasar prosedur mediasi di Pengadilan. Mahkamah Agung belajar dari kegagalan selama lima tahun terakhir. Dari jumlah klausul, Perma 2008 jauh lebih padat karena memuat 27 Pasal, sementara Perma 2003 hanya 18 Pasal. Perbedaan jumlah pasal ini setidaknya menunjukan adanya perbedaan diantara keduanya. Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan mencoba memberikan pengaturan yang lebih komprehensif, lebih lengkap dan lebih detail sehubungan mediasi di Pengadilan.37 Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi memang membawa perubahan mendasar dalam beberapa hal, misalnya rumusan perdamaian, tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali. Perma No. 2 Tahun 2003 sama sekali tidak mengenal tahapan demikian. Perma No. 1 Tahun 2008 memumgkinkan para pihak atas dasar kesepakatan mereka menempuh perdamaian terhadap perkara yang sedang dalam proses banding, kasasi atau peninjauan kembali (PK). Syaratnya, sepanjang perkara belum diputus majlis pada masing-masing tingkat tadi. 38 Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan adalah penyempurnaan terhadap Perma No. 2 Tahun 2003 Tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai dalam Bentuk Mediasi. Penyempurnaan tersebut dilakukan Mahkamah Agung karena dalam Perma No. 2 Tahun 2003 ditentukan beberapa masalah, sehingga tidak efektif 37
Perma No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama.
38
Perma No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama.
32
penerapannya di Pengadilan. Mahkamah Agung mengeluarkan Perma No. 1 Tahun 2008 sebagai upaya mempercepat, mempermudah, mempermurah, penyelesaian sengketa serta memberikan akses lebih besar kepada pencari keadilan. Mediasi merupakan instrument efektif untuk mengatasi penumpukan perkara di pengadilan, dan sekaligus memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam menyelesaikan sengketa, disamping proses pengadilan yang bersifat memutus. Hakim wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi. Bila hakim melanggar atau enggan menerapkan prosedur mediasi, maka putusan hakim tersebut batal demi hukum (pasal 2 ayat (3) perma). Oleh karenanya hakim dalam pertimbangan putusannya wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.39 Adanya kewajiban menjalankan mediasi, membuat hakim menunda proses persidangan perkara. Dalam menjalankan mediasi, para pihak bebas memilih mediator yang disediakan oleh pengadilan atau mediator di luar pengadilan. Untuk memudahkan memilih mediator, ketua pengadilan menyediakan daftar mediator yang membuat sekurang-kurangnya (5) nama mediator yang disertai dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman para mediator. Ketua pengadilan mengevaluasi mediator dan memperbaharui daftar mediator setiap tahun. Bila para pihak yang memilih mediator hakim, maka baginya tidak
39
Perma No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama.
33
dipungut biaya apapun, sedangkan bila memilih mediator non hakim uang jasa ditanggung bersama para pihak berdasarkan kesepakatan. Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan adalah penyempurnaan terhadap Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Penyempurnaan tersebut dilakukan Mahkamah Agung karena dalam PERMA No. 2 Tahun 2003 ditemukan beberapa masalah, sehingga tidak efektif penerapannya di pengadilan. Mahkamah Agung mengeluarkan Perma No. 1 Tahun 2008 sebagai upaya mempercepat, mempermurah dan mempermudah penyelesaian sengketa serta memberikan akses yang lebih besar kepada pencari keadilan. Bagian yang tidak terpisahkan dari proses berperkara di pengadilan. Hakim wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi. Bila hakim melanggar atau enggan menerapkan prosedur mediasi, maka putusan hakim tersebut batal demi hukum (pasal 2 ayat (3) Perma).40 Pasal 4 Perma No. 1 Tahun 2008 menentukan perkara yang dapat diupayakan mediasi adalah semua sengketa perdata yang diajukan kepengadilan tingkat pertama, kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pangadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Perkara yang dapat dilakukan mediasi
40
Perma No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama.
34
adalah perkara perdata yang menjadi kewenangan lingkup peradilan umum dan lingkup peradilan agama.41 Pada prinsipnya mediasi dilingkungan pengadilan dilakukan oleh mediator yang berasal dari luar pengadilan. Namun, mengingat jumlah mediator yang sangat terbatas dan tidak semua pengadilan tingkat pertama tersedia mediator, maka Perma ini mengizikan hakim menjadi mediator. Hakim yang menjadi mediator bukanlah hakim yang sedang menangani perkara yang akan dimediasikan, tetapi hakim-hakim lainnya di pengadilan tersebut.42 Dalam Pasal 11 Perma No. 1 Tahun 2008 disebutkan bahwa para pihak diwajibkan oleh hakim pada sidang pertama untuk memilih mediator atau 2 (dua) hari kerja sejak hari pertama sidang. Proses mediasi dapat berlangsung selama 40 (empat puluh) hari sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majlis hakim. Atas dasar kesepakatan para pihak, masa proses mediasi dapat diperpanjang selama 14 (empat belas) hari sejak berakhirnya masa 40 (empat puluh) hari.43 Perma No. 1 Tahun 2008 memberikan peluang perdamaian bagi para pihak bukan hanya untuk tingkat pertama, tetapi juga untuk tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali. Perdamaian terhadap perkara dalam proses banding, kasasi atau peninjauan kembali dilaksanakan di pengadilan yang mengadili 41
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, h. 324. 42
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, h. 324. 43
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, h. 325.
35
perkara tersebut pada tingkat pertama atau di tempat lain atas persetujuan para pihak.para pihak melalui ketua pengadilan tingkat pertama dapat mengajukan kesepakatan perdamaian secara tertulis kepada majlis tingkat banding, kasasi atau peninjauan kembali untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian. Akta perdamaian ditandatangani oleh majlis hakim banding, kasasi atau peninjauan kembali dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dicatat dalam register induk perkara.44
44
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 310-316.
BAB III PROFIL PENGADILAN AGAMA DEPOK A. Struktur Organisasi Untuk mengetahui alur tugas pokok dan fungsi, terlebih dahulu harus diketahui dengan baik tentang struktur organisasi, karena Tupoksi disusun mengikuti alur garis koordinasi dan garis instruksi pada Struktur organisasi tersebut.1 Susunan organisasi Pengadilan Agama Depok, sesuai dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 1991, terdiri dari: unsur pimpinan yaitu Ketua, Wakil Ketua, dan pejabat fungsional Hakim. Selain itu ada
unsur
Kepaniteraan
serta
Kesekretariatan
yang
dipimpin
oleh
Panitera/Sekretaris yang membawahi: bidang Kepaniteraan, terdiri dari Wakil Panitera, Panitera Muda Gugatan, Panitera Muda Permohonan, dan Panitera Muda Hukum, kelompok fungsional Panitera Pengganti, Jurusita dan Jurusita Pengganti; bidang Kesekretariatan, terdiri dari Wakil Sekretaris, Kepala Urusan Umum, Kepala Urusan Kepegawaian dan Organisasi dan Tata Laksana, serta Kepala Urusan Keuangan dan Perencanaan.2 Susunan organisasi Pengadilan Agama Depok dapat digambarkan sebagai berikut:
1
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Depok Tahun 2014, h. 14.
2
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Depok Tahun 2014, h. 15.
36
37
STRUKTUR ORGANISASI PENGADILAN AGAMA DEPOK SESUAI DENGAN KMA NOMOR 4 TAHUN 1991
KETUA WAKIL KETUA HAKIM PANITERA/SEKRETARIS
WAKIL PANITERA
PANMUD GUGATAN
PANMUD PERMOHONAN
WAKIL SEKRETARIS
PANMUD HUKUM
KASUBAG KEPEG. & ORTALA KASUBAG KEU. & PERENC. KASUBAG UMUM
PANITERA PENGGANTI
JURUSITA / JURUSITA PENGGANTI
KETERANGAN: GARIS KOORDINASI STRUKTURAL GARIS KOORDINASI FUNGSIONAL
Dari Struktur Organisasi Pengadilan Agama Depok di atas, Pengadilan Agama Depok menyusun Tupoksi untuk menjalankan tugas-tugas operasional perkantoran sehari-hari. Tugas Pokok dan fungsi tersebut adalah sebagai berikut: a. Tugas pokok dan fungsi Unsur Pimpinan / Eselon III Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Agama Depok memimpin dan bertanggung jawab terhadap terselenggaranya tugas Pengadilan Agama Depok baik dalam bidang kepaniteraan maupun dalam bidang kesekretariatan secara baik dan lancar.3 b. Tugas pokok dan fungsi Hakim Hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman di lingkungan Pengadilan Agama Depok dan membantu unsur pimpinan untuk
3
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Depok Tahun 2014, h. 15.
38
melaksanakan pengawasan pada bidang tertentu agar terselenggaranya Pengadilan Agama Depok secara baik dan lancar.4 c. Tugas pokok dan fungsi Panitera/Sekretaris (Eselon III) Memimpin dan mengatur serta bertanggung jawab atas tugas dalam bidang kepaniteraan dan kesekretariatan di Pengadilan Agama Depok, dan membantu unsur pimpinan dalam menjalankan tugasnya.5 d. Tugas pokok dan fungsi Wakil Panitera (Eselon IV) Wakil Panitera membantu Panitera dalam membina dan mengawasi pelaksanaan tugas-tugas kepaniteraan serta mengkoordinir pelaksanaan tugastugas Panitera Muda Gugatan, Panitera Muda Permohonan, dan Panitera Muda Hukum.6 e. Tugas pokok dan fungsi Wakil Sekretaris (Eselon IV) Wakil Sekretaris membantu Sekretaris dalam membina dan mengawasi pelaksanaan tugas-tugas kesekretariatan serta mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas Kepala Urusan Umum, Kepala Urusan Kepegawaian dan Organisasi dan Tata Laksana, dan Kepala Urusan Keuangan dan Perencanaan.7
4
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Depok Tahun 2014, h. 16.
5
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Depok Tahun 2014, h.16.
6
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Depok Tahun 2014, h. 16.
7
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Depok Tahun 2014, h. 17.
39
f. Tugas pokok dan fungsi Panitera Muda Gugatan (Eselon IV) Panitera Muda Gugatan mempunyai tugas dan fungsi memimpin dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas pada urusan kepaniteraan gugatan. g. Tugas pokok dan fungsi Panitera Muda Permohonan (Eselon IV) Panitera Muda Permohonan mempunyai tugas dan fungsi memimpin dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas pada urusan kepaniteraan permohonan.8 h. Tugas pokok dan fungsi Panitera Muda Hukum (Eselon IV) Panitera Muda Hukum mempunyai tugas dan fungsi memimpin dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas pada urusan kepaniteraan Hukum. i. Tugas pokok dan fungsi Kepala Sub Bagian Umum (Eselon IV) Memimpin dan bertanggung jawab terhadap tugas kesekretariatan dalam urusan umum Pengadilan Agama Depok.9
8
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Depok Tahun 2014, h. 17.
9
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Depok Tahun 2014, h. 17.
40
j. Tugas pokok dan fungsi Kepala Sub Bagian Kepegawaian dan Organisasi dan Tata Laksana (Eselon IV) Memimpin dan bertanggung jawab terhadap tugas kesekretariatan dalam urusan kepegawaian dan organisasi dan tata laksana.10 k. Tugas pokok dan fungsi Kepala Sub Bagian Perencanaan dan Keuangan (Eselon IV) Memimpin dan bertanggung jawab terhadap tugas kesekretariatan dalam urusan keuangan dan perencanaan. l. Tugas pokok dan fungsi Panitera Pengganti (Fungsional) Membantu hakim dalam proses persidangan dan bekerjasama dalam melaksanakan tugas-tugas kepaniteraan serta membantu tugas-tugas yang diberikan oleh panitera.11 m. Tugas pokok dan fungsi Jurusita/Jurusita Pengganti (Fungsional) Melaksanakan tugas-tugas kejurusitaan dan melaksanakan semua perintah pimpinan, ketua majelis hakim, dan panitera di bidang kejurusitaan. Untuk menjamin berjalannya tugas Pokok dan Fungsi masing-masing elemen organisasi, mulai dari pimpinan sampai staf paling bawah serta untuk memberikan pelayanan terbaik pelayanan prima kepada masyarakat pencari
10
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Depok Tahun 2014, h. 17.
11
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Depok Tahun 2014, h. 17.
41
keadilan, maka disusunlah pedoman pelayanan (Standard Operational Procedure) Pengadilan Agama Depok.12 1. Pelayanan Informasi Jenis pelayanan atau kegiatan yang pertama pihak penggugat atau pemohon datang kebagian informasi dalam limit waktu 15 menit pelayanan untuk penggugat atau pemohon harus sudah terlayani dengan baik. 2. Pelayanan Meja I dan Meja II Perkara Jenis pelayanan disini yaitu medaftarkan perkara tingkat pertama kebagian Pos Bantuan Hukum, dalam hal ini para pihak ingin mengajukan surat gugatan atau permohonan kepada pihak tergugat atau termohon langsung memasukan data sekaligus wawancara untuk pembuatan surat tersebut. lalu para pihak langsung mendaftarkan perkara tersebut ke bagaian pendaftaran dan membayar biaya perkara ke kasir dan bagi yang berperkara prodeo lalu dicatat dibuku register. 13 3. Pemanggilan Jenis pelayanan atau kegiatan yang pertama yaitu pemanggilan pihak (penggugat atau pemohon dan tergugat atau termohon) dengan limit waktu sekurangnya tiga hari kerja dan panggilan tersebut dilayangkan sebelum hari sidang. Pelayanan yang kedua yaitu pemanggilan pihak yang dua-duanya berdomisili di wilayah Kota Depok dengan jangka waktu selambatnya 15 hari
12
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Depok Tahun 2014, h. 19.
13
Laporan Tahuna Pengadilan Agama Depok Tahun 2014, h. 19.
42
kerja setelah penetapan hari sidang. Pelayanan yang ketiga pemanggilan para pihak yang salah satunya berdomisili di luar Kota Depok namun masih berada diwilayah Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta selambatnya 28 hari kerja setelah adanya penetapan hari sidang. Jenis pelayanan yang keempat pemanggilan para pihak yang salh satunya berdomisili di luar Kota Depok dan berada di luar DKI Jakarta selambatnya antara 30 sampai degan 60 hari kerja setelah adanya penetapan hari sidang. Pelayanan yang kelima tergugat/ termohon yang tidak diketahui tempat tinggalnya (ghoib) dengan jangka waktu 4 bulan setelah penetapan hari sidang. Jenis pelayanan yang keenam yaitu pemanggilan tergugat atau termohon yang berada diluar negri dengan limit waktu antara 2 sampai dengan 6 bulan setelah penetapan hari sidang. 4. Proses Persidangan Setiap Panitera Pengganti wajib membuat dan menyerahkan daftar perkara yang akan disidangkan kepada bagian informasi
(resepsionis)
dan
menempelkannya di papan pengumunan Pengadilan selambat-lambatnya pada pukul 08.00 wib setiap hari.14 5. Berita Acara Sidang dan Putusan Jenis pelayanan atau kegiatan pertama yaitu berita acara persidangan siap di tanda tangani oleh Ketua Majelis dan Panitera Pengganti limit waktu pada saat persidangan berikutnya. Berita acara persidangan terakhir siap di tandatangani oleh Ketua Majelis dan Panitera Pengganti selambatya dalam limit waktu 7 14
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Depok Tahun 2014, h. 21.
43
hari kerja setelah putusan dibacakan. pada saat putusan dibacakan konsep putusan harus sudah ada.15 6. Pemberitahuan Isi Putusan Jenis pelayanan atau kegiatan pertama yaitu Ketua Majelis membuat perintah kepada Jurusita/ Jurusita Pengganti untuk memberitahukan isi putusan kepada pihak yang tidak hadir dalam persidangan selambat-lambatnya 1 hari kerja dan setelah putusan dibacakan. 16 7. Pelayanan Meja III Jenis pelayanan pertama yaitu Minutasi. Minutasi yang dilakukan oleh Ketua Majelis jangka waktu kerja selambat-lambatnya 14 hari kerja setelah perkara diputus. Panitera Pengganti menyerahkan berkas perkara yang telah diminutasi (dijahit dan disegel) kepada Wakil Panitera (petugas meja III) untuk diteruskan kepada Panitera Muda Hukum untuk diarsipkan. Berkas perkara ikrar talak yang menunggu BHT disimpan di dalam arsip berjalan dalam limit waktu selambat-lambatnya 1 hari kerja setelah berkas diminutasi.17
15
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Depok Tahun 2014, h. 22.
16
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Depok Tahun 2014, h. 23.
17
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Depok Tahun 2014, h. 23.
44
8. Penerbitan Salinan Putusan /Penetapan dan Akta Cerai Jenis pelayanan atau kegiatan pertama yaitu penerbitan salinan putusan/ penetapan oleh Panitera selmabat-lambatnya 14 hari kerja setelah perkara di putus. Yang kedua penerbitan akta cerai atas perkara cerai talak selambatlambatnya 3 hari kerja setelah ikrar talak di ucapkan. yang ketiga penerbitan akta cerai atas perkara cerai gugat selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3 hari kerja setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Dan yang kelima yaitu akta cerai dicetak dengan komputer dengan jangka waktu 10 menit.18 9. Pengiriman Salinan Putusan ke Kantor Urusan Agama (KUA) Pengiriman salinan putusan/penetapan perkara cerai gugat/cerai talak ke Kantor Urusan Agama Kecamatan di tempat para pihak melaksanakan perkawinan dan atau di tempat para pihak berdomisili, dilaksanakan oleh Panitera selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja setelah putusan berkekuatan hukum tetap.19
B. Kewenangan Pengadilan Salah satu misi yang ingin disampaikan, Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah untuk mempertegas batas-batas wilayah “Kompetensi Absolut”20 Peradilan Agama sebagai bagian integral lembaga
18
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Depok Tahun 2014, h. 25.
19
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Depok Tahun 2014, h. 26.
20
Kompetensi absolute diartikan kewenangan memeriksa, mengadili, memutuskan perkara-perkara berdasarkan pembagian wewenang atau pengadilan yang berwewenang mengadili
45
pelaksanaan kekuasaan kehakiman dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia secara Konstitusional.
21
Apabila substansi Undang-undang Nomor
7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama diklasifikasi, dapat ditemukan empat besaran substansi, yaitu tentang Kedudukan Peradilan Agama yang diatur pada Bab I dari Pasal 1 sampai Pasal 5, Organisasi diatur pada Bab II Pasal 6 sampai dengan pasal 48, Kompetensi Absolut diatur pada Bab II mulai dari pasal 49 sampai pasal 53, Hukum Acara diatur pada Bab IV Pasal 54 sampai Pasal 91, dan selebihnya mengatur lain-lain. Kewenangan Pengadilan Agama ini pada mulanya dirumuskan dalam Stb. 1882 No. 152 kemudian dirubah / ditambah berdasarkan Stb. 1937 No. 116 dan Stb. No. 601. Dalam Stb. 1882 No. 152 pada pasal 2a ayat 1 disebutkan: “Pengadilan Agama itu semata-mata hanya berkuasa memeriksa perselisihanperselisihan antara suami-istri yang beragama islam dan perkara-perkara lain tentang nikah, talak, rujuk dan perceraian antara orang-orang beragama islam yang memerlukan hakim agama, dan berkuasa memutuskan perceraian dan menyatakan bahwa syarat untuk jatuhnya talak yang digantungkan sudah ada, akan tetapi dalam perselisihan-perselisihan perkara-perkara tersebut semua tuntutan pembayaran uang dan pemberian-pemberian benda atau barangbarang yang tertentu, harus diperiksa dan diputus oleh hakim biasa, keperluan
perkara tersebut. adapun Kompetensi relative diartikan kewenangan memeriksa dan mengadili berdasarkan pembagian daerah hukum yang berhak mengadili. Lihat A. Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia: Gemuruhnya Politik Hukum (Hukum Islam, Hukum Barat, dan Hukum Adat) dalam Rentang Sejarah Bersama Pasang Surut Lembaga Peradilan Agama hingga lahirnya Peradilan Syariat Islam Aceh, h. 146. 21
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta : Pradyna Paramitha, 2006), h.344.
46
kehidupan istri yang menjadi tanggungan suami (Nafkah), yang segenapnya diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Agama. Bila rumusan kewenangan yang disebut dalam pasal 2 ayat 1 dijabarkan,22 dapat disimpulkan bidang-bidangnya meliputi : 1. Memeriksa dan memutus perkara perselisihan antara suami-istri yang beragama islam. 2. Memeriksa dan memutus apakah suatu pernikahan talak dan rujuk sah atau tidak. 3. Memeriksa dan memutus perkara Cerai Talak dan Cerai Gugat serta menyatakan talak yang digantungkan (taliq at talaq) sudah ada/ memenuhi syarat. 4. Memeriksa dan memutus gugatan nafkah dan mas kawin yang belum dibayar serta hak hak bekas istri yang di talak, seperti nafkah iddah dan uang mut’ah. Dari penjabaran tersebut bila disimpulkan maka kewenangan pengadilan agama itu adalah meliputi perkara-perkara nikah, talak, dan rujuk dari suamiistri yang beragama islam serta yang berhubungan dengan perceraian tersebut seperti gugatan nafkah, mahar dan mut’ah.23
22
Anwar Sitompul, Kewenangan Dan Tata Cara Berperkara di Peradilan Agama, (Bandung: Cv. Armico, 1984), h. 5. 23 Anwar Sitompul, Kewenangan Dan Tata Cara Berperkara di Peradilan Agama, h. 6.
47
C. Gambaran Permohonan Perkara di Pengadilan Agama Permohonan yang masuk dan diputus di Pengadilan Agama Depok dan perkara yang dicabut (berhasil di mediasi) dipresentasikan dengan bagan sebagai berikut : Tahun
Jumlah
Perkara Jumlah
Yang Masuk
Perkara
Presentase
Perkara Yang Yang Diputus
Dicabut (Mediasi)
2011
2564
2414
150
9,66 %
2012
2727
2574
153
10,04%
2013
2917
2709
208
11,8%
2014
3020
2711
309
13,75%
Sumber: data diperoleh dari arsip Panitera Muda Hukum Berdasarkan table diatas, jumlah permohonan perkara di Pengadilan Agama Depok pada tahun 2011 untuk jumlah perkara yang masuk 2564 perkara dan yang diputus seluruhnya 2414 perkara dan yang berhasil di mediasi 150 perkara. tahun 2012 untuk jumlah perkara yang masuk 2727 perkara dan yang diputus seluruhnya 2574 perkara dan yang berhasil di mediasi 153 perkara. tahun 2013 untuk jumlah perkara yang masuk 2917 perkara dan yang diputus seluruhnya 2709 perkara dan yang berhasil di mediasi 208 perkara. tahun 2014
48
untuk jumlah perkara yang masuk 3020 perkara dan yang diputus seluruhnya 2711 perkara dan yang berhasil di mediasi 309 perkara.24 Dari table diatas menggambarkan mediasi sebagai suatu bentuk cara mendamaikan pihak yang bersengketa ternyata sangat jauh dari apa yang diharapkan oleh PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan. Suatu realita hukum yang tak terbantahkan bahwa banyaknya jumlah
24
perkara
yang
tidak
berhasil
untuk
Ai Salamah, S.H., Wawancara Pribadi, 20 September Tahun 2015.
di
damaikan.
49
BAB IV UPAYA IMPLEMENTASI DAN KEBERHASILAN MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA DEPOK A. Optimalisasi dan Upaya Mediator Meminimalisir Perceraian Depok 1. Optimalisasi Mediasi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Optimal artinya adalah terbaik, kemuadian
menggunakan
imbuhan
Pe-
dan
-an
sehingga
menjadi
Pengoptimalan yang artinya adalah proses, cara ataupun perbuatan menjadikan yang terbaik.1 Sedangkan Optimalisasi artinya sama dengan pengoptimalan yaitu perbuatan untuk menjadikan yang terbaik. Maksudnya membuat agar proses mediasi bisa berjalan efektif dalam menangani perkara yang di terima di Pengadilan. Begitu pula Pengadilan Agama Depok yang menangani masalah hukum keluarga, di dominasi oleh perkara perceraian. Dengan adanya mediasi hakim mampu mendamaikan kedua belah pihak termasuk memberikan solusi-solusi dan jalan keluar bagi kedua belah pihak, sebagaimana yang tertuang dalam hukum acara Pasal 130 HIR atau 154 R.Bg. Setiap perkara yang diajukan ke Pengadilan Agama harus mengikuti mediasi.2 Dengan dikeluarkannya PERMA No. 1 Tahun 2008 dimaksudkan untuk memberi kepastian, ketertiban, kelancaran, dalam proses mendamaikan para
1
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991) h. 705. 2
Suryadi, S.Ag., S.H., M.H, Wawancara Pribadi, 02 Oktober 2015.
49
50
pihak untuk menyelesaikan suatu sengketa.3 Karena di dalam PERMA No. 1 Tahun 2008 ini mengatur tentang prosedur mediasi tidak hanya di Pengadilan Agama saja akan tetapi meliputi Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Negri.4 Proses mediasi di Pengadilan Agama mampu diterapkan untuk mencapai target secara maksimal, jika selama ini upaya medamaikan para pihak yang berperkara dilakukan secara formalitas oleh hakim yang memeriksa perkara, tetapi sekarang majlis hakim menundanya untuk memberi kesempatan kepada mediator mendamaikan pihak-pihak yang berperkara. 5 PERMA No. 1 Tahun 2008 merupakan perbaikan atau revisi dari PERMA No. 2 Tahun 2003 yang sudah di anggap Perma yang lalu sudah usang dan dibutuhkan pmbaharuan-pembaharuan maka dikeluarkanlah PERMA No. 1 Tahun 2008 dan sekarang PERMA No. 1 Tahun 2008 itu akan di revisi kembali dan nanti akan keluar PERMA terbaru yang masih dalam tahap sosialisasi tentang revisi perubahan PERMA No. 1 Tahun 2008, yang memang banyak terdapat perubahan-perubahan yang segnifikan dan ada pula yang hanya sekedar menambahi tapi yang lebih jelasnya dari perubahan-perubahan PERMA Tahun 2003 dan PERMA Tahun 2008 dengan PERMA yang akan baru dikeluarkan pasti ada perbedaan-perbedaan.6
3
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syari’ah, Hukum Adat dan Hukum Nasional, (Jakarta, Kencana, 2009), h. 311. 4
Suryadi, S.Ag., S.H., M.H, Wawancara Pribadi, 02 Oktober 2015.
5
Anggi Sepri, Skripsi, “Analisis Terhadap Pendapat Hakim Pengadilan Agama Surabaya Tentang Formalitas Mediasi”, diakses pada tanggal 21 September 2015 dari www.digilib.sunanampel .ac id . 6
Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Proses Mediasi di Pengadilan Agama.
51
Untuk perkara perceraian, apabila dalam usaha perdamaian berhasil, gugatan harus dicabut.7 Namun, masa mediasi itu sangat panjang, diberikan waktu 40 hari. Apabila para pihak tidak mencapai kesepakatan dalam masa 40 hari sejak para pihak memilih mediator, maka akan ditambah waktunya sebanyak 14 hari kerja, karena para hakim berharap mediasi tersebut berjalan maksimal oleh mediator dan para pihak. Apabila mediasi tidak menemukan titik temu bagi kedua belah pihak maka mediator wajib menyampaikan dan menyatakan secara tertulis mediasi telah gagal, dan memberitahukan kegagalan mediasi tersebut kepada hakim. Dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan dalam bahasa yang di mengerti oleh kedua belah pihak, jika perlu dengan menggunakan penerjemah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 131 HIR. Khusus untuk perkara cerai apabila usaha perdamaian gagal, gugat cerai di periksa dengan sidang tertutup.8 Dalam mengoptimalkan proses mediasi sehingga menjadi efektif dalam pelaksanaannya, dapat dilihat dari beberapa ketentuan yang sesuai dengan berlaku efektifnya sebuah hukum diperhatikan dari beberapa hal : a. Penegak Hukum Dalam
peraturan
perudang-undangan,
memperhatikan
wewenang
Mahkamah Agung dalam mengatur acara peradilan yang belum cukup diatur oleh peradilan perundang-undangan maka demi kepastian, ketertiban dan kelancaran dalam mendamaikan para pihak untuk menyelesaika suatu 7
Elfarida A. Gultom, Praktik Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Jendela Dunia Ilmu, 2010), h. 30. 8
Elfarida A. Gultom, Praktik Hukum Acara Perdata, h. 33.
52
sengketa perdata, dipandang perlu menetapkan suatu Peraturan Mahkamah Agung. 9 Mahkamah Agung mengeluarkan PERMA No. 1 Tahun 2008 sebagai salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah. Mediasi dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan perkara di Pengadilan. b. Peran Mediator Mediator yang dimaksud dalam PERMA ini adalah mediator yang menjalankan tugasnya di Pengadilan, mediator yang bertugas di Pengadilan dapat saja berasal dari Hakim di Pengadilan atau mediator dari luar Pengadilan, namun harus memiliki keterampilan mediasi yang memiliki sertifikat sebagai mediator. Tidak semua hakim di Pengadilan Agama Depok memiliki sertifikat sebagai mediator. Hakim boleh di tunjuk sebagai mediator akan tetapi bukan pada perkara yang hakim tersebut tangani, maka hakim tersebut harus menunjuk hakim lain untuk memediasi para pihak yang sedang berperkara atau menunjuk mediator non hakim.10 Mediator yang berasal dari hakim adalah para hakim yang memiliki keterampilan mediasi yang diperoleh melalui sejumlah training, sedangkan mediator dari non hakim adalah mereka
9
Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Proses Mediasi di Pengadilan Agama.
10
Suryadi, S.Ag., S.H., M.H, Wawancara Pribadi, 02 Oktober 2015.
53
yang memiliki keterampilan mediasi yang di buktikan dengan sertifkiat dari Mahkamah Agung RI.11 c. Para Pihak Dalam kesadaran hukum, kekuatan mengikatnya adalah dengan kesadaran para kedua belah pihak itu sendiri. Kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan suatu hukum mempunyai peranan yang sangat penting, karena hukum tanpa adanya masyarakat yang sadar atas hukum akan menjadikan hukum tersebut tidak berjalan dengan baik. Harus
ada
singkronisasi
diantara
keduanya.
Adapun
bentuk
sinkronisasinya dapat dilihat dengan terdapatnya fungsi keterkaitan yaitu : pertama, hukum melayani keutuhan masyarakat, agar hakim tersebut tidak ketinggalan oleh karena lajunya perkembangan masyarakat. Kedua, hukum dalam menciptakan perubahan social dalam masyarakat atau dapat memacu perubahan yang berlangsung dalam masyarakat. 12 Sebisa mungkin antara kedua belah pihak harus mempunyai sifat kooperatif artinya kedua belah pihak tersebut tidak mendahulukan ego masing-masing, apabila sifat kooperatif itu ada pada kedua belah pihak maka besar kemungkinan mediasi berjalan lancar dan berakhir di perdamaian. 13
11
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perssfektif Hukum Syari’ah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 317. 12
Saifullah, Refieksi Sosiologi Hukum, (Bandung: Refika Aditama, 2007), h. 31.
13
Suryadi, S.Ag., S.H., M.H, Wawancara Pribadi, 02 Oktober 2015.
54
d. Sarana Prasarana Dalam mediasi harus mempunyai ruangan tersendiri, dan ruangan tersebut harus representasi. Tempat dalam pelaksanaan proses mediasi merupakan unsur
penting
Kenyamanan
yang tempat
mendukung
terselenggaranya
penyelenggaraan
perundingan
proses
mediasi.
mediasi
akan
mempengaruhi para pihak untuk membuat kesepakatan-kesepakatan mediasi.14 Karena itu dalam tempat mediasi perlu disediakan tempat senyaman mungkin, agar para pihak yang di mediasi dapat berfikir lebih tenang dalam menyelesaikan sengketanya.15 Akan tetapi jika ruang mediasi tidak terasa nyaman maka berpengaruh besar kepada kedua belah pihak juga mediator tersebut. Dengan ruangan yang tidak nyaman maka proses mediasi di pastikan gagal. Khususnya di Pengadilan Agama Depok, tempat dalam melakukan mediasinya tidak jadi masalah hanya saja mediasi yang terhitung gagal disebabkan oleh para pihak itu sendiri bukan dari prasarana tersebut. e. Budaya Budaya hukum merupakan nilai-nilai yang konsepsi abstrak mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Nilai-nilai tersebut merupakan norma atau kaidah yang berisikan pola prilaku manusia.16 Efektifitasi mediasi yang dilihat dari nilai kebudayaan melihat pada masyarakat yang menilai kebudayaan merupakan dasar dari etika yang baik
14
Suryadi, S.Ag., S.H., M.H, Wawancara Pribadi, 02 Oktober 2015..
15
Suryadi, S.Ag., S.H., M.H, Wawancara Pribadi, 02 Oktober 2015.
16
Suryadi, S.Ag., S.H., M.H, Wawancara Pribadi, 02 Oktober 2015.
55
dan dapat diterima.17 Tetap dianggap efektif mediasi ini dalam rangka memberikan jalan keluar bagi para pihak. Misalnya sebelum ke pengadilan kedua belah pihak di mediasi oleh para pihak keluarga terlebih dahulu jika para pihak keluarga tidak berhasil memediasikan pihak yang berperkara maka biasanya pihak yang berperkara datang ke BP4 terlebih dahulu, akan tetapi jika di BP4 masih tidak menemukan jalan keluar barulah para pihak mendatangi Pengadilan Agama. Dipengadilan Agama itu sendiri tidak menjamin bahwa proses mediasi yang dilakukan akan berhasil, itu pun tergantung kesepakatan bersama jika tidak juga menemukan jalan keluar maka mediasi tersebut di anggap gagal.18 2. Upaya Hakim Mediasi Meminimalisir Perceraian Dalam melakukan upaya mediasi untuk kedua belah pihak, memerlukan banyak ilmu. Pertama, ilmu komunikasi. Karena tidak mungkin seorang mediator itu akan berhasil mendamaikan para pihak jika kamunikasinya kurang atau tipikal orang yang tidak komunikatif. Ilmu komunikatif tersebut harus dipelajari terlebih dahulu. Kedua, ilmu psikologi. Karena dengan adanya ilmu psikologi menyangkut perasaan kedua belah pihak. Ilmu komunikasi menyangkut dengan kejiwaan seseorang atau masa. 19 Khususnya mediator melakukan beberapa tindakan untuk memaksimalkan hasil dari mediasi , diantaranya :
17
Suryadi, S.Ag., S.H., M.H, Wawancara Pribadi, 02 Oktober 2015.
18
Suryadi, S.Ag., S.H., M.H, Wawancara Pribadi, 02 Oktober 2015.
19
Suryadi, S.Ag., S.H., M.H, Wawancara Pribadi, 02 Oktober 2015.
56
a. Memberikan nasihat kepada kedua belah pihak dengan dakwah dan dengan dalil-dalil yang ada di Al-qur’an dan Hadist yang mengingatkan tentang ajaran-ajaran islam yang harus diterapkan oleh suami dan istri. b. Mendalami persoalan yang sedang dirasakan oleh kedua belah pihak dengan melakukan pendalaman secara emosional kepada para pihak tersebut. dan melakukan pendekatan kejiwaan dengan menggambarkan kepada para pihak bahwa jika terjadi perceraian antara suami dan istri, antara ibu dan bapak itu akan berakibat buruk kepada keluarga besar dan khususnya kepada anak. c. Mencari jalan keluar untuk meyelesaikan masalah mereka agar perkara tidak sampai pada putusan hakim. d. Dimungkinkan melibatkan keluarga dari para pihak, misalnya anak atau orang tua.20 Dengan adanya upaya mediasi yang dilakukan oleh mediator tersebut diharapkan dapat membantu fungsi lembaga peradilan khususnya di mediasi ini dengan mengupayakan mediasi yang optimal. Dan dengan pendekatan diatas lebih besar kemungkinan mediasi berhasil.21
20
Suryadi, S.Ag., S.H., M.H, Wawancara Pribadi, 02 Oktober 2015.
21
Suryadi, S.Ag., S.H., M.H, Wawancara Pribadi, 02 Oktober 2015.
57
B. Implementasi Mediasi di Pengadilan Agama Depok 1. Implementasi Mediasi Implementasi di Pengadilan Agama Depok setelah adanya PERMA No. 1 Tahun 2008 telah menetapkan praktek peradilan di Indonesia yang berkaitan dengan perkara perdata.22 Mediasi sebagai upaya untuk mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara bukan hanya penting, tetapi harus dilakukan sebelum perkaranya diperiksa. Kalau selama ini mediasi hanya dilakukan sebagai formalitas berjalannya persidangan bagi para pihak yang berperkara maka sekarang Majlis Hakim wajib menundanya untuk memberikan kesempatan kepada mediator untuk mendamaikan para pihak yang berperkara, dengan difasilitasi ruangan khusus untuk melakukan mediasi tersebut antara para pihak dan mediator.23 Mediasi di Pengadilan Agama Depok untuk sekarang masih dalam perhitungan yang baik dan masih terkoordinir dengan baik pula semenjak adanya PERMA No. 1 Tahun 2008, jadi para hakim diberi pemahaman yang sama tentang mediasi agar tidak terjadi diskualitas pola pelaksanaan mediasi kepada para pihak yang bersengketa. Adapun dalam pelaksanaan mediasi lebih mengacu pada PERMA yang berlaku berupa langkah-langkah yang diatur dan ditentukan dalam PERMA No. 1 Tahun 2008.24 Tahapan - tahapan
22
Suryadi, S.Ag., S.H., M.H, Wawancara Pribadi, 02 Oktober 2015.
23
Suryadi, S.Ag., S.H., M.H, Wawancara Pribadi, 02 Oktober 2015.
24
Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Proses Mediasi di Pengadilan Agama.
58
proses mediasi diantaranya, Sidang pra mediasi, Pelaksanaan mediasi, Laporan mediasi, Sidang lanjutan laporan mediasi. Implementasi sudah dikatakan baik apabila ruangan yang disedikan untuk mediasi memiliki fasilitas yang lengkap dalam artian para pihak yang berperkara dipastikan nyaman ketika melakukan mediasi, Pengaturan pemilihan hakim mediator dalam maupun mediator luar, dan tingkat keberhasilannya akan baik bila dilakukan upaya-upaya yang disebutkan diatas. Meskipun perceraian itu tetap terjadi maka tetap dikatakan berhasil karena dilakukan dengan cara yang baik dan dengan adanya kesepakatan bersama.25
C. Tingkat Keberhasilan Mediasi di Pengadilan Agama Depok
Penggunaan mediasi sebagai salah satu cara penyelesaian sengketa dengan damai dilatar belakangi oleh banyak factor, seperti mengurangi menumpuknya perkara, memaksimalkan fungsi lembaga peradilan. Dengan mediasi dapat menyepakati keinginan para pihak. 26 Dalam masalah perceraian, para pihak tetap harus mengikuti tahapan proses berperkara di persidangan Pengadilan. Dalam perkara perceraian, mediasi ditempatkan sebagai forum untuk mempertimbangan kemungkinankemungkinan terjadinya ishlah diantara suami istri sehingga diharapkan
25
Suryadi, S.Ag., S.H., M.H, Wawancara Pribadi, 02 Oktober 2015.
26
Suryadi, S.Ag., S.H., M.H, Wawancara Pribadi, 02 Oktober 2015.
59
diperoleh suatu perubahan sikap di antara mereka dan perceraian sebagai alternative penyelesaian masalah rumah tangga dapat diurungkan.27 Tingkat keberhasilan juga didukung dari pihak keluarga yang memediasi para pihak diluar pengadilan seperti memediasi kembali di rumah kedua belah pihak.
Menegtahui keberhasilan mediasi pun dapat dilihat dari laporan
perbulan atau pertahun, biasanya yang menbuat laporan mediasi ada dimeja tiga. Jumlah mediasi diukur dari jumlah perkara perceraian yang dicabut.28 Dari indikasi tersebut untuk mengetahui presentase perkara yang berhasil di mediasi dalam satu tahun dapat menggunakan rumus sebagai berikut : Jumlah perkara yang dicabut x 100% Jumlah perkara yang putus Misalnya dari data yang didapat, jumlah perkara cerai gugat dan cerai talak yang putus di Pengadilan Agama Depok tahun 2014 adalah 2997 perkara, dan jumlah perceraian yang berhasil dicabut adalah 309 perkara.29 Maka presentasenya adalah : 309 _ x 100% = 10,31% 2997 Maka dapat diketahui bahwa perkara perceraian yang berhasil dimediasi di Pengadilan Agama Depok selama tahun 2014 adalah sebesar 10,31 % Dari semua perkara yang diputus.30
27
Suryadi, S.Ag., S.H., M.H, Wawancara Pribadi, 02 Oktober 2015.
28
Suryadi, S.Ag., S.H., M.H, Wawancara Pribadi, 02 Oktober 2015.
29
Suryadi, S.Ag., S.H., M.H, Wawancara Pribadi, 02 Oktober 2015.
60
Setelah diketahui nilai presentasi perkara yang berhasil dimediasi tersebut, maka dibandingkan dengan nilai presentase yang ada pada tahun-tahun sebelumnya, sehingga dapat diketahui grafik atau perbandingannya. Apabila presentasi nilai perkara yang berhasil di mediasi mempunyai hasil grafik yang lebih tinggi dari pada tahun-tahun sebelumnya, maka proses pelaksanaan mediasi dapat dikatakan berhasil, namun apabila sebaliknya, maka proses proses pelaksanaan mediasi tersebut tidak berhasil. 31 Dari banyaknya perkara yang masuk tahun ke Pengadilan Agama Depok di dominasi oleh perkara perceraian, dilihat dari jangka waktu 3 Tahun terakhir, yaitu pada tahun 2012, 2013, dan 2014 faktor penyebab tingginya angka perceraian dari tahun ketahun itu karena adanya gangguan dari pihak ketiga, ketidak harmonisan, ekonomi,
dan tidak adanya tanggung jawab
dalam berumah tangga. Empat faktor ini yang menjadi dominan alasan perceraian dari setiap perkara yang masuk di Pengadilan Agama Depok dapat dilihat di dalam laporan bulanan Pengadialn Agama Depok. Dari factor-faktor tersebut maka para mediator sering kali melakukan metode psikologi kepada para pihak yang bersangkutan.32 Keberhasilan mediasi dilihat dari beberapa faktor, diantaranya adalah karena adanya kemampuan mediator dalam kepiawaiannya menyelesaikan
30
Suryadi, S.Ag., S.H., M.H, Wawancara Pribadi, 02 Oktober 2015.
31
Suryadi, S.Ag., S.H., M.H, Wawancara Pribadi, 02 Oktober 2015.
32
Pengadilan Agama Depok, Laporan Mediasi Bulan Januari- Desember Tahun 2014. Sumber data diperoleh dari Panitra Muda Hukum, Ibu Ai Salamah.
61
masalah, I’tikad baik dari para pihak, dan karena masih adanya rasa cinta dan kasih sayang diantara keduanya. 33 Namun dalam penelitian dijelaskan oleh hakim di Pengadilan Agama Depok, tingkat keberhasilan mediasi tidak hanya karena berhasil yang artinya terjadinya perceraian, Karena kalaupun perceraian itu terjadi itu tetap dikatakan berhasil karena dilakukan dengan cara yang baik dengan adanya akibat perceraian atas kesepakatan bersama.34 Adapun factor-faktor pendukung yang mengakibatkan kebehasilannya dalam memediasi para pihak ataupun melakukan upaya perdamaian pada perkara perceraian, diantaranya adalah: a. Mediator yang professional, baik dari ilmu hukum, ilmu agama, ilmu komunikasi, ilmu psikologi dan sebagainya. b. Tempat dan situasi yang nyaman sehingga para pihak yang sedang di mediasi secara sosiologis lebih siap untuk di mediasi. c. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi kedua belah pihak untuk menyampaikan keinginan masing-masing. d. Waktunya harus khusus agar bisa lebih leluasa untuk bercerita tantang apa yang kedua belah pihak rasakan. e. Para pihak yang kooperatif dan mau untuk diajak bicara. f. Kelembagaan memberikan ruangan yang bebas untuk melakukan mediasi.
33
Pengadilan Agama Depok, Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian, 2012, 2013, 2014. Sumber data diperoleh dari Panitera Muda Hukum, Ibu Ai Salamah. 34
Suryadi, S.Ag., S.H., M.H, Wawancara Pribadi, 02 Oktober 2015.
62
Sedangkan factor yang menjadi penghambat sehingga mediasi menjadi gagal dan tidak berhasil,35 diantaranya: a. Masalah yang dihadapi sudah sangat rumit. b. Masing-masing kedua belah pihak dan keluarga tidak ada I’tikad baik untuk berdamai. c. Adanya ego masing-masing dari para pihak. d. Sarana prasarana yang kurang kondusif.
35
Suryadi, S.Ag., S.H., M.H, Wawancara Pribadi, 02 Oktober 2015.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah mengkaji dan memaparkan pembahasan skripsi tentang optimalisasi peranan mediator dalam rangka meminimalisir perceraian di Pengadilan Agama Depok, maka penulis dapat menyimpulkan : 1. Penerapan mediator dalam memaksimalkan mediasi tersebut dilakukan dengan berbagai macam cara, yaitu : a.
Memberikan nasihat kepada kedua belah pihak dengan dakwah dan dengan dalil-dalil yang ada di Al-Qur’an dan Hadits yang mengingatkan tentang ajaran-ajaran Islam.
b.
Mendalami persoalan yang sedang dirasakan oleh kedua belah pihak dengan melakukan pendalaman secara emosional kepada para pihak.
c.
Mencari jalan keluar untuk meyelesaikan masalah mereka agar perkara tidak sampai pada putusan hakim. upaya perdamaian bagi para pihak yang bersengketa di Pengadilan Agama
Depok telah dijalankan dengan baik oleh hakim mediator sesuai dengan PERMA No. 1 Tahun 2008, HIR, dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). yang bersifat mengikat mewajibkan para hakim untuk memediasi para pihak pada hari persidangan yang telah ditentukan.
63
64
2. Implementasi Mediasi di Pengadilan Agama Depok sudah menjalankan proses mediasi menurut PERMA No. 1 Tahun 2008 yang menjadi acuan dalam mengaplikasikan mediasi, walaupun mediasi tersebut belum membawa perubahan yang segnifikan. Tahapan - tahapan proses mediasi diantaranya: Sidang pra mediasi, Pelaksanaan mediasi, Laporan mediasi, Sidang lanjutan laporan mediasi. Implementasi sudah dikatakan baik apabila ada kerja sama antara para pihak yang berperkara atau antara suami istri tersebut mempunyai sifat kooperatif, adanya mediator yang professional, dan ruangan yang disedikan untuk mediasi memiliki fasilitas yang lengkap dalam artian para pihak yang berperkara dipastikan nyaman ketika melakukan mediasi. 3. Tingkat keberhasilan mediasi dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama sudah berjalan dengan efektif akan tetapi proses mediasi belum banyak mengalami perubahan yaitu mediator sudah melakukan tugasnya sesuai dengan Perma No. 1 Tahun 2008 akan tetapi disini para pihak itu sendiri yang mana jika ada pemanggilan mediasi salah satu pihak tersebut tidak hadir karena ada kesepakatan bersama, ini yang berpengaruh besar kegagalannya perdamaian diantara kedua belah pihak. Antara lain juga a. karena adanya pihak ketiga; b.
pertengkaran yang terus menerus;
c. masalah ekonomi; d. dan adanya perbedaan prinsip. Sehingga para pihak yang berperkara berfikir hanya perceraianlah satu-satunya jalan keluar.
65
Keberhasilan mediasi dilihat dari beberapa factor, diantaranya adalah; adanya kemampuan mediator dan kepiawaiannya menyelesaikan masalah, I’tikad baik dari para pihak, dan karena masih adanya rasa cinta dan kasih sayang diantara keduanya. Hakim Mediator di Pengadilan Agama menegaskan, bahwa sesungguhnya perceraian yang terjadi sebelum adanya mediasi berarti para pihak tersebut telah mempunyai kesepakatan bersama dengan adanya perceraian baik-baik. Indicator keberhasilan mediasi dapat dilihat dari bagaimana mediator itu sendiri dalam memediasi para pihak yang tentunya mediator tersebut sudah mempunyai ilmu komunikasi dan psikologis yang baik, adanya para pihak yang kooperatif, adanya rasa cinta kasih sayang yang masih mendalam, dan sarana prasarana yang kondusif untuk melakukan mediasi. B. Saran- saran Dari pemaparan diatas penulis akan memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Tugas Kementrian Agama yang membawahi Kantor Urusan Agama (KUA), Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4), sebagai mitra KUA agar lebih meninjau Kantor Urusan Agama yang belum mengadakan Kursus Calon Pengantin (SUSCATIN) sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh sebagian besar KUA yang berada di perkotaan, contohnya dikebanyakan pelosok desa banyak sekali KUA yang belum mengadakan pembinaan suscatin bagi para calon pengantin yang baru ingin membina rumah tangga. Akibatnya banyak perceraian di pelosok desa karena pengantin
66
laki-laki tidak bisa menghargai pengantin perempuan dan sebaliknya pengantin perempuan tidak bisa menghormati pengantin laki-laki sehingga hak dan kewajiban yang seharusnya mereka terima tidak mereka dapatkan sepenuhnya. 2. Kepada Pengadilan Agama Depok agar mengevaluasi tentang pelaksanaan mediasi dan teknis penyelesaian sengketa atau perselisihan ini telah berjalan, mencari
kekurangan
dan
mempebaikinya
kemudian
melaporkan
ke
Mahkamah Agung agar menjadi pengalaman dan mungkin menjadi acuan untuk meningkatkan mediasi di Pengadilan Agama lain. 3. Untuk para hakim yang ditunjuk sebagai mediator, hendaknya mencari cara dalam upaya penyelesaian sengketa atau perselisihan yang lebih efektif yang dianggap relevan dan mampu memberikan solusi bagi para pihak yang berperkara dan pihak yang mencari keadilan khususnya perkara perceraian, sesuai dengan harapan masyarakat. 4. Untuk segenap civitas akademika UIN Syarif Hidayatulla Jakarta, Khususnya Fakultas Syari’ah dan Hukum agar lebih mengkaji lagi mengenai penyelesaian melalui Mediasi karena dikemudian hari itu merupakan tantangan bagi mahasiswa dan mahasiswi yang ingin berprofesi sebagai hakim atau yang ingin menjadi mediator.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
70