Operasi : Hantu Hutan Personil : Agen Ahmad, Agen Yanto dan Agen Udin Tujuan : Menyelamatkan Agen Ismail
"Apa disini ada pocong?" Tanya Yanto, dia terangi jalan setapak di depan kami "Kenapa kalau ada?" Udin menerangi pohon-pohon di kiri kanan memastikan tidak ada ular atau binatang lain yang berbahaya "Gue denger disini pernah ada orang gantung diri, gimana kalau dia muncul di depan kita, hah?" "Sepuluh tahun lu jadi tentara belajar apa sih? Mending ketemu hantu daripada orang" Ya Udin benar, dalam misi malam hari lebih baik bertemu makhluk halus, karena jika bertemu dengan orang, aku tidak tahu apakah dia bersenjata tapi yang jelas belum ada kasus prajurit gugur karena ditembak tuyul di hutan. Setelah dua jam kami sampai di atas kordinat yang ditentukan, aku memastikan tidak ada yang mengikuti baik orang atau binatang. Jam menunjukkan pukul 1 pagi, terdengar bunyi pesawat terbang diatas kami sesuai jadwal, beberapa detik kemudian terdengar suara benda jatuh sekitar 200 meter dari kami, itu adalah kotak berisi senjata dan perlengkapan menyusup yang dikirimkan pusat melalui udara, alasan kami tidak membawanya dari awal karena dapat menarik perhatian warga sipil di tempat penginapan. "cek Yanto" Ucapnya melalui alat komunikasi di leher "cek Udin" "cek Ahmad" Alat komunikasi bagus, kemudian kami memeriksa semua senjata, Yanto memegang Colt M4, Udin memegang SR-3 dan aku memegang DTA SRS, untuk penglihatan kami gunakan night goggles, terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah rompi anti peluru dan helm.
2
"Oke dengarkan! Di depan sana area misi, kita mendapatkan perintah bebas menembak semua orang yang ada di dalamnya, buka mata lebar-lebar dan tutup mulut kalian rapat-rapat, gunakan komunikasi untuk omongan penting, jika ingin menembak, pastikan tidak meleset atau target kalian akan berteriak dan menggagalkan misi, ini peta penyerangannya" Aku dan Yanto menyimak peta yang diterangkan Udin dengan serius agar tidak ada kesalahan. Setelah selesai kami bentuk lingkaran saling merangkul, berdoa kepada Tuhan meminta kemudahan dan apabila gugur malam ini agar dibukakan pintu surgaNya. "Satu.. dua... tiga" Kami bertiga melepaskan tembakan, tiga penjaga tumbang dari jembatan, mayat mereka terbawa arus sungai. Udin memimpin penyebrangan sambil menunduk, truk besar didepan terlihat lebih menggoda dibanding wanita seksi sekalipun yang membuat kami secara insting bergerak kesana sambil memastikan tidak ada yang melihat kami, sesampainya disana, Udin mengepalkan tangan keatas sambil menengok ke sisi lain truk, dia mengayunkan telunjuk dan jari tengahnya, Yanto berlari nunduk ke balik mini bus hitam di seberang sana, beberapa saat kemudian, dia kembali mengayunkan telunjuknya, tapi baru dua langkah aku berjalan, Udin menahan perutku, dia mengeluarkan ketapel, meluncurkan batu ke atas dan melambung ke balik truk, Udin maju ketika terdengar suara pecahan kaca, dia kembali sambil menyeret badan penjaga yang sudah tak bergerak, terdapat luka tusuk di lehernya. "Yanto kau pimpin" Udin terus menyeret korbannya menuju sungai. Kami berdua meneruskan maju dan bersembunyi di semak-semak, 3
terlihat satu penjaga di atas menara sedang merokok, senapan AK-47 ditentengnya, senjata yang salah untuk posisi pengintai, Yanto membidiknya, pelatuk ditekan, penjaga itu tumbang. Itu peluru terakhir di dalam senapannya, ketika dia mengisi ulang, satu penjaga terlihat keluar dari tangga, dia hendak menuju radio di samping mayat temannya, dengan segera ku bidik kepalanya dan menekan pelatuk, dia tumbang tepat diatas temannya, Yanto menempuk pundak ku dua kali sambil tersenyum. *GUK! GUK! GUK! Sial, satu orang keluar dari pos jaga, setelah menyenter sekeliling, dia lepaskan rantai anjing itu dan mengikutinya, dari balik batu tempat kami bersembunyi ku siapkan pistol untuk membunuh keduanya, tiba-tiba suasana kembali sepi, ketika ku intip, mereka sudah mati, ternyata Udin yang menembaknya dari jauh, dia kembali bergabung dalam formasi. Jauh di depan datang dua orang, satu memegang senter dan satu lagi menenteng laras panjang, Yanto tembak ranting pohon di sampingnya, mereka menoleh dan memeriksa ranting yang jatuh itu sementara aku dan Udin memindahkan kedua mayat dari tengah jalanan dan Yanto berlari ke dalam pos jaga. Setelah selesai kami berdua menunggu di seberang pos untuk menambah elemen kejutan. Dengan pistol silencednya Yanto menembak orang yang membuka pintu pos, ketika temannya menoleh ke belakang, kepalanya ditembak Udin dari semak-semak, setelah ku lihat kiri kanan tidak ada orang lain, kami menyebrang jalan dan menumpuk kedua jasad di dalam pos. Dari jauh terlihat cahaya lampu sen mobil, Udin menyebrang dan bersembunyi di balik pohon, aku keluar menutup portal jalan kemudian menunggu di balik tembok, sementara itu di dalam pos, Yanto bersiap menembak. 4
Mobil berhenti, klakson dibunyikan, kaca depan mobil dibuka, orang yang di dalam berteriak minta portal diangkat, setelah itu kami bertiga melepaskan tembakan, klakson kembali berbunyi akibat kepala supir yang menindih setir, Udin masuk ke mobil dan memakirkannya di belakang pos. Setelah melewati dua pos lain kami sampai di balik pagar seng yang membatasi antara bukit ini dengan rumah yang ada di bawah sana, Yanto mengawasi dari atas, aku dan Udin turun menuju pintu depan, ku keluarkan tongkat spy camera, melalui benda menyerupai tongsis itu aku melihat ada satu orang menyender di dinding, disamping kanannya ada jalan menuju koridor, Udin tempelkan bom pintu, setelah siap, dia tekan detonator kemudian masuk dan menembaki orang yang di dinding. "POLISI!!" Teriak orang dari dalam rumah Aku masuk, berdiri di samping kanan Udin, moncong senjata kuarahkan ke depan bersiap menembak orang yang muncul dari koridor, kami menunggu beberapa saat, tidak ada yang datang, aku maju perlahan, di setiap langkah ku belokkan badan lima derajat ke kiri siap menembak, terlihat satu orang mendekat, ku tembak dia, koridor berhasil di bersihkan. Ku berikan isyarat maju pada Udin, dia bergerak di sisi kanan koridor, setelah sampai di ujung, dia bergeser ke kiri perlahan, selangkah demi selangkah ia putar badannya dua derajat ke kanan, satu tembakan, dua tembakan, dan akhirnya tidak ada lagi musuh, ia berikan isyarat maju, ku balikkan badan ke belakang dan berjalan mundur mendekatinya sambil mengawasi arah kita masuk. Ada dua pintu, kami intip kedua ruangan itu melalui tongkat spy glass, aku tidak melihat siapapun, sebaliknya Udin, dia menganggukkan kepala, kita berdua bersender di sisi kanan 5
kiri pintu, Udin layangkan kaki kirinya ke belakang untuk menendang pintu, setelah terbuka ku lemparkan granat kejut, setelah meledak dia masuk ke dalam, kami tembaki semuanya, Agen Ismail terikat di kursi, badannya penuh luka sayatan dan matanya lebam, mulutnya tersumpal kain. "YANTO! KAMI DAPATKAN ISMAIL!" Teriak Udin melalui Walky talkie "Bawa keluar, kendaraan dalam perjalanan" Kami berjaga di sekitar rumah, lima menit kemudian datanglah mobil hitam besar dibawakan Yanto, Udin kembali ke rumah lalu memapah Ismail menuju mobil, aku bukakan pintu belakang, dia didudukkan di bangku kanan. "Tolong..bawakan bonekanya..." Ucapnya sambil merintih "Boneka apa?" Tanya Yanto "Untuk putri ku.. ada di dalam.. dinosaurus.." "Ahmad! Cepat ambilkan!" Perintah Yanto Aku tinggalkan tas dan senjata di dalam mobil lalu berlari ke dalam rumah, bonekanya ada di samping kursi tempat Ismail diikat, sudah terkena darah dan rusak, di badannya ada tulisan 'happy birthday'. "Ahmad!! Cepat!!" *BUUUUUUM!!! Terdengar bunyi ledakan besar dari halaman, aku berlari menuju pintu keluar, mobil hitam itu sudah hancur, Ismail dan yang lainnya meninggal di dalamnya, misi gagal, tidak ada asap bekas bazoka atau misil, pasti akibat bom tempel, diledakkan dari detonator jarak jauh. "Pusat, kode 863, kode 863" Ucap ku melalui radio komunikasi, sepuluh menit kemudian datang helikopter TNI, sebagian tentara mengamankan parameter rumah 6
sementara sisanya memadamkan api, aku tidak bisa lagi mengenali mereka. Mobil polisi datang menjemput, dalam perjalanan keluar hutan kami berpapasan dengan banyak mobil stasiun televisi, setelah sampai di jalan raya aku diturunkan di parkiran warung makan, di sebelah mobil ada minibus putih, pintunya terbuka setelah kaca jendela ku diturunkan, keluar orang berjaket dan celana jeans serba hitam, dia Agen Ucok. "Kenapa gue dibawa keluar?" Tanya ku di dalam minibus yang sedang melaju, aku heran kenapa pusat tidak mengizinkan ku kembali ke markas bersama tentara lain. "Gak ada yang boleh tahu lu masih hidup" Jawabnya sambil menatap ku melalui cermin depan "Maksudnya?" "Kalau publik tahu lu satu-satunya orang yang selamat, Oktopus bisa ngirim orang untuk hancurin hidup lu dan keluarga lu, sekarang semua data misi lu hari ini sudah dihapus, gak ada yang tahu lu pernah di sana kecuali kita, sekarang lu punya misi baru, ada pengedar narkoba yang lagi butuh anak buah, lu harus kerja di bawah perintah dia, begitu lu masuk ke gengnya, dia akan ngasih tahu bosnya di penjara kalau lu anak buahnya" "Terus?" "Lu akan ditangkap, di penjara bosnya akan nyamperin lu, bunuh dia dan misi selesai" "Taktik magnet?" "Taktik magnet" "Mama lihat aku tahan nafas!!" Teriak anak kecil dari kolam renang kepada ibunya yang sedang mengobrol dengan teman-temannya di tepian, dia anaknya Agen Ismail, butuh 7
waktu berbulan-bulan untuk istrinya agar bisa membawa putrinya keluar dari kamar dan kembali bermain. Ku selipkan mainan dinosaurus titipan ayahnya ke dalam tas pink miliknya kemudian pergi meninggalkan lokasi. "Oit! Naik!" Teriak Upay dari dalam sedan merah yang dikendarainya, musik hiphop yang diputarnya terdengar hingga ke seberang jalan tempat ku berdiri, sebelum menyebrang, ku pandangi kolam renang tempat mereka bermain untuk memastikan tidak ada orang yang mencurigakan. "Hari ini lu yang ngantar" Ucapnya sambil mengangguk anggukan kepala menyesuaikan irama beat yang keluar dari sound system. Di dalam gedung parkiran, Upay menyerahkan tas jinjing hijau, aku keluar, menuju truk putih yang parkir di pojokan, saat sudah dekat, pintu belakangnya dibuka dari dalam, ada empat orang di sana, salah satunya turun lalu masuk ke mobil Upay, setelah mereka berdua pergi aku naiki truk itu, pintu belakang kembali ditutup, mesin truk dinyalakan, kami berangkat menuju tempat yang telah disepakati. Upay sudah memiliki sandera, jika mereka bertindak bodoh seperti merampas heroinnya dan membunuh ku, dia akan membunuh orang yang tadi masuk ke mobilnya dan memburu sisanya, dia tidak peduli dengan ku, dia hanya ingin barangnya kembali dalam bentuk semula atau uang. "Sudah sampai!!" Teriak si supir Ketiga orang ini langsung berdiri menghalangi ku yang ingin turun, dua diantaranya mengeluarkan pistol dan mengarahkannya ke depan. Sepertinya aku terlalu percaya diri bisa keluar dari sini hidup-hidup. "Serahin itu" Ucap orang yang ditengah
8
"Ini buat bos lu, mana dia?" "Udah sini serahin!" Dengan tangan kiri ku rebut pistol dari tangannya sementara lengan kanan ku menebas tangan orang satu lagi yang memegang pistol, dia tekan pelatuk, masuk sinar matahari dari atap truk yang bolong terkena tiga peluru, ku tembaki semuanya, peluru ku habis, sementara itu terdengar bunyi pintu dibuka paksa dari luar, ku ambil pistol yang tergeletak disamping salah satu mayat, juga tidak ada peluru. Pintu terbuka, ku pecahkan piring yang diambil dari kardus lalu melemparkannya seperti bumerang ke orang yang berusaha naik, dia pegangi lehernya yang memuncratkan darah, aku melompat turun dan mengambil tongkat kayu yang dijatuhkannya lalu memukulkannya ke orang di belakangnya. *DUAR!! Kaca cermin di sebelah kanan ku pecah, ku dekati orang yang sedang mengisi peluru revolvernya, dia panik, tangannya gemetar, ku pukul kepalanya kemudian mengambil senjatanya yang jatuh, aku berbalik, menembak orang yang mendekat, di belakangnya ada yang memegang shotgun, aku berlindung di balik dinding sambil menunduk. *DUM! *DUM! *DUM! *DUM! *DUAR!! Dia tertimpa lampu gantung yang copot karena terkena satu tembakan dari revolver ku, dadanya berdarah terhunus tongkat besi, aku langsung berdiri dan mengarahkan pistol 9
ke sekeliling ruangan, setelah aman ku masukkan pistol ke belakang celana kemudian pergi mencari uang yang sudah mereka siapkan. "Halo?" Upay menjawab telepon ku "Kacau disini, tapi gue dapat uangnya" "Barangnya?" "Masih ada" *DUAR!! Terdengar bunyi tembakan sebelum sambungan ditutup. "UNTUK SOFYAN!!" Sorak Upay sambil mengangkat gelas ke atas diikuti semua anak buahnya, tangan mereka sangat sibuk, yang kanan memegang botol minuman dan yang kiri merangkul wanita penghibur, suasana di kamar hotel ini semakin ramai setiap jamnya. "Kerja bagus, gue salut sama lu, Sofyan" "Terimakasih bang" Kita tabrakan gelas kecil berisi alkohol "Sekarang Hasnafi udah kenal lu, kalau lu ditahan polisi, jangan khawatir, lu aman kalau sama dia, gak ada yang berani sama lu, ngerti?" "Ngerti bang" "Jadi kalau gue nyuruh lu, apapun itu, jangan takut ketangkep, paham?" "Paham" "Orang kaya lu itu jarang, kalau orang lain yang gue suruh tadi pagi, udah hilang barang gue dan udah jadi mayat dia sekarang, sebagai ucapan terimakasih, nih uang sepuluh juta untuk lu, hitung dulu sana" Sementara Upay dan para anak buahnya menikmati malam dalam pengaruh alkohol dan sentuhan halus PSK, aku duduk 10
di pojok ruangan menyeruput secangkir kopi. Dalam sudut gelap ini ku nikmati kemenangan kecil yang tidak mereka sadari, aku sudah dikenalkan dengan Hasnafi, bosnya Upay yang mendekam di penjara. Jika aku ditangkap, dia akan memastikan aku ditahan di dekat selnya, saat itu lah aku punya kesempatan untuk membunuhnya, bila misi ini berhasil, perdagangan narkoba di Jabodetabek akan berhenti, setidaknya untuk sementara waktu, cukup untuk menyelamatkan banyak generasi muda. Pasti akan ada yang menggantikan Hasnafi, dan pasti akan ada agen UDARA yang menggantikan ku untuk menghabisinya, perang ini tidak akan berakhir. Orang-orang seperti ku harus membayar mahal dengan nyawa, keluarga dan kehidupan, aku bahkan hampir lupa siapa nama asli ku. Bagaimana dengan Upay? Dia sudah tidak berguna lagi, di bangku empuk ini ku aduk kopi searah jarum jam untuk menghitung mundur datangnya pasukan khusus BNN yang akan mengetuk pintu kamar dan menembak mati mereka semua.
11