ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
1
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Pesan Dari Penulis Sekaligus Penerbit Buku Ini
tidak baik. Saya mensugesti diri bahwa untuk memiliki buku ini, anda akan membelinya kepada saya. Dengan pikiran positif dan sugesti yang baik itu, saya harap menimbulkan imbas positif pula pada saya dan buku ini nantinya dan tentunya kepada anda sebagai pembaca yang bijaksana! Buku ini diterbitkan secara Indie, oleh sebab itu, kesalahan umum yang sering terjadi di penerbitan Indie sangat mungkin terjadi dalam Buku ini ; misalnya Typhography, salah ejaan, tanda baca, dsb. Saya mengharapkan kesalahan-kesalahan itu tak mengurangi esensi cerita dan tidak mengurangi daya serap anda pada isi cerita. Jika anda mendapatkan manfaat dari buku ini, maka jangan raguragu mengirimkan testimoni ke email
[email protected] atau mengirimkan pesan ke blog : www.cmiph.wordpress.com. Saya akan senang sekali menanggapi pesan anda. Demikian sebaliknya, jika ingin memberi kritik, jangan ragu mengirimkan kritikan anda ke email dan blog di atas. saya dengan senang hati akan menerima kritikan anda. Akhirnya saya berharap buku ini dapat bermanfaat dan tersebar lebih luas lagi!
Sebelum anda melanjutkan ke halaman berikutnya, sudilah anda untuk membaca beberapa bait kalimat dari saya ini. Saya ingin mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada anda karena telah bersedia membeli kemudian membaca buku karangan dan terbitan saya ini. Kesediaan anda untuk membeli dan membaca itulah yang menjamin kelangsungan karya-karya saya yang lain. Serta dari kesediaan anda inilah (salah satunya) semangat saya akan terus bertumbuh. Buku Elektronik ini dibanderol dengan harga Rp. 32.500 (Tiga Puluh Dua Ribu Lima Ratus Rupiah) sesuai harga produksi jika dicetak dalam bentuk hardcopy. Sementara versi Hardcopy-nya dijual dengan harga Rp. Rp. 55.000 (dimana saya mengambil untung Rp. 22.500 setiap buku dari harga cetak Rp. 32.500). Anda perlu mengetahui mengapa sebuah Ebook dibanderol dengan harga seperti itu. Tentu saya ingin membuat buku ini lebih murah. Tetapi setelah berdiskusi dengan beberapa orang, mereka memberi pandangan seperti ini : “Buku tidak hanya dinilai dari fisiknya saja, tapi juga bisa dinilai sebagai sebuah karya. Membuat buku membutuhkan konsentrasi dan kerja keras” Saya pikir argumentasi mereka benar. Saya telah membuat buku ini dengan susah payah dan dalam waktu yang lama. Saya menghabiskan banyak waktu, menguras pikiran dan mengeluarkan biaya pribadi untuk buku ini. Oleh sebab itulah saya setuju dengan saran mereka. Disamping secara nyata saya membutuhkan pemasukan untuk meneruskan hidup. Saya pikir hanya menulis dan membuat buku inilah yang saya geluti sekarang. Buku ini tidak ber-ISBN (International Serial Book Number) dan tidak terdaftar dalam KDT (katalog dalam terbitan). Hingga secara hukum sebenarnya posisi saya selaku penerbit dan penulisnya cukup lemah. Buku ini sangat rentan pembajakan dan atau penyebarluasan tak bertanggungjawab. Saya mencoba berpikir positif menanggapi kelemahan tersebut. Saya menganggap anda semua sebagai pembaca yang baik dan bertanggungjawab yang tidak akan menyebarkan tulisan ini untuk tujuan
Salam dari saya ; Nurul Amin Selamat Membaca! Note : Informasi tentang Order Buku Elektronik, silahkan menghubungi email dan blog di atas atau kontak penulis di halaman paling belakang buku ini. Saya akan menanggapinya sesegera mungkin! Transfer Pembayaran bisa di alamatkan ke No.Rek BRI : 0987 – 01 – 001662 – 50 – 4 Atas Nama Nurul Amin Konfirmasikan diri anda sebelum dan sesudah transfer agar order Buku Elektronik Anda segera di proses. Anda juga bisa memberi donasi tak mengikat berapapun ke Rekening di atas untuk membantu penerbitan ini terus berjalan.
2
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
ONTHELKU
ONTHELKU
CHAPTER 1 : JOGJA – JOMBANG
oleh Nurul Amin Copyright © 2013 by Nurul Amin
CHAPTER 1 : JOGJA – JOMBANG
Editing, Cover Design, Lay Out, Credit Photo : Nurul Amin
Hak cipta dilindungi undang-undang All rights reserved
Cetakan pertama, April 2013
NURUL AMIN
Diterbitkan oleh Chelonia Mydas Indie Publishing House e-mail :
[email protected] www.cmiph.wordpress.com
Dimensi : 148 mm x 210 mm x 2 mm Desain sampul: Nurul Amin ISBN/KDT : TIDAK ADA ISBN/KDT
Jika anda melakukan plagiasi dan melakukan penyebaran naskah ini tanpa ijin berarti anda telah melanggar UU tentang Hak Cipta dan Hak Kekayaan Intelektual.
CHELONIA MYDAS INDIE PUBLISHING HOUSE
© Hak Cipta Dilindungi oleh Undang-undang All Rights Reserved
APRIL 2013
3
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
DAFTAR ISI
PINTU GERBANG
Pesan dari Penulis Sekaligus Penerbit Buku ini ---- 2
Sebuah petualangan tidak hanya memberi tantangan adrenalin. Lebih jauh, didalamnya terdapat nilai-nilai filosofis dari berbagai
PINTU GERBANG ----- 4
sisi
DAFTAR ISI ----- 4
kehidupan,
humanisme,
moralitas,
budaya,
spiritual,
kebangsaan, psikologis, persahabatan, persaudaraan, keberagaman,
UCAPAN TERIMA KASIH ----- 6
sejarah, dan lain-lain.
PROLOG ----- 8 MALAM PELEPASAN ----- 13
Dengan berjalan jauh dari zona nyaman, menyusuri jalan-jalan yang belum pernah dilewati, bertemu dengan orang-orang baru
TESTIMONI SOBAT-SOBIT ----- 17
yang belum pernah dikenal sebelumnya. Mengunjungi tempat-
YOGYAKARTA ----- 24 Selamat Jalan Jogja ----- 24
tempat baru yang belum pernah diinjak sebelumnya. Melihat
KLATEN – SOLO ----- 30
masyarakat berinteraksi, melihat bagaimana kebudayaan berproses secara alami. Melihat bagaimana alam membentuk dirinya sendiri.
Jalan Lingkar Luar Klaten ----- 30
Kita akan mendapatkan gambaran baru, pandangan baru yang
Di Sebuah Pondok Bekas di Tepi Jalan ----- 33
menyempit atau yang meluas tentang bagaimana kehidupan ini
Pura-pura Buka Puasa di Angkringan ----- 36
secara umum dan lebih terbuka.
Gesekan yang Kurang Menyenangkan ----- 39 KABUPATEN SRAGEN ----- 41
Nilai-nilai dan pemahaman ini hanya akan didapatkan oleh orang-orang yang berusaha mencarinya. Dia akan terekam dialam
Nasehat Bapak Tua ----- 41
bawah sadar maupun sadar sebagai suatu pengetahuan yang sangat
Pijat (Bukan) Plus-Plus ----- 45
berharga. Wawasan pengalaman yang tak bisa ditukar atau
Pak Polisi dan Surat Jalan ----- 52
didapatkan seutuhnya tanpa mengalami langsung setiap prosesnya
Alun-Alun Sragen ----- 57 Cek Up Kesehatan, Petugas Posko yang Ramah ----- 61 KABUPATEN NGAWI ----- 67
Yogyakarta, 16 Oktober 2011
4
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Gerbang Perbatasan Jawa Timur dan Anak Muda Wonosobo ----- 67
Dinosaurus di Kertosono ----- 96
Jalan Yang Lebar dan Mulus di Perbatasan Jawa Timur ----- 71
Lampu merah Kertosono-Jombang ----- 97
Hutan Jati Meranggas, Akasia Kurus, Mahoni yang Rimbun ----- 72
KABUPATEN JOMBANG ----- 99
Pesantren Putri Gontor ---- 73
Pasar Souvenir Di Gerbang Jombang ----- 99
Belum Ada Peta ----- 73
Jalur Satu Arah ----- 100
Ingin Makan Jeruk Bali ----- 74
Suasana Religi di Jombang ----- 100
Pabrik Jagung ----- 74
Pabrik Gula dan Aroma Limbah? ----- 101
Museum Trinil ----- 75
Pasar Malam Mojoagung ----- 103
Pasar Hewan Dan Burung Di Sambirejo ----- 75
Alun-Alun Mojoagung ----- 109
Kota Ngawi, Kota Ramah Untuk Bikers ----- 76
EPILOG ----- 114
Ku Kira Batuan Sedimen! ----- 77
Kenal Lebih Dekat dengan Penulis ----- 115
Sawah dan Gunungan Batang Padi ----- 78 Stand Fatigon Pom Bensin Padas ----- 80 Suara Tadarus Dan Salawat Bersahutan ----- 82 KABUPATEN MADIUN ----- 84 Pagi di POM Bensin Moneng ; Anak-anak Saradan ----- 84 Jalur Tengkorak ----- 87 KABUPATEN NGANJUK ----- 90 Nganjuk Kota Adipura ----- 90 Bawang Merah ----- 92 Nasi Rawon ----- 92 Rombongan Bule dari Jogja Mau ke Bromo ----- 94
5
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
UCAPAN TERIMA KASIH
Hefri M, Edson De Sousa, Oktaviana Puja dan semua teman-teman yang ada saat saya tiba di UPN tanggal 19 September 2011 serta segenap KM TL UPN yang mendoakan Estee Nirmala (Alm) dan Mbak Siska di Surabaya, Posko
Terima Kasih yang dalam kuucapkan kepada :
Mudik di Sragen dan segenap petugasnya, Pak Tumiyo di desa Allah
S.W.T
yang
telah
memberiku
segalanya
untuk
Bejijong-Trowulan, Arek Mojokerto (Embah dkk), Arek Bangil
merealisasikan rencana saya hingga terlaksana sampai akhir
(Yudi & Ita), Arek Asembagus Danu dkk), Agus di Pasir Putih, Ibu
Kak Nur Asiah dan semua keluargaku di Jambi yang memberi
yang baik di Randu Pitu-Probolinggo, Ibu penjual nasi Djinggo di
dukungan dan kepercayaan sepenuhnya
Legian-Bali, Bapak
Theresia Vika Ayu yang mendukung rencanaku dari awal, dan
(perbatasan Jateng), Pak Ponari di Mojosari, Pak Kapten KM
mau mendengarkan cerita-cerita panjang yang tidak penting Kak
Sandra
Widjaya
yang
membantuku
di Angkringan desa Biting-Ponorogo
Putri Yasmin di Padang Bai-Bali, Bapak di pasar Nglangon-
mempercepat
Sragen, Pak Sei dan Pak Rendi di Pos Waru III TN Baluran, Pak
penyelesaian buku ini
Ustadz di Koto Tano-Sumbawa, Bapak tempat titip sepeda di Utan
Rocky Reza Moniaga, M.Syaifullah Nidzar, Haris Fn, Ivan
Rhee-Sumbawa, Aminuddin Sekeluarga di Dompu-Sumbawa, Pak
Bukit, dan Robert Ekananda teman yang memberi support mental
Hamid Karbala (orang Martapura) di Bangil, dan semua orang
paling OK
yang telah membantu selama dalam perjalanan (Doa, bantuan
Dyah Esminarni, Erik Debeturu, Ade Kurniawan, Charles,
langsung, traktiran, motivasi, cerita-cerita dan saran-saran).
Jenryani, Ronald Malute, Catur Rafia Chandra, Bill Glen, dan
Polsek Sragen yang mengeluarkan surat jalan, Polsek
semua yang ikut kumpul di Goeboex Coffee Yogyakarta tanggal 24
Sumaroto-Ponorogo, dan Seluruh Polsek, Polres, Polda di
Agustus 2011 serta segenap Angkot (angkatan kosong toejoeh)
sepanjang
yang mendukung dalam doa
memperpanjang cap surat jalan saya, serta nasehat dan bantuan
Shaugi, Rizki 07, Febri Wijaya, Aryanto, M. Aryo B. Mustopo,
lainnya.
Shahreza Sasmita, Lilis Lestari, Thaufan Bayu, Wendy Kurniawan,
6
jalur
Yogyakarta-Sumbawa
yang
membantu
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Seluruh jaringan Pom bensin Pertamina di sepanjang jalur Yogyakarta-Sumbawa (Utan Rhee) yang sangat membantu, terutama untuk mandi, sholat, bersantai sejenak dan istirahat malam. Meli dan Eci (Spg Fatigon Spirit) di Padas, Pak Polisi di Paiton, Reni Johan, Sarah (England), Frida Dini, Ayi ABK KM Putri Yasmin, Em (Australia), Brooke (Australia), Asep M (Musafirin) di Tm Bungkul, Sumadi M2 Net Nganjuk, Enchin N Rizal KIS Tang-Sel Ciputat, Anif-Tri Laela-Endro Wahyu-Abdoel Jajak (Anak-anak Pati) di Wonogiri, Ulil Albab (Kliring Mag), Japri Usman, Wulan Maharani, M. Sanstra Nidjar, Rika Susanti TL 10, Guruh Saputra, Jefri Sanan, Memey-Jeffry-Joe-ZulhamOdie (Anak-anak IKAPEMTA), Anak Agung Ega Swardhani, Fuady Fahmi Wijaya, Doddy UGD (Babe) dan semua teman-teman yang menulis
testimoni
hingga
memberi
Onthelku di sebuah desa terakhir sebelum memasuki Taman Nasional
dukungan untuk
Baluran – Jawa Timur
penyelesaian buku ini. Koran Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, Majalah Info Kampus UPN “Veteran” Yogyakarta, dan Kliring Magazine (Badan penerbitan dan Pers Mahasiswa) Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Yogyakarta yang telah mendokumentasikan perjalanan dan memuat tulisanku dalam bentuk berita. Semua orang yang memberi dukungan dalam bentuk apapun, yang terlupakan atau belum sempat kusebutkan diatas.
7
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
PROLOG
Lek Misri ini bicaranya dibuat berwibawa sehingga orang sekampung sudah tahu gaya bicaranya itu. Dia menanggapi cerita ku dan orang-orang yang bercerita tentang perjalanan itu. ―Kamu termasuk nekad juga‖ Katanya memulai pembicaraan.
Tanggal 04-09 September 2010 aku pulang ke Jambi
―Dulu mertuanya Lek Makruf (Bapaknya Kepala Desa yang
menggunakan Vespa Butut keluaran tahun 1979. Kondisinya
sekarang ‗tahun 2010‘) itu malah pake sepeda dari Ponorogo ke
menurut orang-orang tidak layak untuk menempuh perjalanan jauh.
tempat menantunya‖ Lanjutnya dengan santai. ―Hi –ih lih, padahal umurnya sudah tuha banar (iya, padahal
Tapi nyatanya dalam waktu 5 hari 4 malam berhasil mencapai
usianya sudah tua betul)‖ kata Busu Husni menanggapi
kampung halaman, Parit Antara dusun Setia Budi, Kecamatan
―Lha iya, mungkin sudah 70-an tahun waktu itu‖ Jawab Lek
Mendahara Ulu. Tanggal 23-28 bulan dan tahun yang sama, saya kembali ke Jogja dengan kendaraan yang sama.
Misri.
Cerita kepulangan dengan Vespa begitu panjang. Saat itu
Aku
menyimak
pembicaraan
itu.
Dalam
hati
aku
lebaran Idul Fitri, setiap tetangga yang datang selalu menanyakan
menyimpannya. Dari kata-kata itu, secara tidak langsung saya
tentang perjalananku dengan Vespa itu, lalu mereka melihat-lihat
dikalahkan oleh orang tua. Jiwa mudaku tidak terima.
Vespa. Mereka geleng-geleng kepala sambil tersebyum simpul, dan
―Berapa hari lek?‖ tanyaku singkat.
aku senang melihat ekspresi itu.
―Berapa hari ya? Mungkin sekitar tiga puluhan hari apa ya? Aku sudah agak lupa juga ceritanya‖ Jawab Lek Misri sekenanya.
Suatu hari Pak Kepala Dusun, Lek Misri namanya (Lek atau lelek, kata awal sapaan untuk orang Jawa di kampungku)
Disitulah pertama kali muncul niatku untuk bersepeda, atau
berkunjung ke rumah bersama saudara jauhku dari kampung
berbuat lebih lagi daripada naik kendaraan bermotor atau Vespa.
seberang, Bang Idar dari Parit Alamsyah dan seorang tetangga
Dari lanjutan ceritanya, aku mendengar bahwa mertuanya Pak
sekampung Busu Husni.
Makruf itu malah melanjutkan perjalanan ke Tembilahan, Riau setelah dari rumah menantunya itu. Dia pergi ke rumah anaknya yang lain.
8
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Kabarnya, suatu ketika ada orang yang kasihan pada Pak Tua
Pertengahan bulan Juli 2011 aku dihadapkan pada banyak
itu, orang tersebut bermaksud menebus sepeda mertuanya Pak
kegalauan. Maklum aku anak muda normal seperti yang lainnya,
Makruf, lalu diganti dengan tiket pulang ke Ponorogo sekaligus
jadi
semua biaya yang lainnya. Maksudnya agar Pak Tua itu tidak usah
komputerku rusak parah dan tak mungkin diperbaiki lagi dengan
capek-capek mengayuh sepeda dari Sumatera ke Ponorogo lagi
uang yang ada, lalu Vespa juga terus bertingkah dan sangat rewel
untuk pulang, lagipula umurnya sudah sangat tua.
hingga membuatku hampir stress.
kegalauan juga bisa datang menghampiri. Bulan Juli itu
Tentu siapa saja akan kasihan melihat orang setua itu
Bisnis batik online juga tidak berjalan lancar dan usaha-usaha
mengayuh sepeda ribuan kilometer. Tapi Pak Tua tetap kukuh
mencari uang lainnya seperti membuat kaos dan sebagainya tidak
pendiriannya, dia tetap pulang dengan sepedanya, Sepeda onta
berjalan. Kondisi di kampus juga tidak menyenangkan lagi karena
yang uzurnya hampir sama dengan dirinya.
aku baru saja menyelesaikan masa bakti di Dewan Perwakilan
Pulang kembali ke Yogyakarta aku membawa banyak cerita
Mahasiswa UPN dan sekarang sudah bebas tugas.
lucu dan seru tentang pulang ke Jambi dengan Vespa, yang sampai
Aku bingung akan berbuat apa. Biasanya ada saja kesibukan,
sekarang masih bisa membayang jika kurenungkan. Sementara niat
tapi kini aku nonjob1, badanku meronta untuk disibukkan lagi, tapi
untuk bertualang dengan Vespa atau dengan kendaraan lain
tidak ada alasan kuat yang menggerakkan. Aku tidak ingin makan
tersimpan dalam lemari ingatan yang berdebu.
tidur terus. Aku pusing saat itu.
Aku tidak segera merealisasikan niat itu karena disibukkan
Disaat itulah muncul lagi niat yang setahun lamanya
dengan urusan kampus dan organisasi kampus. Aku masih bermain
terpendam. Awalnya hanya sekecil butir pasir dan tidak terasa
dan jalan-jalan dengan Vespa kesayangan setiap ada waktu. Dan
seperti lintasan angin sepoy-sepoy yang mengibas wajah. Aku
niat untuk bertualang lebih gila lagi daripada ber-Vespa tidak
bahkan tidak merasakan dorongan kuat darinya.
pernah mencuat lagi.
Tapi kibasan angin itulah, yang dengan berbagai pembenaran
Tetapi tanpa kusadari, ternyata dia tumbuh subur di dalam hati
mampu menggerakkan kaki untuk membeli sepeda ontel di Pasar
dan meledak sewaktu-waktu sebagai satu kekuatan yang tak bisa
Sepeda Prambanan. Sepeda itu kemudian sering kugunakan untuk
ditahan. 1
9
Tidak ada kerjaan
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
main-main ke perempatan Benteng Vredeburg-Gedung Agung-
tanggung, lebih baik tidak sama sekali, begitu dalam pikiranku saat
Kantor Pos-Bank BNI.
itu.
Keberadaan sepeda dan kenyataan bahwa Vespa termasuk
Lalu muncul lagi pertanyaan. Jika aku tidak pulang, apakah
boros untuk perekonomian pada bulan Juli itu membuatku lebih
aku akan membusuk di Yogyakarta sementara orang lain berlibur?
sering menggunakan sepeda daripada Vespa.
Apa yang akan kulakukan, apakah hanya diam saja atau aku akan melanglang buana? Saat itu muncul ide untuk pergi ke Lombok
********
dengan sepeda. Awalnya aku termotivasi memilih Lombok karena beberapa 2
Akhir Juli, aku telah menyelesaikan Remedial beberapa mata
teman menceritakan tentang Lombok. Guruh Saputra sudah pernah
kuliah, setelah itu libur sampai bulan September 2011. Belum ada
kesana, Lalu Tangguh dan Mei juga disana, dan Baiq Restu juga
kepastian sampai kapan liburnya. Masalah libur tergantung dari
orang sana, mereka semua saudara-saudari seangkatan di Teknik
keputusan universitas mengenai PKK (Pengenalan Kehidupan
Lingkungan (TL).
Kampus) 2011 yang saat itu masih diperdebatkan.
Selain itu, Dolpin (Zulfikar Ramadhan, angkatan 09) pernah
Aku tidak menunggu hal yang tidak jelas itu dan segera
backpacker-an3 ke Rinjani yang berada di Pulau Lombok. Dari
mengambil keputusan. Aku menimbang kemungkinan antara
cerita mereka, aku mendapat informasi bahwa Lombok itu indah.
pulang dan tidak.
Ada Gili Trawangan yang merupakan surga bagi kebebasan
Akhirnya aku memilih tidak pulang (tahun 2010 aku sudah
(Kabarnya disana ada ganja yang murah dan mudah didapat.
pulang, masa pulang terus?katanya merantau). Lagipula pulang
Konyolnya itu jadi motivasiku juga). Aku sangat tertarik untuk
dengan ketidakpastian akan sampai kapan liburan berakhir akan
mereguk sedikit kebebasan disana.
merepotkan nantinya.
Entah bagaimana, tidak sampai seminggu. Setelah begitu
Bisa saja aku hanya membuang waktu di jalan dan menyisakan
bernafsu membayangkan tentang keindahan Lombok, rencanaku
sedikit waktu untuk keluarga dan teman-teman di Jambi. Daripada 2
3
Ujian ulang untuk mata kuliah yang nilainya jelek
10
Bertualang hanya tengan sebuah tas dan modal seperlunya
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
sudah bertambah luas lagi. Kali ini kutambahkan pulau Sumbawa sebagai target. Aku tidak tahu apa yang mendasari keputusan menambahkan Sumbawa selain kenyataan bahwa disana ada Udin (mahasiswa TL 09), Bang Agus (mahasiswa TL 05), Newmont Nusa Tenggara dan disana ada kuda Sumbawa yang belum pernah kulihat. Hanya itu, tidak ada cerita berlebihan dan terus-menerus yang kudengar tentang Sumbawa. Mungkin hanya jodoh yang membuat kaki ini sampai disana.
Foto selanjutnya :
Selesai berhayal dan memantapkan niat, aku segera mengatur
Theresia Vika (Kiri) dan Ivan Bukit (Kanan), teman yang mengantar
rencana teknis dan persiapan. Beberapa teman kuhubungi untuk
keberangkatanku di Halte UPN Condong Catur.
dimintai beberapa informasi penting, yang kusadari kemudian hal tersebut tidak banyak membantu. Bagaimana mungkin aku bertanya pada orang yang belum pernah melakukan perjalanan kesana atau seperti yang kulakukan. Akhirnya aku mempersiapkannya sama seperti tahun 2010 ketika pulang ke Jambi, tetapi kali ini dengan ditopang sedikit pengalaman perjalanan sebelumnya.
*******
11
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
12
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
MALAM PELEPASAN
Jadi sewaktu-waktu aku akan menghubungi tiba-tiba untuk dikirimi uang. Kakakku menyatakan kesiapan. Itu cukup buatku.
(Rabu, 24-8-11 jam 7 malam-Kamis, 25-8-11 jam 00.30)
Di kampus, teman-teman menanggapi biasa saja. Hanya kak Vika yang selalu update5 informasi dan menanyakan kepastiannya, tapi juga tidak terlalu antusias. Mas Haris juga sudah ku kabari tentang kepastian ini, meski awalnya dia tahu tanggal 20 Agustus
Akhirnya, dengan segala keterbatasan dalam persiapan. Besok
aku akan berangkat. Hanya aku sendiri saja yang antusias dan
pagi itu, tanggal 25 Agustus 2011 kuputuskan aku akan berangkat.
yakin, yang lain tidak.
Kepastiannya baru kuyakinkan sekitar 3-5 hari sebelum hari-H.
Pelajaran disini ; kamu boleh aja begitu euforia dengan
Segala sesuatunya terbatas, uangku sudah tinggal sedikit. Hanya
rencana-rencanamu, tapi belum tentu euforia itu tertular dalam
cukup untuk beberapa hari barangkali, tapi aku tetap di jalur
kadar yang sama ke teman-temanmu. Intinya, terus melangkah
menuju Sumbawa. Aku sudah bulat.
dengan yakin.
Teman-teman dekatku sudah kukabari bahwa tanggal 25 itu
Dua hari menjelang keberangkatan itu, orang-orang terdekatku
aku jadi berangkat. Bahkan mereka lebih dulu tahu dibandingkan
Ipul, Rocky, Butet dan saudara se-angkatan lain telah kukabari.
keluargaku. Bukannya tidak mengutamakan keluarga. Sejak aku
Mereka berinisiatif untuk kumpul di Goeboex Coffee malam
menuliskan rencanaku itu di facebook4, kakakku dengan bangga
kamis.
mendukungku. Bersyukur betul punya kakak yang mendukung hobi
Pertemuan malam itu diberi judul agal heroik ; ―Malam
petualangan.
pelepasan‖. Aslinya pertemuan itu juga untuk kumpul-kumpul
( Atau mungkin dia ga peduli sama aku? Ah ..ngga lah, dia
sebelum mereka pulang ke kampung masing-masing karena sedang
sayang sama aku kok..buktinya waktu aku sampai di jambi, dia
libur panjang.
nangis histeris...hehe).
Momentum ini juga berguna bagiku, setidaknya untuk
Ku katakan pada mereka, proposalku tidak ada yang tembus
menambah semangat sebelum berangkat. Bukankah nanti aku akan
kecuali yang di KR, tapi bukan dalam bentuk dana, hanya berita. 4
5
Situs jejaring sosial
13
Memperbaharui
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
sepi sendirian? Bukankah ingatan tentang malam itu, jika seru dan
Awalnya biasa saja. Tidak kubayangkan beberapa saat
bermakna, dapat kujadikan bahan bakar untuk menyemangati diri
kemudian, ketika malam telah larut, suasana justru menjadi seru.
sendiri. Ya tentu.
Butet dan kawan-kawan yang lebih dulu datang sibuk main poker
Malam kamis itu aku datang terlambat. Sekitar jam 8 malam,
dan yang kalah diganti dengan yang mengantri, kalah nomor urut
padahal sesuai perjanjian kumpul-kumpul dimulai pada jam 7
dua akan mengocok dan membagi kartu. Mereka tampak heboh
malam. Tapi tak masalah, lagipula hanya acara informal saja. Aku
dengan permainan poker itu.
ketiduran dan baru bangun jam 7.30 malam.
Aku dan Rocky malah bicara tentang organisasi di kampus.
Capai sekali rasanya. Banyak persiapan yang belum selesai
Pembahasan yang hampir setiap hari selalu berputar-putar tentang
kukerjakan terus seharian. Termasuk masalah sepeda dan buku
isu itu-itu saja. Tidak ada sama sekali yang membahas tentang
catatan. Persiapan yang kecil-kecil memang membuat pusing.
keberangkatanku saat itu. Semua larut dalam kesenangannya
Packing6 semua barang itu yang kurencanakan setelah kumpul-
masing-masing.
kumpul selesai.
Meski lisan berbicara tentang hal lain, tapi dalam pikiranku
Aku datang dengan sepeda ontel yang sudah direparasi sehari
seringkali terlintas, bagaimana aku besok pagi? Terkadang aku
sebelumnya. Kini jalannya sudah jauh lebih baik daripada saat aku
menerawang jauh dalam pikiranku, berjalan sendiri. Menemukan
baru membelinya. Ban baru warna kuning masih bersih dari
diriku sendirian, sepi. Tapi tak terlintas sedikitpun untuk
kotoran minyak dan bercak aspal.
membatalkan perjalanan besok itu
Disana sudah ada Butet (Diah Esminarni), Jenry, Adhe
Ipul datang bersama Ivan. Tidak lain yang mereka bawa adalah
Kurniawan, Erick, Charles, Rocky, Catur, Ronald, dan Bill. Ipul
setumpuk masalah di DPM. Saat itu Ivan sedang pusing-pusingnya
dan Ivan Bukit
menyusul kemudian, mereka juga sedang
memikirkan PKK (Pengenalan Kehidupan Kampus) 2011. Dia
membahas sesuatu. Sementara Mas Haris datang bersama lampu
diberi mandat oleh ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM)
kelap-kelip yang dijanjikannya.
menjadi Pejabat Sementara (PJs) ketua. Ketua DPM sendiri sedang pulang kampung, maklum seminggu lagi lebaran. Sementara BEM telah mengundurkan diri
6
Mengepak barang
14
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
dari SC (Steering Committe) dan OC (Organizing Committe),
terdengar bukan suara tertawa, tapi lebih mirip teriakan. Siapa yang
jadilah dia pusing sendiri. (Orang bilang ketua DPM melarikan diri,
duduk di samping Butet harus merelakan telinganya berdenging.
entahlah).
Sekitar jam 10 malam Mas Haris mengeluarkan lampu kelap-
Dia berdiskusi dengan Ipul yang tahun lalu juga dipusingkan
kelipnya. Warna merah seperti mata setan penguasa kegelapan. Jika
dengan masalah PKK. Sebenarnya aku dan Rocky juga, tetapi si
ditekan dia akan berkedip-kedip. Lampu ini nanti akan kupasang di
Ivan lebih lengket dengan Ipul, dan aku sendiri tak terlalu
bagian belakang sebagai tanda keberadaanku di jalan.
memikirkan PKK karena rencanaku ini. Aku hanya membantu
Sementara di depan sudah ada lampu sepeda yang sehari lalu
dalam bentuk propoganda media saja. Bagiku, para eksekutor7 lah
ku pasang. Lampu kelap-kelip itu tentu sangat bermanfaat buatku
8
yang harus jor-joran menanggapi masalah ini, bukan demisioner -
selama dijalan nanti.
nya.
Aku mengeluarkan buku catatan warna kuning yang sengaja kubuat untuk perjalanan ini. Maksudku, malam ini teman-teman *******
yang hadir bisa mengisi testimoni tentang perjalananku dan kesan yang mereka tangkap dari rencana itu.
Bertambah malam, suasana Goeboex Coffee bertambah ramai.
Aku memberikan kepada yang paling dekat denganku lebih
Musik menjadi lebih perlahan, tapi pengunjungnya bertambah.
dulu, yaitu Ipul. Di dalam buku itu sendiri baru ada satu orang yang
Goeboex memang sering begitu, termasuk malam kamis itu juga.
mengisi, yaitu Kak Vika. Dia mengisi tadi siang saat berkunjung ke
Untungnya kami memilih duduk di bagian selatan yang agak sepi.
kostku. Saat buku itu bergulir dan diisi oleh teman-teman, barulah
Bukan di Ruang utama yang sumpek.
pembicaraan beralih ke topik perjalananku besok.
Di sekitar tempat duduk kami, suara tawa kawan-kawan yang
Entah apa yang ada dipikiran Ipul saat itu, dia mengatakan
sedang bermain poker mendominasi, terutama suara Butet yang
ingin mewawancaraiku. Tentu saja wawancara dadakan yang tak
besar dan tertawa semaunya. Sekali meledak tawa, maka yang
sempat terpikirkan sebelumnya, begitupun denganku. Apa mau ku jawab? Dengan sok serius dan berwibawa, berlagak seperti
7 8
wartawan senior dia memulai pertanyaan.
Orang yang mengeksekusi Mantan pengurus suatu organisasi
15
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Ehmmm...Bla..Bla..Bla..Dia sempat bertanya beberapa kali
lepas, atau senyum yang dikulum sambil sakit perut menahan
sebelum suasana berubah lagi secepat kilat. Mendadak sekali
tertawa. Mereka lucu sekali.
suasana jadi seru.
Terkadang cameraman dan lighting tidak sinkron, jadi
―Sebaiknya kita cari tempat yang bagus, sekalian direkam, biar
wawancara diulang lagi dari awal. Akhirnya kami menyepakati
jadi bukti otentik‖ Kata Ipul.
harus ada kode-kode tertentu untuk memperlancar wawancara.
Aku mengikuti saja sambil menerka apa maunya anak ini. Tapi
Misalnya
tak tahu kenapa, meski hanya wawancara gadungan, dadakan, dan
kapan
lighting
dihidupkan
atau
kapan
kamera
dipindahkan.
lucu-lucuan, aku tetap merasa grogi juga. Sial !!
Beberapa kali wawancara harus di-cut dan diulang-ulang,
Beberapa teman yang lain ikut terlibat. Ronald, Haris, Charles
hingga pertanyaan yang sama pun memunculkan jawaban yang
terlibat langsung dalam wawancara ugal-ugalan itu. Teman-teman
tidak sama karena aku lupa jawaban yang pertama. Tapi konsep
yang lain sibuk dengan pokernya dan dengan topik mereka yang
pertanyaan dan jawabannya tidak melenceng dari jalur, meski
seru masing-masing.
diungkapkan dengan kata yang berbeda. Hanya ada yang lebih
Kami pindah ke tempat yang lebih sepi dan lapang untuk
banyak dan ada yang terlupakan.
wawancara. Di samping lapangan futsal yang di selatan Goeboex,
Wawancara selesai setelah melewati beberapa kali kesalahan.
9
kebetulan disana kosong. Peralatan siap, lengkap dengan lighting
Kami bercerita dan berandai-andari dengan antusias tentang
dan kamera dari handphone. Konsep wawancara dibuat dalam
rekaman itu. Aku minta rekaman itu disimpan untuk kuminta suatu
tempo sesingkat-singkatnya. Dan wawancara pun dimulai.
saat, tentunya setelah aku pulang ke Jogja lagi. Bagiku rekaman
Wawancara dadakan itu beberapa kali di-Cut
10
karena kami
lucu itu sangat berharga.
tidak siap dan kadang lost context11 ataupun karena konsentrasi
(Note : sampai sekarang, tahun 2013 rekamannya belum
pewawancara dan yang diwawancarai buyar. Sumpah aku tak
kuminta. Mungkin ada di Charles atau Haris, mungkin sudah
mampu menahan untuk senyum tak jelas, atau bahkan tertawa
terhapus dari HP mereka) Sekitar jam 12 malam lebih sedikit, kami putuskan untuk
9
Pencahayaan Dipotong 11 Keluar dari konteks pembicaraan
pulang. Kenyataannya aku butuh istirahat, dan setelah dari
10
16
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
TESTIMONI SOBAT-SOBIT
Goeboex aku masih harus packing peralatan dan pakaian lagi di kost, mungkin aku nyaris tidak istirahat malam ini. Sebelumnya
disepakati
bahwa
beberapa
teman
Goeboex Cafe
akan
Malam Sebelum Hari Keberangkatan
mengantarku (melepas) besok. Kami janjian bertemu di Halte UPN (Universitas Pembangunan Nasional) jam enam pagi. Tidak ada
Theresia Vika Ayu
kata terlambat, begitu tegasku malam itu. Mereka sepakat, jam
(Rekan di DPM KM UPN Periode 2009-2010)
enam aku harus sudah berangkat, dan yang terlambat diabaikan saja. Ok. Kami berpisah malam itu.
Adek benar-benar gila, amat sangat. Tapi selama ada keyakinan dan semangat, insyaallah akan berjalan sesuai dengan yang
********
diharapkan. Amin... Man bisa dampingin lewat doa nie...ditunggu kedatangannya kembali ke Yogyakarta. Okay !!!
Di kos, aku berjibaku dengan waktu. Menyiapkan yang belum
-Kos Paingan 24 Agustus 2011-
siap. Melengkapkan yang belum lengkap. Bendera Merah Putih dua buah sudah kusiapkan. Satu akan kupasang di sepeda, satunya
Ipoel (Demisioner Ketua Senat FTM UPN)
sebagai cadangan. Nanda
dan
Puput
membantuku
mengencangkan
tas.
Saya sangat suka dengan cara berfikir dan dibarengi dengan
Semalaman aku nyaris tidak tidur. Ada saja yang teringat dan harus
semangat membara seperti kawan Amin. Kita telah dititipkan oleh
dipersiapkan. Akhirnya aku dapat sedikit istirahat sekitar jam 4
Yang Maha Kuasa di kampus Disiplin, Kejuangan dan Kreatifitas.
subuh.
Inilah saatnya kita membuktikan bahwa kita adalah pionir-pionir terbaik bangsa. Jadikan kobaran api yang membingkai almamater
*******
kampus kita sebagai bahan bakar menuju Lombok, menuju citacitamu. Kami menunggu karya terbaikmu untuk bangsa ini sebagai magnet inspirasi bagi kami.
17
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Hidup Mahasiswa
Charles Homer Madrid
M. Syaifullah Nidjar-Goeboex Coffee, 24 Agustus 2011 Ini benar-benar diluar naluri pikiran saya, karena perjalanan ke Sumbawa merupakan perjalanan yang unik, menyenangkan dan
Adhe Kurniawan (Sang Environmentalis)
juga beresiko. Tapi disisi lain juga saudara akan mendapatkan Sebuah ide dan gagasan untuk ide dan gagasan yang luar biasa
pengalaman tak terlupakan seumur hidup saudara. Dan saudara
ekstrim oleh Nurul Amin. Tapi sebuah ide yang baik dengan mimpi
nanti akan membagi atau menceritakan pengalaman tersebut
Orang Indonesia untuk melihat lebih dekat negrinya ini walau
kepada teman-teman, sanak keluarga dan juga anak saudara ketika
terpisah jarak dan waktu bukan sebuah halangan. Sampaikan pesan
kelak nanti sudah berkeluarga. Baik itu hanyalah sepatah kalimat
dari bumi pertiwi yang damai. Melintas batas menguak cakrawala
dari saya dan selamat berpetualang
Nusantara. Indah negrimu ini karena kau membuatnya indah
Charles Homer- Goeboex Coffee, 24 Agustus 2011
Salam...Muuaahh Adhe Kurniawan SE-Goeboex Coffee, 24 Agustus 2011
Jenryani
Erick Debeturu Hmm...perjalanan yang panjang dengan sepeda !!..Benar‖ gila dan Heboh...kawan !!
sangat‖ diluar dugaan..saya hanya bisa mendoakan mdh2an
Pemberani, suka tantangan, itulah sahabatku. Menerobos tiap detik
perjalanannya lancar dan sampai ditujuan dengan selamat !! Dan
perjalanan tanpa keluh kesah, menerobos dinding debu tanpa
semoga harapan yang dicita‖kan dapat dicapai
bilasan, itulah Dia (Amin). Menikmati tiap jalanan hanya berharap pada satu tujuan yaitu impiannya. Sorakkan suaramu kawan, agar semua orang tahu bahwa kamu adalah petualang sejati...!! Good Luck Kawan Erick 07-Goeboex Coffee, 24 Agustus 2011
18
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Rockiey
Walaupun eksekusi mundur dari rencana awal, tapi saya melihat
(Demisioner Ketua DPM KM UPN Periode 2009-2010)
kesungguhan hati mas Amin dalam agenda yang luar biasa ini. Perjalanan suci entah apa yang dicari, namun semua perwujudan
Tiada kata yang bisa saya ucapkan untuk perjalanan kawan saya.
manusia yang bernama Nurul Amin.
Bentuk cinta tanah air yang begitu besar, sehingga perjalanan ini
Siapkan mentalmu kawan !!!
dapat anda jadikan sebuah momentum untuk mewujudkan cita-cita
Siapkan betismu kawan !!!
anda. Semoga perjalanan anda dilindungi oleh Tuhan Yang Maha
Siapkan jiwa dan ragamu !!!
Esa serta apa yang anda dapatkan dalam perjalanan ini menjadi
Perjalanan akan terjal dan berliku dan akan berdebu
sebuah tonggak untuk bangsa, tanah air dan untuk masyarakat.
Selamat menempuh perjalanan PANJANG !!!
Selamat menikmati perjalanan anda dan nikmatilah keindahan alam
Mas Harish- Goeboex Coffee, 24 Agustus 2011
Rocky Reza Moniaga 114 07 077
Ronald Malute
Goeboex Coffee, 24 Agustus 2011 Goeboex—25 Agustus 2011—00:00 Am Salam sejahtera
Haris Firmanunnajib
Penulisan ini dibuat dengan sadar dan tidak ―Fly‖. Penulisan ini Ide gila yang masuk akal
buat teman kita Nurul Amin yang membuat suatu aksi perjalanan
Saya gak tau otaknya mas Amin ini disimpan dimana. Rencana
Jawa-Bali-Lombok-Sumbawa.
besar ini saya support penuh (sesuai kemampuan saya). Selalu
Pace, Kawan, Mas Bro..itu merupakan perjalanan yang melelahkan.
berpikir diluar kebiasaan dari orang pada umumnya yang membuat
BTW Pace Amin, ko puasa ka tidak !!? WKWKWKWK ― Hati-hati
unik. Misi yang dibawa sangat mulia karena yang diangkat adalah
betis bocor. Lols Jangan lupa tambal Eeee...
tentang lingkungan, sosial budaya, kearifan lokal, dan apa yang
Pesan dan kesan :
dijumpai di jalan.
Kawan, ini merupakan yang jauh dan melelahkan, tapi sangat
19
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
mengasyikkan. Kawan jangan lupa singgah di salon e...meskipun
Saya bangga punya teman kayak kamu
hanya cuci mata..Eitss... (Jangan lupa save nomor.Hehehe) ...
We Love You
Apalagi di Bali....jangan lupa buat Bli-Bli dong...kalo ada bule,
Salam
kipas saja...sapa tau dapat
Butet
Kawan jaga kesehatan, kondisi dan stamina. Semoga perjalanan ini dapat sukses...
Catur Rafia Chandra
K Saja Traada Yang blok ! !
Gubuk 25 Agustus 2011 – Yogyakarta
Salam
Aduh... Ada saja yang terpikir ama temanku ini.. Mau menjajal
Onal
jalanan dari Jogja-Bali-Lombok menggunakan sepeda ontel yang tuahh.. dan hampir punah itu.. Untuk orang normal berpikir 9X untuk melakukan hal tersebut.
Diah Esminarni Lumban Gaol
Saran saya buat mas Bro banyak berdoa di jalan, berpikir lagi Gubuk 25 Agustus 2011
gimana sepedanya bisa lebih Fit! Kalau Qm aku ga ragu, tapi
Waktu ane denger rencana agan yang satu ne Cuma 1 yang ada di
sepedamu itu lo... sudah karatan 100% apakah sanggup menuju apa
otak ane yaitu (Kurang Kerjaan). Tapi itulah hidup penuh dengan
yang kau ingin capai.
tantangan. Setiap orang ingin menaklukkan tantangan dalam hidup.
Ingat jangan sering senyum di jalan ntar mpe Jogja gigi ama bibir
Boleh jujur aku ini kawan. Pesanku Cuma 1 teman, kau harus
sama tebalnya !!! satu lagi jangan liat cewek di jalan ntar sepedamu
pulang lagi ke Jogja. Aku ga mau tau.
nyium truk lagi.. hehe...
Jangan lupa makan dan mandi teman. Istirahat kalo capek. Vitamin
Pokoknya aku doain kau sucses ama misimu Nurul Amin...Selamat
diminum. Air putih harus selalu ada. Counterpain siapin
jalan, semoga kembali dengan selamat.
Pokoknya kamu harus balik ke Jogja lagi dengan sehat. Aku gak
Catur
mau tahu. Kamu hebat teman.
20
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Bill Glen
Buktikan bahwa itu akan menjadi pengalaman dan perjalanan yang
Goeboex. 25.Agust.2011.
luar biasa ...
Kerjaan yang sangat aneh.....tpi mau gimana lagi niat udah bulat,
Dan buktikan bahwa Bang Amin bisa jadi pelopor...
yaudah dijalani ajah...hehehe..hehe....pasti kedengarannya lucu,
Bang Amin GOOD LUCK
tapi agak menantang juga sih. Liburan ke Lombok dengan sebuah sepeda ontel. Apa ga gila gan...mana sepeda ontelnya udah sering
Ivan Penambarta Bukit (Teknik Kimia-DPM)
sakit lagi, ditambah dengan begadang sampai pagi...GILA MEN .. !!
Halte UPN ―V‖ YK—25 Agustus 2011
Intinya tiba dan pulang dengan selamat, asalkan jaga mata, jaga
―Hidup itu adalah pilihan, mau diam atau terus berkarya‖
hati dan pikiran, ingat kalo ada cewek cantik di sekitar kamu,
Ide aneh yang tak pernah terpikirkan oleh mahasiswa yang hanya
mohon untuk diabaikan. Cez itu penyebab utamanya sebuah
berdiam diri dalam kerasnya hidup. Hidup harus punya prinsip,
kecelakaan. OK. Semoga tiba dengan slamat di t4 7an
sebuah prinsip ditentukan oleh pola pikir, yang berujung suatu
By. Bill.6.M
tindakan.
―VISCA BARCA VISCA CATALONIA‖
Ini bukanlah suatu perjalanan yang sia-sia atau pun tidak punya landasan pemikiran, tapi inilah yang disebut suatu KARYA. Suatu karya harus diberi dukungan walaupun karya itu disebut gila oleh
Robert Ekananda
orang lain. Disaat kamu bisa melakukan karya gila yang kamu Kost—25-08-2011
pikirkan bukanlah berarti kamu memiliki pola pikir yang gila pula.
Bang Amien....
Disaat kamu bisa melaksanakan karya gila ini, maka kamu akan
Aku salut sama bang AMIEN...
disebut LUAR BIASA. Kamu adalah orang yang berani melakukan
Kali ini lebih nekat Lagi dan diluar NALAR...
karya gila yang punya prinsip dan landasan hidup yang jelas.
Semoga perjalanan dan tujuan untuk sampe ke Sumbawa tercapai
Tetaplah semangat !!
...
Tetaplah berkarya !!!
21
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
dan raih prestasimu !!! Ucapan selamat for kawan Amin By : Ivan P. Bukit
********
Sahabat terdekat adalah orang – orang paling pertama saya beritahu tentang rencana ini. Pesan – pesan dari mereka sebelum berangkat barangkali dapat menjadi pelipur lara saat kesepian, atau menjadi pemicu semangat saat putus asa.
Salah satu kewajiban saya ialah membentangkan spanduk KR, kerjasama kami sebatas di pemberitaan saja. KR tidak memberikan dana apapun, dan setelah kegiatan, spanduk ini akan dikembalikan. Begitu menurut penjanjian secara lisan antara saya dengan KR. Foto ini diambil beberapa saat sebelum bertolak dari Halte UPN Condong Catur
22
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
23
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
―Belum kak, bentar lagi, tiba-tiba jadi agak kacau nih‖
YOGYAKARTA
Jawabku ―Mau berangkat darimana ntar?‖ Balasnya
Selamat Jalan Jogja
―Kita ketemu di Halte aja kak, jam 8‖ Jawabku
(Kamis, 25-8-11 Jam 6 - 8.53 Pagi)
Aku tak enak hati sama teman-teman. Aku bergegas, sudah rampung, walaupun masih ada yang mengganjal dipikiranku. Entah
Jam enam pagi, seperti yang sudah dijanjikan. Aku berkutat
apa itu yang tertinggal. Ya biarlah, aku sudah kehabisan waktu dan
dengan packing barang-barang yang belum selesai. Ada saja yang
tidak akan menambah waktu lagi untuk berpikir lama-lama.
kurang, ada saja yang ketinggalan hingga tasku berkali-kali
Aku mandi dan bergegas memakai pakaian tempur. Jaket tebal
kubongkar lagi. Benar-benar membuang waktu.
dan topi lorengku tidak akan lupa, juga celana kantong bom
Ah, barangkali kawan-kawan menyangka mereka terlambat
warisan abangku. Tas penuh dan sepeda sudah ada di luar kos.
datang di Halte, atau mungkin ada yang menunggu tapi mendapati
Aku masih ragu akan membawa sepatu kulitku atau tidak. Jika
tempat kosong lalu pergi lagi. Aduh, aku merasa bersalah dengan
kubawa, tentu akan menambah beban. Dimana aku meletakkannya
keadaan pagi ini.
saat aku memakai sendal? Di depan? Pasti terlihat lucu. Di 12
Mulai dari kunci sepeda, ban, karet, obat, survival kit ,
belakang? Sudah penuh dengan tas, pompa sepeda, matras dan tas
bendera, sampai pengaturan letak barang-barang itu semua
perbengkelan. Aku bingung.
menghabiskan waktuku dari malam sampai pagi. Aku belum mandi
Jika tidak kubawa, pasti sewaktu-waktu aku lebih butuh pakai
dan belum memakai pakaian tempurku. Semuanya yang akan
sepatu, terutama saat hujan atau jalan yang becek, atau jalan
kupakai masih tergeletak di atas kasur dengan rapi.
berbatu yang mungkin saja kulewati nanti. Jika aku tidak membawa
13
Aku menerima sms (short message service ) dari Kak Vika.
sendal, saat mandi di pantai nanti kemungkinan kurang praktis, dan
―Dek, kamu dah berangkat belum?‖ Katanya. Bingung juga
juga saat-saat istirahat dimana aku harus memakai alas kaki dengan
mau jawab apa. 12 13
cepat. Mutlak aku butuh sandal juga.
Perlengkapan untuk kondisi darurat Pesan singkat dari telepon genggam
24
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Akhirnya dengan berat hati sepatu kutinggalkan. Walaupun
sekarang tak jodohnya untuk menginjak pasir Sumbawa. Bukankah
masih ragu dengan keputusan itu, aku tetap pergi, mengayuh
dia juga sudah sering menemaniku? Sekarang gantian, dia yang
sepeda ke arah Halte UPN.
tinggal di kos.
Belum ada siapa-siapa. Atau mungkin sudah pulang semua.
Aku sendirian di Halte. Menunggu kak Vika dan Ivan.
Ah, sialnya. Aku merasa bersalah dan sedih sedikit. Atau mungkin
―Bro, maaf tadi ngga ngantar. Aku ke halte tapi udah kosong,
juga mereka tidak bangun, seperti yang sering terjadi selama ini
terus aku langsung pulang. Maaf ga bisa ikut ngantar. Kuantar
jika ada pertemuan di pagi buta.
dengan doa aja ya..hehe‖ Erick sms. ―Oh yaudah Bro, sebenarnya aku juga telat...hehe Makasih
Lagipula tadi malam sekitar jam satu kami semua baru sampai
banyak ya‖ balasku.
di kos masing-masing. Ah, biarlah. Sudahlah, aku akan tetap berangkat tanpa diantar oleh fisik mereka, yang pasti doa mereka
Aku juga maklum dan tidak memaksanya untuk ke halte. Kak
ikut mengantarkanku.
Vika tiba di Halte dengan mengendarai motornya. Kami menunggu
―Mas bro dimana? Tadi aku keliling UPN kok nggak ada orang
Ivan baru kemudian aku berangkat.
ya? Ah kesiangan aku. Maaf ya‖ Begitu pesan singkat dari Ivan.
Sambil menunggu, sambil cerita dengan kak Vika. Dia
14
―Aku lagi OTW ke halte nih. Memang tadi aku telat, mungkin
menegaskan pentingnya aku membawa sepatu. Katanya supaya
kawan-kawan sudah pada pulang. Kesini aja‖ Balasku. Ivan akan
kakiku tidak terbakar matahari dan supaya terlindung dari kerikil
ke halte ikut mengantarku.
jalanan. Aku juga sangat menyayangkan keraguan tadi pagi.
―Sudah sampe di halte dek?‖ Tak lama kak Vika sms juga.
Ada niat untuk meminjam sepeda motor kak Vika dan kembali
―Kak kalau mau kesini,ntar ke kos dulu ya. Ambilkan sepatuku
ke Kost, tapi tak kulaksanakan. Kupikir tanggung sekali. Sempat
di luar‖ Balasku.
juga terpikir akan singgah lagi di kos saat melintasi ringroad utara
Tiba-tiba aku ingin membawa sepatuku. Sayangnya saat itu dia
nanti. Tapi kuurungkan lagi. Ah biarlah sudah.
sudah berada di jalur ke arah halte, sudah melewati kosku
Aku tidak boleh menyesali keputusan, lagipula ini akan
sebelumnya. Ya sudahlah, biarlah sepatu itu tinggal saja. Mungkin 14
menjadi
On The way-sedang dalam perjalanan
25
pelajaran
buatku
agar
berpikir
matang
sebelum
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
memutuskan. Dan aku juga ingin merasakan, apa saja efek dari
Ivan senyum-senyum seperti biasanya dia senyum. Dia
tidak membawa sepatu itu nantinya.
menyapa kakak tingkatnya, Vika dan berbasa-basi sedikit. Tidak
Ada dua pepatah yang sekarang bertentangan dalam kasus
lama mereka terlibat pembicaraan internal Teknik Kimia, aku
sepatuku yang tertinggal ini. Pepatah pertama :
langsung
“Untuk mendapatkan makna dari sebuah pelajaran buruk,
merasakan
Roaming15.
Tidak
mengerti
arah
pembicaraannya. Tadi malam Ivan belum menuliskan testimoni di buku
kita tidak harus mencobanya” Contohnya masalah Narkoba, untuk tahu efeknya, kita tak
catatanku. Dia terlalu sibuk dan pusing dengan urusan DPM-nya.
perlu mencoba sampai benar-benar overdosis.
Nah sekarang, sebelum berangkat kuberikan buku ke dia. ―ini kuberi kesempatan sama kamu buat mencatatkan nama
Pepatah yang kedua:
dalam sejarah‖ Ujarku diplomatis.
“Pengalaman adalah guru paling berharga” Dalam artian, untuk mendapatkan suatu pelajaran sebaik-
Aku sok-sok-an, seakan buku ini dan aku, sangat penting.
baiknya, kita harus merasakannya sendiri dan mengalami sendiri
Seakan-akan perjalanan ini jadi peristiwa yang bersejarah. Iya,
prosesnya. Kebetulan aku belum punya pengalaman bersepeda jauh
siapa tahu saja kan benar-benar jadi seperti itu? Pikirku berandai-
tidak memakai sepatu. Apakah aku harus mencoba?
andai.
Pepatah kedua ini seakan menyanggah pepatah pertama, begitu
Setelah mencatat buku itu, aku berpamitan dengan mereka.
juga sebaliknya. Nah, aku mau pilih yang mana? Sepertinya dengan
Dan mereka memberi pesan dengan kata-kata mutiaranya. Nanti,
berat hati, mengingat kondisi dan waktu yang tidak bisa ditarik-ulur
setelah merasa capai, aku akan membaca catatan malam tadi dan
juga, dengan sendirinya aku memilih pepatah nomor dua.
yang baru saja dicatat oleh Ivan. Entah dimana diriku saat itu.
Ivan datang, cerita kami terhenti sejenak dan mempersilahkannya bergabung di tempat duduk Halte warna merah itu. Dia
*******
memakai korsa jurusan, sama seperti yang dipakainya tadi malam. Kutebak dia pasti belum mandi, matanya bengkak dan sedikit cekung. 15
26
Semacam gangguan sinyal, tidak nyambung
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Aku melewati jalan yang biasa kulalui saat pulang kampus.
berinteraksi.
Dialah
yang
mengatakan
bahwa
aku
harus
Ringroad utara terasa berbeda. Atau apakah diriku yang berbeda?
melakukannya sampai selesai, tidak perlu naik bus seandainya saat
Mungkin suasana berbeda yang membentuk kesan ini? ataukah
pulang nanti kecapaian. Jalan santai-santai saja, jangan terburu.
hanya pikiranku saja?
Aku dan nona manisku berjanji akan bertemu lagi pada Ospek
Aku seperti bukan diriku yang biasanya. Apakah diriku sudah
Jurusan. Dia juga menjadi panitia. Tetapi, karena kemunduran
memasuki dunia lain yang tak kukenal sebelumnya. Aneh, padahal
jadwal keberangkatan ini, aku juga telah mewanti-wanti padanya.
setiap hari aku melewati jalan ini, tapi mengapa sekarang rasanya
―Seandainya abang tidak bisa hadir disana,
lain? Aku seakan baru pertama ini melihat Casagrande16, pohon
kecewa atau menganggap abang ingkar janji‖ Pesanku.
tolong jangan
Dia bilang ―Iya‖ dengan suara agak berat. Tentu saja tidak
sawitnya, dan bunga-bunga di pinggir jalannya. Aku seperti belum pernah melihat rumah-rumah ini sebelumnya. Lain sekali.
bertemu dengannya adalah hal berat buatku. Aku sendiri juga
Benarlah. Aku memang sudah masuk ke dunia lain yang hawa
sangat ingin dan berusaha keras untuk menepati janji.
dan suasananya berbeda dari biasa. Aku baru saja masuk ke pintu
Dia tahu aku berangkat hari ini. Tapi memang tidak ada janji
gerbang dunia petualangan. Dunia yang tidak akan kulalui dengan
untuk mengantar karena kondisi untuk bertemu dengannya
biasa.
memang susah sekali. Aku memahami hal itu. Sekarang, melihat
Namun seaneh-anehnya jalan Ringroad sekarang atau setidak-
rumahnya dan membayangkan dia melambaikan tangan padaku
biasanya rumah-rumah yang kulihat di pinggir jalan. Aku masih
saja sudah membuatku senang. Jasadnya memang tidak hadir
ingat dimana nona manisku17 tinggal. Motivasi dan penyemangatku
dihadapanku, tapi jiwanya ada bersamaku sekarang.
yang luarbiasa, selain doa dari orang-orang terkasih, tentu saja dari
Aku sengaja melewati jalan rusak di depan rumahnya. Siapa
suara hatinya.
tahu ada mukjizat untukku, misalnya saat aku lewat dia sedang
Aku ingin melihatnya hari ini, meski kemungkinan itu sangat
menyapu atau membereskan rak sepatu. Tapi itu hanya angan-
kecil. Dia termasuk orang yang mendukungku, meski jarang
angan saja.
16
Sebuah kompleks perumahan mewah di pinggir Ringroad Utara Sekarang dia sudah bukan nona manisku. Jadi karena catatan ini berdasarkan kronologi, maka mau tidak mau tetap harus kutulis juga. 17
27
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Aku tersenyum saat melewati pagar rumahnya dan dengan
Tuhan, sekarang setidaknya rencanaku sudah terlaksana sampai di
cepat berbelok ke arah jalan utama. Aku senang sudah lewat jalan
Prambanan.
itu. Mungkin dia masih di kamar sedang tidur, pikirku.
Rasanya berat sekali meninggalkan Yogyakarta, tapi tak ada
Aku di jalan Laksda Adi Sucipto sekarang. Jalan yang
sama sekali keinginan untuk memutar balik haluan. Aku menatap
menghubungkan Yogyakarta dengan Surakarta dan jalan menuju ke
ke depan. Disana kendaraan melaju kencang meninggalkan
Bandara Adi Sucipto. Jalan ini selalu ramai di pagi hari. Banyak
Yogyakarta.
kendaraan besar dan kecil beriringan bersamaku.
******
Aku mengambil jalan sebelah kiri garis putih. Jalan yang selalu lebih buruk perawatannya dibandingkan badan jalan utama. Jalan untuk para pengendara sepeda atau kendaraan tak bermesin lainnya. Sepeda kukayuh perlahan. Ban yang kencang dan sepeda yang telah direparasi memang beda dengan sepeda rusak. Aku merasakan kenyamanan mengayuh sepeda ini meskipun berat. Beban di kiri tidak terasa terasa berat meski semua peralatan berada di sisi itu. Jalan masih datar Jam 8.53 aku telah mencapai gerbang Prambanan. Perbatasan antara Yogyakarta dan Jawa Tengah di bagian timur. Candi Prambanan dengan seribu arcanya seakan melambaikan tangan padaku dan tersenyum. Ah, perasaan berbeda tadi muncul kembali. Aku berhenti sejenak untuk mengabadikan momen itu dengan kamera. Perasaanku bercampur-aduk. Aku terharu pada diriku sendiri, aku terharu pada rencanaku ini, aku terharu pada keputusan
28
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Satu jam perjalanan dari Halte UPN, saya mencapai perbatasan Jogja – Jawa Tengah di arah Timur. Candi Prambanan menjadi tapal batasnya
29
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
KLATEN – SOLO
Itu pertama kali aku memakai Vespa keluar Yogyakarta. Beberapa kali macet di jalan, sehingga aku bisa paham lekuk jalan menuju Wedi itu. Aku berhasil menyewa tempat itu dan kesana lagi beberapa minggu kemudian untuk membayar biaya sewa.
Jalan Lingkar Luar Klaten
Kedatanganku kali kedua itu juga sendirian dengan Vespa.
(Kamis, 25-8-11 jam 09.00-10.15)
Nah, sejak dari lampu merah menuju Wedi itu, jalan mulai tidak bersahabat untukku yang baru memulai petualangan. Jalan
Keringat sudah membasahi badanku bagian belakang, ketiak,
mulai menanjak dan bergelombang, hari semakin panas, dan
betis, dan tentu saja ujung hidungku yang tidak mancung. Kepalaku
bibirku mulai pecah-pecah. Padahal waktu baru menujukkan
belum terlalu berkeringat meski udara terasa mulai panas. Bibirku
kurang dari jam 9 pagi.
mulai kering. Aku ingin segera berhenti, tapi sejak tadi tak ada
Maklum saat itu aku berpuasa. Jadi bibir yang kering tidak bisa
tempat berhenti yang pas sesuai keinginanku.
langsung disapu dengan air dan kerongkongan yang kering
Dulu, waktu mempersiapkan acara Pengenalan Lapangan
membuat air liur bertambah pekat. Apalagi ditambah badan yang
Lingkungan kebumian (PLLK) 2009 aku telah melewati sebagian
terus bergerak dan keringat mulai mengucur. Aku mulai kehausan.
jalan menuju Klaten. Saat itu aku harus mengunjungi Dodiklatpur
Belok sana-belok sini. Memutar, lurus, berbelok lagi. Terasa
(Komando pendidikan dan latihan tempur) di Wedi, Klaten untuk
jalan di Klaten tidak habis-habisnya. Padahal aku sudah melewati
menyewa Bumi Perkemahan Kemuning di Patuk, Kab.Gunung
pusat kota Klaten, mengapa masih banyak rumah? Kapan sampai di
Kidul.
pinggiran kota dan tidak Klaten lagi? Mana Solo? Gila, panas
Buper ini akan kami gunakan untuk acara PLLK 2009.
sekali. Haus sekali.
Awalnya aku merasa aneh, Buper-nya di Patuk, Wonosari, tapi
Dalam benakku, harusnya di depan jalan itu sudah masu
mengapa persewaannya jauh betul di Wedi. Aku datang kesana
Surakarta. Hanya fatamorgana, dan itu bukan Surakarta. Masih di
sendirian menggunakan Vespa.
Klaten. Klaten lagi..masih Klaten..dan masih di Klaten..sampai
30
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
kakiku terasa lelah dan pikiran lelah. Stress karena Klaten tak
Oh pohon...! Harusnya kalian tidak ikut menggodaku. Sial,
kunjung dilewati.
semuanya seperti sedang menggodaku. Pohon, seharusnya dirimu
Sempat-sempatnya di tengah lelah dan haus tak terkira ini aku
hidup di pinggir jalan ini untuk meneduhkan jalanku. Bukannya
mencoba berpikir ilmiah. Berapa sih luas Klaten? Mengapa dari
memamerkan buahmu yang ranum.
tadi belum tembus juga, jangan-jangan dari tadi aku salah jalan dan
Huuuhh...! Aku mulai gila. Gila ingin minum. Sampai-sampai,
berputar-putar di dalam kota? Coba nanti di cek di peta, ukur pakai
orang menuang air di pinggir jalan serasa menuangnya ke
penggaris, aku akan tahu berapa luas Klaten.
kerongkonganku. aku membayangkan ember di bawah yang
Oww! Aku lelah, tidak sempat menjawab pertanyaan ilmiah
dikucuri air itu adalah diriku. Aku menadah di bawah dengan mulut
yang tak tahu tempat ini.
terbuka, menyerap semua air yang tumpah.
Tidak ada waktu untuk analisa berlebihan. Tidak ada tempat
Kugeleng-gelengkan kepala agar semua bayangan setan itu
disini untuk berpikir ilmiah. Aku capai, sumpah capai sekali.
buyar dari kepalaku. Ayo pergi! Dasar setan penggoda manusia!
Pinggulku rasanya tadi berbunyi gemeretak. Mungkin ini yang
Kaki terus mengayuh sempoyongan. Untunglah pegangan tangan di
disebut orang tulang mau lepas.
stang sepeda cukup kuat sehingga dapat menjadi tumpuan tubuhku
Pedagang di pinggir jalan sialan. Penggoda, perayu, kalian
yang semakin lemas lunglai.
membuatku bernafsu ingin minum es. Ataukah diriku yang tidak
Aku mau minum. Aku haus. Ayo air...!! Masuk lah ke
kuat iman? Aku tidak kuat iman. Panas sekali, haus, capai,
tenggorokanku. Tapi aku tak mau membatalkan puasa. Aku tidak
berkeringat. Tapi kata temanku panasnya Neraka jauh lebih panas
mau! Aku harus kuat! Harus!!!
daripada hari ini.
Pedagang di pinggir jalan banyak sekali. Hampir semuanya
Aku tidak memikirkan kata temanku itu lebih jauh lagi. Jika
menjual minuman dingin. Maksudku minuman yang dicampur
kusuruh dia mengayuh sepeda sekarang, sama sepertiku sekarang,
dengan es batu, jadi dingin. Huh, mereka benar-benar menggoda.
aku tidak jamin dia akan alim. Entahlah, banyak orang kehilangan
Bukan pedagangnya, tapi minumannya itu. Tidak tahan diriku.
kealimannya karena kondisi keterbatasan yang berlebihan. Aku
Ah..sial, lagi-lagi aku berpikir kearah itu. Tidak boleh. Buang jauh-
membuat pembenaran.
jauh!
31
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Setengah mati aku mencari tempat istirahat. Tapi tak ada juga
Apa yang terjadi sebenarnya? Mengapa sejak tadi aku seperti
tempat berteduh yang bagus seperti idamanku. Dingin, terlindung
melewati jalan yang sama dengan petunjuk jalan yang sama. Apa
dari matahari, bisa digunakan untuk berbaring, ada pohonnya yang
pandanganku menipuku? Mengapa sepeda ini begitu lambat
hijau dan segar, dan berangin. Tidak ada yang seperti itu.
mencapai
Di pinggir jalan, selain rumah hanya ada sawah yang sudah
Solo?
Berbagai
pertanyaanku
dikalahkan
oleh
kepasrahan, bahwa semua ini adalah konsekuensi.
pasti gersang, atau pabrik, atau toko dengan emperan yang kecil,
Siapa suruh memilih pakai sepeda!!!
atau trotoar, atau warung pinggir jalan yang menggoda.
Aku malas membuka mulut. Biar saja mulutku bau daripada
Jam berapa sekarang? Sudah jam 12 kah? Mengapa begitu
membuang energi percuma karena bernyanyi di tengah panas ini.
panasnya? Matahari seperti berlari, begitu cepat dia naik dan
Aku mengayuh sepeda terus walaupun banyak buah mangga di
memanaskan bumi. Ditambah lagi asap truk dan debu jalanan
pinggir jalan yang bisa kujangkau dengan tangan jika aku ingin
hingga semuanya menjadi bertambah gerah. Aku terus mengayuh
memetiknya.
dengan loyo. Aku tidak akan berhenti jika tidak ada tempat istirahat
Buah mangga yang barangkali tak bertuan itu begitu
yang pas.
menggoda. Aku dapat mengecap rasa asamnya dengan hanya sekali
Sudah dimana sekarang? Sampai di Surakarta atau belum?
pandangan. Rasa asamnya terasa nikmat dilidahku lalu mengalir
Kulihat plang atau papan nama yang mencantumkan lokasi di kiri
sampai ke tenggorokan. Ah, lega.
kanan jalan. Lagi-lagi masih di Klaten. Ah, panjang sekali jalan di
Aku menghayal lagi. Terlena lagi dengan hayalan konyol.
Klaten ini.
Aku masih di wilayah Klaten. Rasanya tak berkesudahan.
Aku berhalusinasi dan aura fatamorgana dari panasnya jalan
Beberapa kali aku melewati perlintasan kereta api dan lampu
aspal membayang jelas dimataku. Uap panas itu seakan menari-nari
merah. Berbelok kiri dan kanan, melewati jalan raya yang panjang.
dalam pandanganku. Seperti tarian Ular dalam gerak slowmotion
Sesekali aku dikejutkan olek klakson truk atau bus yang melaju
18
kencang. Bahuku yang kurus sedikit terangkat. Dan selintas kulihat
). Fatamorgana mengejekku dengan goyangannya yang lembut,
lalu naik ke atas ubun-ubun dan menghilang. 18
bus atau truk seperti apa yang mengejutkanku itu.
Gerakan lambat
32
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Di Sebuah Pondok Bekas di Tepi Jalan
Rumah-rumah semakin jarang. Aku sedikit tenang. Meskipun setiap kulihat papan nama di depan kantor tertentu, masih saja ada
(Kamis, 25-8-2011, 10.30-15.00)
tulisan Klaten, tapi setidaknya sekarang mungkin sudah tidak di dalam kota lagi.
By the way, sumpah mati aku capek sangat !! Tadi terdengar
Pabrik-pabrik juga hanya terlihat sesekali dan sekarang lebih
bunyi krotak-krotak di bagian bawah. Kukira bunyi gotri
banyak sawah dan kebun tembakau atau jagung. Sudah di pinggiran
bergesekan dengan batang as, ternyata bunyi tulang lututku
kota rupanya.
bergesekan dengan dengkul. Minta ampun !! Tak semudah yang kukira. Jalan datar saja sudah seperti tanjakan empat puluh lima derajat. Saking capeknya, aku sampai bisa merasakan tulang pinggulku bergerak. Geol atas bawah, kiri kanan, bergantian. Jangan-jangan tulang pinggulku keram. Tadi, sebelum sampai di pondok ini aku merasakan tangan kiri kesemutan. So Terrible!! Bibirku sampai terkatup, sulit dibuka. Melekat seperti kena lem. Bibir yang kubasahi dengan sapuan lidah, kering lalu menyatu, susah dilepas. Alamak, hausnya minta ampun! Berarti sekarang sudah dua jam 35 menit aku mengayuh sepeda. Sebenarnya sejak setengah jam yang lalu aku sudah mencari tempat istirahat. Mataku liar ke pinggir jalan. Tapi baru
Sebuah pondok bambu tempatku beristirahat siang di Jalan Lingkar Luar Klaten
ketemu pondok ini yang kurasa agak nyaman. Ada sih sebenarnya
yang sangat panas
sebuah taman, tapi terlanjur kelewatan.
33
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Ohya, ini barangkali salah satu efeknya. Aku tidak tidur
Dari Kota Klaten sampai Mlese, tempatku duduk sekarang,
semalaman. Habis dari Goeboex Coffee malam tadi langsung
terutama di jalan menuju Solo, hampir tidak dijumpai tempat
bengkelin sepeda dan persiapan, sampai pagi cuy!
istirahat gratis. Setidaknya bangku-bangku yang diteduhi pohon
Jam 6.30 barulah aku ke halte UPN. Vika sudah datang ke kos
rindang. Ya wajar mungkin. Jalan ini kan jalan lintas, barangkali
sesuai janjinya. Aku mentransfer data ke harddisk external terlalu
Klaten hanyalah kota transit.
lama. Tiba di halte sudah tidak ada siapa-siapa.
Sekarang aku duduk di pondok untuk menghilangkan lelah.
Walhasil, aku baru berangkat dari UPN jam 08.09. Jam 08.53
Sangat capek dan haus. Saking hausnya, semua minuman yang
tiba di Prambanan, tiba di Klaten jam 8.47 (Kamu pasti bingung
kulihat seperti memanggil-manggil. Aku masih bertahan sekuat
jika mencermati estimasi waktu ini. tau kenapa? Sial! Ternyata jam
tenaga untuk puasa.
di hape salah stel. Aku memakai waktu London! Tak bisa dipercaya..!!!).
*******
Jalan Jogja klaten masih sama seperti yang kulewati tahun 2009. Di pinggirnya berpasir, sedangkan di tengah agak
Pertahananku jebol. Jam 11 aku buka puasa. Terlalu haus
bergelombang.
rasanya. Ditambah lagi godaan es dawet di tempatku duduk.
Kucari-cari nama daerah tempatku istirahat ini. Akhirnya aku
Ternyata benar, pondok ini milik pedagang. Jam 10 lebih dia
mendapatkannya dari mulut orang tua. Katanya sekarang aku
datang, menggangguku istirahat.
berada di desa Mlese.
Penjual dawet itu memecahkan es batu. Air mengalir, menetes.
Kupikir kota Klaten, atau daerah pinggirannya yang sekarang
Serasa dinginnya sampai ke tenggorokanku. Aku menyerah!
kulewati terlalu panas. Benar-benar panas bukan buatan. Sangat
Sebelumnya, di tengah jalan, waktu masih mengayuh sepeda,
sedikit pohon rindang. Kalaupun ada, kebanyakan masih kecil-
beberapa
kecil. Sekarang, kendaraan yang mendominasi adalah angkutan
menyegarkan. Buah-buah mangga muda yang bergelantungan itu
barang seperi truk dan pick-up.
seperti hidup. Mengejekku dan meminta digigit. Sial! Halusinasiku berlebihan.
34
kali
buah-buahan
mengejekku.
Warnanya
begitu
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Saat sedang mengayuh sepeda. Nona sms, lalu tak lama dia
Saat bangun, cahaya matahari sudah tidak terlalu panas. Ujug-
telepon. Untunglah aku baru tiba di pondok ini. Dia cerita banyak
ujug aku bangun, tidak cuci muka lagi. Langsung melihat ke
tentang hantu dan guna-guna dari adik orang. Katanya orang
sepeda. Syukurlah masih di tempatnya. Hanya berpindah beberapa
dekatnya ada yang diguna-guna. Aku mendengarkan saja.
meter.
Kubilang aku kangen sekali dengannya. Kuceritakan bahwa
Aku berdiri dan bersiap. Aku minta di foto sama bapak tua
aku ingin buka puasa. Sudah tidak kuat menahan haus. Tapi dia
yang duduk di tepi jalan, dekat sama pondok. Ternyata dia tidak
menyuruhku bertahan. Akhirnya aku memilih untuk istirahat di
bisa menggunakan kamera. Kuajari dulu berkali-kali tetap tidak
belakang pohon.
mengerti juga. Aku pasrah. Kuambil foto sepedaku sendirian.
Lama juga aku bertahan dari godaan es dawet itu. Sejam ibu
Aku sudah siap untuk berangkat lagi.
penjual itu duduk di pondok, akhirnya aku tak kuat juga. Kupesan segelas besar es dawet. Tiga ribu harganya. Gila ! aku serasa tak
*******
sabar menunggu dia menuang ke gelas. Ingin kurebut dan kuteguk secepatnya. Di belakang pohon, aku membuka kacang rebus yang dikasih bu kos. Lumayan, karena terlanjur buka puasa, sekalian aku langsung makan kacang rebus itu. Mungkin capek hari ini benar-benar keterlaluan. Setelah minum dan makan, kuatur posisi dan barang-barang. Aku bermaksud untuk berbaring di matras. Ternyata aku malah tertidur sampai jam 2.53 sore. Astaga, hampir empat jam aku tidur. Padahal kondisi di bawah pohon itu cukup panas juga. Mungkin karena capek yang teramat sangat itu aku segera tak sadarkan diri.
35
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Pura-pura Buka Puasa di Angkringan
Hari sudah cukup sore. Matahari mulai meninggalkan bumi dan akan segera digantikan malam. Semburat warna orange, hitam
SOLO ; Sukoharjo, Kartasura, Laweyan
dan jingga saling beradu. Aku mencari tempat makan.
(Kamis, 25-8-2011, 15.00-20.00)
Suara Azan sudah berkumandang. Aku turut menikmatinya meski tidak berpuasa. Suasana melankolis seketika menyerang.
Jalan yang kulalui tidak baik. Aku hanya bisa melewati jalan
Aku mengayuh sepeda perlahan, sambil menikmati suasana jalan
pinggir yang berpasir. Mudah tergelincir dan sering menginjak batu
yang mulai remang-remang. Pergantian antara siang dan malam ini
kerikil. Jalan tengah digunakan truk, bus, dan kendaraan bermotor.
warna hari dipengaruhi kuning keemasan.
Sepanjang jalan masih terasa gersang. Suasana ini baru agak
Aku sempat punya ide untuk ikut buka puasa bersama di
berubah setelah memasuki kabupaten Boyolali. Gersang tetap ada,
mesjid. Hanya saja, niat itu segera kuurungkan lantaran aku tak
cuma kesannya sekarang jadi lebih bersahabat.
berpuasa. Aku merasa malu sendiri.
Rumah penduduk tak terlalu padat. Ada kebun tembakau yang
Persendian di tulang panggul-pahan sudah tidak bergerak-
tampak sehat terawat berselang -seling dengan rumah. Ada
gerak seperti di Klaten. Kupikir mungkin sudah mulai terbiasa.
beberapa petak kebun yang tembakaunya kurus kurang terawat.
Aku berhenti di sebuah angkringan. Sekarang waktunya aku makan
Memasuki Kabupaten Sukoharjo, suasana pinggir jalan
dan istirahat sejenak. Sambil menunggu malam benar-benar datang.
memadat kembali. Sekarang sudah memasuki kawasan Solo.
Aku berbincang dengan bapak-bapak separuh baya. Namanya
Banyak toko, Ruko berderet-deret dan agen kendaraan besar.
Kris. Dia anggota salah satu klub Vespa di Solo. Dia perlihatkan
Suasana tidak segersang di jalan lintas, tetapi pohon perindangnya
vespanya padaku.
masih kurang.
―Wah saya juga punya vespa mas. Malah platnya juga AD !‖
Jalan berbelok ke kanan, masih di Sukoharjo. Nama
sambutku.
kecamatannya Kartasura. Mungkin Kartasura ini sudah masuk
―Ohya? Bolehlah, kalau ntar main-main kesini hubungi aja‖
dalam kawasan pinggiran kota Solo. Suasana kota, pertokoan, jalan
Katanya.
dan penataannya cukup baik.
36
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Dia menyimpan nomer teleponku. Sayang sekali, sampai akhir
Selesai shalat, aku bermaksud istirahat sebentar di beranda
perbincangan, aku terlupa untuk menyimpan nomer teleponnya.
mushola. Kuambil kacang rebus di dalam tas marinirku. Ah, sayang
Mas Kris memberi jalan pintas menuju Sragen.
sekali. Kacangnya sudah basi, berlendir. Tau bakal begini, kusikat
―Lampu merah pertama ambil kiri, kedua kiri lagi, ketiga
habis semuanya siang tadi. Terpaksalah kacang yang masih cukup
kanan, ikuti jalan. Ntar ketemu pintu rel kereta api, ikuti aja
untuk mengganjal perut itu masuk tong sampah.
langsung sampai ke ―Ringroad‖-nya Solo. Ini bisa menghemat
Malam ini akan jadi perjalanan malam pertamaku dengan
waktu perjalanan beberapa kilometer‖ Jelasnya.
sepeda. Aku masih belum terbiasa. Adaptasi siang tadi cukup
Thanks mas Kris !
menguras tenaga. Sekarang aku mengayuh sepeda agak terseokseok. Sebelum sampai di Pom Bensin ini, aku sudah bersusah *******
payah
melewati
tanjakan
di
perbatasan
Solo-Karanganyar.
Lumayan berkeringat. Dari angkringan, kuikuti petunjuk dari mas Kris. Belok kiri,
Sekarang suhu agak dingin. Keringatku sudah kering. Badanku
kiri lagi, lalu kanan. Ternyata di belokan terakhir aku agak
juga cukup segar karena baru saja mandi. Ini pertama kali aku
bingung, tapi tetap kuikuti saja.
mengucapkan terima kasih pada Pertamina atas jaringan pom
Dari Jl. KH. Mangunsosro belok ke Jl. Sumpah Pemuda
bensinnya. Aku membeli shampoo di minimarket Pom bensin, lalu
setelah melewati pintu rek kereta api. Dari situ aku mengayuh
mandi gratis, shalat, dan istirahat. Alangkah baiknya penjaga disini.
sepeda menjauhi kota Solo.
Mereka cukup terkejut mendengar tujuanku, Sragen. Katanya
Pada saat waktu Isya, aku sedang berada di Karanganyar.
masih jauh sekali kalau ditempuh dengan sepeda. Mungkin butuh
Bukan pas di Karanganyar-nya, tapi masih masuk daerahnya.
beberapa jam. Mereka mendoakanku dan memberi saran agar hati-
Entahlah di pinggir sebelah mananya aku kurang paham. Aku
hati.
mandi di mushola Pom Bensin Pertamina, lalu melaksanakan shalat
Aku mulai menyetel lampu merah kelap-kelip pemberian Mas
Isya.
Haris, teman kuliahku. Lampu ini kutaruh di boncengan.
37
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Pengendara di belakangku akan mengetahui keberadaanku di jalan
moncongnya harus ditengadahkan agar dia terus menyala. Mungkin
dengan adanya lampu kelap-kelip ini.
dengan begitu bola lampunya tersambung lebih erat dengan listrik.
Namun,
mengatur
posisinya
cukup
sulit.
Aku
harus
Sekarang kau melewati jalan gelap. Beberapa pohon sekali-
menggunakan kayu kecil untuk menahan dua karet gelangnya agar
sekali terkena sorotan lampu motor yang melintas dari depan dan
menempel di boncengan. Posisinya pun seringkali berubah karena
belakang. Ternyata lampuku terlihat cukup terang di tengah
getaran. Kadang dia tersudut di sisi kiri, tertunduk dan cahayanya
kegelapan. Aku menikmati cahaya yagn sedikit itu.
tidak lurus ke belakang.
Jujur saja, aku lebih menyukai jalan gelap ini. Sunyi senyap,
Mengetahui itu, aku harus mengecek secara berkala. Minimal
dan penuh ketenangan.
setiap lima belas menit aku harus menoleh ke belakang, mengecek posisi lampu kelap-kelip. Jika dia tertunduk dan menyamping, dia
********
tidak ada gunanya. Cahaya lampu hanya akan menyorot ban sepeda, padahal cahaya kelap-kelip ini penandaku di jalan. Lampu depanku, sebuah bola lampu dengan tempat lampu dari besi dialiri listrik dari dinamo. Baru saja kubeli saat reparasi sepeda beberapa hari lalu. Lampu ini baru akan kugunakan malam ini sudah mulai bertingkah. Sekali kena getaran keras, lampunya langsung mati. Aku harus memperbaiki lagi. 15 menit waktuku terbuang untuk memperbaiki lampu itu di sebuah tempat pemberhentian truk. Ku coba lagi mendayung sepeda, melihat nyala lampunya. Ada saja ulahnya, setiap beberapa meter dia mati terkena getaran. Sampai akhirnya aku mendapati penyakitnya. Ternyata, Onthelku saat diparkir di sebuah warung makan di Solo (Sukoharjo)
38
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Gesekan yang Kurang Menyenangkan
itu. Suatu ketika nanti, sebelum kondisinya jadi darurat, aku harus mengganti lampu dinamo itu dengan lampu lain. Aku masih belum
Jalur Karanganyar-Sragen
punya alternatif lampu yang logis.
(Kamis, 25-8-2011, 20.00-21.30)
Satu lagi masalah yang ditimbulkan oleh dinamo, yaitu bunyi. Karena gesekan dinamo dan ban, maka muncullah bunyi berirama. Setiap aku mempercepat laju putaran roda, maka bunyinya semakin
Ada satu pelajaran kecil malam ini. Baru setengah jam
cepat. Begitu sebaliknya. Bunyi itu kurang menyenangkanku.
mengayuh sepeda di tengah gelap, aku telah merasakan sesuatu
Tengah malam nanti, atau besok, atau besoknya lagi jika aku
yang tidak beres.
ingat, aku akan mengevaluasi masalah ini. Dipikiranku, selama aku
Gesekan antara dinamo sepeda dengan karet ban hanya
masih kuat mengayuh, selama cahaya tidak jadi masalah, dengan
membuatku mengayuh lebih berat !!
atau tanpa dinamo aku akan tetap mengayuh sepeda.
Aku telah mencoba membandingkan beberapa kali di jalur
Aku optimis sepeda ontelku ini tidak boleh diremehkan. Dia
yang gelap tanpa penerang jalan ini. Aku sengaja melepas gesekan
pasti kuat meski terlihat rapuh.
dinamo dengan ban, kurasakan ringannya kayuhan sepeda. Kupasang lagi gesekannya, kurasakan kayuhan menjadi lebih berat. Aku berasumsi, jika gesekan ini terjadi dalam waktu lama, untuk perjalanan panjang, pasti banyak sekali energi ekstra yang harus kukeluarkan, karena aku akan mengayuh sepeda yang berat dalam waktu lama dan jarak yang jauh Menurut hitung-hitungan untung rugi, aku akan rugi tenaga,
Foto selanjutnya :
jarak dan waktu. Bisa juga ditambah rugi uang karena aku harus
Foto bersama Posko Mudik di Sragen. Posko ini dijaga oleh Puskesmas, Polsek,
makan untuk mengisi rugi tenaga.
TNI, Dinas Perhubungan dan Gerakan Pramuka di Kabupaten Sragen
Sayangnya, untuk sementara ini tidak ada lampu yang bisa kuandalkan menerangiku di gelap malam, selain lampu dari dinamo
39
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
40
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
KABUPATEN SRAGEN
mobil yang lewat, aku segera minggir. Setelah mereka berlalu, aku ke tengah lagi. Di jalan yang mulus aku bisa mengejar cahaya mobil sesuka hati.
Nasehat Bapak Tua
Jalan mulus itu terputus berganti lagi dengan jalan seperti biasa
(Jam 9.30 malam-11.00 malam)
yang tidak terlalu rata. Di kanan jalan ada keramaian remangremang. Aku curiga pasti ada sesuatu di tempat ini. Kutebak bahwa tempat ini adalah warung remang-remang seperti di banyak daerah
Sekitar jam 9.30 malam, aku telah keluar dari wilayah
pinggiran kota.
Karanganyar. Sebelumnya sedikit berkeringat karena menuju
Apalagi mendengar sedikit dentuman lagu dangdut mirip organ
wilayah Karanganyar menanjak. Aku berhenti di salah satu Pom
tunggal dari sebuah kamar, aku semakin yakin. Aku terusik dan
bensin untuk melaksanakan shalat Isya, istirahat sebentar dan
ingin singgah. Mungkin disini aku bisa membeli rokok dan istirahat
bersantai di kaki lima mushola.
sebentar untuk minum kopi, pikirku.
Malam sudah mulai dingin. Deru kendaraan sudah tidak terlalu
Penampilanku menarik perhatian beberapa orang disana. Aku
banyak karena aku melewati jalan alternatif. Sesekali saja aku
mendorong sepeda dan sambil jalan aku lihat beberapa perempuan
berpapasan dengan kendaraan besar. Jalan gelap hampir tanpa
duduk di tempat-tempat temaram, ada yang berdua ada yang
penerangan. Aku bahkan tak dapat melihat papan pengumunan di
bertiga, ada juga yang sendirian. Benar lah dugaanku, tempat ini
pinggir jalan. Entah sekarang masih di wilayah Solo atau sudah
pasti bukan tempat sembarangan.
masuk Sragen.
Ah, tak apalah, lagipula aku cuma ingin beli rokok dan minum
Pohon-pohon di pinggir jalan sesekali terlihat saat aku
kopi sebentar. Aku tak tahu tempat ini dimana, aku bisa bertanya
mengarahkan cahaya senter kesana. Mereka berbaris membuat
pada bapak-bapak yang ramai itu.
jalan terlihat terbatas.
Niatku ebentar saja duduk disitu. Aku membuka pertanyaan
Aku sampai di jalan yang mulus dari semen cor. Cukup lebar
untuk memperoleh beberapa informasi.
dan aku suka mengayuh di tengah jalan. Dari belakang sesekali ada
41
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
―Maaf pak, saya mau tanya, tempat ini apa namanya ya‖
padaku, tapi aku tetap jaga-jaga. Anggaplah itu SOP (Standar
Ujarku. Bapak yang memakai kafiyeh itu menoleh ke arahku sejak
Operasional Prosedur) dalam perjalananku.
tadi.
Detik ini juga aku mendapat banyak pelajaran, seperti berikut ―Itu pasar Jaka Tingkir‖ Ujarnya.
ini :
―Oh..ini sudah di Sragen atau masih di wilayah Solo Pak?‖
Pendatang, entah itu petualangan, backpacker, pelancong,
Tanyaku lagi. Di jalan sudah kulihat penunjuk jalan menuju
peneliti, dan sebagainya, umumnya mudah sekali dikenali oleh
Kabupaten Ngawi.
pribumi. Mereka pasti ingin tahu banyak hal, apalagi anda terlihat
―Ini sudah di Sragen Mas, Lha Mas darimana mau kemana?‖
aneh, unik, sangat berbeda dengan pribumi, atau bahkan
Tanya beliau
mencurigakan.
―Saya dari Jogja Pak‖ Jawabku.
Jika anda susah diajak berkomunikasi, mereka akan
Bapak itu sontak agak terkejut. Dia tak mampu menahan diri
mencermati. Jika ada enak diajak berkomunikasi, mereka akan
ingin melanjutkan bertanya lagi. Obrolan menjadi panjang.
mengorek semuanya yang ingin mereka tahu.
Kujelaskan darimana mau kemana tujuanku. Beliau dan beberapa
Jika anda tidak ingin terlihat berbeda dari mereka, pelajarilah
orang lagi disitu menanggapi dengan baik. Sepertinya bapak itu
mereka terlebih dahulu. Bertindak dan bersikaplah seperti mereka.
orang lama di pasar Jaka Tingkir ini. Dia kenal banyak orang
Namun, untuk perjalanan jauh dan lama, anda tidak bisa
disitu, mungkin semuanya.
melakukan ini secara maksimal. Yang paling mungkin anda
Hampir semuanya dia tanyakan. Mulai dari apa tujuanku,
lakukan adalah bersikap baik dan tetap waspada.
darimana asalku, di Jogja kerja apa, di Dompu mau ketemu siapa,
Umumnya pribumi sangat menghargai pendatang yang
perjalanan siapa yang mendanai, sampai ke persiapan-persiapan.
mengetahui, menghargai, menghormati mereka (budaya, tradisi,
Sebagian kujawab dengan sebenar-benarnya, sebagian lagi
bahasa, dsb). Hal ini berkaitan dengan etnografi, sosiologi, dan
kusamarkan untuk menjaga keamananku.
komunikasi.
Aku tidak mudah percaya dengan orang yang baru ku kenal. Meski bapak ini kelihatannya orang baik dan tak berniat buruk
42
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Obrolanku dengan Bapak Tua itu bergulir sampai sangat
pada orang yang tak percaya dan curiga tentang identitas dan
panjang. Niatku untuk duduk sebentar saja kubatalkan. Dia
keberadaanku di wilayahnya. Lagipula sekarang lagi musim terorisme19, supaya tidak dikira
mengorek informasi sampai akhirnya tahu bahwa aku tidak membawa surat jalan.
teroris yang menyamar jadi pengendara sepeda, mungkin surat
―Sebaiknya Mas buat Surat Jalan dulu, mestinya dari Jogja
jalan dari Kepolisian akan sangat membantu.
sudah bawa surat jalan, tapi tak apalah, Mas sudah aman sampai
Dengan
adanya
surat
jalan,
orang
dapat
menelusuri
disini, buat saja di Polsek nanti, tidak terlalu jauh kok dari sini‖
keberadaanku seandainya aku hilang atau terjadi sesuatu yang tak
Katanya.
diinginkan.
Aku menanggapi setelah dia berhenti bicara.
Dengan menunjukkan surat jalan, orang yang ingin berbuat
―Kemarin sebelum berangkat sudah coba kubuat Pak di Polsek
jahat mungkin akan berpikir dua kali, setidaknya mereka tahu
Depok Timur, tapi katanya tidak buat juga tak apa. Kata Pak Polisi
perjalananku ini tercatat di Kepolisian, sehingga identitas dan
itu, kalo misalnya membawa barang-barang dagangan baru buat
keberadaanku mudah dilacak. Tapi orang jahat, apalagi orang yang
surat jalan‖ Jelasku.
kalap karena keterpaksaan dan keterbatasan jarang berpikir dua kali
―Wah mendingan dibuat Mas, itu banyak sekali gunanya, yang
untuk berbuat jahat.
terpenting itu buat keamanan Mas sendiri di jalan nanti‖ Jelasnya.
―Buat saja di Polsek sini, nanti di Kota Sragen lewat jalan ini,
―Iya sih Pak, aku juga mikirnya gitu, tapi sudah terlanjur juga,
sebenarnya ini juga sudah masuk Sragen, tapi bagian pinggirannya‖
jadi aku langsung jalan saja kemarin itu‖ Kubenarkan pendapat
Jelasnya. ―Iya pak, makasih ya pak, kalau ndak ketemu Bapak, mungkin
Bapak itu karena memang masuk akal. Aku memang butuh surat jalan. Selain untuk keamanan, tentu
aku tidak berpikir ulang lagi bahwa surat jalan itu segitu pentingnya‖ Ujarku
juga untuk dokumentasi otentik bahwa aku sudah sampai di lokasi Polsek yang memberikan Cap. Untuk keamanan maksudnya, dengan adanya surat jalan dari Kepolisian itu aku bisa menjelaskan
19
43
Bagiku isu terorisme hasil propoganda Amerika sangat mengganggu perjalanan.
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
―Lah iya..! Penting sekali itu Mas, apalagi buat Mas yang
buktinya dia mau menjelaskan sampai sedetail itu, padahal belum
perjalanan jauh begini. Sendirian atau ada temen yang nyusul nih?‖
tentu aku akan menuruti sarannya.
Katanya
Aku meyakinkan diri bahwa malam ini harus mendapatkan
―Sendiri saja Pak‖ Jawabku.
Surat Jalan. Penjelasan bapak itu kusimpan baik-baik diingatan.
―Nah apalagi sendirian, buat saja nanti setelah dari sini.
Sebentar lagi aku akan mencari tempat yang ditunjukkan olehnya.
Tengah malam masih bukan kok Polseknya‖ Jelas bapak yang baik
Malam ini mungkin aku tidak melanjutkan perjalanan lagi.
itu
Sekarang sudah lebih dari jam 11 dan badanku sudah sangat capai. Kami masih berbincang lama, dan kemana-mana. Aku
Seharian beradaptasi dengan dunia baru, dunia petualangan
menanyakan banyak hal tentang Sragen. Salah satu yang
bersepeda.
kutanyakan adalah dimana tempat pijat dis ekitar pasar Jaka
Begitu melelahkan rasanya setelah siang tadi hampir mati
Tingkir ini. Aku lelah sekali. Rasanya urat-uratku tegang semua.
kepanasan dan kehausan. Sekarang waktunya jalan-jalan di sekitar
Mungkin sedikit sentuhan dari tukang pijat malam ini bisa kembali
tempat ini. Siapa tahu tengah malam begini Sragen masih ramai.
mengendurkan urat-urat yang tegang dan otot-otot yang tegang.
Syukur-syukur ada sesuatu yang bisa menghilangkan capai.
―Di pasar Jaka Tingkir itu ada tukang pijat mas, nanti di pasar
Siapa tahu, tak ada yang tahu karena aku belum pernah ke
Nglangon juga ada. Tinggal pilih saja‖ Jawabnya.
Sragen sebelumnya dan tak pernah dengar informasi tentang
Aku menyimak lokasi yang diterangkan oleh bapak itu, dia
suasana malam di kota Sragen, apalagi di sekitar tempat ini.
juga menjelaskan dan menunjukkan arah menuju Polsek Sragen terdekat dan tempat pijat yang kumaksudkan. Dia mengulang
*********
penjelasan beberapa kali dan pentingnya surat jalan itu begitu ditekankan olehnya. Aku tidak punya kesan negatif lagi pada bapak berbadan kecil dan memakai jaket berwarna gelap itu. Aku yakin dia orang baik,
44
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Pijat (Bukan) Plus-Plus
Tingkir dan tempat pijat disana. Katanya, orang yang duduk di tempat gelap itu rata-rata buka tempat pijat.
(Jam 11 malam-11.50 malam)
Di pasar Jaka Tingkir ini kebanyakan tukang pijatnya adalah laki-laki. Sekali pijat sampai selesai biayanya sekitar 15 ribu sampai 25 ribu, tergantung pemijatnya, tidak akan lebih dari harga
Aku pamit dari tempat itu. Berkali-kali kuucapkan terima
itu. Tak lama aku meninggalkan angkringan itu dan melihat-lihat
kasih, berkali-kali juga Bapak itu mengulang pesannya hingga
lokasi yang dimaksud.
adegan itu menjadi lucu. Aku menaruh hormat padanya. Dan
Aku tidak tertarik, terlalu gelap dan ramai disitu dan aku pun
dengan sungkan aku berlalu dari tempat remang-remang itu.
pergi menuju arah pasar Nglangon yang diceritakan bapak tadi.
Seorang perempuan yang bekerja di karaoke di tempat itu juga
Aku terpikir untuk ke Polsek setelah selesai pijat, lalu setelah itu
ada saat aku pamit. Dia ikut terlibat dalam perbincanganku dengan
cari tempat tidur.
Bapak Tua. Ketika aku pergi dia juga ikut tersenyum. Entah apa dipikirannya. Kadang aku tertarik mengetahui apa yang orang
*******
pikirkan tentang aku saat itu. Bagiku,
tak
apalah
beberapa
kali
mengangguk
dan
Ternyata Sragen sudah sepi. Jalan-jalan lengang, hawa dingin.
membungkuk mengucapkan terima kasih pada mereka. Informasi
Menuju tengah kota aku melewati jalan aspal yang tidak lebar. Di
yang mereka beri benar-benar berharga dan tentunya akan
kiri jalan ada jalur khusus sepeda dan becak. Walaupun sepi aku
bermanfaat bagiku sekarang dan nanti.
tetap lewat jalan itu. Sesekali ban sepeda masuk ke dalam lubang.
Aku mengambil sepedaku. Ketika lewat di depan mereka,
Di tengah kota masih ramai. Kulihat lampu merah masih
kembali aku tersenyum dan menyapa. Mata kusipitkan dan
berfungsi merah kuning hijau. Disitu ada pos polisi. Kukira aku
senyumku yang entah bagaimana bentuknya, kusunggingkan pada
bisa minta dibuatkan surat jalan di pos itu. Kata pak polisi mereka
mereka. Sekali itu aku membungkuk lagi.
tidak punya cap, dan pos itu cuma pos jaga lapangan saja, bukan
Aku memutari pasar Jaka Tingkir sebentar, duduk di sebuah
kantor
angkringan yang masih buka. Aku bertanya tentang pasar Jaka
45
yang
melayani
urusan
administrasi.
Polisi
itu
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
mengarahkanku ke Polsek yang terletak di sebelah selatan rel
Aku melewati semua, berkeliling sekali di alun-alun, lalu
kereta api.
menyeberangi rel kereta api dan belok kanan ke arah pasar
Di dekat alun-alun itu ada Ruko (rumah toko) panjang. Di
Nglangon. Ternyata jalan ke pasar itu tengah malam masih ramai.
emperan Ruko itu orang-orang tidur bergelimpangan. Barangkali
Beberapa toko kelontongan dan toko buah masih buka. Aku jalan
mereka pedagang kaki lima atau gelandangan yang mengais rezeki
terus mencari-cari tukang pijat yang dimaksud.
pada siang hari.
Aku tidak kesulitan menemukannya. Mereka ada di trotoar dan
Para Tuna Wisma yang mencari nafkah di Sragen dan
kaki lima toko-toko yang sudah tutup. Tempatnya mirip tempat
sekitarnya. Atau barangkali mereka itu orang-orang yang punya
pedagang pecel lele yang ditutup kain. Trotoar disekat oleh
rumah jauh dari Sragen, enggan pulang karena besok pagi harus
dinding-dinding dari kain yang dibentangkan.
segera mencari nafkah lagi.
Dari pertigaan sampai ke pasar utama mereka memanjang,
Siapapun mereka, yang pasti mereka tidur di emperan toko,
berbagi lapak satu sama lain. Ada yang dilengkapi dengan
hanya mengenakan selimut tipis dan tikar seadanya. Dan tentu saja
penerangan
saat siang nanti mereka sudah tidak ada disitu dan baru kembali
mengandalkan lampu dari toko-toko yang tutup itu.
kesana atau emperan yang lain pada malam hari.
lampu,
tapi
kebanyakan
gelap
gulita,
hanya
Aku berpikir ulang, setelah sampai di ujung jalan, di depan itu
Semakin mendekati alun-alun Kota Sragen, banyak pedagang
adalah pasar Nglangon. Yakin aku ingin pijat disini? Lebih mirip
masih berjualan, pemuda-pemuda Sragen pun masih berkeliaran di
pijat remang-remang daripada pijat sebenarnya. Memang jelas
sekitar tempat itu. Ada yang hanya duduk, ada yang main-main
tempatnya remang-remang, dan sesekali motor yang lewat
dengan motornya, ada yang minum teh atau kopi di angkringan.
membuat satu persatu orang yang dipijat itu menjadi terang.
Mereka punya kesibukan masing-masing.
Jika aku dipijat, aku sama seperti mereka yang kelihatan itu.
Beberapa perempuan remaja juga ada terlihat ikut berkumpul
Kendaraan orang yang dipijat diparkir tepat di depan pintu buatan
di keramaian malam itu. Mereka adalah generasi muda yang hidup
yang terbuka, sedikit melindungi si pemijat dan pelanggannya dari
di tengah kemegahan teknologi modern jaman sekarang, sama
pandangan orang luar.
seperti di kota-kota yang ramai lainnya.
46
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Lama aku terdiam di seberang jalan. Flat-flat tempat pijat itu
Kususuri dari ujung jalan dekat pasar, mencari flat yang agak
hampir semuanya ada di kiri jalan. Disitulah ada trotoar dan kaki
tertutup, rasanya aku malu jika lampu motor menyorot kearahku.
lima yang dapat digunakan untuk tempat memijat. Aku berpikir
Satu, dua, tiga tukang pijat kulewati. Tukang pijat keempat
lagi, yakin mau jadi salah satu orang yang dipijat itu?
kusinggahi, tanya-tanya harga dan bagaimana service20-nya, aku
Tidak takut disangka macam-macam? Kalau nanti ada
tak tertarik dan masih canggung, jadi kutinggalkan tukang pijat itu
pembersihan dari satpol PP dan aku terjaring bagaimana? Memang
yang masih menawarkan jasanya.
mungkin aku bisa lolos, tapi pasti dibawa ke kantor dulu, bukankah
Tukang pijat kelima kulewati, begitu juga yang keenam. Pada
itu membuang waktu dan mungkin juga uang.
urutan ketujuh aku singgah lagi. Tukang pijatnya berumur paruh
Aku jadi bingung. Apa aku benar-benar butuh dipijat? Apa
baya, tempatnya agak tertutup dan dia baru saja menyelesaikan
uratku benar-benar tegang? Ah sial. Kenapa jadi begini. Aku
pekerjaan memijat seorang pelanggan.
bertanya lagi pada diriku sendiri. Apa motivasi dan tujuanku kesini.
Kutanya harga tapi tidak kutanyakan lagi bagaimana service-
Aku bertujuan meregangkan urat yang kencang dan melemaskan
nya. Lebih mahal lima ribu daripada yang kutanya pertama tadi.
otot yang tegang, jawab batinku.
Disini 25 ribu. Kutanyakan mengapa harganya lebih mahal dari
Akhirnya aku yakin akan menggunakan jasa tukang pijat di
sebelumnya. ―Itu harga biasa kok Mas, kan pijatnya semua mas, jadi masa
pinggir jalan itu. Biarlah, entah apa kata orang, entah apa kata
20 ribu‖ Jawabnya.
batinku sendiri. Biarlah, lagipula tidak ada orang disini yang kenal
―Pijat seluruh badan ya Bu?‖ Tanya ku kurang yakin. Aku
denganku. Aku juga tidak bermaksud macam-macam, kenapa mesti ragu.
ingin dipijat di betis dan paha lebih banyak, soalnya di bagian
Bukankah aku benar-benar capai dan butuh pelemasan. Untuk
itulah yang paling pegal. ―Iya lah Mas, masa pijat setengah-setengah, itu pijat ngawur
apa malu pada diri sendiri jika tidak ada hal buruk yang dilakukan,
namanya‖ Jawabnya.
bukankah begitu? Letakkan malumu pada tempatnya, ujar batinku meyakinkan.
20
47
Pelayanan
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
―Kalau pijat itu tidak teratur malah ga bagus Mas, ada alur-
―Iya Bu sebentar, ikat pinggangnya susah dilepas‖ Ujarku
alurnya biar badan setelah dipijat jadi enak‖ Lanjutnya. Dia malah
berkelit.
ceramah.
Mau tak mau, malu tak malu. Walaupun masih ragu, kulepas
Yakinlah diriku, ibu ini memang tukang pijat, bukan main-
juga celana lapanganku itu. Ibu itu membalikkan wajahnya ke
main. Ya sudah, aku terima memakai jasa pijatnya.
tempat lain saat aku membuka celana di dalam kain sarung. Ribet
Kuparkirkan sepeda lebih ke atas, bersandar di dinding dari
sekali celanaku ini. Aku hampir jatuh tersungkur karena kakiku
seng. Kutaruh noken21 di tikar tipis dan aku duduk ditikar yang
tersangkut saat akan melepas celana itu. ―Silahkan duduk‖ Ujarnya. Akupun duduk.
sama. Ibu itu memberikan kain sarung padaku. ―Silahkan dibuka pakaiannya Mas‖ Ujarnya. Aku menurut,
―Menghadap kearah sana‖ Lanjutnya mengarahkan badanku.
kubuka jaket dan baju kaosku, kuletakkan diatas noken, masih
Dia mengambil posisi di belakang. Aku duduk mematung
dalam keadaan duduk.
menanti apa yang dilakukan pada badanku sekarang.
―Celananya sekalian Mas‖ Lanjut Ibu itu.
Dia mulai mengoleskan minyak di punggungku dan bagian
Aduh..!! yang betul? Masa aku bukan celana juga disini. Aku
belakangku. Lalu pemijatan bagian belakang atas pun dimulai.
jadi bingung. Malu juga rasanya meskipun yang ada disitu cuma
Ehm..! enak sekali. Minyak oles itu membuat hangat dan
kami berdua dan memang begitu prosedurnya jika ingin dipijat full
pijatannya juga terasa lembut, tetapi membuat otot punggungku
body22.
lemas.
Aku berdiri mematung, masih ragu, dibuka ...tidak.. dibuka..
Ibu ini termasuk pemijat profesional, dia tak terburu-buru
tidak.. dibuka.. tidak...?
menyelesaikan pijatan di satu bagian atau hanya mengejar bayaran
―Lah..! Bagaimana mau pijat seluruh badan kalau celananya
saja. Setiap bagian yang dipijat dia yakinkan benar-benar rampung
tidak dilepas?‖ Katanya melihatku bingung.
secara keseluruhan.
―Memang semuanya begitu kok Mas, kalo pakaiannya tidak
Tulang belikatku ditarik, kadang-kadang aku mengejangkan
dilepas, nanti malah kotor kena minyak‖ Jelasnya.
badan, menahan tekanan-tekanan yang kuat dari sentuhan tangan
21
yang lembut. Maknyusss !!
22
Tas tali rajut dari Papua Seluruh badan
48
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Sambil dipijat aku mengajaknya bercerita. Katanya dia sehari-
di negara ini. Bupati Sragen mengelola daerah dengan menerapkan
hari kerja di pasar membantu suaminya berjualan. Nanti sekitar
teknologi informasi sampai ke desa-desa. Hal ini untuk
jam empat dia sudah tutup lalu membantu suaminya menyiapkan
memudahkan koordinasi dalam pemerintahan.
pekerjaan di pasar. Setelah itu dia akan tidur sampai jam sembilan
Dengan penerapan teknologi informasi yang praktis ini kepala desa bisa berkoordinasi dengan camat melalui email23 atau
pagi, lalu ke pasar lagi membantu suaminya. ―Hidup yang cukup berat‖ Gumamku.
teleconference24. Tentu saja hal ini awalnya membutuhkan
Ku tanyakan berapa kira-kira pendapatannya semalaman buka
anggaran yang banyak, tetapi efek jangka panjangnya, alur
jasa pijat begini. Dia tidak menjawab secara implisit. Mungkin
koordinasi jadi lebih cepat dan praktis, dan banyak anggaran seperti
malu, mungkin juga masalah penghasilan itu tabu untuk
biaya transportasi dan lain-lain bisa ditekan seminimal mungkin.
dibicarakan secara gamblang. Dia bilang penghasilannya ditambah
Aku salut juga dengan Bupati Sragen ini, metode yang dia
penghasilan suaminya di pasar, cukuplah untuk membiayai hidup
terapkan termasuk terobosan yang bagus dan praktis. Namun, perlu
yang pas-pasan dan sekolah anaknya.
diteliti apakah penerapannya sejalan dengan teori. Pembekalan
Ibu ini mengaku bukan orang asli Sragen. Anaknya tinggal di
untuk masalah ini tidaklah segampang yang dikira.
kampung bersama orang tuanya yang sudah tua. Beberapa bulan
Mungkin, disebabkan terobosan itulah Sragen berkembang
sekali dia dan suaminya bergantian pulang untuk menjenguk Ibu
lebih cepat daripada Kabupaten lain di Jawa Tengah, setidaknya
dan anaknya, sekalian membawa uang untuk biaya hidup anak dan
akhir-akhir ini. Perkembangan yang cepat itu lama kelamaan
Ibunya itu.
membuat Sragen bisa menjadi lebih baik daripada kabupaten
―Di pasar Nglangon ini banyak perempuan yang bekerja
lainnya di Jawa Tengah.
seperti saya Mas. Ada juga yang asli Sragen dan banyak juga yang
Perkembangan ini menjadi penarik orang untuk datang.
dari luar Sragen‖ Ujarnya sambil terus memijat.
Banyak orang luar Sragen yang mencari nafkah disini. Baik sebagai
Sebagai daerah berkembang, Sragen cukup menjanjikan.
investor, maupun sekedar mencari nafkah keluarga, seperti yang
Tahun 2010 lalu Bupati Sragen dinobatkan sebagai salah satu
dilakukan oleh ibu yang memijatku sekarang ini.
Bupati Terbaik di Indonesia versi salah satu majalah beroplah besar
23 24
49
Surat elektronik Konferensi/rapat melalui layanan group chatting dan video call.
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Aku pernah punya kawan akrab asal Sragen di Yogyakarta.
Pijatan di bagian betis paling terasa menyakitkan, walaupun
Namanya Novi, tapi aku dan kawan-kawan satu kos lebih suka
setelah satu alur pijatan selesai rasanya sungguh enak. Urat-uratku
memanggilnya S.E. Dia adalah mahasiswa ekonomi di UPN
tidak tegang lagi, otot-otot juga menjadi lemas.
―Veteran‖ Yogyakarta, kampusku.
Hawa yang keluar dari minyat pijat tidak kusukai. Rasanya
Dia satu kos denganku di Kavling Madukismo nomor 6, kos
seperti di dalam bus ekonomi saja. Panas dan berbau minyak angin
pertamaku. Orangnya baik dan ramah. Dan yang lebih menarik
(pijat).
perhatianku, selain termasuk cerdas, dia kuanggap orang yang
Kakiku diangkat, diputar-putar lalu ditarik, aku terkejut dan
mempunyai visi masa depan yang bagus. Dia juga disiplin.
berkali-kali menahan sakit. Ternyata tangan yang lembut dari ibu
Menurut kabar terakhir yang terpercaya, S.E sekarang
itu bisa berubah jadi keras juga. Tukang pijat profesional, dimana-
melanjutkan Strata 2 (S2) di UPN ―Veteran‖ Yogyakarta juga.
mana, selalu saja pandai mengelola tenaganya saat memijat. Jika
Sambil kuliah S2 dia menggeluti usaha jasa sebagai Makelar (maaf
mereka memijat bagian yang lembut, tenaga diturunkan. Tetapi saat
bukan makelar kasus seperti di lembaga peradilan ya!). Kabarnya
memijat bagian yang keras dan butuh tenaga, kekuatan mereka
dari usahanya itu, dia berhasil membeli beberapa hektar kebun
dikeluarkan.
sawit di Kalimantan.
Bertambah malu lagi aku ketika ibu itu memegang pantatku
Hebat kan?
dan mulai memijatnya. Ibu biasa saja, dia memijat tanpa canggung, mungkin karena memang itu pekerjaannya. Entah dia tahu *******
perasaanku saat itu atau tidak, aku tak peduli. Aku menahan malu dalam hati, tapi tak bersuara. Pijatannya enak juga. Dia tidak
Akhirnya bagian belakangku selesai dipijat. Kini aku diminta
berbuat yang aneh-aneh dan bisa membuatku marah.
berbaring tengkurap, mungkin sekarang bagian belakang bawah
Kalau dipikir-pikir, bagian pantat kan tidak boleh dipegang
yang akan dipijat. Aku menurut saja apa perintah Ibu itu. Tapi aku
sembarang orang, baik pantat laki-laki ataupun pantat perempuan.
rasa malu juga ketika dia mulai memijat betis dan pahaku di balik
Namun harus diakui bagian ini boleh dipegang oleh semua pemijat
kain sarung yang tidak disingkap. Rasanya gimana gitu!
50
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
profesional. Seperti kepala yang bisa dipegang dan dibolak-balik
Di Kota Yogyakarta salah satu contohnya, begitu banyak tempat pijat yang dikenal dengan ―Salon plus-plus25‖ tersebar di
semaunya oleh tukang cukur profesional. Hanya tukang cukur yang bisa memegang kepala Presiden
seantero kota. Bisnis jasa ini tidak lagi terselubung dan begitu
berkali-kali..!!
mudah ditemui, bahkan oleh para pelajar dan mahasiswa Yogyakarta. Tempat pijat biasanya hanya jadi kamuflase26 belaka,
Aku diminta duduk lagi. Kini bagian depan yang dipijat, yaitu
banyak Kapster27 dari salon yang sama sekali tidak bisa memijat.
tangan dan lengan bagian depan. Jari-jariku semua berbunyi saat ditarik olehnya. Ternyata aku baru sadar bahwa telapak tanganku
―Ada juga sih Mas, tapi kebanyakan yang pijat disini kan
juga terasa pegal. Terasa sekali rasa nyaman di bagian itu setelah
memang para pekerja di pasar, yang betul-betul capek habis kerja
dipijat.
dan ingin dipijat biar besok bisa segar lagi‖ Ujarnya memulai
Sesi ini adalah sesi yang terakhir dari prosesi pemijatan, tapi
jawaban dari pertanyaanku yang nakal.
sesi ini juga memuat bagian pelemasan yang terakhir. Punggungku
―Saya tidak pernah melayani yang begituan, lagipula saya cari
dipijat ulang sekali lagi, namun metodenya agak berbeda dari yang
rezeki jauh-jauh kesini berharap yang halal dan saya juga sudah
pertama, kali ini lebih lembut dan semuanya digerakkan keatas.
punya keluarga, jadi yang begitu biasanya saya tolak dan tidak
―Apa ada pelanggan yang minta macam-macam, dan maaf,
pernah berpikir akan melayani yang seperti itu‖ Katanya tersenyum
apa Ibu melayani yang macam-macam juga?‖ Kataku dengan nada
menutup jawabannya.
yang rendah.
Aku mengangguk paham dan tidak melanjutkan pertanyaan
Dia seperti sudah maklum dengan pertanyaan seperti itu.
lebih jauh lagi, takut juga menyinggung perasaannya. Prosesi
Seperti banyak diketahui orang, jasa pijat sering dibelokkan
pijatpun selesai dan aku kembali berpakaian. Kuserahkan uang 25
menjadi jasa terselubung, salah satunya transaksi seks, atau populer
ribu seraya mengucapkan terima kasih.
disebut pijat plus plus. 25
Tanpa bermaksud menjelekkan Yogyakarta sebagai kota pariwisata, kota pelajar, dan kota budaya, tapi kini salon plus-plus adalah realita di tengah masyarakat. Bahkan salah satu surat kabar pernah mengekspos masalah ini. 26 Selubung, kedok 27 Sebutan untuk karyawan salon
51
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Pak Polisi dan Surat Jalan
Saat aku mengangkat sepeda, ibu itu sempat menanyakan dari mana asalku dan mau kemana tujuanku. Sambil berlalu kujawab
(Jam 00.50 malam-1.30 Dinihari)
pertanyaan itu sekenanya. Mungkin dia aneh melihat sepedaku yang gemuk oleh tas.
Memang beda rasanya sebelum dan setelah dipijat. Kini
*******
rasanya lebih ringan dan segar. Ku kayuh sepeda ke arah perlintasan rel kereta api. Aku berhenti di trotoar sebentar, mengingat lagi penjelasan Pak Polisi di lampu merah tadi tentang lokasi Polsek terdekat. Aku mereka-reka lokasinya di kepalaku. Ku ingat, setelah sampai di perlintasan kereta api itu, aku harus belok kanan, lalu nanti belok kiri jika menemui plang Bank, lupa Bank apa namanya. Lurus saja sampai ujung jalan, nanti belok kiri lagi. Begitulah kira-kira penjelasan yang kuingat. Aku segera mengayuh sepeda menembus malam. Cukup dingin meski badanku sudah dihangatkan oleh minyak pijat. Jalan menuju Polsek sudah begitu sepi. Sampai di Polsek tidak kalah sepinya, tidak ada orang terlihat sampai aku masuk ke dalam kantor. Kuparkir sepeda di tempat parkir mobil. ―Ah, Tidak akan ada yang marah malam-malam begini dan memintaku parkir di tempat seharusnya‖ Pikirku. Aku langsung masuk ke dalam. Menuju meja pelayanan. Pak Polisi bertubuh agak gendut menyambutku.
52
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
―Maaf ada keperluan apa Mas, malam-malam begini
sedang mengetik. Bapak bertubuh gemuk itu langsung menyambut
mendatangi Polsek?‖ Ujarnya menyambutku dengan wajah
sambil matanya tetap tertuju pada layar komputer. Polisi yang cuek
bersahabat.
itu mengangguk-angguk, lalu dia duduk tak jauh dariku, masih di
Kujelaskan kebutuhanku, juga tentang Bapak Tua di Pasar
bangku panjang yang sama.
Jaka Tingkir yang menyarankanku membuat surat jalan. Pak Polisi
Dia mulai pembicaraan.
bertubuh gemuk itu menyimak dengan seksama.
Siapa namaku,
―Maksudnya surat seperti apa Mas?‖ Tanya beliau lagi.
darimana asalku.
―Pokoknya surat yang menjelaskan identitas dan tujuanku Pak‖
―Amin dari Jogja‖ Jawabku.
Jawabku.
Mau kemana tujuanku,
―Nanti di setiap Kabupaten saya akan minta cap di lembar lain
apa yang kucari di Sumbawa?
surat itu Pak,kira-kira seperti itu‖ Lanjutku agak formal.Dia
Mudik ya? Kenapa tidak pakai bus atau pesawat saja?
mengerti surat seperti apa yang kumaksud.
Lalu, apa kerjaku di Jogja?
―Ooh Iya paham... Mana KTP (Kartu Tanda Penduduk) kamu
Kubilang aku mahasiswa. Dia bertanya seperti wartawan.
Mas?‖ Dia meminta KTP-ku.
Kuprediksi dulu dia bercita-cita menjadi wartawan, tapi tidak
―Ini Pak‖ Kurogoh KTP yang sudah kumal dari dompet di
kesampaian. Akhirnya jadi Polisi.
dalam noken.
Bukan asli Jogja ya? Iya bukan, jawabku.
―Silahkan duduk Mas, sebentar saya buatkan dulu‖ Katanya.
Lalu asalnya darimana? Dari Sumatra, Jawabku.
Pak Polisi mulai sibuk dengan komputernya, membuat
Oh, Sumatranya dimana? Katanya lagi. Bapak itu bilang dia
dokumen yang kubutuhkan. Tak lama ada satu orang Polisi lagi
pernah tugas di Sumatra. Dia tahu banyak tempat di Riau daratan.
yang keluar dari salah satu ruangan, dia bertubuh standar, tidak
Disebutkannya lah tempat-tempat di Riau yang dia kenal. Ada yang
gendut dan tidak kurus. Awalnya dia cuek sekali padaku.
sampai ke pelosok Riau.
Aku diam sendiri sampai Polisi yang cuek itu membuka
Banyak sekali dia cerita, sampai akhirnya tiba di Kalimantan.
pembicaraan. Dia menanyakan keperluanku pada temannya yang
Kutebak mungkin dia orang Kalimantan atau mungkin sekali lama
53
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
tugas di Kalimantan. Logat Jawanya tidak kelihatan, tidak seperi
Punya satu mobil Mercy, satu rumah permanen besar, dan
bapak yang gendut.
pastinya punya banyak tabungan. Atau jika nasib keponakannya
―Di Kalimantan Selatan, orang Banjar bisa merajai bisnis,
sial, mungkin dia akan stress sampai gila.
orang Tionghoa kalah. Padahal dimana-mana orang Tionghoa
Dulu waktu pertama kali masuk Fakultas Teknologi Mineral
selalu identik dengan Bisnis, tapi tidak di Kalimantan. Orang
(FTM), saat Sosialisasi Studi Kampus (SSK) 2007 tepatnya.
Banjar di Kalimantan pandai berdagang sehingga bisa bersaing
Senior-senior di FTM bilang :
dengan pendatang‖ Katanya.
“Kalian sudah masuk di Fakultas yang tepat. Inilah fakultasnya para calon orang kaya. Emasnya UPN Jogja”
Aku menyimak dan sekali-sekali menanggapi. Aku masih belum yakin, masa sih? Bagaimana jika disandingkan dengan orang
Semua mahasiswa baru tepuk tangan, riuh, gaduh senang
Padang? Orang Tionghoa itu bukan lawan bisnis yang mudah
dengan banyolan senior itu. Senior di Perminyakan angkatan 1975
ditaklukkan.
yang pernah atau mungkin masih mengajar di Universitas Trisakti,
Dia cerita,
Pak Gatot namanya. Dia bercerita begini :
―Ada keponakan saya yang kuliah di Pertambangan UPN, dia
―Dulu waktu saya akan daftar di UPN, saya tanya begini ke
tidak kuat . Mata kuliah dan praktikumnya berat-berat..‖ Ujarnya
bagian pendaftaran ; Jurusan apa sih yang bisa membuat saya
bersemangat.
cepat kaya?” Bagian pendaftaran langsung bilang, coba ke
―Akhirnya keponakan saya itu berhenti. Sekarang malah jadi
Perminyakan aja‖
guru SD‖ Lanjutnya.
Tahun 1975 belum banyak lulusan Perminyakan. Waktu itu
Ceritanya cukup mengharukan. Dengan jangkauan pikiranku,
Perminyakan UPN masih memakai sistem D3. Pak Gatot itu belum
aku merasa nasib keponakannya agak jungkir balik. Sayang sekali,
lulus kuliah S1 saja sudah punya Mercy. Dia punya sertifikat D3
kalau dia tetap lanjut di Pertambangan UPN mungkin sekarang
dan beruntung menjadi kepala distrik perminyakan di salah satu
keponakannya itu sudah jadi orang kaya baru.
perusahaan besar. Pilihan yang tepat. Entahlah. Waktu itu aku hanya mendengarkan cerita dan percaya-percaya saja. Cukup lah untuk seru-seruan. Sekarang mau
54
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
masuk ke Perminyakan calon mahasiswa, atau bapaknya calon
―Kenapa sih kamu malah memilih bertualang? Kuliah belum
mahasiswa akan ditanya ―Wani Piro?‖. Bukan hanya di
selesai. Mestinya kamu selesaikan dulu kuliahmu, setelah itu mau
Perminyakan, semua jurusan di FTM sudah memakai sistem ―Wani
bertualang atau mau kerja sudah terserah kamu. Kasihan kan orang
Piro‖ ini.
tua kamu kerja cari uang‖ Katanya.
Memang sih, akhirnya aku sendiri juga tidak memilih Teknik
―Kalau anak saya, prioritas pertama yang harus diselesaikan itu
Perminyakan atau pertambangan, melainkan Teknik Lingkungan.
ya sekolah, yang lain nanti dulu, pacaran nanti dulu. Mereka ikut
Aku bisa melihat potensi yang besar. Begitu luas dan banyaknya
kata-kata saya, tidak ada kompromi kalau masalah ini‖. Lanjutnya. ―Pernah dulu itu anak saya yang perempuan mau ke Jakarta
lapangan kerja yang tersedia untuk lulusannya. Masalahnya, siapa yang bisa bersaing? Dialah yang akan terjaring.
tempat bibinya. Dia tidak minta ijin lagi. Kalau saya tahu, tidak
Jika boleh lebay, aku mau bilang begini :
mungkin saya ijinkan dia pergi sama teman-temannya dari sini ke
“Sepanjang jaman manusia akan membutuhkan Teknisi
Jakarta. Apalagi anak cewek‖ Begitu semangatnya Pak Polisi ini
Lingkungan. Selama manusia, bumi, langit, dan matahari masih
cerita. Bapak itu geleng-geleng kepala mengingat kejadian itu.
ada, Teknik Lingkungan akan tetap dibutuhkan”
Aku jadi tumbal gara-gara menunggu surat jalan. Masa aku diceramahi habis-habisan? Apalagi sifat ―bapak‖ model begini
********
sangat bertentangan denganku. Pusing juga kepalaku hampir 15 menit dia mendominasi pembicaraan. ―Lah, kamu sendiri minta ijin tidak sama orang tua?‖ Malah
Kembali lagi ke cerita Pak Polisi tentang keponakannya. Sayang sekali keponakan Pak Polisi itu tidak dapat bertahan
aku dicecarnya dengan pertanyaan yang sedang dia bayangkan tadi.
lama dan memilih jadi guru. Memang sih, menjadi guru adalah
―Ijin kok pak, tapi sama kakakku‖ Jawabku cengar-cengir.
pekerjaan yang mulia. Tapi jika pekerjaan itu hanya jadi pelarian
Terkejut diserang dengan pertanyaan yang tak kuduga secara
karena tidak ada pekerjaan lain lagi, kurasa itu kurang bijaksana.
mendadak.
Pak Polisi itu menasehatiku.
55
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Kutebak lagi, Pak Polisi ini seperti punya bakat menjadi
Kami terus bercerita, sampai surat jalan yang dibuatkan
Sniper28. Tembakannya tak terduga dari mana datangnya. Sial !
untukku selesai dicetak, lalu di cap oleh Bapak yang gendut. Wah,
―Terus orang tuamu tahu kamu berangkat? Mereka kok kasih
senang rasanya. Dia memberi arahan padaku.
ijin?‖ Katanya lagi. Naluri polisinya mulai bermain disini.
―Ternyata Surat Jalan yang kubutuhkan itu hanya seperti ini
Aku curiga, jangan-jangan dia berpikir aku ini anak yang kabur
saja? Aneh sekali, kenapa Polsek Depok Timur tidak mau
dari rumah. Memang ada orang tua yang peduli anak sepertiku
mengeluarkan surat seperti ini saat aku memintanya pada tanggal
kabur? Paling kalau kabur juga tidak dicari.
24 Agustus 2011 itu? Apa mereka tidak percaya aku akan benar-
―Terus satu lagi, orang tuaku kasih ijin atau tidak, kok malah
benar melakukan perjalanan itu? Atau ada alasan lain‖ Pikirku.
dia yang sewot sih?‖ Gumamku. Aku berpikir keras untuk
Aku membayangkan sambil berpikir keras kejadian beberapa hari
menghindari serangan darinya.
lalu.
―Hehe...! Kakakku malah bangga Pak, kalau Ayahku sih pasti
Intinya, surat jalan ini hanya memuat identitasku, yang
dikasih tahu sama kakak. Lagipula mereka mau larang bagaimana
merupakan identitas gabungan KTP dan KTM, lalu tujuanku,
juga? Tahun kemaren aku pulang pakai Vespa butut ke Jambi
kendaraan yang kugunakan, waktu keberangkatan dan waktu aku
malah tidak kasih kabar, tahu-tahu sudah sampai di depan rumah
tiba di polsek Sragen itu.
baru mereka terkejutnya bukan main lihat kondisiku‖ Aku buka
Simpel saja dan itu seperti yang kuinginkan. Pastinya nanti
kartu dengan senang hati.
surat jalan ini menerangkan banyak hal tentangku. Polisi atau
Terlanjur basah, nyemplung aja sekalian!
warga yang melihat dan membacanya tidak perlu banyak bertanya
―Walahh...!! Nekat kamu Dek‖ Katanya geleng-geleng.
lagi.
Aku masih cengar-cengir tak jelas. Malu juga kartu as-ku
―Nanti di cap di bagian belakang ini di setiap Polsek yang
ketahuan oleh Pak Polisi itu. Dia tidak banyak tanya lagi. Mungkin
kamu singgahi, kalau kertasnya penuh minta saja kertas yang baru,
sudah habis pertanyaannya.
lalu di staples‖ Arahannya padaku.
28
Penembak jitu, penembak dengan senapan runduk
56
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Alun-Alun Sragen
Aku mengangguk, menerika surat itu dan menjabat tangannya. Akupun segera pamit pada dua orang petugas polisi yang ramah
(Jam 1.30 dinihari-2.00 dinihari)
itu. Bapak yang tadi mengeluarkan beribu pertanyaan itu mengantar keluar. Dia ingin melihat sepedaku.
Badan sudah segar, surat jalan juga sudah ada. Waktu juga
―Ya sudah, kamu hati-hati aja di jalan Dek. Nanti istirahat di
sudah larut malam, apalagi yang mau dicari? Mau jalan sudah
kantor polisi saja biar aman‖ Sarannya. Ternyata dia baik juga.
malas mengayuh sepeda. Yah, sekarang sudah waktunya minum
Aku mengucapkan terima kasih sama bapak itu dan temannya
kopi di alun-alun kota Sragen.
lalu pamit segera. Senang rasanya sudah punya surat jalan.
Oops..!! Nanti malah tidak bisa tidur semalaman? Ah tidak mungkin lah, seharian mengayuh sepeda, badan letih, otot juga
********
sudah direlaksasi, pasti tidurnya nyenyak malam ini. Tadi siang kan masa adaptasi perjalanan yang luar biasa, tidak mungkin susah tidur. Ku kelilingi alun-alun dua kali baru kemudian duduk di sudut tenggara. Disitu masih ada pedagang kelontong yang buka. Seorang bapak, istrinya dan mungkin anaknya sedang bercengkrama. Pedagang-pedagang yang tadi ramai saat aku lewat pertama kali, kini sudah sepi. Banyak yang pulang dan sebagian sedang menutup toko kelontongannya. Maklum malam sudah melewati pertengahan, mungkin mereka ingin istirahat untuk melanjutkan lagi besok.
******
57
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Seakan yakin aku mengerti bicaranya. Rambutnya yang ―..%&^&^%#&^*&(*(&&%&^%&*&..‖ Seorang berbicara
panjang dan sedikit beruban mirip seperti W.S Rendra. Aku
cepat dan keras, tapi aku tak mengerti.
menyimak bicaranya dengan wajah dibuat seserius mungkin. Salah-
―...*_%^*%%^$%$&*&*($#%$(*)_(_)(%%$^*...‖ Lanjutnya.
salah ekspresi aku bisa kena bogem mentah dari orang itu. Atau
Dia mendekatiku.
mungkin kena pukul pakai kayu yang dia bawa kemana-mana. ―Hahahahaha....hahahahaha....!!‖ Akhirnya dia berlalu dariku
Aku memasang kuda-kuda pertahanan. Dia sempoyongan berjalan ke dekatku. Ah sial, orang mabuk, pikirku.
setelah tertawa keras yang memekakkan telinga.
―...*&(*&(jkg675*&(&)(__)^%%$%#+)+_+%$%$..‖ Katanya
Orang-orang melihat kearah datangnya suara. Lalu orang
lagi.
mabuk itu mendekati orang lain di sepanjang jalan dan berlaku Dia bicara lagi padaku, masih dari jarak agak jauh, sekitar dua
seperti yang dia buat padaku. ―Itu siapa e Pak?‖ tanyaku pada bapak yang jaga toko
meter dia menatapku. Aku memasang wajah curiga. Orang didekatku santai-santai saja. Mereka beraktifitas seakan tidak
kelontongan di dekatku. ―Oh..itu begini mas‖ Katanya, sambil menyilangkan jari
terjadi apa-apa. ―_((&%$&^*&*(^$#^(_)_9865.....%$$%$#%^.....&*(&(&...s
telunjuk di keningnya dan mengeluarkan ekspresi kerut wajah
TTssss...^&^$^%$..ghhmmmmm...%^$%*&^&(*&...
mencibir.
..@@#!^87698(()*)&8789%%^$^......
―Ooooooo.....‖ Hanya itu tanggapanku.
99889&h67*%796%hh$%^$^$(....‖ Dia berbisik padaku. Aku
Sial, aku berbicara dengan orang mabuk sekaligus gila. Ah,
mengangguk.
biarlah, kalau tidak begitu, bisa-bisa aku tadi dapat sial dari
―Iya..iya..‖ Kataku. Orang ini bicara apa sih? Keluhku dalam
kelakuan gilanya. Bau alkohol dari nafasnya menyeruak cukup
hati.
tajam. ―...&(*&^&%^().....%$#%$..(*)(*...%^^%$%....*_)()(_)..%$#
$%#%$.....)()^^%^%$hhkhj4654hkjkk‖
Dia
berbisik
―Pak..ada kopi hitam?‖ Tanyaku.
lagi,
―Ada mas‖ Jawabnya ―Satu ya pak‖ Pintaku lagi.
mengangguk-anggukan kepala.
58
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
―Nggih mas‖ Jawabnya dengan halus
hanya godaan setan yang terkutuk agar aku tidak berpuasa. Tapi
Orang gila itu kembali lagi dan menyapaku, bermaksud ingin
mengenai aku yang kelelahan, itu memang kenyataan. Aku tidak
bicara denganku lagi, tapi aku segera menyingkir ke pohon di alun-
bermaksud membela diriku atas keputusan ini. Jika keputusan itu
alun. Pura-pura ingin buang air. Dia berlalu dan aku kembali ke
menimbulkan dosa, maka aku akan menanggungnya sendiri. Aku
tempat duduk semula. Dia menoleh padaku dan berbicara dari jauh.
tak tahu aku siap atau tidak, hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
―Iya-iya‖ Kataku menanggapi.
Hidup dan matiku dalam perjalanan ini kuserahkan padaNya.
Dia kembali ke toko kelontongan yang tadi dibereskannya. Masa sih orang gila itu berjualan disini? Aneh!
******
Aku menikmati kopi hitam panas sambil mencatat kejadian hari ini. Cukup banyak juga selain catatan kronologis yang kubuat
Aku pergi dari alun-alun untuk cari tempat tidur. Aku lewat
berdasarkan urutan waktu. Perjalanan hari ini begitu melelahkan
jalan semula, belok di pertigaan yang ada pos LANTAS Polsek
buatku. Sejak malam ini juga kuputuskan untuk tidak puasa selama
Sragen. Menuju pasar Jaka Tingkir lagi. Kata bapak yang tadi
perjalanan. Berat juga hatiku mengambil keputusan itu. Tapi sama
menyarankan aku untuk membuat surat jalan, di dekat pasar itu ada
beratnya jika aku puasa pada siang hari. Rasa-rasanya aku tidak
sebuah pom bensin, nanti aku ingin tidur disitu saja.
kuat.
Disepanjang jalan menuju pasar itu banyak warnet. Ini Tadi siang saja aku bisa tertidur dari jam 11 siang sampai jam
barangkali salah satu efek kebijakan pemerintah Sragen. Entahlah,
tiga sore di rumput-rumput pinggir jalan, dimana panas matahari
tapi cukup banyak untuk ukuran Sragen yang bukan masuk
kadang menerpa wajah dan tubuhku, anehnya aku bisa sangat
kategori kota pendidikan. Aku singgah di salah satu Warnet yang
nyenyak. Aku benar-benar kelelahan.
terlihat masih ramai. Sepeda ku parkir di depan. Tas kutinggalkan
Aku menganggap diriku sebagai musafir, orang yang sedang
di sepeda, di teras warnet ada tiga orang pemuda sedang duduk.
safar (bepergian). Jadi atas dasar itu aku diperbolehkan untuk tidak
Aku relaksasi sejenak sambil online. Menyapa teman-teman di
berpuasa meski kondisiku sehat wal afiat. Entahlah apa itu
facebook, update status dan menulis kronologis perjalanan hari ini.
pembenaran atau menurut agama itu memang diperbolehkan, atau
Tidak lama aku disitu. Hari sudah sangat malam, teman-teman
59
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
akrab yang biasa online sekitar jam 7 sampai jam 9-an tidak ada, tapi ada beberapa teman yang menanyakan keberadaanku. Sepertinya masih banyak teman yang belum tahu kepastian keberangkatanku. Saat ini kugunakan untuk klarifikasi.
********
Bangun pagi dan berfoto di pom bensin dekat pasar Jaka Tingkir, Sragen Pom Bensin ini menjadi tempat istirahat malam pertama saya selama perjalanan
60
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
―Oh iya, saya mau antar ini dulu‖ katanya mengangkat sesuatu
Cek Up Kesehatan, Petugas Posko yang Ramah
di tangannya. Barangku sudah beres. Ban dan rem sudah kuperiksa.
(Jam 6 – 9 pagi)
Aku siap berangkat dari pom bensin. ―Ini mbak, tolong fotoin aku dong‖ Pintaku ketika dia kembali ―Owwhh..iya boleh, tekan ini ya?‖ katanya setelah kuberikan
Sayup-sayup cahaya matahari masuk ke sudut mataku yang
padanya. Aku bergegas mengambil posisi di depan dinding kaca
mulai terbuka. Masih terasa lengket, aku malas membukanya. Lem
sambil menenteng spanduk KR.
di mata masih merekat kuat, kutenangkan pikiran dan pelan-pelan
―Coba lihat, apa sudah bagus?‖ katanya. Aku menghampirinya,
kubuat mataku menjadi santai. Kendaraan sudah hilir mudik di tepi
meneliti foto itu apa sudah pas sesuai seleraku.
jalan. Suaranya terdengar begitu dekat. Pom bensin sudah
―Agak ketengah mbak ya, ini diperlihatkan semua, yang tadi
beroperasi normal dan banyak orang sedang mengantri mengisi
terlalu jauh, ulang sekali lagi ya mbak?‖ kataku. Dia menurut,
bensin. Aku harus segera bangun.
tersenyum. Entah dalam hatinya, apa juga tersenyum seperti
Pagi menyingsing, matahari menguning. Berkas cahayanya
wajahnya.
menembus disela-sela daun akasia ditepi jalan. Aku segera
―Oke deh mbak, baik deh....selamat bekerja mbak, maaf lo
berkemas, mengangkat tas dari matras. Matras digulung, lalu
merepotkan‖ Kataku. Dia senyum lagi, menyerahkan kamera
dinaikkan ke sepeda semuanya. Kuambil peralatan mandi dan
padaku dan masih melambaikan senyumnya sambil berjalan pergi.
gosok gigi, lalu bergegas menuju kamar mandi. Ah, pagi ini aku
Aku menghela nafas panjang untuk memulai lagi perjalanan pagi
akan mandi di jalan pertama kali. Aku ingin berlama-lama
ini.
mengguyur diri dengan air yang segar. Pagi ini tampak begitu cerah.
*******
―Mbak, bisa minta tolong tidak?‖ kataku ―Apaan mas?‖ jawabnya berhenti berjalan, tampaknya dia agak
Sawah-sawah hijau terhampar luar. Aku mengayuh sepeda
buru-buru. Dia membawa sesuatu
dengan santai sekali. Menikmati setiap hembusan angin yang
―nanti saat mbak kembali darisana saja ya‖ Ujarku
61
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
menerpa sekujur badanku, menyentuh kulitku, menyegarkan
proyek irigasi yang mengairi sawah-sawah disekitarnya. Sepertinya
mataku. Sejauh mataku memandang, batang-batang padi berjejer
juga baru diperbaiki. Tampak dari semen-semennya yang masih
rapi, disekat-sekat oleh jalan setapak. Di kejauhan tampak beberapa
segar, dan sisa-sisa pekerjaan yang masih terlihat berserakan di
pohon kepala menjulang tinggi diantara padi yang pendek, sesekali
pinggir sungai.
gerombolan pohon turi menaungi padi di tengah sawah. Pak tani dan
istrinya
berbungkuk-bungkuk
menyiangi
Seorang pekerja berumur sekitar 40-an tahun menyapaku
rumput,
seraya tersenyum. Tampaknya dia peduli dengan kesusahanku. Dia
membersihkan padi dari hama liar yang mencoba mencuri nutrisi
menanyakan apa gerangan yang membuatku berhenti. Ingin
dari tanah yang subur. Hijau, segar, sejuk, indah, bersih,
beristirahatkah? Atau sedang tertimpa kendala di sepedaku? Aku
mendamaikan hati.
membalas senyumnya dengan senyuman yang tidak kalah manis
Tidak sampai satu jam mengayuh sepeda. Suasana masih
dan tulusnya. Sambil membuka kantong berisi peralatan bengkel di
sangat pagi, dan aku kesal sekali dengan kondisi pedal sepeda. Aku
dalam tas. ―Pedalnya agak rusak nih pak, tapi tidak apa-apa kok, saya
masih ingin terus mengayuh sepeda dengan nyaman, menikmati keindahan alam di persawahan, tapi bunyi gemeretuk di pedal
membawa
begitu mengusik sepeda. Putaran tersendat-sendat dan mengganggu
memperbaikinya‖ Jawabku meyakinkannya. Dia tersenyum lagi.
telapak kakiku. Jengkel sekali rasanya harus berhenti, padahal
Lalu pamit undur diri untuk melanjutkan pekerjaannya di dalam
pemandangan sekarang sayang sekali disaat pagi sejuk seperti
rumah. Sepertinya ada lebih dari satu pekerja di dalam rumah itu.
sekarang. Tentu rasanya tidak sama dengan beberapa saat nanti saat
Mereka bercengkrama satu sama lain tanpa terlihat lagi olehku.
matahati mulai tinggi. Huh, mau bagaimana lagi, terpaksalah aku
Kini aku sendiri ditemani suara air dan suara kendaraan yang lewat.
berhenti.
kunci
dan
alat-alat
cadangan,
saya
bisa
Aku memulai pekerjaan sederhana pagi ini. Pekerjaan kecil
Aku berhenti di jembatan kecil. Ada tembok di kiri kanan
yang membuat tangan berlumuran dengan oli vaseline yang
jembatan itu, aku berhenti di sebelah kiri. Di depan lagi ada rumah
melumasi gotri. Pekerjaan seperti ini kadang hanya berlangsung
yang baru di bangun, beberapa pekerja sedang memulai pekerjaan.
sebentar, bahkan membersihkan tangan dari kotoran-kotoran oli
Sungai yang mengalir di bawah jembatan itu adalah salah satu
yang menempel di jari-jari tangan jauh lebih lama daripada
62
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
memperbaiki kerusakan yang utama. Tetapi kali ini tidak demikian,
tersendat-sendat seperti tadi. Kedengarannya masih, lalu kulepas
kerusakannya memang sederhana, tapi posisinya rumit dan harus
lagi. Mungkin terlalu kencang, pikirku.
teliti memasangnya. Gotri-gotri yang lebih kecil daripada biji
Setengah jam aku berkutat dengan gotri dan pedal sepeda.
kacang hijau itu kadang berjatuhan ke tanah, aku harus meraba
Beberapa kali bongkar pasang sampai hatiku merasa cukup tenang
selah-selah akar rumput untuk mencari-cari gotri yang bersembunyi
dengan putarannya. Ada beberapa komponen yang kulepas dan
itu, lalu memperbihkannya dari tanah yang menempel.
kupikir menjadi penyebab kerusakan. Sebenarnya hal ini tidak baik,
Aku membuka pedal itu perlahan agar gotri tidak jatuh,
tapi disini tidak ada cincin cadangan, maka sebaiknya di lepas saja
mendudukkannya diatas plasti, lalu memeriksa lubang yang
daripada cincin yang rusak itu malah mengganggu. Tidak terlalu
kosong, siapa tahu ada gotri yang bersembunyi di dalam sana.
baik sih, tapi cukuplah untuk tidak tersendat-sendat lagi.
Ternyata pedal yang baru di sehari sebelum aku berangkat itu
Cuaca mulai panas, embun-embun mencair, menguap lalu
hanya bertahan dalam kondisi baik sampai hari ini. Penahan gotri-
mengering, namun hijaunya daun padi yang bermilyar jumlahnya
nya sudah rusak dan sebagian sudah hancur. Semestinya cincin
masih tampak indah. Cukuplah mengobati sedikit kesalnya karena
penahan itu harus diganti agar perputaran pedal menjadi mulus
melewatkan pagi yang indah hari ini. Aku melanjutkan perjalanan
kembali, tapi aku tidak memiliki cadangan. Aku percaya saja pada
dengan kecepatan standar. Entah berapa kilometer perjam. Bagiku,
penjaga toko yang mengatakan pedal itu kuat. Kuat sekali, tapi
kayuhan lamban seperti sekarang adalah kecepatan standar. Tidak
tidak cukup kuat untuk bekerja nyaris nonstop selama satu haru
membuat capek, dan tidak membuat cepat sampai. Lekuk-lekuk
dengan beban dan tanjakan yang kulalui.
jalan menggetarkan spackboard depan, menimbulkan bunyi-bunyi
Ku ambil gorti-gotri yang tadi jatuh, ku olesi dengan vaseline
yang beradu dengan desau angin yang menerpa daun padi. Burung-
dan kupasang lagi ke cincin semula. Perlahan sekali agar tak jatuh
burung mulai beterbangan kesana kemari, mencari makanan yang
ke tanah lagi. Kupasang lagi ke pedal dan kukencangkan lagi.
mungkin tidak dijaga oleh pak Tani. Sayang sekali, sekarang bukan
Sampai benar-benar kencang seperti sebelum ku lepaskan.
musim panen di Kebumen, pagi masih hijau, hanya segelintir saja
Kuputar-putar, meyakinkan apakah putaran sudah lancar dan tidak
terlihat bulir-bulirnya di kejauhan.
63
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Pinggiran Sragen adalah area sawah yang luas. Irigasi
ada bendera Merah Putih yang sudah berkibar gagah diatas tiang
tampaknya disalurkan dengan baik. Sawah-sawah mendapat
besi. Bangunan itu adalah posko Mudik yang sengaja disiapkan
pengairan yang cukup. Tampak dari hijaunya daun-daun dan
untuk melayani arus mudik lebaran 2011.
persebarannya yang merata. Selain padi, ada juga tanaman Jagung
Aku terpikir untuk singgah di tempat itu. aku belum punya
dan rumput gajah. Dahulu ku kira rumput gajah ini adalah tebu.
peta. Barangkali posko ini menyediakan peta untuk para pemudik.
Batangnya beruas-ruas seperti tebu dan tingginya juga hampir
Di posko ini untuk pertama kalinya aku singgah dan tersadar
sama, hanya saja diameter batangnya lebih kecil dan mungkin
ternyata sejak dari Yogyakarta sebenarnya aku telah melewati
batangnya tidak berair manis seperti tebu. Secara tradisional
banyak posko, namun tak ada keinginan untuk singgah sama sekali.
rumput gajah digunakan untuk makanan ternak sapi, namun dengan
Aku sebenarnya tidak punya kebutuhan khusus. Entah mengapa
perkembangan teknologi, rumput gajah ini bisa digunakan untuk
aku membelokkan sepeda dan mampir di posko itu.
menghasilkan
biodiesel
berbahan
bakar
etanol.
Sayang
Sudah banyak petugas duduk-duduk di bangkunya masing-
pengembangannya hanya sebatas skala laboratorium.
masing. Aku menyapa bapak polisi yang paling depan. ―Ada apa dek? Ada yang bisa dibantu?‖ Bapak itu mulai bicara
Ada berbagai palawija juga di tanam pada akhir musim kemarau ini, tetapi jumlahnya tidak banyak. Semua tanah kosong
lebih dulu sebelum aku bicara. ―Permisi pak, mau tanya pak, apa posko ini menyediakan peta
didominasi oleh padi. Di daerah Sambung Macan, kondisinya agak
untuk pemudik?‖ kataku memulai sapaan.
sedikit berbeda dengan di dekat pom bensin tempatku tidur tadi malam. Disini tampak lebih gersang. Pohon-pohon jati mulai
―Oh Peta, yang seperti ini?‖ katanya menunjukkan selembar
tampak banyak menghiasi pinggir jalan, menyaingin sawah-sawah
brosur berisi gambar kepala daerah setempat yang di dalamnya
yang tidak kelihatan terlalu hijau.
juga memuat peta jawa tengah. Aku menyambut kertas berlipat tiga
Di tepi jalan sebelah kananku, di depan persawahan, ada
itu dan memeriksa isinya dengan teliti. Ku amati apakah peta ini
sebuah bangunan yang dari kejauhan sudah tampak menonjol
seperti yang kumaksud. Kuperhatikan kota-kota di jalur yang akan
dibandingkan bangunan terdekat lainnya. Bangunan itu berdiri
kulewati. Peta ini terlalu umum dan aku membutuhkan yang sedikit
sendirian berupa satu bangunan kecil dan tenda-tenda. Di depannya
lebih rinci dan lengkap daripada yang ini.
64
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
―Iya pak seperti ini, tapi yang khusus memuat jalur mudik, ada
Aku diberi satu lembar brosur yang sama seperti ditunjukkan
tidak ya? Kalau ada boleh saya minta satu‖ Lanjutku. Pak polisi itu
oleh pak polisi tadi. Kondisinya masih baru dan jauh lebih baik. Ku
kemudian mulai bertanya lebih jauh mengenai identitas dan
bolak-balik halamannya dan berterima kasih pada bapak itu. Aku
tujuanku. Setelah kukatakan maksud dan tujuanku, dia menjadi
kembali ke ruangan polisi sebelumnya untuk mengonfirmasi bahwa
lebih antusias lagi. Dia bertanya kepada beberapa temannya yang
diriku telah mendapatkan peta yang kucari. Dalam hati aku belum
sesama petugas posko. Sepertinya mereka tidak punya peta lain
puas dengan peta itu, tapi bersyukurlah sudah disambut dan dibantu
kecuali yang ditunjukkan padaku itu. Padahal biasanya setiap tahun
oleh bapak-bapak disini.
perusahaan-perusahaan besar membuat peta yang khusus dibuat
―Kamu bisa cek kesehatan juga disini dek, atau minta obat di
untuk mengantisipasi dan memudahkan pemudik. Sayang tahun ini
pos kesehatan disini‖ katanya setelah berbincang beberapa waktu
sepertinya tidak seperti itu.
padaku. Aduh, aku tak enak hati. Maksudku singgah bukan untuk
―Wah...kayaknya cuma itu aja dek, coba minta di bapak-bapak
merepotkan mereka, aku tadi itu hanya iseng-iseng saja, sekarang
Dinas Perhubungan di sebelah itu, barangkali disitu menyediakan
malah jadi lama di posko ini. Aku bimbang, antara mau menolak
peta. Kalau disini sepertinya cuma itu saja. Itu loh, sama bapak-
tapi tak enak hati, dan menurut tapi juga tak enak hati. Aku tidak
bapak yang lagi duduk itu‖ Kata bapak itu dengan ramah
bisa menentukan pilihan, jadinya aku cengar-cengir dan senyum
―Oh makasih pak‖ aku segera ke sebelah ruangan. Posko ini
terus.
disekat menjadi empat bagian. Ada Kepolisian, TNI, dinas
―Oh iya deh pak‖ Kataku. Hah, apa yang ku lakukan? Dasar
Perhubungan, dan Puskesmas. Sekat-sekatnya hanya setinggi dada
tak tegas, tolak saja. Buat apa juga lama-lama di posko mudik?
orang dewasa, dan kita masih dapat melihat orang-orang yang
Hari masih pagi dan perjalanan masih jauh, jangan buang-buang
duduk di sebelah. Suasana di posko ini tampak menyenangkan.
waktu dong! Ujarku dalam hati. Aku tak enak lihat wajah bapak
Anak-anak Pramuka diperbantukan disana. Pagi ini beberapa anak
itu, dan dia ramah sekali, masa aku tolak? Aku membela diri.
Pramuka duduk menunggui buku tamu dan ada seorang lagi yang
Jadilah aku menuruti saran bapak itu, pergi ke ruangan paling
sedang sibuk menyiram tanaman yang tampak baru ditanam
ujung, ruangan yang diisi oleh Petugas Puskesma Sragen yang
beberapa minggu lalu di tempat ini.
diperbantukan disini.
65
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
―Ehm Bu, saya mau cek kesehatan dan minta suplemen‖ Aku membuka pembicaraan setelah dipersilakan duduk berhadapan dengan seorang petugas perempuan. Di ruangan itu ada empat orang petugas, dua laki-laki dan dua perempuan. ―Coba diperiksa dulu, mas ini darimana mau kemana?‖ Katanya. Aku mengulurkan tanganku, menebak pemeriksaan seperti apakah yang dimaksud? Oh, dia memintaku mengulurkan tangan. Sepertinya tanganku yang akan diperiksa. Seorang petugas perempuan lain membawakan alat periksa berupa selang dengan alat pemompa yang sering kulihat di rumah sakit. Itu alat pengukur tekanan darah. Tak lama lengan kiriku di balut lalu pompa ditekantekan sampai pembalut itu mengembung dan menekan lenganku sangat kuat. Aku pernah menjalani pemeriksaan model ini dua tahun lalu untuk mendapatkan surat keterangan sehat dari dokter.
Rombongan pemudik pertama yang sempat bercengkrama dengan saya di jalan.
―Saya dari Jogja bu, mau ke Sumbawa‖ Jawabku datar.
Saya meminta pertolongan mereka untuk mengambil beberapa foto. Mereka
―Hah? Jauh amat, mudik ya?‖ balasnya.
akan mudik ke Wonosobo.
―Tidak bu, cuma jalan-jalan saja‖ Jawabku. ―Sama siapa? Sendiri? Pake apa?‖ Sambil memeriksa dengan stetoskop yang menggantung ditelinganya. Mirip dokter-dokter dalam film anak-anak. Mimpi apa aku bisa singgah di posko ini, pakai acara diperiksa kesehatan segala. Benar-benar diluar rencana. Hah...Terserahlah, sudah terlanjur. Ibu-ibu dan bapak-bapak disini juga ramah-ramah, jadi no problem. Enjoy aja!
66
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Gerbang terakhir sebelum meninggalkan Jawa Tengah. Kabupaten Sragen di Jawa Tengah berbatasan langsung dengan Kabupaten Ngawi di Jawa Timur.
67
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
KABUPATEN NGAWI
Berteriak meminta bantuan padanya juga hal yang aneh. Akhirnya aku diam dalam kebingungan. Dari arah jawa tengah muncul empat orang pemuda dengan
Gerbang Perbatasan Jawa Timur
sepeda motor yang digotong. Satu macet dan satu lagi mengiringi.
dan Anak Muda Wonosobo
Sepertinya motor Vespa yang macet itu kehabisan bensin. Aku menunggu mereka lewat di sampingku. Pada mereka mungkin dapat kumintai tolong.
Jam 9.20 aku sampai di perbatasan Jawa timur. Dari Jauh
Kendaraan yang menyala mendahului temannya, melewatiku,
sudah terlihat gerbang yang besar. Sebuah jembatan kecil ada
lalu parkir dibawah gerbang. Mereka berteduh dibawah gerbang
beberapa puluh meter sebelum gerbang perbatasan itu. Sebelum
yang terlindung dari cahaya matahari. Dua orang lagi masih
Gerbang yang melintang di jalan masuk jawa Timur itu terdapat
mendorong Vespa mogok. Tak lama mereka berlalu didekatku.
bangunan yang akan menyambut setiap pendatang. Bangunan
―Bro, bisa tolong ambilkan foto ga?‖ Ujarku.
berbentuk candi itu terlihat megah. Berwarna hitam batu kali.
―Wah, aku tak paham pake kamera, coba sama temanku saja‖
Berdiri kokok berdampingan mengapit jalan.
Jawabnya langsung memanggil temannya yang sedang beristirahat.
Aku bermaksud mengabadikan gerbang masuk Jawa Timur ,
―Ada apa‖ Kata temennya.
penanda bahwa aku telah melewati melewati satu provinsi.
―ini bro, bisa tolong ambilkan foto ga?‖ Tanyaku.
Suasana panas. Aspal memancarkan fatamorgana. Lalu lintas
‖Mana?‖ katanya. Aku memberikan kamera dan memberi
sepi. Aku bingung ingin meminta tolong pada siapa. Orang terdekat
petunjuk pengaturan kamera tersebut dan memberi intruksi
yang bisa dimintai tolong adalah sepasang muda-mudi di seberang
bagaimana foto yang aku inginkan. Dia paham.
jalan. Jaraknya 50 meter dari aku berdiri. Tampaknya mereka akan
Aku mengatur posisi didekat sepeda. Foto yang kuharapkan
segera pergi dengan sepeda motornya.
harus memasukkan gerbang itu sebagai latar belakangnya. Setelah
Setelah itu ada seorang pemuda yang naik ke ruangan di
selesai mengambil satu foto, pemuda itu memberi padaku untuk
bangunan Candi untuk bersantai. Jaraknya sekitar 100 meter dariku. Berjalan kearah pemuda itu tidak wajar kulakukan.
68
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
melihat hasilnya. Aku kurang puas, dan dia paham. Begini dan
Sampai dua orang temannya datang membaca bensin, kami
begini, kataku menambahkan intruksi.
masih menambah waktu cerita. Aku menyempatkan diri berfoto
Dia mengambil beberapa kali lagi, lalu memberikan padaku
bersama mereka, tentu bersama Vespa dan sepedaku juga. Kami
untuk melihat hasilnya. Aku cukup puas dan berterima kasih sekali
cukup senang dengan pertemuan ini. Aku pamit lebih dulu karena
atas kesediaannya mengambilkan foto untukku. Lalu peluang
harus
pembicaraan lebih lanjutpun terbuka.
mengajakku mampir ke Blitar, datang ke rumah mereka. Aku tak
Aku menanyakan apa yang terjadi pada Vespa temannya itu.
melanjutkan
perjalanan.
Empat
orang
pemuda
itu
memberi janji.
Dia juga menanyakan maksud dan tujuanku. Kami berbincang
―Jika aku lewat Blitar, aku akan hubungi kalian‖ Ujarku.
panjang lebar. Empat pemuda ini berasal dari Wonosobo,
―Dari sini aku akan langsung ke Nganjuk, lalu Mojokerto,
bermaksud pulang ke Blitar untuk mudik. Mereka bekerja di
Jombang, Pasuruan, mungkin tidak mampir di Blitar. Barangkali
Wonosobo.
pulangnya lah baru ada kemungkinan lewat daerah Blitar. Kalau itu terjadi, aku pasti menghubungi kalian‖ Ujarku menambahkan.
Kuceritakan bahwa aku akan melakukan perjalanan ke Sumbawa dengan sepedaku. Mereka menyambut dengan antusias.
Mereka maklum dan tetap menunjukkan padaku arah ke Blitar
Kami bercerita lebih panjang lagi, hingga kami bertukar nomer
seandainya aku akan melewatinya saat pulang nanti. Kami pun
handphone. Dibawah gerbang Jawa Timur itu kami duduk sambil
berpisah. Mereka adalah teman sebaya dan seperjuangan pertama
membuka minuman masing-masing. merokok dan duduk bersantai
yang kutemui selama di jalan.
melepas lelah. Dua orang dari mereka minta diri untuk mencari bensin. Kami
*********
bertiga melanjutkan cerita. Semua pertanyaan yang mungkin diajukan keluar dalam pembicaraan kami. Kami saling lempar jawaban dan pertanyaan. Seputar Vespa, Jogja, Blitar, Solo, Sepeda, petualangan, kerja, dan lain-lain.
69
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
CERITA (YANG) DIBUANG SAYANG KETIKA BARU MEMASUKI JAWA TIMUR
70
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
―Wah, mesti balik lagi. Pos nya tadi tidak kelihatan di Jalan‖
Jalan Yang Lebar dan Mulus
Ujarku
di Perbatasan Jawa Timur
―Ah kelihatan kok. Persis di tepi jalan‖ Kata pak Polisi menyanggah. ―Iya kelihatan sih Pak, tapi kulihat kantornya kecil saja. Jadi
Setelah melewati gerbang Jawa Timur, aku disambut oleh jalan
ku pikir mungkin bukan pos itu yang dimaksud bapak polisi di
lebar yang mulus. Dikiri kanan berdiri rumah-rumah dan beberapa
Sragen tadi. Sebelumnya saya sudah singgah di pos yang di Sragen.
kantor. Jalan ini cukup bersih dan terawat. Tanaman penghiasnya
Pak Polisi disana merekomendasikan aku untuk singgah di pos
pun dipangkas dengan rapi. Kerapian dan keindahan ini memberi
dekat perbatasan ini. Eh, malah kelewatan‖ Begitu kujelaskan
kesan sendiri padaku. Apalagi jalannya lebar dan lengkap dengan
padanya.
pembatas jalan warna putih yang tampak jelas. Cukup sempurna,
―Iya memang depannya kecil. Tapi didalam ruangannya luas
pikirku.
kok. Memang tidak terlalu kentara jika dilihat dari luar‖ Ujarnya.
Di jalan ini aku mengayuh perlahan-lahan. Bukan karena ingin
―Ya sudah Pak, nanti saya cari di Pos lain saja, semoga ada.
menikmati mulusnya jalan, tapi karena harus mencari-cari kantor
Ohya, terima kasih sebelumnya Pak!‖ Ujarku pamit kepada pak
polisi. Mana mungkin berjalan pelan di cuaca sangat panas ini.
Polisi itu.
Apalagi memakai sepeda.
―Iya, nanti di depan masih banyak pos kok‖ lanjutnya. Aku
Aku bermaksud mendapatkan peta di kantor polisi terdekat,
segera berlalu. Dia mengikuti dari belakang dan mengantar sampai
sekaligus meminta stempel untuk surat jalanku. Sekitar satu
ke Pintu kantor.
setengah kilometer dari gerbang barulah ku temukan kantor yang dimaksud. Sayang sekali ternyata di kantor tersebut tidak ada peta
******
yang kucari. ―Peta seperti itu mungkin ada di Posko lebaran. Disitu ada pos gabungan, cukup besar, mungkin disana ada‖ Katanya sambil menunjuk cukup jauh kearah bangunan yang sudah kulewati.
71
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Hutan Jati Meranggas
Tentunya selain sawah, palawija, rumput gajah, kedelai, jagung dan yang lain.
Akasia Kurus
Ketiga pohon ini biasanya di tanam secara homogen. Mereka
Mahoni yang Rimbun
tidak akan mengganggu satu sama lainnya. Jati sendiri, akasia sendiri, dan mahoni sendiri. Gabungan dari ketiganya ibarat puzzle yang disusun di tepi jalan. Saling melengkapi.
Perkampungan merenggang dengan sendirinya. Pemandangan selanjutnya adalah hutan jati. Musim kemarau membuat daun-daun
*********
jati kering berguguran. Batangnya yang menjulang tinggi tampak kurus. Ranting-rantingnya tampak seperti jari-jari yang menjulur panjang. Di bagian akarnya yang sebagian tertutup daun kering tampak otot-otot yang kekar. Otot-otot ini ditempatku disebut ―Banir‖. Saat kecil, aku tidak tahu artinya. Tapi kini aku bisa menjelaskannya, walaupun sulit dengan kata-kata. Lebih mudah menjelaskannya di depan batang jati langsung. Hutan jati yang meranggas menyebabkan pemandangan di kirikanan jalan lebih terbuka. Sedikit berbeda dengan pohon akasia. Batangnya lebih kurus, tetapi daunnya masih terlihat hijau. Batangnya tampak hitam seperti terbakar. Jauh berbeda lagi dengan pohon mahoni. Disaat yang sama
Sebuah Rest Area yang terletak di tengah hutan Jati dan Mahoni di Mantingan –
sekarang, mahoni malah tampak rimbun. Daun-daunnya lebat dan
Kabupaten Ngawi
hijau tua. Bahkan sampai cahaya matahari kesulitan menembusnya. Kontradiksi dari ketiga pohon ini menghiasi jalan menuju Ngawi.
72
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Pesantren Putri Gontor
Belum Ada Peta Aku stop lagi di posko lebaran. Ini yang ketiga kalinya sejak
Lokasinya dekat dengan perbatasan Sragen-Ngawi, paling
dari Sragen. Aku masih getol mencari Peta. Tak bisa tanya Dora
hanya 1-2 kilometer. Gontor, nama ini sudah kudengar sejak kecil.
the Explorer karena hari ini dia tidak tayang, dan mungkin juga dia
Kalangan orang Islam mungkin tak ada yang tak kenal pesantren
terlalu kecil untuk membantuku.
Gontor. Dulu kudengar, di pesantren ini wajib berbahasa Inggris
Di kantor ini ada dua orang Polwan paruh baya yang sedang
dan Arab pada hari tertentu. Katanya juga, disini malah jarang
duduk-duduk. Dia menyapa dan menanyakan keperluanku. Sayang
memakai bahasa Indonesia.
sekali disini juga tidak ada Peta. Mereka bahkan tidak tahu di pos
Banyak lah cerita bagus tentang reputasi pesantren ini.
mana yang menyediakan Peta. Keputusanku hampir bulat. Aku
Kabarnya lagi, alumnus pesantren ini juga sudah melanglang buana
tampaknya tak memerlukan Peta.
ke seluruh pelosok dunia. Menakjubkan...! Disini katanya siswa-
Setengah putus asa aku saat dipersilahkan istirahat. Aku
siswanya dimotivasi untuk menuntut ilmu dimana saja, dan sejauh-
berbaring di kursi yang memang disediakan untuk istirahat. Tapi
jauhnya. Tidak ada kata menyerah dalah menuntut ilmu, begitu
tak lama aku segera pergi.
kata orang tentang Gontor. Di jalan ini untuk pertama kalinya aku melihat pesantren
*********
Gontor. Walau baru yang khusus untuk santri putri saja.
********
73
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Ingin Makan Jeruk Bali
Pabrik Jagung Tidak percuma di kiri kanan jalan ini banyak kebun Jagung.
Tiba-tiba saja aku ingin membelinya. Keinginanku begitu kuat
Meski kecil, dia cukup mewakili kebun-kebun ini. Bayangkan saja
hingga memaksaku membeli. Satu dua penjual kulewati. Jeruk bali
kawan, kebun jagung berhektar-hektar tanpa ada pabrik yang
berbagai ukuran dipajang di depan rumah, kadang bercampur
mengolahnya? Mau diapakan itu biji jagung? Dibuat jagung bakar
dengan dagangan yang lain. Mereka punya tempat sendiri karena
dan jagung rebus? Siapa yang akan memakan jagung bakar dan
banyaknya.
rebus sebanyak itu?
Lama sudah tak makan jeruk Bali. Ini jeruk paling enak selain
Pabrik ini menjawab pertanyaan itu. Dengan dikeringkan dan
sunkist, begitu menurutku. Enak karena rasanya yang tak terlalu
diolah dipabrik ini, biji jagung kering bisa disimpan lebih lama dan
manis, warnanya yang kadang memerah, dan bulir jeruknya yang
bisa dipasarkan dalam bentuk lain. Misalnya untuk pakan ternak,
besar-besar. Dan tentu cara makannya yang berbeda itu membuat
untuk bikin tepung yang akhirnya jadi kue, untuk lain-lainnya yang
dia punya kesan yang khas.
mungkin dilakukan oleh industri.
Aku berhenti di kanan jalan. Menunggu beberapa saat untuk
Bagaimana akan sampai ke tangan industri jika tak tahan
belok. Tawar menawar dengan pedagang sampai harga tak bisa
lama? Siapa yang mau beli jagung busuk? Tidak ada kan. Nah,
ditawar lagi barulah kubeli. Senang sekali rasanya mengantongi
dengan adanya pabrik kecil ini setidaknya petani punya alternatif
sebiji jeruk Bali sebesar kepala anak kecil itu. Terbungkus dalam
selain menjual jagung untuk dibakar dan direbus, atau langsung
plastik hitam.
dilempar ke kandang ternak bersama tongkolnya. Kecil saja ukurannya. Tidak sampai sebesar gedung rektorat
********
UPN, tapi tentu sangat bermanfaat untuk petani. Di depannya ada karyawan yang sedang meratakan jemuran biji jagung.
********
74
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Museum Trinil
Pasar Hewan Dan Burung Di Sambirejo
Museum Trinil ini sudah kudengar sejak SD. Disana tempat
Celingak-celinguk mencari penunjuk arah ke museum Trinil,
asal usul manusia terkuak. Betapa pentingnya Museum Trinil ini
aku malah disuguhkan pemandangan monyet bergelantungan dalam
hingga sebenarnya dia adalah milik dunia. Salah satu mata rantai
kerangkeng. Setiap beberapa ratus meter terlihat pondok-pondok
evolusi manusia ada disana.
yang menjual monyet.
Punya kesempatan untuk menginjak tempat ini, melihat isinya
Mereka masih kecil-kecil. Bahkan ada yang masih menyusui
tentu sangat menyenangkan bagiku. Tentu saja aku ingin sekali
pada ibunya. Jika biasa monyet bebas berteriak-teriak melihat
melihat bagaimana bentuk tengkorak manusia purba itu. Sejak tahu
orang mendekatinya, monyet di kerangkeng ini malah diam.
artinya Sejarah, walau hanya sedikit-sedikit, sejak itu aku
Mereka murung. Siapa sih yang suka hidup terkurung?
menyukai banyak hal tentang sejarah.
Coba bayangkan, jika kawan masih menyusu pada ibu lalu
Apalagi teringat kata mutiaranya Soekarno yang melegenda itu
dihadapkan pada kenyataan pahit seperti ini. Diperdagangkan dan
; Jas Merah, katanya. Jangan sekali-sekali melupakan sejarah.
mungkin nanti untuk jadi santapan manusia. Kasihan juga aku
Bertambah besarlah keinginanku untuk melihat koleksi dalam
melihatnya.
museum Trinil ini.
Sudahlah rumah mereka, berupa hutan-hutan alam habis
Mataku semakin awas melihat kiri kanan jalan. Melihat
ditebang
untuk
hidup
manusia.
Kini
jiwa
mereka
lagi
petunjuk yang akan mengantarku kesana. Sampai tak ada lagi
diperdagangkan. Apa tidak ada mata pencaharian lain yang lebih
kemungkinan untuk menemukannya, sampai saat itu aku akhirnya
bersahabat dengan mereka?
kecewa.
Sampai di pasar Sambirejo, tampak keramaian hewan-hewan yang ********
diperdagangkan.
Burung
dan
monyet
mendominasi
kerangkeng. Barangkali praktek perdagangan hewan ini dilegalkan pemerintah. Barangkali di pasar hewan ini tidak ada hewan yang termasuk dalam Undang-Undang perlindungan flora-fauna langka.
75
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Kota Ngawi
Tapi tetap saja aku kasihan melihat hewan yang dalam kerangkeng itu.
Kota Ramah Untuk Bikers
Sedih sekali membayangkan hidup kita akan habis di dalam jeruji. Tidak bisa kemana-mana. Tidak bebas melihat dunia yang
Kota Ngawi termasuk ramah pada pengendara sepeda dan
indah ini. Apalagi itu jauh dari rumah asli, tempat sanak saudara
pejalan kaki. Di kiri kanan jalan terdapat jalur khusus untuk
kita berkumpul. Miris rasanya.
kendaraan tidak bermotor. Jalur untuk pejalan kaki dan sepeda itu
Jauh setelah pasar hewan, aku kembali menjumpai hamparan
memang tidak dikhususkan.
kebun jagung dan palawija lain. Ada juga segerombolan kebun kedelai. Lalu aku berhenti disebuah warung. Makan mie instan dan
Seperti di Yogyakarta, jalur sepeda hanya dibatasi oleh garis
Nasi, minum kopi. Di warung ini aku tidur-tiduran sebentar.
putih pembatas dan diberi tanda berupa tulisan ―Jalur sepeda‖. Di
Mencicipi
itu.
Ngawi, tulisan semacam itu memang tidak ada, atau ada tapi tidak
Membayangkan lagi pabrik jagung, dan entah dimana museum
banyak, tapi jalur yang disediakan jauh lebih bagus, lebih luas, dan
Trinil itu.
lebih aman.
rasa
jeruk
Bali
yang
kuidam-idamkan
Jalur non kendaraan bermotor dibatasi trotoar yang ditanami tanaman hias. Lebar trotoar sekitar satu sampai satu setengah
*********
meter. Pada jarak tertentu trotoar itu terputus beberapa meter untuk pengguna jalan yang ingin menuju jalan utama. Lalu tersambung lagi, terputus lagi, dan begitu terus. Di setiap muara belokan jalan pastinya trotoar untuk terputus. Jalan utama pun cukup lebar dan sebenarnya bisa dipakai untuk semua kendaraan jikalau dipaksakan. Menurutku manajemen transportasi seperti ini membuat Kota Ngawi terlihat lebih bagus
76
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Sungai Berlantai Batuan Sedimen!
dan rapi. Kendaraan bermotor dapat melaju di jalan utama dan pengendara sepeda tak perlu malu-malu berjalan di jalur sepeda. Becak lebih mudah mengambil penumpang yang keluar dari
Di luar kota Ngawi, ada sebuah sungai. Aku tak tahu namanya.
toko. Tidak perlu mengganggu pengendara motor yang sedang
Antar bibir sungai itu dihubungkan oleh jembatan baja.
melintas. Pengendara motor dan supir mobil tak perlu kesal karena
Kontruksinya sama dengan jembatan di Kuala Tungkal, yaitu dari
jalurnya dilintasi oleh becak yang lambat.
rangka baja setebal jariku yang panjang dan lebarnya tak bisa
Sayang sekali aku tak masuk ke dalam kota utama. Jalur
kuukur dengan jari. Panjang jembatan itu sekitar 50-100 meter.
semacam ini kulihat lintasan menuju keluar kota. Menurut
Melintasi sungai yang dangkal.
kebiasaan, semakin mendekati pusat pemerintahan, biasanya
Aku cukup tertarik dengan lantai sungai. Dari jauh terlihat
kerapian sebuah kota semakin ditingkatkan. Itu kulihat juga di
berundak-undak mirip gradasi yang disebabkan sedimentasi. Ah,
Sragen dan Solo kemarin.
mungkin batuan sedimen kali, pikirku seketika itu. Tetapi, aku semakin penasaran dan muncul niat untuk duduk-
********
duduk sebentar di lantai sungai yang kering itu. Aku pun berbalik arah. Kembali ke arah Ngawi, mencari jalan menuju lantai sungai. Ternyata lantai sungai itu tersusun oleh batu pasir. Mirip seperti batu pasir yang di Bayat saat aku dan kawan-kawan mempraktekkan Measuring System. Aku segera kembali lagi keatas untuk melanjutkan perjalanan.
*********
Salah satu Sungai di luar Kota Ngawi, lantai sungai ini tersusun dari batupasir
77
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Sawah dan Gunungan Batang Padi
Dari gunungan batang padi itu bisa diprediksi hasil yang diperoleh petani saat panen. Jika sawahnya tidak gagal panen, maka semakin banyak gunungan padi, semakin banyak juga
Dari Jembatan, pemandangan langsung berubah cukup
panenan yang dihasilkan.
signifikan. Jika di dalam kota yang tampak adalah rumah-rumah,
Dari jam tiga sampai jam empat tiga puluh aku melewati jalan
toko-toko dan keramaian, setelah jembatan yang terlihat adalah
dimana masih terlihat persawahan dan kebun jagung di kiri
panorama sawah.
kanannya. Sampai cahaya matahari mulai menyentuh atap-atap
Hamparan padi menghijau bercampur dengan gerombolan
rumah penduduk dan warnanya berubah jadi orange, gunungan
jagung yang muncul secara sporadis. Warnanya sangat hijau.
padi itu masih terlihat di kejauhan.
Meneduhkan mata jika melihat.
Gunungan yang tampak menutupi sinar matahari sore
Di tengah-tengah sawah terlihat objek warna krim kecoklatan,
merupakan pemandangan yang indah. Dimana permadani hijau
berbentuk kerucut dengan tinggi sekitar 2-3 meter. Itu adalah
yang tersiram cahaya kuning membentang luas.
gunungan batang padi yang sudah diambil bulir padinya. Petani mungkin akan memanfaatkan lagi gunungan batang padi itu.
*******
Batang padi bisa digunakan sebagai salah satu bahan dasar membuat
jamur
merang.
Itu
saja
yang
ku
tahu
dari
pemanfaatannya. Mungkin bisa dijadikan pupuk juga jika sudah diolah. Entahlah, yang jelas jika batang padi dipertahankan seperti itu pasti ada maksudnya. Entah nanti mau diolah dan dimanfaatkan lagi, atau hanya agar sawah bersih dari sisa-sisa panen saja. Gunungan padi itu tampak seperti rumah-rumah. Mirip seperti Honai di Papua, tapi kerucutnya tampak lebih ramping.
Pasti
gunungan padi itu telah menghasilan ratusan kilogram gabah.
78
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Persawahan di Kabupaten Ngawi merupakan pemandangan yang indah. Merang padi ditumpuk menjadi gunungan mirip rumah/pondok, kelak gunungan batang padi ini dapat dimanfaatkan untuk hal lain
79
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Stand Fatigon di Pom Bensin Padas
Mereka ramah-ramah. Ada Meli dan Eci yang sempat kutahu namanya. Mereka berdua ini berbincang denganku di sela-sela menawarkan produk kepada orang-orang yang beristirahat disekitar
Sore menjelang. Langit telah berubah warna. Sang mentari
pom bensin.
sedang bersiap-siap menuju peraduannya. Siang akan segera
Keduanya masih sekolah di SMA dan di Perguruan tinggi.
digantikan oleh sang malam. Pada masa transisi seperti ini orang-
Sekarang sudah liburan, jadi mereka memanfaatkan waktu sambil
orang mulai bersiap menghadapi kegelapan malam. Barangkali sore
bekerja. Meli kuliah di sebuah sekolah tinggi di Ngawi, tapi dia
memang disiapkan agar manusia dan segala makhluk dibumi
bukan berasal dari Ngawi.
memiliki persiapan untuk menghadapi perbedaan kondisi alam.
Aku juga meminta dua orang ini mencatat testimoni di buku
Siang yang terang dan malam yang gelap.
catatan perjalananku. Oleh karena perbincangan yang akrab dan
Aku juga akan segera bersiap. Aku berhenti di Pom bensin di
santai itu aku diberi satu paket tolak angin. Dua-duanya mendoakan
daerah Padas. Tempat dimana Azan maghrib terdengar. Aku shalat
dan memberi semangat padaku.
di mushola yang disediakan oleh masyarakat sekitar Pom bensin.
Ini testimoni dari mereka :
Selesai itu, aku main-main ke posko Fatigon Spirit. Sebagai Fatigon Spirit !! –Meli-
tanggapan terhadap fenomena mudik, Fatigon banyak membangun posko di berbagai tempat. Selain untuk promosi bagi produk Fatigon, posko ini juga sangat membantu pemudik yang melakukan
Salut aku sama sii abang yang satu ini...
perjalanan jauh. Termasuk aku.
Hebat banget, mau ngontel Jogja-Bali-Lombok...
Disini mereka menawarkan paket hemat pembelian produk
Tetep jaga stamina iia bang !! Semangat !!
Fatigon. Ada layanan pijat menggunakan peralatan elektronik juga.
Semoga Allah SWT tetep melindungimu di perjalananmu !
Aku sendiri memanfaatkan posko ini untuk mengecas baterai HP
Caiyo..!!
dan kamera. Selain itu juga membeli tolak angin untuk menghindari sakit perut ditengah jalan karena masuk angin.
80
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Eci –Tenda Fatigon [PADAS] 26-08-2011
Ya ampun sumpah gila banget. Idenya buat naik sepeda ontel dari Jogja Bali lalu Lombok. Baru kali ini melihat dengan nyata orang kayak gitu. Is Amazing !!! Aku salut dengan perjuangan dan kemauannya untuk berbuat hal seperti itu !!! semoga selamat sampai tujuan. Kami hanya bisa mendoakan agar bisa selamat sampai tujuan !!! Selamat berlebaran di negeri orang, hehehe... Chayooooooo.... SPG Fatigon
********
Eci dan Meli, SPG Fatigon yang sedang menjaga stand Fatigon Spirit di Pom Bensin Padas menawarkan pijat elektronik. Fatigon turut serta membuka posko untuk promosi produk dan memberi obat gratis pada pemudik yang membutuhkan
81
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Suara Tadarus Dan Salawat Bersahutan
suara tadarusan masih terdengar sayup-sayup. Para pemuda yang tak kenal kantuk, menyebut asma Allah yang maha Indah.
Malam telah bergelayut di langit Kabupaten Ngawi. Lampu-
********
lampu rumah dinyalakan. Jendela-jendela dirapatkan. Orang-orang baru saja selesai berbuka puasa. Anak-anak dan ibu-ibu bersiap berangkat ke masjid untuk melaksanakan shalat tarawih. Suara salawat bersahutan antara satu masjid dan masjid lainnya di Kabupaten Ngawi. Suara salawat yang jauh terdengar sayupsayup, sedangkan yang dekat terdengar keras dari corong mikrofon di menara masjid. Di jalan berbagai keramaian malam mulai hidup. Ada pasar malam yang banyak menjual pakaian. Ada warung-warung makan yang khusus buka pada malam hari saja. Ada orang-orang hilir mudik dengan sepeda motornya. Semakin malam, tarawih selesai dilaksanakan. Suara salawat saat tarawih berganti suara tadarus dari pemuda-pemuda masjid. Mereka sedang mengkhatamkan Al-qur‘an sebanyak 30 juz.
Suasana pagi di Moneng, Madiun
Suaranya melengking membelah cakrawala. Sampai ke langit ke tujuh menembus lapisan langit sebelumnya. Menusuk kegelapan malam yang hitam. Hingga akhirnya hadir di pangkuan Ilahi Rabbi pemiliknya. Aku terus mengayuh sepeda diiringi suara tadarusan di berbagai masjid yang ada di sepanjang jalan. Sampai malam larut,
82
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Pagi di sebuah tempat di Madiun, beberapa menit bersepeda dari Pom Bensin Moneng, tempat saya tidur
83
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
KABUPATEN MADIUN
ada. Mushola di POM bensin terkunci pada malam hari, jadi aku hanya bisa tidur di emperan minimarket. Pom bensin ini kutemukan hampir tengah malam, mungkin
Pagi di POM Bensin Moneng
lewat tengah malam. Aku tidak memeriksa jam ketika itu. Aku
Anak-anak Saradan
dan kucatat angka jam di buku. Lalu aku segera mematikan HP itu
langsung siap-siap tidur. Setelah semua beres baru kuperiksa HP
dan mulai memejamkan mata. Aku lelah sekali.
rsama anak-anak di jalur menuju Saradan - Madiun
Pagi-pagi setelah mandi, aku segera berkemas. Pelanggan POM sudah ramai. Penjaganya juga sudah banyak. Malam tadi
Pagi ini aku agak terlambat. Bangun kira-kira jam 6 lebih,
kuingat hanya ada dua orang laki-laki, sekarang sudah tambah dua
biasanya aku bangun lebih awal. Badan mulai terasa letih. Hal ini
orang perempuan. Satu laki-laki yang tadi malam sudah tidak ada.
mungkin karena perjalanan sudah melewati hari kedua. Kupikir aku
Satunya lagi sedang mengisi bensin. Dia tampak segar,
terlalu memaksakan diri selama dua hari ini. Tidur sampai larut
kelihatannya sudah mandi lebih dulu daripada aku.
malam dan terus mengayuh sepeda walaupun mata mengantuk.
Pagi itu aku langsung saja mengayuh sepeda. Melewati jalan
Kondisi ini tidak baik bagi kesehatanku secara keseluruhan.
kearah Nganjuk, tapi sekarang masih di Moneng yang masuk
Saat memeriksa kesehatan di Sragen, terbukti tensi darahku tidak
kawasan Madiun. Pagi-pagi disini tidak terlalu segar. Hal ini
normal. Bu Suster tekanan darahku rendah. Aku diberi Vitamin dan
barangkali karena aku kesiangan. Matahari sudah mulai naik dan
diberi beberapa nasehat agar jangan sampai terlalu capai.
cahaya orange nya sudah berangsur-angsur menjadi kuning emas.
Sekarang baru terasa. Bangun pagi badanku agak pegal. Tidak
Sudah mulai panas.
mau berbunyi gemeretuk saat kuputar-putar pinggang waktu
Dari jauh aku melihat tiga orang anak kecil. Laki-laki semua.
peregangan. Biasanya leher dan pinggang selalu berbunyi, seperti
Mereka main bergerombol. Entah apa yang sedang dipermainkan
persendian yang longgar.
mereka. Aku masih jauh dari mereka dan masih menikmati
Aku segera mandi untuk menyegarkan badan. Tidur di marmer bermandi angin memang tidak baik bagi kesehatan, tapi itulah yang
84
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
pemandangan sawah. Burung-burung beterbangan sambil mencari-
―Sini tak fotoin‖ Kataku memberi penawaran.
cari biji padi atau apa saja yang bisa dimakan untuk sarapan pagi.
Mereka lagi-lagi tertawa-tawa malu. ―Dasar anak kecil, menjengkelkan sekali‖ Pikirku
Mereka terbang diatas gubuk-gubuk, di tengah hamparan padi yang luas. Bayang-bayang pohon turi yang tumbuh di tengah sawah
―Ayo cepetan kesini, mau difoto nggak?‖ Desakku.
sampai ke roda sepedaku. Tampak kurus jangkung. Kepalanya
Mereka mulai mendekat. Berekspresi seperti mau bertanya,
besar. Dia kugiling pelan-pelan.
apa yang harus mereka lakukan, atau bagaimana gaya yang
Tiga anak kecil itu memperhatikanku lalu berbincang-bincang
seharusnya untuk mereka?
renyah sambil tertawa-tawa kearahku. Aku ingin mengabadikan
Aku mengerti sikap malu-malu tapi mau itu. Waktu kecil aku
pagi itu, walaupun sudah tidak terlalu indah.
juga pernah begitu. Aku memberi kode pada salah seorang untuk
Aku berpura-pura mengarahkan kamera ke tiga anak kecil
lebih mendekat. Tapi dia sangat pemalu, dia malah berlari dan
yang berdiri sekitar 30 meter dariku memarkir sepeda. Mereka
menunjuk temannya.
semakin tertawa-tawa. Mereka lucu sekali. Tampaknya anak desa
Akhirnya anak yang terakhir didorong temannya itulah yang
ini senang bermain-main. Mereka sekarang tampaknya sedang libur
beruntung kuambil fotonya. Satu orang temannya tidak mau
karena sebentar lagi lebaran.
ketinggalan. Satu lagi hanya tertawa-tawa sambil masih malu-malu.
Aku tertawa melihat tingkah mereka yang malu-malu saat akan
Padahal tampak sekali dia juga ingin difoto.
difoto. Padahal aku cuma pura-pura saja mengarahkan kamera.
Dua anak kecil itu berfoto disamping sepeda dengan latar
Tiga anak kecil itu berlarian, saling kejar dan saling tunjuk siapa
belakang persawahan yang disirami sinar matahari pagi di Moneng.
yang difoto.
Setelah difoto, seperti manusia pada umumnya, mereka
Kuberi kode pada tiga anak kecil itu agar mendekat. Mereka
berebut ingin melihat hasil jepretannya lebih dulu. Aku pura-pura
tambah saling tunjuk, tambah malu-malu dan tambah agresif
mengotak-atik kamera, seolah enggan memperlihatkan pada
mendorong-dorong teman di sampingnya. Tapi lama-lama mereka
mereka. Disudut mata aku mengintip wajah mereka yang sudah
mulai mendekat juga karena penasaran dengan foto di dalam
tidak sabar.
kameraku.
85
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Seperti anak kecil diberi permen satu persatu, mereka berebutan menyambut kameraku saat tanganku turun ke hadapan mereka. Mereka tertawa-tawa lagi, saling menunjuk foto di dalam kamera dan menunjuk muka temannya yang ada di foto. Entah apa gurauan yang keluar dari mulut-mulut kecil itu, tampaknya seru sekali. Seakan seperti raja berkuasa yang sedang memperlihat hartanya dan akan segera mengambil semua harta dari pandangan orang yang berebut melihatnya, aku pun mengambil kameraku. ―Udah ya adek...Mas mau melanjutkan perjalanan lagi‖ Kataku tidak sombong. Mereka masih ingin melihat foto di dalam kamera itu, tapi fotonya memang hanya dua buah, jadi itu-itu saja di bolakbalik oleh ketiga anak itu. Salah satu anak menyerahkan lagi kamera itu padaku. Aku pun melanjutkan perjalanan. Mereka masih berdiri sambil tertawa-tawa, entah apa yang ditertawakan. Sambil bercanda-canda mereka mengantar kepergianku.
********* Anak – anak di Saradan, dekat dengan Pom Bensin Moneng, yang malu – malu diajak berfoto
86
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Jalur Tengkorak
Banyak orang bilang pertigaan itu disebut pertigaan Saradan. Tak jauh dari kantor Polsek Saradan, di depannya itu ada stok kayu jati. Banyak sekali log-log kayu jati disimpan diarea itu. Entah
LAKA=CELAKA
milik siapa, sepertinya milik pemerintah. Cuma daerah sekitar
Di Jawa Timur, CELAKA biasanya disingkat menjadi LAKA.
tempat itu saja yang rata, setelah tempat itu jalurnya berubah
Saat pertama kali melihat kata ―Rawan Laka‖ di spanduk yang
menjadi naik turun gunung.
terbentang di pinggir jalan, aku bingung mencari arti dan padanan
Ohya, aku lupa mengatakan, di persimpangan Saradan itu,
katanya. Kata-kata ini begitu banyak di pinggir jalan. Dimulai dari
sekitar 50 meter kearah Nganjuk, banyak orang berjualan layang-
Ngawi, tapi tidak terlalu banyak, sampai seterusnya. Mungkin di
layang. Awalnya aku heran, mengapa ada orang jualan layang-
Jawa Tengah juga ada, tetapi waktu itu aku tidak terlalu
layang hias disitu. Dimana mainnya? Layang-layangnya berbagai
memperharikan.
motif, tapi kebanyakan kupu-kupu dan burung, ada yang dari kain
Setelah sekian banyak melihat tulisan ―Rawan Laka‖ aku
tipis, ada yang dari kertas. Mungkin di Madiun atau Caruban
mulai mengaitkan arti kata ini pada kecelakaan. Apalagi ditambah
banyak anak kecil yang gemar bermain layang-layang, jadi ada
kuatkan lagi dengan tambahan ―Jalur‖ menjadi ―Jalur Rawan
pedagang berjualan layang di persimpangan itu.
Laka‖. Tidak salah lagi, pasti artinya adalah rawan kecelakaan.
Setelah orang jual layang-layang itu, di pinggir jalan yang
Aku sempat berpikir apa kata ―LAKA‖ itu termasuk kata baku
sering kulihat hanyalah spanduk peringatan.
atau hanya kata-kata populer saja. Sampai hari ini aku juga masih
HATI-HATI RAWAN LAKA
belum menemukan jawabannya. Aku malas buka kamus, jadi
JALUR RAWAN LAKA
sampai sekarang jawabanku masih menduga-duga.
AWAS JALUS RAWAN LAKA
Setelah pertigaan Nganjuk-Caruban-Saradan, jalannya luar
PELAN-PELAN, RAWAN LAKA
biasa menantang untuk pengendara sepeda. Sudahlah jalannya naik
Dan yang paling menarik perhatianku adalah tulisan ini :
turun bukit, banyak kendaraan lagi, besar-besar lagi kendaraannya.
“ANDA MEMASUKI JALUR TENGKORAK”
Wuihhh pokoknya jantung deg-degan melewati jalur itu pakai sepeda.
87
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Aku langsung membayangkan setumpuk tengkorak saat
kendaraan, terutama yang kecil biasanya mengabaikan. Kendaraan
melihat tulisan itu. Terlihat sangat mengerikan sekali. Aku jadi
besar juga kadang ikut-ikutan.
teringat film-film horor, atau kadang aku teringat film-film laga
Biasanya kendaraan memadat di tanjakan yang tinggi. Mobil
jaman masa kecil seperti Si Buta Dari Gua Hantu, Siluman
besar habis mengeluarkan asap hitamnya. Klakson berbunyi terus.
Tengkorak di serial Sun Go Kong, dan lain-lain yang berhubungan
Sepeda motor meraung-raung saling memotong. Hiruk pikuk dan
dengan tengkorak.
menakutkan. Sepeda kecil hanya bisa menunggu iring-iringan
Parahnya lagi, tulisan itu juga diiringin dengan gambar
kendaraan itu sepi. Kalau tidak, terima sendiri nasib dilanggar truk
tengkorak. Biasanya aku lihat gambar tengkorak model itu di
atau bus besar.
kotak-kotak atau botol-botol yang berisi racun atau bahan-bahan
Walaupun aspalnya licin, tapi yang namanya ―JALUR
berbahaya yang tak boleh dikonsumsi manusia, sekarang aku
TENGKORAK‖ ini mungkin memang sering menelan korban. Tapi
melihatnya di pinggir jalan. Kepala tengkorak plus dua tulang
entah lah, aku hanya tahu saat melewati tempat itu siang dan
disilangkan dibawahnya, menambah kesan angker.
malam. Siang waktu berangkat, dan malam waktu pulang dari
Di tanjakan paling tinggi diantara semua tanjakan yang ada di
Sumbawa. Siang tak ada apa-apa. Saat malam ternyata ada razia.
jalur Caruban-Nganjuk, disitulah aku pertama kali melihat tulisan‖
Sehari setelah melewati tempat itu malam hari, baru aku
JALUR TENGKORAK‖. Melihat kata-kata itu saja sudah
dengar kabar ada bus yang menambrak pinggir jalan. Kabarnya
membuat bulu kuduk merinding. Apalagi merasakan betul-betul
kecelakaan itu cukup parah dan menelan korban jiwa. Tapi entah
aura disitu bersepeda. Memang benar-benar mengerikan.
kejadiannya di ―JALUR TENGKORAK‖ yang mana, sebab banyak sekali ruas jalan yang diberi label ―JALUR TENGKORAK‖ oleh
Mobil besar-besar berseliweran seperti sepeda di pasar. Jalurnya pas untuk tiga truk, di tengah ada garis putih yang tidak
masyarakat setempat.
putus-putus, artinya tidak boleh mendahului/memotong dari
Tidak percaya? Coba saja sendiri.
belakang. Inilah yang membuat ngeri. Jika peringatan dari garis tengah jalan itu dipatuhi mungkin tidak masalah, kebanyakan
*******
88
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Salah satu jalan antara Saradan – Nganjuk, yang selalu ramai dan berbukit! Hati – hati memotong di jalur ini. Rawan kecelakaan!
89
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja Di depan sebuah Bengkel di gerbang masuk Kabupaten Nganjuk. Tidak jauh dari
KABUPATEN NGANJUK
belokan setelah Gerbang “Selamat Jalan - Purabaya” di Madiun
Nganjuk Kota Adipura
Sampai sekarang, apa yang teringat olehku tentang Adipura hanyalah
Jambi
dan
Yogyakarta.
Alangkah
miskinnya
pengetahuanku. Ternyata Kota Nganjuk juga telah mengenyam penghargaan untuk kota terbersih itu. Apa yang kuketahui tentang Adipura pun hanyalah sebatas penghargaan
sebagai
kota
terbersih.
Kenyataannya
―Kota
Terbersih‖ hanyalah salah satu kategori yang dilombakan. Barubaru ini ku ketahui dari berita bahwa format dan kategori untuk peraih Adipura juga sudah banyak berubah. Berubah dalam apa? Entahlah. Jika kita menyebut kata berubah berarti ada dulu dan sekarang. Ada sebelumnya dan ada sesudahnya. Dua hal yang berbeda itu sama sekali tidak ku ketahui. Jadi bagiku, secara pribadi tidak ada yang berubah. Atau mungkin secara picik, aku lah yang tidak berubah. Atau seminimal mungkin, yang berubah hanyalah bahwa aku mengetahui bahwa format untuk peraih Adipura telah berubah.
90
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Entah bagaimana format yang dulu, dan bagaimana format
dilihat orang. Padahal banyak titik tersembunyi yang bahkan tidak
yang sekarang aku tidak tahu sama sekali. Bagiku Kota peraih
terawat sama sekali. Demi sebuah label seperti : ―KOTA
Adipura berarti Kota berpredikat terbersih. Alangkah piciknya
ADIPURA‖.
penilaianku mengabaikan kategori-kategori yang lain. Jambi pada masa dulu (waktu meraih Adipura) memang
*********
terlihat sebagai kota yang rapi. Tata kota dan pertamanannya memang memukau bagiku yang saat itu masih SD. Yogyakarta waktu meraih Adipura juga mungkin merupakan kota yang tertata dan rapi. Setidaknya Yogyakarta sebagai kota yang rapi pernah kudengar dari senior-seniorku di Yogyakarta yang sekarang sudah lulus kuliah. Nganjuk ini tampak baru saja meraih Adipura, dan memang kesan yang ditimbulkannya adalah rapi dan tertata, setidaknya yang terlihat olehku. Memang tidak sama dengan Sukoharjo-Solo saat aku lewat yang kondisinya tampak riuh, gersang, hiruk-pikuk kendaraan, atau orang inggris bilang ―Crowded‖. Nganjuk Kota Adipura,. Entah hanya sekadar slogan, atau kerapian dan ketertataan itu memang mendarah-daging di masyarakat Nganjuk, aku tidak tahu. Setidaknya tidak terlihat oleh mataku setelah keluar dari Kota Nganjuk dan memasuki daerah pinggiran. Memang biasanya yang ditonjolkan pemerintah daerah, dimanapun di Indonesia, hanyalah titik-titik yang ramai atau sering
91
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Bawang Merah
Nasi Rawon
Maskot Kabupaten Nganjuk
Dibandingkan
slogan
Adipura
yang
digaung-gaungkan
Aku menghabiskan waktu dua jam untuk online di M2 net di
pemerintah daerah, perkebunan bawang justru lebih mendarah –
dalam kota Nganjuk. Setelah itu aku melanjutkan perjalanan,
daging di masyarakat Nganjuk. Meskipun promosinya tidak
melewati dalam kota untuk sampai di perbatasan dengan Jombang.
segencar promosi untuk masalah Adipura tetapi jejaknya dapat
Kurasag siang itu panas sekali. Rasa haus menyerang kuat.
dilihat dimana-mana, terutama di daerah pinggiran.
Aspal rasanya memancarkan hawa minyak yang terlihat seperti
Bawang yang dibudidayakan terutama bawang merah. Kebun-
fatamorgana.
kebun bawang berjejer diantara sawah-sawah yang luas. Mobil-
dipandangan.
Panas
sekali
sampai
samar-samarnya
terlihat
mobil Colt bergantian lalu lalang di jalan mengangkut bawang
Aku memutuskan untuk singgah disebuah warung yang
yang siap didistribusikan ke pasar dan daerah-daerah diluar
tertutup spanduk-spanduk bekas yang sudah kumal. Terlihat kurang
Nganjuk.
bersih dan agak gersang. Tidak banyak warung yang buka di siang
Di Persimpangan perbatasan dengan Jombang, terdapat tugu
hari pada bulan puasa. Apalagi di daerah Jawa Timur yang
Bawang yang besarnya cukup untuk memenuhi bak dalam Truk
penduduknya banyak menganut Agama Islam.
Pusso. Tugu itu dibuat dari semen dan pasir kualitas rendah dan di
Warung ini mungkin pilihan yang terbaik diantara yang
cat dengan cita rasa seni yang juga rendah.
terburuk. Mau bagaimana lagi, daripada menahan haus yang sudah
Kesibukan orang berkebun bawang sama ramainya dengan
diujung kerongkongan, lebih baik warung ini jadi pilihan.
yang bersawah. Menurutku, daripada mengangkat Adipura sebagai
Warung rawon ini dijaga oleh wanita paruh baya yang
slogan utama, lebih baik memajukan perkebunan bawang sebagai
bertubuh agak gempal, pendek dan berkulit gelap. Kelihatan sekali
nilai jual untuk daerah Nganjuk.
wanita ini bekerja keras setiap hari ditengah panas terik untuk mencari uang.
********
92
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Barangkali warung ini bukan mata pencarian utamanya.
yang ada dalam gelas. Sekarang ludes semuanya. Baru kusadari,
Mungkin dia punya sepetak kebun bawang di pinggir kota. Melihat
ternyata aku cukup lapar.
bangunan warung yang dibuat seadanya, mungkin warung ini bisa
Tidak berpikir panjang, aku akhinya memesan lagi satu gelas
dipindah sewaktu-waktu jika dibutuhkan.
es kelapa muda, sepiring nasi rawon dan menikmati beberapa
Awal-awalnya ku cuma memesan es kelapa muda saja. Nikmat
gorengan. Selesai makan nasi rawon, aku bersantai sejenak sambil
sekali rasanya minum kelapa muda ditengah panas yang membakar
menikmati es kelapa muda dan beberapa batang rokok.
hari ini. Air dinginnya pelan-pelan mengguyur tenggorokanku yang
Kali ini benar-benar sesi santai. Aku tidak menghabiskan es
dahaga dan kekeringan.
kelapa muda secepat sebelumnya. Melihat suhu dan terik matahari
Seketika rasa segar menyelimuti diriku. Namun hanya sebentar
diluar yang begitu panasnya, aku jadi agak malas melanjutkan
saja, rasa segar itu sirna, dan kembali rasa haus datang. Kureguk
perjalanan. Jadilah, aku duduk di warung itu sampai tiga perempat
sekali lagi lebih dalam. Kurasakan kerongkonganku menikmati rasa
jam kemudian.
dingin lebih lama. Hanya dalam tiga kali teguk, setengah gelas air kelapa muda
********
sudah lenyap. Di dalam gelas tertinggal daging buah kelapa yang sudah tidak muda lagi. Hasil serutan dengan sendok stainless itu terlihat putih susu berkumpul dalam gelas. Diantaranya terlihat beberapa butir es yang terus mencair. Kuambil sendok untuk mengambil daging buah kelapa itu, lalu ku seruput satu persatu, kukunyah sampai remuk sebelum kutelan habis semuanya. Sedikit-sedikit rasa lemaknya terasa dipangkal tenggorokanku. Beberapa daging buah kelapa yang lain menyusul masuk ke dalam tenggorokanku. Dan disusul lagi oleh sisa es kelapa muda
93
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Rombongan Bule dari Jogja
Saat itu kebetulan angin kencang, roknya terangkat ke atas tertiup angin. Celana dalamnya warna cream kelihatan. Begitu juga
Mau ke Bromo
belahan pantatnya. Uhh...hampir saja kopi di mulutku muncrat keluar. Aku
Asyiknya backpacker pasang-pasangan seperti bule-bule itu.
langsung pura-pura memandang tempat lain. Bule itu tak sadar
Mereka 4 pasang, asyik-asyik betul gayanya. Aku sambil minum
pantatnya sedang mengejekku.
kopi di bangku dekat minimarket pom bensin.
Ingin sekali aku berkenalan, tapi tak tau mulai dari mana. Tak
Sambil nunggu mobil isi bensin, mereka mampir di
juga ada alasan untuk berkenalan. Jadi sampai supir mereka datang
minimarket. Mungkin beli roti dan air mineral.
dengan mobil travel, niat kenalan itu masih kusimpan.
Cewek-ceweknya ada yang pakai dress, seperti bukan mau
Mereka ternyata start dari Jogja, kulihat itu dari plat mobil dan
backpackeran saja. Satu orang pakai celana pendek, dua lagi pakai
nama agen yang membawa mereka. Jogja memang gudangnya
celana jeans panjang warna hitam, baju kaos.
turis.
Ku tanya sama orang yang baru bicara sama supir travel yang membawa bule itu, katanya mereka mau ke Bromo.
*********
Cowok-cowoknya semua pakai celana pendek dan baju kaos. Style mereka seperti anak band. Cuma satu orang yang suka pakai gelang tali prusik, lainnya tidak. Bule yang pakai dress itu sekalian pakai rok pendek. Pakaian itu lebih cocok untuk ke Mall daripada ke gunung. Aku tertarik sama dia karena ada kejadian lucu. Waktu dia sedang membeli roti, aku pas sedang memandangi mereka, lebih khususnya dia. Dia membelakangiku.
94
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Salah satu tempat rekreasi keluarga di Kertosono – Nganjuk The Legend Waterpark Terletak di pinggir jalan tidak jauh dari jembatan yang berbatasan dengan Kabupaten Jombang
95
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Dinosaurus di Kertosono
Untungnya mereka semua itu cuma patung. Terbuat dari kerangka besi, diperkeras dengan batu, pasir dan semen. Ditambah lagi beberapa lampu di mata mereka (mungkin, soalnya aku lihatnya siang hari). Yapppss...tepat sekali pikiranmu kawan. Itu cuma dinosaurus tiruan. Dino kan sudah lama punah, masa tiba-tiba muncul di Kertosono, tak mungkin lah. Bakal gempar Jawa Timur kalo ada penampakan Dino betulan. Sejatinya, The Legend Water Park (begitu tertulis secara jelas) semacam tempat hiburan keluarga. Arealnya cukup luas (kulihat sampai jauh ke ujung belakang). Dinosaurus bertaring dan satu
Seumur-umur, Dinosaurus hanya ada dalam film, foto, atau
burung purba yang aku tak tahu namanya siap menyambut tamu.
kadang ada juga dalam khayalan anak-anak. Begitulah sejauh yang
Kalau ada waktu berlebih dan tentunya ada uang, seharusnya
kuketahui.
aku ingin sekali masuk ke dalamnya. Banyak Dinosaurus di dalam
Tapi sekarang, aku benar-benar melihatnya. Berhadapan
sana. Semuanya mungkin dari batu. Besar-besar, ada yang
langsung denganku. Lengkap dengan badan besar, leher panjang,
menakutkan dan mungkin ada juga yang tampak lucu.
dan taring yang mengerikan.
Terletak di pinggir jalan Kertosono-Jombang. Hanya beberapa
Alamak..!!! memang dinosaurus benar-benar raksasa. Kalau
menit dari perbatasan dengan Jombang. Anda dapat melewatkan
aku berdiri, mungkin perlu 6 atau 7 diriku baru sama tingginya
waktu seharian bersama keluarga. Menyenangkan anak-anak, atau
dengan dinosaurus. Bahkan ada yang terbang juga loh.
pacar anda dengan memainkan wahana yang ada di dalamnya.
Ga nyangka ketemu dinosaurus di tepi jalan. Bayangkan jika aku diinjak? Habis deh aku dan sepeda onthel bututku jadi tempe
********
penyet.
96
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Lampu merah Kertosono-Jombang
Tampaknya mereka tidak nakal. Atau tidak sedang melakukan kenakalan. Mereka sedang duduk di teras beberapa buah flat29.
Ada banci kaleng?
Mereka sedang bercengkrama. Tidak tahu dan tidak peduli mereka sedang bicara apa. Hanya satu yang terbersit dalam pikiranku. Ternyata sekarang
Di lampu merah perbatasan Kertosono-Jombang, tidak jauh
banci ada dimana-mana. Lalu kenapa mereka ada dimana-mana?
dari jembatan panjang yang menandakan berakhirnya wilayah
Apakah karena banyak orang tua yang menurunkan gen yang tak
Kertosono, disitulah banyak orang mencari nafkah.
normal? Ataukah karena persoalan ekonomi, kesusahan mencari
Dengan berbagai cara. Ada yang berdagang, ada jasa angkutan
uang dengan cara bermartabat misalnya?
umum, ada para pengantar penumpang, ada pengamen dan yang
Atau bahkan mungkinkah karena kerusakan moral sosial,
terpenting, ada juga banci kaleng.
keterasingan
Aduhai...!!! disini pun aku bertemu mereka lagi. Di Jogja
di
tengah
masyarakat,
dikucilkan
sehingga
memunculkan sikap resistensi dan perlawanan? Entahlah, biar
sudah sangat sering ku jumpai mereka. Sambil membawa kaleng
lampu merah yang nanti menjawabnya.
dan dengan dandanan ala perempuan tak tahu berdandan. Alamak...!!! sungguh menor. Aku melihat mereka tidak sengaja. Saat mengantri lampu merah (macam pembagian beras saja pakai antri, memangnya lampu merah mau dibagi-bagikan?). Ada beberapa detik untuk melihat kiri kanan saat itu. Dan sialnya, saat melihat kiri kanan itulah aku justru melihat mereka.
29
Semacam rumah/hunian dari tripleks di Batam. Satu ruangan yang dibagi menjadi beberapa bagian dengan menata interior yang sempit.
97
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja Kali Brantas, Jembatan yang menghubungkan kedua sisi Kali Brantas ini menjadi tapal batas antara Kabupaten Nganjuk dengan Kabupaten Jombang. Jembatan yang terlihat dalam foto ini adalah jembatan lama (yang masih digunakan), sedangkan foto ini diambil dari jembatan baru.
98
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
KABUPATEN JOMBANG
juga tersedia disini. Jadi tidak usah repot-repot jika kebetulan memerlukan antimo, tolak angin atau sejenisnya.
Pasar Souvenir Di Gerbang Jombang
*********
Bergerak beberapa ratus meter saja, keadaan sudah berubah hampir 90 derajat. Kupastikan banci kaleng tidak akan ke tempat ini (kecuali hanya sekedar lewat). Begitu beraninya aku mengklaim begitu karena ada satu alasan. Jelas sekali perbedaan seberang sini dengan seberang sana. Terutama jika dilihat dari perputaran ekonominya.
Di Jembatan yang
Setelah melewati jembatan, kawan akan menjumpai deretan
menghubungkan
toko kelontong. Jumlahnya puluhan kios. Berada di kiri dan kanan
Jombang dengan
jalan. Rata-rata toko kelontong ini menjual penganan (makanan)
Nganjuk – Kali Brantas
tradisional daerah Jombang dan sekitarnya. Salah satu contoh, yaitu tape yang dikemas dalam kotak anyaman bambu. Contoh lainnya aku lupa. Selain penganan, ada juga beberapa kios yang menjual souvenir, dan beberapa toko lagi menjual makanan dan minuman standar seperi air mineral, kerupuk, mie dan sebagainya. Tidak ketinggalan, kios yang khusus menjual obat untuk perjalanan jauh
99
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Jalur Satu Arah
Suasana Religi di Jombang
Waktu sudah sore. Matahari pun pelan-pelan undur diri dari
Jombang adalah salah satu basis terbesar Nahdlatul Ulama.
pentas cakrawala. Awan-awan malu dan menguning. Mereka
Disinilah Gus Dur memulai dakwahnya. Mantan Presiden Republik
berdiam diri menunggu malam.
Indonesia ini juga dimakamkan di kota Jombang.
Sebentar lagi azan maghrib berkumandang. Aku terus
Setidaknya aku dapat melihat penunjuk arah terpampang
mengayuh sepeda. Melewati jalan yang seperti melingkar.
menuju ke Makam orang berpengaruh dan disegani di Nahdlatul
Inilah jalan searah pertama yang kutemui sejak dari Jogja.
Ulama itu. Kubayangkan, pasti banyak sekali orang berziarah
Barangkali aku hampir memasuki pusat kota Jombang.
kesana. Apalagi di suasana bulan Ramadhan seperti sekarang.
Siluet matahari mulai semakin tegas. Awan-awan tidak tampak
Sehingga wajar jika saat ini, seperti ketika aku melewati kota
putih lagi. Gelap kebiru-biruan dari langit yang jauh mulai terlihat.
Jombang ini, terasa sekali aroma religiusnya. Suara mengaji, takbir,
Tanpa sadar ternyata jalannya terasa panjang. Hari semakin
dzikir, bersahut-sahutan. Pesantren-pesantren, baik yang ada ditepi
sore mengarah ke malam. Jalan satu arahnya belum berakhir juga.
jalan, ataupun yang agak masuk ke pelosok, pastilah menggelar
Sampai malam pun datang. Mungkin aku sudah di ujung jalan.
tadarusan. Salah satu pesantren yang cukup besar di Jombang, terletak di
*********
Peterongan, namanya Darul Ulum. Mas, Haris, teman kuliahku di Teknik Lingkungan UPN menitipkan salam untuk pesantren ini saat aku di Jombang. Aku teringat gerbang sebuah pesantren yang cukup besar di salah satu tikungan jalan, barangkali pesantren itu yang dimaksudkan Mas Haris. Sayangnya aku sudah lewat beberapa ratus meter dari pesantren peterongan saat pesan itu kuterima. Aku di POM bensin, duduk
100
sambil
istirahat.
Melihat
orang
mengisi
bensin,
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Pabrik Gula dan Aroma Limbah?
mendengarkan suara tadarus, sesekali dikagetkan oleh sepeda motor yang melaju kencang. Bahkan mungkin karena bulan Ramadhan juga, maka
Aroma bulan Ramadhan barangkali sangat menyengat. Tapi
pengendara yang ngebut-ngebut hampir semuanya memakai kopiah
ada satu aroma lagi yang lebih menyengat hidung, yaitu gula. Dia
haji. Sebagian memakai gamis putih. Ingat, tidak memakai helm.
masuk ke penciuman dan terasa sangat kental, baunya begitu
Kupastikan mereka tinggal di Jombang dan daerah pinggirannya.
kentara.
Sama seperti di daerah lain yang mayoritas penduduknya
Disini persentuhan pertamaku dengan sesuatu yang berbau
beragama Islam, di Jombang pada malam hari bulan Ramadhan
gula. Kali ini bukan gula pasir dalam plastik, atau air yang manis
juga terlihat konvoi kendaraan sepeda motor. Mereka muda-muda.
karena gula yang membuat bau, tapi limbah dari pabrik gula dan air
Banyak mungkin yang belum pantas mendapat SIM (surat ijin
gula kental yang menetes dari pipa-pipa pabrik gula.
mengemudi).
Di Jombang, kawan dapat menemukan pipa pabrik gula di
Malam bulan Ramadhan dengan berbagai kegiatannya terlihat
tengah kota. Pipa-pipa berdiameter sebesar kepala bayi itu
cukup meriah di Jombang.
menjulur panjang di tepi-tepi jalan, kadang juga menyeberangi sungai melewati tepian jembatan kecil.
*********
Entah darimana asal muasal bau yang menyengat itu. Namun, kita dapat menebak sumbernya pastilah dari pabrik gula. Angin membawa aromanya kemana-mana, terutama tengah kota. Hidung manusia dapat mengenal dengan cukup baik, bahwa bau semacam itu berasal dari air tebu yang direbus. Atau air tebu yang mengendap. Baunya barangkali semakin kentara dengan adanya campuran dengan bahan kimia yang lain.
101
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Aku hanya berharap, sumber utama bau-bau itu berasal dari
ada pendopo untuk istirahat, ada toko semacam minimarket,
lokasi pengolahan limbah di pabrik. Aku sama sekali tidak
desainnya juga enak di pandang.
berharap bau itu berasal dari limbah yang dibuang sembarangan.
Banyak pohon rindang yang meneduhkan jika siang panas.
Malam itu cukup gelap untuk mengetahui asal muasal pembuat
Ada minuman dingin yang bisa melepaskan dahaga, dan ada spot
bau. Di jalan raya ada beberapa batang tebu yang hancur karena
untuk merokok bagi kawan yang kecanduan rokok.
dilindas roda kendaraan yang lalu lalang.
Siang tadi, ketika masih di sekitar Saradan, aku sempat
Permukaan sungai tidak terlihat jelas karena malam. Hanya
singgah di pom bensin. Lupa berapa angka kodenya. Disitu aku
ada beberapa pantulan cari cahaya lampu yang memperlihatkan
membuang hajat. Selama 3 hari perjalanan, baru sekali itu aku
bahwa sungai masih mengalir. Tidak diam dan hanya tergenang.
buang hajat.
Memang, di perjalanan menuju Jombang ini aku sempat
Dari feses yang keluar itu, dapat kusimpulkan bahwa
berpapasan dengan truk yang bermuatan tebu. Ada puluhan truk,
pencernaanku masih normal.
bahkan aku pernah ada disampingnya saat mengantri lampu merah.
Entah kenapa, dua hari terakhir ini aku selalu ingin makan.
Sekarang jelas, truk itu kemungkinan besar menyuplai tebu untuk
Tapi karena uang terbatas, aku membatasi diri makan tetap 3 kali
pabrik gula di Jombang.
sehari. Ya mungkin nafsu makanku bertambah karena kelelahan,
Sekilas, baru air gula ini terasa enak di hidung. Dibanding bau
kecapaian, banyak membuang tenaga dan keringat, karena faktor
asap knalpot atau bau minyak solar tentu saja aku lebih memilih
psikologis dan sebagainya.
bau air gula. Tetapi, jika dihirup terlalu lama, ada semacam
Di pom bensin peterongan ini sebenarnya aku berniat buang
perasaan neg, ingin muntah atau bahkan menjadi pusing.
hajat lagi. Tapi ketika sampai, sakit perutku sudah hilang. So, aku
Jadi, karena aku hanya sekedar lewat saja, bau gula ini tidak
alihkan waktu buang hajatnya menjadi waktu istirahat sambil
terlalu berpengaruh.
menghabiskan sebatang rokok.
Pusat kota pun telah terlewati. Istirahat di Pom bensin 54.614.07 Peterongan yang cantik juga sudah. Di Pom ini kawan benar-benar bisa melepaskan lelah. Selain tempatnya lumayan luas,
102
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Pasar Malam Mojoagung
Mereka selalu menawarkan sesuatu yang menarik, meski kadang tidak ada yang baru. Sejujurnya aku punya banyak cerita lucu tentang pasar malam.
Kopi memang selalu asyik jadi teman cerita. Kopi membuat
Ketika kecil, di tempat yang sangat sulit mendapatkan hiburan
obrolan menjadi sedikit lebih berisi daripada hanya sekedar tertawa.
Orang-orang
menghargai
kopi
karena
seperti di Kuala Tungkal, pasar malam ini adalah sesuatu yang
didalamnya
jarang. Hanya terjadi pada saat-saat tertentu, karena itu dia menjadi
terkandung wibawa.
seru.
Begitulah, obrolan malam ini dimulai ketika menyeruput kopi
Disini sepertinya sama. Tapi tidak sama untukku karena aku
untuk pertama kalinya. Tidak salah aku memutuskan singgah,
bukan masyarakat lokal. Disini, sekarang aku berposisi sebagai
barang hanya untuk sebentar.
pendatang yang tak tahu menahu tentang lokasi pasar malam,
Saat aku memutuskan singgah, waktu telah menunjukkan jam
orang-orang di sekitarnya, dan sebagainya.
08.45 WIB. Aku berpikir mungkin akan istirahat di sekitar tempat
Itulah sebabnya aku singgah. Aku penasaran. Bagaimana kesan
ini. Paling jauh, malam ini aku hanya bisa mencapai 5 kilometer.
yang di dapat ketika kita mencoba sesuatu yang sama sekali bukan
Tidak lebih dari itu.
hal baru, tetapi sebagai orang yang berbeda.
Aku tertarik dengan keramaian di tepi jalan. Dari jarak 50
Kupikir, berpikir sebagai pendatang, atau orang baru untuk hal
meter itu, aku dapat melihat setidaknya sampai 30 meter dari tepi
yang sama adalah sesuatu yang menyenangkan. Aku dapat menilai
jalan. Lalu lalang dapat kulihat dari muara sampai pertengahan
dari sudut pandang berbeda sekarang. Aku adalah subyek yang
keramaian.
mengamati, sementara orang lain yang berstatus penduduk lokal
Ruang penglihatan itu terasa penuh oleh orang –orang, barang
termasuk dalam kategori obyek yang sedang diamati. Cukup
dagangan, kios-kios dan cahaya lampu. Mereka bersatu padu dalam
menantang.
sebuah ruang seperti mosaik marmer di dinding.
Ya begitulah, kopi memulai diskusi.
Aku selalu suka dengan pasar malam. Entah itu pasar malam
Adalah menjadi kebiasaanku jika memilih tempat duduk yang
modern, pasar malam tradisional, atau gabungan dari keduanya.
ada pemandangannya. Kali ini pemandangan itu berupa seorang
103
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
gadis cantik. Aku selalu suka menikmati wajah, senyum, ekspresi,
Aku memesan secangkir kopi hitam, cocok dengan rokok yang
gerakan, atau apa saja dari perempuan yang manis.
akan kuhisap (maaf aku termasuk perokok aktif, jadi dalam
Semua yang kumaksudkan tentu dalam hal positif. Kupikir hal
perjalanan ini rokok adalah salah satu temanku). Dua orang
itu menyenangkan.
pemuda lokal itu mulai bicara satu sama lain. Mereka tampaknya
Aku memilih tempat dudukku sekarang setelah dua kali
pemuda lokal.
melewatinya. Kupikir tidak ada tempat duduk lain dengan
Telingaku
mulai
menguping
pembicaraan.
Pertama
pemandangan sebaik itu selain di tempat yang sekarang. Aku
kuperhatikan dialeknya. Mereka tidak berdialek Jawa seperti yang
duduk tak jauh dari tempatnya menyiapkan makan dan minum. Ya,
biasa kudengar. Bahkan aku seperti baru sekali mendengar dialek
dia adalah pramusaji itu.
seperti ini. Kedua, aku menguping apa yang dibicarakan. Ternyata
Rambutnya tergerai panjang. Lurus sampai pinggang. Ada
tidak terlalu penting, hanya tentang apa yang terjadi hari ini.
sedikit poni di keningnya. Wajahnya kecil, senyumnya terlihat
Nyata sekali. Dialek anak muda disini sudah sangat berbeda
meriah. Dandanan tidak menor. Badannya lebih pendek beberapa
dengan di Ngawi, atau tentu saja Solo. Pasar malam Mojoagung ini
sentimeter daripada aku. Dia memakai baju putih berbunga dan
memberi isyarat padaku, secara etnologi mungkin orang-orang
celana jeans semata kaki, agak ketat. Warnanya aku lupa, mungkin
disini sudah sedikit berbeda.
hitam atau hijau.
Aku
Dia hanya melirik dan senyum sedikit ketika aku memarkir
menandai
tempat
ini
sebagai
perbatasan
dialek.
Kemungkinan lebih ke timur lagi, aku akan menemui dialek yang
sepeda onthel yang cukup penuh dengan barang. Sebagai bocoran,
sama dengan di pasar malam Mojoagung.
banyak orang mengira aku adalah pedagang mainan atau pedagang
Sekarang aku mulai membuka pembicaraan. Biasa dalam
kain. Barangkali dia juga mengira aku pedagang kain yang sedang
pergaulan anak muda, terutama yang merokok, awal perkenalan
istirahat.
ditandai dengan menawarkan rokok. Lalu setelah itu kalimat
Lima menit setelah kopiku selesai dibuat, barulah datang dua
selanjutnya akan mengalir begitu saja.
orang anak muda duduk di dekatku. Posisinya lebih dekat dengan si
Meski mereka juga memiliki sebungkus rokok yang masih
pramusaji, tapi untungnya tidak menghalangi pandanganku.
segar, tidak ada salahnya menawarkan pada mereka rokok milik
104
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
anda. Itu sebagai tanda bahwa anda terbuka pada pertemanan.
Mari kawan, kita akan membicarakan hegemoni dan dominasi
Mereka akan menganggap itu sebagai tanda bahwa anda menerima
pendatang di daerah pribumi. Mengapa hal itu bisa terjadi? Apa
mereka dan membuka diri pada mereka. Simpel kan?
yang harus dilakukan pribumi? Perasaan
nyaman,
seakan
menguasai
daerah
sendiri,
Berikut ku kutip dari buku catatanku :
banyaknya teman dan anggota keluarga menyebabkan sifat pasif
―Aku minum kopi di salah satu warung lesehan. Ngumpul
dikalangan pribumi. Pasif yang kumaksudkan adalah dalam hal
dengan dua orang anak muda pribumi. Tanya-tanya dan cerita
kemajuan, perkembangan, dan sejenisnya.
banyak tentang Trowulan, Bromo, dan Semeru. Kupikir Mojokerto-
Mau apa saja, ada keluarga yang menolong. Kekurangan uang
Jombang bisa jadi pusat wisata yang besar. Tapi pemudanya tidak
untuk beli beras, masih ada tetangga dekat untung dihutang. Ada
siap dan tidak berpikir ke arah situ.
kesusahan sedikit, masih banyak kerabat yang akan membantu.
Kebanyakan
penduduk
pribumi,
dimanapun,
kurang
Perasaan nyaman semacam inilah yang akhirnya membuat terlena
mengeksplorasi daerahnya, karena merasa nyaman, jadi kurang
penduduk pribumi.
penasaran.
Terlalu lama terlena, terbuai dengan kenyamanan akhirnya
Mereka menanggapi biasa saja. Tak terlalu antusias
menumpulkan insting eksplorasi mereka. Sebenarnya insting ini
sepertinya. Salah satu diantara pemuda itu lebih proaktif dari
ada pada setiap manusia, yaitu insting bertahan hidup. Tetapi
satunya.
karena terlalu lama tidak diasah, insting ini menumpul dengan
Ketika cerita tentang Bromo, pemuda itu bilang ; Biasa
sendirinya.
penduduk mengambil pasir di Bromo yang melimpah. Dengan satu
Karena daya eksplorasi yang berkurang inilah, penduduk
juta rupiah saja bisa jadi sepuluh juta. Katanya dulu Semeru
pribumi cenderung tidak responsif atas potensi sendiri. Mereka
menjadi andalan. Tapi sekarang sudah agak berkurang karena
tidak mampu melihat keluarbiasaan daerah mereka. Mereka tidak
kondisinya mulai tercemar‖
ada rasa untuk membandingkan daerahnya dengan daerah lain. Mereka tidak ada rasa untuk memaksimalkan potensi yang ada, dan
105
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
menjualnya
kepada
daerah
yang
tidak
punya
atau
pengelolaan potensi daerah. Jika tidak, kemungkin besar pribumi
memanfaatkannya lebih jauh.
akan selalu kalah.
Seperti pemuda yang ada di Pasar malam Mojoangung ini. Dua
Kacaunya lagi, umumnya pendatang adalah mereka yang
pemuda yang sekarang minum kopi dan bercengkrama denganku.
bersifat ofensif dan invasif. Mereka datang karena tempat asal
Aneh sekali menurutku, mereka melihat daerahnya biasa-biasa saja.
mereka kurang menguntungkan, kurang memberi kehidupan.
Padahal, aku yang sekarang duduk di depan mereka, begitu
Umumnya mereka datang karena daerah yang akan didatangi telah
menggebu melihat keluarbiasaan Jombang dan Mojokerto. Jika
mereka ketahui potensinya, dan mereka juga tahu itu belum
diutarakan, semalam suntuk aku bisa meladeni pembicaraan
dimanfaatkan dengan baik.
mengenai potensi wisata yang begitu besar disini.
Keunggulan
utama
dari
pendatang,
pertama
mereka
Bahkan, dalam diskusi malam ini, aku menjadi sedikit kesal
berpengalaman dengan kesusahan, kedua mereka punya jejaring.
dengan tanggapan mereka yang biasa. Aku ingin sekali mereka
Ini tidak dimiliki kebanyakan pribumi yang pasif, yang
melihat, mengetahui betapa besarnya potensi yang bisa mereka
menganggap dunia hanya ada di daerah asal mereka.
kembangkan. Lalu membuat sebuah tindakan untuk memanfaatkan
Pengalaman akan kesusahan membuat pendatang mau tak mau
potensi daerah itu untuk kemajuan.
harus dapat bertahan dan berkembang di daerah yang baru. Jejaring
Penduduk pribumi yang pasif seperti ini bisa dipastikan
membuat mereka memiliki jaringan untuk mengembangkan potensi
setidaknya mewakili hal berikut : pertama, tingkat pendidikannya
di daerah yang baru. Habislah sudah pribumi pasif.
masih rendah, kedua jarang jalan-jalan, ketiga kurang pergaulan,
Pendatang memulai usaha dari nol. Membuat usaha-usaha
keempat daerahnya subur dan punya sumber daya yang kaya.
yang belum digarap oleh pribumi tetapi sebenarnya jadi kebutuhan
Keempat hal inilah yang nantinya dimanfaatkan secara
pokok pribumi. Satu dua pendatang memperoleh keuntungan,
maksimal oleh pendatang. Daerah yang subur dan kaya
mereka berangsur-angsur makmur.
sumberdaya itu akhirnya diekspoitasi, dan tiga kekurangan lainnya
Kemudian mereka menarik pendatang lain untuk datang.
membuat pribumi tak berkutik. Mereka harus menutupi dulu tiga
Memulai usaha lain. Dengan kata lain, pendatang membuat
kekurangan itu sebelum memutuskan ambil bagian dalam
106
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
diversifikasi30 dan intensifikasi31 usaha yang mana kemampuan ini
mereka pandang sebelah mata saja. Pribumi merasa dibodohi oleh
belum dimiliki pribumi. Selain jejaring ke luar yang sudah ada,
kebodohannya sendiri. Menggunakan barang-barang, mengunjungi
lambat laun pendatang membentuk satu jejaring baru dalam
tempat-tempat, yang dulu mereka anggap biasa, dan tidak pernah
tingkatan lokal.
mereka pikirkan akan menjadi seperti sekarang, saat mereka
Ketika terbangun dari mimpi. Ketika sadar dari buaian
menikmatinya.
kenyamanan. Ketika rasa terlena tiba-tiba dihentakkan oleh angin,
Rasa nyaman dan sifat pasif yang dipelihara ini akhirnya
pribumi kemudian menyadari bahwa mereka telah tertinggal jauh.
berbuntut panjang, sampai munculnya dominasi pendatang di
Kenyataan memperlihatkan banyak pendatang menjadi makmur
berbagai bidang. Dominasi ini lambat laun memunculkan sebuah
karena daerah mereka yang kaya, dan tentu saja karena kebodohan
hegemoni
tak kunjung terbangun.
kehilangan banyak hal secara legal, tanpa mereka sadari apa-apa
Pribumi melihat orang-orang kaya adalah pendatang. Mereka
pendatang,
dimana
penduduk
pribumi
akhirnya
saja yang telah hilang.
melihat gedung-gedung baru dan toko-toko besar bukan milik
Perbedaan
kesejahteraan
pada
akhirnya
memunculkan
seorang pribumi, tapi pendatang. Mereka merasakan, ketika
kesenjangan sosial antara pendatang dengan pribumi. Kesenjangan
membuat acara, mereka perlu bantuan dana dari pendatang. Kaum
yang berlarut-larut, tanpa didasari interaksi yang baik antara
yang notabene-nya kaya karena daerah yang sejak dulu mereka
pendatang dan pribumi lalu memunculkan kecemburuan sosial.
diami.
Pribumi merasa bahwa pendatang diuntungkan di daerah yang
Bahkan, produk-produk paling sepele yang mereka gunakan
mereka rasa menjadi milik mereka. Sementara pendatang merasa
setiap hari, seperti sendal, sendok, kuali, dan lain-lain dibuat oleh
mereka memperoleh keuntungan tersebut dengan jalan yang benar
pendatang. Dibuat dari bahan baku yang dulu mereka tidak anggap
dan kerja keras. Sulit menemukan titik temu antara pendatang dan
akan mereka gunakan.
pribumi jika dasarnya adalah kecemburuan sosial.
Bahkan tempat-tempat hiburan yang kini sering mereka
Terkadang penilaian pribumi atas kesenjangan ini berasal dari
kunjungi untuk piknik keluarga, berdiri diatas lahan yang dulu
hal yang tak logis. Dan pendatang pun juga tidak peka pada
30
psikologis pribumi yang sudah sampai pada tahap cemburu ini.
31
Perluasan jenis/variasi untuk tujuan meningkatkan hasil Peningkatan kualitas untuk tujuan meningkatkan hasil
107
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
―Ah, mereka makan dari tanah kita, kenapa kita harus
ini resistensi32 pribumi memang sangat dibutuhkan.Bahkan jika
toleransi? Pulangkan saja mereka ke daerah asal mereka. Ngapain
kasus yang terjadi menghadapkan pribumi dengan pendatang yang
mencari hidup di tanah orang‖? Kata-kata seperti ini kadang pernah
tak tahu diri, maka pribumi berhak menolak dan melawan hal
terlontar dari pribumi.
tersebut.
Terkadang, pribumi menanggapi kesenjangan sosial dengan
Ada satu pepatah yang harus di pegang oleh pendatang jika
pendatang justru dengan cara yang salah. Cara yang justru
ingin ke suatu tempat. ―Dimana bumi dipijak, disitu langit
membuat sikap mereka justru tak dapat dibenarkan. Sikap yang
dijunjung‖. Artinya, kemanapun dan dimanapun, pendatang harus
menurut cara pandang universal justru semakin memperburuk citra
mengikuti, menghargai, menghormati aturan yang ada di daerah
pribumi.
tersebut. Beserta segala kearifan lokal yang ada disana. Seharusnya
Sikap
seperti
memandang
ini
pendatang
misalnya sebagai
pandangan benalu
pribumi
yang
yang
pepatah ini sangat efektif mencegah terjadinya konflik antara
menghisap
pribumi dengan pendatang.
sumberdaya daerah mereka. Disisi lain mereka (pribumi) tidak
Banyak sekali konflik terjadi di negeri kita tercinta ini yang
sama sekali meningkatkan kualitas diri. Artinya mereka masih
bermula dari kesenjangan sosial, kecemburuan sosial, hegemoni
mempertahankan kebodohan sendiri sementara ingin mendapatkan
dan dominasi pendatang. Pendatang akan terus berdatangan.
hasil yang sama atau lebih banyak dari pendatang yang sudah
Siapkah masyarakat pribumi bersaing?
bekerja keras.
Di semua pulau besar di Nusantara pernah terjadi konflik
Tentu saja ini cara pandang yang salah. Pribumi haruslah
antara pribumi dengan pendatang. Kita tidak akan sulit menemukan
segera menutupi kekurangan kualitas mereka dibanding pendatang,
satu atau dua contoh besar.
lalu melakukan percepatan untuk mengejar ketertinggalannya
Secara positif, sebenarnya kita dapat berpikir bahwa pada
dibanding pendatang.
dasarnya pendatang justru memberi warna baru bagi pembangunan
Beda cerita jika pendatang yang datang ke suatu daerah
di suatu daerah. Dengan banyaknya pendatang, akan banyak pula
memang benar-benar ingin mengeksploitasi tanpa batas. Dalam hal 32
108
Ketahanan, kekuatan bertahan
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Alun-Alun Mojoagung
ide baru, yang sudah terbukti ampuh di daerah asal mereka, yang bisa diterapkan dan diajarkan kepada pribumi. Apakah pribumi akan kehilangan karakternya? Apakah
Aku bertolak dari pasar malam. Meninggalkan gadis cantik
sumberdaya yang ada hanya dimaksimalkan pendatang? Apakah
yang masih sibuk dengan tamu-tamunya. Suasana ramai di pasar
pendatang justru akan mencerabut akar tradisional dari pribumi? Itu
malam belum berkurang sama sekali. Bahkan, kumpulan anak
tergantung dari tingkat resistensi dan kualitas dari pribumi sendiri.
muda yang duduk di pagar trotoar semakin banyak.
Mari kawan, kita kembali ke tempat duduk semula. Dimana
Dari pasar malam di Mojoagung aku mencari jalan menuju
aku sedang minum kopi dan bercengkrama dengan dua orang
tempat peristirahatan dan informasi mengenai situs Trowulan. Aku
pemuda Mojoagung.
mengayuh sepeda lagi. Pelan-pelan tanpa memandang ke belakang
Disini masih ada pramusaji yang cantik dan kopi manis yang
yang kutinggalkan dengan agak berat hati.
disuguhkan. Masih ada juga sebatang rokok yang terbakar
Menurutku, informasi paling akurat tentulah ada di lokasi
setengah. Dan malam masih panjang untuk segera dihabiskan.
setempat. Dan yang mengetahui informasi dengan gambaran yang pas barangkali adalah kepolisian setempat. Aku singgah di Polsek
*********
terdekat. Sekarang jam 11 lebih 10 menit. Aku singgah di Polsek Mojoagung sekalian meminta cap surat jalan. Tengah malam begini, tetap masih ada yang jaga di Polsek itu. Yap, malam memang masih panjang. Dan pasar malam bukan tempat yang tepat untuk tidur. Menurut informasi yang kudapatkan dari dua anak muda tadi, Trowulan sudah tidak jauh lagi. Aku membayangkan Trowulan mirip kompleks perumahan, ada pendoponya. Atau paling tidak, mirip lah seperti kompleks Candi Muaro Jambi, di Jambi.
109
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Kita lihat saja nanti, apa benar Trowulan dalam bayanganku
Meski menyukai banyak hal tentang Majapahit, tapi aku sama
berupa reruntuhan istana/kerajaan Majapahit sama dengan yang
sekali belum pernah melihat secara khusus situs-situs peninggalan
akan kulihat sebentar lagi?
kerajaan yang melegenda itu.
Di Polsek aku mendapatkan banyak informasi tentang lokasi
Selesai mendapat informasi ala kadarnya dari Polsek aku
Trowulan. Ternyata situs ini meliputi area yang cukup luas. Dalam
segera melanjutkan perjalanan. Mereka menyarankanku untuk tidur
pikiran, aku berusaha menggambarkan arah yang ditunjukkan oleh
di salah satu situs yang ada penjaganya. Saran yang baik, aku
pak polisi. Otakku memvisualisasikan bayangan tempat itu dalam
memang bermaksud tidur di posko peneliti seperti yang ada dalam
wujud tiga dimensi. Meski mungkin tak seperti gambaran
bayanganku.
sebenarnya, karena aku buta informasi tentang Trowulan.
Melihat lagi keramaian di kiri jalan lintas. Aku menuju ke
Sampai malam ini, gambaran visualku tentang situs Trowulan
timur.
masih sama dengan beberapa bulan lalu atau beberapa hari lalu.
Kupikir aku tidak terburu-buru. Bukankah tadi di pasar
Masih berupa gundukan batu andesit yang tak tentu arah, sedang
Mojoagung aku hanya minum segelas kopi?
dipugar, mirip reruntuhan. Masih persis seperti bayangan ketika
Baru beberapa meter berlalu. Kulihat sebuah area yang
aku membaca informasi tentang Trowulan di koran yang tak
memiliki tanah lapang. Orang menyebutnya Alun-alun Mojoagung.
bergambar.
Disini aku berhenti lagi. Entah kenapa aku berhenti. Mungkin cuma
Sebuah situs kerajaan atau kompleks ibukota kerajaan
sekedar iseng, dan sedikit rasa ingin makan.
Majapahit yang tertimbun tanah ratusan tahun yang baru ditemukan
Aku memutari hampir setengah keliling alun-alun, sebelum
dan baru digali. Dengan bahan galian dan peralatan masih ada di
berhenti di sebuah gerobak dorong milik ibu tua. Dia menjual
lokasi situs.
angkringan. Aku akan makan nasi kucing untuk menghemat uang.
Tanah dan batu-batu candi yang masih kotor, posko peneliti yang jauh dari rumah penduduk dan daerah yang sudah disterilkan
*******
dengan pagar sebagai penanda bahwa tempat itu belum boleh dijamah penduduk. Begitu dikepalaku.
110
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Aku sengaja duduk di dekat satu keluarga yang sedang makan.
saat ini, itu hanya membuang-buang rokok. Tak ada hasilnya sama
Mengapa? Karena ada yang mengganjal di kepalaku dan aku perlu
sekali.
orang untuk menjawab itu. Mungkin mereka punya jawabannya.
Setelah makan, aku minum sedikit air putih dari dalam botol
Sejak sampai di angkringan, pandanganku tertuju pada kotak-
air orange. Airnya terasa dingin. Aku lupa kapan terakhir kali aku
kotak bambu yang dimuat ke dalam truk. Aku tidak bisa melihat
meminum air di dalam botol orange-ku itu.
apa isinya. Jadinya aku terus bertanya-tanya pada diri sendiri. Apa
Kuputuskan membuka pembicaraan dengan lelaki paruh baya
gerangan di dalam itu?
berjarak 2 meter dariku. Dia duduk diam setelah meladeni
Nasi kucing di angkringan ini berbeda sedikit dengan di Jogja.
celotehan anak dari saudarinya (aku tahu yang mana istrinya, dan
Takarannya lebih banyak dan lauknya lebih beragam. Ada ikan
mana saudarinya, tadi aku sedikit menguping pembicaraan, tapi aku
asin, sambal ikaan teri yang sangat pedas, dan pucuk daun
tak mengerti karena mereka memakai bahasa jawa). ―Misi mas, mau tanya, itu yang dalam kotak apaan ya?‖ Ujarku
singkong yang terlalu keras. Ku pikir lambungku tidak akan mencerna daun singkong
sesopan yang ku bisa.
seperti ini dengan baik. Saat buang air besar, barangkali daun
―Oh itu ikan asin mas, kenapa memangnya ya?‖ Jawabnya
singkong ini keluar dalam kondisi masih utuh. So, aku tidak
―Nggak, dari tadi saya perhatikan itu, saya pikir apaan‖ Aku
memakan daun singkong itu sedikitpun.
mengangguk-angguk
Aku merasa kepedasan yang luar biasa. Air liur bening terus
sok-sok
paham.
Padahal
pertanyaan
selanjutnya sudah di bibir. Kutahan sedikit agar tidak terkesan
mengalir dari bibir dan hidungku. Itulah kebiasaan konyolku jika
terlalu antusias. ―Terus itu dimasukin ke truk mau diangkut kemana ya mas?
memakan sambal yang terlalu pedas. Aku harus mengalirkan air
Kok sepertinya banyak sekali. Ikan apaan ya?‖ Tanyaku.
liur bening itu sebelum bisa minum air. Panas sekali. Tidak juga dengan merokok. Rokok tidak mempan untuk
―Itu ikan Pindang. Yaaa paling-paling mau dibawa ke daerah
pedas sedemikian itu. Pedas perlu dinormalisasi sedikit lagi agar
sekitar Jombang atau kota-kota lain. Disini cuma menampung aja
merokok terasa lebih nikmat. Jika dipaksakan menghisap rokok
kok. Lha mas nya memang darimana?‖ Dia balik bertanya.
111
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
Aku sudah prediksi, setelah satu atau dua pertanyaan, orang itu
untuk kerja. Jaraknya sekitar 60 km lebih. Pergi pagi setelah shalat
mungkin menanyakan asal usulku hingga sampai duduk di
subuh, sampai kira-kira jam 7 pagi, lalu pulang malam sekitar jam
dekatnya.
8. Begitu terus setiap hari (kecuali libur).
―Saya dari Jogja mas. Kalau masnya sendiri asli sini atau kerja
―Yah mau bagaimana lagi mas. Dapet kerjanya disana. Mau
disini gitu?‖ Tanyaku.
nggak mau harus dijalani terus kan‖ Ujarnya setengah curhat.
―Iya saya asli sini. Kalau kerjanya sih di Surabaya mas. Mas
Gila memang. Setiap hari harus bolak- balik 60 kilometer.
nya mau kemana? Ada saudara disini?‖ Lanjutnya.
Lelaki ini termasuk kuat juga. Belum lagi kita membayangkan,
―Saya mau ke Sumbawa mas, kebetulan saja mampir di alun-
alangkah panasnya jalan raya disini siang hari. Ditambah
alun ini buat makan‖ Aku menawarkan rokok padanya. Dia
kendaraan-kendaraan besar berseliweran. Resiko kerjanya cukup
menolak sambil memberi kode bahwa dia punya rokok juga. Aku
tinggi. ―Saya biasa kesini sama keluarga. Kalau saya sih biasanya buat
menyalakan sebatang rokok. Kupikir obrolan ini mungkin akan memanjang dengan sendirinya.
melenturkan otot sama menenangkan pikiran saja. Ibarat refreshing lah, soalnya siangnya capek banget‖ Ceritanya.
Cerita punya cerita, ikan pindang yang bertumpuk-tumpuk
―Lha masnya kenapa jauh-jauh ke Sumbawa? Ada teman atau
dalam kotak bambu ini ternyata di pasok dari seluruh pesisir Jawa
keluarga disana?‖ Ujarnya.
Timur. Baik yang dari pantai utara maupun pantai selatan. Ikan
―Oh ini kebetulan liburan mas, jadi saya manfaatkan untuk
pindang yang banyak itu salah satunya di transitkan di alun-alun Mojoagung untuk didistribusikan lagi ke kota-kota di Jawa Timur.
jalan-jalan. Nggak ada keluarga kok disana, kalau teman sih ada orang sana‖ Jawabku.
So, buat kawan-kawan yang berminat menyuplai ikan pindang (kering atau yang sudah diasinkan) ke Yogyakarta, silahkan datang
―Pake sepeda itu? Sendirian?‖ Katanya kurang yakin.
saja ke alun-alun Mojoagung. Hampir setiap malam ada bongkar
―Iya itu tuh (sambil menunjuk sepeda onthel tua yang sedang parkir), sendiri mas‖ Aku cengar-cengir. Dia juga manggut-
muat ikan pindang disini. Cerita kita pun berpindah ke hal lain. Katanya sih, si lelaki
manggut.
teman bicaraku ini setiap hari bolak-balik Mojoagung-Surabaya
112
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
―Saya dulu juga suka petualangan gitu mas. Saya sering naik
sedang minum kopi. Terlihat keren dengan sepatu lars. Tapi,
gunung sama touring sama kawan-kawan. Ke Bromo sama Semeru
dibenakku, kenapa ya malam-malam ngopi di alun-alun? Mungkin
kan dekat dari sini. Kayaknya mas juga suka petualangan ya?‖
sedang tidak tugas.
Katanya setengah bertanya. ―Oh iya saya juga suka naik gunung kok. Tapi baru dua
*******
gunung, Merbabu sama Merapi mas. Itu pun dah lama‖ Aku semakin tertarik. Kulirik jam, waktu sudah menunjukkan jam 11 malam. Tak terasa sejam sudah aku di alun-alun Mojoagung. Teringat kembali akan tujuanku. Aku harus mencari tempat tidur terdekat. ―Mas, pom bensin terdekat dari alun-alun ini jaraknya sekitar berapa kilometer ya?‖ Ujarku memecahkan keheningan. ―Ya, sekitar 2-3 km lah. Kalau ke arah Mojokerto agak jauh mas, lebih dekat kalau ke arah Jombang. Tadi mas sudah lewat sana toh‖ Jawabnya. Aku mengutarakan niatku untuk pamit. Nasi kucing itu ternyata harganya Rp.2000 perbungkus, pantas lah isinya lebih banyak di banding yang di Jogja. Bungkusnya ku kantongi, masuk ke dalam plastik. Di dekat angkringan itu tidak ada tong sampah. Ibu tua berjilbab itu tidak sempat bertanya-tanya. Dia sibuk mengurusi jualannya. Mengatur, membersihkan ini itu.. Aku pun putar balik ke jalan raya. Di dekat angkringan, ada pertigaan, disitu sempat kulirik dua orang aparat berbaju loreng
113
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
EPILOG
Yap, biar ku jawab sendiri saja. Kamu tahu kan? Ada sesuatu yang luar biasa di Mojokerto. Jadi sesi Mojokerto harus dibahas dalam bagian khusus.
Lama aku termenung. Air mataku yang mudah menetes tak
Sesi pertama ini hanya pemanasan, bagian-bagian jauh lebih
terasa membasahi bola mata. Bukan, aku tidak sedang nonton film
seru ada di sesi selanjutnya. Semakin jauh berjalan, ternyata
India, film Korea atau sinetron kacangan yang membuat termehek-
ceritanya semakin seru. Sampai-sampai aku tidak bermaksud
mehek. Dan aku juga tidak sedang mengupas bawang merah.
pulang ke Jogja, meski akhirnya terpaksa pulang juga.
Membaca lagi testimoni dari kawan-kawan yang lama tak
Waktu sekolah telah tiba. Aku mesti balik ke kampus lagi.
kubaca. Aku merasakan sesuatu yang besar sedang menohok
Eittsss....bagian itu masih sangat jauh mas bro – mbak bro.
hatiku.
Sabar aja. Kamu ga akan nyesal membaca tulisan ini dari awal
Kurasakan lagi, saat ini, betapa besarnya cinta mereka ketika
sampai akhir.
melepasku pergi. Aku bisa merasakan dari kata-kata mereka.
Aku bakal berbagi banyak hal dengan kamu. Intinya,
Sebagian besar tidak mengada-ngada atau hanya sekedar ingin
perjalanan ini bukan sekedar perjalanan biasa. Banyak hal luar
menyenangkan hati.
biasa terkuak disini.
Duduk di warung burjo di samping timur UPN, sambil
Dari semula mata tertutup, pikiran mengawang-awang, kini
mengetik epilog ini. Dalam hatiku berkecamuk perasaan haru yang
menjadi lebih terbuka dan jelas. Banyak perkiraan menemukan
sulit kujelaskan. Padahal baru-baru ini aku sempat merasakan kesal
jawabannya.
akibat tingkah mereka.
Dan ketika roda terus berputar, hidup pun terus berjalan
Setelah kubaca lagi testimoni itu. Perasaan kesal itu tiba-tiba
sewajarnya. Kesederhanaan memunculkan keindahan hidup yang
sirna dan berubah jadi haru. Mereka mencintaiku sebagai sahabat
tiada tara. Tak bisa dibayar dengan apapun juga ; itulah namanya
dan sebagai manusia. Terima kasih kawan! Betapa pentingnya
pengalaman langsung.
kalian buatku. Seri pertama cukup sampai disini dulu. Mengapa sengaja kupotong sampai di Jombang? Ada yang tau?
114
ONTHELKU – CHAPTER 1 JOGJA – JOMBANG : 26 Hari Menyusuri Jogja – Sumbawa – Jogja
KENAL LEBIH DEKAT DENGAN PENULIS Mahasiswa-Suka Petualangan-Suka Hot Chocolate-Young Environmentalist-Freelance Writer Anak Petani yang kecil suka main di hutan. Berteman dengan petir, sungai, sawah, rawa. Punya mimpi tinggi sekali. Tidak terlalu mementingkan formalitas dan style. Kontak : [Twitter : @oi_067] [Fb Fanspage : www.facebook.com/oi.067] [Blog : www.thirteenknights.wordpress.com] Kutipan Favorit : Hitam bukan jalanku, putih juga bukan Penulis Favorit : Pramoedya Ananta Toer [Tapi belom baca bukunya satu pun] Topik Tulisan Favorit : Social research, environmental, budaya, sejarah, propoganda, sastra, travelingbackpacking-advenure, sains, militer, organisasi, Wahh! Kebanyakan...!!
Karya lainnya : [Scooter On The Road ; Kisah Perjalanan Jogja-Jambi dengan Vespa Butut] [Fatamorgana ; Catatan Pendakian Semeru 21-25 Desember 2012] [Kisah Buah Pinang – Betelnut Story (waiting)]
115