ISSN 2087-2208
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN DAN PELARANGANTRAFFICKING UNTUK EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL ANAK DI KABUPATEN INDRAMAYU Oleh: Wiji Febriyani Rizkiyah
Abstrak Masalah yang dihadapi masyarakat kategori miskin adalah terciptanya peluang untuk terjadinya tindakan trafficking atau perdagangan manusia.Salah satunya yang terjadi di Kabupaten Indramayu.Kasus trafficking yang terjadi di Indramayu seringnya terjadi dalam kasus perdagangan perempuan dan anak yang pada umumnya adalah buruh migran mejadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) dan untuk pekerjaan domestik sebagai Pekerja atau Asisten Rumah Tangga (PRT/ART). Untuk mengatasi masalah tersebut Kabupaten Indramayu memiliki kebijakan pencegahan dan pelarangan trafficking yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Pencegahan dan Pelarangan Trafficking untuk Ekslpoitasi Seksual Komersial Anak di Kabupaten Indramayu. Kata Kunci: Kemiskinan, Trafficking, danImplementasi Kebijakan PENDAHULUAN Dinamika sosial yang terjadi dimasyarakat menciptakan perubahan-perubahan sosial pada aspek-aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.nPerubahan-perubahan yang terjadi seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan merupakan sebagian pemicu dari perubahan yang terjadi hari ini, yang akhirnya menjadi akar dari perubahan manusia itu sendiri yang menjadi subyek dan obyek dari dinamika sosial yang terjadi. Salah satu dari sekian banyak masalah yang ada adalah kondisi ekonomi yang menghimpit mayarakat kecil atau masyarakat yang pada klasifikasi sosial menegah ke bawah sehingga mengharuskan mereka berjuang untuk bias bertahan hidup dengan berbagai macam cara. Seperti makna kemiskinan yang diungkapkan Suparlan (dalam Abu Ahmadi 2003: 326) menyatakan kemiskinan adalah sebagai suatu standar hidup yang rendah, yaitu adannya tingkat suatu kekurangan pada sejumlah atau golongan orang yang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung akan nampak pengaruhnya pada tingkat kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin. Masalah yang dihadapi masyarakat kategori miskin adalah terciptanya peluang untuk terjadinya tindakan trafficking atau perdagangan manusia.Trafficking dapat terjadi karena salah satu imbas dari ketidakseimbangan sendi-sendi sosial dan kelabilan sosial ekonomi dan budaya yang tidak terorganisir dengan baik.Fenomena trafficking seringkali ditemui baik secara langsung atau diketahui melalui pemberitaan media masa. Salah satunya yang terjadi di Kabupaten Indramayu.Kasus trafficking yang terjadi di Indramayu seringnya terjadi dalam kasus perdagangan perempuan dan anak yang pada umumnya adalah buruh migran mejadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) dan untuk pekerjaan domestik sebagai Pekerja atau Asisten Rumah Tangga (PRT/ART). Kondisi ini terjadi dengan mudah karena adanya faktor pendorong, seperti putus sekolah, keinginan mendapat pengasilan lebih besar dengan cara cepat, harapan besar orang tua agar anaknya tidak lagi menjadi tanggungjawabnya, dan pastinya kesulitan ekonomi karena latar belakang mereka yang berasal dari keluarga miskin. Dengan demikian lambat laun hal ini menjadi akut dan membudaya di masyarakat, dapat dipastikan setiap pemberangkatan TKW dari Indramayu dengan alasan atas kemauan sendiri, meningkatkan
FISIP UNWIR Indramayu
35
JURNAL ASPIRASI Vol. 5 No.1 Agustus 2014 kesejahteraan keluarga dan tergiur dengan kesuksesan mantan TKW yang sudah kembali ke kampung halaman, hal seperti ini biasa disebut sebagai budaya Araban. Perdagangan manusia atau trafficking yang terjadi di Indramayu selain karena masalah sosial seperti kemiskinan sebagaimana yang telah dijelaskan diatas ditambah lagi dengan minimnya lapangan pekerjaan di Kabupaten Indramayu baik pada sektor pemerintahan atau swasta memiliki pengaruh pada kehidupan ekonomi masyarakat Indramayu. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan kekosongan lapangan pekerjaan baik sector formal atau informal serta kurang tersedianya media kreatifitas bagi masyarakat untuk membuka usaha sendiri menambah faktor penyebab banyaknya masyarakat Indramayu merantau atau menjadi buruh migrant. Untuk mengatasi masalah tersebut Kabupaten Indramayu memiliki kebijakan pencegahan dan pelarangan trafficking yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Pencegahan dan Pelarangan Trafficking untuk Ekslpoitasi Seksual Komersial Anak di Kabupaten Indramayu. Sebagaimana yang tertuang dalam ketentuan umum pada Perda tersebut pasal 1 poin 12 yang menyatakan bahwa: “Trafficing adalah perdagangan manusia yang mencakup unsur-unsur atau tindakan dengan cara rekrutmen, transportasi, transfer, penampungan atau penerimaan orang dengan ancaman atau penggunaan kekuatan atau bentuk-bentuk paksaan lainnya, penculikan, penipuan, pemberdayaan, penyalahgunaan kekuasaan atau imbalan lain dalam memperoleh persetujuan dari seseorang yang memiliki kendali atas orang lainnya untuk tujuan di ekspoitasi”. Setelah kebijakan dibuat, lalu langkah selanjutnya adalah implementasi oleh pemerintah, karena kebijakan publik yang tidak diimplementasikan hanya menjadi sebatas kumpulan aturanaturan pemerintah yang tidak berfungsi sama sekali akhirnya proses implementasi menjadi tantangan tersendiri dan sering sekali menjadi hambatan yang paling berat bagi pemerintah untuk menjalankannya. Peraturan Daerah tentang trafficking ini seharusnya mampu melindungi dan mengantisipasi masyarakat dari praktek-praktek trafficking di Indramayu akan tetapi dalam proses implementasinya belum dilaksanakan secara serius oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu hal ini terlihat dari segi anggaran untuk menjalankan kegiatan pengendalian dan pencegahan trafficking tidak adanya ketersediaan dana dari Pemerintah Kabupaten Indramayu padahal dalam proses pengesahannya Perda ini melalui pembiayaan dari United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF). Salah satu kejadian trafficking di Kabupaten Indramayu terjadi di Kecamatan Haurgelis bulan April tahun 2009 lalu, beberapa orang perempuan diming-imingi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab yang menjanjikan mereka untuk diperjakan sebagai pelayan restoran di daerah Jambi akan tetapi kenyataannya mereka dipekerjakan sebagi pemandu karoke di sebuah tempat hiburan yang rentan terhadap pelecehan seksual. Masih banyaknya korban trafficking di Kabupaten Indramayu merupakan indikasi ada banyak kekurangan dalam proses implementasi Perda Nomor 14 Tahun 2005. Menurut George C. Edward (dalam Edward 2009: 55) ada empat variabel dalam kebijakan public, yaitu komunikasi (communication), sumber daya (resources), sikap (dispositions and attitude), dan struktur birokrasi (bureaucratic structure). Keempat variabel ini harus dilaksanakan secara stimulan karena antara satu dengan yang lainnya. Teori ini tidak sepenuhnya diaplikasikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten Indramayu dalam proses implementasi Perda Nomor 14 Tahun 2005, seperti variabel komunikasi dan sikap yang tidak dilakukan secara optimal dan cenderung tidak serius. Hal ini dibuktikan dengan data dari Dinas Sosial Kabupaten Indramayu tentang laporan korban trafficking. Tabel.1.1 Laporan Penanganan Rehabilitasi Korban Trafficking di Kabupaten Indramayu Tahun 2009 -2011 Tahun
2009 2010
36
Jumlah Korban 216 orang
APBD I 30 orang
Rehabilitasi Korban APBD II APBN Dana Lain 25 orang -
Sisa Belum Direhabilitasi
Keterangan
161 orang
Sedang ditangani
Program Studi Ilmu Pemerintahan
ISSN 2087-2208 2011
41 orang
-
-
-
-
-
- 17 dari Polres - 24 dari LSM
Sumber Asli: Dinas Sosial Kabupaten Indramayu dan diolah oleh peneliti
RUMUSAN MASALAH Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan diatas, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi kebijakan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Pencegahan dan Pelarangan Trafficking untuk Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Kabupaten Indramayu? 2. Hambatan apa yang muncul dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Pencegahan dan Pelarangan Trafficking untuk Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Kabupaten Indramayu? 3. Upaya apa saja yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Indramayu dalam mengatasi hambatan-hambatan dalam proses implementasi Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Pencegahan dan Pelarangan Trafficking untuk Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Kabupaten Indramayu? TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Menjelaskan dan menganalisis pelaksanaan kebijakan Pemerintah Kabupaten Indramayu terkait Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Pencegahan dan Pelarangan Trafficking untuk Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Kabupaten Indramayu? 2. Untuk mengetahui hambatan yang muncul dan yang dialami Pemerintah Kabupaten Indramayu dalam proses implementasi Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Pencegahan dan Pelarangan Trafficking untuk Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Kabupaten Indramayu? 3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Indramayu dalam mengatasi hambatan-hambatan dalam proses implementasi Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Pencegahan dan Pelarangan Trafficking untuk Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Kabupaten Indramayu?
LANDASAN TEORITIS a. Kebijakan Publik Kebijakann publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuatan kebijakan untuk mencapai tujuan-tujan tertentu dimasyarakat dimana dalam penyusunananya melalui berbagai tahapan. Kebijakan publik sederhananya dapat diartikan sebagai formulasi pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan terhadap masyarkat dengan melalui tahapan-tahapan yang ditentukan. Setiap kebijakan publik yang ditetapkan oleh negara harus dapat menyentuh kepentingan rakyat secara menyeluruh dan berdampak positif (Simpul Demokrasi, 2006: 2). Anderson (dalam Simpul Demokrasi, 2006: 2-4) lebih jauh mengartikan kebijakan publik sebagai serangkaian kegiatan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikiti dan dilaksanakan oleh seorang atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah.Suatu kebijakan publik, kebijakan negara, atau kebijakan umum merupakan bagian dari suatu keputusan politik. Keputusan politik adalah keputusan yang mengikat, menyangkut, dan mempengaruhi masyarakat umum serta dipahami sebagai pilihan terbaik dari berbagai alternatif mengenai berbagai urusan yang menjadi kewenangan pemerintah ( Surbakti, 1984: 88). b. Implementasi Kebijakan Makna Implementasi kebijakan menurut Laster dan Stwart adalah sebuah tahapan yang dilakukan setelah aturan hukum ditetapkan melalui proses politik. Anderson juga menyatakan bahwa FISIP UNWIR Indramayu
37
JURNAL ASPIRASI Vol. 5 No.1 Agustus 2014 implementasi kebijakan merupakan bagian dari administrative process (proses administrasi) yang digunakann untuk menunjukan desain atau pelaksanaan system adminstrasi yang teradi setiap saat. Proses administrasi mempunyai konsekuansi terhadap pelaksanaan, isi, dan dampak suatu kebijakan ( Kusumanegara, 2010, 97). Implementasi adalah proses pelaksanaan keputusan dasar, keputusan tersebut terdiri dari beberapa tahapan: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tahapan pengesahan peraturan perundangan Pelaksaan keputusan oleh instansi pelaksana Kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan Dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki atau tidak Dampak keputusan sebagimana yang diharapkan instansi pelaksana Upaya perbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan
c. Pemerintah dan Pemerintah Daerah Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan aturan hukum dan undang-undang di wilayah tertentu. Sedangkan pemerintahan adalah suatu lembaga yang terdiri dari sekumpulan orang-orang yang mengatur suatu negara yang memiliki cara dan sistem yang berbeda-beda dengan tujuan agar negara tersebut tertata dengan baik (Ndraha, 1997: 6). Pemerintah daerah merupakan organisasi-oerganisasi pemerintahan yang memiliki tanggung jawab dan wewenang pada batas-batas wilayah tertentu.Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam system dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945. d. Trafficking Menurut Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam protokol PBB untuk Mencegah, Menaggulangi, dan Menghukum Trafficking terhadap Manusia, khsusnya perempuan dan anak-anak: Suplemen Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Batas Negara trafficking adalah perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, seperti penipuan, penculikan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Sedangkan menurut Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Nomor 21 Tahun 2007 mendefinisikan trafficking atau perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Menurut Blakasuta Edisi 7 (2004: 11) mengidentifikasikan trafficking di Kabupaten Cirebon dan Indramayu adalah sebagi berikut: 1. Anak-anak dan perempuan dewasa, tanpa persetujuan dan kehendak mereka dipekerjakan sebagai pekerja domestic. Seringakali sebelumnya mereka diberi janji-janji dan bujukan untuk disekolahkan, dipekerjakan di tempat lain, atau memperoleh gaji besar, misalnya bekerja sebagai pekerja rumah tangga. 2. Kita dapat menyaksikan disekitar kita terutama didaerah Indramayu dan Cirebon, anakanak dan perempuan berada di jalanan untuk menjadi peminta-minta, bahkan balita dan bayipun ikut dilibatkan. Ada indikasi balita dan bayi itu diperdagangkan atau disewakan untuk keperluan mengemis. 3. Anak-anak dan perempuan di eksploitasi untuk bekerja di tempat-tempat hiburan dan pabrik-pabrik.
38
Program Studi Ilmu Pemerintahan
ISSN 2087-2208 4. Anak-anak dan perempuan di eksploitasi untuk bekerja di luar daerah atau luar negeri (buruh migran) 5. Anak-anak dan perempuan banyak yang dipaksa untuk menjadi pelacur atau “dilacurkan” bahkan oleh orang tuanya sendiri, seperti yang terjadi di Indramayu 6. Perdagangan perempuan untuk perdagangan trans-nasional, banyk terjadi di Indramyu, ketika Pertamina mulai beroperasi mengeksplorasi tambang minyak, banyak orang memasok perempuan kepada orang-orang Jepang sebagai pekerja untuk dikawini dengan jangka waktu yang ditentukan. KERANGKA PEMIKIRAN Bertolak dari rumusan masalah yang telah dipaparkan maka kerangaka pemikirannya dapat dilihat dari beberapa hal berikut: 1. Kebijakan adalah suatu alat pemerintahan dengantujuan pelayanan publik, dalam bentuk keputusan yang mengarah pada suatu peraturan tertentu untuk menyiasati atau mengatsi suatu masalah dalam mengatasi dinamika sosial. 2. Implementasi kebijakan adalah proses npelaksanaan dari suatu keputusan atau peraturan yang telah dirumuskan dan dilegislasikan oleh pemerintah. 3. Trafficking adalah tindakan manusia yang meliputi perekrutan, pemindahan, penampungan, dan pengiriman seseorang dengan cara-cara penipuan, penculikan, penggunaan kekerasan, pemaksaan, untuk tujuan eksploitasi. 4. Pelaksanaan Kebijakan Pemerintah Daerah tentang pencegahan dan Pelarangan Trafficking untuk Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Kabupaten Indramayu akan berjalan optimal jika dijalankan sungguh-sungguh oleh semua pihak yang berwajib dan berwenang atas masalah ini. PEMBAHASAN Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Pencegahan dan Pelarangan Trafficking untuk Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Kabupaten Indramayu Implementasi atau pelaksanaan pada suatu peraturan merupakan bagian yang integral (menyatu) dengan peraturan itu sendiri, setelah bagian-bagian yang lain seperti proses penyusunan agenda, formulasi kebijakan, legislasi, dan evaluasi kebijakan tersebut. Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Pencegahan dan Pelarangan Trafficking untuk Eksploitasi Seksual Komersial Anak, merupakan salah satu dari sekian banyak kebijakan pemerintah daerah yang telah disahkan sebagai alat pelayanan publik. Dasar di legislasikannya Perda tersebut salah satunya adalah karena banyaknya praktek trafficking di Kabupaten Indramayu dan merupakan yang terbanyak dan terbesar di Jawa Barat.Perda ini lebih awal dari adanya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang. Proses pelaksanaan Perda ini terdiri atas beberapa tahapan yang salah satunya adalah tahapan pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana dan kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan. Perda ini telah dilaksanakan oleh lembaga Pemerintah Kabupaten Indramayu yaitu melalui Dinas Ketenagakerjaan yang telah diberikan wewenang dengan pembentukan Satuan Tugas (satgas) Trafficking melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Indramayu Nomor: 436.05/Kep.980-Sosnaker/2006 tanggal 29 Mei 2006 Tentang Pembentukan Satuan Tugas Pelarangan Trafficking di Kabupaten Indramayu yang dirubah melalui Keputusan Bupati Indramayu Nomor: 460.05/Kep.556 A/Sosnakertrans/2009 Tentang Pembentukan Satuan Tugas Pelarangan Trafficking di Kabupaten Indramayu Tanggal 15 Juli 2009. Satuan Tugas Trafficking Kabupaten Indramayu anggotanya melibatkan semua instansi terkait yang diketuai langsung oleh Bupati Indramayu dengan melibatkan Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, BPKBN, pihak-pihak lain seperti penegak hukum dalam hal ini adalah kepolisian melalui unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), universitas, dan organisasi kemasyarakatan serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti LSM Puspita. Di dalam satgas ini terdapat empat bidang yaitu
FISIP UNWIR Indramayu
39
JURNAL ASPIRASI Vol. 5 No.1 Agustus 2014 Bidang Pencegahan, Bidang Kerjasama dan Kordinasi, Bidang Penegak Hukum dan Bidang Rehabilitasi Reintegrasi Korban Trafficking. Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu dalam penanganan praktek trafficking telah menunjuk Kepala Dinas Sosial sebagai ketua satgas pencegahan dan pelarangan trafficking melalui SK Bupati Indramayu. Tugasnya dimulai dari pembentukan Divisi Sosialisasi, Divisi Advokasi, pemulangan korban, dan Divisi Rehabilitasi. Implementasi Perda Nomor 14 Tahun 2005 juga menguasahakan adanya shelter house atau tempat pemulihan para korban trafficking yang didukung dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Indramayu, masing-masing korban yang ditangani difasilitasi dan berhak menerima biaya rehabilitasi sebesar Rp. 600.000,- per setengah tahunnya. Sarana rehabilitasi ini juga dirasakan manfaatnya oleh mantan korban trafficking karena dalam proses rehabilitasi juga diberikan pengertian tentang kewaspadaan pada korban terhadap kejahatan trafficking. Akan tetapi dana tersebut dirasa kurang mengingat banyaknya korban trafficking karena dari APBD Kabupaten Indramayu sebagian besar sekitar 60% nya digunakan untuk anggaran belanja langsung seperti gaji pegawai, sedang selebihnya dialokasikan untuk dana pendidikan, kesehatan, dan daya beli masyarakat, sehingga dukungan APBD untuk proyek-proyek pencegahan dan pelarangan trafficking menjadi kurang maksimal. Target komunikasi yang tercantum dalam pasal 4 Perda tersebut adalah setiap gerak atau aktifitas dari perseorangan masyarakat, perantara, perusahaan, yang melakukan tindakan-tindakan terburuk bagi anak khususnya dalam bentuk trafficking untung eksploitasi dan seksual komersial. Satuan Tugas TraffickinguntukPencegahan dan Pelarangan Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Kabupaten Indramayu berkewajiban: 1. Megawasi perusahaan-perusahaan, perseorangan, sekelompok orang, dan tempat kerja dari kemungkinan terjadinya praktek trafficking untuk eksploitasi seksual anak 2. Menerima dan meninjaklanjuti setiap laporan adanya praktek trafficking eksploitasi seksual anak baik diperusahaan atau tempat kerja berupa tempat hiburan baik di dalam maupun di luar wilayah Kabupaten Indramayu. 3. Mengadvokasi setiap tenaga kerja yang mengalami trafficking di perusahaan atau tempat kerja yang berada dalam wilayah Kabupaten Indramayu sesuai hukum serta menempatkan korban dalam pusat rehabilitasi korban trafficking. 4. Melakukan kordinasi baik dengan instansi internal atau dalam wilayah eksternal Kabupaten Indramayu maupun lintas sektoral instansi di pusat serta lembaga-lembaga internasional. 5. Mengadakan pengaduan hukum untuk hak korban trafficking terhadap perusahaan atau tempat kerja serta Penyalur Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) dan perantara pencari kerja harus turut bertanggung jawab dalam penyaluran di perusahaan dan atau tempat kerja yang mempraktekan trafficking untuk ekspoitasi seksual komersial anak. Hambatan yang Muncul dalam Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Pencegahan dan Pelarangan Trafficking untuk Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Kabupaten Indramayu Proses implementasi atau penerapan suatu aturan atau kebijakan akan menunjukan baik buruknya suatu kebijakan yang telah dibuat serta bermanfaat atau tidak kebijakan tersebut bagi masyrakat. Menjadi hal yang wajar apabila dalam proses pelaksanaan dihadapkan pada hambatanhambatan. Demikian pula pada proses pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Pencegahan dan Pelarangan Trafficking untuk Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Kabupaten Indramayu. Penerapan Perda ini dapat dikatakan belum optimal dikarenakan masih banyak kekurangan di berbagai sektor seperti sektor advokasi dan rehabilitasi. Pada prakteknya proses rehabilitasi tidaklah cukup pada penyembuhan kesehatan dan mental korban saja, karena setelah proses ini selesai dilakukan para korban tersebut dikembalikan pada keluarganya, akan tetapi tidak lama setelah itu banyak diantara para korban tersebut ternyata tidak berada dirumah lagi melainkan sudah berada di luar kota kembali dengan alasan mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga. Masalah lainnya adalah alokasi dana yang diperuntukan bagi penanganan korban dan tindakan pencegahan trafficking yang bersumber dari APBD masih dirasakan sangat kurang karena hanya beberapa persennya saja belum lagi harus dibagi pada beberapa sektor divisi seperti sosialisasi, 40
Program Studi Ilmu Pemerintahan
ISSN 2087-2208 penjemputan korban, dan rehabilitasi. Masalah lain adalah pada setiap kasus penanganan trafficking apabila hanya berapacu pada Perda Nomor 14 Tahun 2005 ini maka tidak bisa dikenakan tindakan pidana kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada. Mengatasi hal tersebut seharusnya Perda Nomor 14 Tahun 2005 ini perlu direvisi atau ditambah sebagai akselerasi dengan undang-undang yang ada diatasnya yaitu UndangUndang Nomor 21 Tahun 2007 yang sudah tertuang dalam Kitab Undang_undang Hukum Pidana (KUHP) karena kepolisian dalam menjalankan tugas mereka untuk menangani korban atau melakukan penagkapan pelaku trafficking bukan perdasarkan Perda akan tetapi melainkan dengan KUHP. Upaya yang Dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Indramayu dalam Mengatasi Hambatan-hambatan dalam Proses Implementasi Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Pencegahan dan Pelarangan Trafficking untuk Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Kabupaten Indramayu Implementasi kebijakan Perda Nomor 14 Tahun 2005 pada proses pelaksanaannya memang masih terkendala beberapa hambatan seperti kurangnya dana alokasi APBD untuk pencegahan dan pelarangan trafficking samapi proses rehabilitasi dan penyadaran korban trafficking. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul Pemerintah Daerah Indramayu melakukan berbagai upaya, seperti pembangunan shelter house yaitu rumah penampungan korban yang didalamnya dibekali keterampilan-keterampilan sebagai bekal menjalani hidup setelah keluar dari penampungan sehingga nantinya mampu menciptakan sumber daya manusia yang mempunyai nilai keterampilan, salah satunya adalah keterampilan menjahit. Sedangkan keterbatasan APBD untuk dana pencegahan trafficking yang kurang mendukung akan lebih dupayakan lagi memalui proses legislasi. Proses sosialisasi untuk pencegahan trafficking juga makin ditingkatkan salah satunya melalui bekerjasama dengan beberapa LSM khususnya sosialisasi di sekolah-sekolah dan daerah-daerah yang selama ini menjadi tempat rawan terjadinya praktek trafficking. Serta mengoptimalkan pelayanan pada korban trafficking dengan membebaskan biaya untuk melakukan visum di rumah sakit daerah Indramayu. KESIMPULAN Berdasarkan uraian pembahasan sebelumnya maka dapat ditari kesimpulan: 1. Implementasi kebijakan Perda Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Pencegahan dan Pelarangan Trafficking untuk Eksploitasi Seksual dan Komersial Anak di Kabupaten Indramayu belum mampu mengatasi praktek trafficking yang terjadi di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan program yang tidak berjalan maksimal dari mulai proses sosialisasi sampai rehabilitasi korban. 2. Praktek trafficking yang masih terjadi disebabkan oleh kurangnya komunikasi yang intensif antara pemerintah daerah dengan semua unsur masyarakat, juga disebabkan masih kurangnya alokasi dana untuk pelaksanakan kebijakan terkait, sehingga upaya yang dilakukan kurang optimal 3. Usaha yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu untuk menekan semakin banyaknya korban trafficking adalah dengan pembangunan shelter house yaitu rumah penampungan korban yang didalamnya dibekali keterampilan-keterampilan sebagai bekal menjalani hidup setelah keluar dari penampungan dan sosialisasi untuk pencegahan trafficking melalui bekerjasama dengan beberapa LSM khususnya sosialisasi di sekolahsekolah dan daerah-daerah yang selama ini menjadi tempat rawan terjadinya praktek trafficking. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Rineka Cipta: Jakarta. Kusumanegara, Solahudin. 2010. Model dan Aktor dalam Kebijakan Publik. Java Media: Yogyakarta. Ndraha, Talizidihu. 1997. Metodelogi Ilmu Pemerintahan. Rineka Cipta: Jakarta.
FISIP UNWIR Indramayu
41
JURNAL ASPIRASI Vol. 5 No.1 Agustus 2014 Tim Simpul Demokrasi. 2006. Reformasi Demokrasi dan Demokratisasi Kebijakan Publik. Avrroses Press: Malang Sumber Lain: Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 21 tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Pencegahan dan Pelarangan Trafficking untuk Eksploitasi Seksual dan Komersial Anak. Handout / Bahan Kuliah.2005.Masalah Kebijakan dan Agenda Setting. Program Pasca Sarjana Ilmu Politik. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta. Majalah Blakasuta Fahmina Institut.2004.Fenomena Trafficking Catatan dari Beberapa Kasus di Cirebon-Indramayu. www.fahmina.or.id
42
Program Studi Ilmu Pemerintahan