Up-date Komprehensif Permenakertrans No.19 Thn.2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain (“Alihdaya” atau “Outsourcing”) oleh : Umar Kasim (Kemenakertrans, STHM, FH-UPN Jakarta)
Ketentuan Pemborongan Pekerjaan (pure sebagai Perjanjian Perdata) • Prinsipnya: “Outsourcing” adalah pemborongan pekerjaan (Aanneming van Werk) • Pemborongan Pekerjaan, adalah salah satu bentuk perjanjian2 melakukan pekerjaan (overeenkomsten aan het werk te doen, agreement to do work) • Outsourcing, merupakan bentuk pemborongan pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan (bouwheer) dan melibatkan SDM dari luar -out-source- yang disediakan oleh pemborong (aannemer) utk melaksanakan kegiatan tertntu. • Pengaturan Pemborongan Pekerjaan, Pasal 1601b dan Pasal 1604 – 1616 BW jo Pasal 1338 dan Pasal 1320 BW • Pengaturan Alihdaya : Pasal 64, 65 dan 66 UU No.13/2003
Perbedaan Karakteristik Pemborongan Pekerjaan dengan Outsourcing • Pemborongan Pekerjaan (Aanneming van Werk) adalah perjanjian penyerahan pekerjaan / bagian pekerjaan atau kegiatan yang bersifat sporadik dan temporer; • Sedangkan outsourcing, adalah perjanjian pemborongan pekerjaan, sub-pekerjaan atau kegiatan yg bersifat kontinue dan terus-menerus ada serta melibatkan SDM -out-source- yang disediakan oleh pemborong atau perusahaan penyedia jasa tenaga kerja (aannemer) untuk melaksanakan pekerjaan / kegiatan atau jasa penunjang tertentu.
Konsepsi Outsourcing • Secara de-jure tidak dikenal istilah “Outsourcing” dan tidak diatur dalam UUK (UU No.13 Th.2003); • Dalam beberapa literatur, makna Outsourcing, a.l.: Outsource“ (vt) outsourced, outsourcing, outsources, adalah membeli tenaga kerja atau suku-cadang dari perusahaan lain (the Contemporary English-Indonesian Dictionary, Peter Salim, p.1578)
Outsourcing agreement, is an agreement between a business and a service provider in which the service provider promises to provide necessary service, especially : data processing, and information management, using its own staff and equipment, and usually, at its own facilities”*. (Black’s Law Dictionary –BLD- Bryan A.Gardner 8-edition, 2004, p.1136)
Lembaga Penyerahan Pekerjaan Dalam UU Ketenagakerjaan • Dgn demikian, outsourcing agreement terkesan menyamakan manusia dgn peralatan atau mesin untuk disewakan, atau (bahkan) diperjual-belikan. • Pada perjanjian outsourcing, tdk ada batasan pekerjaan / kegiatan yg diserahkan (un-limited), dan sangat liberal serta kapitalis. • “buruh” menyebut outsourcing sbg modern slavery, humantrafficking, atau exploitation de long par-long. • Oleh karena itu, utk memberi perlindungan kpd tenaga kerja pada pemborongan pekerjaan yg merujuk ke BW, maka diaturlah ketentuan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain (64).
“Outsourcing Agreement “ atau Business Agrmnt. vs Employment Agreement (Perj.Melakukan Pek)
PT.A
PT. USER
CV.B
Oursoucing Agreement
P P M P
Pekerja /buruh Advisor
Karyawan Pegawa i
Kop. C Fa.D Konsultan
tenaga kerja
• Outsourcing, adalah penyerahan pekerjaan / bagian-bagian pekerjaan kepada pihak lain tanpa ada pembatasan (tanpa syarat dan ketentuan) • Artinya: bisa seluruhnya atau bisa sebagian saja, dan bisa core-business (inti), atau bisa penunjang (supporting) saja. • Yang pasti : unlimited . • Sangat liberal • Terkesan kalpitalis
• Pasal 64 : “Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lainnya”, tegas dibatasi : hanya sebagian saja, dan yg diserahkan : pekerjaan • Sebagian yang mana ?, yakni : - bagian pekerjaan penunjang (product supporting) yg tdk mengganggu proses produksi (main product) secara lsg, atau - kegiatan jasa penunjang yg tidak berhubungan langsung dgn proses produksi (vide Pasal 65 (2) dan 66 (1) UUK.
Jenis “Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain” dalam UUK
Q P
O Q
N M
PT USER O N P
E
M
D
C
A B C D E B
A
MM
DM
Area
Diagram Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain “Alihdaya t.k.”
GM
Ketentuan UU : Perlindungan Tenaga Kerja pada Perjanjian Pemborongan Pekerjaan HAKEKAT “OUTSOURCING “ dalam Pasal 65 (4) UU No.13/2003 disebutkan, bahwa: “perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain (:perusahaan penerima pemborongan) sekurang-kurangnya sama dgn pada perusahaan pemberi pekerjaan, atau sesuai dgn peraturan per-UU yang berlaku”. Artinya, antara “karyawan organik” pada perusahaan pemberi pekerjaan dan “karyawan non ornanik” pada perusahaan penerima pemborongan tidak boleh ada diskriminasi dan perlakuan yang berbeda. Karena mereka melakukan pekerjaan (produk akhir) yang sama. Justru pada pemborongan pekerjaan inilah yg sering terjadi gejolak dan masalah, karena P/B “organik” dan “non-organik” berada pada pekerjaan (produk akhir) yg sama, bahkan tpt.kerja yg sama, namun memperoleh hak dan perlakuan yg berbeda.
Ketentuan : UU Perlindungan Tenaga Kerja pada Perjanjian Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh Juga dalam Pasal 66 (2) huruf c UU No.13/2003, disebutkan: “perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja (pada hubungan kerja) serta perselisihan yg timbul, menjadi tanggung-jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh”. Penjelasan Pasal 66 (2) huruf c UU No.13/2003, dijelaskan: “Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja maupun penyelesaian perselisihan antara penyedia jasa tenaga kerja (perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh) dgn pekerja/buruh, hrs sesuai dgn perat. per-UU yg berlaku”. “Pekerja/buruh yg bekerja pada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh memperoleh hak (yg sama) sesuai dgn perjanjian kerja, PP atau PKB atas perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yg timbul dgn pekerja/buruh lainnya di perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh.
Hubungan Kerja (Employment Relation) pada “Perusahaan Alih Daya Tenaga Kerja” • Berdasarkan Pasal 65 ayat (7) UU No.13/2003, bahwa hubungan kerja antara “perusahaan penerima pemborongan” dgn pekerja/buruh-nya, (in-prinsip) dpt didasarkan atas PKWTT, atau –dapat- dgn PKWT, apabila (sepanjang) memenuhi persyaratan Pasal 59 UUK. • Sebaliknya, berdasarkan Pasal 66 ayat (2) huruf b UU No.13/2003, bahwa perjanjian kerja yg berlaku dlm hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan “perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh”, adalah PKWT yg memenuhi persyaratan Pasal 59 dan/atau PKWTT yg dibuat (diperjanjikan) secara tertulis dan ditanda-tangan para pihak.
Menurut Pasal 59 ayat (1) UUK, Janis dan Sifat Pekerjaan Yang Dapat Diperjanjikan melalui PKWT “PEKERJAAN TERTENTU” yang menurut jenis dan siafat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, -a.l.- meliputi: a. Pekerjaan yg (dapat) sekali selesai (sporadik) atau pekerjaan yg sementara sifatnya (temporary). b. Pekerjaan yg (berdasar asumsi) diperkirakan penyelesaiannya dlm wkt tdk terlalu lama, yakni (diasumsikan) yg paling lama 3 tahun. Artinya, jika lebih lama dari 3 th, maka hrs melalui PKWTT. c. Pekerjaan yg bersifat musiman (maknanya peak season atau musim banyak atau ramai pekerjaan/kegiatan tertentu). d. Pekerjaan tertentu tang terkait dengan: - produk baru, atau kegiatan baru; ataukah - produk tambahan, yang masih dlm masa percobaan atau louncing
Pasal 59 (2) & Penjelasannya UUK,
Syarat PKWT Dalam Ps. 59 ayat (2) UU No.13/2003, bahwa “PKWT tidak dpt diadakan (diperjanjikan) untuk pekerjaan yg bersifat tetap”. Makna PEKERJAAN YANG BERSIFAT TETAP, adalah pekerjaan yg sifatnya terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari suatu prosses produksi dalam suatu perusahaan / produsen (Penjelasan Pasal 59 ayat (2) UUK).
Artinya, walaupun sifatnya terus-menerus, tidak terputus-putus dan tidak dibatasi waktu, namun bukan merupakan bagian dari suatu prosses produksi, maka tidak dianggap sebagai pekerjaan yang bersifat tetap. Dengan demikian secara argumentum acontrario pekerjaan yang bersifat tidak tetap boleh dilakukan (diperjanjikan) melalui PKWT, seperti pada pek. Jasa penunjang.
Prinsip Hubungan Kerja pada Perusahaan Alihdaya
Pengaturan Teknis Hubungan Kerja • Dalam Pasal 5 Permen-220/Men/X/2004, bahwa setiap perjanjian pemborongan pekerjan (outsourcing agreement) wajib memuat ketentuan –atau klausul- yg menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh dlm hubungan kerja sbgmn diatur dlm peraturan per-UU. • Dalam Pasal 4 huruf b dan c Permen-101/Men/VI/2004, bahwa dlm “outsourcing agreement” harus ada –muatanstatement mengenai penegasan hubungan kerja antara pekerja/buruh dgn PPJP/B, sehingga jelas (siapa) yg bertanggung-jawab UPAH dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta penghasilan yg timbul. Bersedia menerima pekerja/buruh sebelumnya;
Permohonan Judicial Review
Isi Putusan MK (1) Perkara No.27/PUU/IX/2011 • Frasa “…PKWT” dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa “…PKWT” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b UU No.13 Th.2003 ttg Ketenagakerjaan (LNRI Th.2003 No.39, TLNRI No.4279) bertentangan dgn UUD Negara RI Th.1945 sepanjang dalam PK tsb tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hakhak bagi pekerja / buruh (“TUPE”) yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
Isi Putusan MK (2) Perkara No.27/PUU/IX/2011 • Frasa “…PKWT” dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa “…PKWT” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b UU No.13 Th.2003 ttg Ketenagakerjaan (LNRI Th.2003 No.39, TLNRI No.4279) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dalam PK tsb tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh (“TUPE”) yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
Prinsip Hubungan Kerja Pasca Putusan MK • Dari ketentuan Pasal 65 (7) dan Pasal 66 (2) huruf b UUK, dapat disimpulkan, bahwa prinsip hubungan kerja pada perusahaan alihdaya, adalah PKWTT, namun jika memenuhi syarat Pasal 59 UUK, dapat dilakukan PKWT. • Pasca Putusan MK, ketentuan perjanjian kerja tersebut dipertegas dan ditambahkan syarat, bahwa apabila hubungan kerja dilakukan melalui PKWT, maka harus ada klausul prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja/buruh (transfer of undertaking protection of employment atau TUPE), yang meliputi jaminan berlangsungnya hubungan kerja, pemberian keterangan masa kerja (experience letter) dan upah yg proporsional berdasarkan masa kerja.
Pertimbangan Hukum MK Ada dua model yang dapat dilaksanakan untuk melindungi hak-hak pekerja/buruh, yakni: • PERTAMA : mensyaratkan agar PK tidak berbentuk PKWT, melainkan berbentuk PKWTT • KEDUA : menerapkan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja/buruh (prinsip transfert of undertaking protection of employment, TUPE) yang bekerja pada perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing dikaitkan dengan experience. (vide [3.18] Putusan MK)
3 Hal Amanat Klausul “TUPE” Klausul “TUPE” atau Transfer of Undertaking Protection Emploiment atau prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja/buruh, mengamanatkan: 1. pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerja-nya tetap ada walaupun terjadi pergantian perusahaan outsourcing. 2. masa kerja pekerja/buruh harus diperjanjikan (dlm PKWT) untuk dibuat experience letter 3. Masa kerja menjadi salah satu dasar penentuan upah pada perusahaan outsourcing berikutnya.
Lahirnya Permenaker No.19 Th.2012 • Maraknya tuntutan “buruh” meminta “hapuskan outsourcing” dan penyesuaian “Permen lama” yg sdh tidak seiring dan sejalan dgn adanya Putusan MK mengenai ketentuan “outsourcing” (alihdaya), serta guna menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan, maka diterbitkanlah peraturan baru untuk mengakomodir hal-hal tersebut di atas pada tanggal 14 Nopember 2012 (yang secara resmi dlm BNRI dipublish tanggal 19 Nopember 2012). • Hal yang penting, masa transisi penyesuaian “permen” dimaksud, adalah selama 1(satu) tahun sejak diundangkan (19 Nopember 2012) • Dgn adanya “Permen-19” baru tsb, maka ada beberapa TAMBAHAN syarat bagi (para) perusahaan/stakeholders.
Klausul Tambahan Dalam “Permen” terkait Hubungan Kerja Pada Perusahan Penerima Pemborongan: Pasal 13 Permen No.19/2012 menyebutkan: Setiap PK (PKWTT/PKWT) dalam pemborongan pekerjaan (di perusahaan penerima pemborongan) wajib memuat ketentuan yang menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja dalam hubungan kerja sebagaimana peraturan per-UU (tindak lanjut dari amanat Putusan MK) Hubungan kerja perusahaan penerima pemborongan dgn pekerjanya (baik PKWTT atau PKWT) dibuat tertulis. Artinya, walau PKWTT juga harus tertulis (vide Pasa 57(1) UUK jo Pasal 14 dan 15 Permen-19).
Klausul Tambahan Dalam “Permen” terkait PK dan Izin Operasional Pada Perusahan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh: Pasal 27 Permen No.19/2012 : Setiap perusahaan penyedia jasa pekerja / buruh wajib membuat PK (:PKWT/PKWTT) secara tertulis. PK (PKWT/PKWTT) tsb harus dicatatkan di “DINAS” (Kab/Kota) tempat pelaksanaan pekerjaan, tanpa dikenakan biaya -free of charge- (Pasal 27 ayat (2) dan (4) Permen-19). Bila tidak dicatatkan, Instansi PROPINSI mencabut Izin Operasional atas rekomendasi “DINAS” Kab/Kota (Pasal 27 ayat (3) Permen-19). Hubungan kerja dpt didasarkan PKWTT atau PKWT (Pasal 29 (1) Permen 19)
Klausul Tambahan Dalam “Permen” mengenai Konten PK (1) Pada Perusahan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh: Setiap PK (PKWTT/PKWT) wajib memuat ketentuan yg menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja (DHK) sesuai peraturan per-UU (t.l. amanat Putusan MK) (vide Pasal 28 Permen-19) Dalam hal PK tdk memuat ketentuan TUPE dan syarat PK, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak ditanda-tangani PK (hubungan kerja) di PPJPB (vide Pasal 30 Permen-19) Bila tdk ada “klausul” jaminan kelangsungan bekerja, maka P/B dpt mengajukan gugatan kepada PHI (vide Pasal 31 Permen-19); Bila Perusahaan Pemberi Pekerjaan mengalihkan “jasa penunjangnya” kepada PPJPB yg baru, maka “outsourcer” tsb hrs melanjutkan PK sebelumnya tanpa mengurangi (Pasal 32 (1)) Masa kerja dianggap ada dan hrs diperhitungkan oleh PPJPB yg baru (vide Pasal 32 Permen-19)
Klausul Tambahan Dalam “Permen” mengenai “TUPE” sbg Konten PK (2) Pada Perusahan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh (Ps.29) Bila diperjanjikan PKWT, maka sekurang-kurangnya memuat: a. Jaminan kelangsungan bekerja (DKL, klausul berlanjutnya hubungan kerja); b.Jaminan terpenuhinya hak-hak P/B sesuai per-UU dan perjanjian: 1) Hak cuti, apabila telah memenuhi syarat; 2) Hak jamsostek 3) Hak THR 4) Weeklyrest (istirahat mingguan) 5) Gantirugi (sesuai Pasal 62 UUK) 6) PENYESUAIAN UPAH (berdasarkan pengalaman kerja) 7) Hak-hak lainnya dan/atau PK sebelumnya c. Jaminan perhitungan masa kerja apabila terjadi pergantian perusahaan (PPJP/B) untuk menetapkan upah.
Core dan non-Core versi Lama Penentuan core* dan supporting masing-masing jenis “Outsourcing” berbeda. Pada Perjanjian Pemborongan Pekerjaan (PPP) diatur (dibuat) alur proses produksi yg merupakan kegiatan penunjang secara keseluruhan dan kegiatan yang tidak menghambat proses produksi (Pasal 65 ayat (5) UU No.13/2003 jo Pasal 6 ayat (2) Kepmenakertrans No.Kep-220/Men/X/2004 . Pada Perjanjian Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh (PPJPB) adalah kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi, seperti dicontohkan dlm Penjelasan Pasal 66 ayat (1) UU No.13/2003
Core dan non-Core versi baru Perbedaan core & supporting masing2 jenis “Outsourcing” : Pada Perjanjian Pemborongan Pekerjaan (PPP) harus ditentukan kegiatan utama (core) dan kegiatan supporting (non-Core) yg mendukung dan memperlancar pelaksanaan kegiatan utama sesuai dgn alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan yg ditetapkan o/ Asosiasi Sektor Usaha yg dibentuk sesuai peraturan perundang-undangan (:Sektor Pariwisata, Sektor Pertambangan, Oil and Gas, Sektor Industri Otomotif) (vide Pasal 3 (2) huruf c dan Pasal 4 Kepmenakertrans No.19 Th.2012 . Kegiatan penunjang (supporting) itulah yg akan diserahkan kpd perusahaan penerima pemborongan. Pada Perjanjian Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh (PPJPB) adalah kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi, seperti dicontohkan dlm Penjelasan Pasal 66 ayat (1) UU No.13/2003 dan Pasal 17 ayat (3) Permenakertrans No. 19 Th. 2012.
Pelaporan
Syarat Pekerjaan Yang Dapat Diserahkan Pekerjaan “pemborongan” yang diserahkan: a. (pekerjaan) dilakukan secara terpisah dari kegitan utama (terpisah manajemen atau –lokasi- pelaksanaan kegiatan); b. dilakukan dgn perintah langsung atau perintah tidak langsung, dhi. guna memberi penjelasan mengenai cara melakukan pekerjaan (sesuai standard); c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, maksudnya: yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan core-busineess (sesuai alur*) d. tidak menghambat proses produksi secara langsung, dalam arti merupakan kegiatan tambahan (Ps.3 ayat(2) Permen-19);
Penentuan Core dan non-Core Dlm Permen Dalam Penjelasan Pasal 66 (1) UU No.13/2003, bahwa kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dgn proses produksi, adalah kegiatan di luar usaha pokok (noncore) dan disebutkan “antara lain“ contoh-contohnya (tdk terbatas). Dalam Pasal 17 (3) Permen-19, supporting tsb sama seperti dlm Penjelasan Pasal 66 ayat (1) UU No.13/2003), hanya disebut meliputi (artinya, terbatas pada) yakni 1)-kegitan- usaha pelayanan kebersihan (cleaning service); 2)-kegitan- usaha penyediaan makanan bagi P/B (catering) 3)-kegitan- usaha tenaga pengamanan (security, SATPAM) 4)-kegitan- ush jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan 5)-kegitan- usaha penyediaan angkutan pekerja.
Larangan • Dilarang menyerahkan (melakukan Alihdaya) bagi perusahaan yg belum melaporkan, dgn konsekwensi peralihan hubungan kerja (Pasal 7 Permen-19). • Pada PPJPB ini, DILARANG men-sub-kan, sebagian ataupun seluruhnya (Ps. 18 Permen19).
Penegasan UU Untuk Pekerjaan / kegiatan yang tidak boleh dialihdayakan Pekerjaan yang tidak boleh di-outsourcing-kan: • Pada Perjanjian Pemborongan Pekerjaan, adalah pekerjaan yg (secara a contrario) tdk memenuhi syarat Pasal 65 (2) UUK, yakni - Yang secara basicly tdk mungkin dipisahkan dari inti (core); - kegiatan yg tdk mendukung dan memperlancar pekerjaan - Yang menghambat proses produksi secara langsung. • Pada Perjanjian Alih Daya Jasa Pekerja, adalah kegiatan penunjang yg berhubungan dengan kegiatan usaha pokok (mainbusiness) atau kegiatan yg berhubungan langsung dgn proses produksi. Artinya, mainbusiness tsb dan kegiatan yg terkait dgn proses produksi harus dihire langsung oleh User (menjadi karyawan organik), baik melalui PKWT –jika memenuhi syarat- dan/atau PKWTT (vide Penjelasan Pasal 66 (1) UUK) atau buat alur sbg pekerjaan penunjang.
Perjanjian Alihdaya (Outsorcing Agreement) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kpd perusahaan lain (“Outsourcing”), dapat dilakukan melalui Perjanjian Pemborongan Pekerjaan atau Perjanjian Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh (Ps.2 Permen-19) Perjanjian Pemborongan Pekerjaan, adalah perjanjian antara Perusahaan Pemberi pekerjaan dgn Perusahaan Penerima Pemborongan yg memuat hak dan kewajiban para pihak (Ps.1 angka 4 Permen-19). Perjanjian Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh, adalah perjanjian antara Perusahaan Pemberi pekerjaan dgn Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh yg memuat hak dan kewajiban para pihak (Ps.1 angka 5 Permen-19).
Pihak-pihak Pada Perjanjian Alihdaya • Perusahaan Pemberi Pekerjaan (dhi. termasuk Perusahaan Pengguna Jasa Pekerja/Buruh), adalah perusahaan yang menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaannya kepada perusahaan penerima pemborongan (PP) atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh (PPJPB) • perusahaan penerima pemborongan, adalah perusahaan yg berbentuk BH (PT atau Koperasi) yg memenuhi syarat utk menerima pelaksanaan sebagian pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan. • perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh (PPJPB), adalah perusahaan yg berbentuk BH perseroan terbatas (PT) yg memenuhi syarat utk melaksanakan kegiatan jasa penunjang –dari- perusahaan pemberi pekerjaan. (Ps.1 angka 1-3 Permen-19)
Syarat Perusahaan Penerima Pemborongan (vide Pasal 12 Permen-19)
Syarat Perusahaan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh (Pasal 24 Permen-19)
Hal-hal Yang Berkaitan Dengan ALUR ALUR ditetapkan oleh Asosiasi Sektor Usaha sesuai peraturan perundang-undangan (Ps.3 ayat (2) c Permen-19) (dipertegas kembali) Asosiasi SEKTOR USAHA harus membuat alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan sesuai sektor usaha masing-masing (Ps.4 ayat (1) Permen-19) ALUR (alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan) harus menggambarkan proses pelaksanaan pekerjaan (awal sampai akhir) serta memuat kegiatan utama (core business) dan kegiatan penunajng (supporting, non-core) sesuai ketentuan pekerjaan yg dpt diserahkan (Ps.4 (2) & 3 (2) Permen-19). ALUR sebagai dasar perusahaan pemberi pekerjaan dlm penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan melalui pemborongan pekerjaan (Ps.4 ayat(3) Permen-19);
Pelaporan dan Bukti Pelaporan ALUR Pekerjaan Penunjang yang akan diserahkan (sesuai ALUR yg ditetapkan oleh Asosiasi) harus dilaporkan (Ps.5 Permen-19) Instansi “Dinas” Ketenagakerjaan Kab/Kota mengeluarkan Bukti Pelaporan paling lambat 1 minggu dan free (Ps.6 jo Ps.16 Permen-19) Perusahaan Pemberi Pekerjaan dilarang menyerahkan “pekerjaan” sebelum memiliki bukti pelaporan , dgn konsekwensi hubungan kerja beralih kepada perusahaan pemberi pekerjaan ybs (Ps.7 (1) (2) Permen-19). Bila terjadi perubahan jenis pekerjaan penunjang harus dilaporkan kepada instansi “Dinas” Ketenegakerjaan (Ps.8 Permen-19)
PermohoanIzin Operasional PPJPB
Penerbitan, Masa Berlaku dan Pencabutan Izin Operasional
Perjanjian Pemborongan Pekerjaan (outsourcing agreement) Muatan perjanjian pemborongan pekerjaan, sekurangkurangnya: • Hak dan kewajiban para pihak • Jaminan –terpenuhinya- perlindungan kerja dan syaratsyarat kerja –para- P/B sesuai peraturan per-UU. • Memiliki tenaga-kerja yang mempunyai kompetensi di bidangnya (Ps.9 (2) Permen-19). Setelah Perjanjian tsb ditanda-tangani, oleh perusahaan penerima pemborongan didaftarkan pada instansi “Dinas” Kab/Kota selambatnya 30 hari sebelum pelaksanaan pekerjaan (Ps.10 Permen-19); Instansi menerbitkan bukti pendaftaran, paling lambat 5(lima) hari kerja sejak pendaftaran diterima dan free (Ps.11 jo Ps. 16 Permen-19).
Perjanjian Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh Muatan perjanjian penyediaan jasa P/B, sekurang-kurangnya: • Jenis pekerjaan yg akan dilakukan o/ P/B dari perusahaan penyedia jasa P/B (PPJPB). • Penegasan bersedia menerima P/B dari PPJPB sebelumnya dlm hal terjadi pergantian perusahaan penyedia jasa P/B. • Hubungan kerja berdasarkan PKWT / PKWTT (Ps.19 Permen-19).
Pendaftaran Perjanjian Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh Perjanjian (alihdaya) harus didaftarkan (free) paling lambat 30 hr sejak di-t.t. dgn melampirkan IZIN Operasional dan DRAFT PK (Ps.20 Permen-19) Instansi dimana Tempat (lokasi) pekerjaan dilaksanan menerbitkan bukti pendaftaran paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak berkas diterima. Kecuali bila tdk sesuai ketentuan, dapat ditilak disertai alasannya (Ps.21 Permen-19) Bila blm ada bukti pendaftaran, Perusahaan penyedia jasa P/B tdk boleh melakukan operasional pekerjaan (Ps.22 Permen-19)
Izin Operasional Bila perjanjian (alihdaya) tidak didaftarkan dan tetap melaksanakan pekerjaan, maka “Dinas” Propinsi mencabut IZIN Operasional berdasarkan rekomendaasi “Dinas” Kab/Kota (Ps.23(1) Permen-19) Jika IZIN Operasional dicabut, maka hak-hak P/B tetap menjadi tanggung-jawab Perusahaan Penmyedia Jasa P/B ybs (Ps.23(2) Permen-19) Bila blm ada bukti pendaftaran, Perusahaan penyedia jasa P/B tdk boleh melakukan operasional pekerjaan (Ps.22 Permen-19)
Transisi • Setiap Perusahaan Pemberi Pkerjaaan, Perusahaan Penerima Pemborongan, atau Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh, wajib menyesuaikan paling lama 12 (duabelas) bulan sejak diundangkan (19 Nop.2012) • Dalam hal tidak menyesuaikan, Perusahaan Penerima Pemborongan, atau Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh, tetap bertanggungjawab thd hak-hak pekerja/buruh sesuai PK.
Pasal .... (PKWT) Apabila terjadi pergantian PIHAK PERTAMA (pergantian perusahaan alihdaya), maka a. selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kalender sebelum berakhirnya perjanjian pengalihan pekerjaan (outsourcing agreement), PIHAK PERTAMA wajib mengurus dan mengalihkan PIHAK KEDUA (pekerja/buruh) kepada perusahaan alihdaya baru (vendor) yang memenangkan tender pekerjaan dari perusahaan perusahaan pemberi pekerjaan (User); b. PIHAK PERTAMA menjamin hak-hak PIHAK KEDUA dalam perjanjian kerja (PKWT) ini termasuk syarat-syarat kerja dalam PP/PKB- sekurang-kurangnya sama pada perusahaan alihadaya baru yang memenangkan tender pekerjaan berikutnya, dengan penyesuaian upah yang memperhitungkan akumulasi masa kerja sebagai dasar penentuan upah selanjutnya; c. PIHAK PERTAMA berkewajiban memberikan surat keterangan pengalaman kerja (experience letter) kepada PIHAK KEDUA -sebagaimana dimaksud Pasal 1602z KUH Perdata- yang sekurang-kurangnya memuat lamanya hubungan kerja, pelaksanaan pekerjaan (job) dan alasan berakhirnya hubungan kerja pada PIHAK PERTAMA; d. masa kerja PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA dan masa kerja sebelumnya di perusahaan alihdaya yang lain, akan diperhitungkan dan diakumulasikan menjadi masa kerja pada perusahaan alihdaya yang memenangkan tender berikutnya, sepanjang dapat dibuktikan dengan keterangan pengalaman kerja.
Pasal ..... PIHAK PERTAMA tidak bertanggung-jawab atas keterangan yang tidak benar dan/atau terdapat unsur penipuan dalam keterangan pengalaman kerja yang dibuat oleh perusahaan alihdaya sebelumnya PIHAK PERTAMA, walaupun terakumulasi dalam keterangan PIHAK PERTAMA ini.
Study Kasus “Outsourcing” Kalau ada pembatasan “meliputi” 5 jenis kegiatan jasa penunjang, maka beberapa jenis penunjang perusahaan secara keseluruhan yg menjadi permasalahan, antara lain: Jasa maintenance, termasuk maintenance yg terkait dgn K3: electrical, airconditioning, APAR -yang semuanya bersifat kontinyu-. Jasa hukum dgn menempatkan SDM (advisor) di perusahaan klien.
Permasalahan Pada “Outsourcing” Beberapa compalin yg sering disampaikan pihakpihak yg terkait dgn Alihdaya: Alihdaya yg dimaksud dlm UUK hanyalah DHK, sementara banyak praktek outsourcing yg LHK. Penahanan ijazah yg –sebelumnya- tidak pernah ada pelatihan yg memerlukan cost. Hubungan kerja pada perusahaan penerima pemborongan yg didasarkan PKWT, sementara menurut Penjelasan Pasal 59 ayat (2) UUK dan Putusan MK, hakekatnya adalah PKWTT.
Kesimpulan Alur pada pekerjaan yang dpt dialihkan, dibuat oleh Asosiasi; Dilaporkan ke Disnaker Kab/Kota (termasuk perubahannya, jika ada); Pemborongnya, boleh PT atau Koperasi Dilarang mengalihkan tanpa bukti pelaporan Pekerjaan jasa penunjang, (hanya) meliputi 5 kegiatan; Dilarang disubkan (hanya) boleh dilakukan oleh BH PT Bila PK melalui PKWT, harus ada klausul TUPE
Demikian materi update Permenakertrans No.19 Thn.2012
[email protected] [email protected]
0815 838 1234 0815 839 2002