Peningkatan Keterampilan Proses Ilmiah Peserta didik melalui Peningkatan Kompetensi Guru Menggunakan Pembelajaran Inkuiri pada Pelajaran Biologi SMP Surakarta Tahun 2012 Oleh: 1)
Sri Widoretno , Sajidan2), Joko Ariyanto3) , Abstrak Salah satu kompetensi professional guru Biologi yang berhubungan dengan transfer pengetahuan (Transfer of Knowledge) dan transfer keterampilan (Transfer of Skills) dapat dicapai dengan melalui pembelajran inkuiri. Kompentensi professional dapat ditingkatkan melalui Lesson Study yang terdiri dari Plan, Do,See. Peningkatan kompetensi profesional guru diukur melalui penilaian tidak langsung yaitu assessment performance peserta didik sebagai produk hasil belajar pelajaran Biologi yaitu keterampilan proses atau keterampilan akademik. Skor keterampilan akademik merupakan gabungan dari skor rerata keterampilan melakukan observasi, menyusun pertanyaan, menyusun hipotesis, merancang kegiatan, mengkoleksi data, menganalisis data dan menyimpulkan, yang masing-masing mempunyai indikator dengan rubrik yang menyertainya. Sebagai peserta LS adalah guru Biologi SMPN se-Surakarta yang dikelompokkan dalam kategori kemampuan akademik tinggi adalah SMPN2, sedang adalah SMPN 5 dan rendah adalah SMPN22, masing-masing sekolah dipilih satu kelas secara acak. Pengamatan pembelajaran khususnya pada keterampilan proses ilmiah oleh peserta didik dilakukan mulai sebelum melakukan LS dan sesudahnya. Perubahan pada keterampilan proses ilmiah atau keterampilan akademik, diasumsikan sebagai akibat dari peningkatan kualitas guru khususnya dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi inkuiri yang merupakan strategi yang dilakukan dalam LS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan proses ilmiah atau keterampilan akademik peserta didik SMPN5 dan 22 menunjukan perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah melakukan LS, sedangkan pada peserta didik SMPN 2 tidak menunjukan signifikan pada level 0,05. Keywords: Lesson study, keterampilan proses, inkuiri 1)
Dosen P. Biologi-P.MIPA-FKIP-UNS 2) Guru Besar P. Biologi-P.MIPA-FKIP-UNS 3) Dosen P. Biologi-P.MIPA-FKIP-UNS
A. Pendahuluan Usaha peningkatan kualitas pendidikan telah dilakukan melalui banyak cara diantaranya melalui Undang-undang dan peraturan serta sistem yang 1
2
diberlakukan dalam pendidikan sebagai usaha membangun peningkatan kualitas pendidikan. Salah satu usaha peningkatan kualitas pendidikan dilakukan dengan peningkatan keprofesionalan guru, untuk mengantisipasi dinamika perubahan yang terjadi. Profesionalitas guru dapat menjadikan pembelajaran lebih berkualitas yang berdampak pada hasil belajar yang lebih baik sebagaimana dinyatakan Wallace (2009), yang menyatakan bahwa keprofesionalan guru mempunyai hubungan dengan praktek mengajar yang mempunyai dampak secara moderat terhadap prestasi yang dibuat oleh peserta didik. Menurut Peraturan Pemerintah RI No.74 tahun 2008 kompetensi profesional adalah kompetensi yang berhubungan dengan penguasaan materi dan cara menyampaikan kepada peserta didik (Depdiknas 2008; Depdiknas 2005). Penguasaan materi dan cara penyampian materi kepada peserta didik menjadi ukuran suatu produk profesi guru, hal ini seperti dikatakan Cohen&Hill,2001; Desimone, Porter, Garet, Yoon, &Birman, 2002; Kennedy, 1998; Panel MembacaNasional, 2000; Pearson, 1996; Supovitz, 2001 dalam Wallace (2009), tentang pengukuran profesional guru. bukti substansial menunjukkan bahwa pengembangan keprofesionalan dapat meningkatkan praktik mengajar guru, namun bukti untuk efek pengembangan profesi guru pada hasil antara seperti praktek guru dalam peer dan role play kurang kuat, sehingga sulit untuk dideteksi kualitas guru yang sesungguhnya. Dinamika kualitas guru sebagai ujung tombak pendidikan mempunyai peran yang menentukan untuk menghadapi dan menyesuaikan tantangan dalam kehidupan masyarakat global di era pengetahuan.Tantangan di era pengetahuan memerlukan kecepatan dan ketepatan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi (Kay, 2006; Widoyoko, 2009), untuk hal itu diperlukan suatu keterampilan dasar yang berhubungan dengan ketepatan dan kecepatan menyelesaikan masalah yang sesuai dengan dinamika di era pengetahuan (Galbreath, 1999). Bertindak secara ilmiah yang didasarkan pada data ataupun informasi dalam kehidupan sehari-hari adalah keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi masalah yang ada di kehidupan nyata. Hasil belajar peserta didik sering kali diartikan sebagai ukuran profesionalisme guru, sekalipun hal itu kurang tepat dengan adanya sistem seleksi yang sudah secara otomatis memisahkan kelompok yang berkemampuan akademik tinggi, sedang, dan rendah. Terlebih lagi dengan penggunaan evaluasi yang diberlakukan secara nasional dengan kebijakan yang berlaku sama dalam satu negara. Evaluasi yang berkembang saat ini adalah evaluasi formatif yang berhubungan dengan proses pembelajaran. Obligasi,Smith, Baker & Hattie, 2000; Cavaluzzo, 2004; Goldhaber & Anthony, 2005; Smith, Gordon, Colby & Wang, 2005, Vandevoort, Amrein-Beardsley, & Berliner, 2004 (dalam Sato, 2008), menunjukkan bukti terbaru bahwa penilaian formatif berfungsi baik sebagai alat
3
untuk mengidentifikasi guru yang lebih efektif. Penilaian formatif dapat digunakan sebagai dasar mengembangkan proses pembelajaran yang dapat menunjukkan keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran yang berlangsung. Penilaian proses pembelajaran dapat dilakukan dalam berbagai macam, diantaranya melalui penilaian keterampilan akademik atau keterampilan melakukan aktivitas yang berhubungan dengan proses ilmiah, sehingga sering dikatakan sebagai keterampilan proses. Keterampilan ilmiah adalah keterampilan yang dilakukan oleh ilmuwan dalam mendapatkan pengetahuan (Abruscato, 1986; Scott, et al., 2010). Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh pada saat melakukan kegiatan yang identik dengan langkah kerja yang dilakukan oleh ilmuwan (Abruscato, 1986) yang diawali dengan menggunakan fenomena alam atau kejadian pada kegiatan observasi/pengamatan di setiap topik pembelajaran. Observasi/pengamatan terhadap suatu fenomena adalah kegiatan awal dari suatu pembelajaran inkuiri (Joice, et al., 2000), setelah mendapatkan permasalahan mengenai topik yang dipelajari. Kegiatan observasi/pengamatan merupakan kegiatan yang memerlukan pengukuran, perhitungan, pengelompokkan untuk mendapatkan data yang dianalisis dengan menghubungkan satu fenomena dengan fenomena lain yang menjadi bagian dari tahapan pembelajaran inkuiri (Callahan, et al.,1991; Sutman, et al., 2008). Keterampilan proses ilmiah adalah proses dan hasil belajar yang diperoleh dari proses pembelajaran yang dilakukan antara guru dan peserta didik sebagai usaha untuk transfer of knowledge dan transfer of skills, hal ini didukung oleh Kay (2006), yang menyatakan bahwa di abad 21 pembelajaran yang berlangsung tidak hanya memerlukan core subject matter tetapi juga keterampilan yang diperlukan untuk mendapatkan core subject matter tersebut, sementara itu strategi pembelajaran yang memuat keterampilan proses kerja seorang ilmuwan adalah inkuiri. Berdasarkan pemikiran adanya dinamika yang memerlukan tuntutan keterampilan yang berbeda, maka diperlukan suatu peningkatan profesionalisme guru melalui suatu mekanisme dimana guru dapat mempersiapkan, melatih dalam praktek mengajarnya serta menjadikan motivasi mengajarnya untuk memindahkan pengetahuan Biologi sekaligus skill atau keterampilan yang dibutuhkan, yaitu keterampilan keterampilan proses ilmiah atau yang dikenal dengan keterampilan akademik dalam proses pembelajaran Biologi. Tugas guru yang berhubungan dengan peningkatan kualitas dapat diukur dari menyiapkan, melakukan, mengevaluasi serta mengembangkan pengetahuan yang tertuang dalam Rencana Program Pembelajaran (RPP) serta kemampuan mengembangkan potensi peserta didik secara maksimal. Usaha untuk melakukan peningkatan kualitas yang terdiri dari perencanan, melakukan, mengevaluasi RPP
4
efektif dilakukan dengan kolega terutama dengan guru sebidang dengan melalui Lesson study(LS) (Susilo, dalam Susilo dkk, 2010). Berdasarkan latar belakang, dirumuskan masalah penelitian (1) Apakah peningkatan kompetensi guru melalui Lesson Study dengan pembelajaran inkuiri pada mata pelajaran Biologi SMP Surakarta dapat meningkatkan keterampilan proses ilmiah peserta didik SMP kelas VIII?. Sesuai masalahnya maka tujuan penelitian ini adalah: (1) Meningkatkan kompetensi guru dalam mengajar melalui pembelajaran inkuiri pada pelajaran Biologi SMP Surakarta (2) Meningkatkan keterampilan ilmiah/keterampilan akademik peserta didik melalui peningkatan profesionalisme guru dengan pembelajaran inkuiri.
B. Tinjauan Pustaka 1. Peningkatan Kompetensi Guru Terselenggaranya pendidikan yang bermutu merupakan tanggung jawab pemerintah melalui sistem pendidikan yang ada seperti dinyatakan pada Undang Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Guru dan Dosen pasal 11 ayat 1 (Depdiknas, 2003), namun secara umum terlaksananya pendidikan yang bermutu dan merata sangat bergantung pada beberapa hal,diantaranya adalah guru dengan kompetensi yang dimiliki, ratio peserta didik dengan sekolah dan sistem yang mendukungnya, hal ini didukung Jalal (2007), yang menyampaikan bahwa pendidikan bermutu sangat bergantung pada guru yang profesional dan berkompeten dalam bidang masing-masing. Kompetensi guru yang meliputi profesional, paedagogik, sosial, dan kepribadian, selain menuntut keilmuan menjadi dasar penguasaan pengetahuan juga mampu membelajarkan keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan perubahan yang terjadi di era pengetahuan (Depdiknas, 2008). Semua kompetensi guru divisualisasikan melalui proses pembelajaran yang mampu membelajarkan peserta didik, dengan demikian belajar bagi peserta didik adalah kegiatan yang seharusnya membuat peserta didik lebih aktif dalam belajar mulai mengenali informasi, mengamati, merencanakan, sampai dengan melaksanakan. Aktivitas peserta didik yang dimaksudkan adalah 1) aktivitas visual; 2) aktivitas lisan; 3) aktivitas gerak; 4) aktivitas menulis; serta 5) aktivitas mendengarkan (Usman, 2009) yang disesuaikan dengan materi yang dipelajari. Aktivitas tersebut dapat diamati oleh orang lain atau guru yang dapat digunakan untuk asumsi dalam penguasaan keterampilan proses ilmiah atau keterampilan akademik peserta didik. Kenyataannya aktivitas peserta didik dalam mendengarkan adalah yang paling dominan selama ini dan seringkali mengabaikan tujuan yang hendak dicapai. Melibatkan peserta didik secara fisik dan mental dalam proses pembelajaran sesuai dengan tujuan memerlukan suatu strategi pembelajaran yang sangat berkaitan dengan kompetensi guru untuk membelajarkan peserta didik.
5
Keterampilan peserta didik dalam proses ilmiah adalah cermin dari tahapan pembelajaran inkuiri yang dilakukan guru (Suman,et al., 2008). Inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang berbasis pada fenomena dan pengalaman yang telah dimiliki peserta didik untuk merumuskan dan memecahkan permasalahan yang dihadapi secara ilmiah (Sutman,et al., 2008). Pembelajaran dengan menggunakan strategi inkuiri adalah pembelajaran yang merupakan latih-an bagi peserta didik dalam memecahkan permasalahan nyata yang ada di sekitarnya dengan logika (Hanauer, et al., 2009). Hasil survey pada SMP di Surakarta (Widoretno, dkk, 2012) menunjukkan bahwa 1) pembelajaran Biologi masih jauh dari kontekstual akibat adanya keterbatasan waktu, artinya proses pembelajaran seringkali kurang mengoptimalkan kegiatan mengamati fenomena biologi yang ada di kehidupan sekitarnya; 2) pembelajaran inkuiri telah dilakukan tetapi dengan menggunakan LKS yang mengisi titik-titik dengan semua jawaban dapat dilihat dan ditemukan dalam buku referensi; 3) penggunaan data sebagai hasil pengamatan yang kurang menjadikan sulit untuk menindaklanjuti dalam fase berikutnya seperti: melakukan prediksi, koleksi data, analis data dan mengkonstruk kesimpulan dari data yang diperoleh. Berdasarkan hasil identifikasi menunjukkan bahwa kualitas guru Biologi kurang dapat memaksimalkan potensi yang ada dalam diri peserta didik, khususnya pada keterampilan proses ilmiah. Usaha memaksimalkan potensi peserta didik dilakukan dengan peningkatan kualitas guru dalam pembelajaran yang melatihkan keterampilan proses yaitu pembelajaran imkuiri. Usaha peningkatan kualitas guru dilakukan dengan Lesson Study (LS) karena menurut Lewis (2002) dan Wang Iverson (2002) dalam Susilo, dkk., (2011), menyatakan bahwa LS memiliki peran yang cukup besar dalam melakukan perubahan secara sistemik. Perubahan yang terjadi pada koordinasi kerjasama antar guru, mengubah sistem pembelajaran yang dirancang atas dasar evaluasi bersama terhadap pembelajaran yang disusun bersama. Daur kaji pembelajaran dari Lewis, Perry, dan Murata (dalam Susilo, dkk. 2011), dimulai dari mempelajari kurikulum dan merumuskan tujuan diteruskan dengan meran-cang pembelajaran termasuk menentukan strategi pembelajaran dalam hal ini adalah inkuiri. Tindakan selanjutnya adalah melaksanakan pembelajaran yang telah dirancang, pada tindakan ini diperlukan pengamat yang dapat mencatat informasi semua proses pembelajaran yang terjadi pada peserta didik seperti mengobservasi, mengukur, mengelompokan, mengkoleki data, menganalis dan menarik kesimpulan. Tindakan terakhir adalah melakukan refleksi yang berfungsi membaca data yang diperoleh selama pembelajaran mengenai peserta didik selama belajar kemudian mengembangkan dalam permasalahan untuk mencari solusi pengembangan yang lebih baik. 2. Keterampilan Proses Ilmiah/Keterampilan Akademik dalam Pembelajaran Inkuiri
6
Pembelajaran inkuiri merupakan latihan untuk beradaptasi mengenai cara penggunaan ide yang abstrak untuk diwujudkan dalam perilaku yang nyata (Kuhlthau, et al., 2007).Keterlibatan peserta didik dalam pencarian informasi dilakukan melalui menggali pengalaman, membaca buku referensi yang pernah dibaca serta informasi yang pernah didengar. Semua yang diperoleh merupakan pengalaman awal untuk mempersiapkan metode dan material yang dipelajari. Ketepatan memilih dan memutuskan suatucara untuk menyelesaikan masalah adalah latihandalam hal berinovasi, berkreasi, serta pengambilan keputusan yang tepat. Inkuiri menurut Joice, et al., (2000) terdiri dari 4 fase yaitu 1) pengenalan area investigasi kepada peserta didik (Area investigation is posed to student). Pengenalan area investigasi dilakukan tidak hanya sekedar penjelasan, namun juga mengung-kap pengalaman yang dimiliki peserta didik. Penggalian pengalaman peserta didik dilakukan dengan berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan area topik pelajaran yang sedang dipelajari; 2) penemuan dan pencarian permasalahan (Students structure the problem); 3) peserta didik mengidentifikasi masalah yang diteliti dalam percobaan (Students identify the problem in the investigation); 4) menentukan langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah. Setiap fase inkuiri memiliki tahapan yang dapat dimodifikasi sesuai dengan kemampuan peserta didik, salah satunya adalah tahapan yang disampaikan oleh Scoot, et al.(2009) yaitu dimulai dari observasi, masalah, hipotesis, koleksi data, analisis data, dan kesimpulan. Setiap fase dalam inkuiri merupakan tahapan antara satu dan lainnya yang saling berkait. Fase pengenalan area investigasi kepada peserta didik, merupakan fase peserta didik melakukan observasi, pengamatan, serta keinginan peserta didik untuk mengobservasi lebih lanjut dengan mempertanyakan segala sesuatu yang telah diketahui sebelumnya.Fase ini merupakan bagian dari pembelajaran yang sangat mungkin untuk dilakukan secara kontekstual. Hasil observasi menjadi bagian yang sangat berharga untuk mengkonstruk pengetahuan yang diperoleh peserta didik, hal ini didukung oleh Guncel (2010), melalui segitiga Experiences-Pattern-Explanation (EPE) yang menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri yang dimulai dari pengalaman membuat banyak pola pengalaman, kesimpulan, hukum,dll yang diperoleh peserta didik. Pada akhirnya peserta didik mampu menyusun model dengan sedikit penjelasan, hal sebaliknya terjadi pada pembelajaran yang sedikit menggunakan hasil observasi menghasilkan sedikit hukum dan diagram, sehingga pada akhirnya peserta didik hanya mampu mendifinisikan fakta yang masih memerlukan eksplorasi. Observasi yang diikuti dengan pertanyaan merupakan tahap yang secara mental menjadikan fase untuk memulai melibatkan mental peserta didik pada pelajaran. Pertanyaan dalam fase pertama merupakan stimulus yang merangsang
7
proses berpikir dan keinginan tahu peserta didik, hal ini didukung oleh Wort & Grollman (2003) yang menyatakan bahwa pertanyaan deskripsi, memotivasi peserta didik dalam bekerja, pertanyaan merupakan tantangan pada peserta didik yang dapat meningkatkan pencarian lebih lanjut dan pertanyaan juga menghubungkan untuk membantu peserta didik mencari hubungan diantaranya dan memprioritaskan pengetahuan yang dipelajari. Kemampuan peserta didik dalam mengajukan pertanyaaan diartikan juga sebagai kemampuan dalam menemukan permasalahan. Fokus permasalahan yang dipelajari menjadikan tugas guru untuk menjelaskan dan memberi batas dengan keinginan tahu peserta didik. Fase ke dua inkuiri tidak dapat dipisahkan dari fase pertama, hasil observasi yang berakhir pada pertanyaan yang diajukan peserta didik membawa peserta didik untuk mengetahui lebih lanjut, sehingga perlu disingkirkan faktor yang tidak berperan dalam topik yang dipelajari atau mempertegas faktor yang dipelajari dalam rancangan desain untuk membuat jelas apa yang ingin diketahui peserta didik. Pada fase ini peserta didik terlibat penuh baik secara fisik dan mental yang ditunjukkan dengan keterlibatan peserta didik pada rancangan yang dihasilkan. Fase ke tiga mempunyai jangkauan yang lebih luas karena keterlibatan fase pertama dan fase kedua yang ditunjukkan dengan kemampuan peserta didik dalam menyusun hipo-tesis. Fase ini peserta didik mampu menentukan keterkaitan antara berbagai hal yang dipertanyakan, hal ini didukung oleh Nieswanndt & Bellomo (2009) yang menyatakan bahwa pertanyaan memacu peserta didik untuk menunjukkan pengetahuan yang bermakna melalui respon tulisan, hipotesis, dan konsep yang disatukan dalam makna. Fase ke empat dari inkuiri merupakan fase untuk menguji kemampuan peserta didik dalam berusaha menemukan jawaban atas masalah yang telah disusun pada fase pertama. Berbagai keterampilan yang berkaitan dengan proses ilmiah sangat diperlukan pada fase ke empat. Tahapan mengkoleksi data yang dilakukan peserta didik, menganalisis data serta menyimpulkan hasil analisis adalah bagian dari proses ilmiah yang bertumpu pada kemampuan individu pada ketelitian, keuletan, kegigigihan, serta kemampuan secara intelektual untuk memantapkan kesimpulan dengan tepat, hal ini didukung oleh hasl penelitian Ben-David and Zohar (2009); Shanaban (2010); Guncel (2010); Scott et al., (2010) yang menyatakan bahwa ketepatan penggunaan tahapan pembelajaran inkuiri menjadikan hasil pembelajaran menjadi lebih bermakna pada peserta didik. Keterampilan proses ilmiah berhubungan dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik. Keterampilan proses imiah meliputi 1) keterampilan proses dasar yang meliputi: observasi, menghitung, mengelompokkan, mengukur, mengkomunikasikan dan memprediksi, mengambil kesimpulan dan 2) keterampilan proses yang terintegrasi meliputi: mengkontrol variabel, mengintrepretasi data, formulasi hipotesis, mendefinisikan secara operasional,
8
dan melakukan eksperimen (Abruscato, 1996). Sehingga keterampilan proses ilmiah dapat dikelompokkan keterampilan dasar dan keterampilan integrasi. Keterampilan proses merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu keterampilan dan lainnya, sebab proses satu dapat menjadi dasar untuk keterampilan berikutnya, sebagai contoh adalah proses observasi. Observasi adalah proses yang memuat pengamatan, klasifikasi, mengukur besaran sesuai dengan yang diperlukan selanjutnya dipergunakan untuk mencari hubungan antara hasil pengukuran sehingga mampu mencari hubungan antara konsep satu dengan yang lainnya. Shanaban (2010) dan Scott et al., (2010), menyatakan bahwa dengan melakukan semua tahapan inkuiri yang dimulai dari observasi sampai dengan menyimpulkan dan mengkomunikasikan menjadikan hasil peserta didik belajar lebih bermakna.
C. Metode Rancangan penelitian menggunakan Pretest-posttest Non-equivalent Control Group Design (Sugiyono, 2003). Desain penelitian menggunakan faktorial 2x3 (Sujana, 1994). Populasi penilitian adalah peserta didik SMPN Surakarta. Penentuan sampel sekolah ditentukan berdasarkan sekolah yang mempunyai input NEM tinggi, sedang, dan rendah. Penilaian kualitas didasarkan pada penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan pelaksanaan pembelajaran di kelas yang dinilai atas dasar perencanaan mengajar inkuiri dari Forbes dan Davis (2010) yang telah dimodifikasi. Prosedur pelatihan mengikuti prosedur yang digunakan Lesson Study terdiri dari Plan, Do, and See (Toyoda, 2011). Kegiatan Plan terdiri dari (1) merancang perangkat pembelajaran dengan strategi inkuiri yang dilakukan oleh guru Biologi SMPN2, SMPN 5, dan SMPN 22; (2) memikirkan cara yang tepat untuk mengajarkan pada peserta didik sehingga peserta didik mendapatkan pengetahuan dan keterampilan seperti yang telah disepakati. Do adalah kegiatan yang merupakan penerapan dari rencana yang telah disusun, pada saat penerapan menggunakan observer mahapeserta didik yang sedang terlibat dalam penyelesian skripsi, pengamat tidak memungkinkan dari guru selain guru model karena waktu mengajar yang bersamaan antara sekolah satu dan lainnya. Instrumen penelitian keterampilan proses diukur dengan performance assesment yang dilengkapi dengan rubrik dari lembar observasi sesuai dengan Hibbart (2008). Masingmasing alat ukur sudah memenuhi kelayakan melalui validitas dan reliabilitas. Data untuk mengukur peningkatan kualitas guru, diperoleh dari 25 peserta didik pada masing-masing sekolah. Hasil pengamatan berupa performance test peserta didik untuk keterampilan ilmiah atau keterampilan akademik. Analisis data berdasarkan pada skor awal atau sebelum dan sesudah melaksanakan Lesson Study untuk 25 peserta didik dari setiap guru. Data dianalisis dengan Multivariate Analysis of Variance (Manova).
9
D. Hasil Penelitian. Data hasil penelitian keterampilan akademik peserta didik merupakan suatu ukuran untuk peningkatan kualitas guru dalam mengajar Biologi. Perubahan skor yang terjadi pada keterampilan dalam proses ilmiah (akademik) peserta didik terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Skor rerata Keterampilan Akademik Sebelum dan Sesudah Perlakuan dengan LS di SMPN 2, 5, dan 22 SMP 2 SMP 5 SMP 22 Sebelum sesudah Sebelum sesudah Sebelum sesudah 29.0280 27.3146 19.1111 36.3033 30.5325 25.7746
Rata-rata skor Keterampilan Akademik
Berdasarkan data pada Tabel 1, dibuat Histogram (Gambar 2) yang menunjukkan perbedaan masing-masing kelompok. 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Sebelum sesudah Sebelum sesudah Sebelum sesudah
SMP 2 SMP 5 SMP 22 Data sebelum dan Sesudah perlakuan di SMPN2, 5, dan 22 Surakarta
Data keterampilan akademik di Tabel 1, mempunyai variasi yang sangat besar. SMPN 2 tidak menjukkan peningkatan bahkan terjadi penurunan. SMPN 5 jelas sekali mengalami peningkatan, serta SMPN 22 juga mengalami penurunan. Jika hasil skor keterampilan akademik peserta didik menunjukkan kualitas kemampuan guru dalam mengajarkan keterampilan akademik, maka guru yang mengalami peningkatan kualitas sebagai dampak LS adalah SMPN 5, namun tidak demikian halnya, karena dalam proses pembelajaran banyak faktor yang sangat komleks yang mempengaruhinya. Hasil pengujian normalitas dengan Kolmogorov Smirnov di Tabel 2 dan 3 dan hasil uji homogenitas yang dilakukan dengan Levene’s Test meupakan uji prasyarat uji Manova disajikan pada Tabel 4.
10
Tabel 2.
Sekolah SMPN 2 SMPN 5 SMPN 22
Hasil Uji Normalitas Kecakapan Akademik Sebelum Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Lesson Study. Kecakapan Akademik Akademik Akademik
Sig 0,018 0,021 0,023
Keputusan Uji H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak
Pelatihan
Normal/Tidak normal Tidak normal Tidak normal Tidak normal
Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data kecakapan akademik sebelum Lesson Study pada ketiga SMP tidak normal, namun hasil uji normalitas data kecakapan akademik setelah Lesson Study pada ketiga SMP dinyatakan normal seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Sekolah SMPN 2 SMPN 5 SMPN 22
Hasil Uji Normalitas Kecakapan Akademik Setelah Pelatihan Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Lesson Study. Kecakapan Sig Keputusan Uji Normal/Tidak normal Akademik 0,397 H0 diterima Normal Akademik 0,253 H0 diterima Normal Akademik 0,573 H0 diterima Normal
Uji homogenitas dilakukan dengan Levene’sTest disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Sekolah SMPN 2 SMPN 5 SMPN 22
Hasil Uji HomogenitasKecakapan Akademik Kecakapan Sig Keputusan Uji Homogen/Tidak homogen Akademik 0,000 H0 ditolak Tidak homogen Akademik 0,000 H0 ditolak Tidak homogen Akademik 0,805 H0 diterima Homogen
Pada Tabel 4 terlihat bahwa data kecakapan akademik pada ketiga sekolah tidak semua homogen, hanya kecakapan akademik pada SMP 22 saja yang homogen, namun sekalipun data tidak normal maupun tidak homogen, menurut Ghozali (2011), tetap robust untuk diuji dengan Manova. Data hasil uji Manova untuk keterampilan akademik pada Tabel 5. Tabel 5
Hasil Uji Manova untuk Kecakapan Akademik di Kelompok SMPN 2, SMPN 5, dan SMPN 22 Surakarta. Variabel JK Df KT F Sig. Akademik SMPN 2 1 36.696 36.696 6.716 .013 Akademik SMPN 5
3694.621
1
3694.621
1.067E3
.000
Akademik SMPN 22
282.973
1
282.973
32.802
.000
11
Berdasarkan hasil Manova dapat diketahui bahwa data kecakapan akademik pada ketiga sekolah menunjukkan adanya perbedaan yang signikan untuk SMP N 5 dan 22. SMPN 2 menunjukan tidak berbeda nyata antara sebelum dan sesudah menggunakan LS. E. Pembahasan Tujuan penelitian ini adalah peningkatan kualitas guru dalam pembelajaran melalui pembelajaran inkuiri yang dilatihkan. Pelatihan pembelajaran inkuiri dilakukan dengan menggunakan Lesson Study. Lesson Study tidak mengganggu sistem karena berpijak pada realisasi dan kontekstual dengan profesi guru. Penggunaan LS diplih karena peningkatan kualitas guru yang secara tradisional dilakukan dengan seminar, lokakarya atau sejenisnya sangat tidak mendukung disebabkan tidak berpijak pada kualitas profesi yang berhubungan tugas guru yang nyata di kelasnya, hal ini didukung oleh Ball &Cohen, 1999; Collinson & Ono, 2001; Feiman-Nemser, 2001; Fullan & Hargreaves, 1996; Schwille & Dembélé, 2007; Villegas-Reimers, 2003; Vonk,1995 dalam Ono and Ferirea (2010), yang menyatakan bahwa pengembangan profesional guru melalui lokakarya, seminar, konferensi atau kursus tidak koheren dan tidak sesuai konteks, serta terisolasi dari situasi kelas yang sebenarnya. Seiring dengan itu Bransford et al.(2000) dalam Ono and Ferreira (2010), menyatakan bahwa pembelajaran yang dipikirkan parakonstruktivis pembelajaran didukung oleh penelitian perkembangan otak manusia, memikirkan kembali yang diajarkan, bagaimana diajarkan dan bagaimana pembelajaran dinilai, sehingga terjadi pergeseran penilaian yang hanya mengukur pada ranah kognitif beralih ke penilaian yang formatif, contohnya dengan menggunakan performance assessment yang digunakan untuk mendapatkan data kualitas pembelajaran yang baik. Performance assessment yang dapat digunakan adalah penilaian unjuk kerja untuk keterampilan proses ilmiah: mengobservasi/mengamati, menyusun pertanyaan, menyusun rancangan kegiatan yang diperlukan, menyusun hipotesis, analisis data, koleksi data, dan menarik kesimpulan (Joice et al, 2000; Scott, et al., 2010). Sato, et al., (2008), menyatakan bahwa penilaian formatif di kelas seharihari merupakan tindakan yang sangat terkait dengan belajar peserta didik dan berhubungan dengan peningkatan prestasi peserta didik. Lebih jauh lagi Hitam dan Wiliam dalam Sato, et al. (2008), menjelaskan bahwa penilaian formatif mempunyai dua bagian yang saling berhubungan, pertama kegiatan yang dilakukan oleh guru dan peserta didik sebagai sarana mengumpulkan informasi tentang peserta didik mengenai pemahaman atau kemajuan dan kedua penggunaan informasi untuk modifikasi kegiatan belajar mengajar. Informasi keduanya lebih luas dapat digunakan sebagai informasi yang mampu menyusun diagnostik untuk guru dan peserta didik, harapan dan tujuan belajar yang jelas dan membangun
12
koherensi antara penilaian dan kurikulum, sebagaimana dikuatkan oleh Butler, 1987; Crooks, 1988 dalam Sato (2008), peserta didik yang lebih banyak belajar dan menunjukkan indikator kinerja yang lebih tinggi dicapai dengan memberikan umpan balik terhadap tugas yang berorientasi pada yang diberikan. Berdasarkan data skor keterampilan proses terendah sampai tertinggi di awal sebelum melakukan LS secara berutan ditunjukkan di SMPN5, 2 dan 22. Skor paling rendah adalah SMPN5 yaitu 19,111, lalu diikuti SMPN 2 dengan 29,028 dan yang paling tinggi di SMPN 22 adalah 30,533. Berdasarkan skor awal yang diperoleh, maka skor keterampilan proses terbaik selama ini di SMPN 22. Pengukuran di akhir pelatihan dengan LS menunjukkan di SMP 2 dan 22 terjadi penurunan skor. Beberapa hal yang memungkinkan terjadinya hal tersebut adalah (1) Adaptasi guru di SMP 2 dan 22 dalam menggunakan pembelajaran inkuiri belum optimal. Penelitian menunjukan bahwa strategi inkuiri termasuk sukar untuk dikuasai oleh guru karena beberapa hal yaitu: 1) terbatasnya waktu yang ter-sedia dan kemampuan guru, seringkali menjadi kendala untuk membelajarkan secara kontekstual dan memenuhi prosedur ilmiah (McBride, et al., 2004). 2) kurangnya latihan dan persiapan dalam melaksanakan pembelajaran dapat menjadikan kendala dalam melaksanakan pembelajaran inkuiri (McBride, et al., 2004; Atar 2011). Kemungkinan lain keterampilan proses sudah dilatihkan melalui pembelajarannya sehingga memunculkan skor pengamatan awal lebih tiggi atau materi yang diajarkan di saat pengamatan awal menggunakan kegiatan yang penuh dengan proses ilmiah sedangkan di akhir pengamatan hal yang sebaliknya. (2) proses pembelajaran tidak sesuai dengan fase dan tahapan inkuiri sehingga dalam pembelajaran kurang dapat melatihkan keterampilan proses; (3) penafsiran guru terhadap tahapan inkuiri antara guru SMPN 2, 5, dan 22 berbeda sehingga penerapannya pun berbeda; (4) ketidakpercayaan terhadap hasil belajar peserta didik di akhir pembelajaran menjadi pertimbangan untuk tidak mengutamakan proses ilmiah di-bandingkan dengan keterampilan berpikir, hal ini didukung oleh John (2006), yang menyatakan bahwa hampir setiap program guru mempersiapkan waktu yang cukup dan dihabiskan untuk menulis rencana pelajaran secara rinci, namun ketika menggunakan proses yang telah disusun sendiri berbagai macam respon mncul dari persiapan terhadap penguasaan strategi yang digunakannya. Pada kasus seperti ini belum tentu linear antara penguasaan pemahaman dan praktek pembelajaran, terlebih lagi dengan melihat bahwa hanya SMPN5 yang mengalami peningkatan setelah melakukan Lesson Study, artinya pengamatan awal adalah pengamatan standar kualitas guru dalam mengajar di setiap harinya. Pada akhir penggunaan LS, skor akhir pada peserta didik berkemampuan akademik lebih tinggi mendapatkan skor kketerampilan proses yang lebih baik. Ada asumsi bahwa sekalipun keterampilan proses dilatihkan namun, skor yang
13
diperoleh peserta didik sangat bergantung pada kemampuan ademiknya serta kompleksnya faktor yang mempengaruhi pembelajaran. Tinjauan mengenai faktor yang sangat berhubungan dengan proses pembelajaran adalah adanya aktivitas yang tidak hanya menjelaskan, namun juga dilengkapi dengan pertanyaan interaktif dan aktivitas fisik yang melibatkan emosi peserta didik dengan melalui pertanyaan. Pertanyaan antara guru dan peserta didik yang terjadi dalam pembelajaran Biologi di SMP N dan 22, kurang berarti atau kurang dapat meningkatkan potensi dalam proses ilmiah, hal ini didukung oleh hasil penelitian Robrrig and Luft (2004), yang menyatakan bahwa guru SMP terbiasa dengan pendekatan strategi instruksional untuk membuat dan memperoleh jawaban yang benar dari peserta didik, sehingga dengan jawaban yang benar sudah dianggap cukup. Pada kasus ini jawaban peserta didik adalah untuk pembenaran terhadap pengetahuan yang dipelajari, sementara jawaban peserta didik dapat ditemukan di buku ataupun LKS, dengan demikian ukuran pembelajaran lebih diorientasikan pada hasil pemahaman sebagai produk berupa jawaban peserta didik. Munford and Orgill dalam Oliviera (2010), mempertegas kasus penguasan berdasar pemahaman terhadap jawaban peserta didik dengan guru mengulang dan mendeskripsikan ekspresi yang berisi jawaban yang disampaikan oleh peserta didik dan menjadikan alasan penjelasan tentang materi yang diajarkan. Kualitas peningkatan pertanyaan salah satunya adalah yang bertipe pertanyaan problem. Tipe pertanyaan problem adalah tipe yang meminta peserta didik untuk menjelaskan, mengklarifikasi dari pertanyaan yang diulang dan dari per-tanyaan langsung dari peserta didik untuk memperlebar, memperjelas, dan menguji pertanyaan yang datang dari peserta didik lainnya (Chiappeta & Koballa, 2002). Pem-belajaran inkuiri mempunyai fase atau tahapan yang memungkinkan untuk tipe pertanyaan problem, dengan demikian pertanyaan pada pembelajaran inkuiri menjadi penting karena pertanyaan dalam pembelajaran dapat menjadikan peserta didik lebih banyak mencari dan bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dila-kukan ataupun dipelajari, khususnya dalam proses mengkonstruk pengetahuan yang berhubungan dengan keterampilan proses. Keterampilan proses ilmiah adalah keterampilan yang diperoleh dari ratarata penggabungan skor dari berbagai kemampuan yaitu kemampuan untuk mengobservasi/mengamati, menyusun pertanyaan, menyusun rancangan kegiatan yang diperlukan, menyusun hipotesis, analisis data, koleksi data, dan menarik kesimpulan.Berbagai kemampuan peserta didik seperti yang telah disebutkan digunakan untuk mengukur kualitas pembelajaran yang telah dilakukan guru. Kemampuan yang berhubungan dengan proses mencari pengetahuan idealnya dapat ditemukan da-lam proses mencari pengetahuan yang dipelajari, sehingga sering dikatakan seba-gai proses ilmiah atau keterampilan akademik. Kualitas guru untuk mengadopsi dan menggunakan pembelajaran inkuiri dalam proses pembelajaran
14
sangat ditentukan oleh berbagai hal, diantaranya adalah latar belakang akademik guru, kemampuan, dukungan, serta keinginan untuk mendapatkan kepuasaan dalam profesinya. Keterampilan proses adalah keterampilan yang berhubungan dengan aktivitas sebagai pendukung kegiatan pembelajaran inkuiri. Ideal sekali jika pengetahuan dan proses yang menunjang dapat terjadi secara bersamaan, artinya pembelajaran tidak hanya transfer of knowledge namun juga transfer of skills sebagaimana diharapkan dalam Undang-Undang Sisdiknas ayat 1,2 dan 3 No 13 Tahun 2003. Sebagai tindak lanjut hasil penelitian ini diperlukan reformasi dalam pembelajaran Biologi yang didukung Hirs (2009), yang menyatakan bahwa reformasi pembelajaran semestinya dilakukan setiap saat sebagai upaya untuk memastikan bahwa mereka terlibat secara efektif dalam profesionalisme pembelajaran. Reformasi selama ini dibangun atas dasar janji untuk membuat perbedaan, apakah perbedaan menjadi lebih baik atau sebaliknya adalah pemikiran berikutnya, namun di era pengetahuan yang memerlukan tidak hanya pengetahuan tetapi juga skills, maka pembelajaran yang berhubungan dengan reformasi dan pengembangan potensi skill lebih dapat dapat diusahakan untuk dilatihkan. F. Kesimpulan. Kesimpulan penelitian adalah: a. Kompentensi professional guru Biologi dalam mengajar dapat ditingkatkan dengan penggunaan pembelajaran inkuiri. b. Kompetensi guru mengajar dengan strategi inkuiri dapat meningkatkan keterampilan proses ilmiah peserta didik. c. Peningkatan komptensi guru tidak menunjukkan linearitas dengan keterampilan proses. Daftar Pustaka. Abruscato, J. 1996. Teaching Children Science A Discovery Approach.Forth Edition. USA: A Simon & Schuster Company. Atar, HY. 2011. Investigating the factor that impede or facilitate the integration of inquiry into middle school science. The Asia-Pasific Education Researcher. 20:3. pp 543-558. BBE 2002. Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skills) Melalui pendekatan Broad-Based Education (BBE). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Chiappetta, E.I. &Koballa, T.R. 2002.Science Education in the Middle and Secondary Schools (5 edn)Upper Saddle River. NJ:Merril Prentice Hall. Crawford, B.A. 2000. Embracing the Essence of Inquiry.New Role for Science Teacher.Journal of Research in Science Teaching. 37. 916-937. Depdiknas. 2003. Undang Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas & Peraturan Pemeritah RI. Tahun 2010 Tetang Penelenggaraan Pendidikan serta Wajib Belajar Beserta penjelasannya. Bandung: Citra Umbara.
15
Donovan, MS & Bransford, JD. (ed). 2005. How Students Learn: Science in the Classroom. Committee on How People Learn: A Targeted Report for Teachers, USA: National Research Council. 264: 0-309-54805-5 Forbes CT. and Davis EA. 2010. Curriculum Design for Inquiry: Preservice ElementaryTeachers’Mobilization and Adaptation of Science Curriculum Materials. Journal of Reseach in Science Teaching.Vol. 47.No. 7 pp. 820839. Galbreath, J. (Ed).1999. “Preparing the 21st: Century Worker: The link Between Computer-Based Technology and Future Skill Sets”.Educational Technology.Calorado.14-22. Gozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Problem IBM SPSS 19. Semarang:Badan Penerbit UNDIP. Gunckel, KL. 2010. Make School Science More Like Scientists’ Science.Science Childen A Year of Inquiry.Volume 48.Number 1. America: National Science Teacher Association. Delta Education.p.47-51 Hanauer, D.I., Hatfull,G.F., Jacobs-Sera, D., 2009. Active Assessment:Assessing Scientific Inquiry.USA: Springer. Hibbard KM. 2008. Performance Assessment In The Science Classsroom.USA: McGraw-Hill Companies, Inc. Hirsh, S. and Killion, J., 2009.When Educator learn Student Learn.Eight Principles of Profesional Learning. Consisten and Powerfull beliefs that underlie action are essential to Sustained System and School Improvement. Indiana:Phi Delta Kappa International Inc. Hoerr, TR., 2007. Buku Kerja Multiple Intellligences.Pengalaman New Cyty School di ST Louis, Missouri.AS. Dalam Menghargai Aneka Kecerdasan Anak.. Bandung: Penerbit Kaifa T Mizan Pustaka. Jalal F. 2007. Sertifikasi Guru untuk Mewujudkan Pendidikan yang Bermutu. Makalah disamaikan pada Seminar pendidikan yang diselenggarakan oleh Program Pasca Sarjana Unair. Tanggal 28 April 2007. Surabaya. Johnson, EB. 2009. Contextual Teaching & Learning. Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Bandung: Penerbit MLC. Joyce, BR, Marsha W & Calhoun, E. 2000.Models of Teaching 6thed. New Jersey: A Pearson Education Company Kuhlthau, C.C., Leslie K., Maniotes and Caspari, AK. 2007. Guided Inquiry: learning in The 21st Century School. USA: Libraries Unlimited, Inc. Nieswandt, M. and Bellomo, K. 2009.Written Extended-Response Question as Classrom Assesment Tool for Meaningful Understanding of Evolutionary Theory.Journal of Research in Science Teaching.46. 333-356 Olivera, A.W. 2010. Improving Teacher Questioning in Science Inquiry Discussion Through Professional Development. Journal of Research in Science Teaching.Vol.47.No.4.pp 422-453. Ono, Y. and Ferreia,J. 2010. A Case studio g continuing teacher professional development trouhgh lesson study in saout Africa.Sauth Africa Journal. Vol 30.pp 59-74 Depdiknas 2005. UU No. 14. Tahun 2005. Tentang Guru dan Dosen
16
Depdiknas, 2005.Peraturan pemerintah No 19 Tahun2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Depdiknas 2008.Peraturan pemerintah No.74 Tahun 2008 Tentang Guru. Mc Bride, J.W. Bhatti, M.I, Hanan, M.A., Feinberg, M. 2004. Using an Inquiry approach to teach science to secondary school science teachers. Physics Education DOI: 10.1088/0031-9120/309/5/001.(Online), (http://phy205.physic.tamu.edu/WebPageDocuments/Article_UsingInquiry.pdf), diakses tanggal 25 September 2012 Roebrig, G.H. and Luft, J.A. 2004. Constrain Experienced by BeginingSecondary Science Teacher in Implementing scientific Inquiry Lesson. International Journal of Science Education. 26.3-4 Shavelson, R.J. and Towne, L. 2002. Scientific Reasearch in Education.. Washington: National academy Press Sutman, FX., Schmuckler, JS.,Woodfield, YD.,2008. The Science Quest. Using Inquiry/Discovery To Enhance Student Larning. San Francisco:Jossey-Bass. Scott, C.,Tomasek, T and Matthews, CE., 2010. Thingking Like a Sssscientist!.Science Childen A Year of Inquiry.Volume 48.Number 1.America: National Science Teacher Association. Delta Education.P.38-42. Shanaban, MC. 2010. Reading as Scientist: Student Evaluate the Quality of Scientific Study. Science Childen A Year of Inquiry.Volume 48.Number 1.America: National Science Teacher Association. Delta Education.P.54-58. Sato, M., Chung, RR., Darling-Hammond, L.2008Improving Teachers’Assessment Practices Through Professional Development:The Case of National Board Certification. American Educational Research JournalMonth XXXX, Vol. XX, No. X, pp. X –X DOI: 10.3102/0002831208316955© 2008 AERA. http://aerj.aera.net Susilo, H. Chotimah, H. Joharmawan, R., Jumiati, Sari, YD, Sunarjo, 2011. Lesson Study Berbasis SekolahGuru Konservatif menuju Guru Inovatif. Malang: Banyumedia Toyada, H. 2011. Origin of Lesson Study and Post-war Education. Lesson Study inJapan (National Association for the Study of Educational Method, Eds.).Japan: Keisuisha, Co. Wallace, MR. 2009. Making Sennce of The Lingk: Profesional development, Teacher Practice, and student achievement. Teachers College Record.www/http terecord.org.proxyl.cl.msu.edu/library/Printcontent.asp?https://www.msu.ed u/~wallacem/MARCY/PUBLICATION/_%20Making%20Sense%20of%20t he%20Links...pdf diunduh 5 Maret 2012 Wort, K. And Grollman, S. 2003.Worms Shadows and Whirlpoolls. Portsmouth. NH. Heinemann.http://www.eric.ed.gov/ERICWebPortal/recordDetail?accno=ED481899