Analisa Pengaruh Konsentrasi dan Stabilitas Surfactant Non Ionic Terhadap Temperature Duration Resistant Test Melalui Proses Imbibisi Spontanius ( Studi laboratorium ) Analysis of Concentration Effect and Non Ionic Surfactant Stability on Temperature Duration Resistant Test through Spontaneous Imbibition Process: A Laboratory Study Oleh Mochamad Fajar Sany* Ir. Leksono Mucharam M.sc., Ph.D. ** Sari Usaha untuk meningkatkan perolehan minyak adalah dengan metode EOR (Enhanced Oil recovery). Metode EOR digunakan untuk meningkatkan faktor perolehan minyak dengan cara memperbaiki efisiensi pendesakan dan efisiensi penyapuan volumetrik. Efisiensi pendesakan dapat ditingkatkan dengan menurunkan saturasi minyak tersisa (Sorw). Metode injeksi larutan surfaktant, suatu zat aktif yang dapat menurunkan tegangan antar muka antara minyak dan air di reservoir, efektif untuk menurunkan saturasi minyak yang terjebak dalam pori-pori batuan (Sorw) sehingga dapat meningkatkan faktor perolehan minyak. Paper ini membahas pengaruh konsentrasi dan lamanya pengkondisian temperatur surfaktant terhadap faktor perolehan minyak melalui proses imbibisi. Minyak yang digunakan adalah minyak dari lapangan x dengan 38 o API dan viskositas 0.85 cp pada tekanan awal reservoir sebesar 1240 psi dan temperature 182 o F. Dari hasil tes imbibisi, terlihat adanya peningkatan perolehan minyak dengan semakin lamanya waktu pemanasan surfaktan selama sepuluh hari, dengan faktor perolehan sebesar 32.7% dari OOIP. Namun pada pemanasan selama lima belas hari, perolehan minyak semakin turun. Pada konsentrasi 1%, dan 2%, menunjukkan lamanya pemanasan surfaktan, perolehan minyak semakin menurun, dengan faktor perolehan minyak tertinggi pada pemanasan selama enam jam masing-masing sebesar 63 %, dan 52,6%. Kata Kunci : Surfaktan, Konsentrasi, Waktu pemanasan, Tegangan antarmuka, imbibisi Abstract A method to improve oil recovery is called EOR method. An EOR method is used to increase oil recovery by decreasing residual oil saturation (Sorw), improving displacement efficiency and volumetric sweep efficiency. Improvement of displacement efficiency could do by decreasing residual oil saturation leave in a reservoir. Surfactant injection method, an active material, which could lower surface tension between oil and reservoir formation water, is effective to decreasing oil saturation trap in reservoir pores (Sorw), so it could increase oil recovery factor. This paper investigates the effect of local surfactant concentration (non-ionic local surfactant with 60% active content) and temperature duration resistant test before surfactant used in imbibitions process. The oil used in this experiment obtained from X field with 38 oAPI and 0.85 cp of viscosity at initial reservoir pressure of 1240 psi and 182 oF of temperature. From imbibitions test, the result showed that there were significant oil recovery with the temperature duration of 0.05% surfactant concentration, and highest oil recovery factor of 32.7 % is at 10 days temperature duration resistant test . Temperature duration resistant test a 0.05 % surfactant until 15 days make the oil recovery decrease. For 1% and 2% surfactant concentration, the result showed that duration temperature effect could decrease the oil recovery factor. In this case the highest oil recovery factor is at 6 days temperature duration resistant time of 63% and 52.6% from each concentration. Keywords : Surfactant, Concentration, Temperature duration resistant test, Interfacial tension, Imbibition *
Mahasiswa Program Studi Teknik Peminyakan ITB Pembimbing/ Dosen Program Studi Teknik Peminyakan ITB
**
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal reservoir diproduksikan, minyak akan berproduksi secara alamiah tanpa adanya penambahan energi dari luar. Tahap inilah yang dikenal sebagai tahap pengurasan primer. Seiring dengan waktu produksi, maka tekanan reservoir akan mengalami penurunan, untuk
mempertahankan produksi, maka diperlukan drawdown (Pr-Pwf) dan produktivity indeks yang konstant. Agar didapatkan nilai drawdown yang konstant, penurunan tekanan reservoir sebanding dengan penurunan tekanan alir dasar sumur, pada suatu waktu, penurunan tekanan alir dasar sumur akan mencapai tekanan alir dasar sumur minimum. Oleh karena itu dibutuhkan energi dari luar untuk mempertahankan tekanan reservoir agar produksi tidak terus menurun. Tahap inilah yang dikenal sebagai tahap pengurasan
Mochamad Fajar Sany, 12203016 sem1 2007/2008
1
sekunder dengan metode injeksi air. Injeksi air selain bertujuan untuk mempertahankan tekanan reservoir juga untuk mendorong minyak yang masih tersisa di reservoir menuju sumur produksi. Untuk mempertahankan tekanan reservoir, digunakan metode injeksi air pada batas luar air dan minyak, sedangkan untuk mendorong minyak ke sumur produksi, digunakan injeksi air berpola. Injeksi air dapat memberikan nilai perolehan sebesar 50% dari OOIP. Namun injeksi air tidak efektif lagi bila sudah terjadi water breakthrough, karena hal ini akan mengakibatkan water cut naik, sementara oil cut akan terus menurun, karena minyak terjebak dalam pori-pori mikroskopik batuan dan bersifat immobile. Oleh karena itu diperlukan usaha peningkatan perolehan minyak (EOR) lanjut seperti penggunaan injeksi larutan surfaktan yang bermanfaat untuk menurunkan tegangan antar muka antara minyak dan permukaan pori-pori batuan, sehingga menurunkan saturasi minyak tersisa di reservoir (Sorw). Profil kinerja reservoir saat mulai berproduksi sampai dilakukan metode peningkatan perolehan minyak (EOR) dapat dilihat pada gambar 1.
Monomer dari suatu surfaktan terdiri dari kelompok polar (liphophilic) moeiteis dan kelompok nonpolar (hydrophilic) moeiteis. Keseluruhan bagian molekul surfaktan biasa disebut juga sebagai amphiphile, karena mengandung kelompok polar dan nonpolar. Gugus hidrokarbon pada surfaktan bereaksi sangat lemah dengan molekul air dalam suatu sistem larutan. Karena sifatnya yang bereaksi lemah dengan molekul air, maka gugus hidrokarbon ini disebut hydrophobic. Sedangkan kelompok polar bereaksi kuat dengan molekul air, sehingga disebut hydrophilic.
Gambar 2. Skema molekul surfaktan2
Gambar 1. Kinerja Reservoir selama masa produksi1
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surface active agent atau yang lebih dikenal sebagai surfaktan merupakan zat kimia yang mengadsorbsi atau terkonsentrasi pada permukaan atau pada batas muka antar fluida ketika hadir dengan konsentrasi yang rendah dalam suatu sistem. Surfaktan mengubah sifat pada interface antar fluida, yang paling nyata adalah menurunkan tegangan permukaan antar fluida (interfacial tension). Bentuk umum dari surfaktan terdiri dari gugus hidrokarbon yang bersifat nonpolar dan gugus yang bersifat polar. Gugus hidrokarbon pada surfaktan biasa disebut ”ekor” dan gugus yang bersifat polar disebut ”kepala”. Gugus hidrokarbon dapat berupa rantai lurus maupun bercabang.
2
Kecenderungan molekul surfaktan lebih bersifat hydrophilic maupun hydrophobic inilah yang memberikan karakteristik surfaktan sebagai zat surface active agent. Konstanta empiris hydrophilic /lipophilic balance (HLB) sering digunakan untuk menentukan karakteristik surfaktan lebih bersifat hydrophilic atau hydrophobic. Konstanta empiris inilah yang menentukan surfaktan cenderung larut dalam minyak atau air, dan kecenderungan surfaktan untuk membentuk emulsi minyak dalam air atau air dalam minyak. Pada proses EOR injeksi surfaktan digunakan untuk menurunkan tegangan antar muka minyak-fluida injeksi agar perolehan minyak meningkat. Efisiensi injeksi akan meningkat sesuai dengan penurunan tegangan antar muka (LC. Uren & Fahmy)3. Ojeda et al3 (1954) memberikan kriteria parameter-parameter yang penting untuk menentukan kinerja injeksi surfaktan, yaitu : 1. Geometri pori 2. Tegangan antar muka 3. Wettability dan sudut kontak 4 Perbedaan tekanan ( P) dan P/L
TM-FTTM-ITB Sem1 2007/2008
5. Karakteristik perpindahan kromatografis surfaktan pada sistem tertentu. Ada dua konsep yang telah dikembangkan pada penggunaan surfaktan untuk meningkatkan faktor perolehan minyak. Konsep pertama adalah menginjeksikan larutan yang mengandung surfaktan dengan konsentrasi yang rendah. Surfaktan dilarutkan dalam air atau minyak dan berada dalam jumlah yang setimbang dengan gumpalangumpalan surfaktan yang dikenal sebagai micelle. Sejumlah besar fluida, sekitar 15 sampai 60% pore volume diinjeksikan ke dalam reservoir untuk mengurangi tegangan antar muka antara minyak dan air sehingga perolehan minyak meningkat. Konsep kedua adalah larutan surfaktan dengan konsentrasi yang lebih tinggi diinjeksikan kedalam reservoir dalam jumlah yang lebih kecil (3-20% PV). Micelle yang terbentuk dapat berupa dispersi stabil air di dalam hidrokarbon, ataupun dispersi hidrokarbon dalam air. Imbibisi adalah prose pendesakan terhadap fluida non-wetting phase (minyak) oleh fluida wetting phase (air atau larutan surfaktan). Imbibisi terjadi ketika batuan porous yang berisi fluida mengalami kontak dengan fluida lain yang dapat membasahi batuan tersebut. Jika batuan porous terisi oleh minyak yang tersaturasi diatas nilai residualnya, maka air atau fluida lain yang lebih membasahi dapat masuk ke dalam ruang pori-pori dan mendesak sebagian minyak yang terjebak di dalamnya. 2.2 Struktur dan Klasifikasi Surfaktan Surfaktan dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat ionik dari gugus polar yang disebut ”kepala” sebagai anionic, cationic ,nonionic, dan zwitterionic. Beberapa contoh dari jenis-jenis surfaktan adalah : 1. Anionic, sodium dodecylsulfate. Didalam larutan, molekulnya terionisasi, kelompok polar surfaktan ini bermuatan negatif. 2. Cationic, dodecyltrimethylammonium bromide. Dalam larutan, terjadi ionisasi, dan kelompok polar bersifat positif. 3. Nonionic,dodecylhexaoxyethilene gycol monoether. Molekul pada surfaktan ini tidak terionisasi dalam larutan, dan bagian ”kepala” (polar) lebih besar dari ”ekor” (nonpolar).
Gambar 3. Struktur beberapa surfaktant 2
Surfaktan anionics dan nonionics sering digunakan pada proses EOR. Surfaktan anionics digunakan luas karena sifatnya yang relatif stabil, adsorbsi yang rendah terhadap batuan reservoir dan ekonomis. Surfaktan nonionics biasa digunakan sebagai cosurfactant untuk meningkatkan performa surfaktan, karena sifatnya yang tahan terhadap salinitas air formasi yang tinggi, tetapi sifatnya yang dapat menurunkan tegangan permukaan yang rendah tidak sebaik jenis anionics. Surfaktan cationics jarang digunakan karena sifat adsorbsinya yang besar terhadap batuan reservoir. 2.3 Efek Terhadap Temperatur Surfaktan ionics, kenaikan temperatur pada umumnya akan meningkatkan kemampuannya untuk lebih larut, baik komponen polarnya maupun nonpolarnya, hal ini mungkin terjadi karena kenaikan temperatur agitasi akan meningkatkan ruang untuk kelarutan dalam micelle. Menurut Elworthy2, persentasi kenaikan untuk sifat kelarutannya pada temperatur yang tinggi berbanding terbalik terhadap kelarutannya pada temperatur rendah. Pada Surfaktan nonionics polyoxyethylenated, efek kenaikan temperatur yang terjadi tergantung pada zat alami yang dikandungnya. Material nonpolar, seperti aliphatic hydrocarbon dan alkyl halides yang terlarut pada inti micelle, menunjukkan sifat kelarutan naik ketika temperatur naik, kenaikan terus terjadi sampai mencapai temperatur ”cloud point”. Kenaikan yang cepat ini tepat dibawah temperatur ”cloud point” dikarenakan oleh besarnya kenaikan tingkat aggregasi pada micelle.
Mochamad Fajar Sany, 12203016 sem1 2007/2008
3
III. ALAT DAN BAHAN 3.1 Alat Percobaan Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah alat imbibition cell yang terdiri dari cell yang terbuat dari bahan kaca tahan panas (pyrex) dan dilengkapi dengan spiral yang berfungsi menahan core agar bagian core seluruhnya kontak dengan surfaktan. Alat ini juga dilengkapi dengan buret disertai skala ukur dengan ketelitian sebesar 0.01 ml yang dipasang melekat dengan tutup cell yang terbuat dari pyrex. Untuk mencegah agar alat ini tidak bocor, maka alat ini dilengkapi dengan karet dan baut pengencang antara buret penutup dengan cell. Skema alat percobaan dapat dilihat pada Gambar 4 .
karakteristik dari minyak dan air formasi yang digunakan di tampilkan pada lembar lampiran A, sifat karakteristik minyak dan air formasi. Air formasi atau brine dan minyak dihitung densitasnya mengunakan picnometer dan didapatkan nilai densitas pada suhu ruang (26 o C) sebesar 1.03 gr/cc dan densitas minyak sebesar 0.813 gr/cc. Untuk menghitung densitas fluida menggunakan pycnometer digunakan rumus sebagai berikut :
ρ=
[(berat picnometer + fluida) − (berat picnometer)] volume picnometer
(1)
Tabel 1. Penentuan densitas air formasi Berat Kering (gram) 1
2
3
Ratarata
12.5
12.5
12.5
12.5
Volume picnometer (ml) 10
Berat picnometer + minyak (gram) 1
2
3
22.8
22.8
22.8
Berat brine (gram)
Ratarata 22.8
10.3
Densitas minyak = 1.03 gram/cc
Tabel 2. Penentuan densitas minyak Berat Kering (gram) 1
2
3
Ratarata
10.89
10.89
10.89
10.89
Berat picnometer + minyak (gram)
Gambar 4. Skema Alat Imbibition cell4
3.1.1 Alat Pendukung a. Pompa vakum b. Neraca digital c. Oven d. Jangka Sorong e. Pycnometer f. Pipa paralon dengan ID 1 inch (15 buah) g. Magnestirer h. Syring IV. PERSIAPAN DAN PROSEDUR PERCOBAAN Sebelum melaksanakan percobaan, perlu dipersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan. Percobaan yang dilakukan di laboratorium ini menggunakan sampel minyak dan air formasi dari lapangan X. Untuk
4
1
2
3
Ratarata
19.2
19.2
19.2
19.2
Volume picnometer (ml) 10 Berat minyak (gram) 8.31
Densitas minyak = 0.813 gram/cc
4.1 Pembuatan Artificial Core Core yang digunakan dalam percobaan ini dibuat dari campuran pasir dan semen dengan komposisi semen 20 % dan pasir 80 % sebanyak 18 buah. Core ini berdiameter antara 2.55 cm sampai 2.57 cm dan panjang berkisar 4.9 sampai 5.12 cm. Berikut ini adalah data dimensi core yang digunakan dalam percobaan ini.
TM-FTTM-ITB Sem1 2007/2008
Tabel 3. Data dimensi dan Porositas Core Diameter rata-rata (cm)
Panjang ratarata (cm)
Volume bulk (cc)
Porositas
F-1 F-2
2.56 2.57
4.94 5.10
25.50 26.46
25.76 26.03
F-3
2.65
4.83
26.61
25.43
F-4 F-5
2.57 2.64
5.07 4.69
F-6 F-7
2.57 2.55
5.12 5.02
26.30 25.72 26.49 25.62
24.74 29.69 24.93 24.58
F-8
2.56
4.96
25.45
25.57
F-9 F-10
2.66 2.54
4.98 4.75
27.68 24.27
26.04 17.33
F-11 F-12
2.50 2.52
5.06 5.15
24.87 25.69
27.59 25.09
F-13 F-14 F-15
2.64 2.63 2.56
4.43 4.30 4.82
24.30 23.29 24.78
28.75 26.62 25.96
F-16
2.66
4.86
26.98
24.76
F-17
2.66
4.98
27.68
26.04
Nama Core
(%)
4.2 Pembuatan Larutan Surfaktan Surfaktan yang digunakan dalam percobaan ini surfaktan lokal non-ionic dengan active content 60%. Untuk membuat larutan surfaktan dengan konsentrasi tertentu, perlu dilakukan pengenceran dengan menggunakan brine sejumlah tertentu. Oleh karena itu perlu dibuat stock solution surfaktan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Wsr =
Wse xCse AC
(2)
Dimana : Wsr Wse Cse AC
= Berat surfaktan yang dibutuhkan (gr) = Berat larutan surfaktan yang diinginkan (gr) = Konsentrasi larutan surfaktan yang diinginkan (%) = Active content
Sedangkan untuk menghitung brine yang dibutuhkan menggunakan rumus :
Wbrine = Wse − Wsr
(3)
Dimana Wbrine = Berat brine (gr) Wse = Berat larutan surfaktan yang diinginkan (gr) Wsr = Berat surfaktan yang dibutuhkan Sedangkan untuk membuat larutan surfaktan yang konsentrasinya lebih rendah daripada larutan stock, menggunakan hukum pengenceran :
W1M 1 = W2 M 2
(4)
Dimana W1 = Berat larutan stok surfaktan (gr) M1 = Konsentrasi larutan stok surfaktan (%) W2 = Berat Larutan surfaktan yang Diinginkan (gr) M2 = Konsentrasi larutan surfaktan yang Diinginkan (%) 4.3 Prosedur Percobaan Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pada lamanya pemanasan temperatur pengkondisian surfaktan untuk konsentrasi 0.05%, 1%, dan 3%. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkondisian larutan surfaktan dengan melakukan pemanasan selama 6 jam, 2 hari, 6 hari, 10 hari dan 15 hari. Larutan surfaktan yang sudah disiapkan dalam botol dimasukan kedalam oven pemanas dengan suhu sebesar 90 oC. Artificial core yang telah dibuat diukur dimensinya dan ditimbang berat keringnya. Selanjutnya core tersebut dijenuhkan dengan minyak dengan cara direndam didalam labu kaca serta divakum dan dipanaskan dalam oven bertemperatur 90oC selama kurang lebih tiga hari. Dengan menimbang berat basah dapat dihitung nilai porositas dari masingmasing core. Surfaktan yang sudah dilakukan pemanasan kemudian digunakan untuk merendam core yang sudah dijenuhkan dengan minyak. Core dimasukan kedalam imbibition cell dengan terlebih dahulu diletakan spiral untuk menjaga agar seluruh permukaan core kontak dengan larutan surfaktan. Setelah core dimasukkan kedalam imbibition cell, kemudian dipasang karet pada penutup agar tidak bocor. Imbibition cell yang sudah berisi core yang direndam dalam larutan surfaktan kemudian dimasukan kedalam oven bertemperatur 90 oC , pemberian temperatur ini bertujuan untuk mensimulasikan dengan temperatur reservoir. Volume minyak yang terbaca pada buret berskala dicatat setiap hari. Waktu perendaman (soaking time) berkisar antara empat sampai lima hari atau sampai volume minyak yang
Mochamad Fajar Sany, 12203016 sem1 2007/2008
5
dicatat setiap hari, tidak lagi mengalami perubahan. Volume minyak yang dihasilkan dapat dikonversi menjadi faktor perolehan minyak terhadap volume minyak awal yang tersaturasi dalam core. V. HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan imbibisi ini dilakukan untuk melihat pengaruh konsentrasi dan lamanya waktu pemanasan surfaktan terhadap besarnya faktor perolehan. Respon kinerja surfaktan terhadap peningkatan perolehan minyak yang dinyatakan dalam Imbibition Oil recovery terhadap besarnya saturasi minyak awal (OOIP) dalam persen, untuk tiga konsentrasi yang digunakan dalam percobaan dan waktu pemanasan menunjukkan hasil bervariasi. 5.1 Surfaktan Konsentrasi 0.05 % Berat Besarnya faktor perolehan minyak yang dinyatakan dalam Imbibition Oil recovery % pore volume untuk beberapa waktu pengkondisian temperatur yang diujikan dapat dilihat pada Gambar 5 :
Gambar 5. Imbibition Oil recovery surfaktan konsentrasi 0.05% berat untuk beberapa temperatur duration resistant test.
Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa nilai perolehan minyak (IOR % PV) pada konsentrasi yang sama, meningkat sebanding dengan lamanya waktu pengkondisian temperatur surfaktan. Lamanya waktu pengkondisian temperatur untuk konsentrasi 0.05% berat yang diujikan dalam percobaan ini yakni selama enam jam, enam hari, sepuluh hari dan lima belas hari. Imbibition Oil recovery pada pengkondisian temperatur pemanasan selama enam jam mencapai 21.77 % pada akhir kondisi imbibisi, kemudian IOR meningkat menjadi 26.6% pada pemanasan surfaktan enam hari, dan mencapai puncaknya pada pemanasan surfaktan selama sepuluh hari menjadi 32.73%. Untuk pemanasan surfaktan selama lima belas hari, IOR menurun tajam hanya mencapai 4.32 %.
6
Performa maksimum surfaktan terjadi pada pemanasan sepuluh hari, hal ini mungkin terjadi dengan dilakukannya pemanasan, akan meningkatkan aktivasi surfaktan untuk mengurangi tegangan antar muka minyak dan air formasi serta dengan batuan reservoir. Ketika dipanaskan aktivasi surfaktan terlarut dalam minyak akan meningkat, sampai suatu saat pemanasan tersebut malah akan merusak kinerja surfaktan untuk mengurangi tegangan antar muka. Pada diagram batang gambar 5, juga disajikan nilai Imbibition Oil Recovery fluida wetting air formasi, hal ini digunakan sebagai dasar untuk menilai performa penggunaan surfaktan. Saat waktu pemanasan lebih dari sepuluh hari, surfaktan tidak efektif lagi untuk meningkatkan nilai perolehan minyak, terlebih lagi, perolehan minyak pada waktu pengkondisian ini lebih buruk dari penggunaan air formasi. 5.2 Surfaktan Konsentrasi 1% Berat Kinerja penggunaan surfaktan dengan besar konsentrasi 1% berat disajikan dalam bentuk diagram batang pada Gambar 6 dibawah ini :
Gambar 6. Imbibition Oil recovery surfaktan konsentrasi 1 % berat untuk beberapa temperatur duration resistant test.
Pemanasan surfaktan selama enam jam menghasilkan IOR yang paling besar dibandingkan dengan pemanasan selama dua hari, enam hari dan lima belas hari. Perolehan minyak pada pemanasan selama 6 jam adalah 63.23 % pore volum, sebesar 25.45 % untuk pemanasan selama dua hari, sebesar 23.89 % untuk pemanasan selama enam hari, dan sebesar 17.6% untuk pemanasan selama lima belasa hari. Dapat dilihat anomali yang terjadi pada pemanasan selama enam jam ini mungkin terjadi karena permeabilitas core yang digunakan lebih besar daripada core yang digunakan untuk melakukan percobaan imbibisi dengan waktu pemanasan surfaktan yang lain. Tren yang terjadi adalah semakin
TM-FTTM-ITB Sem1 2007/2008
5.3 Surfaktan Konsentrasi 2% Berat Perolehan minyak pada konsentrasi 2% ini menunjukan tren yang hampir sama dengan surfaktan dengan konsentrasi 1%. Perolehan minyak pada konsentrasi 2% dengan berbagai waktu pemanasan surfaktan disajikan pada gambar 7 dibawah ini :
langsung dengan udara luar, dan mungkin dapat mengubah sifat wettabilitynya. 5.4 Prediksi Kinerja Surfaktan Prediksi kinerja surfaktan dalam kaitannya untuk meningkatkan perolehan minyak dapat dilakukan dengan membuat grafik hubungan faktor perolehan minyak (Imbibition Oil Recovery Factor) dengan temperature duration resistant test surfaktan. Grafik disajikan dalam Gambar 8 berikut : Temperatur Duration Resistant Time vs Imbibition Oil Recovery 70 0.05%
Im b ib itio n O il R e co ve r y % P V
lama waktu pemanasan pada konsentrasi 1% ini memberikan nilai perolehan minyak yang semakin menurun. Kinerja surfaktan berkaitan dengan fungsinya menurunkan tegangan permukaan antar fluida dengan fluida dan fluida dengan butir batuan reservoir menurun sebanding dengan lamanya pemanasan surfaktan. Menurut teori kenaikan temperatur akan meningkatkan kemampuan surfaktan untuk terlarut dalam minyak. Namun pada percobaan ini temperatur dijaga tetap sebesar 90oC, yang membedakan adalah pengkondisian temperatur surfaktan sebelum dilakukan proses imbibisi.
60
2% 1%
50
Linear (2% ekstrapolasi) Linear (1 % ekstrapolasi) Linear (0.05 ekstrapolasi)
40 30 20 10 0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 Temperature Duration Resistant Time (days)
Gambar 8. Grafik Prediksi Kinerja Surfaktan
Gambar 7. Imbibition Oil Recovery surfaktan konsentrasi 2% berat untuk beberapa temperatur duration resistant test.
Pada Gambar 7 diatas, perolehan minyak dengan waktu pemanasan surfaktan selama enam jam sebesar 52.64 %, sebesar 45.25 % untuk waktu pemanasan selama dua hari, sebesar 37.65 % untuk pemanasan selama enam hari, dan sebesar 45.2 % pemanasan selama sepuluh hari. Pada pemanasan selama sepuluh hari ini dapat dilihat kejanggalan yang terjadi, tren yang terjadi pada konsentrasi 2% ini adalah semakin lama waktu pengkondisian surfaktan, akan mengakibatkan faktor perolehan minyak menurun, namun data yang didapat untuk perolehan minyak pada waktu pengkondisian selama sepuluh hari menunjukan kenaikan dibandingkan dengan perolehan minyak pada waktu pengkondisian selama enam jam. Anomali yang terjadi ini mungkin diakibatkan oleh permeabilitas core yang digunakan lebih besar, dapat juga dikarenakan karena core sebelum digunakan untuk proses imbibisi ini terlalu lama kontak
Dari grafik pada Gambar 8 diatas, dapat diprediksi, untuk konsentrasi 0.05 %, surfaktan sudah tidak aktif lagi pada duration temperature resistant time selama enam belas hari. Sedangkan untuk konsentrasi 1%, surfaktan masih bisa aktif bekerja sampai waktu pemanasan selama tiga puluh sembilan hari, sedangkan untuk konsentrasi 2%, surfaktan dapat aktif sampai waktu pemanasan selama dua puluh enam hari. Grafik ini dibuat berdasarkan pertimbangan hubungan yang linier antara dua waktu pemanasan terakhir. Grafik ini dapat dijadikan pertimbangan untuk pemilihan konsentrasi surfaktan yang memberikan hasil yang efektif, dan juga dapat dijadikan pertimbangan untuk menentukan waktu pemompaan surfaktan pada metode huff n puff surfactant injection yang optimum. Pertimbangan untuk menggunakan zat pendukung operasional metode injeksi surfaktan dapat juga dilakukan, seperti penggunaan cosurfactant, alkaline ataupun polymer. VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Temperature duration time dapat menyebabkan efisiensi surfaktan menurun. Namun untuk konsentrasi 0.05%, efisiensi
Mochamad Fajar Sany, 12203016 sem1 2007/2008
7
surfaktan naik, efisiensi surfaktan turun pada pemanasan lima belas hari. Surfaktan non-ionic cenderung tahan terhadap salinitas air formasi yang tinggi. Dari percobaan ini dapat dibuat parameter yang dapat memprediksi kinerja surfaktan, sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam perencanaan injeksi surfaktan. Penentuan permeabilitas dan porositas yang seragam untuk melakukan studi ini penting, karena faktor perolehan sensitif terhadap hal ini, sehingga hasil percobaan akan lebih akurat. Penggunaan zat additif lain dalam injeksi surfaktan patut untuk dipertimbangkan, sehingga dapat meningkatkan efektivitas kerja surfaktan.
2. 3.
4.
5.
3.
4.
Siregar, Septoratno :“ Teknik Peningkatan Perolehan”, Departemen Teknik Perminyakan ITB, 2000 Standard Operating Procedur, ChemEOR, www.ChemEOR.com
6.2 Saran Penelitian lebih lanjut untuk menentukan konsentrasi dan waktu pengkondisian pemanasan surfaktan serta sifat pembentukan microemulsi, dan mekanisme pendesakan minyak dengan injeksi surfaktan dan pengukuran tegangan antar muka sebelum dan sesudah proses imbibisi dapat memberikan informasi yang lebih rinci dalam . menentukan efektivitas surfaktan. DAFTAR SIMBOL Sorw = Residual oil saturation, % OOIP = Original Oil in Place IOR = Imbibition Oil Recovery = Porositas, % = Densitas, gr/cc P = Perbedaan tekanan, psi PV = Pore volume, cc VII. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ir. Leksono Mucharam M.sc., Ph.D. atas bimbingan dan bantuan finansial selama melaksanakan penelitian, teman-teman kuliah serta kepada peneliti di laboratorium EOR, mas David, mba Saras dan mba Dwi dan juga pegawai laboratorium yang telah memberikan bimbingan dan bantuan untuk menyelesaikan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA 1.
Madaoui, K and Marcel Pejhan : “Reservoir Engineering Course” Total Professeurs Associes (2007). Grees, Don. W and G. Paul Willhite : “Enhanced Oil Recovery”, SPE, Richardson Texas (1998).
2.
8
TM-FTTM-ITB Sem1 2007/2008
LAMPIRAN A KARAKTERISTIK AIR FORMASI DAN MINYAK LAPANGAN X
Tabel A.1 Karakteristik minyak dan air formasi lapangan X
182 oF 303 SCF/STB
Reservoir Temperature Initial solution gas Initial formation volume factors: Oil Gas Initial oil viscosity Water viscosity Current Field Water Cut
1.212 RB/STB 0.00184 RB/SCF 0.85 cp 0.38 cp 60%
o
API Oil
38 0.77 14000 ppm
g
Water Salinity
Tabel A.2 Komposisi air formasi synthetic lapangan X Nama Zat KCl
gr/L 0.053937
gr/3L 0.161811
gr/5L 0.269684
CaCl 2.2H2O
1.540545
4.621635
7.702725
MgCl2.6H2O
1.077079
3.231236
5.385393
NaHCO3
1.214532
3.643596
6.072661
Na2CO3
0.037098
0.111293
0.185489
Na2SO4 NaCl Total
0.181993 20.468601 24.573785
0.545980 61.405804 73.721355
0.909967 102.343007 122.868925
Mochamad Fajar Sany, 12203016 sem1 2007/2008
9
LAMPIRAN B GRAFIK HASIL IMBIBISI UNTUK SURFAKTAN KONSENTRASI 0.05%
Gambar B.1 Produksi kumulatif minyak (cc) vs soaking time (Jam)
Gambar B.2 Imbibition Oil Recovery (% PV) vs Soaking Time (Jam)
10
TM-FTTM-ITB Sem1 2007/2008
LAMPIRAN C GRAFIK HASIL IMBIBISI UNTUK SURFAKTAN KONSENTRASI 1 %
Gambar C.1 Produksi kumulatif minyak (cc) vs soaking time (Jam)
Gambar C.2 Imbibition Oil Recovery (% PV) vs Soaking Time (Jam)
Mochamad Fajar Sany, 12203016 sem1 2007/2008
11
LAMPIRAN D GRAFIK HASIL IMBIBISI UNTUK SURFAKTAN KONSENTRASI 2 %
Gambar D.1 Produksi kumulatif minyak (cc) vs soaking time (Jam)
Gambar D.2 Imbibition Oil Recovery (% PV) vs Soaking Time (Jam)
12
TM-FTTM-ITB Sem1 2007/2008