SKRIPSI
HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN PADA ORANG DENGAN SKIZOFRENIA DI POLI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT JIWA PROF. DR. M. ILDREM MEDAN TAHUN 2015
Oleh MAROLOP MUNTHE 1102077
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015
SKRIPSI
HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN PADA ORANG DENGAN SKIZOFRENIA DI POLI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT JIWA PROF. DR. M. ILDREM MEDAN TAHUN 2015
Skripsi ini digunakan sebagai syarat memperoleh Sarjana Keperawatan (S.kep) di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan
Oleh MAROLOP MUNTHE 1102077
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015
SURAT PERNYATAAN
HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN PADA ORANG DENGAN SKIZOFRENIA DI POLI RAWAT JALAN RS JIWA PROF. DR. M. ILDREM MEDAN TAHUN 2015
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis yang dicantumkan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 08 Juli 2015 Peneliti
Marolop Munthe
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas 1.
Nama
: Marolop Munthe
2.
Nim
: 11.02.077
3.
Umur
: 22 Tahun
4.
Jenis Kelamin
: Laki-laki
5.
Tempat/Tanggal Lahir
: Aeksihim, 10 maret 1993
6.
Agama
: Katolik
7.
Anak ke-
: 6 dari 6 Bersaudara
8.
Nama Ayah
: Kaladius Munthe
9.
Nama Ibu
: Helmi Situmorang
10. Alamat
: Desa Siantar Ca Kecamatan Sosorgadong Kabupaten tapanuli tengah
11. No.Hp
: 082168205134
12 E-mail
:
[email protected]
B. Riwayat
1.
Tahun 1999-2005
: SD Negeri 155706 Aeksihim, Kecamatan Sosorgadong
2.
Tahun 2005-2008
: SMP Negeri 2 Sosorgadong
3.
Tahun 2008-2011
: SMA Sw.St. Fransiskus Aek tolang, pandan
4.
Tahun 2011 s/d sekarang
: Sedang Menyelesaikan Gelar Sarjana Keperawatan (S.kep) di Program Studi Ners
Fakultas
Kebidanan
&
Universitas Sari Mutiara
Indonesia Medan
ii
Keperawatan
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA Skripsi, 08 Juli 2015 Marolop Munthe Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Frekuensi Kekambuhan Pada Orang Dengan Skizofrenia di Poli Rawat Jalan RS Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015. xi + 53 halaman + 6 tabel + 1 skema + 9 lampiran
ABSTRAK Skizofrenia sebuah sindrom kompleks yang dapat merusak pada efek kehidupan penderita. Salah satu penyebab kekambuhan pada pasien skizofrenia adalah kurang teraturnya dalam mengkonsumsi obat harian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan kepatuhan pasien minum obat dengan frekuensi kekambuhan orang dengan skizofrenia di Poli Rawat Jalan RS Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan rancangan cross-sectional study. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien skizofrenia yang dirawat inap di Poli Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan dengan jumlah 92 orang. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Diperoleh hasil, tingkat kepatuhan minum obat pada orang dengan skizofrenia adalah mayoritas tidak patuh 67 orang (72,8%) dan frekuensi kekambuhan pada orang dengan skizofrenia adalah mayoritas rendah yaitu 48 orang (52,2%). Hasil uji stastik chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan kepatuhan minum obat dengan frekuensi kekambuhan pada orang dengan skizofrenia (p = 0,000; p<0,05). Diharapkan klien skizofrenia sadar dan memahami arti pentingnya obat. Peran serta keluarga juga diharapkan dapat memberikan motivasi kepada klien untuk patuh minum obat sehingga timbul keyakinan yang semakin baik untuk terus melakukan kontrol rutin untuk mencegah kekambuhan.
Kata kunci
:
Daftar Pustaka
:
Skizofrenia, kepatuhan minum obat, frekuensi kekambuhan pada ODS 35 (1997-2013)
iii
SCHOOL OF NURSING FACULTY OF NURSING & MIDWIFERY UNIVERSITY OF SARI MUTIARA INDONESIA Scription, 08 July 2015 Marolop Munthe The Relationship Between Medication Adherence And The Frequency Of Relapse Relapse On Persons With Schizophrenia In Poly In Outpatient Departement Prof. Dr. M. Ildrem Year 2015. xi + 53 page + 6 table + 1 schema + 9 Attachment
ABSTRACT Schizophrenia is a complex syndrome that effect of the patient's life. Non medication adherence is were there any one cause of relapse rate in schizophrenia. This study aims to determine the relationship between medication adherence and the frequency of relapse on persons with schizophrenia in outpatient Departement Prof. dr. M. Ildrem Medan Year 2015. The method used a descriptive correlation with cross-sectional study. The population in this study were all patients with schizophrenia who are hospitalized in Poly Outpatient Psychiatric Hospital Prof. dr. M. Ildrem Medan.The number of 92 people. The sampling technique used was purposive sampling. The results study showed thay of medication adherence in people with schizophrenia are not obedient majority 67 (72.8%) and the frequency of relapse in people with schizophrenia is low that the majority of 48 people (52.2%). Results stastik chi-square test showed that there is a relationship that medication adherence with the frequency of relapse in people with schizophrenia (p = 0.000; p <0.05).it’s Expected that schizophrenia persons aware and understand the importance of the medication. The role of the family is also expected to give motivation to the client to take medication causing abiding conviction that the better to continue doing routine controls to prevent a recurrence Keywords :
Schizophrenia, medication compliance, the frequency of recurrence on ODS
Reference :
35 (1997-2013)
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan kasih dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Frekuensi Kekambuhan Pada Orang Dengan Skizofrenia di Poli Rawat Jalan RS Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan tahun 2015”.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, saran dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yangsebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu: 1.
Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan.
2.
Dr.Ivan Elisabeth Purba, M.Kes selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan.
3.
Ns. Janno Sinaga, M.Kep, Sp.KMB, selaku Dekan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
4.
Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku Ketua Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
5.
Jenny Marlindawani Purba, S.Kp, MNS selaku ketua penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membingbing,
membantu serta
memberikan petunjuk dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini. 6.
Asima Sirait, S.Pd, M.Kes selaku penguji I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.
7.
Ns. Galvani Volta, M.Kep selaku penguji II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.
8.
Ns. Jek Amidos Pardede, M.Kep, Sp,Kep.J selaku penguji III yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan saran maupun masukan dalam kelengkapan penulisan skripsi ini.
v
9.
Seluruh Dosen dan Staf di lingkungan Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
10. Ns.
Lience
Herawati
Tambunan,
S.Kep
selaku
Ketua
Pendidikan
Keperawatan Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan 11. Keluarga penulis terutama kedua orang tua penulis, Sebagai bukti kasih sayang dan cinta, serta rasa hormat penulis kepada Ayahanda K.Munthe dan Ibunda H.situmorang, kakak dan abang tersayang serta seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan doa dan dukungan moral sertaa material sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 12. Teman-teman serta semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapakan kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan dan kebaikan skripsi ini serta penulis berharap kiranya skripsi ini akan bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, 08 Juli 2015 Peneliti
(Marolop Munthe)
vi
DAFTAR ISI Hal HALAMAN PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... ABSTRAK ...................................................................................................... ABSTRACT ..................................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR SKEMA ......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................... B. Perumusan Masalah................................................................... C. Tujuan Penelitian....................................................................... 1. Tujuan Umum ....................................................................... 2. Tujuan Khusus ...................................................................... D. Manfaat Penelitian....................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Skizofrenia ................................................................... 1. Definis Skizofrenia ................................................................ 2. Faktor-faktor penyebab Skizofrenia ...................................... 3. Ciri-ciri Skizofrenia............................................................... 4. Tipe Skizofrenia .................................................................... 5. Cara mengatasi Skizofrenia ................................................... B. Konsep Kekambuhan ................................................................ 1. Defenisi Kekambuhan ........................................................... 2. Faktor penyebab terjadinya Kekambuhan ............................. 3. Gejala-gejala kambuh ............................................................ C. Konsep Kepatuhan .................................................................... 1. Defenisi Kepatuhan ............................................................... 2. Teori-teori Munculnya Kepatuhan dalam Mengkonsumsi Obat Harian ........................................................................... 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan ..................... 4. Mengurangi Ketidakpatuhan ................................................. D. Kerangka Konsep ...................................................................... E. Hipotesa Penelitian ....................................................................
vii
i ii iii iv v vii ix x xi
1 5 5 5 5 5
7 7 8 8 12 14 14 14 15 17 19 19 21 25 27 28 28
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian ....................................................... B. Populasi dan Sampel ................................................................. 1. Populasi ................................................................................. 2. Sampel ................................................................................... C. Lokasi Penelitian ....................................................................... D. Waktu Penelitian ....................................................................... E. Defenisi Operasional ................................................................. F. Aspek Pengukuran..................................................................... G. Alat dan Prosedur Pengumpulan Data ...................................... H. Etika Penelitian ......................................................................... I. Pengolahan Data dan Analisa Data ........................................... 1. Pengolahan Data .................................................................... 2. Analisa Data ..........................................................................
29 29 29 29 30 30 31 31 33 33 36 36 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ......................................................................... 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..................................... 2. Analisa Univariat................................................................... 3. Analisa Bivariat ..................................................................... B. Pembahasan ............................................................................... 1. Interpretasi dan Diskusi Hasil ............................................... 2. Keterbatasan Penelitian .........................................................
39 39 39 43 43 43 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................... B. Saran .........................................................................................
52 52
DAFTAR PUSTAKA
viii
DAFTAR TABEL Hal Tabel 2.1
Tipologi gangguan skizofrenia menurut Julianan (2013) ...........
12
Tabel 3.1
Definisi Operasional ...................................................................
31
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Skizofrenia di Poli Rawat Jalan RS. Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015 ............................................................................................
40
Distribusi Frekuensi Kepatuhan Minum Obat Pada Orang Dengan Skizofrenia di Poli Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015 ......................................
42
Distribusi Frekuensi Kekambuhan Minum Obat Pada Orang Dengan Skizofrenia di Poli Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015 ......................................
42
Tabulasi silang Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Frekuensi Kekambuhan Pada Orang Dengan Skizofrenia di Poli Rawat Jalan RS Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan ................
43
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
ix
DAFTAR SKEMA Hal Skema 2.1 Kerangka Konsep Penelitian ..........................................................
x
28
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 2.
Kuesioner Penelitian Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Frekuensi Kekambuhan Pada Orang Dengan Skizofrenia
Lampiran 3.
Surat Izin Penelitian
Lampiran 4.
Surat Selesai Penelitian
Lampiran 5.
Surat Izin Memperoleh Data Dasar
Lampiran 6.
Surat Izin Pengumpulan Data Dasar
Lampiran 7.
Master Data
Lampiran 8.
Output SPSS
Lampiran 9.
Lembar Kegiatan Konsul
xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa yang ditandai oleh adanya penyimpangan yang sangat dasar dan adanya perbedaan dari pikiran, disertai dengan adanya ekspresi emosi yang tidak wajar. Skizofrenia sering ditemukan pada lapisan masyarakat dan dapat dialami oleh setiap manusia (Parawisata 2006). Skizofrenia sifatnya adalah gangguan yang lebih kronis dan melemahkan dibandingkan dengan gangguan mental yang lain. Pasien skizofrenia yang pernah dirawat diRumah Sakit akan kambuh
50-80%,
harapan hidup pasien skizofrenia 10 tahun lebih pendek dari pada non pasien skizofrenia ( Puspitasari, 2009). Skizofrenia mempunyai faktor penyebab diantaranya faktor biologis, genetika, dan faktor psikososial. Penyebab faktor biologis skizofrenia tidak diketahui. Tetapi dalam dekade yang lalu semakin banyak penelitian telah melibatkan peranan patofisiologis untuk daerah tertentu di otak, termasuk system limbic, korteks frontalis, dan ganglia basalis. Ketiga daerah tersebut saling berhubungan sehingga disfungsi pada salah satu daerah mungkin melibatkan patologi primer lainnya (Kaplan & Sadock, 2010). Sedangkan faktor genetik skizofrenia adalah ketidakseimbangan neurotransmitter, kerusakan struktural otak yang disebabkan oleh infeksi virus prenatal atau kecelakaan dalam proses persalinan, dan stressor psikologis Barlow & Durand (2007). WHO (2013)
memperkirakan
sekitar 45 juta orang yang menderita
skizofrenia di dunia. Lebih dari 50% pasien skizofrenia tidak mendapat perhatian dan 90% diantaranya terdapat di negara berkembang dan jumlah pasien yang paling banyak terdapat yaitu di Western Pasifik yaitu 12,7 juta orang. Penyakit ini mempengaruhi lebih banyak dari 1% populasi (Narrow, 1998 dalam Temes, 2012). Persentase tersebut merujuk pada 2,7 juta orang dewasa di Amerika Serikat (Temes, 2012) sedangkan skizofrenia
di
Indonesia
adalah
1
tiga
sampai
jumlah lima
per
pasien 1000
2
penduduk. Hasil survei di rumah sakit Indonesia, ada 0,5-1,5 perseribu penduduk mengalami gangguan jiwa (Riza, 2012). Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi orang dengan skizofrenia (ODS) di Indonesia mencapai 1,27 permil. Kemudian di antara ODS tersebut terdapat 14,3 persen yang dipasung oleh keluarganya sendiri.
Orang dengan Skizofrenia biasanya sukar mengikuti aturan minum obat karena adanya gangguan realitas dan ketidakmampuan mengambil keputusan (Keliat, 2009). Saat di rumah sakit yang bertanggung jawab dalam pemberian dan pemantauan minum obat adalah perawat. Pada klien yang sudah keluar dari rumah sakit maka tugas perawat digantikan oleh keluarga. Jika keluarga tidak memantau klien saat minum obat maka klien mungkin tidak akan minum obat secara teratur. Kepatuhan merupakan fenomena multidimensi yang ditentukan oleh tujuh dimensi yaitu faktor terapi, faktor sistem kesehatan, faktor lingkungan, usia, dukungan keluarga, pengetahuan dan faktor sosial ekonomi. Oleh karena itu, diperlukan suatu komitmen yang kuat dan koordinasi yang erat dari seluruh pihak dalam mengembangkan pendekatan multidisiplin untuk menyelesaikan permasalahan ketidakpatuhan pasien ini (Riyadi & Purwanto, 2009).
Ketidakpatuhan terhadap minum obat merupakan masalah utama dalam pengobatan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dalam minum obat yaitu kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan, tidak mengertinya tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang di tetapkan sehubungan dengan prognosisnya, sukarnya memperoleh obat diluar rumah sakit, mahalnya harga obat, dan kurangnya perhatian dan kepedulian keluarga yang mungkin bertanggung jawab atas pembelian atau pemberian obat itu kepada pasien (Tambayong, 2002).
3
Menurut data yang diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2013, pasien gangguan jiwa yang dirawat jalan berjumlah 15.205 orang, dari jumlah tersebut pasien yang menderita skizofrenia adalah sebanyak 12.184 orang, pasien yang mengalami gannguan jiwa di rawat inap berjumlah 1.949 orang, dari jumlah tersebut penderita skizofrenia sebanyak 1.758 orang, dan peneliti mengambil data pada bulan mei bahwa pasien skizofrenia yang berobat jalan di unit rawat jalan pada bulan Juni 2014 adalah sebanyak 1,110 orang. Dari data di atas dapat dilihat tingginya angka pasien yang menderita skizofrenia pada tahun 2014 dan banyaknya pasien berobat pada bulan Juni.
Frekuensi terjadinya kekambuhan pada pasien gangguan jiwa berat sangat tinggi terutama disebabkan oleh ketidakpatuhan pasien meminum obat secara teratur. Masalahnya adalah seberapa jauh persepsi keluarga dalam hal ini keluarga mengetahui tentang kekambuhan, pada akhirnya mempengaruhi sistem perawatan/ penanganan pasien gangguan jiwa berat oleh keluarganya di rumah. Frekuensi rawat inap kembali ke Rumah Sakit Jiwa Prov. Jabar sangat tinggi: 8-10 kali datang untuk dirawat inap kembali per orang dalam jangka waktu satu tahun (sumber data dari Instalasi Rekam Medik).
Lamanya pasien mengidap penyakit, makin kecil pasien tersebut patuh pada pengobatannya. Masalah biaya pelayanan juga merupakan hambatan yang besar bagi pasien yang mendapat pelayanan rawat jalan dari klinik umum. Tingkat ekonomi atau penghasilan yang rendah akan berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat atau membayar transportasi (Notoadmodjo, 2009).
4
Hubungan tingkat kepatuhan kontrol dengan tingkat kekambuhan pasien gangguan jiwa di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta menyimpulkan ada hubungan antara tingkat kepatuhan kontrol dengan tingkat kekambuhan pasien gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa yang menjalani kontrol di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta sebagian besar mempunyai tingkat kepatuhan untuk kontrol yang baik, kepatuhan kontrol pasien di Poli klinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta sebagian besar dikategorikan patuh, kekambuhan pasien gangguan jiwa di poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta sebagian besar dikategorikan tidak kambuh dan ada hubungan yang bermakna (signifikan) antara tingkat kepatuhan kontrol dengan tingkat kekambuhan pasien gangguan jiwa di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Prihanti (2010)
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap 10 pasien yang datang berobat di Poliklinik RS Jiwa dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015. kekambuhan tersebut disebabkan pengobatan yang tidak tuntas, serta kebiasaan keluarga tidak melakukan kontrol ke Poliklinik RS Jiwa dr. M. Ildrem secara rutin. Ditemukan data bahwa teratur kontrol ke Poliklinik setiap bulan. Akan tetapi mereka tidak minum obat sesuai dosis dan waktu minum obat. 6 orang dengan skizofrenia mengatakan mereka minum obat hanya satu kali sehari, walaupun seharusnya obat diminum dua kali sehari dan kadang
mereka lupa minum obat karena
kurangnya perhatian dari
keluarganya dan berakibat drawat kembali krna kurangnya kontrol . Sebagian masih mengatakan takut minum obat karena takut ketergantungan pada obat. Sementara itu 4 orang dengan skizofrenia mengatakan bahwa bosan minum obat karena sudah lama mengkomsumsi obat.
Berdasarkan latar belakang peneliti ingin mengetahui hubungan kepatuhan minum obat dengan frekuensi kekambuhan orang dengan skizofrenia di Poliklinik RS Jiwa dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015.
5
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah “apakah ada hubungan kepatuhan minum obat dengan frekuensi kekambuhan orang dengan skizofrenia di Poliklinik RS Jiwa dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan kepatuhan pasien minum obat dengan frekuensi kekambuhan orang dengan skizofrenia di Poliklinik RS Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui kepatuhan minum obat pada orang dengan skizofrenia di Poliklinik RS Jiwa Prof. dr. M Ildrem Medan Tahun 2015. b. Mengetahui frekuensi kekambuhan orang dengan skizofrenia di Poliklinik RS Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015. D. Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan banyak manfaat kepada berbagai pihak yaitu: 1. Bagi ODS Hasil Penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan informasi bagi ODS maupun anggota keluarga yang lain, dalam rangka untuk meningkatkan tingkat kepatuhan ODS minum obat dan mencegah kekambuhan. 2. Bagi Institusi Pelayanan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi bagi pemegang kebijakan untuk membuat suatu program pelatihan bagi keluarga dan ODS untuk meningkatkan tingkat kepatuhan ODS minum obat dan mencegah kekambuhan dengan mengenal tanda awal kekambuhan.
6
3. Bagi Perawat Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada keluarga dan ODS khususnya tentang arti pentingnya minum obat. Perawat diharapkan dapat membantu keluarga dan ODS meningkatkan kepatuhan minum obat dengan cara memberikan pendidikan kesehatan.
4. Bagi Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data tambahan bagi penelitian berikutnya yang terkait dengan kepatuhan minum obat dan pencegahan kekambuhan pada ODS.
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Skizofrenia 1. Definisi Skizofrenia Skizofrenia berasal dari dua kata “skizo” yang berarti retak atau pecah (split), dan ”frenia” yang berarti jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita gangguan jiwa skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan
atau
keretakan
kepribadian
(splitting
of
personality)
(Hawari,2012).
Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir serta disharmonisasi antara proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataaan terutama karena waham
dan
halusinasi,
assosiasi
terbagi-bagi
sehingga
muncul
inkoherensi, afek dan emosi inadekuat, psikomotor menunjukkan penarikan diri, ambivalensi dan perilaku bizar (Maramis, 2009).
Skizofrenia merupakan sebuah sindrom kompleks yang dapat merusak pada efek kehidupan penderita maupun anggota-anggota keluarganya atau gangguan mental dini untuk melukiskan bentuk psikosis tertentu yang sesuai dengan pengertian skizofrenia sekarang (Durand dan H. Barlow, 2007). Hal tersebut dilaporkan dalam bentuk kasus yang terjadi pada seorang pemuda yang ditandai adanya kemunduran atau keruntuhan fungsi intelek yang gawat, berikutnya (Kraepelin, 1856-1926 dalam Kaplan & Sadock, 2010), menjadi dementia yanc, merupakan kemerosotan otak (dementia) yang diderita oleh orang muds (praecox)yang pada akhirnya dapat
menyebabkan
kekaburan
keseluruhan
kepribadian.
Bahwa
halusinasi, delusi dan tingkah laku yang aneh pada penderita skizofrenia dapat dikatakan sebagai kelainan fisik atau suatu penyakit.
7
8
Studi epidmiologi menyebutkan bahwa perkiraan angka prevalensi skizofrenia secara umum berkisar antara 0,2% hingga 2,0% tergantung didaerah atau negara mana study itu dilakukan. Selanjutnya dikemukakan bahwa life time prevalensi skizofrenia diperkirakan antara 0,5% dan 1%.
2. Faktor-Faktor Penyebab Skizofrenia Adapun factor-faktor penyebab skizofrenia menurut Julianan (2013) antara lain: a. Faktor biologis yaitu gen yang melibatkan skizofrenia, obat-obatan, anak keturunan dari ibu skizofrenia, anak kembar yang identik ataupun frental dan abnormalitas cara kerja otak. b. Faktor psikologis yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pikiran, keyakinan, opini yang salah, ketidakmampuan membina, mempertahankan hungan sosial, adanya delusi dan halusinasi yang abnormal dan gangguan afektif. c. Faktor lingkungan yaitu pola asuh yang cenderung skizofrenia, adopsi keluarga skizofrenia dan tuntunan hidup yang tinggi. d. Faktor organis yaitu ada perubahan atau kerusakan pada sistem syaraf sentral juga terdapat gangguan-gangguan pada sistem kelenjar adrenalin dan pitutari (kelenjar dibawah otak). kadang kala kelenjar thyroid dan adrenal mengalami atrofi berat. Dapat juga disebabkan oleh proses klimakterik dan gangguan mensturasi. Semua gangguan tadi menyebabkan degenerasi pada energi mentalnya.
3. Ciri-ciri Skizofrenia Ciri-ciri klinis Skizofrenia menurut Julianan (2013) antara lain: Mengalami delusi dan halusinasi, disoranisasi dan pendaftaran efektif, pendaftaran alogia, avolusi dan anhedonia, disfungsi social, okupasional, tidak peduli pada perawatan diri dan persistensinya berlangsung selama enam bulan, mengalami kesulitan dalam hubungan sosial atau masyarakat, cenderung tidak membangun, membina, mempertahankan hubungan
9
sosial, harapan hidup yang sangat rendah, cenderung untuk bunuh diri, reaksi emosional yang abnormal, dan adanya kerusakan bagian otak terutama pada neurotransmitter.
Cirri-ciri umum skizofrenia menurut Julianan (2013) antara lain: a. Gangguan delusi Gangguan delusi disebut juga sebagai disorder of thought content atau the basic characteristic of madness adalah gejala gangguan psikotik penderita skizofrenia yang ditandai gangguan pikiran, keyakinan kuat yang sebenarnya misrespresentation dari keyakinannya. Cirri-ciri klinis dari gangguan delusi yaitu: 1) Keyakinan yang persisten dan berlawanan dengan kenyataan tetapi tidak disertai dengan keberadaan sebenarnya. 2) Terisolasi secara sosial dan bersikap curiga pada orang lain. Bentuk-bentuk delusi yang berkaitan dengan skizofrenia yaitu: 1) Delusions of persecution adalah penderita skizofrenia yang mengalami gangguan psikotik ditandai waham kebesara, tersohor, sebagai tokoh-tokoh penting atau merasa hebat. 2) Delusions
of
persecution
adalah
pasien
skizofrenia
yang
mengalami gangguan psikotik ditandai adanya waham prasangka buruk terhadap dirinya ataupun orang lain yang tidak realitas. Merasa orang lain sangat dengki dengan dirinya. 3) Cotard’s
syndrome
(somatic)
penderita
skizofrenia
yang
mengalami gangguan psikotik atau ketakutan yan tidak real. Penderita memiliki waham bahwa kondisi fisiknya sakit atau di bagian-bagian tubuh tertentu rusak. Perasaan bagian tubuh yang terganggu atau sakita secara medis tidak ditemukan. 4) Cogras Syndrome penderita skizofrenia yang mengalami gangguan psikotik ditandai adanya waham pengganti yang tidak real terhadap dirinya, merasa curiga bahwa selain dirinya ada yang sangat sama dengan dirinya.
10
5) Erotomatik adalah keyakinan penderita skizofrenia mencari membututi orang-orang yang tersohor ataupun orang-orang yang dicintainya. 6) Jealous
keyakinan
penderita
skizofrenia
bahwa
pasangan
seksualnya melakukan selingkuh atau tidak setia pada dirinya.
b. Halusinasi Adalah gejala gangguan psikotik penderita skizofrenia yang ditandai gangguan persepsi pada berbagai hal yang dianggap dapat dilihat, didengar ataupun adnya perasaan dihina meskipun sebenarnya tidak realitas. Adapun ciri-ciri klinis dari penderita halusinasi yaitu: 1) Tidak memiliki insight yang jelas dan kesalahan dalam persepsi 2) Adanya associative spilitting dan congnitive spilitting
Bentuk-bentuk halusinasi yang berkaitan dengan penderita skizofrenia yaitu: 1) Halusinasi pendengaran (audiotory hallucination) adalah penderita skizofrenia yang mengalami gangguan psikotikmelalui adanya pendengaran terhadap objek suara-suara tertentu. Keadaan ini sering terjadi ketika penderita skizofrenia tidak melakukan aktivitas. Terjadi pada bagian wernicke’s area. 2) Halusinasi pada bagian otak (brain imaging) yaitu gangguan daerah otak terutama bagian broca’s area adalah daerah pada bagian otak yang selalu memberikan halusinasi pada penderita skizofrenia.
c. Diorganisai Adalah gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai dengan ketidakmampuan dalam mengatur arah bicara, reaksi emosional dan perilaku motoriknya.
11
Bentuk-bentuk dari gangguan pikiran disorganisasi yaitu: 1) Tangentialty adalah ketidakmampuan dari penderita skizofrenia untuk mengikuti arah pembicaraan. Topic dan arah pembicaraan. Pembicaraan penderita ini selalu menyimpang jauh dari setiap arah pembicaraannya. 2) Loose association adalah penderita skizofrenia yang mengalami gangguan dalam topic pembicaraan. Topic dan Arah pembicaraan penderita skizofrenia ini ini sama sekali tidak berkaitan dengan apa yang dibicarakan. 3) Derailment adalah pola pembicaraan penderita skizofrenia sama sekali keluar dari alur pembicaraan.
b. Pendataran Afek Adalah gejala gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai dengan ketidakmampuanya dalam mengatur antara reaksi emosional dan pola perilaku (inappropriate affect) atau afektif yang tidak sesuai dengan perilaku.Misalnya, reaksi emosi yang tidak sesuai dengan reaksi menimbun barang yang tidak lazim. Adapun ciri-ciri klinis penderita afek yaitu : 1) Tidak adanya reaksi emosional dalam komunikasi 2) Selalu menatap kosong dalam pandangannya . 3) Berbicara datar tanpa ada nada pembicaraan.
c. Alogia Adalah gejala gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai dengan adanya disefisiensi dalam jumlah atau isi pembicaraan. Adapun ciri-ciri klinis dari penderita alogia yaitu: 1) Jawaban yang diberikan penderita singkat atau pendek. 2) Cendrung kurang tertarik untuk berbicara. 3) Lebih banyak berdiam diri dan komunikasi yang tidak adekuat. 4) Adanya gangguan pikiran negatif dan berkomunikasi .
12
5) Kesulitan dalam memformulasikan kata. 6) Kalimat (kata-kata) selalu tidak sesuai dengan formulasi pikiran.
d. Avolisi Yaitu gejala gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai dengan ketidakmampuan memuolai ataupun mempertahankan kegiatankegiatan penting.
Cirri-ciri klinis gangguan avolisi yaitu: 1) Tidak menunjukkan minat pada aktivitas atau fungsi kehidupanya sehari-hari dan tidak berminat merawat kesehatan tubuhnya. 2) Cenderung pemalas dan kotor.
e. Anhedonia Yaitu gejala gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai dengan ketidakmampuan perasaan senang, sikap tidak peduli terhadap kegiatan sehari-hari, cenderung tidak suka makan dan ketidakpedulian terhadap hubungan interaksi sosial atau seks.
4. Tipe Skizofrenia Tipe skizofrenia menurut Julianan (2013) dikelompokkan atas lima bagian yaitu: a. Tipe paranoid. b. Tipe katatonik. c. Tipe tidak terperinci atau tidak terbedakan. d. Tipe disorganisasi. e. Tipe residual.
13
Tabel 2.1 Tipologi gangguan skizofrenia menurut Julianan (2013) Tipe skizofrenia Paranoid
Gejala-gejala umum 1. Gangguan psikomotor, seperti adanya stupor, negativism, rigiditas, postur aneh, agitasi ndan mutisme (bisu). 2. Cenderung mengalami waham kebesaran. 3. Ansietas, marah dan agumentatif. 4. Hubungan interpesonal menguat. 5. Berpotensi berperilaku agresif pada diri sendiri atau orang lain. 6. Keterampilan kongnitif dan efektif tetap utuh. Katatonik 1. Gangguan psikomotor, seperti adanya stupor, negativism, rigiditas, postur aneh, agitasi ndan mutisme (bisu). 2. Respon motorik tidak lazim dalam bentuk diam dan pada posisi di tempat (waxy flexibility) atau posisi kegiatan eksesif. 3. Tingkah laku ganjil dengan tubuh dan wajah yang menyeringai (grimering). 4. Sering mengulang atau meniru kata-kata orang lain (echolalia). 5. Senang meniru gerakan orang lain (echopraxia). 6. Catatonic immobility, yaitu gangguan perilaku motorik dimana orang itu tetap diam tanpa bergerak dalam kurun waktu lama dengan postur tubuh yang ganjil. Tidak terbedakan 1. Waham dan halusinasi. 2. Inkoheren. 3. Perilaku tidak terorganisasi yang tidak dapat digolongkan kedalam salah satu tipe. Disorganisasi 1. Perilaku kacau balau, bingung ataupun ganjil yang menyebabkan gangguan berat dalam aktivitas sehari-hari. 2. Kurang memiliki hubungan. 3. Kehilangan asosiasi. 4. Bicara tidak teratur. 5. Afek datar dan tidak sesuai. 6. Gangguan kongnitif. Residual 1. Minimal pernah mengalami satu episode skizofrenik dengan gejala psikotik yang menonjol diikuti oleh episode lain tanpa gejala psikotik. 2. Emosi tumpul. 3. Menarik diri dari dunia realita. 4. Pengalaman persepsi tidak biasa. 5. Perilaku eksentrik. 6. Pemikiran tidak logis. 7. Kehilangan asosiasi. 8. Adanya delusi dan halusinasi yang aneh-aneh dan salah, ide-ide yang tidak wajar, pemalas dan memiliki afek yang datar.
14
5.
Cara mengatasi Skizofrenia Cara mengatasi skizofrenia menurut Julianana (2013) antara lain: a.
Menciptakan kontak sosial yang baik.
b.
Terapi ECT (electrocompulsive therapy) dan (insulin comma therapy).
c.
Menghindarkan dari frustasi dan kesulitan psikis lainnya.
d.
Membiasakan pasien memiliki sikap hidup positif dan mau melihat hari depan dengan
a.
rasa berani.
Memberi obat neuroleptik yaitu obat yang dapat mengendalian saraf delusi, halusinasi dan agitasi, clozapine serta olanzapine.
B. Konsep Kekambuhan 1.
Defenisi Kekambuhan Kekambuhan (relapse) diartikan sebagai suatu keadaan dimana apabila seorang pasien skizofrenia yang telah menjalani rawat inap di rumah sakit jiwa dan diperbolehkan pulang kemudian kembali menunjukkan gejala-gejala sebelum dirawat inap. Setiap relaps yang terjadi berpotensi membahayakan bagi pasien dan keluarganya. Apabila relaps terjadi maka pasien harus kembali melakukan perawatan inap di rumah sakit jiwa (rehospitalisasi) untuk ditangani oleh pihak yang berwenang. Dalam buku Minister Supply dan Service Canada (2005) dijelaskan bahwa banyak keluarga mengatakan ketika pasien keluar dari rumah sakit, mereka berharap masalah utama yang berada di balik pasien sedang dalam jalan menuju perbaikan. Mereka percaya bahwa dengan pengobatan dan terapi yang tepat, pasien akan semakin membaik sampai kemudian sembuh. Ketika pasien mengalami kekambuhan saat dalam rawat jalan, banyak diantara keluarga tersebut merasa terkejut. Menurut Agus (2006) penyebab kekambuhan pasien skizofrenia adalah faktor psikososial yaitu pengaruh lingkungan keluarga maupun sosial. Menurut Riyanto (2007) konflik dari keluarga bisa menjadi pemicu stres seorang anak. Keadaan itu semakin parah jika lingkungan sosialnya tidak mendukung.
15
Kekambuhan adalah kembalinya suatu penyakit setelah nampaknya mereda. Kekambuhan menunjukkan kembalinya gejala-gejala penyakit sebelumnya cukup parah dan menganggu aktivitas sehari-hari dan memerlukan perawatan inap dan rawat jalan yang tidak terjadwal (Dorlan, 2007). Ayuzo (dalam Yuzak, 2008) mengemukakan bahwa kekambuhan skizofrenia adalah munculnya kembali simtom-simtom skizofrenik pada pasien yang sudah mengalami bebas gejala selama episode sebelumnya. 2.
Faktor penyebab terjadinya kekambuhan Faktor-faktor Penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia. Keliat (2009) menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kekambuhan pasien skizofrenia meliputi: a.
Klien Sudah umum diketahui bahwa klien yang gagal meminum obat dengan teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Klien skizofrenia khusunya sukar mengikuti aturan minum obat karena adanya gangguan realitas dan ketidakmampuan membuat keputusan.
b.
Penanggung jawab Setelah klien pulang ke rumah, maka perawat tetap bertanggung jawab atas program adaptasi klien di rumah. Penanggung jawab kasus mempunyai lebih banyak kesempatan untuk bertemu klien sehingga dapat melihat gejala dini dan segera melihat tindakan.
c.
Keluarga Dukungan dan bantuan merupakan variabel yang sangat penting dalam kepatuhan pengobatan pasien skizofrenia. Pasien yang ditinggal sendirian secara umum memiliki angka kepatuhan yang rendah dibandingkan mereka yang tinggal dalam lingkungan yang mendukung. Sebagai kemungkinan lain, sikap negatif dalam lingkungan sosial pasien terhadap pengobatan dapat mempengaruhi kepatuhan.
16
d.
Lingkungan masyarakat Lingkungan masyarakat tempat tinggal klien yang tidak mendukung juga
dapat
meningkatkan
frekuensi
kekambuhan.
Misalnya
masyarakat menganggap klien sebagai individu yang tidak berguna, mengucilkan klien, mengejek klien dan seterusnya. Sullinger dalam Kaplan dan Sadock, (2006) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi kekambuhan pasien skizofrenia, yaitu: 1) Penderita Sudah umum diketahui bahwa penderita yang gagal memakan obat dengan teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan 25% sampai 50% klien yang pulang dari rumah sakit tidak memakan obat secara teratur. 2) Dokter Makan obat yang teratur dapat mengurangi kekambuhan, namun pemakaian obat neuroleptic yang lama dapat menimbulkan efek samping Tardive Diskinesia yang dapat mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol. 3) Penanggung jawab penderita Setelah penderita pulang ke rumah maka pihak rumah sakit tetap bertanggung jawab atas program adaptasi penderita di rumah. 4) Dukungan Keluarga Berdasarkan penelitian di Inggris dan Amerika, keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (bermusuhan, mengkritik, tidak ramah, banyak menekan dan menyalahkan), hasilnya 57% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi dan 17% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi keluarga yang rendah.
17
e. Sementara itu Murphy dan Moller (1993 dalam Videbeck, 2008), menjelaskan beberapa faktor-faktor resiko untuk kambuh kembali. Faktor resiko itu antara lain 1). Faktor resiko kesehatan Faktor resiko kesehatan meliputi gangguan sebab dan akibat berpikir, gangguan proses informasi, gizi buruk, kurang tidur, kurang olahraga, keletihan dan efek samping pengobatan yang tidak dapat ditoleransi 2). Faktor resiko lingkungan Faktor resiko lingkungan meliputi kesulitan keuangan, kesulitan tempat tinggal, perubahan yang menimbulkan stress dalam peristiwa
kehidupan,
keterampilan
kerja
yang
buruk,
ketidakmampuan mempertahankan pekerjaan, tidak memiliki transportasi/sumber–sumber, keterampilan sosial yang buruk, isolasi social, kesepian dan kesulitan interpersonal. 3). Faktor risiko perilaku dan emosional Faktor risiko perilaku dan emosional meliputi: tidak ada kontrol, perilaku agresif, atau perilaku kekerasan, perubahan mood, pengobatan dan penatalaksanaan gejala yang buruk, konsep diri rendah, penampilan dan tindakan berbeda, perasaan putus asa, dan kehilangan motivasi. 3.
Gejala- gejala kambuh Herz dan Menville (1980, dikutip oleh Sullinger, 1988) dalam Keliat, (1996) mengkaji gejala kambuh yang diidentifikasi oleh klien dan keluarganya, yaitu nervous, tidak nafsu makan, sukar konsentrasi, sulit tidur, depresi, tidak ada minat dan menarik diri. Pada gangguan jiwa psikotik akan timbul gejala positif yang lebih aktif seperti waham, halusinasi, gangguan pikiran, ekoprasia, asosiasi longgar, flight of ideas (Videbeck, 2008).
18
a.
Strategi
yang
dapat
membantu
keluarga
untuk
mencegah
dapat
membantu
keluarga
untuk
mencegah
kambuh,
menjalani
kekambuhan: Strategi
yang
kekambuhan
meliputi:
mengenali
tanda
pengobatan yang sesuai, menghindari situasi yang mungkin memicu timbulnya gejala.
Seperti film-film atau program di televisi,
pengalaman baru, mempelajari tentang keadaan sakit yang diderita anggota keluarganya dan melaksanakan latihan teknik managemen stress. Contoh meditasi, berpikir positif, dan nafas dalam. Melaksanakan aktivitas secara terstruktur Seseorang yang menderita gangguan jiwa harus diberi semangat dan nasehat untuk mengatur keadaan dirinya dan untuk menghindari kekambuhan. Tim kesehatan menyatakan bahwa klien menyimpan catatan harian mengenai perasaan dan perilakunya sehingga mereka secara signifikan dapat mengalami perubahan dan peringatan tanda akan kekambuhannya. Banyak
klien yang mempelajari dan mengenali pribadi mereka
dengan adanya catatan tersebut. Memelihara pola hidup juga penting untuk setiap orang khususnya klien gangguan jiwa. Mengambil dosis obat yang benar pada waktu yang sama setiap hari sangat diperlukan. Membantu mengingatkan klien dalam meminum obat dengan menggunakan pil boxe untuk setiap dosis harian.Hal tersebut dapat menolong mereka bila mereka harus mengambil dosis pengobatan. Dalam sebuah riset menyatakan bahwa tidur yang cukup dapat mempengaruhi pikirannya dan dapat mencegah kekambuhan. Jika intensitas tidurnya terlalu banyak, dapat diidentifikasi jika hal tersebut adalah tanda dari depresi.Namun sebaliknya, jika intensitas tidurnya kurang mungkin menandakan jika klien merasa khawatir. (Veague, 2009) Memelihara pola hidup sehat, memonitor dan memeriksakan anggota keluarga yang mengalami kekambuhan gangguan jiwa dapat membantu mencegah kekambuhan yang dialaminya.
19
C. Konsep Kepatuhan 1.
Definisi Kepatuhan Kepatuhan merupakan fenomena multidimensi yang ditentukan oleh tujuh dimensi yaitu faktor terapi, faktor sistem kesehatan, faktor lingkungan, usia, dukungan keluarga, pengetahuan dan faktor sosial ekonomi. Diatas semua faktor itu, diperlukan komitmen yang kuat dan koordinasi yang erat dari seluruh pihak dalam mengembangkan pendekatan
multidisiplin
untuk
menyelesaikan
permasalahan
ketidakpatuhan pasien ini (Riyadi & Purwanto, 2009). Kepatuhan (adherene) adalah suatu bentuk
perilaku yang timbul akibat adanya
interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti rencana dengan segala konsekwensinya dan menyetujui rencana ter sebut serta melaksanakannya (Kemenkes R.I.,2011).
Kepatuhan dalam mengkonsumsi obat merupakan aspek utama dalam penanganan penyakit-penyakit kronis. Memperhatikan kondisi tersebut di atas, kepatuhan dalam mengkonsumsi obat harian menjadi focus
dalam
mencapai derajat kesehatan pasien, dalam hal ini perilaku ini dapat dilihat dari sejauhmana pasien mengikuti atau mentaati perencanaan pengobatan yang telah disepakati oleh pasien dan profesional medis untuk menghasilkan sasaran-sasaran terapiutik (Frain, dkk., 2009).
Horne (2006) mengemukakan compliance sebagai ketaatan pasien dalam mengkonsumsi obat sesuai dengan saran pemberi resep (dokter). Horne, dkk. (2005) sebelumnya
mengemukakan bahwa istilah compliance
menunjukkan posisi pasien yang cenderung lemah karena kurangnya keterlibatan pasien dalam pengambilan keputusan mengenai obat yang dikonsumsi. Dalam pengertian persistence, pasien menunjukkan perilaku yang secara kontinyu/rutin mengkonsumsi obat, yang dimulai dari resep pertama sampai resep berikutnya, dan seterusnya.
20
Lutfey dan Wishner (1999) menjelaskan bahwa pengertian adherence lebih tinggi kompleksitasnya dalam medical care, yang dicirikan oleh adanya kebebasan, penggunaan inteligensi, kemandirian oleh pasien yang bertindak lebih
aktif dan perannya lebih bersifat suka rela dalam
menjelaskan dan menentukan sasaran-sasaran dari treatmen pengobatan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam pengertian adherence pasien menjadi lebih kontinyu dalam proses
pengobatan. Horne (2006)
mendefinisikan adherence sebagai perilaku mengkonsumsi obat yang merupakan kesepakatan antara
pasien dengan pemberi resep. Dalam
pengertian ini, kelebihannya adalah adanya kebebasan dari pasien dalam memutuskan apakah akan menyetujui rekomendasi dari dokter atau tidak, dan jika terjadi kegagalan dalam proses ini, seharusnya bukan alasan untuk menyalahkan pasien. Pengertian adherence berkembang dari pengertian compliance, hanya saja dalam adherence lebih menekankan pada kebutuhan akan kesepakatan. National Council on Patient Informations & Educations (2007) selanjutnya menegaskan bahwa dalam adherence perilaku
mengkonsumsi obat oleh pasien cenderung
mengikuti perencanaan pengobatan yang dikembangkan bersama dan disetujui antara pasien dan profesional.
Selanjutnya Horne, dkk. (2005) dan Horne (2006) menjelaskan pengertian concordance, yaitu perilaku dalam mematuhi resep dari dokter yang sebelumnya terdapat hubungan yang bersifat dialogis antara pasien dan dokter, dan merepresentasikan keputusan yang dilakukan bersama, yang dalam proses ini kepercayaan dan pikiran dari pasien menjadi pertimbangan. Dalam concordance terjadi proses konsultasi, yang di dalamnya terdapat komunikasi dari dokter dengan pasien untuk mendukung keputusan dalam pengobatan. Horne, dkk. (2006), lebih merekomendasikan pengertihan kepatuhan dalam mengkonsumsi obat dengan istilah adherence, dan hal ini banyak didukung oleh penelitipeneliti lain, karena adanya keterlibatan pasien dalam pengambilan
21
keputusan tentang hal-hal yang pasien inginkan atau harapkan dan keputusan yang wajar tentang pengobatan yang dibuat oleh dokter. Osterberg dan Blaschke (2005) juga menyarankan penggunaan istilah adherence, karena di dalam pengertian adherence juga terdapat pengertian compliance, dengan tambahan pengertian bahwa di dalam adherence peran pasien cenderung aktif dan terdapat kontrak terapiutik yang terjadi setelah melalui proses komunikasi dan akhirnya terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak. 2. Teori-teori Munculnya Kepatuhan dalam Mengkonsumsi Obat Harian Terdapat tiga teori utama yang dapat menjelaskan munculnya perilaku patuh dalam mengkonsumsi obat, yaitu Health Belief Model, Theory of Planned Behavior (Weinman & Horne, 2005) dan Model of Adherence (Morgan & Horne, 2005). a.
Health Belief Model (HBM) HBM menjelaskan model perilaku sehat (misal memeriksakan diri) merupakan fungsi dari keyakinan personal tentang besarnya ancaman penyakit dan penularannya, serta keuntungan dari rekomendasi yang diberikan petugas kesehatan.Ancaman yang dirasakan berasal dari keyakinan tentang keseriusan yang dirasakan terhadap penyakit dan kerentanan orang tersebut. Individu kemudian menilai keuntungan tindakan yang diambil (misal: berobat akan memperingan simptom), meskipun dibayang-bayangi oleh risikorisiko dari tindakan yang diambilnya, seperti: takut akan efek samping atau pun biaya perobatan. Berdasarkan dinamika tersebut dapat dipahami bahwa kepatuhan dalam mengkonsumsi obat merupakan proses yang diawali oleh keyakinan seseorang akan keseriusan penyakitnya, yang berujung pada tindakan untuk berobat ke petugas kesehatan, termasuk kepatuhan dalam mengkonsumsi obat, walaupun dibayang-bayangi oleh risiko atau efek samping dari tindakan tersebut.
22
b.
Theory of Planned Behaviour (TPB) Teori ini berusaha menguji hubungan antara sikap dan perilaku, yang fokus utamanya adalah pada intensi (niat) yang mengantarkan hubungan antara sikap dan perilaku , norma subjektif terhadap perilaku, dan kontrol terhadap perilaku yang dirasakan. Sikap terhadap perilaku merupakan produk dari keyakinan tentang hasil akhir (misal: frekuensi kekambuhan epilepsi berkurang) dan nilai yang dirasakan dari hasil akhir tersebut (kondisi jarang kambuh sangat penting bagi orang tersebut). Norma subjektif berasal dari pandangan orang-orang di sekitar tentang perilaku berobat (misal: istri atau suami ingin agar orang tersebut mengikuti rekomendasi dari dokter), dan motivasi untuk mendukung pandangan-pandangan orang-orang di sekitar tersebut (misal: orang tersebut ingin menyenangkan pasangannya dengan mengikuti rekomendasi dokter). Kontrol perilaku yang dirasakan menggambarkan tentang seberapa jauh orang tersebut merasan bahwa berperilaku patuh dapat dikendalikannya. Hal ini tergantung keyakinan orang tersebut bahwa dirinya mampu untuk mengontrol tindakannya, misal: persepsi bahwa terdapat sumber internal seperti kecukupan ketrampilan atau informasi, serta sumber eksternal seperti dukungan-dukungan dan hambatan-hambatan yang berasal dari lingkungan sekitarnya.
c.
Model of Adherence Morgan & Horne (2005) mengemukakan model Unintentional Nonadherence
&
Intentional
Nonadherence.
Unintentional
Nonadherence mengacu pada hambatan pasien dalam proses pengobatan. Hambatan-hambatan dapat muncul dari kapasitas dan keterbatasan-keterbatasan sumber-sumber dari pasien, meliputi defisiensi memori (misalnya: lupa instruksi atau lupa untuk berobat), ketrampilan (misal: kesulitan dalam membuka kemasan/penutup obat atau menggunakan peralatan dalam berobat seperti jarum suntik
23
dan penghisap), pengetahuan (misal: tidak menyadari akan kebutuhan untuk minum obat secara teratur) atau kesulitan-kesulitan dengan rutinitas-rutinitas normal harian.
Intentional Nonadherence menggambarkan cara pasien yang terlibat dalam pengambilan keputusan dalam pengobatan. Pada proses ini tindakan rasional berasal dari keyakinan-keyakinan, kondisi-kondisi, prioritas-prioritas, pilihan-pilihan, dan latihan-latihan, meskipun persepsi dan tindakan berbeda antara harapan dalam pengobatan dan rasionalitasnya. Barber (2002) lebih lanjut menjelaskan bahwa melalui Theory of Human Error dalam organisasi, tindakan unintentional dan intentional dari pasien, faktor- lokal/internal dan eksternal/organisasional
sebagai
penyebab
adherence
dan
nonadherence.
Di samping tiga model tersebut di atas, beberapa peneliti mengemukakan beberapa faktor penyebab seseorang untuk patuh atau tidak patuh dalam mengkonsumsi obat. Misalnya Horne (2006), yang menyampaikan bahwa secara umum terdapat empat hal yang mempengaruhi kepatuhan dalam mengkonsumsi obat, yaitu: a.
Persepsi dan perilaku pasien (misal: persepsi berat ringannya penyakit, variabel sosiodemografis, trait kepribadian, termasuk keyakinan,sikap
dan
harapan-harapan
yang
akhirnya
mempengaruhi motivasi pasien untukmulai dan menjaga perilaku minum obat selama proses pengobatan berlangsung), b.
Interaksi antara pasien dan dokter dan komunikasi medis antara kedua belah pihak (misal ketrampilan dalam memberi konsultasi dapat memperbaiki kepatuhan, dan pesan-pesan yang berbeda dari sumber yang berbeda ternyata dapat mempengaruhi kepatuhan pasien dalam minum obat),
24
c.
Kebijakan dan praktek pengobatan di publik yang dibuat oleh pihak yang berwenang (misal: sistem pajak dalam resep, deregulasi tentang resep dan hak-hak konsumen dalam proses pembuatan resep),
d.
Berbagai intervensi yang dilakukan agar kepatuhan dalam mengkonsumsi
obat
terjadi
(misal:
intervensi
yang
menggunakan model Teori ASE atau Attitude-Social InfluenceSelf efficacy, yang diterapkan dalam rumah sakit saat perawat kunjungan ke bangsal, perawat meminta pasien mengingat tentang peraturan dalam mengkonsumsi obat, untuk mengecek ingatan dan juga pemahaman pasien akan informasi yang diberikan,
dengan
memberikan
pertanyaan-pertanyaan
stimulan).
Cara-cara meningkatkan kepatuhan: a.
Memberikan informasi kepada pasien akan manfaat dan pentingnya kepatuhan untuk mencapai keberhasilan pengobatan.
b.
Mengingatkan pasien untuk melakukan segala sesuatu yang harus dilakukan demi keberhasilan pengobatan melalui telepon atau alat komunikasi lain.
c.
Menunjukan kepada pasien kemasan obat yang sebenarnya atau dengan cara menunjukan obat aslinya.
d.
Memberikan keyakinan kepada pasien akan efektivitas obat dalam penyembuhan.
e.
Memberikan informasi resiko ketidakpatuhan.
f.
Memberikan layanan kefarmasian dengan observasi langsung, mengunjungi
rumah
pasien
dan
memberikan
konsultasi
kesehatan g.
Menggunakan alat bantu kepatuhan seperti multikompartemen atau sejenisnya.
25
h.
Adanya dukungan dari pihak keluarga teman dan orang-orang disekitarnya untuk selalu mengingatkan pasien, agar teratur minum obat demi keberhasilan pengobatan.
i.
Apabila obat yang digunakan hanya dikonsumsi sehari satu kali, kemudian pemberian obat yang digunakan lebih dari satu kali dalam sehari mengakibatkan pasien sering lupa, akibatnya menyebabkan tidak teratur minum obat.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Menurut teori Green dikutip Nukman (1997), perilaku kepatuhanm berobat dipengaruhi oleh : a.
Faktor yang mendasar atau faktor yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi perilaku kepatuhan ( predisposing factors ) antara lain : 1.
Pengetahuan mengenai penyakitnya, sikap dan tekad untuk sembuh dari penderita.
2.
Tingkat pendidikan penderita. Makin rendahnya pengetahuan dan pendidikan penderita tentang bahaya penyakitnya, dan pentingnya berobat secara tuntas untuk dirinya, makin besar pula bahaya penderita menjadi sumber penularan baik di rumah maupun di lingkungan sekitar (Entjang, 2000).
b.
Faktor yang memperkuat atau faktor yang mendorong (reinforcing factors) antara lain adanya dukungan atau motivasi dari keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitar. Menurut Becher (1997) dukungan keluarga dan masyarakat mempunyai andil yang besar dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan penderita. Program pengendalian penderita (case holding) berupa usaha pengobatan secara teratur sampai mencapai kesembuhan, salah satu upayanya adalah menentukan seorang pengawas bagi tiap penderita, dipilih dari anggota keluarganya yang berwibawa atau seseorang yang tinggal dekat rumah yang bertugas untuk memantau dan memotivasi penderita.
26
c.
Faktor yang mendukung (enabling factors) antara lain : Faktor yang mendukung (enabling factors)
meliputi tersedianya
fasilitas kesehatan, kemudahan untuk menjangkau sarana kesehatan dan keadaan sosial ekonomi atau budaya.
Menurut penelitian Aditama (2000), menyebutkan bahwa lingkungan atau jarak yang jauh dari tempat pelayanan kesehatan memberika kontribusi rendahnya ke patuhan, sebagian responden
memilih
fasìlitas kesehatan yang relatif dekat dengan rumahnya. Keadaan sosial ekonomi yang rendah dapat menghambat keteraturan berobat, hal ini dapat diperberat dengan jarak yang jauh dari pelayanan kesehatan sehingga memerlukan biaya transportasi. Sementara itu menurut Niven (2002), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan digolongkan menjadi 4 bagian, yaitu: 1) Pemahaman klien terhadap instruksi. Jika klien paham terhadap intruksi yang diberikan padanya maka klien tidak dapat mematuhi intruksi tersebut dengan baik. Terkadang hal ini dapat di sebabkan oleh kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap, banyak menggunakan istilah medis dan banyak memberikan instruksi yang harus di ingat oleh klien.
2) Kualitas interaksi. Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan klien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan, dari hasil penelitiannya dikemukakan adanya kaitan yang erat antara kepuasan konsultasi dengan kepatuhan.
3) Keluarga. Keluarga dapat menjadikan faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta
27
dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima. Keluarga juga memberikan dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota yang sakit, serta menentukan keputusan untuk mencari dan mematuhi anjuran pengobatan.
4) Keyakinan, Sikap dan Kepribadian. Klien yang tidak patuh adalah orang-orang yang mengalami depresi, ansietas, memiliki kekuatan ego lebih lemah dan kehidupan sosialnya lebih memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri.
4. Mengurangi Ketidakpatuhan Menurut Dinicola dan DiMatteo dikutip Niven (2007), mengemukakan 5 rencana untuk mengatasi ketidakpatuhan pasien : a.
Menumbuhkan
kepatuhan
dengan
mengembangkan
tujuan
kepatuhan. Klien akan dengan senang hati mengungkapkan tujuan kepatuhannya, jika pasien memiliki keyakinan dan sikap positif terhadap tujuan tersebut serta adanya dukungan dari keluarga dan teman terhadap keyakinannya tersebut.
b.
Mengembangkan mempertahankannya.
strategi Sikap
untuk
merubah
pengontrolan
diri
perilaku
dan
membutuhkan
pemantauan terhadap dirinya, evaluasi diri dan penghargaan tergadap perilaku yang baru tersebut.
c.
Mengembangkan kognitif. Pengembangan kognitif tentang masalah kesehatan yang dialami, dapat membuat pasien menyadari masalahnya dan dapat menolong mereka berperilaku positif terhadap kepatuhan.
28
d.
Dukungan sosial. Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga lain merupakan faktor-faktor yang penting dalam kepatuhan terhadap program-program medis. Keluarga dapat mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu dan dapat mengurangi godaan terhadap ketidaktaatan.
D. Kerangka Konsep Kerangka Konsep hubungan Kepatuhan minum obat dengan frekuensi Kekambuhan pada orang dengan Skizofrenia Di Poliklinik Rs Jiwa Prof. Dr. M. Ildrem MedanTahun 2015. Skema 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Variabel independent
1) Kepatuhan 2) minum obat 3)
Variabel dependent
Frekuensi Kekambuhan pada orang Skizofrenia
E. Hipotesa penelitian Ha : Ada hubungan kepatuhan minum obat dengan frekuensi Kekambuhan pada orang dengan Skizofrenia di Poliklinik Rs Jiwa Prof. Dr.M. Ildrem Medan Tahun 2015.
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah dengan deskriptif korelasi dengan rancangan studi cross-sectional karena pada saat melakukan penelitian, peneliti hanya melakukan satu kali penelitian terhadap subjek yang diteliti dalam waktu bersamaan.bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan kepatuhan minum obat dengan kejadian kekambuhan orang dengan skizofrenia di RS Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015. B. Populasi dan Sampel 1.
Populasi Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien skizofrenia yang dirawat inap di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan yang
berjumlah 11,059 jiwa yang dirawat inap (Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemprovsu Medan dari bulan Januari s/d Desember 2014). Untuk mendapatkan sejumlah populasi berdasarkan dari data rekam medik di rumah sakit jiwa dr. M. Ildrem Medan. (dimana rata-rata tiap bulanya sebanyak 922 pasien skizofrenia yang dirawat inap di rumah sakit jiwa dr. M. Ildrem Medan. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah ODS yang datang kontrol di Poliklinik RS
Jiwa Prof.dr. M. Ildrem Medan. Tehnik pengambilan
sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling. Kriteria inklusi sampel dalam penelitian ini adalah: 1) pasien yang terdiagnosa skizofrenia menurut PPDGJ, 2) mengalami skizofrenia lebih dari 3 bulan, 3) memiliki nilai BPRS <40, 4) dapat berbicara dalam bahasa Indonesia, 5) bersedia menjadi responden.
29
30
Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus Arikunto (2006), yaitu jika populasi kurang dari 100 maka lebih baik semua dijadikan jadi sampel, tetapi jika jumlah populasi lebih dari 100 maka dapat diambil 10% - 15% atau 20% - 25% atau lebih.
Maka jumlah sampel dalam penelitian ini diambil 10% dari jumlah populasi. n
= (10% x N)
n
= (10% x 922)
n
= 92
Maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 92 orang.
C. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Poliklinik RS Jiwa Prof.dr. M. Ildrem Medan.
D. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Juli Tahun 2015 .
31
E. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Kepatuhan minum obat
Kekambuhan Pada Orang Dengan Frekuensi Skizofrenia
Definisi Operasional Ketaatan dan keteraturan pengobatan yang telah disepakati pasien dan professional medis untuk meminum obat secara teratur, sukarela dan berpartisipasi aktif sesuai dengan instruksi pengobatan yang berkelanjutan Berulangnya kembali gejala-gejala skizofrenia seperti halusinasi, waham, pikiran yang kacau perilaku yang aneh, marah-marah tanpa sebab pada pasien yang sudah mengalami bebas gejala dalam kurun waktu 1 tahun.
Alat Ukur Kuesioner
Hasil Ukur Patuh: 6-10
Skala Ukur Ordinal
Tdk patuh :0-5
Kuesioner
Rendah 1 kali
Ordinal
Sedang 2-3 kali Tinggi > 3 kali
F. Aspek Pengukuran 1.
Kepatuhan minum obat (Variabel Bebas) Untuk mengukur kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia. Kuesioner terdiri dari 10 pertanyaan dengan menggunakan skala dikotomi. Memberikan 2 alternatif jawaban, yaitu : “Ya” diberi skor 0, dan jika jawaban “Tidak” diberi skor 1 sehingga skor tertinggi 10 dan skor terendah 0. Berdasarkan jumlah yang diperoleh maka kepatuhan minum obat dapat dikategorikan berdasarkan rumus Hidayat (2009) sebagai berikut: Rentang P= Banyak Kelas Keterangan : P
: Nilai yang dicari
Rentang
: Nilai jawaban tertinggi dikurang jawaban terendah
32
BK
: Jumlah kategori
P = 20 – 0 2 P = 20 2 P
10
Kepatuhan minum obat dikategorikan atas : Patuh
: 6-10
Tidak patuh : 0-5 2.
Kekambuhan Pada Orang Dengan Skizofrenia (Variabel Terikat) Jumlah serangan dalam waktu 1 tahun terakhir setelah dirawat di Poliklinik RS jiwa Prof. dr. M. Ildrem. Kekambuhan pada orang dengan skizofrenia dikategorikan atas : Tinggi : >3 kali Sedang : 2-3 kali Rendah : 1 kali
3. Brief Psychiatric Rating Scale Kuesioner ini digunakan untuk mengukur kondisi ODS terkait dengan gejala psikotik. Pada penelitian ini, BPRS digunakan untuk menskrining kemungkinan
yang
akan
menjadi
responden.
Kuesioner
ini
dikembangkan oleh overall dan Gorham (dalam leucht dkk., 2005). Kuesioner ini terdiri dari 18 pernyataan yang menggunakan skala likert. Untuk setiap pernyataan jika responden menjawab tidak ada = 1, sangat ringan = 2, ringan = 3, sedang = 4, sedang kearah berat = 5, berat = 6, dan sangat berat = 7. Nilai tertinggi = 126 dan Nilai terendah = 18. Pada penelitian ini, yang akan menjadi respondennya adalah ODS yang memiliki nilai kurang dari 40, dengan pertimbangan kondisi gejalah sedang (nilai = 31-40), ambang batas sakit (nilai = 19-30), dan normal (nilai 18) (leucht dkk., 2005).
33
G. Alat dan prosedur Pengumpulan data 1.
Alat pengumpulan data Alat pengumpulan data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian, mencari data yang lengkap berkaitan dengan masalah yang diteliti, dilakukan dengan memberikan kuisioner atau angket tertutup kepada pasien penderita skizofrenia dan disebarkan langsung kepada responden.
2.
Prosedur Pengumpulan data Dalam pengumpulan data pertama sekali peneliti meminta surat izin kepada pihak Universitas Sari Mutiara Indonesia setelah meminta surat izin peneliti mengantarkan surat kepada ketua pendidikan RS
Jiwa
prof.dr. Muhammad Ildrem Medan, setelah mendapatkan data dasar peneliti kemudian meminta surat izin meneliti kepada pihak Universitas Sari Mutiara Indonesia, dan mengantarkan surat meneliti kepada ketua pendidikan RS Jiwa prof.dr. Muhammad Ildrem Medan, selanjutnya peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dalam penelitian yang akan dilakukan. Setelah perkenalan selesai peneliti memberikan lembar kuisioner dan membaca acuan yang digunakan peneliti. Setelah peneliti selesai penelitian, peneliti meminta surat selesai penelitian dari ketua pendidikan RS Jiwa prof.dr. Muhammad Ildrem Medan. Setelah itu peneliti kembali mengolah data hasil yang didapat dalam kuesioner penelitian. H. Etika penelitian Untuk memastikan perilaku etis penelitian, peneliti mengamati prinsip-prinsip berikut: 1.
Izin untuk melakukan penelitian Peneliti mencari dan memperoleh izin untuk melakukan penelitian di Poliklinik RS Jiwa prof.dr. Muhammad Ildrem Medan. setelah mendapat izin, peneliti memberitahu responden tentang tujuan penelitian, berjanji atas kerahasiaan, tanpa menyebut nama dan privasi dan memberitahu mereka bahwa partisipasi adalah sukarela dan bahwa responden bisa
34
menarik diri dari penelitian kapan saja perlu responden benar-benar berharap tanpa hukuman. responden diminta untuk menandatangani formulir persetujuan tertulis untuk menunjukkan kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian.
2.
Perlindungan hak asasi manusia Hak asasi manusia adalah klaim dan tuntutan yang harus dipenuhi oleh individu atau kelompok untuk mempertahankan rasa hormat dari individu dan memperlakukan responden dengan baik. Hak asasi manusia dan prinsip-prinsip yang perlu dihormati dalam melakukan penelitian adalah kebaikan, rasa hormat dan keadilan (Burns & Grove 2001:196).
3.
Kemurahan Hati Prinsip kebaikan (berbuat baik dan tidak membahayakan) memastikan bahwa responden penelitian tidak terkena permanen atau kerusakan yang tidak semestinya dan pemanfaatan (Burns & Grove 2001:203). Oleh karena itu, peneliti harus mengkomunikasikan manfaat dan resiko dari kajian untuk responden dan mempertimbangkan manfaat atas resiko penelitian. penelitian hanya harus terus jika manfaatnya lebih besar daripada resiko. Peneliti juga harus menghindari penyalahgunaan hubungan dengan responden, mengekspos subjek untuk tidak semestinya mengajukan pertanyaan yang mengganggu dan sensitif. peneliti harus menghentikan penelitian apabila cedera atau cacat yang diduga (Polit & Beck, 2006: 88). Dalam penelitian ini, peneliti membuat pertanyaan dengan hati-hati dan sebaik mungkin untuk menghindari adanya kesalapahaman antara peneliti dan responden, menjelaskan tujuan dan manfaat dari penelitian. Para responden
juga diizinkan untuk
menghentikan partisipasi dalam penelitian jika mereka merasa tidak nyaman dengan pertanyaan atau tidak ingin melanjutkan tanpa hukuman atau penarikan penyediaan perawatan kesehatan untuk diri sendiri atau anggota keluarga.
35
4.
Menghormati Hak untuk menentukan nasib sendiri didasarkan pada prinsip menghormati individu dan kemampuan responden untuk mengendalikan nasib mereka sendiri. Responden memiliki hak untuk menentukan partisipasi dalam penelitian tanpa penipuan atau pemaksaan. Para responden juga memiliki hak untuk pengungkapan penuh informasi (Polit & Beck, 2006: 89). Pada penelitian ini, peneliti mewawancarai responden secara pribadi dan memperlakukan mereka dengan hormat dan bermartabat.
5.
Hak untuk informed concent Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang memenuhi kriteria. Responden sebelumnya diberi penjelasan tentang tujuan penelitian dan diminta untuk menandatangani informed concent tersebut.
6.
Privasi dan kerahasiaan Privasi dan kerahasiaan didasarkan pada prinsip menghormati. Privasi adalah hak individu untuk menentukan keadaan, waktu, dan luasnya, jenis informasi untuk berbagi atau menahan dari pihak lain (Polit & Beck, 2006: 91). Pada penelitian ini, privasi responden dipertahankan dengan memberikan kuesioner dan Kerahasiaan identitas responden dijaga oleh penulis dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian, dengan cara memberikan kode atau tanda pada lembar kuesioner dan kode tersebut hanya diketahui oleh penulis
7.
Hak atas perlakuan yang adil Hak atas perlakuan yang adil didasarkan pada prinsip keadilan, yang menyatakan bahwa orang harus diperlakukan secara adil, dan menerima apa yang mereka layak (Burns & Grove 2001:202; Polit & Beck, 2006:90). Prinsip ini dipertahankan dengan memilih responden yang tersedia dan tidak didasarkan pada bias rasial, sosial dan budaya. Peneliti juga menjunjung tinggi keadilan setiap kerugian atau ketidaknyamanan yang dialami oleh responden.
36
I.
Pengolahan Data dan Analisa Data 1.
Pengolahan Data Setelah data terkumpul maka data diolah dengan langkah sebagai berikut: a.
Editing Editing data langsung dilakukan peneliti sebelum meninggalkan responden, hal ini dilakukan untuk menghindari wawancara berulang dengan memastikan data yang sudah terkumpul dalam lembar kuisioner sudah diisi secara lengkap oleh responden seperti pengisian data demografi dan jawaban lembar kuisioner.
b.
Coding Hasil dari setiap jawaban yang telah dikumpulkan dikoreksi kembali. Selanjutnya setiap jawaban diberi kode, untuk usia kode 1 8-28 tahun , kode 2 29-39 tahun, kode 3 40-50 tahun, kode 4 51-61 tahun, kode 5 62-72 tahun. Untuk status kode 1 belum menikah, kode 2 menikah, kode 3 janda/duda, kode 4 cerai. Untuk jenis kelamin kode 1 laki-laki, kode 2 perempuan. Untuk pendidikan kode 1 tidak sekolah, kode 2 SD, kode 3 SMP, kode 4 SMA, kode 5 Universitas. Untuk pekerjaan kode 1 PNS. Kode 2 Pegawai swasta, kode 3 ibu rumah tangga, kode 4 petani, kode 5 pengangguran, kode 6 lainnya. Untuk pendapatan kode 1 tidak memilikiu penghasilan, kode 2
kode
3
Rp.500.000
-
1.000.000,
kode
4
.>Rp.1.000.000. Untuk anggota tinggal serumah kode 1 1 orang, kode 2 2 orang, kode 3 3 orang, kode 4 4 orang, kode 5 5orang, kode 6 >5 orang. Untuk anggota keluarga yang merawat kode 1 Ya, kode 2 Tidak. Untuk riwayat rawat inap kode 1 tidak pernah, kode 2 1-3 kali, kode 3 4-6 kali, kode 4 >6 kali. Untuk lama sakit kode 1 3 bulan-5 tahun, kode 2 6-10 tahun, kode 3 >10 tahun. Untuk nama obat kode 1 risperido + clozapine, kode 2 risperidone + clozapine + hexymer, kode 3 risperidone + haloperidol + hexymer, kode 4 haloperidol + CPZ, kode 5 rispperidone+ CPZ + hexymer. Untuk kepatuhan minum obat kode 1 patuh, kode 2 tidak patuh dan untuk kekambuhan pada orang dengan skizofrenia kode 1 rendah, kode 2 sedang, kode 3 tinggi.
37
c.
Entry Proses penyusunan data atau pengorganisasian data agar dengan mudah dapat dijumlahkan, disusun untuk dapat disajikan dan dianalisis. Selanjutnya akan dilakukan entry data dengan menggunakan komputerisasi yakni program statical product service solution (SPSS) untuk dianalisa secara univariat dan bivariat.
d.
Tabulating Mengelompokkan jawaban yang sudah di edit menurut macamnya. Pengelompokkan dilakukan dengan cara menandai masing-masing jawaban dengan kode berupa angka kemudian diolah dan di analisis data dengan menggunakan komputerisasi SPSS.
2.
Analisa Data a.
Analisa Univariat Data yang dianalisis menggunakan uji univariat yaitu untuk melihat distribusi frekuensi dari karakteristik responden. Bahwa usia 29-39 lebih dominan dengan 36 (39,1%), kemudian status responden lebih dominan pada orang yang menikah 45 (48,9%), jenis kelamin responden menunjukkan bahwa laki-laki lebih dominan dengan 65 (70,7%),kemudian responden dengan tingkat pendidikan SMA adalah 47 (51,1%), kemudian pekerjaan responden lebih dominan pengangguran atau tidak memilikik pekerjaan sebanyak 33 (35,9%), kemudian pendapatan responden lebih dominan tidak memiliki penghasilan 41 (44,6%), anggota keluarga yang tinggal serumah adalah 3 orang sebanyuak 20 (21,7%), anggota keluarga yang merawat anggota keluarganya sebanyak 85 (92,4%), kemudian riwayat rawat inap selama 1-3 kali sebanyak 80 (87,0%), lama sakit 3 bulan-5 tahun sebanyak 53 (57,6%), efek samping obat tidak ada sebanyak 41 (44,6%), dan nama obat risperidone 2mg + clozapine 2 mg sebanyak 44 (47,8%) responden.
38
b.
Analisa Bivariat Analisa bivariat penelitian ini menggunakan uji statistic Chi-square dengan signifikasi 5% (0,05). Kepatuhan minum obat tidak patuh sebesar 72,8%, dengan frekuensi kekambuhan rendah 46,7% serta frekuensi kekambuhan sedang sebesar 21,7% dan kepatuhan minum obat yang patuh sebesar 27,2%. Hasil uji statistic didapatkan nilai p value = 0,000 berarti p value ≤0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kepatuhan minum obat dengan frekuensi kekambuhan pada orang dengan skizofrenia di poli rawat jalan RS Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.
Hasil penelitian Setelah melakukan penelitian ke lokasi penelitian, adapun gambaran lokasi dan hasil penelitian yang dapat disampaikan oleh peneliti sebagai berikut: 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian RS Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan merupakan rumah sakit jiwa milik Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.Rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan bagi orang yang mengalami gangguan jiwa di wilayah provinsi sumatera utara dan sebagian wilayah Nanggoe Aceh Darusalam. Rumah sakit jiwa ini juga adalah rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa keperawatan, kedokteran dan psikologi. Saat ini rumah sakit jiwa berkapasitas 450 tempat tidur dengan 15 ruang inap terdiri dari kelas I,II,III. Ruang rawat inap kelas III bagi laki-laki yaitu ruangan Sinabung, ruangan sorik Merapi, ruangan Sibual-buali, ruangan Dolok Martimbang, ruangan Singgalang, ruangan Sipiso-piso, ruangan Bukit Barisan. Ruangan inap kelas III untuk perempuan yaitu ruangan Cempaka, ruangan Mawar, ruangan Melur, ruangan Anggrek, dan memiliki ruangan inap kelas I yaitu ruangan NAPZA. Poli Rawat Jalan terdiri dari Poli Kesehatan Jiwa, Poli Narkoba, Poli Lansia dan Poli Remaja. Di Poli Kesehatan Jiwa melayani pembayaran dengan ASKES, Jamkesmas, Jamkesda, dan umum. Dengan adanya layanan kesehatan tersebut banyak yang merasa terbantu. Banyak juga yang membawa anggota keluarga yang sakit untuk berobat dan kontrol setiap bulannya. 2. Analisa Univariat a. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah pasien skizofrenia yang datang kontrol di Poli Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Prof.dr. M. Ildrem Medan. Responden dalam penelitian ini berjumlah 92 orang yang akan
39
40
diddistribusikan berdasarkan umur, status, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, pendapatan, anggota keluarga tinggal serumah, anggota keluarga yang merawat, riwayat rawat inap, lama sakit, pengalaman efek samping obat, nama obat. Dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Skizofrenia di Poli Rawat Jalan RS. Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015(n = 92) Karakteristik Responden Usia (tahun) 18 – 28 29 – 39 40 – 50 51 – 61 62 – 72 Status Belum menikah Menikah Janda/duda Cerai Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA PT Pekerjaan Pegawai swasta Ibu rumah tangga Petani Pengangguran Lainnya Pendapatan Tidak memilki penghasilan Rp.<500.000 Rp.500.000-Rp.1.000.000 Rp.>1.000.000
(n)
(%)
21 36 22 8 5
22,8 39,1 23,9 8,7 5,4
43 45 1 3
46,7 48,9 1,1 3,3
65 27
70,7 29,3
5 19 13 47 8
5,4 20,7 14,1 51,1 8,7
12 6 28 33 13
13,0 6,5 30,4 35,9 14,1
41 33 6 12
44,6 35,9 6,5 13,0
41
Tabel 4.1(Sambungan) Karakteristik Responden Anggota keluarga tinggal serumah 1 2 3 4 5 >5 A.keluarga yang merawat Ya Tidak Riwayat rawat inap 1-3 kali 4-6 kali Lama sakit 3 bulan – 5 tahun 6-10 tahun >10 tahun Efek samping obat Tidak ada Tangan dan kaki kaku Sakit kepala Lemas Nama obat Risperidone 2 mg + clozapine 2 mg Risperidone 2 mg +clozapine 25mg + hexymer 2 mg Risperidone 2mg + haloperidol 2mg + hexymer 2 mg Haloperidol 2 mg + CPZ 50 mg Risperidone 2mg + CPZ 50 mg + hexymer 2mg
(n)
(%)
2 17 20 18 18 17
2,2 18,5 21,7 19,6 19,6 18,5
85 7
92,4 7,6
80 12
87,0 13,0
53 21 18
57,6 22,8 19,6
41 39 4 8
44,6 42,4 4,3 8,7
44
47,8
27
29,3
6
6,5
11
12,0
4
4,3
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa mayoritasusia responden adalah 29-39 tahun sebanyak 21 orang (22,8), status menikah sebanyak 45 orang (48,9%), jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 65 orang (70,7%), pendidikan responden mayoritas SMA yaitu sebanyak 47 orang (51,1%), sebanyak 33 responden tidak memiliki pekerjaan,
42
sebanyak 41 orang (44,6%) tidak mempunyai penghasilan, sebagian besar anggota keluarga yang tinggal serumah adalah 20 orang (21,7%). Sebanyak 85 responden (92,4%) dirawat oleh anggota keluarga, mayoritas responden (87,0%) mempunyai riwayat rawat inap sebanyak 1-3 kali, mayoritas responden 53 orang (57,6) yang mengalami lama sakit, Sebanyak 41 responden (44,6%) tidak merasakan efek samping pengobatan dan sebagian besar responden (47,8%) mengkonsumsi obat risperidone 2 mg + clozapine 25 mg.
b. Kepatuhan Minum Obat Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kepatuhan Minum Obat Pada Orang Dengan Skizofrenia di Poli Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015.(n=92) Kepatuhan minum obat Patuh Tidak patuh
(n) 25 67
(%) 27,2 72,8
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa mayoritas responden (72,8%) tidak patuh terhadap pengobatan. Sementara itu, hanya 25 responden (27,2%) yang patuh terhadap pengobatan.
c.
Frekuensi Kekambuhan pada orang dengan skizofrenia Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kekambuhan Minum Obat Pada Orang Dengan Skizofrenia di Poli Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015. (n=92) Frekuensi Kekambuhan Rendah Sedang Tinggi
(n) 48 44 0
(%) 52,2 47,8 0
Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (52,2%) mempunyai frekuensi kekambuhan dengan kategori rendah.
43
Sementara itu, 44
responden (47,8%) mempunyai
frekuensi
kekambuhan dengan kategori sedang.
3. Analisa Bivariat Tabel 4.4 Tabulasi silang Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Frekuensi Kekambuhan Pada Orang Dengan Skizofrenia di Poli Rawat Jalan RS Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015. (n=92) Kepatuhan Minum Obat Patuh Tidak patuh
Frekuensi Kekambuhan Rendah Sedang F % F % 5 5,4 20 21,7 43 46,7 24 26,1
Total Tinggi F % 0 0 0 0
F 25 67
P Value % 27,2 72,8
0,000
Berdasarkan tabel 4.4dapat dilihat bahwa dari 25 responden (27,2%) yang patuh minum obat, sebanyak 5 responden (5,4%) mempunyai frekuensi kekambuhan rendah dan 20 responden (21,7%) mempunyai frekuensi kekambuhan sedang. Sementara itu, dari 67 responden (72,8%) yang tidak patuh minum obat, sebanyak 43 responden (46,7%) mempunyai frekuensi kekambuhan rendah dan 24 responden (26,1%) mempunyai frekuensi kekambuhan sedang.
Hasil uji statistik chi-square
menunjukkan bahwa ada hubungan
antara kepatuhan minum obat dengan frekuensi kekambuhan pada orang dengan Skizofrenia di Poli Rawat Jalan RS Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015 (p=0,000; p<0,05).
B. Pembahasan 1. Interpretasi dan Diskusi Hasil a.
Kepatuhan Minum Obat pada pasien Skizofrenia di Poli Rawat Jalan RS Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden (72,8%) tidak patuh terhadap pengobatan. Hal ini diketahui berdasarkan
44
distribusi jawaban responden yang memperlihatkan bahwa sebanyak 57 responden (62,0%) mengatakan pernah lupa makan obat, 73 responden (79,3%) harus selalu diingatkan waktunya untuk minum obat, dan sebanyak 66 responden (71,7%) tidak mandiri meminta obat kepada perawat. Hasil studi ini juga mengindikasikan bahwa responden mengalami kejenuhan minum obat sehingga mereka harus diingatkan untuk minum obat oleh anggota keluarga. Efek samping obat berupa keluhan yaitu tangan dan kaki kaku kadang berjalan seperti robot juga dapat menyebabkan responden tidak patuh minum obat. Semakin lama responden minum obat juga dapat membuat mereka menjadi jenuh dan akhirnya tidak patuh minum obat. Hasil studi ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah mengkonsumsi obat dalam kurun waktu 3 bulan – 5 tahun. Sementara itu, Maramis (2005) menjelaskan bahwa perubahan kognitif yang diakibatkan oleh penyakit skizofrenia dapat membuat pasien tidak sadar akan kondisi penyakitnya dan manfaat obat. Timbulnya gangguan jiwa menyebabkan seseorang tidak sanggup menilai dengan baik kenyataaan tidak dapat lagi menguasai dirinya dalam semua tindakan. Hal tersebut terjadi pula pada kemampuan orang
itu
untuk
mengurusi
kesehatannya,
sehingga
mereka
memerlukan bantuan orang lain dan hal itu juga berlaku pula pada kemampuan pasien skizofrenia dimana pasien skizofrenia mengalami keterbatasan
dalam
mematuhi
pengobatan,
misalnya
waktu
mengkonsumsi obat, jenis obat yang dikomsumsi, dan waktu untuk kontrol. Hasil studi ini juga memperlihatkan bahwa dari 92 responden hanya 25 responden (27,2%) yang patuh minum obat. Walaupun pada umumnya responden skizofrenia mengalami gangguan dalam proses kognitif tetapi diantara mereka sudah menyadari bahwa dirinya sedang sakit dan membutuhkan obat untuk menghilangkan gejala psikotik dan mencegah kekambuhan. Hasil studi ini relevan dengan pernyataan
45
Frain dkk., (2009) yang menyatakan bahwa kepatuhan minum obat merupakan aspek utama dalam penanganan penyakitkronis termasuk skizofrenia. Kepatuhan dalam mengkonsumsi obat harian menjadi fokus dalam mencapai derajat kesehatan pasien. Dalam hal ini perilaku ini dapat dilihat dari sejauhmana pasien mengikuti atau mentaati perencanaan pengobatan yang telah disepakati oleh pasien dan profesional medis untuk menghasilkan sasaran-sasaran terapeutik. Menurut asumsi peneliti, kepatuhan minum obat pada klien Skizofrenia juga dapat terjadi karena fasilitas kesehatan yang jauh dan tidak memadai sehingga klien yang menjalani rawat jalan tidak dapat menjalani pengobatan. Berdasarkan hasil pengamatan di Rumah Sakit Jiwa, sebagian besar klien skizofrenia yang datang kontrol ke Poli Rawat Jalan berasal dari luar kota Medan. Sehingga beberapa diantara mereka ada yang datang sekali dalam tiga bulan. Beberapa klien skizofrenia dan keluarga bermohon agar obat dapat diberikan dalam waktu 2 bulan. Selain itu, fasilitas kesehatan di tempat mereka berada tidak menyediakan obat untuk penderita skizofrenia. Sehingga mereka harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk mencapai rumah sakit jiwa Medan.
Dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini kepatuhan minum obat pada klien skizofrenia tidak hanya disebabkan oleh perubahan kognitif pasien, tetapi juga kemungkinan disebabkan oleh rasa jenuh karena harus minum obat dalam kurun waktu yang lama, kurangnya pengawasan dari keluarga, jarak fasilitas kesehatan yang harus ditempuh, dan efek samping obat.
46
b. Frekuensi Kekambuhan Pada Orang Dengan Skizofrenia di Poli Rawat Jalan RS Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 92 responden, sebanyak 48 responden (52,2%) mempunyai frekuensi kekambuhan dengan kategori rendah dan 44 responden (47,8%) mempunyai frekuensi kekambuhan dengan kategori sedang. Hasil studi penelitian ini relevan dengan Sulinger dalam Keliat (1996) yang menyatakan ada empat faktor yang mempengaruhi kekambuhan klien itu sendiri, dokter (pemberi resep), perawat yang bertanggung jawab terhadap klien dan keluarga.Keteraturan keluarga dalam membantu memberikan obat, melakukan pengawasan dalam pemberian obat dan pengendalian ekspresi emosi keluarga akan memperkecil angka kekambuhan. Sebaliknya ekspresi emosi yang tinggi dari keluarga diperkirakan menyebabkan kekambuhan yang tinggi pada klien, hal ini dikarenakan klien
Skizofrenia
mudah
dipengaruhi
oleh
stressor
yang
menyenangkan maupun yang menyedihkan. Walaupun Skizofrenia adalah suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol dengan terapi farmakologi dan psikoterapi. Hal ini berarti dengan pengobatan yang teratur dan dukungan dari keluarga, masyarakat dan orang di sekitar klien, besar kemungkinan klien dapat bersosialisasi dan memiliki aktivitas seperti orang normal. Berbagai permasalahan di masyarakat seperti diskriminasi dan stigma masyarakat mengenai gangguan jiwa, ketidakseimbangan emosi klien dalam menghadapi permasalahan hidup, dan permasalahan ekonomi yang dihadapi keluarga klien merupakan faktor lain yang dapat menyebabkan kekambuhan klien. Widodo (2003) dalam Purwanto (2010) mengungkapkan beberapa hal yang bisa memicu kekambuhan Skizofrenia, antara lain klien tidak minum obat dan tidak kontrol ke dokter secara teratur, menghentikan sendiri pengobatan tanpa persetujuan dokter, kurangnya dukungan dari keluarga dan masyarakat, serta adanya kehidupan yang berat yang membuat stress, sehingga klien kambuh dan perlu dirawat di Rumah
47
Sakit. Hasil studi ini juga menunjukkan bahwa hampir seluruh responden (92,4%) dirawat oleh anggota keluarga di rumah. Pada kenyataannya anggota keluarga juga menemani responden kontrol ke poli rawat jalan. Selain itu anggota keluarga juga mengingatkan responden untuk patuh minum obat. Sementara itu, menurut teori Cahen dalam setiadi (2008), dukungan keluarga adalah suatu dukungan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dicintai, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan dicintai. Dapat
disimpulkan
bahwa
dukungan
keluarga
sangat
erat
hubungannya dengan frekuensi kekambuhan. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Carla dkk. (2008) tentang hubungan antara anggota keluarga pasien dengan kekambuhan penderita skizofrenia di RS dr. Sardijito Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi ekspresi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami skizofrenia maka kekambuhan pasien semakin tinggi.
Hasil yang diperoleh peneliti dari tingkat pendidikan pasien skizofrenia, masih ada yang tidak bersekolah yaitu sebanyak 5 orang (5,4%) dan keluarga yang berpendidikan SD yaitu sebanyak 19 orang (20,7%) sehingga pengetahuan pasien tentang perawatan masih sedikit. Hasil studi ini relevan dengan penelitian Nurdiyana (dalam Wulansih, 2008) yang menunjukkan bahwa kekambuhan yang tinggi disebabkan juga oleh kurangnya pengetahuan pasien tentang penyakit Skizofrenia sehingga peran serta keluarga rendah.
Hasil penelitian ini didukung oleh Erawatyningsih dkk. (2009) yang menjelaskan pengetahuan keluarga terkait dengan pendidikan akan mempengaruhi ketidakpatuhan minum obat pasien skizofrenia dalam
48
membawa pasien mengontrol kesehatannya. Pengetahuan keluarga akan penyakit skizofrenia yang diderita oleh pasien dan kepercayaan tentang kemanjuran pengobatan akan mempengaruhi kemauan untuk memilih atau tidak memilih dalam menyelesaikan pengobatan.
Klien Skizofrenia tidak mampu memanajemen dirinya untuk teratur dalam minum obat, selain itu efek samping yang membuat klien merasa tidak nyaman sehingga klien menolak untuk minum obat. Tidak jarang obat yang diberikan tidak ditelan dan dibuang oleh klien. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan dalam minum obat sehingga obat yang diberikan benar-benar ditelan klien. Terapi yang teratur akan mengurangi kemungkinan klien untuk kambuh. Menurut Hawari (2006), walaupun klien Skizofrenia tidak dapat disembuhkan dengan obat tetapi klien dapat terkontrol dengan terapi dan pengobatan yang tepat di rumah, tentunya dalam hal ini membutuhkan peran keluarga untuk membantu klien.
Kekambuhan
menunjukkan
kembalinya
gejala-gejala
penyakit
sebelumnya cukup parah dan menganggu aktivitas sehari-hari dan memerlukan perawatan inap dan rawat jalan yang tidak terjadwal (Dorlan, 2002). Ayuzo (dalam Yuzak, 2008) mengemukakan bahwa kekambuhan skizofrenia adalah munculnya kembali simtom-simtom skizofrenik pada pasien yang sudah mengalami bebas gejala selama episode sebelumnya.
Menurut asumsi peneliti,kekambuhan pada klien Skizofrenia dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan klien terhadap penyakit yang dideritanya dan disini sangat dibutuhkan peran serta keluarga untuk mengawasi anggota keluarga yang sakit atau dalam pemberian obat harus teratur.
49
Dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini kekambuhan pada klien skizofrenia beberapa faktor penyebabnya antara lain klien tidak minum obat dan tidak kontrol ke dokter secara teratur, menghentikan sendiri pengobatan tanpa persetujuan dokter, kurangnya dukungan dari keluarga dan masyarakat, serta adanya kehidupan yang berat yang membuat stress, sehingga klien kambuh dan perlu dirawat di Rumah Sakit. c. Hubungan
Kepatuhan
Minum
Obat
Dengan
Frekuensi
Kekambuhan Pada Orang Dengan Skizofrenia di Poli Rawat JalanRS Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015. Berdasarkan
tabel 4.4 dapat dilihat bahwa persentase frekuensi
kekambuhan pada orang dengan skizofrenia dengan rendah lebih besar pada kepatuhan minum obat yang tidak patuh yaitu 46,7% dari 67 responden, dibandingkan kepatuhan minum obat yang patuh yaitu 5,4% dari 25 responden. Hasil uji statistik chi-square
menunjukkan bahwa ada hubungan
antara kepatuhan minum obat dengan frekuensi kekambuhan pada orang dengan Skizofrenia di Poli Rawat Jalan RS Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015 (p=0,000; p<0,05). Hasil studi ini bermakna bahwa semakin patuh responden minum obat maka frekeuensi kekambuhan semakin rendah. Walaupun pada studi ini, hanya 25 responden (27,2%) yang patuh minum obat dan 67 responden (72,8%) responden tidak patuh minum obat, tetapi hasil studi ini menunjukkan bahwa sebagian besar (52,2%) frekuensi kekambuhan responden adalah rendah. Hasil studi ini mengindikasikan bahwa kekambuhan skizofrenia tidak hanya disebabkan oleh ketidakpatuhan minum obat tetapi ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi seperti dukungan keluarga dan kurang informasi.
50
Penelititan Prihanti (2010) menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat kepatuhan kontrol dengan tingkat kekambuhan pasien gangguan jiwa di Poli Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta menyimpulkan ada hubungan antara tingkat kepatuhan kontrol dengan tingkat kekambuhan pasien gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa yang menjalani kontrol di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta sebagian besar mempunyai tingkat kepatuhan untuk kontrol yang baik, kepatuhan kontrol pasien di Poli klinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta sebagian besar dikategorikan patuh, kekambuhan pasien gangguan jiwa di poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta sebagian besar dikategorikan tidak kambuh dan ada hubungan yang bermakna (signifikan) antara tingkat kepatuhan kontrol dengan tingkat kekambuhan pasien gangguan jiwa di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
Menurut asumsi peneliti dari hasil pengamatan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan klien sukar telat atau lupa minum obat dan klien mengatakan bosan dengan selalu minum obat setiap hari sehingga lama kelamaan klien akan mengalami kekambuhan, oleh sebab itu klien harus mematuhi seluru aturanaturan minum obat untuk mengurangi frekuensi kekambuhan pada orang dengan skizofrenia. Keluarga klien Skizofrenia belum mau secara terbuka untuk menyampaikan masalahnya kepada perawat. Keluarga hanya mengantar dan menyebutkan keluhan klien di rumah, tanpa bertanya secara jelas tentang cara perawatan klien yang benar kepada perawat. Padahal perawatan klien di rumah sangat menunjang dalam keberhasilan pengobatan klien. Selain itu, kunjungan keluarga klien ke Rumah Sakit Jiwa untuk membesuk klien yang menjalani rawat inap juga sangat rendah, padahal keluarga sangat berperan dalam memberikan dukungan kepada klien yang sedang dirawat. Dalam hal ini tugas perawat adalah melakukan anamnesa dan
51
membantu keluarga klien untuk memberikan informasi mengenai perawatan klien. Menurut Sena (2006) dalam Purwanto (2010) untuk mengurangi perawatan ulang atau frekuensi kekambuhan dan untuk mengurangi klien Skizofrenia yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa, perlu adanya pendidikan kesehatan jiwa yang ditujukan kepada klien dan keluarga yang merawat klien, sebagai upaya meningkatkan kepatuhan minum obat dalam pengobatan.
Menurut asumsi peneliti,kekambuhan pada klien Skizofrenia dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan klien terhadap penyakit yang dideritanya dan disini sangat dibutuhkan peran serta keluarga untuk mengawasi anggota keluarga yang sakit atau dalam pemberian obat harus teratur.
Dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini kekambuhan pada klien tidak hanya disebabkan oleh tidak patuhnya minum obat melainkan ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi kekambuhan. Factor tersebut adalah menghentikan sendiri pengobatan tanpa persetujuan
dokter,
kurangnya
dukungan
dari
keluarga
dan
masyarakat, serta adanya kehidupan yang berat yang membuat stress, sehingga klien kambuh dan perlu dirawat di Rumah Sakit.
2.
Keterbatasan Penelitian Jarak dari tempat peneliti ketempat penelitian jauh dan banyak rintangan yang harus dilewati seperti kemacetan di jalan raya, penelitian dilakukan di RS Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan disana peneliti melakukan sebagian pekerjaan yang dilakukan pegawai RS seperti mengukur tandatanda vital dan juga menginjeksi sehingga peneliti tidak terlalu fokus dalam penelitian yang dilakukan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari penelitian yang berjudul Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Frekuensi Kekambuhan Pada Orang Dengan Skizofrenia di Poli Rawat Jalan RS Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015 dan berdasarkan hasil yang diperoleh serta pembahasan yang telah penulis paparkan pada bab IV dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut. A. Kesimpulan 1.
Kepatuhan minum obat Pada Orang Dengan Skizofrenia di Poli Rawat Jalan RS Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015 mayoritas tidak patuh (72,8%).
2.
Kekambuhan Pada Orang Dengan Skizofrenia di Poli Rawat Jalan RS Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015 mayoritas rendah (52,2%).
3.
Ada Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Frekuensi Kekambuhan Pada Orang Dengan Skizofrenia di Poli Rawat Jalan RS Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015 dengan Pvalue = 0,000 (p = < 0,05).
B. Saran 1.
Bagi perawat Disarankan bagi perawat agar dapat lebih memperhatikan pasien skizofrenia Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi bagi perawat untuk menemukan suatu cara yang efektif untuk meningkatkan kepatuhan ODS minum obat serta melibatkan partisipasi keluarga dalam program pengobatan. Selain itu perawat juga diharapkan untuk memberikan pendidikan kesehatan tentang skizofrenia dan manajemen obat kepada ODS dan keluarga.
52
53
2.
Bagi institusi RS Jiwa Disarankan kepada pimpinan rumah sakit atau kepala bagian pelayanan penderita skizofrenia supaya lebih menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah pada penderita skizofrenia dan tetap memberikan dorongan kepada keluarga dan melengkapi sarana prasarana pengobatan pada orang skizofrenia.
3.
Bagi penelitian selanjutnya Untuk penelitian berikutnya agar menganalisa factor lain selain kepatuhan minum obat yang dapat mempengaruhi kekembuhan.
DAFTAR PUSTAKA Aditama Chandra Yoga, (2000). Manajemen Administrasi Rumah Sakit. UI Press, Jakarta. Agus, D. (2001). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pasien Skizofrenia di RSJP Jakarta dan Sanatorium Dharma wangsa dalam Pemilihan Jalur Pelayanan Kesehatan Pertama Kali dan Keterlambatan Kontakke Fasilitas Pelayanan Kesehatan Jiwa. Dipublikasikan dalam http. www.google.php.htm. Barber, N. (2002). Should We Consider NonCompliance a Medical Error? Quality & Safety in Health Care, 11 (1): 81-84 Becker, J.P. dan Shimada, S. (1997). The Open-Ended Approach: A New Proposal for Teaching Mathematics. Virginia: NCTM. Keliat, B. A. (2009). Proses Keperawatan Jiwa.Jakarta: ECG. Burns N, Grove SK (2001) Understanding Nursing Research – Building an Evidence-Based Practice.4th edn. Saunders Elsevier, St. Louis Dorlan, W.A.N. 2002. Kamus Kedokteran. Dorlan Editor Hunawati Hartanto. Edisi 29. Jakarta: EGC. Durand, V. Mark dan David H. Barlow.(2007). Intisari Psikologi Abnormal Edisi Empat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Entjang Indan, (2000). Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Frain, M. P., Bishop, M., Tschopp, M. K., Ferrin, M. J. &Frain, J. (2009). Adherence to Medical Regimens: Understanding the Effects of Cognitive Appraisal, Quality of Life & Perceived Fairly Resiliency. Rehabilitation Counseling Bulletin, 52 (4): 237-250 Hawari, D, (2012). Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa. Jakarta : FKUI Horne, R. (2006). Compliance, Adherence & Concordance: Implications for Asthma Treatment. CHEST, Official Publications of America Colledge of Chest Physicians,130: 65-72 Horne, R., Weinman, J., Barber, N., Elliot, R., Morgan, M., Cribb, A.&Kellar, I. (2005). Concordance, Adherence & Compliance in Medicine Taking. Centre for Health Care Research, University of Brighton, Falmer, Brighton
Kaplan, H.L, Sadock, B.J dan Grebb, J.A. 2006. SinopsisPsikiatri, Ilmu PengetahuanPerilaku Psikiatri Klinis. Edisi 7. Jilid II. Jakarta : Binaputra Aksara Keliat. (2009). Influence of the abilities in controlling violence behavior to the length of stay of schizophrenic clients in Bogor mental hospital, Indonesia. Diambil pada tanggal 8 Januari 2013, dari http://emji. com/?page= journal.detai l&id=15 Kraepelin, E., Barclay, RM, Robertson, GM., : “Dementia praecox and praphrenia’ (1919). Teaching and learning About schizophrenia, WPA Educational Program, 1994. Lutfey, K. E. &Wishner, W. J. (1999). Beyond “Compliance” is “Adherence”: Improving the Prospect of Diabetes Care. Diabetes Care, 22: 635-639 Maramis, W. F., (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9.Surabaya :Airlangga Universitas press. Minister Supply & Service Canada.(2005). Schizophrenia (Sebuah panduan bagi keluarga penderita skizofrenia). Yogyakarta: Dozz (Kelompok Penerbit Qalam) Morgan, M. & Horne, R. Explaining patient’s Behavior. (2005). Report for the national Co-ordinating Centre for NHS Service Delivery & Organisation R & D (NCCSDO).Centre for Health Care Research, University of Brighton, Falmer, Brighton Niven, Neil, (2002). Psikologi Kesehatan (Pengantar untuk Perawat dan Profesionsl Kesehatan Lain). Edisi Kedua, Jakarta : EGC. Nolen, S. & Hoeksema. (2001). Abnormal psychology (second edition). New york: Mc Graw Hill. Notoatmodjo. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Novitayani, S. (2013). The effeck of the illness representation based on education Program on medication adherence among muslim patients with skizofrenia in the psychiater hospital Banda Aceh, Indonesia. Tesis magister keperawatan Thailand: Prince of sungkls University. Osterberg, L. &Blaschke, T. (2005). Drug Therapy: Adherence to Medication. The New England Journal of Medicine, 353: 487-497. Pariwisata, (2006). Skizofrenia. (http://www.faktor-kekambuhan-skizofrenia.com, Diakses 6 Februari 2006).
Polit D, Beck C (2006) Essentials of Nursing Research: Methods, Appraisal and Utilization.6th edn. Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia Prihanti, B.A. (2010). Hubungan tingkat kepatuhan control dengan tingkat kekambuhan klien gangguan jiwa dipoliklinik rumah sakit jiwa daerah surakarta. Diperoleh 20 Oktober 2012dari http://- UMS ETD-db.htm. Puspitasari, 2009. Peran Dukungan Keluarga Pada Penangan Penderita Skizofrenia. (Diakses 21 Februari 2009 ). Riyadi,
S., &Purwanto, GrahaIlmu.
T.
(2009).Asuhan
keperawatanjiwa.Yogyakarta:
Riyanto, Hendro. (2007). Pasien Menur Tambah Akeh. Dipublikasikan dalam H:\388586.htm.download 17-13-2008. Stuart dan Sundeen J.S. (2007).Buku Saku Keperawatan Jiwa, diterjemahkan oleh Achir Yani S. Hamid. Jakarta. EGC. Veague, H. B. (2009). Schizophrenia. New York: Chelsea House Videbeck, Sheila L.(2008) Buku Ajar Keperawatan Jiwa: alih bahasa, Renata Komalasari Alfrina Hany, Editor edisi bahasa Indonesia, Pamilih Eko Karyuni.---Jakarta : EGC Weinman, R. & Horne, R. 2005. Patient Provider Interaction & Health Care Communication. Report for the national Co-ordinating Centre for NHS Service Delivery & Organisation R & D (NCCSDO). Cetre for Health Care Research, University of Brighton, Falmer, Brighton. Yakita.(2003). Kekambuhan Skizofrenia. Dipublikasikan dalam http://www. yayasan Harapan Permata Hati Kita.htm. Download 29-11-2007.
Lampiran 1
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama/NIM
: Marolop Munthe/11.02.077
Alamat
: Jl. Kapten Muslim, Setia Luhur Gg. Bonsai
Tempat Institusi Pendidikan : Universitas Sari Mutiara Medan Judul Penelitian
: Hubungan kepatuhan minum obat dengan frekuensi Kekambuhan pada orang dengan Skizofrenia di Poliklinik Rs Jiwa Prof. Dr. M. Ildrem Medan Tahun 2015.
Sehubungan dengan penyusunan laporan penelitian yang akan saya lakukan dengan judul tersebut diatas yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) di Progam Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Medan Tahun 2015. Untuk itu saya memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuisioner yang saya sediakan dengan kejujuran dan apa adanya. Jawaban Bapak/Ibu/Saudara/i dijamin kerahasiannya. Demikian permohonan saya ini, atas kerjasamanya saya ucapkan terima kasih. Medan, April 2015 Hormat Saya
(Marolop Munthe) Sehubungan dengan penjelasan diatas, dengan ini saya menyatakan bahwasaya bersedia untuk berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian ini dengan sukarela. Hormat saya Responden
(……………………)
Lampiran 2
Kode : ________ Tanggal: ________
HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN PADA ORANG DENGAN SKIZOFRENIA DI POLIKLINIK RS JIWA Prof. dr. M. ILDREM MEDAN A. Kuesioner Data Demografi 1. Nama (identitas)
:
2. Umur
:
3. Jenis Kelamin
: 1
Laki-laki
2
perempuan
4. Status perkawinan
: 1
Belum menikah
2
Menikah
Janda/duda
4
Cerai
Tidak sekolah
4
SMA
2
SD
5
Universitas
3
SMP
: 1
PNS
4
Petani
2
Pegawai swasta
5
Pengangguran
3
Ibu rumah tangga
6
Lainnya
Tahun
3 5. Tingkat pendidikan : 1
6. Pekerjaan
7. Pendapatan
: 1
Tidak memiliki penghasilan (siapa yang membiayai anda sehari-hari?
_______________) 2
< Rp. 500.000
3
Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000
4
> Rp. 1.000.000
8. Anggota keluarga yang tinggal serumah
:1
1
4
4
2
2
5
5
3
3
6
>5
9. Apakah anggota keluarga anda merawat anda
:1
Ya
2
Tidak
10. Riwayat rawat inap : _______ kali 11.Lama sakit: _______Tahun 12. Pengalaman dengan efek samping obat : __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 13. Data dari rekam medik Jenis, dosis, dan frekuensi obat yang dikomsumsi:
HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN PADA ORANG DENGAN SKIZOFRENIA DI POLIKLINIK RS JIWA Prof. dr. M. ILDREM MEDAN B. Kuesioner kepatuhan Minum Obat (Pre dan Post Test) Kode Responden : No. CM
:
Ruang
:
Petunjuk Pengisian Kuesioner ini mengukur perilaku minum obat anda selama minggu terakhir. Silahkan pilih pilihan yang tersedia dan berikan tanda checklist ( √ ) setelah pernyataan yang telah anda pilih selama perawatan. Tolong untuk tidak melewati setiap pernyataan dan respon terhadap setiap pernyataan secara akurat Tidak
: Jika Tidak Pernah
Ya
: Pernah 2 Kali sehari melakukan minimal 1 atau lebih
No
Pertanyaan
1.
Apakah anda pernah lupa makan obat ?
2.
Apakah anda pernah melanggar waktu untuk minum obat ?
3.
Apakah anda harus selalu diingatkan waktunya untuk minum obat ?
4.
Apakah anda tidak mandiri meminta obat kepada perawat ?
5.
Apakah anda harus dipanggil saat waktunya minum obat ?
6.
Apakah anda harus dipaksa dan diawasi ketika minum obat ?
7.
Apakah anda tidak mengetahui nama obat yang harus biasa diminum ?
8.
Apakah anda tidak meminum obatnya dengan benar (nama, aturan, dan cara minum) ?
9.
Apakah anda tidak mengetahui manfaat obat yang diminum selama ini ?
10. Apakah anda tidak mengetahui efek samping obat yang diminum ?
Ya
Tidak
HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN PADA ORANG DENGAN SKIZOFRENIA DI POLIKLINIK RS JIWA Prof. dr. M. ILDREM MEDAN
C. Kekambuhan pada ODS Petunjuk Pengisian Kuesioner ini mengukur frekuensi kekambuhan dalam kurun 1 tahun. Silahkan pilih pilihan yang tersedia dan berikan tanda checklist ( √ ) pada tabel, setelah pernyataan yang telah anda pilih selama perawatan.
No
pertanyaan
1
Frekuensi kekambuhan dalam kurun waktu 1 Tahun
1 kali
2-3 kali
>3 kali
APPENDIX D
Code :
The Brief Psychiatric Rating Scale (BPRS) (Leucht, S., Kane, J. M., Kissling, W., Hamann, J., Etschel, E., & Engel, R., 2005) No
1.
2.
3.
Pernyataan
Masalah somatic Derajat yg berhubungan degan kecemasan yg berlebihan terhadap kesehatan tubuh: Rate the degree to which physical health is perceived as a problem by the patient, whether complaints have a realistic basis or not. Cemas Khawatir, takut, atau terlalu cemas terhadap saat ini atau masa yang akan datang. Rate solely on the basis of verbal report of patient's own subjective experiences. Do not infer anxiety from physical signs or from neurotic defense mechanisms. Menarik diri emosional Pengurangan yg berhubungan dgn kemampuan sbg pewawancara dan utk mewawancara situasi. Rate only the degree to which the patient gives the impression of failing to be in emotional contact with other people in the interview situation.
Tdk ada (1)
Sgt ringa n(2)
Ring an (3)
Sedang (4)
Sedang kearah berat (5)
Berat (6)
Sgt berat (7)
No
4.
5.
6.
7
Pernyataan
Conceptual Disorganisasi Derajat yang berhubungan dengan proses pikir seperti bingung, diskoneksi, atau disorganisasi. Rate on the basis of integration of the verbal products of the patient; do not rate on the basis of patient's subjective impression of his own level of functioning. Perasaan bersalah Over-concern or remorse for past behavior. Rate on the basis of the patient's subjective experiences of guilt as evidenced by verbal report with appropriate affect; do not infer guilt feelings from depression, anxiety, or neurotic defenses. Ketegangan Manifestasi ketegangan dari fisik dan motor “ gugup dan tingkat aktivasi yang tinggi. Tension should be rated solely on the basis of physical signs and motor behavior and not on the basis of subjective experiences of tension reported by the patient. Mannerisms dan Posturing Perilaku motor yang tidak biasa dan tidak alami, jenis perilaku motor yang menyebabkan pasien gangguan jiwa dapat berdiri pasti dikeramaian orang-orang normal. Rate only abnormality of movements; do not rate simple
Tdk ada (1)
Sgt ringa n(2)
Ring an (3)
Sedang (4)
Sedang kearah berat (5)
Berat (6)
Sgt berat (7)
No
Pernyataan
heightened motor activity here. 8.
9.
10.
11.
Waham kebesaran Exaggerated self-opinion, conviction of unusual ability or powers. Rate only on the basis of patient's statements about himself or self-in-relation-to-others, not on the basis of his demeanor in the interview situation. Mood depresi Despondency in mood, kesedihan. Rate only degree of despondency; do not rate on the basis of interferences concerning depression based upon general retardation and somatic complaints. Permusuhan Animosity, contempt, belligerence, disdain for other people outside the interview situation. Rate solely on the basis of the verbal report of feelings and actions of the patient toward others; do not infer hostility from neurotic defenses, anxiety, nor somatic complaints. Rate attitude toward interviewer under "uncooperativeness". Curiga Belief (delusional or otherwise) that others have now, or have had in the past, malicious or discriminatory intent toward the patient.
Tdk ada (1)
Sgt ringa n(2)
Ring an (3)
Sedang (4)
Sedang kearah berat (5)
Berat (6)
Sgt berat (7)
No
12.
13.
14.
15.
Pernyataan
On the basis of verbal report, rate only those suspicions which are currently held whether they concern past or present circumstances. Perilaku halusinasi Perceptions without normal external stimulus correspondence. Rate only those experiences which are reported to have occurred within the last week and which are described as distinctly different from the thought and imagery processes of normal people. Retardasi motor Pengurangan dari tingkat energi yang dibuktikan dengan pergerakan yang lambat. Rate on the basis of observed behavior of the patient only; do not rate on the basis of patient's subjective impression of own energy level. Tidak kooperatif Dibuktikan dengan Evidence of resistance, unfriendliness, resentment, and lack of readiness to cooperate with the interviewer. Rate only on the basis of the patient's attitude and responses to the interviewer and the interview situation; do not rate on basis of reported resentment or uncooperativeness outside the interview situation. Isi pikir yang tidak sesuai
Tdk ada (1)
Sgt ringa n(2)
Ring an (3)
Sedang (4)
Sedang kearah berat (5)
Berat (6)
Sgt berat (7)
No
Pernyataan
Tdk ada (1)
Sgt ringa n(2)
Ring an (3)
Sedang (4)
Sedang kearah berat (5)
Berat
Sgt berat (7)
(6)
Tidak biasa, ganjil, aneh, atau isi pikir yang bizarre. Rate here the degree of unusualness, not the degree of disorganization of thought processes. 16.
17.
18.
Afek datar Pengurangan dari kekuatan emosional, penampakan dari kurangnya perasaan normal atau keterlibatan. Perasaan yang tidak sewajarnya (Excitement) Peningkatan kekuatan emosional, agitasi dan, reaktifitas. Disorientasi Bingung atau kurang mampu menghubungkan orang, tempat atau waktu dengan tepat.
Note: The BPRS is used to measure subject’s condition based on subject’s psychosis symptoms. If the score BPRS less than 40, the subject can join in this program. It is because the BPRS score of 31 – 40 is mildly ill category (Leucht, Kane, Kissling, Hamann, Etschel, & Engel, 2005). The BPRS will be measured by researcher.
Lampiran 8
OUTPUT SPSS PENELITIAN Frequency Table Frequency
Valid
18-28tahun 29-39tahun 40-50tahun 51-61tahun 62-72tahun
21 36 22 8 5
Total
92
belummenikah menikah janda/duda cerai
43 45 1 3
46,7 48,9 1,1 3,3
Total
92
100,0
100,0
jeniskelamin Percent
laki-laki perempuan
65 27
70,7 29,3
Valid Percent 70,7 29,3
Total
92
100,0
100,0
Pddk Percent
Frequency
Valid
tidaksekolah SD SMP SMA Universitas
5 19 13 47 8
5,4 20,7 14,1 51,1 8,7
Valid Percent 5,4 20,7 14,1 51,1 8,7
Total
92
100,0
100,0
pekerjaan Percent
Frequency
Valid
22,8 62,0 85,9 94,6 100,0
100,0
Valid Percent 46,7 48,9 1,1 3,3
Frequency Valid
100,0 status Percent
Frequency
Valid
Usiak Percent Cumulative Percent Valid Percent 22,8 22,8 39,1 39,1 23,9 23,9 8,7 8,7 5,4 5,4
pegawai swasta ibu rumah tangga petani pengangguran lainnya
12 6 28 33 13
13,0 6,5 30,4 35,9 14,1
Valid Percent 13,0 6,5 30,4 35,9 14,1
Total
92
100,0
100,0
Cumulative Percent 46,7 95,7 96,7 100,0
Cumulative Percent 70,7 100,0
Cumulative Percent 5,4 26,1 40,2 91,3 100,0
Cumulative Percent 13,0 19,6 50,0 85,9 100,0
Valid
tdk memiliki penghasilan
Rp1000.000
pendapatan Frequency Percent 41 44,6 33 35,9 6 6,5 12 13,0
Total
Valid
1 2 3 4 5 >5
92
100,0
100,0
tinggalserumah Frequency Percent 2 2,2 17 18,5 20 21,7 18 19,6 18 19,6 17 18,5
Valid Percent 2,2 18,5 21,7 19,6 19,6 18,5
Total
Valid
Ya Tidak
92
Valid
92
100,0
riwayatrawapinap Frequency Percent 80 87,0 12 13,0
Valid Percent 87,0 13,0
92
Frequency
Valid
Total
Valid
tidak ada tangan dan kaki kaku sakit kepala Lemas Total
100,0
100,0
lamasakit Percent 53 57,6 21 22,8 18 19,6
Valid Percent 57,6 22,8 19,6
92
100,0
100,0
efeksampingobat Frequency Percent 41 44,6 39 42,4 4 4,3 8 8,7
Valid Percent 44,6 42,4 4,3 8,7
92
100,0
Cumulative Percent 44,6 80,4 87,0 100,0
Cumulative Percent 2,2 20,7 42,4 62,0 81,5 100,0
100,0
100,0
Total
3bulan-5tahun 6-10 tahun >10tahun
100,0
anggotakeluargaygmerawat Frequency Percent Valid Percent 85 92,4 92,4 7 7,6 7,6
Total
1-3 kali 4-6 kali
Valid Percent 44,6 35,9 6,5 13,0
100,0
Cumulative Percent 92,4 100,0
Cumulative Percent 87,0 100,0
Cumulative Percent 57,6 80,4 100,0
Cumulative Percent 44,6 87,0 91,3 100,0
risperido+clozapine risperidone+clozapine+hexymer risperidone+haloperidol+hexymer Valid haloperidol+CPZ rispperidone+CPZ+hexymer Total
Valid Percent 47,8 29,3 6,5 12,0 4,3
92
100,0
100,0
patuh tidak patuh
25 67
27,2 72,8
Valid Percent 27,2 72,8
Total
92
100,0
100,0
katk Percent
Frequency
Valid
Percent 47,8 29,3 6,5 12,0 4,3
kats Percent
Frequency Valid
obat Frequency 44 27 6 11 4
rendah sedang tinggi
48 44 0
52,2 47,8 0
Valid Percent 52,2 47,8 0
Total
92
100,0
100,0
N kats * katk
Case Processing Summary Cases Valid Missing Percent N Percent 92 100,0% 0 0,0%
Count % of Total Count % of Total Count % of Total
patuh kats tidak patuh Total
Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
N of Valid Cases
Cumulative Percent 52,2 100,0 0
Total Percent 92
100,0%
Total sedang 20 21,7% 24 26,1% 44 47,8%
Chi-Square Tests df Asymp. Sig. (2-sided)
14,241a
1
,000
12,526
1
,000
14,926
1
,000
14,086
1
,000
25 27,2% 67 72,8% 92 100,0%
Exact Sig. (2-sided)
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association
Cumulative Percent 27,2 100,0
N
kats * katk Crosstabulation katk rendah 5 5,4% 43 46,7% 48 52,2%
Value
Cumulative Percent 47,8 77,2 83,7 95,7 100,0
,000 92
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,96. b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1-sided)
,000
s1 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
ya tidak
35 57
38,0 62,0
38,0 62,0
Total
92
100,0
100,0
Cumulative Percent 38,0 100,0
s2 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
ya tidak
30 62
32,6 67,4
32,6 67,4
Total
92
100,0
100,0
Cumulative Percent 32,6 100,0
s3 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
ya tidak
19 73
20,7 79,3
20,7 79,3
Total
92
100,0
100,0
Cumulative Percent 20,7 100,0
s4 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
ya tidak
26 66
28,3 71,7
28,3 71,7
Total
92
100,0
100,0
Cumulative Percent 28,3 100,0
s5 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
ya tidak
20 72
21,7 78,3
21,7 78,3
Total
92
100,0
100,0
Cumulative Percent 21,7 100,0
s6 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
ya tidak
13 79
14,1 85,9
14,1 85,9
Total
92
100,0
100,0
Cumulative Percent 14,1 100,0
s7 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
ya tidak
18 74
19,6 80,4
19,6 80,4
Total
92
100,0
100,0
Cumulative Percent 19,6 100,0
s8 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
ya tidak
19 73
20,7 79,3
20,7 79,3
Total
92
100,0
100,0
Cumulative Percent 20,7 100,0
s9 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
ya tidak
41 51
44,6 55,4
44,6 55,4
Total
92
100,0
100,0
Cumulative Percent 44,6 100,0
s10 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
ya tidak
44 48
47,8 52,2
47,8 52,2
Total
92
100,0
100,0
Cumulative Percent 47,8 100,0
k1 Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
1 kali 2-3 kali >3 kali
48 33 11
52,2 35,9 12,0
52,2 35,9 12,0
Total
92
100,0
100,0
Cumulative Percent 52,2 88,0 100,0