PERSPEKTIF ISLAM TENTANG UNDANG-UNDANG NO. 18 TAHUN 2008 DAN PENERAPAN PADA TPA BANTAR GEBANG BEKASI Sekripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh: Kunmaharso Adi Siswanto NIM: 105043201332
KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1431 H / 2010 M
KATA PENGANTAR ¯2lµoG¡+Ýo2Ù{´ Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadlirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Perspektif Islam Tentang Undang-undang No. 18 Tahun 2008 dan Penerapannya Pada TPA Bantar Gebang Bekasi” yang merupakan kewajiban bagi Mahasiswa Program Sarjana (S-1) Perbandingan Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, untuk memenuhi dan melengkapi sebagian persyaratan dan tugas akhir untuk mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI). Dalam penulisan Skripsi ini, sudah barang tentu Penulis banyak memperoleh bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, yang sangat bermanfaat bagi penulisan ini. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih, yang setulus-tulusnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.H., M.M., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA. Dan Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag., selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
i
3. Bapak Dr. Fuad Thohari, M.Ag dan Bapak Drs. Heldi, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan motivasi yang besar selama proses penulisan skripsi ini. 4. Seluruh Dosen Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum yang dengan penuh keihlasan mencurahkan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama masa studi. 5. Segenap Pengelola Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidaytullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam mencari data-data pustaka. 6. Ayahanda dan Ibunda, Bapak Kuniman dan Ibu Ruswati, yang selalu penulis hormati dan sayangi, dan yang selalu mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, memberikan bimbingan, arahan, nasehat dan do’a demi kesuksesan penulis. Mudah-mudahan Allah SWT selalu memberi limpahan rahmat dan kasih sayangnya kepada mereka. Amin. 7. Bapak Bataran Erwin Sinaga, Bapak sulaiman, Bapak KH. Nasir Thabroni, dan Bapak Ujang, yang telah membantu dalam pemenuhan data penelitian yang penulis lakukan. 8. Rekan-rekan Mahasiswa dan Mahasiswi dari Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum angkatan 2005 / 2006 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, AKURR Club (Sukses Selalu), Heru Awal Ludin, Tedi Ramadhan, BhuChek, Saiful Hidayat, dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan
ii
satu persatu, yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis dalam masa studi dan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Akhirnya atas jasa dan bantuan semua pihak, baik berupa moril maupun materil penulis panjatkan do’a semoga Allah SWT membalas dengan imbalan pahala yang berlipat ganda dan menjadikan sebagai amal jariah yang tidak pernah surut mengalir pahalanya, dan mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi penulis dan semua pihak. Amin.
Ciputat, Mei 2010
Kunmaharso Adi Siswanto Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................... 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah .......................................................... 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 7 D. Tinjauan Kajian Terdahulu ................................................................. 7 E. Metodologi Penelitian ......................................................................... 9 F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 10
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH A. Pengertian Pengelolaan Sampah ........................................................ 11 B. Manajemen Pengelolaan Sampah yang Ideal .................................... 29 C. Tujuan Adanya Undang-undang No. 18 Tahun 2008 ....................... 33 D. Manfaat Pengelolaan Sampah Bagi Masyarakat ............................... 35
BAB III
GAMBARAN PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA BANTAR GEBANG BEKASI A. Sejarah Pengelolaan Sampah TPA Bantar Gebang Bekasi ................ 42 B. Letak Pengelolaan TPA Bantar Gebang Bekasi dengan Daerah Sekitarnya .......................................................................................... 49 C. Masyarakat Sekitar Pengelolaan Sampah TPA Bantar Gebang Bekasi ................................................................................................. 51
D. Struktur Organisasi ............................................................................. 55 BAB IV
PERSPEKTIF ISLAM TENTANG UNDANG-UNDANG NO. 18 TAHUN 2008 DAN PENERAPANNYA PADA TPA BANTAR GEBANG BEKASI A. Perspektif Islam Tentang Undang-undang No. 18 Tahun 2008 ........ 56 B. Penerapannya Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Pada TPA Bantar Gebang Bekasi ................................................................................. 60
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................ 68 B. Saran .................................................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 69
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap proses, jalinan, pertumbuhan, dan hubungan yang berkaitan dengan makhuk hidup, terutama manusia, selalu memiliki fungsi, peranan, dan kedudukan yang berkaitan dengan lingkungannya. Oleh karena itu, dalam membahas masalah yang berhubungan tentang lingkungan, khususnya hukum lingkungan, harus diperhatikan suatu konsep yang dikenal dengan ekologi. Alam adalah fasilitas yang disediakan Tuhan untuk mengenal penciptanya sekaligus pencipta manusia sebagai komponen alam di dalamnya 1 . Proses kerja sama, persaingan, interaksi, di antara makhuk hidup serta dengan lingkungan yang menjadi kondisi kehidupan, berlangsung secara terus menerus (perpetual transformasi). Dengan perkataan lain terjadi proses yang berkesinambungan. Terputusnya proses tadi dalam jalinan hidup ini, akan terjadi kekacauan yang dapat menimbulkan kehancuran 2 . Kerusakan lingkungan telah mengglobal, hal ini berpengaruh terhadap terjadinya perubahan iklim, timbulnya bencana, timbulnya pandemi penyakit, serta kelangsungan hidup manusia, binatang, dan tumbuhan beserta spesies-spesiesnya. segera kita atasi bilamana tidak, bumi akan menjadi tempat yang tidak nyaman lagi untuk di tempati 3 .
1
R.M. Gatot P. Soemartono, Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 1991), h. 1. 2 Ibid. h. 7. 3 Kuncoro Sejati, Pengelolaan Sampah Terpadu, ( Yogyakarta: Kansius, 2009), h. 5
1
2
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhuk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Undang-undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) menjelaskan pula tentang istilah pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi kedalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Dimana perlunya pelestarian fungsi lingkungan hidup, pelestarian fungsi lingkungan hidup sendiri adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Sekarang masyarakat pada umumnya sudah mengeluh, karena sampah yang menggunung dimana-mana. Sampah sebagai hasil sampingan kegiatan manusia telah menimbulkan permasalahan yang sangat komplek, baik pada masyarakat desa, lebih-lebih lagi pada masyarakat perkotaan. Sampah adalah buangan berupa bahan padat merupakan polutan umum yang menyebabkan
3
turunnya nilai estetika lingkungan, membawa berbagai jenis penyakit, menurunkan nilai sumber daya, menimbulkan polusi, menyumbat saluran air dan berbagai akibat negatif lainnya 4 . Permasalahan sampah merupakan hal yang krusial. Bahkan, sampah dapat dikatakan sebagai masalah kultural karena dampaknya terkena pada berbagai sisi kehidupan, terutama dikota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, Bandung, Palembang dan Medan. Menurut perkiraan, volume sampah yang dihasilkan perorang rata-rata sekitar 0,5 kg/kapita/hari. Jadi, untuk kota besar seperti Jakarta yang penduduknya 10 juta orang, sampah yang dihasilkan sekitar 5000 ton/hari dan Surabaya 1500 ton/hari. Dengan jumlah yang tergolong besar tersebut, perlu adanya penanganan yang khusus. Bila tidak cepat ditangani secara benar maka kota-kota tersebut akan tenggelam dalam timbunan sampah berbarengan dengan segala dampak negatif yang ditimbulkan 5 . Suatu tata lingkungan yang sehat memerlukan adanya sistem pembuangan sampah yang khusus, misalnya dapat diatur dengan mengadakan pengumpulan sampah dari tiap-tiap rumah tangga, kemudian pembuangan secara kolektif dengan kendaraan yang tertutup kesuatu lokasi yang disediakan untuk pemusnahan sampah. Mungkin sekali sebagian dari sampah dapat digunakan lagi sebagai bahan baku dan sebagian lain dapat diolah menjadi pupuk, sedang sisanya dapat digunakan sebagai penimbunan rawa-rawa atau tanah yang rendah. 4
Bahar Yul H, Teknologi Penanganan dan Pemanfaatan Sampah, (Jakarta: PT. Waca Utama Pramesti), h. 7. 5 Sudradjat, Mengelola Sampah Kota, (Jakarta: Penebar Swadaya), h. 6.
4
Teknologi penanganan sampah di negara yang sudah maju dapat dicontoh untuk dilaksanakan di Negara kita ini. Sistem pembuangan sampah dan limbah harus menjadi satu dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan rumah maupun perumahan. Sudah barang tentu keharusan ini berlaku bagi tiap pembangunan gedung yang akan menampung orang-orang secara berkala maupun secara permanent, seperti kantor, stasiun, taman dan tempat- tempat rekreasi yang lain6 . Tempat pengelolaan sampah adalah suatu tempat yang dijadikan sebagai tempat pembuangan akhir sampah-sampah yang dikelola oleh dinas kebersihan kota, dalam hal ini yang sesuai dengan tata ruang wilayah kabupaten atau kota, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana didalam pengelolaanya haruslah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, karena harus sesuai dengan pengelolaan yang berwawasan lingkungan berasaskan pembangunan berkelanjutan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif seperti pencemaran dan kerusakan lingkungan bagi masyarakat sekitarnya. Sehingga pengelolaan sampah tersebut dapat memberikan berbagai manfaat baik secara ekonomi, memberikan efek sehat kepada masyarakat dan aman bagi lingkungan 7 . Untuk mengatasi masalah sampah, dibutuhkan sistem pengolahan yang baik. Pengolahan sampah kota bertujuan agar tercipta kebersihan lingkungan. Dengan armada angkutran sampah yang besar, jumlah personil yang memadai, keteraturan jadwal, serta ketepatan lokasi objek sampah maka masalah kebersihan 6
D. Dwidjoseputro, Ekologi Manusia dengan Lingkungannya, (Jakarta: Erlangga, 1990), h.
13. 7
http//muslimindaenglalo.blogspot.com/2009/03/prinsip-partisipasi-dalam-uu.html
5
lingkungan disumber sampah dapat diatasi dengan baik. Permasalahan yang muncul di TPA, akan merambat ke arah hulu yang mengakibatkan terhenti atau terhambatnya pengangkutan sampah dari sumber sampah ke TPA. Dampaknya, sampah akan menggunung di kota dan disertai akumulasi polusi yang ditimbulkannya. Demi kelancaran proses penanganan dan pemanfaatan sampah, maka perlu pengaturan dan penyediaan fasilitas yang memadai. Pengaturan disini meliputi pengaturan perumahan penduduk, pasar dan daerah industri dengan jalan-jalan yang memadahi sehingga memudahkan lalu lintas armada sampah, pengaturan tempat pengumpulan, penimbunan dan pembuangan sampah. Kebijakan hukum untuk menangani masalah sampah cukup besar peranannya. Kebijakan hukum ini sebetulnya pada kota-kota besar di indonesia sudah ada, seperti peringatan yang tertulis dalam bis kota, kereta api, pinggir kali dan pada tempat-tempat tertentu yang berbunyi, ”Dilarang membuang sampah, pelanggar akan dituntut hukuman penjara selama enam bulan atau denda setinggi-tingginya lima puluh ribu rupiah”. Peringatan-peringatan semacam ini cukup memberikan kesadaran kepada masyarakat sehingga dapat mencegah mereka membuang sampah disembarang tempat, akan tetapi karana pelaksanaan hukum tersebut masih jarang, maka masih saja ada orang yang tidak mematuhinya 8 . Dari uraian diatas timbul suatu ide untuk berusaha memberikan pemikiran dalam bentuk karya ilmiah/skripsi guna mengkaji tentang Undang-undang 8
Ibid. h. 9
6
pengolahan sampah, berdasarkan perspektif Islam dan penerapannya pada TPA Bantar Gebang Bekasi, agar kelak pengolahan sampah tersebut tidak mencemari lingkungan dan mengganggu masyarakat yang ada di daerah sekitar pengolahan tersebut, serta memberikan manfaat bagi masyarakat banyak. Untuk itu penulis membuat skripsi ini dengan judul: PERSPEKTIF ISLAM TENTANG UNDANG-UNDANG PENGELOLAAN SAMPAH DAN PENERAPANNYA PADA TPA BANTAR GEBANG BEKASI. B. Batasan dan Rumusan Masalah Batasan terhadap masalah ini, berkisar hanya pada perspektif Islam terhadap Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang pengolahan sampah, serta penerapannya di daerah TPA Bantar Gebang Bekasi yang dalam pengolahannya masih banyak kekurangan atau tidak sesuai dengan pandangan Islam dan undangundang yang berlaku serta merugikan masyarakat sekitar. Undang-undang No. 18 Tahun 2008 adalah
undang-undang yang
mengatur tentang bagaimana cara pengelolaan sampah yang baik dan tidak merusak lingkungan sekitar. Berdasarkan latar belakang sebagaimana uraian diatas, terdapat pokok masalah yang harus diteliti dalam penulisan Skripsi ini sebagai berikut: a) Bagaimana perspektif Islam tentang Undang-undang No. 18 Tahun 2008? b) Apakah penerapan pengelolaan sampah di TPA Bantar Gebang Bekasi sudah sesuai dengan Undang-undang No. 18 Tahun 2008?
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : a) Untuk mengetahui perspektif Islam terhadap Undang-undang No.18 Tahun 2008. b) Untuk mengetahui penerapan Undang-undang No. 18 Tahun 2008 di TPA Bantar Gebang Bekasi. Manfaat Penilitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu: 1). Manfaat Teoritis Penelitian ini sekiranya dapat memberikan wawasan dan pengetahuan khususnya bagi diri penulis maupun bagi masyarakat pada umumnya. 2). Manfaat Praktis Penelitian ini sekiranya dapat memberikan wawasan bagi para masyarakat yang daerahnya dijadikan daerah pengelolaan sampah. D. Tinjauan Kajian Terdahulu Skripsi:Pengembangan Model Optimasi Pengangkutan Sampah di Jakarta Pusat, Oleh Irwan Hadi Prayitno, Mahasiswa FMIPA Institut Pertanian Bogor (IPB) Bogor,Tahun 2007/1428 H. Pada skripsi ini, penulis menerangkan bagaimana cara penemuan rute baru dalam pengangkutan sampah dengan mempertimbangkan biaya yang akan ditimbulkan dan menentukan lokasi tempat pembuangan sampah dari setiap lokasi penimbunan sanpah, khususnya untuk wilayah Jakarta Pusat. Karena adanya
8
rencana penutupan TPA Bantar Gebang Bekasi, sehingga diperlukan tempat pembuangan baru yang mandiri dan tidak tergantung kepada tempat pembuangan akhir lagi. Skripsi:Pengelolaan
Sampah
Rumah
Tangga
Perkotaan
Berbasis
Masyarakat Di Banjarsari Jakarta Selatan, Oleh Ristie Dwi Handayani, Mahasiswi Institut Pertanian Bogor (IPB) Bogor, Tahun 2008/1429 H. Pada skripsi ini, penulis menerangkan pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat, sebagai upaya-upaya inisiatif dan sumber-sumber daya yang digunakan dalam pengelolaan sampah tersebut berasal dari masyarakat Banjarsari Jakarta selatan sendiri. Lebih jauh lagi, masyarakat Banjarsari berhasil mengembangkan unsur-unsur kelembagaan, yang menjadi faktor penting dalam menopang kegiatan pengelolaan sampah tersebut. Sehingga dalam penangan sampah sudah dapat mandiri dan merasakan dari manfaat pengolahan tersebut. Dari skripsi diatas tersebut, berbeda dari masalah yang akan diangkat dalam skripsi ini. Dalam skripsi ini penulis ingin menjabarkan tentang perspektif Islam tentang Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, serta penerapan Undang-undang No. 18 Tahun 2008 terhadap pengelolaan sampah di TPA Bantar Gebang Bekasi. Apakah sudah sesuai dengan Islam dan undang-undang yang berlaku tentang pengelolaan sampah, karena pada dasarnya pengelolaan yang sesaui dengan Undang-undang adalah pengelolaan yang ramah lingkungan serta tidak merugikan masyarkat sekitarnya, dalam hal ini warga yang berdekatan dengan TPA Bantar Gebang Bekasi.
9
E. Metologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif 9 , dengan hasil penelitian lapangan sebagai data utama atau primer. Dilihat dari sifat penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian deskritif analisis. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis dan menguraikan mengenai pandangan Islam dan undang-undang terhadap pengelolaan sampah pelaksanaan pengelolaan sampah di Bantar Gebang Bekasi. Masalah-masalah yang timbul dari pelaksanaan pengelolaan sampah tersebut. Dalam penelitian ini menggunakan al-Qur’an dan Hadist dalam pandangan Islam dan asas-asas hukum yang dipergunakan adalah kitab undang-undang hukum perdata (BW), dan peratuaran perundang-undangan lain yang berkaitan dengan pengelolaan sampah. 2. Jenis Data a) Data Primer, data yang diperoleh melalui penelitian lapangan, wawancara langsung terhadap pihak yang terkait dan berkaitan dengan penelitian. b) Data Sekunder, data sekunder didapat dari al-Qur’an dan al-Hadist serta peraturan
perundang-undangan
dangan,
data-data
resmi
instansi
pemerintah, dari perusahaan, buku-buku literatur, karangan ilmiah, makalah umum, media masa dan bacaan lain yang berkaitan dengan judul penelitian.
9
Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Lihat Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya: Bayumedia Publishing, 2005), h. 57.
10
3. Teknik Pengolahan Data Dalam rangaka mengumpulkan, mengolah dan menyajiakan bahan-bahan yang diperlukan, maka dilakukan pengolahan data dengan cara sebagai berikut : Analisis dan pengolahan data, dilakukan dengan cara membandingkan hasil studi pustaka dengan penelitian lapangan, kemudian dilakukan analisis yang dituangkan dalam pembahasan masalah, selanjutnya dapat ditarik kesimpulan dan diberikan saran-saran untuk perbaikan. F. Sistematika Penulisan Penelitian ini disusun terdiri dari lima Bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab Pertama, yang merupakan pendahuluan, menguraikan latar belakang permasalahan, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan atas kajian terdahulu (study review), metodologi penelitian yang digunakan, serta sistematika penyajian yang digunakan. Bab kedua, membahas tinjauan kepustakaan yang meliputi landasan teori mengenai pengelolaan sampah yang sesuai dengan perspektif islam serta undangundang yang berlaku, sehinga tidak merugikan masyarakat disekitrnya. Menguraiakan cara pengelolaan lingkungan agar tidak merusak alam hingga bagaimana cara penanganan sampah hingga sesuai dengan apa yang diinginkan, tidak mencemari lingkungan yang ada, tidak merugikan orang lain, dapat dimanfaatkan untuk masyarakat dan bernilai ekonomis.
11
Bab ketiga, membicarakan tentang gambaran secara umum tempat pengelolaan sampah, yang dilakukan oleh perusahaan yang mendapatkan izin mengelola pengelolaan sampah dan keadaan masyarakat yang daerahnya dekat dengan TPA Bantar Gebang Bekasi. Bab keempat, pembahasan tentang perspektif Islam terhadap Undangundang No. 18 Tahun 2008, serta menguraikan penerapan Undang-undang No. 18 Tahun 2008 terhadap pengelolaan sampah di TPA Bantar Gebang Bekasi sehingga masyarakat bukan hanya dapat mengelola sampah tetapi dapat mengelola lingkungan hidup sehingga tidak mencemari ataupun merusak, dan bagaimana sikap manusia dalam bertindak untuk melindungi lingkungan hidup dalam pandangan islam. Karena sesungguhnya segala sesuatu yang diciptakan dimuka bumi ini adalah karunia Allah SWT kepada manusia didunia agar tercipta kebahagian dan kesejahteraan. Bab kelima, merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dari seluruh hasil pembahasan penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi masysrakat banyak dan khususnya masyarakat yang tinggal didaerah pengelolaan sampah, dalam hal ini warga Bantar Gebang dan bagi mahasiswa yang ingin meneliti masalah pengelolaan sampah.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH A. Pengertian Pengelolaan Sampah 1. Pengelolaan Sampah Perspektif Islam Islam sebagai agama rahmatan li al-âlamîn telah memberikan isyarat dan pesan-pesan yang berhubungan dengan pembangunan dan lingkungan hidup serta kehidupan terutama melalui ayat-ayat kauniah dalam al-qur’an, yang menurut Thanthawi Jauhari sebagaimana dikemukakan oleh M. Quraish Shihab: “tidak kurang dari 750 ayat yang secara tegas menguraikan hal-hal tentang lingkungan hidup dan kehidupan”. Ayat-ayat tersebut tentunya dijadikan sebagai rujukan dasar atau sebagai prinsip karena merupakan petunjuk-petunjuk dasar atau prinsip-prinsip yang pertama dan utama dalam berbagai hal termasuk mengenai pembangunan dan lingkungan hidup sebagai suatu ekosistem 1 . Memang dalam Islam sendiri pengertian pengelolaan sampah tidak dijelaskan secara khusus dalam al-Qur’an, karna dalam masa rasul jumlah penduduk yang masih sedikit dan jumlah konsumsi yang belum bermacam-macam. Akan tetapi, al-Qur’an sudah menyinggung akan masalah tersebut dengan beberapa ayat yang berkenaan dengan masalah lingkungan hidup serta masalah kebersihan. Ungkapan “bersih pangkal sehat” mengendung arti betapa pentingnya kebersihan bagi kesehatan manusia, baik orang perorangan, keluarga, masyarakat
1
Daud Effendi AM, Manusia,Lingkungan Dan Pembangunan, (Jakarta: Lembaga Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 70.
12
13
maupun lingkungan. Kebersihan adalah upaya manusia untuk memelihara diri dan lingkungannya dari segala yang kotor dan keji dalam rangka mewujudkan dan melestarikan kehidupan yang sehat dan nyaman. Kebersihan merupakan syarat bagi terwujudnya kesehatan, dan kesehatan adalah salah satu faktor yang dapat memberikan kebahagiaan. Sebaliknya, kotor tidak hanya merusak keindahan tapi juga dapat menyebabkan timbulnya bebagai penyakit, dan sakit merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan penderitaan. Begitu pentingnya kebersihan menurut Islam, sehingga orang yang membersihkan diri atau mengusahakan kebersihan akan dicintai oleh Allah SWT sebagaimana firmannya:
: ٢ / ) اﻟﺒﻘﺮة
☺ ( ٢٢٢
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” ( QS. Al-Baqarah : 222 )
☯
☺ ( ١١: ٨ / ) اﻻﻧﻔﺎل Artinya: ........ Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu ......... (َQS. Al-Anfal: 11) Ayat diatas mengajarkan tentang kebersihan dalam agama Islam adalah berpangkal atau merupakan konsekuensi dari iman seseorang kepada Allah SWT Tuhan yang menciptakan alam semesta beserta isinya untuk kesejahteraan dan
14
Manusia berupaya menjadikan dirinya suci atau bersih supaya ia dapat berpeluang mendekat diri dan akrab kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Suci itu. Hal ini dapat difahami dari hadis sebagai berikut:
(ن )رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ ِ ﺷﻄْ ُﺮاْﻹِﻳﻤْ َﺎ َ ﻄ ُﻬﻮْ ُر ََاﻟ ﱠ ″Kebersihan itu adalah separuh dari iman″ (HR. Muslim) 2 . Hadis ini sangat familiar di kalangan kaum muslimin dan sering dijadikan objek pembicaraan golongan terpelajar maupun kelompok umum. Berdasarkan literal hadis dan atau ayat al-Qur’an, seruan ″bersih″ ini bukan saja kebersihan batin atau bukan secara lahir, tetapi kebersihan yang didengungkan mencakup semua aspek termasuk kebersihan rumah dan juga kebersihan lingkungan. Ayat dan hadis diatas memberikan petunjuk bahwa kebersihan itu bersumber dari iman dan merupakan bagian dari iman. Dengan demikian kebersihan dalam ajaran Islam merupakan aspek ibadah dan aspek moral, dan karna itu sering juga dipakai kata bersuci sebagai kata paduan dengan kata membersihkan atau melakukan kebersihan. Ajaran kebersihan tidak hanya merupakan slogan atau teori belaka, tetapi harus dijadikan pola hidup praktis,
2
Abi Husen Muslim al-Hajaj al-Qusyairi al-Naisabury, Shahǐh Muslim, Juz I, (Bairut: Dar alFikr, 1992), h. 203.
15
yang mendidik manusia hidup bersih sepanjang masa, bahkan dilembagakan dalam hukum Islam 3 . Dalam fiqih Islam dikenal pula adanya aturan bersuci (thaharah), artinya sebelum melaksanakan ibadah seseorang yang beragama Islam diwajibkan suci dari najis (kotoran) baik dengan cara dicuci, mandi, berhudhu, maupun tayamum. Penduduk kota di Indonesia sebagian besar umat Islam, bila dapat mengamalkan ajaran agamanya dengan baik, maka otomatis akan mudah dapat menerapkan budaya bersih dalam kehidupan sehari-hari. Islam menghedaki adanya perhatian dan kesadaran masyarakat untuk selalu memperhatikan lingkungan sekitarnya termasuk jalan, halaman gang, dan halaman pekarangan rumah. Janganlah
membuang
sampah
dijalan,
Rasulullah
SAW
bahkan
menganjurkan untuk mengambil sampah yang kita temui dijalan baik itu berupa duri, pecahan kaca, botol, bungkus rokok, dan sebagainya. Artinya umat Islam dilarang membuang sampah tidak pada tempatnya. Seorang muslim yang taat membuang sampah pada tempatnya dan mengambil sampah yang ditemukan dijalan, merupakan sebuah amal ibadah. Sebaliknya seorang muslim yang membuang sampah dijalan atau tidak pada tempatnya misalnya disungai, selokan, trotoar jalan dan sebagainya, sangat bertentangan dengan hadist diatas dan tentunya hal ini merupakan perbuatan dosa yang harus dihindari oleh setiap umat Islam. Oleh karena itu, hendaknya budaya bersih dapat dijadikan prilaku umat
3
Majelis Ulama Indonisia, Air, Kebersihan Dan Kesehatan Lingkungan Menurut Ajaran Islam, (Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 1992), h. 35.
16
Seperti Firman Allah SWT:
( ١٠٨ : ٩ / ) اﻟﺘﻮﺑﻪ
☺
Artinya: Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.(QS. At-Taubah :108) Ayat diatas menerangkan pula bahwa menjaga kebersihan adalah suatu kewajiban setiap muslim, karena dengan menjaga kebersihan maka ia mendekatkan diri dengan Allah SWT, yang menyukai orang-orang yang bersih seperti firmanya. Budaya bersih ini diharuskan ditanamkan baik oleh orang tua, guru, maupun oleh pemimpin formal dan pemimpin tradisional (tokoh agama dan tokoh masyarakat) dalam setiap kesempatan. Jadi pengolahan sampah menurut pandangan islam sendiri, bagaimana sampah tersebut tidak dibuang sembarangan tempat yang berakibat menjadikan lingkungan menjadi kotor ataupun pencemaran disekitar kita sehingga merusak keindahan yang ada pada lingkungan, sesungguhnya Islam mengajarkan tentang kebersihan karena kebersihan itu adalah sebagian dari iman. Sehingga bagi umat Islam menjaga kebersihan itu menjadi sesuatu yang wajib karana Allah menyukai orang yang bersih 4 . 2. Pengelolaan Sampah Secara Umum
4
Dyayadi. MT, Tata Kota Menurut Islam, (Jakarta: Khalifa, 2008), h.210.
17
Demi kelancaran proses penanganan dan pemanfaatan sampah, maka perlu pengaturan dan penyediaan fasilitas yang memadai. Pengaturan disini meliputi perumaham penduduk, pasar dan daerah industri dengan jalan-jalan yang memadahi sehingga memudahkan lalu lintas armada sampah, pengaturan tempat pengumpulan, penimbunan dan pembuangan sampah 5 . Sampah alam, sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya daun-daun kering dilingkungan pemukiman. Sampah manusia (human waste) adalah istilah yang biasa digunakan terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan utama pada dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui sampah manusia dengan cara hidup yang higienis dan sanitasi. Termasuk didalamnya adalah perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing), sampah manusia dapat dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui sistem urinoir tanpa air. Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang, dengan kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang ke tempat sampah. Ini adalah sampah-sampah yang umum dipikirkan manusia. Meskipun demikian, jumlah sampah-sampah kategori
5
Yul H. Bahar, Teknologi Penanganan Dan Pemanfaatan Sampah, (Jakarta: PT Waca Utama Pramesti, 1986), h. 9.
18
ini pun masih jauh lebih kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan industri. Seperti sampah nuklir, sampah industri, sampah pertambangan, yang jumlahnya tidak diketahui secara pasti 6 . Pengertian pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan untuk menangani sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir. Secara garis besar, kegiatan pengelolaan sampah meliputi pengendalian timbulan sampah, pengumpulan sampah, transfer dan trasfor, pengolahan, dan pembuangan akhir 7 . Sedangkan pengelolaan sampah sendiri di dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2008 adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah 8 . Di Indonesia sendiri ada bermacam-macam sistem pengelolaan sampah, ada yang menggunakan sistem pengelolaan sampah dengan cara pengumpulan, pemimdahan, metode penarikan dan pembuangan, dan dengan berbagai startegi perencanaan dan pendanaan yang memadahi 9 . Ada pula yang menggunakan sistem pengelolaan sampah dengan cara urugan dan tumpukan. Model urugan merupakan cara yang paling sederhana, yaitu sampah dibuang dilembah atau cekungan tanpa memberikan perlakuan. Urugan atau model buang dan pergi ini bisa saja dilakukan pada lokasi yang tepat, yaitu bila tidak ada pemukiman dibawahnya, tidak menimbulkan polusi udara, 6
http:// Wikipedia Indonesia.com Diakses Pada Tanggal 20 Desember 2009. Kuncoro Sejati, Pengelolaan Sampah Terpadu, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), h. 24. 8 Pasal 1 ayat 5 UU No. 18 Tahun 2008 9 Thomas B. Outerbridge, Limbah Padat Di Indonesia Masalah atau Sumber Daya,, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1991), h. 13. 7
19
polusi pada air sungai, longsor, atau estetika. Model ini umumnya dilakukan untuk suatu kota yang volume sampahnya tidak begitu besar. Pengelolaan sampah yang menggunakan sistem tumpukan sudah lebih maju dari sistem pengelolaan dengan menggunakan urugan. Model pengelolaan dengan tumpukan ini bila dilaksanakan secara lengkap sebenarnya sama dengan teknologi aerobik, hanya saja tumpukan perlu dilengkapi dengan unit saluran air buang. Pengelolaan air buang (leachate) dan pembakaran ekses gas metan (flore), model yang lengkap ini banyak diterapkan di kota-kota besar. Namun, sayangnya model tumpukan ini umumnya tidak lengkap, tergantung dari kondisi keuangan dan kepedulian pejabat pemerintah daerah setempat akan kesehatan lingkungan dan masyarakat. Ada beberapa macam penggolongan sampah, penggolongan ini dapat didasarkan atas beberapa kriteria, yaitu: 1. Penggolongan sampah berdasarkan asalnya a) Sampah hasil kegiatan rumah tangga, termasuk didalamnya sampah rumah sakit, hotel, dan kantor. b) Sampah hasil kegiatan industri atau pabrik. c) Sampah hasil-hasil kegiatan pertanian meliputi seperti: perkebunan, kehutanan, perikanan,dan perternakan. d) Sampah hasil kegiatan perdagangan, misalnya sampah pasar dan toko. e) Sampah hasil kegiatan pembangunan. f) Sampah jalan raya
20
2. Penggolongan sampah berdasarkan komposisinya dapat dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu: a) Sampah seragam, sampah hasil kegiatan industri yang umumnya termasuk dalam golongan ini. Sampah dari kantor sering hanya terdiri dari kertas, karton, karbon, dan semacamnya yang masih tergolong seragam atau sejenis. b) Sampah campuran, misalnya sampah yang berasal dari pasar atau sampah dari tempat-tempat umum yang sangat beraneka ragam dan bercampur menjadi satu. 3. Penggolongan sampah berdasarkan bentuknya a) Sampah padatan (solid), misalnya
dedaunan, kertas, karbon, kaleng,
plastik, dan logam. b) Sampah cairan (termasuk bubur), misalnya bekas air pencuci, bekas cairan yang tumpah, tetes tebu, dan limbah industri yang cair. c) Sampah berbentuk gas, misalnya karbondioksida, amonia, H2S, dan lainnya. 4. Penggolongan sampah berdasarkan lokasinya. a) Sampah kota (urban) yang terkumpul dikota-kota besar. b) Sampah daerah yang terkumpul didaerah-daerah luar perkotaan. 5. Penggolongan sampah berdasarkan proses terjadinya dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
21
a) Sampah alami, ialah sampah yang terjadinya oleh karena proses alami. Misalnya rontokan dedaunan. b) Sampah non alami, ialah sampah yang terjadinya oleh karena kegiatan manusia. Misalnya plastik dan kertas. 6. Penggolongan sampah berdasarkan sifatnya. a) Sampah organik, terdiri atas dedaunan, kayu, tulang, sisa makanan ternak, sayur, dan buah. Sampah organik adalah sampah yang mengandung senyawa organik dan tersusun oleh unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Sampah ini mudah didegradasikan oleh mikroba. b) Sampah anorganik, terdiri atas kaleng, plastik, besi, logam, kaca, dan bahan lain yang tidak tersusun oleh senyawa organik. Sampah ini tidak dapat didegradasikan oleh mikroba sehingga sulit untuk diuraikan. 7. Penggolongan sampah berdasarkan jenisnya. a) Sampah makanan b) Sampah kebun atau pekarangan c) Sampah kertas d) Sampah plastik, dan karet, e) Sampah kulit f) Sampah kain g) Sampah kayu h) Sampah logam i) Sampah gelas dan keramik
22
j) Sampah abu dan debu 10 Umumnya pengelolaan sampah diluar negeri sudah lebih maju lagi, beberapa mengenai pengelolaan sampah yang dilakukan di Amerika. Pada dasarnya, pengolahan sampah disana lebih baik karena warga Amerika memiliki kesadaran atas lingkungan yang bersih dan sehat. Peran pemerintah dalam membuat dan melaksanakan peraturan (legal enforcement) juga didukung dengan adanya perusahaan pengelolaan sampah. 1. Pengangkutan sampah yang dilakukan oleh perusahaan pengolahan sampah setiap seminggu sekali. 2. Warga melakukan pemilahan sampah ke dalam dua jenis sampah: recycalable dan non-recycalable. 3. Perkantoran dan sekolah, pemilahan sampah ini dibagi ke dalam tiga jenis sampah: sampah basah, paper, plastic and bottle. 4. Dilakukan gerakan kebersihan baik dilakukan secara gotong royong (Green Up Vermont) maupun oleh petugas kebersihan. 5. Peraturan yang terkait dengan sampah dilaksanakan oleh warga dan petugas, seperti tidak boleh membakar sampah di lingkungan pemukiman, membayar sejumlah uang tertentu yang digunakan untuk pengumpul dan pengelola sampah. Tampaknya pengelolaan sampah ini menjadi suatu hal lazim dan harus dilakukan, menurut pandangan kebijakan di luar negeri 11 . 10
Kuncoro, Pengolahan Sampah, h.13-15.
23
Hal ini kemudian terbawa pula ke Indonesia, dimana suatu perusahaan asing yang menerapkan kebijakan, peraturan, dan cara yang sama di wilayah perumahan dan perkantoran perusahaan tersebut, khususnya eropa, sudah dimulai dari rumah tangga, yaitu dengan memisahkan sampah organik dan anorganik, kantong-kantong sampah yang disediakan terbuat dari bahan yang bisa didaur ulang, warna kantong dibedakan antara sampah organik dan anorganik. Kantong sampah organik biasanya berwarna hijau, sedangkan kantong sampah anorganik berwarna coklat. Adapun kantong sampah barang beracun berwarna merah. Selain dilokasi perumahan, pemerintah setempat juga menyediakan tempat sampah dilokasi strategis untuk tempat buangan sampah dilokasi umum. Konstruksi tempat sampah sedemikian rupa sehingga diangkut oleh truk sekaligus bersama tempat sampahnya kelokasi pengolahan. Sampah organik diambil oleh truk yang memiliki drum berputar dilengkapi pisau pencacah dan mikroba perombak bahan organik. Dengan cara ini pencampuran dapat dilakukan secara efisien dan merata karena volume sampah tidak begitu besar serta drum tersebut berputar secara konstan. Kadang truk tersebut fungsinya hanya mengangkut, sedang pencacahan dilakukan ditempat pengolahan. Setelah sampai dilokasi pengolahan, sampah dituangkan kedalam tempat penampungan, lalu diangkat oleh conveyor untuk dipisahkan dari material anorganik(besi). Pemisahannya menggunakan magnetik separaktor. Sementara pemisah material ringan seperti kertas, plastik, dan kain dengan menggunakan teknik sentrifugal atau tromol berputar. Material yang berat 11
http://groups.yahoo.com/group/pakguruonline/message Diambil Pada Tanggal 20 Des 2009.
24
selain besi seperti gelas dan potongan kayu dipisahkan dengan menggunakan hembusan udara (air classifer). Selanjutnya, sampah diangkut ke ruang pengolahan (komposting). Material anorganik yang masih bisa didaur ulang dipisahkan, sedangkan yang tidak bisa didaur ulang dibakar
menggunakan
incinerator. Cara pengolahan sampah organik pada dasarnya ada 2 macam, yaitu menggunakan model reaktor dan nonreakror (ditempat terbuka atau hanya bagian atas tertutup atap). 1. Model nonreaktor yaitu sebagai berikut. a) Agitate solid bed (windrow), baik yang diberikan aeraksi atau tidak diberi aeraksi. b) Statik soil bed, baik yang diberi aeraksi atau aeraksi alami. 2. Model reaktor yaitu sebagai berikut. a) Rotating drum, jenisnya terdiri dari disperse flow, cell in series, dan complate mix. b) Bin reactor, jenisnya terdiri dari rectangular tankage dan inclined flow reactor 12 . Model-model tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan sendiri dan tidak akan dibahas secara detil, kecuali model windrow. Model windrow mirip model tumpukan, sebelum unit pengolahan sampah dibangun, terlebih dahulu dibuat negosiasi dengan perusahaan pertanian atau perkebunan yang akan 12
R. Sudrajat, M.Sc, Mengelola Sampah Kota, (Jakarta : Penebar Swadaya, 2006), h.17.
25
menyerap produk kompos sampah kota yang akan di hasilkan. Dengan demikian, areal untuk proses komposting tidak tersita oleh produk kompos yang tidak terjual. Selain itu, adanya pendapatan yang diterima dari kegiatan tersebut. Selain cara pengolahan sampah yang berbeda dan variatif di Eropa, komposisinya juga berbeda. Asia sendiri didalam pengelolaan sampahnya untuk dinegara tertentu sudah menggunakan teknologi yang canggih didalam sistem pengolahannya. Seperti contohnya pada pemerintahan negara Jepang, mereka sedang bekerja kearah suatu target pengurangan tumpukan sampah sebanyak 75%, sebagian besar fokus dari program yang mereka lakukan dengan menggunakan sistem 3R (Reduce, Recyle, dan Reuse). 13 Sistem pengelolaan limbah adalah sistem inputoutput. Input adalah bahan buangan dengan output buangan yang memenuhi syarat, dengan perkataan lain perubahan influement menjadi efluement memenuhi kriteria tertentu. Untuk membuat desain pengolahan limbah sudah barang tentu banyak hal yang terkait dan saling mendukung satu dengan yang lain. Limbah sebagai input memerlukan perlakuan pendahuluan, penetapan lokasi, pemilihan metode, kondisi lapangan, pemilihan alat-alat merupakan suatu proses manajemen yang menentukan hasil akhir, yaitu efluement yang memenuhi syarat. Penetapan lokasi, baik lokasi pengelolaan maupun lokasi pembuangan merupakan prioritas pendahuluan sebelum menetapkan metode. Bila pemilihan metode tidak memungkinkan untuk menyesuaikan diri dengan pilihan lokasi, 13
http://resources.unpad.ac.id Diakses Pada Tanggal 26 Desember 2009.
26
maka prioritas pilihan akan ditinjau kembali, agar tidak tercipta pencemaran terhadap lingkungan semakin bertambah dan lebih merusak lingkungan disekitar pengolaha tersebut dan berdampak terhadap masyarakat sekitar pengelolaan tersebut. Maka berdasarkan hal tersebut pemilihan lokasi sangatlah penting terhadap suatu pengelolaan sampah, agar tidak menimbulkan suatu dampak yang buruk baik itu terhadap lingkungan maupun terhadap warga sekitar pengelolaan sampah, yang akhirnya menimbulkan banyak masalah baik mau yang menyengat maupun penyakit gatal-gatal ataupun kulit yang disebabkan adanya suatu pencemaran air yang sering digunakan oleh warga sekitar pengelolaan sampah tersebut 14 . 3. Pengelolaan Lingkungan Hidup Perspektif Islam Sistem yang diberikan Islam dalam menyelesaikan persoalan lingkungan mempunyai pendekatan yang berbeda dengan sistem sekuler. Islam adalah agama fitrah yang mengadakan pendekatan hukum berdasarkan fitrah pula. Bagi Islam segala perbuatan baik dan buruk didunia akan mendapatkan ganjaran setimpal, oleh karena itu kebaikan seorang muslim merupakan amaliah yang selalu dicatat dan mendapatkan pembalasan baik di dunia maupun di akhirat. Perilaku seorang muslim di dunia, merupakan cermin kebaikan akan hidupnya kelak di akhirat, sebab Islam memandang bahwa semua aspek hidup dan apa saja yang dilakukan manusia (muslim) semata-mata sebagai sarana beribadah kepada Khaliknya.
14
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan Dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, (Surabaya: Airlangga University Press, 2005), h. 164.
27
Islam mengajarkan penjagaan terhadap kelestarian sumber-sumbar kekayaan alam menjadi bagian pengamalan ajaran agama yaitu refleksi syukur nikmat. Syukur nikmat harus dijabarkan dalam bentuk melestarikan alam, tidak merusak, tidak mengotori dan semacamnya. Sebab, tindakan perusakan lingkungan dan atau pencemaran termasuk barisan kaum pembangkang. Oleh karena itu, memelihara lingkungan dalam Islam merupakan bagian dari totalitas ibadah manusia. Sebab itu Islam menjadi rahmatan lil’alamin (rahmat bagi seluruh alam) yang mendorong umat agar tidak membuat kerusakan atau mempercepat laju kerusakan yang dilakukan di planet bumi dan alam semesta. Seperti firman Allah SWT:
☺ ☺ ( ٥٦ : ٧ / ) اﻻءراف Artinya : “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (Tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”. ( QS. Al A’raf : 56 ) Dalam ayat tersebut menjelaskan akan larangan berbuat kerusakan dimuka bumi, karena penciptaan bumi beserta isinya adalah sebuah karunia yang Allah SWT berikan kepada manusia. Kandungan ayat tersebut menandaskan secara gamblang larangan Allah SWT terhadap perusakan dalam bentuk kecil dan sedikit apalagi kerusakan besar dan berat. Penyempurnaan bumi didalam ayat itupun
28
mencakup berbagai sisi baik lahir maupun non zahir seperti ajaran tentang tata cara beribadah, berakhlak mulia dan seterusnya yang semuanya bertujuan maslahat
bagi
manusia
mukallaf.
Selanjutnya
kerusakan
zahir
seperti
menghancurkan bangunan melalui perang, membuang sampah yang mengotori berbagi tempat dan mendisfungsikan kesuburan tanah serta memandulkan segala macam bentuk alam yang akhirnya menjadi ancaman serius bagi manusia tergolong membuat kerusakan berat. Sedang kerusakan berat non zahir adalah berbuat zalim, menebar kebatilan dan mendukung kokohny kejahatan serta mengotori kebersihan hati dengan pikiran-pikiran jahat menyesatkan. Menyadari akan hal tersebut maka dalam melaksanakan pembangunan, sumber daya alam harus digunakan dengan rasional. Penggalian sumber kekayaan harus diusahakan dengan sekuat tenaga dan strategi dengan tidak merusak tata lingkungan dan tata hidup manusia. Perlu diusahakan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan dan bisa menjaga kelestarianya sehingga bisa dimanfaatkan secara berkesimambungan. Sehingga syariat mengajarkan agar setiap muslim berhati-hati dengan apa yang diperbuat dan apa yang dimakannya. Sekarang ini, pemahaman fiqh termasuk perintah-perintah syariat lainya banyak belum tersosialisasikan dan tidak dimengerti kebanyakan pemeluk Islam sendiri terutama di Indonesia. Islam mengajarkan pemanfaatan secara lestari segala sumberdaya yang ada di bumi dengan mengaturnya dalam syariat fiqih (jurisprudensi Islam). Sehingga akan terciptanya keseimbangan hidup antara manusia dengan manusia, manusia dengan lingkunganya sehingga mengurangi
29
bencana yang ditimbulkan oleh dampak kerusakan yang disebabkan rusaknya alam semesta atau lingkungan hidup yang kita dihuni pada saat ini dan akan datang 15 . B. Manajemen Pengelolaan Sampah Yang Ideal Ada tiga konsep pengolahan sampah yang ideal yaitu pengelolaan sampah disumber sampah, pengelolaan sampah di TPS, dan pengelolaan sampah di TPA. Adapun teknologi baru yang diangkat kepermukaan yaitu teknologi Dranco (anaerobik) sebagai suatu alternatif untuk memproduksi tenaga listrik dan kompos yang cukup efisien. Sistem sentralisasi adalah pemusatan pembuangan sampah kota disuatu lokasi atau TPA. Sementara sistem desentralisasi adalah membagi
tempat
pembuangan
sampah
kota
dibeberapa
TPS
(Tempat
Penampungan Sementara). Adapun sistem senteradesantralisasi atau disingkat sedesentralisasi adalah menggabungkan kedua sistem tersebut dengan keberadaan TPA dan TPS. Penimbunan sampah hanya dengan mengandalkan sistem sentralisasi jelas tidak tepat karena membutuhkan lahan yang sangat luas. Namun, sistem desentralisasi pun bukan jawaban yang tepat karena volume sampah yang sangat besar tidak akan mampu ditampung oleh TPS yang tersebar dimana-mana. Bahkan, bukan tidak mungkin malah menyebabkan polusi kebanyak kota tersebut. Oleh karena masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan sendiri, perlu dicermati kemampuan sistem dalam mengatasi kendala pengelolaan sampah yang
15
Fahruddin M. Mangunjaya, Konservasi Alam Dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 103.
30
muncul. Adapun kemampuan masing-masing sistem dalam mengatasi kendala yang muncul dalam pengelolaan sampah kota. Sistem se-desentralisasi merupakan sistem yang terbaik untuk Indonesia, sistem ini bertujuan mengurangi arus sampah ke TPA dengan membagi-bagi pengolahan sampah tersebut dibeberapa titik yaitu sebagai berikut. 1. Pengolahan langsung disumber sampah, dua hal yang perlu dilakukan oleh produsen sampah. Pertama, memisahkan sampah organik dan anorganik, sampah anorganik sebaiknya ditempatkan diember, sedangkan sampah organik dibak sampah yang mudah dijangkau oleh truk sampah. Hal yang kedua yaitu membakar sampah organik setiap hari minimal sekitar 10% dari total volume sampah yang ada hari itu. Sampah dengan klasifikasi B3 yaitu limbah yang mengandung racun dan bahan berbahaya, misalnya herbisida, fungisida, insektisida, racun, bahan kimia, dan limbah nuklir yang memerlukan penanganan khusus. Hal yang sama juga berlaku untuk sampah suatu kantor (perguruan tinggi, lembaga penelitian) yang aktivitasnya penelitian. 2. Pengolahan sampah di TPS, lokasi TPS bila mungkin berada didalam lingkungan lokasi sumber sampah. Namun, bila mungkin maka harus diupayakan lokasinya berada di kecamatan, setiap kecamatan sebaiknya memiliki satu buah TPS ukuran 1.000-2.000 m2 yang dilengkapi unit pengelolaan kompos. Kesulitan utama dalam sistem se-desentralisasi adalah dalam mencari lahan karena padat penduduk dan harga tanah yang mahal, karena itu lahan yang digunakan diprioritaskan milik pemda. Namun, bila tidak tersedia maka solusinya dengan
31
memanfaatkan lahan masyarakat yang ada, pemilik lahan diberikan bagian untuk memiliki saham dalam perusahaan kompos tersebut. Status perusahaan tersebut bisa PT milik pemda atau swasta, adapun manfaat dari PS-TPS ini adalah sebagai berikut. a) Mengurangi arus sampah dari kota menuju TPA b) Menjadikan model pengolahan sampah untuk setiap pasar yang tradisional c) Mewujudkan lingkungan pasar yang bersih d) Memberikan suatu lapangan kerja tambahan bagi masyarakat ekonomi lemah disekitar lokasi pasar e) Memacu semangat berkarya mengelola limbah dan mengubahnya menjadi satu bahan yang laku dijual f) Merupakan show window bagi para calon produsen kompos untuk dapat ditiru karena lokasi pasar yang strategis g) Memberikan konstribusi positif pada penyediaan pupuk organik sebagai alternatif lain yang kualitasnya lebih baik, harganya lebih murah, dapat dibuat sendiri, dan pasokan terjamin dibandingkan pupuk kimia h) Secara tidak langsung ikut berperan dalam mewujudkan pertanian organik 3. Pengolahan sampah di TPA, permasalahan yang umum terjadi pada pengelolaan sampah kota di TPA, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dll adalah adanya keterbatasan lahan, polusi, masalah sosial, dan lain-lain. Oleh karena itu, pengolahan sampah di TPA harus memenuhi prasyaratan sebagai berikut.
32
a) Memanfaatkan lahan TPA yang terbatas dengan efektif b) Memilih teknologi yang mudah, murah dan aman terhadap lingkungan c) Memilih teknologi yang memberikan produk yang bisa dijual d) Produk harus dapat terjual habis dan memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi masyarakat Untuk memenuhi kreteria tersebut, teknologi yang layak untuk diterapkan adalah kombinasi dari beberapa teknologi (integrated) serta kegiatan penunjang lainnya yaitu sebagai berikut. 1. Teknologi landfill untuk produksi kompos dan gas metan 2. Teknologi anaerobik komposing Dranco untuk produksi gas metan dan kompos 3. Incinerator untuk membakar bahan-bahan anorganik yang tidak bermanfaat serta pengeringan kompos 4. Unit produksi tenaga listrik dari gas metan 5. Unit drainase dan pengolahan air limbah 6. Unit pemasaran (kompos, listrik, limbah laku dijual) Penggunaan teknologi yang maju wajib dilakukan suatu kajian aspek lingkungan termasuk proyek pengolahan sampah kota, meskipun tujuan pengolahan sampah kota adalah untuk kebersihan lingkungan. Namun, bukan tidak mungkin dalam proses pengolahannya juga akan memberikan dampak negatif pada lingkungan sekitar pengolahan, hanya jenis polutan yang berubah. Misalnya, sampah akan hilang dan berubah bentuk menjadi gas atau listrik, tetapi
33
akan dihasilkan air buangan yang akan mencemari lingkungan sekitar pengolahan oleh karenanya kita didalam pengelolahan sampah haruslah memperhatikan aspek lingkungan agar tidak terjadi pengrusakan dan pencemaran lingkungan yang lain 16 C. Tujuan Adanya Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Di samping itu, pola konsumsi masyarakat memberikan kontribusi dalam menimbulkan jenis sampah yang semakin beragam, antara lain, sampah kemasan yang berbahaya dan/atau sulit diurai oleh proses alam. Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan. Masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir (endof- pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah. Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat pemrosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan global 17 . Agar timbunan sampah dapat terurai melalui proses alam diperlukan jangka waktu yang lama dan diperlukan penanganan dengan biaya yang besar.
16
Perdana Gintings, Mencegah Dan Mengendalikan Pencemaran Industri, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 50. 17 Sudradjat, Mengelola Sampah Kota, (Jakarta: Penebar Swadaya), h.20.
34
Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah 18 . Sehingga muncullah paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri. Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu, sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada fase produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir 19 . Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Amanat Undang-Undang Dasar tersebut memberikan konsekuensi bahwa pemerintah wajib memberikan pelayanan publik dalam pengelolaan sampah. Hal itu membawa konsekuensi hukum bahwa pemerintah merupakan pihak yang berwenang dan bertanggung jawab di bidang pengelolaan sampah meskipun secara operasional pengelolaannya dapat bermitra dengan 18
Bahar Yul H, Teknologi Penanganan dan Pemanfaatan Sampah, (Jakarta: PT. Waca Utama Pramesti), h.10. 19 Ibid, h. 54.
35
badan usaha. Selain itu organisasi persampahan, dan kelompok masyarakat yang bergerak di bidang persampahan dapat juga diikut sertakan dalam kegiatan pengelolaan sampah. Dalam rangka menyelenggarakan pengelolaan sampah secara terpadu dan komprehensif, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta tugas dan wewenang Pemerintah dan pemerintahan daerah untuk melaksanakan pelayanan publik, diperlukan payung hukum dalam bentuk undang-undang. Pengaturan hukum pengelolaan sampah dalam Undang-Undang ini berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi. Berdasarkan pemikiran sebagaimana diuraikan di atas, pembentukan Undang-undang ini diperlukan dalam rangka: 1. kepastian hukum bagi rakyat untuk mendapatkan pelayanan pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan; 2. ketegasan mengenai larangan memasukkan dan/atau mengimpor sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; 3. ketertiban dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah; 4. kejelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab Pemerintah dan pemerintahan daerah dalam pengelolaan sampah; dan
36
5. kejelasan antara pengertian sampah yang diatur dalam undang-undang ini dan pengertian limbah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 20 . D. Manfaat Pengelolaan Sampah Bagi Masyarakat Suatu usaha pemanfaatan sampah bagi masyarakat dikatakan berhasil bila produk yang dihasilkannya dapat berguna bagi masyarakat dan bernilai ekonomis sehingga laku terjual. Demikian pula dengan bermacam-macam produk hasil pengolahan sampah, akan terasa manfaatnya bila dapat dirasakan oleh masyarakat banyak serta memiliki nilai ekonomis yang tinggi, sehingga dapat membantu perekonomian masyarakat yang mata pencarianya banyak menggantungkan diri dengan mengais sampah di TPA-TPA yang ada. Tentu saja untuk mencapai hal tersebut perlu adanya suatu usaha untuk mengelola hasil pemanfaatan sampah tersebut dan memasaran produksi hasil pemanfaatan sampah sehingga laku terjual. Selain itu kelayakan usahanya perlu diketahui dengan adanya analisis fininsial sehingga tujuan yang hendak dicapai dapat terpenuhi dan menghasilkan untung bagi yang mengelolanya. Macammacam hal yang dapat dihasilkan oleh pengelolaan sampah yaitu: 1. Sampah Menjadi Kompos Produksi kegiatan pengolahan sampah kota adalah kompos, tenaga listrik, dan bahan yang bisa dijual. Peluang pasar tenaga listrik selalu ada karena indonesia dewasa ini dan akan datang akan selalu kekurangan energi. Tenaga 20
Penjelasan UU No. 18 Tahun 2008
37
listrik yang dibangkitkan dari sampah kota adalah termasuk murah dibandingkan dengan PLTD. Oleh karena itu, aspek pemasarannya tidak menjadi masalah. Sementara bahan organik dan anorganik yang dapat dijual akan habis dan merupakan bagian sosial dari kegiatan ini untuk meningkatkan kehidupan masyarakat golongan ekonomi lemah. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai 60-70%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Pengomposan dapat berfungsi mengendalikan bahanya pencemaran yang mungkin terjadi sekaligus menghasilkan keuntungan. Pengomposan merupakan penguraian dan pemantapan bahan-bahan organik secara biologis dalam suhu tinggi dengan hasil akhir berupa bahan yang cukup bagus untuk diaplikasikan ke tanah. Pengomposan dapat dilakukan sacara bersih, tidak beracun atau berbahaya bagi kesehatan, dan tanpa menghasilkan kebisingan didalam maupun diluar ruangan. Teknologi pengomposan sampah beragam, baik secara aerob maupun anaerob, dengan atau tanpa bahan tambahan. Bahan tambahan yang biasa digunakan adalah cacing dan mikroorganisme dekomposer. Keunggulan dari proses pengomposan antara lain teknologinya yang sederhana, biaya penanganan yang relatif rendah, serta dapat menangani sampah dalam jumlah yang banyak (tergantung luas lahan) 21 . Kompos adalah suatu produk yang sangat diperlukan dan seharusnya mudah untuk dijual di Indonesia. Perkembangan pasar kompos dimasa datang 21
Kuncoro Sejati, Pengolahan Sampah Terpadu, h. 53.
38
sangat bergantung pada perkembangan pertanian organik di Indonesia dan dunia. Ada beberapa alasan yang mendukung hal tersebut yaitu sebagai berikut. a) Daratan Indonesia, khususnya diluar jawa, sebagian besar merupakan tanah yang miskin hara dan miskin bahan organik (podsolik). Tanah yang subur hanya dipulau jawa saja. b) Sebagian besar tekstur, sifat fisik, dan keasaman tanah lahan pertanian yang subur sudah rusak oleh pupuk kimia. c) Harga pupuk kimia tinggi dan sangat dipengaruhi oleh harga minyak bumi. Selain itu, pupuk kimia banyak dipalsukan dan dapat merusak tanah. d) Dimasa depan, pertanian Indonesia, bahkan dunia akan kembali kepertanian organik. Berdasarkan alasan tersebut, seyogyanya kebutuhan pupuk didalam negeri digantikan oleh pupuk kompos. Pergantian ini hanya bisa dilaksanakan dengan bantuan kebijakan pemerintah yang mengharuskan penggunaan pupuk kompos untuk seluruh bidang kegiatan seperti pertanian pangan, perkebunan, dan kehutanan. Selain itu perlu juga dibuat peraturan yang mengalihkan pemasaran pupuk kimia secara bertahap untuk tujuan ekspor. Proses pergantian ini harus dilakukan secara bertahap, disesuaikan dengan terbentuknya sistem produksi dan tata niaga kompos disetiap kota dan kabupaten. Jenis kompos yang akan diproduksi sebaiknya dibuat berdasarkan klasifikasi harga, mulai dari yang paling murah sampai harga yang paling mahal.
39
Tujuanya agar setiap kebutuhan segmen pasar bisa dipenuhi. Contohnya variasi jenis kompos tersebut adalah sebagai berikut. a) Kompos tanpa tambahan hara pupuk lainya. b) Kompos dengan tambahan hara dari pupuk kimia dari seperti NPK. c) Kompos dengan tambahan organisme dari pupuk biologi, seperti endo-ecto micorhiza dan rizobium (biofertilizer). d) Kompos dengan tambahan arang atau soil conditioner lain. e) Kompos yang diberi tambahan hara dengan kombinasi yang lengkap atau tidak lengkap. f) Kompos granular. Pemasaran kompos adalah untuk menggantikan peran pupuk kimia dalam bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan, seperti pupuk tanaman semusim (padi, jagung, kedelai, kacang-kacangan), tanaman sayur dan buah (hortikultura), tanaman sawit, tebu, teh, kopi, coklat, dan sebagainya (perkebunan), serta kayukayu hutan tanaman industri (kehutanan) 22 . 2. Sampah Menjadi Listrik Sampah organik tidak hanya dapat diolah menjadi pupuk kompos, tetapi juga dapat diolah untuk menghasilkan tenaga listrik. Sampah perkotaan yang organik pada dasarnya ialah biomassa (senyawa organik) yang dapat dikonversi menjadi energi melalui sejumlah proses pengolahan, baik dengan maupun tanpa oksigen yang bertempratur tinggi. Keluaran yang dihasilkan dapat berbentuk 22
Sudradjat, Mengelola Sampah Kota, h. 87-89.
40
energi listrik, gas, energi panas yang banyak dibutuhkan industri, gedung perkantoran, dan hotel. Untuk pembuangan sampah basah disediakan area tanah dengan kedalaman sekitar 10-15 meter, panjang 5 km, dan lebar 3 km, yang nanti akan diproses dengan sistem sanitery landfill. Gundukan sampah ini menghasilkan gasgas metan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber listrik yang dapat dialirkan ke rumah-rumah penduduk. Teknologinya tidak menimbulkan bau sehingga dapat berada sangat dekat dengan pemukiman. Selain dengan gas metan, listrik pun bisa didapat dari uap air. Cara kerjanya: pertama, sampah dicacah, lalu dilewatkan conveyor menuju tungku dan dibakar hingga menjadi abu dan uap air. Uap air yang dihasilkan akan menggerakan turbin pembangkit listrik. Residu sebanyak 10% akan menjadi debu jatuh (botton ash) dan debu terbang (fly ash). Residu botton ash dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran pupuk, bahan pelapis jalan, dan reklamasi pulau; sedang fly ash dapat digunakan sebagai bahan campuran semen serta bahan dalam pembuatan batako 23 . 3. Sampah Menjadi Bahan Daur Ulang Daur ulang merupakan salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, dan pembuatan produk atau materi bekas pakai. Kunci keberhasilan program daur ulang adalah justru dipemilahan awal akan memudahkan proses selanjutnya. Kita tidak perlu 23
Kuncoro Sejati, Pengolahan Sampah Terpadu, h.59.
41
lagi menyortir dan memilih, tinggal mengolahnya kembali. Materi anorganik yang dapat didaur ulang antara lain adalah sebagai berikut: a) Botol bekas wadah kecap, saus, sirup, creamer, dll, baik yang putih bening maupun yang berwarna terutama gelas atau kaca yang tebal. b) Kertas, terutama kertas bekas dari kantor, atau kertas koran, majalah, kardus. c) Aluminium bekas wadah minuman ringan, bekas kemasan kue. d) Besi bekas rangka meja, tempat tidur, mobil, besi rangka beton. e) Plastik bekas wadah air mineral, shampo, jerigen, ember, sedotan, dll. Apabila barang-barang tersebut didaur ulang, maka maka harganya akan berlipat-lipat dari pada sebelumnya. Hambatan terbesar daur ulang adalah kebanyakan produk tidak dirancang untuk dapat didaur ulang jika sudah tidak terpakai lagi 24 .
24
Ibid, h. 46.
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA BANTAR GEBANG BEKASI A. Sejarah Pengelolaan Sampah Di TPA Bantar Gebang Bekasi Jumlah penduduk Indonesia telah meningkat menjadi hampir dua kali lipat selama 25 tahun terakhir, yaitu dari 119,20 juta jiwa pada tahun 1971 bertambah menjadi 198,20 juta jiwa pada tahun 1996 dan bertambah kembali menjadi 204,78 juta jiwa pada tahun 1999. Jika tingkat pertumbuhan penduduk ini tidak mengalami perubahan positif yang drastis maka pada tahun 2020 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 262,4 juta jiwa dengan asurnsi tingkat pertumbuhan penduduk alami sekitar 0,9 % per tahun. Pertambahan penduduk ini diperkirakan tidak akan tersebar merata, tetapi akan terkonsentrasi di daerah perkotaan. Hal ini dikarenakan kawasan perkotaan merupakan tempat yang sangat menarik bagi masyarakat untuk mengembangkan kehidupan sosial ekonomi. Selain itu, pembangunan ekonomi Indonesia melalui jalur industrialisasi berpengaruh langsung terhadap pembangunan perkotaan 1 . Akibat dari semakin bertambahnya tingkat konsumsi masyarakat serta aktivitas lainnya adalah bertambahnya pula buangan/limbah yang dihasilkan. Limbah atau buangan yang ditimbulkan dari aktivitas dan konsumsi masyarakat yang lebih dikenal sebagai limbah domestik telah menjadi permasalahan lingkungan yang harus ditangani
1
BPS, ”populasi penduduk Indonesia berdasarkan Propinsi”, artikel diakses pada 28 Desember 2009 dari http://www.bps.go.id/sector/population/table.shtml
42
43
oleh pemerintah dan masyarakat itu sendiri. Limbah domestik tersebut, baik itu limbah cair maupun limbah padat menjadi permasalahan lingkungan karena secara kuantitas maupun tingkat bahayanya mengganggu kesehatan manusia, mencemari lingkungan, dan mengganggu kehidupan makhluk hidup lainnya 2 . Khusus untuk sampah atau limbah padat rumah tangga, peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan di Indonesia diperkirakan akan bertambah 5 kali lipat pada tahun 2020. Rata-rata produksi sampah tersebut diperkirakan meningkat dari 800 gram per hari per kapita pada tahun 1995 menjadi 910 gram per hari per kapita pada tahun 2000 . Untuk kota Jakarta, pada tahun 1998/1999 produksi sampah per hari mencapai 26.320 meter kubik. Dibandingkan tahun 1996/1997, produksi sampah di Jakarta tersebut naik sekitar 18%. Hal ini diakibatkan bukan saja karena pertumbuhan penduduk tetapi juga karena meningkatnya timbulan sampah per kapitayang disebabkan oleh perbaikan tingkat ekonomi dan kesejahteraan. Data BPS mencatat bahwa hingga saat ini, penanganan dan pengelolaan sampah tersebut masih belum optimal dari apa yang diharapkan. Dengan persentase baru 11,25% sampah di daerah perkotaan yang diangkut oleh petugas dari dinas terkait, selebihnya 63,35% sampah-sampah ditimbun ataupun dibakar, lalu hanya 6,35% sampah dibuat kompos, dan selebihnya 19,05% sampah dibuang ke kali atau dengan dibuang dengan sembarangan. Sementara untuk di daerah pedesaan, sebanyak 19% sampah diangkut oleh petugas, 54% sampah 2
Kuncoro Sejati, Pengelolaan sampah terpadu, (Jakarta: Kanisius, 2009), h. 13.
44
ditimbun dan dibakar, 7% sampah dibuat kompos, dan 20% dibuang ke kali dengan sembarangan 3 . Pengolahan sampah DKI Jakarta di Bantar Gebang telah didirikan lebih dari 20 tahun yang lalu yaitu pada tahun 1986. Lokasi lahan di Kabupaten bekasi dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membayar trpping free kepada pemda Bekasi sebesar Rp 60 juta per ton sampah. Hal itu disebabkan karena adanya suatu peningkatan jumlah penduduk di DKI Jakarta yang memberikan dampak terhadap peningkatan volume sampah. Upaya mengurangi volume sampah yang pernah dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta dengan cara membakar di lahan terbuka seperti di Cilincing dan Kapuk telah menimbulkan polusi asap dan debu. Karena itu Pemerintah DKI Jakarta menganggap perlu memiliki lokasi tempat pembuangan yang memadai dan memenuhi persyaratan ambang batas lingkungan hidup. Dalam pembahasan dengan Bappeda dan Dinas Kebersihan DKI Jakarta dimunculkan tiga gagasan yaitu dikubur, dibakar, dan Sanitary Landfill. Sistem dikubur diawali dengan membuat galian dengan kedalaman tertentu lalu diberi penadah plastik kemudian diisi tanah setinggi 5 meter. Resiko dari perlakuan ini adalah hancurnya plastik oleh pelarut kimia. Sistem pembakaran dengan incenerator pada suhu 1100 0C. Lama pembakaran, suhu, dan pencampuran oksigen yang tepat dapat menghancurkan 99% sampah. Asap yang terbentuk diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke udara. Resiko
3
BPS, ”penanganan dan pengolahan sampah”, artikel diakses pada 28 Desember 2009 dari http://www.bps.go.id/sector/penanganan/table.shtml.
45
dari sistem pembakaran yang tidak mencapai tingkat suhu tersebut adalah dioksin yang sangat beracun dan menimbulkan berbagai jenis kanker. Sistem Sanitary Landfill adalah metode pembuangan akhir limbah dengan tehnik tertentu sehingga tidak menimbulkan pencemaran dan membahayakan kesehatan. Berdasarkan tiga pilihan tersebut, pengolahan sampah dengan metode Sanitary Landfill dianggap paling efektif. Pemerintah DKI Jakarta akhirnya menetapkan salah satu daerah di wilayah kecamatan Bantar Gebang sebagai Tempat Pemusnahan Akhir sampah. Areal ini semula merupakan bekas lahan galian tanah untuk kepentingan pembangunan beberapa perumahan di Jakarta, seperti Sunter, Podomoro, dan Kelapa Gading serta perbaikan jalan di Narogong pada tahun 1986. Area Bantar Gebang mencakup 3 desa dari 8 desa yang ada diwilayah kecamatan Bantar Gebang, yaitu desa Ciketing, desa Cikiwul, dan desa Sumur Batu. TPA Bantar Gebang sudah dilengkapi dengan pembangunan penyiapan lahan, perpipaan untuk pengumpulan air sampah, jalan permanent, tanggul jalan, saluran drainase, dan ventilasi. Paparan pengelolaan sampah mengacu kepada Peraturan Pemerintah (Pepres) nomor 67/2005, tentang penyeleksian, kemampuan administrasi, teknologi dan besaran investasi oleh pihak ketiga 4 . TPA Bantar Gebang dikelola dengan penerapan sistem tumpukan yang dilengkapi dengan IPAS (Instalasi Pengolahan Air Sampah) dan sistem drainase. Sistem drainase ini untuk menampung air buangan atau lindi hitam (leachate) ke 4
Wawancara dengan Manager II Bpk Bataran Erwin Sinaga. Bekasi, 26 Desember 2009.
46
dalam IPAS dan membuangnya ke sungai terdekat. Sistem IPAS menggunakan activated sludge system, yaitu danau yang diberi aerasi dengan agitator (pengaduk bertenaga besar). Operasional IPAS dan kebersihan drainase perlu dikontrol dengan baik setiap hari agar tidak terjadi klaim dari masyarakat tentang kualitas air buangan. Demikian juga jalan yang dilalui truk perlu dijaga kebersihan dari tetesan air yang keluar dari truk dan sampah yang berserakan sepanjang jalan tersebut. Tujuannya agar terhindar dari bau, pemandangan yang tidak sedap, serta munculnya penyakit yang berhubungan dengan kesehatan kulit dan paru-paru. Namun yang terjadi, pada kenyataannya, pada tahun 2005 penduduk disekitar TPA terserang penyakit dermatitis sebanyak 2710 orang. Pembakaran gas metan juga dilakukan pada beberapa timbunan walaupun tidak tertata baik. Pemisahan material anorganik dilakukan oleh pemulung yang jumlahnya puluhan orang dan jumlahnya serta sudah merupakan kegiatan sosial ekonomi tersendiri dan melibatkan bisnis yang nilainya cukup besar. Meskipun model ini sangat minimal, tetapi terbukti efektif dan telah menolong masyarakat DKI Jakarta dalam mengatasi masalah sampah pada saat itu. Permasalahan sampah di DKI Jakarta saat ini adalah volume sampah yang sudah tidak bisa ditampung lagi oleh areal yang ada. Perluasan areal kedaerah lain, terutama lintas provinsi tidak akan memecahkan persoalan, tetapi hanya akan memindahkan persoalan yang ada. Dengan pendekatan ilmiah diharapkan akan ada jalan keluar yang lebih arif dan efektif. 5 5
R. Sudradjat, M.Sc, Mengelola Sampah Kota, Jakarta: Penebar Swadaya, 2006, h 12
47
Babak baru pun muncul di TPA Bantar Gebang, pada Desember 2008 Pemprov DKI Jakartan meneken kontrak investasi untuk industrialisasi di TPA Bantar Gebang. Nilai investasi yang ditanamkan pengelola baru di TPA Bantar Gebang mencapai Rp 700 miliar. ”Ini kontrak jangka panjang,” kata Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Eko Bharuna. Selain menggandeng investor untuk mengelola TPA Bantar Gebang, Pemprov DKI Jakarta juga meneruskan rencana membangun sarana pengolahan sampah berupa intermediate treatment facility (ITF) di wilayah Ibu Kota. ”Itu adalah komitmen untuk menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,” ujar Eko. Pengelola baru di TPA Bantar Gebang adalah PT Godang Tua Jaya (GTJ). PT GTJ adalah ”pemain lama” dalam bisnis sampah. PT GTJ akan mengelola TPA Bantar Gebang hingga 15 tahun ke depan atau sampai tahun 2023. PT GTJ menggandeng PT Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI) dan Sindicatum Capital Carbon serta Organic International Limited untuk mengelola TPA Bantar Gebang. PT GTJ dikenal sebagai produsen pupuk organik (kompos) yang berbahan baku sampah pasar dan salah satu subkontraktor di TPA Bantar Gebang ketika TPA Bantar Gebang masih dikelola PT Patriot Bekasi Bangkit (PBB). PT NOEI memiliki pengalaman mengolah sampah menjadi sumber energi listrik di Instalasi Pengelolaan Sampah Terpadu (IPST) Sarbagita di TPA Suwung, Denpasar, Bali. Ditemui awal Februari lalu, Direktur PT GTJ Douglas J Manurung mengatakan, mereka akan menerapkan teknologi sanitary landfill yang benar dan
48
penerapan proses 3R, yaitu reduce, reuse, recycle (pengurangan, penggunaan ulang, dan pengolahan ulang), serta pengomposan untuk sampah di TPA Bantar Gebang. Dalam rencana PT GTJ, sedikitnya ada empat jenis fasilitas pengelolaan sampah akan dibangun secara bertahap di TPA Bantar Gebang mulai tahun 2009. Rencana tersebut meliputi pembangunan fasilitas pengolahan sampah dengan teknologi Galfad (gasification, landfill, and anaerobic digestion), fasilitas daur ulang sampah plastik, fasilitas pengolahan gas metana, dan fasilitas pembangkit listrik. Dengan menerapkan teknologi yang tepat, kata Douglas, masa pakai lahan TPA Bantar Gebang dapat diperpanjang hingga belasan tahun lagi. Selain itu, sampah di Bantar Gebang juga akan menghasilkan keuntungan ganda yang bernilai ekonomis, antara lain bahan baku pupuk organik (kompos), bahan baku produk daur ulang, dan sumber energi listrik. Penerapan teknologi dalam pengelolaan TPA sudah dijalankan Pemkot Bekasi di TPA Sumur Batu sejak tahun lalu. Pemkot Bekasi menggandeng PT Gikoko Kogyo Indonesia untuk mengelola gas metana hasil pembusukan sampah TPA Sumur Batu dengan teknologi pembakaran gas (landfill gas flaring/LGF). Menyusul itu, Pemkot Bekasi dibantu Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum membangun pusat pengolahan sampah dengan sistem 3R di sekitar TPA Sumur Batu. Penerapan teknologi dan masuknya industri ke TPA Bantar Gebang akan menempatkan TPA Bantar Gebang sebagai pusat industri daur ulang, pusat industri kompos,dan pusat sumber energi listrik. Bahkan, TPA Bantar Gebang
49
dapat menjadi pusat pelatihan dan pusat pengembangan pertanian serta kawasan ekowisata 6 . B. Letak Pengelolaan TPA Bantar Gebang Bekasi Dengan Daerah Sekitarnya Kota Bekasi terkenal dengan kesemrawutan lalu lintas dan kemacetan yang terjadi setiap hari. Juga padatnya lahan perumahan dan pertokoan. Bantargebang yang bermasalah sebagai TPA sampah warga DKI Jakarta, padahal Bantargebang bisa dibilang menjadi urat nadi perekonomian kota. Kota Bekasi menjadi kota yang supersibuk karena selain harus melayani warga dari daerah sendiri juga dari wilayah-wilayah yang mengelilinginya seperti DKI Jakarta, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Bekasi. Luas wilayah kecamatan Bantar Gebang Bekasi adalah 4.478.803 Ha yang terdiri dari lahan perumahan dan permukiman 1.640.899 Ha, lahan sawah seluas 1.206.036 Ha, pertanian darat 1.336.735 Ha, dan penggunaan lain-lain seluas 295.131 Ha. Dari delapan desa yang ada tiga diperuntukkan sebagai Lokasi Pemusnahan Akhir sampah seluas 108 Ha, yaitu desa Ciketing Udik, Desa Cikiwul, dan desa Sumur batu.
Berdasarkan fungsinya desa Bantar
Gebang diperuntukkan untuk jalur industri ringan, desa Pedurenan, desa Mustika Jaya dan desa Mustika Sari diperuntukkan sebagai jalur perumahan dan desa Sumur Batu untuk area hortikultura. Penggunaaan lahan terbesar di kecamatan Bantar Gebang adalah lahan pemukiman yang mencapai 52,60%. Sebanyak 13 % lahan pertanian darat dan 11,60 % lahan sawah telah dijadikan lahan 6
“Industrialisasi Sampah Masa Depan TPA Bantar Gebang”, Kompas 4 Maret 2009.
50
perumahan untuk menampung para pendatang karena kota Bekasi merupakan daerah penyangga bagi provinsi DKI Jakarta. Kecamatan Bantar Gebang merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kota Bekasi. Kecamatan ini berdiri pada tahun 1981 dan merupakan pemekaran dari kecamatan Setu. Kecamatan Bantar Gebang secara geografis terletak antara 107
0
21’- 107 010’ Bujur Timur dan 6
0
17’- 6
0
27’ Lintang
Selatan, dengan batas-batas sebagai berikut: - Sebelah Utara berbatasan dengan daerah Tambun - Sebelah Barat berbatasan dengan kabupaten Bogor - Sebelah Timur berbatasan dengan daerah Setu - Sebelah Selatan berbatasan dengan kabupaten Bogor. Daerah Bantar Gebang dan sekitarnya dilalui oleh jalur utama Jalan Raya Bekasi-Bogor dan sekaligus sebagai daerah industri, permukiman, dan pertanian 7 . Setiap harinya ada sekitar 700 truk yang membuang sampah sekitar 5.000 ton sampah DKI Jakarta dalam lima zona seluas 110 hektar di TPA yang sekarang berganti menjadi TPST, ada sekitar lima ribu pemulung setiap hari dan sekitar 80 pengepul di sekitar TPA. Bila kita ingin masuk kedalam kawasan TPA dari jalan raya bekasi, sepanjang jalan akan kita menemukan hanyalah rumahrumah pengepul sampah saja dan tanah kosong yang tidak dipergunakan atau terbelengkalai, tapi kalau kita melihat dari atas tumpukan sampah yang berada persis didepan pemberhentian truk-truk sampah yang akan ditimbang maka kita 7
Desa/ Kelurahan, Data Monografi, Bekasi: Desa/ Kelurahan, 1999.
51
dapat melihat ada sebuah pemukiman yang berada sangat dekat dengan TPA Bantar Gebang. Menurut pengelola TPA itu adalah pemukiman para pemulung yang bermata pencarian dipengelolaan sampah tersebut, yang kebanyakan warga pendatang yang beradu nasib ataupun keperuntungannya didalam mencari nafkah untuk biaya hidup. Letak pengelolaan sendiri memang kalau dilihat dari arah jalan raya bekasi agak jauh dari pemukiman warga, akan tetapi kalau kita lihat dari dalam pengelolaannya sendiri masih banyak rumah-rumah penduduk yang bermukim didaerah sekitar pengelolaan sampah terpadu bantar gebang, hal itu disebabkanya semakin banyaknya kebutuhan akan lahan untuk pembuangan sampah dari wilayah Jakarta khususnya. Pada saat ini hanya ada sebuah fasilitas pengolahan kompos di TPA Bantar Gebang, namun nantinya, akan dibangun empat buah fasilitas lain yang akan melengkapi fasilitas yang terdapat di TPA Bantar Gebang bekasi yaitu tempat pemilahan sampah, daur ulang, pengolahan sampah organik, dan pembangkit listrik tenaga sampah, investasi seluruhnya sekitar 700 miliar dan di targetkan dua tahun pelaksanaannya akan selesai bila tidak terjadi halangan ataupun suatu masalah yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan fasilitas-fasilitas tersebut. C. Masyarakat Sekitar Pengelolaan Sampah Di TPA Bantar Gebang Bekasi Sejak dulu kala, masalah penduduk sudah menjadi perhatian manusia. Para negarawan maupun kelompok ahli sudah sering memperbincangkan tentang besarnya jumlah penduduk yang seimbangberdasarkan pertimbangan politik, militer dan faktor sosial ekonomi. Sebelum memasuki abad ke-17 masalah
52
penduduk didasarkan atas pandangan akan pentingnya jumlah penduduk tetap dipertahankan, bahkan kalau bisa ditingkatkan. Namun, sejak abad ke-17, dimana pertumbuhan penduduk dunia mulai menjadi pesat, ditambah lagi dengan terjadinya peledakan penduduk diabad ke-18, maka banyak pandangan yang menentang peningkatan jumlah penduduk. Robert Malthus, yang datang diakhir abad ke-18 dengan teorinya, pada dasarnya menyatakan bahwa penduduk yang banyak merupakan penyebab kemiskinan. Hal ini, oleh Malthus diterangkan selanjutnya, karena laju pertumbuhan penduduk yang mengikuti deret ukur tak akan pernah terkejar oleh pertambahan makanan dan pakaian yang hanya mengikuti deret hitung. Teori Malthus ini pada dasarnya beranjak dari dua gagasan utama: (1) manusia selalu memerlukan sandang pangan untuk hidupnya dan (2) nafsu seksual antara dua janis kelamin akan selalu ada dan tidak akan berubah sifatnya. Oleh karenanya banyak orang mencari kehidupan yang lebih baik lagi agar kebutuhan yang diinginkan
dapat
tercapai,
walaupun
pekerjaan
itu
merugikan
untuk
kesehatannya 8 . Kebutuhan akan ekomoni yang terus mendesak dari hari ke hari sehingga apapun jalan yang dilakukan haruslah dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup, walaupun bekerja sebagai pemulung. Hal itulah yang mendasari orangorang berbondong-bondong pergi kekota walaupun tidak mempunyai keahlian
8
Moh. Soerjani, dkk, Lingkungan: Sumberdaya Alam Dan Kependudukan Dalam Pembangunan, Jakarta: UI Press, 2008, h. 99.
53
yang memadahi untuk bekerja disektor tertentu yang membutuhkan keahlian khusus 9 . Masyarakat daerah bantar gebang kebanyakan bekerja pada pabrik-pabrik yang terdapat disekitar sana, walaupun ada sebagian yang bekerja sebagai pemulung didaerah pengelolaan sampah bantar gebang, kebanyakan para pemulung tersebut bukanlah warga asli sana. Tetapai orang-orang daerah yang ingin mendapat penghasilan diluar kampung halaman ataupun diajak oleh seseorang atau sanak famili yang sudah pernah tinggal terlebih dahulu didaerah pengelolaan tersebut. Oleh karenanya banyak dari mereka yang masih lancar berbahasa daerah mereka ketimbang bahasa daerah masyarakat bantar gebang asli. Itupula, yang menyebabkan daerah bantar gebang mengalami kepadatan jumlah penduduk ketimbang daerah lainnya. Kebanyakan dari mereka tidak memiliki kartu identitas, dikarenakan mereka tidak mendaftarkan diri kepada pihak yang terkait didalam masalah kependudukan yang ada didaerah bantar gebang khususnya. Masyarakat asli bantar gebang pun merasa dengan adanya orang-orang tersebut ada nilai plus dan ada nilai minusnya. Seperti nilai plusnya, banyak dari mereka menyewa rumah atau kontrakan yang menguntungkan masyarakat asli bantar gebang, karena lahan yang mereka pergunakan tidak terbelengkalai atau menghasilkan pendapatan tiap bulan ataupun perminggunya dari penyewaan rumah atau tempat bermukimnya para pemulung pendatang tersebut. Nilai negatifnya dengan adanya para pemulung pendatang tersebut, 9
Wawancara Pribadi dengan Bapak Sulaiman, 27 Desember 2009.
54
banyak daerah-daerah yang menjadi pemukiman para pemulung pendatang tersebut menjadi wilayah atau daerah yang kumuh kotor dan jorok, dikarenakan kebanyakan dari para pemulung tersebut mengumpulkan sampah-sampah yang bernilai ekonomis didalam tempat tinggal mereka, padahal hal tersebut menjadikan tempat tinggal mereka menjadi daerah yang kumuh,kotor dan jorok, sehingga tidak layak lagi untuk ditinggali. Ditambah lagi dengan pencemaran udara yang dihasilkan oleh pembuangan dan penumpukan sampah yang mencapai ketinggian tertentu, sehingga udara yang dihasilkan dari proses tersebut menjadi mencemari udara yang berada disekitar tempat tinggal masyarakat bantar gebang 10 .
10
Wawancara dengan Bapak Nasir Thabroni, 27 Desember 2009.
BAB IV Perspektif Islam Tentang Undang-undang No. 18 Tahun 2008 dan Penerapannya Pada TPA Bantar Gebang Bekasi A. Perspektif Islam Tentang Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Undang-undang No. 18 Tahun 2008 sebenarnya sudah sesuai dengan perspektif Islam, karena Undang-undang tersebut sudah memasukan unsur pengelolaan yang ramah lingkungan dan tidak merusak lingkungan yang ada disekitarnya. Dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2008, Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi. Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Sehingga dalam pengelolaannya asas-asas dan tujuan tersebut harus digunkan tanpa terkecuali agar tercipta pengelolaan yang tidak merusak lingkungan ataupun mencemari lingkungan yang ada. Islam sendiri mengajarkan kepada umatnya agar dalam mengelola lingkungan hidup haruslah memperhatikan aspek yang berupa pendayagunaan dan peningkatan kualitas hidup, ini adalah tugas yang dibebankan kepada manusia sebab Allah SWT menciptakan manusia dari tanah dan menjadikan manusia pemakmurnya. Manusia diciptakan dan dibangun dari komponen-komponen tanah, oleh karena itu manusia pun bertanggung jawab sebagai pembangun, pemeliharaan dan pemakmuran tanah. Jadi, pengelolaan lingkungan hidup
56
57
bukanlah sekedar memanfaatkan sumber daya lingkungan, tetapi pengelolaan lingkungan hidup adalah juga upaya menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup. Pembangunan adalah bagian penting dari pengelolaan lingkungan hidup. Tetapi karena pembangunan tidak mungkin menjangkau semua segi lingkungan hidup, oleh karenanya harus dipilih prioritas pembangunan yang strategis mampu menjangkau sebanyak mungkin segi kehidupan. Terdapat beberapa kreteria pengelolaan sumber daya alam sebagaimana tersebut dibawah ini: a) Kita hendaknya memberikan tempat yang wajar kepada makhluk lain dan juga terdapat sesama manusia di bumi ini. b) Didalam memenuhi kebutuhan hidup, hendaknya kita bersifat tidak berlebihlebihan, tidak serakah dan tidak boros. c) Kita hendaknya memelihara keseimbangan takaran yang telah ditentukan Allah SWT. d) Kita hendaknya menggunakan akal (yang menghasilkan ilmu yang bermanfaat) dan rasa (yang mencerminkan keindahan, seni) yang bertujuan membawa kita kepada tauhid sebagai prinsip dan asas Islam. Penyimpangan dari sumber daya alam diatas telah mengakibatkan kerusakan kehidupan dan lingkungan hidup seperti kemiskinan, kerusakan, polusi tanah, air, udara, dan lain-lain. Semua ini akibat dari sikap hidup manusia yang memandang alam sebagai objek yang harus diambil energinya secara paksa
58
(dieksploitasi). Setelah itu dicampakan begitu saja tanpa saja tanpa usaha pelestaria yang memungkinkan untuk pulih kembali (homeostasis). Agama Islam dengan sistem nilai dan norma yang diajarkan kepada pemeluknya tidak membenarkan sikap tersebut. Sebab sikap seperti itu menunjukan manusia yang tidak bertanggung jawab atas berbuatanya. Bagi umat Islam tersedia sumber nilai dan norma Ilahiahnya, yaitu al-Qur’an dan Sunah Rasul, beserta karunia Tuhan berupa sumber duniawiah yaitu akal pikiran dan kenyataan alam. Dalam kitab suci al-Qur’an kita diajarkan untuk selalu mengikuti dan memegang tali ajaran sumber nilai dan norma Ilahiah yang merupakan jalan lurus. Keterikatan sepenuhnya pada sistem nilai Ilahiyah, mendorong manusia untuk menjauhkan diri dari sikap hidup antroposentris. Dalam usaha umat Islam meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan menggunakan akal pikiran melalui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengelola dan memanfaatkan
alam
semesta.
Penggunaan
akal
pikirannya
dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kesejahteraan hidup dunianya dilaksanakan sebagai penyempurnaan ibadahnya 1 . Undang-undang No. 18 Tahun 2008 dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah sudah sangat terperinci dengan membedakan pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang terdiri atas: pengurangan sampah dan penanganan sampah.
1
Daud Effendi AM, Manusia,Lingkungan Dan Pembangunan, (Jakarta: Lembaga Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h.90.
59
1. Pengurangan sampah meliputi kegiatan: a) pembatasan timbulan sampah; b) pendauran ulang sampah; dan/atau c) pemanfaatan kembali sampah. 2. Penanganan sampah meliputi kegiatan: a) pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah; b) pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu; c) pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir; d) pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah; dan/atau e) pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman. Dalam
penyelenggaraan
pengelolaan
sampah
dibutuhkan
peran
Pemerintah dan Pemerintah daerah dengan melakukan kegiatan sebagai berikut: a) menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu; b) memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;
60
c) memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan; d) memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan e) memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang. B. Penerapannya Undang-undang No. 18 Tahun 2008 pada TPA Bantar Gebang Bekasi Undang-undang No.18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah dibuat untuk menyelesaikan permasalahan tentang pengelolaan sampah yang berasaskan tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi. Pengelolaan sampah selama ini belum sesuai dengan metode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan, maka dibutuhkan suatu undang-undang yang mengatur hal itu. Dalam pengelolaan sampah diperlukan adanya kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan pemerintah, pemerintahan daerah, serta peran masyarakat dan dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif, dan efisien. Utamanya terhadap penyelesaian sengketa yang disebabkan oleh sampah, undang-undang No.18 Tahun 2008 ini pun menjelaskan hal tersebut, agar didalam penyelesaian sengketa antara pihak pengelola dengan masyarakat sekitar tidak terjadi suatu tindakan yang dapat merugikan kedua belah pihak. Undang-undang No.18 Tahun 2008 pun dalam beberapa pasalnya menjelaskan adanya suatu upaya penyelesaian sengketa baik diluar pengadilan maupun didalam pengadilan.
61
Ketentuan pidana diberlakukan untuk setiap pelanggaran yang dilakukan orang atau badan hukum tertentu yang melakukan pengelola sampah yang secara melawan hukum dan dengan sengaja melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan
gangguan
kesehatan
masyarakat,
gangguan
keamanan,
pencemaran lingkungan, dan perusakan lingkungan. Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa didalam penyelesaian sengketa di TPA bantar gebang bekasi terdapat beberapa permasalahan, permasalahan tersebut telah diselesaikan oleh pihak pengelola TPA atau TPST, akan tetapi apakah solusi yang digunakan telah sesuai dengan penerapan undang-undang No.18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah? Berikut analisis terhadap solusi atau kebijakan pengelola TPA bantar gebang dalam setiap permasalahan: 1. Pemberian kompensasi terhadap masyarakat yang daerahnya terkena dampak negarif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah ditempat pemrosesan akhir sampah atau biasa disebut TPA. Dalam pasal 25 ayat 1 dan 2 UU No.18 Tahun 2008 menyatakan bahwa: ”(1). Pemerintah dan pemerintah daerah secara sendiri-sendiri atau bersamasama dapat memberikan kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah. (2). Kompensasi sebagaimana dimaksud berupa: a). relokasi, b). pemulihan lingkungan, c). biaya kesehatan dan pengobatan, d). kompensasi dalam bentuk lain.” Pemberian ganti rugi atau kompensasi memang dapat berupa macammacam bentuknya ada yang berupa pengrelokasian wilayah, seperti tempat
62
tinggal yang lama berpindah ke tempat tinggal yang baru. Pemulihan lingkungan, seperti membuat sistem baru dalam pengelolaan sampah yang ramah lingkungan serta tidak merusak lingkungan yang ada. Biaya kesehatan dan pengobatan, sepeti memberikan uang santunan atau uang biaya berobat bila ada orang yang terkena dampak pencemaran. Kompensasi dalam bentuk lain, seperti pemberian ganti rugi berupa uang kepada orang-orang yang terkena dampak negatif pengelolaan sampah. Penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh pengelola TPA bantar gebang hanya
mencakup
pemberian
kompensasi
terhadap
masyarakat
dengan
memberikan 20% penghasilan yang diterima oleh pihak pengelola TPA kepada pemda Bekasi. Hal ini sangatlah, merugikan bagi masyarakat bantar gebang yang daerahnya terkena langsung dari dampak adanya tempat pengolahan sampah bantar gebang, karena dampak yang ditimbulkan sangatlah merugikan masyarakat sekitar dan masyarakat sendiri tidak merasakan secara langsung keuntungan dari kompensasi yang diberikan oleh pihak pengelola dengan pihak terkait. Coba saja kalau kita melihat dari kesalah yang mereka lakukan dalam pengelolaan sampah maka dapat di katagorikan sebagai suatu kejahatan, seperti pada pasal 40 ayat 1 UU No.18 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa: ”(1) Pengelola sampah yang secara melawan hukum dan dengan sengaja melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp100.000.000,00
63
(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”. Seharusnya kompensasi tersebut diberikan kepada masyarakat secara langsung yang daerahnya terkena dampak negatif pengelolaan sampah tersebut, agar dapat dirasakan. Kalau kita lihat lagi kompensasi yang diberikan hanyalah berupa pengganti rugian kepada warga, tetapi pemulihan lingkungan tidak dilakukan. Pemulihan lingkungan agar kembali kepada kondisi semula tidaklah mudah, butuh waktu cukup lama untuk mengembalikan kepada kondisi semula. Seharusnya baik pihak pengelola ataupun pemerintan terkait memperhatikan hal itu, jangan sampai pada saat pengelolaan itu ada kompensasi akan diberikan sedangkan apabila pengelolaan itu sudah tidak ada maka kompensasi pun ditiadakan. Mungkin bagi orang yang merasa dirugikan karena timbulnya bau dari truk pengangkut sampah akan merasa senang, karena hal itu sudah tidak terjadi lagi. Akan tetapi, bagi warga yang tanah dan air tanah dilingkungan tempat tinggalnya sudah tercemar dengan adanya penumpukan sampah selama bertahuntahun oleh pihak pengelolaan, maka akan sangat sulit mengembalikan tanah dan air tanah mereka kepada kondisi sebelum adanya pengelolaan sampah. Itulah yang harus sangat diperhatikan oleh pihak pengelola TPA dengan pemerintah daerah terkait, agar dampak dari pencemaran yang ditimbulkan dapat diperbaiki atau dapat dipulihkan kepada kondisi semula. Apalagi, ada sebuah wacana dimana pengelolaan sampah di bantar gebang akan dipindahkan ketempat lain diwilayah bogor. Hal itu apabila terlaksana maka tidak mungkin bahwa tempat
64
tinggal mereka akan menjadi daerah yang mati, sebab tanah didaerah tersebut sudah tercemar dan tidak dapat dimanfaatkan lagi untuk kebutuhan bercocok tanam. Sedangkan mayoritas masyarakat disana masih banyak yang menggunakan alam sebagai mata pencarianya dalam menghidupi kebutuhan sehari-hari. Jadi, alangkah bijaksananya apabila penggantian atau kompensasi yang diberikan tidak hanya berupa kompensasi yang diberikan kepada masyarakat saja, tetapi lingkungan yang telah tercemar pun diberikan suatu kompensasi agar dapat kembali kepada kondisi semula. Undang-undang tentang pengelolaan sampah pun sudah menjelaskan tentang kompensasi, kompensasi diberikan tidak hanya untuk masyarakat saja tetapi lingkungan yang telah digunakan membutuhkan kompensasi dalam hal pengembalian ekositem kepada kondisi semula agar generasi yang akan datang dapat merasakan lingkungan yang baik dan sehat serta sesuai dengan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak asasi manusia setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pasal 28H Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Jadi, secara tidak langsung baik negara, ataupun pemerintah daerah wajib memberikan lingkungan yang bersih dan sehat sebagaimana diamanatkan oleh konstotusi kita yaitu UUD 1945. Islam sendri dalam pemberian hukuman dikenal dengan nama hukuman Ta’zir dimana dalam menentukan hukumannya ulul amri lah yang berhak memberikan hukumanya. Hukuman ini dimaksudkan untuk menghilangkan sifatsifat mengganggu ketertiban atau kepentingan umum, yang bermuara pada
65
kemaslahatan umum. Ketertiban umum atau kepentingan umum sifatnya labil dan berubah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan 2 . Karenanya kalau kita melihat dari yang dilakukan oleh pihak pengelola terhadap masyarakat yang berada disekitar TPA maka pihak pengelola dapat dikenakan hukuman Ta’zir, karena pengelola TPA telah menggangu ketertiban umum dan kepentingan umum yang mengakibatkan warga menjadi merasa dirugikan dengan adanya pengelolaan sampah tersebut didaerahnya. Maka dengan itu seharusnya ada kesungguhsungguhan dari pihak pengelola, untuk mengelola sampah dengan baik dan ramah terhadap lingkungan sekitar, sehingga masyarakat tidak merasa dirugikan dan tidak mengangun ketertiban umum. 2. Penggunaan lahan dekat dengan pemukiman warga seharusnya lebih diperhatikan lagi, karena pengelolaan sampah bantar gebang belum memenuhi syarat tersebut. Pemukiman warga masih ada yang dekat dengan pengelolaan sampah bantar gebang, banyak faktor yang mempengaruhi hal itu. Faktor biaya lah yang sangat berpengaruh karena butuh banyak dana yang dibutuhkan untuk membebaskan lahan para warga dibantar gebang. Semakin bertambah banyaknya sampah-sampah yang dibuang disana semakin membuhtuhkan lahan yang tidak sedikit lagi. Pihak pengelola bersama pihak terkait sudah membebaskan sebagian lahan warga, tapi itu hanya daerah yang menuju pengelolaan dari jalan raya bekasi. Sisanya masih belum terlaksana, kalau kita lihat bagian luar pengelolaan
2
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h.
140.
66
hanya dibatasi tembok dan dibalik tembok tersebut masih ada pemukiman warga yang tinggal disana. Pihak pengelolaan sendiri hanya membebaskan lahan sebagian, sisanya dibiarkan begitu saja. Seharusnya pengelola membebaskan lahan para warga yang daerahnya dekat dengan pengelolaan karena pengelolaan yang baik pengelolaan tersebut harus jauh dari pemukiman warga. Pemukiman warga haruslah berjarak sangat jauh dari pengelolaan, karena apabila dekat dengan pemukiman maka akan menyebabkan pencemaran udara, air dan tanah. Pencemaran udaralah yang sangat terasa sekali yang diterima oleh masyarakat bantar gebang. Pencemaran udara dapat diartikan sebagai adanya satu atau lebih pencemaran yang masuk kedalam udara atmosfer yang terbuka, yang dapat berbentuk sebagai debu, uap, gas, kabut, bau, asap, atau embun yang dicirikan bentuk jumlahnya, sifatnya dan lamanya. Pencemaran ini dapat mengganggu kesehatan manusia, tanaman dan binatang atau pada benda-benda, dapat pula mengganggu pandangan mata, kenyamanan hidup dari manusia dan pengguna benda-benda. Adalagi masalah pencemaran air, yang dirasa sangat-sangat mencemari air tanah yang disebabkan dekatnya tempat pengelolaan sampah dengan masyarakat bantar gebang. Pencemaran air dapat diartikan atau didefinisikan dengan berbagai cara, tetapi pada dasarnya berpangkal tolak pada konsentrasi pencemar tertentu didalam air pada waktu yang cukup lama untuk dapat menimbulkan pengaruh tertentu. Jika pengaruh
tersebut
berhubungan
dengan
kesehatan
manusia,
misalnya
menyababkan timbulnya bakteri photogen maka istilah yang digunakan adalah
67
kontaminasi. Kalau pengaruh yang timbul adalah kualitas air yang tersedia dan memenuhi syarat untuk digunakan menjadi terbatas biasanya digunakan dalam pengertian keadaan pencemaran air. Oleh karenanya pengelolaan sampah yang tidak sesuai dengan sistem pengolahan sampah yang ideal akan banyak menimbulkan pencemaran 3 . Baik pihak pengelola maupun pihak pemda yang terkait harus memperhatikan hal tersebut. Jangan hanya dibagian luar saja terlihat rapih tapi kalau dilihat lebih dalam lagi banyak sesuatu yang menyimpang. Dalam kasus seperti ini cara penggunaan lahan yang sangat dekat dengan lokasi pemukiman warga sangat bertentangan dengan Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah karena, tidak memperhatikan aspek kesehatan, lingkungan hidup dan pencemaran yang terjadi didaerah tersebut. Walaupun sekarang TPA Bantar Gebang menjadi salah satu tempat percontohan TPA yang baik, tetap saja masih banyak kekuarangan yang dirasakan oleh masyarakat sekitar pengelolaan tersebut. Sehingga harus ada suatu pembenahan yang baik lagi, baik dari pihak pengelola maupun pihak Pemerintah sendiri yang menjadikan daerah Bantar Gebang sebagai tempat pembuangan akhir sampah. Mungkin kita hidup saat ini saja tetapi, yang kita harus ingat bahwa kita mempunyai generasi yang akan yang akan mewarisi lingkungan yang saat ini kita rasakan, jadi jangan mewarisi lingkungan yang tidak sehat kepada generasi kita yang akan datang.
3
F. Gunarwan Suratmo, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, (Yogyakarta, Gadjah mada University Press, 2007), h. 108-111
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian pembahasan mengenai perspektif Islam tentang Undangundang No. 18 Tahun 2008 dan penerapan pada TPA Bantar Gebang Bekasi, maka penulis memberikan kesimpulan yaitu: 1. Bahwa Undang-undang No. 18 Tahun 2008 sudah sesuai dengan perspektif Islam, karena dalam sistem pengelolaan sampah mengutamakan aspek lingkungan hidup dan menjaga lingkungan hidup. 2. Penerapan Undang-undang No.18 Tahun 2008 di TPA Bantar Gebang belum cukup baik, karena masih banyak kekurangan dalam hal sistem pengelolaan sampah yang baik dan ramah terhadap lingkungan sekitar. B. Saran 1. Agar penelitian ini dapat dijadikan suatu masukan untuk yang positif untuk peneliti yang ingin meneliti mengenai hal pengelolaan sampah yang berada di daeranya masing-masing. 2. Bahwa Islam adalah agama yang universal sehingga pandangan Islam tidak hanya kepada hal-hal yang bersifat agama, tetapi Islam mempunyai pandangan yang menyeluruh aspek kehidupan. Oleh karenanya penelitian jangan hanya dalam bidang keagamaan saja tetapi lebih meluas dan universal lagi.
68