PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DALAM PERSPEKTIF TAKAFUL AL-IJTIMA’I (STUDI PADA PT JAMSOSTEK)
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE. Sy)
Oleh : M Rahadiatno Adi Putro NIM : 105046201717
KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HDAYATULLAH JAKARTA 2011 M/1432H
PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DALAM PERSPEKTIF TAKAFUL AL-IJTIMA’I (STUDI PADA PT JAMSOSTEK)
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh : M RAHADIATNO ADI PUTRO NIM. 105046201717
Di bawah bimbingan Pembimbing
Dr. Alimin Mesra, M.Ag NIP. 196908252000031001
KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HDAYATULLAH JAKARTA 2011 M/1432H
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 02 Mei 2011
M. Rahadiatno Adi Putro
KATA PENGANTAR
ﺍﻠﺳﱠﻼﻢﻋﻠﻴﻜﻢﻭﺭﺣﻣﺔﷲﻭﺑﺭﻜﺎﺘﻪ Segala puji bagi Allah SWT yang telah memperindah kehidupan dengan melimpahkan kasih sayang, kenikmatan, dan kemudahan tiada bertepi. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan kasih sayangnya terhadap hamba Allah juga mahluk lainnya memancar bagai pancaran sinar matahari yang tiada terputus menerangi bumi. Atas nikmat nya dan karunianya yang maha sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DALAM PERSPEKTIF TAKAFUL AL-IJTIMA’I (STUDI KASUS DI PT JAMSOSTEK) Penulis merasa bahagia dan bersyukur serta bangga dengan selesainya studi dan skripsi ini, tetapi kebahagian dan kebanggaan itu tidak akan tercapai tanpa doa, dukungan dan ketulusan yang penuh dari semua pihak. Oleh karna itu penulis menyampaikan banyak terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada: 1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Rulof dan ibunda Ananda dengan ketulusan dan keikhlasan beliau memberikan kasih sayang serta dorongan baik moril maupun materil guna keberhasilan dan kebahagiaan anak mu ini, tanpa ayah dan ibunda penulis tidak akan berarti apa-apa. 2. Bapak Prof.Dr.H. Muhammad Amin Suma, MA,SH,MM sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah beserta para pembantu dekannya.
iv
3. Ketua program studi Muamalat ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag dan bapak Mu’min Rauf, M.Ag, selaku sekertaris jurusan yang telah banyak dan meluangkan waktu hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 4. Bapak Dr. Alimin Mesra, M.Ag selaku pembimbing, yang telah banyak sekali meluangkan waktunya ditengah aktifitas-aktifitasnya yang sangat padat, serta sabar dalam memberikan nasihat, pengarahan, solusi, bimbingan, sekaligus motifasi yang begitu berguna bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Kepada Keluarga Besar Ayah Dr. Musfari Haroen dan Ibu Amitha Haroen yang telah penulis anggap sebagai orang tua penulis sendiri dan juga kepada Paman-paman Penulis kepada Bapak Jerry Tobing, Ronny Tobing, dan Roy Tobing yang juga sangat memberikan dorongan moril dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. 6. Ibu deva, Mas Jatmiko serta mas Yanto selaku Supervisor Divisi Perencanaan dan Pengembangan dan Operasi PT Jamsostek, yang senantiasa memberikan waktunya yang begitu luar biasa kepada penulis, sehingga diberi kemudahan dalam memberikan data perusahaannya. Makasaih banyak bu. 7. Para dosen yang telah mendidik dengan baik hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Program Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah. 8. Untuk adinda yang tersayang Annisa Fathih Kurnia, terima kasih banyak atas dorongan moril dan doa yang selalu diberikan selama ini hingga Penulis bisa juga menyelesaiakan skripsi ini.
v
9. Semua sahabat-sahabat penulis, yaitu: Aswin Suhendra, Zarkens, Gilang, Eko Arisandi, Riki Mirsa Putra, Chandra, asmuni, humaidi, ahmad patih, Wendy, Zoel, Tons, Fardan, Firdaus,
yang senantiasa tak lupa juga memberikan
motivasi sekaligus dorongan untuk tetap semangat, hingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dan penulis berharap persahabatan kita bukan cuma ketika di kampus aja, tetapi jika kita semua sudah sukses kita masih tetap bersahabat. Semoga saja. AMIN…..… 10. Semua teman-teman seperjuangan yaitu temen-temen Muamalat Ekonomi Islam angkatan 2005 yang ikut merasakan betapa banyak pengorbanan kita saat membuat skripsi ini. Semoga kita semua di berikan pekerjaan yang kita cita-citakan semua. AMIN…. 11. Tak lupa kepada seluruh temen seperjuangan Komunitas Pencari Kebenaran dari Panji Patra, Edy, Iwin Indra, Idzul, rhama, Asril, Ridwan, Andhika, Mustafa, Damanhuri, Adham, dan lain-lainnya ga kerasa kita 4 tahun lebih bersama, menemani
penulis di saat susah maupun senang kita hadapi
bersama, canda tawa kalian akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan oleh penulis Penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kepada para pembaca, penulis mengharapkan masukan yang positif untuk perbaikan lebih lanjut dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan.
vi
Akhirnya hanya kepada Allah SWT jualah penulis serahkan atas budi baik dan jasa dari semua pihak, semoga ia berkenan dengan balasan yang berlipat ganda. AMIN……
ﻭﺍﻠﺳﱠﻼﻢﻋﻠﻴﻜﻢﻭﺭﺣﻣﺔﷲﻭﺑﺭﻜﺎﺘﻪ
Jakarta, 2 Mei 2011
M Rahadiatno Adi Putro
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..............................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iii KATA PENGANTAR ............................................................................................ iv DAFTAR ISI ........................................................................................................... vi BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...................................................................
1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah..................................................
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .........................................................
8
D. Studi Review Terdahulu ..................................................................
9
E. Metode Penelitian ............................................................................. 11 F. Sistematika Penulisan ....................................................................... 15
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN TAKAFUL AL-IJTIMA’I A. Tinjauan Umun Sistem Jaminan Sosial Nasional ............................. 18 1. Sejarah Sistem Jaminan Sosial Nasional
18
2. Definisi Sistem Jaminan Sosial Nasional
22
3. Landasan Hukum
28
4. Prinsip-prinsip
31
5. Ruang Lingkup
36
viii
B. Tinjauan Umum Takaful Al-ijtima’i ................................................ 40 1. Takaful al-Ijtima’i pada masa Rasulullah SAW .......................... 43 2. Takaful al-Ijtima’i pada masa Khalifah Abu Bakar .................... 45 3. Takaful al-Ijtima’i pada masa Khalifah Umar Ibn Khattab ......... 46 4. Pengeluaran Baitul Maal dan Kebijakan Fiskal mengenai Sistem Jaminan Sosial Dalam Islam
BAB III
56
GAMBARAN UMUM TENTANG PT JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA A. Sejarah Pendirian PT JAMSOSTEK ................................................ 61 B. Visi dan Misi PT JAMSOSTEK....................................................... 66 C. Tujuan, Nilai-nilai dan Filosofi ........................................................ 67 D. Struktur Organisasi ........................................................................... 68 E. Tata Kelola Perusahaan .................................................................... 71 F. Produk-produk di PT Jamsostek ....................................................... 90
BAB IV
ANALISA SOSIAL
PELUANG NASIONAL
PENERAPAN DI
PT
SISTEM
JAMSOSTEK
JAMINAN DALAM
PERSPEKTIF TAKAFUL AL-IJTIMA’I A. Peluang Penerapan Sistem jaminan Sosial Nasional di PT. Jamsostek Persero ........................................................................... .99 B. Kendala-kendala Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional Di PT. Jamsostek Persero ..................................................................... .106 C. Relasi Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan Takaful Al Ijtima’i .115
ix
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................................... 120 B. Saran-saran ....................................................................................... 122
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 124 LAMPIRAN ............................................................................................................ 127
x
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Mendiskusikan Negara Kesejahteraan (welfare state) di Indonesia sangat menarik bagi kalangan akademisi dan praktisi ketatanegaraan. Mengapa? Karena pertama: Indonesia, negara yang memiliki sumberdaya alam yang luar biasa, negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, dan negara dengan jumlah penduduk pluralis yang besar.
Kedua, negara yang mempunyai landasan filosofis
ketatanegaraan Pancasila yang di dalamnya mengandung nilai-nilai dasar kemanusiaan berdasarkan pada agama, budaya dan adat istiadat setempat. Pertumbuhan ekonomi dewasa ini begitu cepat berkembang. Tuntutan untuk mencapai kemakmuran material menjadi prioritas kehidupan manusia. Segala cara dilakukan untuk meraih kemakmuran material. Dukungan pembiayaan dari lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank terus menjadi incaran masyarakat, baik masyarakat kalangan atas maupun bawah. Di Indonesia pemenuhan kebutuhan masyarakat dilindungi dan dijamin oleh hukum. Oleh karena itu, seluruh lapisan masyarakat Indonesia mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan kesejahteraan, melakukan kegiatan usaha dan untuk mendapatkan lapangan kerja. Menurut Fukuyama, bahwa Negara harus diperkuat, kesejahteraan tidak mungkin dicapai tanpa hadirnya negara yang kuat, yang mampu menjalankan 1
2
perannya secara efektif. Begitu pula sebaliknya, negara yang kuat tidak akan bertahan lama jika tidak mampu menciptakan kesejahteraan rakyatnya.1 Pentingnya penguatan negara ini terutama sangat signifikan dalam konteks kebijakan sosial. Negara adalah institusi paling absah yang memiliki kewenangan menarik pajak dari rakyat, dan karenanya paling berkewajiban menyediakan pelayanan sosial dasar bagi warganya. Dalam masyarakat yang beradab, negara tidak boleh membiarkan satu orang pun yang berada dalam posisi tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Globalisasi dan kegagalan pasar sering dicatat sebagai faktor penyebab mencuatnya persaingan yang tidak sehat, monopoli dan oligopoli, kesenjangan ekonomi di tingkat global dan nasional,
kemiskinan
dan
keterbelakangan
di
negara
berkembang,
serta
ketidakmampuan dan keengganan perusahaan swasta mencukupi kebutuhan publik, seperti
jaminan
sosial,
pelayanan
kesehatan
dan
pendidikan.
Mishra, dalam bukunya “Globalization and Welfare State” menyatakan bahwa globalisasi telah membatasi kapasitas negara-bangsa dalam melakukan perlindungan sosial. Lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) menjual kebijakan ekonomi dan sosial kepada negara-negara berkembang dan negara-negara Eropa Timur agar memperkecil pengeluaran pemerintah, memberikan pelayanan sosial yang selektif dan terbatas, serta menyerahkan jaminan sosial kepada pihak swasta. 2
1
Francis Fukuyama, , State-Building: Governance and World Order in the 21st Century (Memperkuat Negara: Tata Pemerintahan dan Tata Dunia Abad 21), (Jakarta: Gramedia terjemahan 2005). h 87 2
Ramesh Mishra, Globalization and the Welfare State, (London: McMillan 2000).h.75
3
Oleh karena itu, memang negara bukanlah satu-satunya aktor yang dapat menyelenggarakan pelayanan sosial. Masyarakat, dunia usaha, dan bahkan lembagalembaga kemanusiaan internasional, memiliki peran penting dalam penyelenggaraan pelayanan sosial. Namun, sebagai salah satu bentuk kebijakan sosial dan publik goods, pelayanan sosial tidak dapat dan tidak boleh diserahkan begitu saja kepada masyarakat dan pihak swasta. Sebagai lembaga yang memiliki legitimasi publik yang dipilih dan dibiayai oleh rakyat, negara memiliki kewajiban (obligation) dalam memenuhi (to fulfill), melindungi (to protect) dan menghargai (to respect) hak-hak dasar, ekonomi dan budaya warganya. Mandat Negara untuk melaksanakan pelayanan sosial lebih kuat daripada masyarakat atau dunia usaha. Berdasarkan konvensi internasional, mandat negara dalam pelayanan sosial bersifat wajib. Sedangkan, mandat masyarakat dan dunia usaha dalam pelayanan sosial bersifat “tanggung jawab” (responsibility).3 Jaminan sosial sering disebut dengan istilah social security, adalah bantuan ekonomi berupa bantuan finansial yang diberikan oleh Negara bagi warganegaranya yang berada dalam kondisi-kondisi tertentu yang dipersyaratkan. Bantuan finansial atau tunjangan (benefit), misalnya: tunjangan untuk orang jompo (old age benefit), tunjangan untuk orang cacat (disability benefit), dan sebagainya. Sebagai tanggung jawab Negara, maka jaminan sosial ini termasuk salah satu bentuk hak ekonomi rakyat, yaitu hak untuk hidup layak secara ekonomis.
3
Ramesh Mishra, Globalization and the Welfare State, (London: McMillan 2000).h.145
4
Sesungguhnya, Islam memiliki landasan tersendii, ada satu sistem yang bisa dikembangkan dalam makna kesejahteraan bagi kemanusiaan, yaitu sistem yang bisa menjadi alternatif, sistem negara kesejahteraan Islam (Islamic welfare state). Islam bukan hanya sekadar agama. Ia mencakup pandangan dan cara hidup secara total. Islam adalah agama yang menjunjung tinggi peradaban dan harkat martabat kemanusiaan yang memadukan antara aspek material dan spiritual, keduniawian dan keukhrowian. Pada puncaknya, Islam bertujuan menciptakan sebuah sistem dimana prinsip keadilan berada di atas keuntungan segelintir atau sekelompok orang. Dalam Sistem ekonomi Islam misalnya, memiliki dua tujuan: memerangi kemiskinan dan menciptakan distribusi kekayaan yang adil secara ekonomi dan sosial. Implisit dalam pengertian ini adalah adanya pengakuan bahwa umat Islam akan dapat beribadah kepada Allah secara fokus dan total jika kebutuhan dasarnya terpenuhi dengan baik. Negara melakukan hal ini melalui berbagai mekanisme sukarela maupun wajib. 4 Menurut Umer Chapra, dalam lapangan ekonomi, Islam menganjurkan kesejahteraan ekonomi melalui pemenuhan semua kebutuhan pokok manusia, menghapuskan semua sumber utama kesulitan dan ketidaknyamanan (kemiskinan, pengganguran, kesempatan kerja yang rendah, dsb.), meningkatkan kualitas kehidupan secara moral dan material. Bahkan, Islam menganjurkan penciptaan suatu lingkungan ekonomi yang mampu memanfaatkan waktu dan kemampuan fisik dan skill bagi pengayaan diri, keluarga, dan masyarakatnya. 4
Latif Mukhtar, Gerakan kembali ke Islam. (Rosda. Bandung. 1998), hal 127
5
Oleh karena itu, kesejahteraan sosial dalam sistem ketatanegaraan Islam mempunyai ruang lingkup yang sangat luas baik menyangkut pelayanan publik (public service) maupun pelayanan privat (privat service) dan dapat dilakukan dengan berbagai bentuk dan mekanisme, seperti misalnya, zakat, wakaf, infak, shadaqah, pajak, qardh al hasan, jaminan sosial, dan lain sebagainya sebagai bentuk memelihara manusia Pengertian memelihara manusia dalam hal
ini adalah bayi Musa. Yakfulu
dapat juga diartikan menjamin seperti dalam firman Allah
Artinya: Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik[325], niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. dan Barangsiapa memberi syafa'at yang buruk[326], niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
[325] Syafa'at yang baik Ialah: Setiap sya'faat yang ditujukan untuk melindungi hak seorang Muslim atau menghindarkannya dari sesuatu kemudharatan. [326] Syafa'at yang buruk ialah kebalikan syafa'at yang baik. Secara istilah, menurut Latif Mukhtar mungkin istilah Takaful berasal dari fikrah atau konsep Abu Zahra, seorang faqih di Mesir yang menulis buku al-Takaful al-Ijtimaa`i fi al-Islam (social security in Islam atau jaminan sosial dalam Islam).5
5
Juhaya S Praja. Asuransi Takaful. (Pranata, Edisi I), 1994 hal 26
6
Dasar pijak Takaful dalam asuransi mewujudkan hubungan manusia yang Islami diantara para pesertanya yang sepakat untuk menangung bersama antara mereka, atas resiko yang diakibatkan musibah yang diderita oleh peserta sebagai akibat dari kebakaran, kecelakaan, kehilangan, sakit dan sebagainya. Semangat asuransi Takaful adalah menekankan kepada kepentingan bersama atas dasar rasa persaudaraan di antara peserta. Persaudaraan di sini meliputi dua bentuk: persaudaraan berdasarkan kesamaan keyakinan (ukhuwah islamiayah) dan PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dinilai berpeluang menjadi lokomotif perubahan dalam penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Jamsostek dianggap kaya pengalaman menyelenggarakan program jaminan sosial. Direktur SDM dan Umum PT Jamsostek Joko Sungkono mengaku empat dari lima program SJSN sudah dilaksanakan BUMN itu dan hanya jaminan pensiun yang belum. Menurut Joko, PT Jamsostek sudah sangat siap melaksanakan amanat SJSN. PT Jamsostek tidak hanya unggul dalam pelayanan bagi pesertanya, tetapi juga memiliki segudang pengalaman dalam mengumpul iuran dari perusahaan (sektor swasta) yang prosesnya jauh lebih rumit dari pada pengelolaan dana APBN. "Sembilan prinsip pelaksanaan SJSN seperti kegotong royongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, dan lainnya, menambah keyakinan, kami akan mampu menjadi leader, kata Joko. BUMN itu juga sudah menggunakan model Managed Care yang memberikan proteksi atas risiko finansial akibat sakit secara
7
menyeluruh dengan pelayanan kesehatan berjenjang, serta pelibatan dokter keluarga sebagai pemberi layanan pertama hingga layanan lanjutan.6 Dengan melihat dasar itulah, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian, memberikan gambaran bagaimana peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional di PT Jamsostek dalam perspektif Takaful Al Ijtima’i, sehingga penulis tertarik mengambil judul tentang : “Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional Dalam Perspektif Takaful Al ijtima’i (Studi Kasus di PT Jamsostek)”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah. Berdasarkan pokok permasalahan yang telah penulis rumuskan diatas, ada beberapa tujuan yang ingin penulis capai di antaranya: 1. Bagaimana Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional di PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) terutama dalam jaminan sosial kepada Masyarakat yang membutuhkan? 2. Apa program-program dan kendala–kendala penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional di PT Jamsostek? 3. Apa relasi Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan ijtima’i?
6
Diakses di : www.jamsostek.co.id pada tanggal 10 Oktober 2010
takaful al-
8
Agar masalah yang di kaji tidak melebar dan lebih terfokus, penulis membatasi dalam hal penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional PT Jamsostek dan hubungannya dengan takaful al-ijtima’i.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Berdasarkan pokok permasalahan yang telah penulis rumuskan diatas, ada beberapa tujuan yang ingin penulis capai, diantaranya: 1.
Untuk mengetahui Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional di PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) terutama dalam jaminan sosial kepada Masyarakat yang membutuhkan.
2.
untuk mengetahui apa saja program-program dan Kendala– Kendala Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional oleh PT Jamsostek.
3.
Untuk mengetahui hubungan antara penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan takaful al-ijtima’i.
2. Manfaat Penelitian a. Penelitian yang dilakukan ini dapat menambah khasanah pengetahuan mengenai Peluang Penerapan SJSN ditinjau dalam takaful al-ijtima’i (Studi Kasus di PT Jamsostek ).
9
b. Penelitian
ini
dapat
memberikan
informasi
kepada
Seluruh
Masyarakat Indonesia, pihak jamsostek, praktisi dan akademisi yang membahas tentang SJSN, serta para buruh atau pekerja.
D. Studi Review Terdahulu Dalam penulisan skripsi ini penulis menyertakan studi review terdahulu hasil penelitian terdahulu mengenai Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional, diantaranya : 1. Saidi, Jurusan Muamalat Ekonomi Islam, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. “Tinjauan ekonomi Islam terhadap mekanisme pengelolaan dana pensiun (Studi Kasus pada dana pensiun karyawan jamsostek)”. Penelitian ini menggunakan metode gabungan yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan. Dalam penelitian ini membahas mengenai Tinjauan ekonomi islam terhadap mekanisme pengelolaan dana pensiun di PT Jamsostek. Belum menjelaskan tentang peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional secara menyeluruh dalam perspektif Takaful Al Ijtima’i di PT Jamsostek. 2. Yuyun Fitrianingsih, Jurusan Muamalat Ekonomi Islam, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. “Tinjuan hukum Islam Terhadap Pengelolaan dana pensiun karywan PT jamsostek”. Penelitian ini menggunakan metode gabungan yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan. Dalam penelitian ini hanya membahas mengenai Tinjauan
10
hukum islam secara umum mengenai pengelolaan dana pensiun karyawan di PT Jamsostek . Belum menjelaskan tentang peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional secara menyeluruh dalam perspektif Takaful Al Ijtima’i di PT Jamsostek. 3. Ahmad Yunus, Jurusan Muamalat Ekonomi Islam, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004. “Pandangan Hukum Islam tentrang peranan Jamsostek (Upaya meningkatkan kesejahteraan Masyarakat)”. Penelitian ini menggunakan metode gabungan yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan. Dalam penelitian ini hanya membahas mengenai pandangan umum hukum islam tentang peranan PT Jamsostek dalam
upaya
meningkatkan
kesejahteraaan
masyarakat.
Belum
menjelaskan tentang peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional secara menyeluruh dalam perspektif Takaful Al Ijtima’i di PT Jamsostek. 4. Woro Hapsari, Jurusan Muamalat Ekonomi Islam, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004. “Tinjauan Ekonomi Islam terhadap mekanisme pengelolaan dana PT Jamsostek”. Penelitian ini menggunakan metode gabungan yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan. Dalam penelitian ini hanya membahas mengenai tinjauan umum dari Ekonomi Islam mengenai mekanisme pengelolaan dana jaminan sosial di PT Jamsostek. Belum menjelaskan tentang peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional secara menyeluruh dalam perspektif Takaful Al Ijtima’i di PT Jamsostek.
11
5. Randhy Novadinata, Jurusan Muamalat Ekonomi Islam, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006. “Perjanjian kerjasama anatara PT Jamsostek dengan pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam perspektif hukum islam”. Penelitian ini menggunakan metode gabungan yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan. Dalam penelitian ini hanya membahas mengenai pandangan hukum islam terhadap proses perjanjian kerja sama antara PT Jamsostek dengan Pihak pelaksana pelayanan kesehatan jaminan sosial dalam perspektif hukum islam. Belum menjelaskan tentang peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional secara menyeluruh dalam perspektif Takaful Al Ijtima’i di PT Jamsostek.
Berdasarkan penelitian penulis, secara khusus sampai saat ini belum ada yang membahas tentang Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional ditinjau dalam konsep Takaful Al-Ijtima’i (Studi Kasus di PT Jamsostek). Atas dasar itu, Penulis tertarik untuk melakukan penelitian di PT Jamsostek dalam hal Penerapan SJSN ditinjau dalam konsep takaful al-ijtima’i.
E. Metode Penelitian 1. Persiapan Penelitian Dalam persiapan penelitian ini penulis terlebih dahulu melakukan survey mengenai problematika yang hendak akan dijadikan sebagai bahan untuk pembuatan judul skripsi. Selanjutnya peneliti menyusun proposal
12
penelitian yang di dalamnya telah ditentukan rumusan dan batasan masalah tujuan dan manfaat penelitian, studi riview, kerangka teori, landasan penelitian dan kajian pustaka, menentukan metode penelitian beserta sampel dan instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini. 2. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan bersifat deskriptif, yakni penelitian yang menggambarkan data informasi yang berdasarkan pada fakta yang diperoleh di lapangan.7 Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yakni penelitian yang menghasilkan deskripsi berupa kata-kata atau lisan dari fenomena yang diteliti atau dari orang-orang yang berkompeten dibidangnya.8 Guna untuk mengetahui peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional di Pt Jamsostek dalam perspektif Takaful Al Ijtima’i. 3. Objek Penelitan Dalam penelitian ini, penulis memilih tempat penelitian di Kantor Pusat Jamsostek Jl. Jend. Gatot Subroto No. 79 Jakarta Selatan 12930 Tlp. (021) 5207797 (Hunting 20 Lines) Fax. (021) 5202310 guna untuk menganalisa bagaimana peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional dalam perspektif takaful al ijtima’i di PT Jamsostek.
7
Suharsimi Ari kunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta : PT. Renika Cipta, 1993), cet ke-2, h.
8
Lexy. J. Moeloeng, Metode Penlitian Kualitatif, (bandung : PT. Remaja Rosda Karya,
309 2001) h. 3
13
4. Sumber Data Dalam Penelitian ini sumber data dibagi menjadi dua kategori : a. Data Primer Yaitu data yang diperoleh langsung dari pihak yang terkait seperti PT Jamsostek Persero, yang meliputi wawancara. b.
Data Sekunder Yaitu data yang diperoleh dari laporan-laporan atau data-data yang merupakan hasil dari library research, dengan teknik studi dokumentasi terhadap sumber-sumber buku yang dijadikan acuan dalam menelaah suatu penelitian.
5. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, maka dalam pengumpulan data skripsi ini, penulis menggunakan penelitian sebagai berikut : 1. Studi Dokumen atau Pustaka : dalam hal ini penulis mengadakan penelitian yang ada kaitannya dengan penulisan skripsi ini, yang dilakukan dengan membaca dan mempelajari teori-teori yang ada hubungannya dengan masalah pokok-pokok pembahasan melalui bukubuku catatan kuliah, skripsi terdahulu, buku, majalah, artikel, hasil seminar, internat dan media lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
14
2. Wawancara, dalam hal ini untuk mendapatkan data-data dan informasi tentang peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional dalam perspektif takaful al ijtima’i (studi kasus di PT Jamsostek), dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang melalui : Interview yaitu dengan melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian, baik secara langsung maupun tidak langsung.
6. Teknik Analisis Data Data atau informasi yang diperoleh dalam penelitian ini akan disajikan secara kualitatif dengan pendekatan yang bersifat deskritifanalisis, yaitu metode untuk memberikan pemecahan masalah dengan mengumpulkan data, menyusun atau mengklasifikasikan, menganalisis dan menginterprestasikan
dengan
tujuan
memberikan
gambaran
yang
sistematis, faktual, aktual, akurat mengenai fakta-fakta dan kegiatan yang berkaitan dengan peluang penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional di PT Jamsostek. Analisa data dilakukan secara menyeluruh dan merupakan satu kesatuan (holistic), metode yang demikian ditempuh mengingat penelitian ini tidak mementingkan kuantitas datanya, akan tetapi lebih mementingkan pada bagaimana peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional dalam perspektif takaful al ijtima’i di PT Jamsostek.
15
7. Teknik Penulisan Laporan Adapun teknik penulisan dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas dan Hukum UIN Syarif Hidayatulah Jakarta 2007”. . F. Sistematika Penulisan Skripsi ini disusun menjadi lima bab, masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab, diawali dengan pendahuluan dan diakhiri dengan kesimpulan serta saran-saran yang dianggap perlu. Adapun penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB
I
PENDAHULUAN Didalam Bab ini akan dijelaskan mengenai dan menguraikan tentang Latar Belakang
Masalah, Perumusan dan Pembatasan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Studi Review Skripsi Terdahulu, Metode Penelitian Skripsi, pedoman penulisan skripsi, teknik penulisan skripsi dan juga Sistematika Penulisan skripsi.
BAB
II TINJAUAN UMUM TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN TAKAFUL AL-IJTIMA’I Didalam Bab ini akan dijelaskan mengenai dan menguraikan tentang teori mengenai tinjauan umun tentang sistem jaminan sosial nasional yang meliputi sejarah sistem jaminan sosial nasional,
16
definisi sistem jaminan sosial nasional, landasan hukum sistem jaminan sosial nasional, prinsip sistem jaminan sosial nasional, ruang lingkup sistem jaminan sosial nasional. Dan tinjauan umum takaful al ijtima’i yang meliputi Takaful Al Ijtima’i pada masa Rasulullah SAW, Takaful Al Ijtima’i pada masa Khulafa ArRasyidun
BAB
III GAMBARAN UMUM PT JAMSOSTEK PERSERO Didalam Bab ini akan dijelaskan mengenai dan menguraikan tentang kondisi internal PT Jamsostek Persero yang meliputi Sejarah PT Jamsostek Persero, visi dan misi PT Jamsostek Persero, nilai-nilai budaya kerja PT Jamsostek Persero, struktur organisasi PT Jamsostek Persero, tata kelola perusahaan PT Jamsostek Persero, produk dan program jaminan sosial di PT Jamsostek Persero
BAB IV ANALISA PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DALAM PERSPEKTIF TAKAFUL ALIJTIMA’I DI PT JAMSOSTEK PERSERO Didalam Bab ini akan membahaskan mengenai dan menguraikan tentang Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional Di PT Jamsostek Persero, Kendala-Kendala Penerapan Sistem Jaminan
17
Sosial Nasional Di PT Jamsostek Persero, Relasi Sistem Jamian Sosial Nasional di PT Jamsostek dengan takaful al-ijtima’i.
BAB
V
PENUTUP Bab ini memberikan penerangan tentang intisari (kesimpulan) dari hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, serta saran-saran yang sekiranya dapat dijadikan suatu bahan pertimbangan dan kontribusi pemikiran.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN TAKAFUL AL-IJTIMA’I
A. Tinjauan Umum Sistem Jaminan Sosial Nasional 1. Sejarah Sistem Jaminan Sosial Nasional Jaminan Sosial muncul pada abad ke-19 di Jerman yang kemudian menyusul di Inggris1. Di Jerman yang memelopori adalah Otto van Bismarck, kanselir
Jerman
pada
periode
1883-1889.
Pada
konsep
Bismarck
dikemukakan bahwa pemberian jaminan sosial yang lebih dikenal dengan sistem asuransi sosial diberikan pada hubungan industrial antara pemberi kerja dengan pekerja. Dan dengan konsep ini, Jerman merupakan Negara yang pertama kali menerapkan sistem asuransi sosial. Sistem Jerman ini segera diikuti oleh Negara-negara lainnya di belahan bumi lainnya. Salah satunya adalah Amerika tepatnya pada masa presiden Franklin Delano Roosevelt membuat Undang-undang tentang Jaminan Sosial yaitu Social Security Act 19352. Undang-undang ini memuat program-program untuk menanggulangi resiko-resiko hari tua, kematian, dan cacat; dan kemudian juga memberikan asuransi kesehatan. Program-program 1
Bambang Purwoko MA PhD, Jaminan Sosial dan Sistem Penyelenggaraannya: Pandangan & Gagasan,( Jakarta : Meganet Dutatama Unggul, 1999), hal 3
2
Sentanoe Kertonegoro, Prospek Global Jaminan Sosial Tahun 2000 an, (Jakarta: Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, 1996), hal 4
18
19
federal ini dikenal dengan OASDHI (Old-Age, Survivors, Disability, and Health Insurance). Di Perancis, Jaminan Sosial atau “securite sosiale” merujuk pada asuransi sosial seperti asuransi kesehatan dan hari tua. Tak hanya itu, Negara ini juga memiliki apa yang disebut dengan “protection social” yang meliputi bantuan sosial, pelayanan sosial, serta sistem jaminan tingkat pendapatan minimum guna menunjang kemandirian3. Di Inggris, yang menjadi tonggak sejarahnya adalah konsep Beveridge (1942) tentang jaminan sosial yang lebih bersifat makro yakni memberikan santunan minimum yang diperuntukkan bagi proteksi orang miskin termasuk orang jompo4. Dalam UU tersebut juga disebutkan bahwa orang miskin secara hukum berhak memperoleh jaminan-jaminanlain dalam bentuk konsesi yang pembiayaannya menjadi beban APBN karena dikaitkan dengan sistem perpajakan. Menurut Rowntree (1941), bahwa masalahnya bukan terletak pada sistem asuransi sosial maupun program-program demogrant tetapi kemiskinan yang terjadi di eropa di
sebabkan karena rendah nya upah pekerja dan
terbatasnya kemampuan keuangan Negara. Oleh karena itu, program dan masalah ketenagakerjaan yang berhubungan dengan pengupahan harus 3
Emir Soendoro, Jaminan Sosial solusi bangsa Indonesia Berdikari, (Jakarta: DInov ProGRESS Indonesia, 2009), hal 38
4
Bambang Purwoko MA PhD, Jaminan Sosial dan Sistem Penyelenggaraannya: Pandangan & Gagasan,( Jakarta : Meganet Dutatama Unggul, 1999), hal 3
20
dituntaskan. Karena upah sebagai faktor determinan terutama bagi program hari tua. Masalah itu seperti ketidakpastian ekonomi yang diwujudkan dalam bentuk upah minimum tidak lain merupakan masalah universal. Memperhatikan rigidnya pengertian antara jaminan sosial dan asuransi sosial, maka yang jelas bahwa antara jaminan sosial dan asuransi sosial bukan sesuatu yang dapat dibandingkan karena asuransi sosial merupakan satu komponen jaminan sosial. Baldwin dan Fakingham pada tahun 1994 mengemukakan bahwa sistem asuransi sosial bukanlah
merupakan suatu supra sistem untuk
pengentasan kemiskinan termasuk untuk penanggulangan resiko Pemutusan Hubungan Kerja. Oleh karena itu sistem asuransi sosial lebih merupakan visi sosial yang dilandaskan pada solidaritas pembeeri kerja untuk dapat memikul resiko secara bersama-sama. Menurut Kay dan Morris pada tahun 1984, telah mempelopori sebelumnya bahwa asuransi sosial bukan merupakan safety net, karena keterbatasan lingkup penyertaan dan jumlah manfaat yang diberikan. Maka perlu program penunjang guna melengkapi dari apa yang didapat melalui program dasar sistem asuransi sosial.5 Sementara Creedy dan Disney pada tahun 1985 mengatakan bahwa santunan pada sistem asuransi sosial sangat terikat untuk hal-hal yang bersifat 5
Bambang purwoko, jaminan sosial dan sistem penyelenggaraannya pandangan dan gagasan ( Jakarta meganet dutatama, 1999) hal 5
21
darurat misalnya sakit, kecelakaan kerja, dan meninggal dunia. Oleh karenanya program tabungan wajib boleh jadi dikaitkan dengan santunan kematian seperti hal nya yang telah dilaksankan oleh PT. Jamsostek (Persero) dalam hal THT-AK 1978-1991. Dalam hal terjadi pengangguran massal, maka solusinya menjadi porsi program demogrant
yaitu semacam
unemployment benefits yang bersumber dari keuangan Negara, karena sewaktu pekerja masi aktif bekerja dimana yang bersangkutan menjadi objek pajak. Dan sebaliknya pada saat tidak bekerja lagi sehubungan dengan kebijaksanaan ekonomi yang terlalu ketat, maka bergantian Negara memberikan kewajibannya kepada yang bersangkutan dalam bentuk unemployment benefit. Purwoko pada tahun 1994 mengutarakan bahwa sistem asuransi sosial sebenarnya merupakan alat fiskal bagi pemerintah terhadap pemberi kerja yang dijadikan sebagai objek pungut melalui lembaga yang ditunjuk. Secara filosofi dikatakan bahwa pemberi kerja dalam hal menggunakan pekerja untuk kepentingannya, maka pemberi kerja diwajibkan oleh UU untuk membayar iuran kompensasi pekerja. PT. Jamsostek (Persero) merupakan salah satu institusi yang ditunjuk.6 Berdasarkan hasil studi empirik tersebut di atas, akhirnya dapat dikemukakan bahwa antara program demogrant, bantuan sosial, dan asuransi
6
Bambang purwoko, jaminan sosial dan sistem penyelenggaraannya pandangan dan gagasan ( Jakarta meganet dutatama, 1999) hal 6
22
sosial pada prinsipnya saling melengkapi. Asuransi sosial adalah suatu sistem proteksi untuk dapat memenuhi atau paling tidak mampu menciptakan demand for economics security sehubungan dengan masalah economics insecurity. Sedangkan sistem asuransi sosial dari segi aspek hukum merupakan alat fiskal sehingga peranannya lebih bersifat sebagai tax institution. Dari segi pelembagaan, maka asuransi sosial sebagai monopoli pemerintah dalam hal menyelenggarakan proteksi dasar. Karena program proteksi dasar harus dimonopoli oleh hanya satu badan yang ditunjuk oleh pemerintah agar terjadi pemerataan pembagian resiko secara simultan.7
2. Definisi Sistem Jaminan Sosial Nasional Jaminan sosial dapat diberi pengertian yang luas sehingga sering diartikan sebagai kesejahteraan sosial. Di Indonesia kesejahteraan sosial telah diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial. Pasal 2 dari Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, ketentraman lahir-batin, yang memungkinkanbagi setiap warga Negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan
7
Bambang Purwoko MA PhD, Jaminan Sosial dan Sistem Penyelenggaraannya: Pandangan & Gagasan, (Jakarta : Meganet Dutatama Unggul, 1999), hal 5
23
sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia. Dalam ruang lingkup yang luas tersebut, jaminan sosial dimaksudkan untuk
mencegah
dan
mengatasi
keterbelakangan,
ketergantungan,
ketelantaran, serta kemiskinan pada umumnya. Dalam pengetian yang luas ini, jaminan sosial mengandung berbagai unsur diantaranya adalah sebagai berikut:8 1) Bantuan sosial Berbagai program yang diselenggarakan oleh pemerintah dalam hal ini dapat departemen sosial untuk memberikan bantuan bagi korban bencana alam, panti asuhan untuk para lanjut usia, anak yatim piatu, dan fakir miskin, rehabilitasi penderita cacat, rehabilitasi berbagai penyandang ketunaan. Pembiayaan bantuan sosial bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
2) Asuransi Sosial Berbagai program yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kerja dan keluarganya terhadap resiko-resiko yang timbul dari pekerjaannya, seperti sakit, kecelakaan, hari tua, pemutusan hubungan kerja, dan meninggal dunia.
8
Sentanoe Kertonegoro, Sistem Dan Program Jaminan Sosial Di Negara-Negara Asean, (Jakarta, yayasan tenaga kerja indonesai,1998) hal.3
24
Pembiayaan asuransi sosial bersumber dari iuran pekerja dan pemberi kerjanya.
Secara khusus jaminan sosial pada umumnya diartikan dalam pengertian yang lebih sempit. Dalam pengertian sempit ini jaminan sosial diartikan sebagai program perlindungan dan kesejahteraan bagi tenaga kerja terhadap resiko-resiko sakit, kecelakaan, hari tua, pemutusan hubungan kerja dan kematian yang dapat mengakibatkan penderitaan dan kesulitan ekonomis bagi diri dan keluarganya. Perlindungan tersebut dilakukan oleh pemerintah dengan pembiayaan yang ditanggung oleh tenaga kerja sendiri dan pengusaha atau pemberi kerjanya. Setiap program yang diselenggarakan oleh pemerintah selalu bersifat dasar dan minimal untuk kepentingan rakyat banyak, terutama bagi mereka yang kurang mampu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, seperti perumahan sederhana, pengobatan puskesmas, kredit usaha tani, kredit usaha kecil, dan sebagainya. Demikian juga dengan jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan dasar dan minimal saja. Selain itu, pelaksanaannya dilakukan secara wajib bagi seluruh tenaga kerja dan pengusaha pemberi kerjanya. Sifat dasar, minimal, dan wajib diambil dengan tujuan agar jaminan sosial dapat merata dan meluas kepesertaannya dengan pembiayaan yang
25
dapat terjangkau oleh segenap lapisan tenaga kerja dan pemberi kerjanya. Bagi mereka yang menginginkan kemanfaatan yang lebih besar dapat memperolehnya melalui program dan lembaga lainnya seperti asuransi, dana pensiun, bank. Dengan kemanfaatan dasar yang lebih besar. Pada gilirannya, jaminan sosial akan mendorong industri asuransi, dana pensiun, dan lembaga keuangan lainnya. Sehubungan dengan pengertian pengertian tersebut diatas, berbagai definisi dirumuskan baik secara formal perundang-undangan maupun secara literatur. Definisi yang ada dalam Undang-Undang no. 3 Tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja merumuskan jaminan sosial tenaga kerja sebagai sesuatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang, dan pelayanan sebagai akibat dari peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia. Dalam definisi ini, jaminan sosial memberikan empat program perlindungan utama yaitu jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan kematian, jaminan pemeliharaan kesehatan. Definisi dari ILO yang tercantum dalam Konvensi ILO no. 102 Tahun 1952 mengenai Jaminan Sosial (Standar Minimal) menyatakan Bahwa jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan masyarakat untuk para anggotanya, melalui seperangkat instrumen public, terhadap kesulitan
26
ekonomis dan sosial yang disebabkan karena terhentinya atau turunnya penghasilan yang diakibatkan karena sakit, hamil, kecelakaan kerja, pengangguran, cacat, hari tua, dan kematian, pemberian perawatan medis, dan pemberian subsidi bagi keluarga yang mempunyai anak. Dalam definisi ini terkandung sembilan cabang kemanfaatan jaminan sosial yaitu :9 1) Perawatan medis 2) Tunjangan sakit 3) Tunjangan pengangguran 4) Tunjangan hari tua 5) Tunjangan kecelakaan kerja 6) Tunjangan keluarga 7) Tunjangan kehamilan 8) Tunjangan cacat 9) Tunjangan ahli waris. Semua tunjangan diatas kecuali perawatan medis, dibayarkan secara tunai. Kecelakaan kerja dan kehamilan juga mengandung perawatan medis. Tunjangan keluarga bisa meliputi berbagai unsur kemanfaatan, baik tunai maupun barang dan jasa. Rincian atau pengelompokan program atau kemanfaatan bias dilakukan dengan berbagai cara dan kombinasi. Misalnya, perawatan medis,
9
Organisasi Perburuhan Internasional, K102 Konvensi ILO No.102 Tahun 1952 mengenai standar minimal jaminan sosial (Jakarta: organisasi perburuhan internasional,2008) hal.10
27
kehamilan, dan persalinan dapat menjadi jaminan pelayanan kesehatan. Tunjangan hari tua, cacat, ahli waris bias menjadi pensiun (hari tua, cacat, janda-dua/yatim-piatu). Tunjangan kecelakaan kerja dan cacat menjadi jaminan kecelakaan kerja. Oleh karena itu Asosiasi Jaminan Sosial Internasional dalam konstitusinya menggolongkan cabang-cabang jaminan sosial sebagai berikut : a) Asuransi kecelakaan kerja dan/atau penyakit akibat kerja b) Asuransi sakit dan/atau kehamilan c) Asuransi hari tua dan/atau cacat dan/atau ahli waris d) Asuransi pengangguran e) Tunjangan keluarga.
Liputan cabang-cabang tersebut juga berbeda antara Negara yang satu dengan yang lainnya. Jamsostek , misalnya tidak meliputi asuransi pengangguran dan tunjangan keluarga, selain itu asuransi sakit tidak memberikan tunjangan tunaikarena dianggap menimbulkan penyalahgunaan, tetapi berupa pelayanan medis.10 Dalam Undang Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional no. 40 tahun 2004 yang di godok dan di sah kan oleh dewan perwakilan rakyat, sistem jaminan sosial nasional di definisikan sebagai berikut,
10
Sentanoe kertonegoro. Sistem dan program Jaminan sosial di Negara ASEAN (Jakarta yayasan tenaga kerja Indonesia 1998) hal 5.
28
Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Sistem
Jaminan
Sosial
Nasional
adalah
suatu
tata
cara
penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial.
Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya.
Tabungan wajib adalah simpanan yang bersifat wajib bagi peserta program jaminan sosial.
Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan orang mampu sebagai peserta program jaminan sosial.11
3. Landasan Hukum Sistem Jaminan Sosial Nasional Yang menjadi landasan hukum pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional ada beberapa aspek yang melandasi nya mulai dari Undang-Undang
11
Undang Undang Negara Republik Indonesia No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
29
dasar sampai kepada Undang-Undang khusus yang membahas sistem jaminan sosial nasional berikut yakni: a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 1) Bab XIV Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial Pasal 34 a) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara b) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial nasional bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan c) Negara bertanggung jawab ataspenyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan penyediaan fasilitas umum yang layak d) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. b. Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja Bab 2 penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja 1) Pasal 3 a) Untuk
memberikan
perlindungan
kepada
tenaga
kerja
diselenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja yang pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi b) Setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja 2) Pasal 4
30
a) Program jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 wajib dilakukan oleh setiap perusahaan bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan didalam hubungan kerja sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini b) Program jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah c) Persyaratan dan tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. d) Pasal 5 Kebijakan dan pengawasan umum program jaminan sosial tenaga kerja ditetapkan dengan peraturan pemerintah c. Undang-undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional Bab 1 ketentuan umum sistem jaminan sosial nasional 1) Pasal 1 a) Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
31
b) Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial. c) Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya. d) Tabungan wajib adalah simpanan yang bersifat wajib bagi peserta program jaminan sosial.
e) Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan orang mampu sebagai peserta program jaminan sosial.
2) Bab 2 asas, tujuan, dan prinsip penyelenggaraan sistem jaminan sosial pasal 2 Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pasal 3 Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.
32
4. Prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional Dalam
konsep
perlindungan
sosial
yang
komprehensif
dan
berkelanjutan, terdapat 2 prinsip penting yang diajukan oleh ILO (ILO, Extending Social Security to All, 2010). Dua prinsip tersebut antara lain adalah sebagai berikut 1. Universalitas (Universality) Prinsip
ini
menekankan pada hak seluruh
penduduk untuk
mendapatkan kepastian akses perlindungan sosial dalam sebuah sistem jaminan sosial yang efektif. Universal berarti akses perlindungan sosial tersebut diselenggarakan berbasis hak penduduk (right-based scheme). Hal ini merupakan prinsip yang fundamental dan mendasari seluruh aspek pengembangan sistem jaminan sosial. Mengingat
kepesertaannya
yang
juga
mencakup
penduduk
miskin/tidak mampu/tidak bekerja/cacat yang tidak memiliki kemampuan untuk membayar iuran maka hendaknya sistem ini diselenggarakan oleh negara. Prinsip universalitas jugalah yang mendasari agar penyelenggaraan jaminan sosial tidak boleh lepas dari tanggung jawab negara. Konsekuensi prinsip universalitas yang harus diemban oleh negara, khususnya bagi negara yang memiliki keterbatasan sumberdaya (fiskal dan infrastruktur) adalah menetapkan desain manfaat dasar (basic package of benefit) kepada kelompok penduduk miskin/tidak mampu/tidak bekerja/cacat
33
sebagai program perlindungan yang menjadi prioritas utama. Dilain sisi, memberikan manfaat dan akses jaminan sosial yang seluas-luasnya kepada kelompok penduduk lain yang memiliki kemampuan membayar iuran. 12 2. Progresivitas (Progressiveness) Sebagai sebuah instrumen publik yang memiliki karakteristik investasi dibidang modal sosial (social capital) dan modal manusia yang produktif, sistem jaminan sosial harus diselenggarakan secara berkelanjutan dan tidak boleh berhenti pada tingkat manfaat dasar saja (basic benefit). Manfaat dasar merupakan langkah awal yang menjadi fondasi pengembangan sistem jaminan sosial. Prinsip progrevisitas menjelaskan bahwa konsep universalitas tidak berarti memberikan keseragaman manfaat kepada seluruh penduduk (uniformity). Pemerintah wajib, sesuai dengan tahapan perkembangan ekonominya, memperluas cakupan perlindungan kepada seluruh kelompok penduduk dan tingkat manfaat perlindungan (sebagaimana terlihat pada gambar 6 diatas). Prinsip progresivitas ini mengamanahkan agar sistem jaminan sosial diselenggarakan secara sistemik dan rasional sehingga mampu menjawab prioritas kebutuhan dasar dan disaat bersamaan memungkinkan tercapainya mobilitas masyarakat ke tingkat manfaat yang lebih tinggi (basic banefit coverage ke intermediate benefit coverage) dan peningkatan manfaat
12
Organisasi perburuhan internasional, Perlindungan sosial diIndonesia persiapan pengembangan agenda (Jakarta, Organisasi perburuhan internasional,2008) hal.24
34
perlindungan dasar sesuai dengan kemampuan daya beli penduduk dan tingkat pertumbuhan ekonomi bangsa. Tidak adanya prinsip progresivitas berimplikasi pada tidak adanya proses monitoring kepada para penduduk yang menerima BLT tersebut sehingga bantuan tersebut tidak membantu penduduk hingga menjadi mandiri dan berpindah ke cakupan manfaat yang lebih tinggi. Bila ditelaah lebih lanjut, prinsip jaminan sosial yang diajukan oleh ILO belum mencakup prinsip-prinsip SJSN yang sebagaimana diamanahkan dalam UU 40/2004. Sembilan prinsip UU SJSN yang diamanahkan dalam UU nomor 40 dalam pasal 4 tahun 2004 adalah sebagai berikut a. Kegotong-royongan;13 Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotong- royong dari peserta yang mampu kepada peserta yamg kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Melalui prinsip kegotongroyongan ini jaminan sosial dapat menumbuhkan keadalan sosial bagi keseluruhan rakyat Indonesia.
b. Nirlaba; Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan mencari laba (nirlaba) bagi 13
Badan
Penyelenggara
Jaminan
sosial,
akan
tetapi
tujuan
Undang Undang Negara Republik Indonesia No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
35
utamapenyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk memenuhi sebesarbesarnya kepentingan peserta. Dana amanat, hasil pengembangannya, dan surplus anggaran akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.
c. Keterbukaan; Kegiatan manajemen dalam pengelolaan dana jaminan sosial harus mengedepankan prinsip keterbukaan. Hal ini dikarenakan dana jaminan sosial merupakan dana iuran peserta yang wajib dikelola dengan baik serta mengedepankan prinsip transparansi dalam pengelolaannya. d. Kehati-hatian; Prinsip ini wajib dijalankan oleh manajemen dalam hal pengelolaan dana jaminan sosial. e. Akuntabilitas; f. Portabilitas; Jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia.
g. Kepesertaan bersifat wajib; Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama
36
dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menajdi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional dapat mencakup seluruh rakyat.
h. Dana Amanat Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional dalam Undang-Undang ini adalah hasil berupa dividen dari pemegang saham yang dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial. Dalam Undang-Undang ini diatur penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun, jaminan hari tua, dan jaminan kematian bagi seluruh penduduk melalui iuran wajib pekerja. Program-program jaminan sosial tersebut diselenggarakan oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam Undang-Undang ini adalah transformasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang sekarang telah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan dinamika perkembagan jaminan sosial.
37
i. Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta.14 5. Ruang lingkup Sistem Jaminan Sosial Nasional Dalam ruang lingkup sistem jaminan sosial nasional ada beberapa variabel yang dapat dijadikan patokan dalam pembahasan ini pertama konvensi ILO organisasi perburuhan internasional no 102 pada tahun 1952 mengenai standar minimal jaminan sosial, yang di laksanakan di Jenewa. Dalam konvensi yang dilakukan pada tanggal 4 juni 1952 ini telah merumuskan dan mengesahkan hal hal yang berkenaan dengan jaminan sosial yang dalam pembahasan kali ini penulis akan mengungkapkan sembilan ruang lingkup jaminan sosial sebagai berikut.15 1. Layanan kesehatan 2. Tunjangan sakit 3. Tunjangan untuk pengangguran 4. Tunjangan hari tua 5. Tunjangan kecelakaan kerja 6. Tunjangan keluarga
14
Undang Undang Negara Republik Indonesia No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. 15
Organisasi perburuhan internasional. K102-Konvensi ILO No.102 Tahun 1952 standar minimal jaminan sosial. Kantor perburuhan internasional, Jakarta, 2008
38
7. Tunjangan persalinan 8. Tunjangan kecacatan 9. Tunjangan ahli waris
Dari uraian di atas dapat kita telaah sebenarnya dalam konvensi internasonal telah di sepakati oleh negara-negara internasional mengenai pentingnya peran Negara dalam memberikan jaminan sosial bagi warga negaranya. Dalam deklarasi universal mengenai hak asasi manusia di artikel ke 22 yang menyatakan bahwa Everyone, as a member of society, has the right to social security. Dan artikel ke 25 yang menyatakan Everyone has the right to a standard of living adequate for the health and well-being of himself and of his family, including food, clothing, housing and medical care and necessary social services, and the right to security in the event of unemployment, sickness, disability, widowhood, old age or other lack of livelihood in circumstances beyond his control Dalam hal ini siapa saja yang menerima jaminan sosial juga di bagi dalam klasifikasi menjadi delapan golongan yaitu.16 1. Pekerja sektor formal Pegawai Negeri Sipil 2. Pekerja sektor formal pegawai swasta 3. Pekerja sektor informal 16
Achmad Subianto, Sistem Jaminan sosial nasional pilar penyangga kemandirian perekonomian bangsa (Jakarta: gibbon groups publication,2010)hal.71
39
4. Pengangguran 5. Orang lanjut usia 6. Anak anak 7. Orang cacat 8. Orang fakir miskin
Dinamika pembangunan bangsa Indonesia telah menumbuhkan tantangan berikut tuntutan penanganan berbagai persoalan yang belum terpecahkan. Salah satunya adalah penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat, yang diamanatkan dalam Pasal 28 ayat (3) mengenai hak terhadap jaminan sosial dan Pasal 34 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun1945. Jaminan sosial juga dijamin dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak asasi Manusia Tahun 1948 dan ditegaskan dalam Konvensi ILO Nomor 102 Tahun 1952 yang menganjurkan semua negara untuk memberikan perlindungan minimum kepada setiap tenaga kerja. sejalan dengan ketentuan tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam TAP Nomor X/MPR/2001 menugaskan Presiden untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu. Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan
40
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharakan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila tejadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun. Selama beberapa dekade terakhir ini, Indonesia telah menjalankan beberapa program jaminan sosial. Undang-Undang yang secara khusus mengatur jaminan sosial bagi tenaga kerja swasta adalah Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tenang Jaminan Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), yang mencakup program jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan kematian. Untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), telah dikembangkan program Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun1981 dan program Asuransi Kesehatan (ASKES) yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
69
Tahun
1991
yang
bersifat
wajib
bagi
PNS/Penerima
Pensiun/Perintis Kemerdekaan/Veteran dana anggota keluarganya. Untuk prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), dan PNS Departemen Pertahanan/TNI/POLRI beserta keluarganya telah dilaksanakan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) sesuai dengan Peraturan Pemrintah
41
Nomor 67 Tahun 1991 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1971. 17 Berbagai program tersebut diatas baru mencakup sebagian kecil masyarakat. Sebagian besar rakyat belum memperoleh perlindungan yang memadai. Disamping itu, pelaksanaan berbagai program jaminan sosial tersebut mampu memberikan perlindungan yang adil dan memadai kepada para peserta sesuai dengan manfaat program yang menjadi hak peserta. Sehubungan dengan hal di atas, dipandang perlu menyusun Sistem Jaminan Nasional yang mampu mensinkronisasikan penyelenggaraan berbagai
bentuk
jaminan
sosial
yang
dilaksanakan
oleh
beberapa
penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta.
B. Tinjauan Umum Takaful Al-Ijtima’i Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam islam dan dikenal dengan Takaful Al Ijtima’i memang belum pernah ada yang membahasnya secara baku dalam ekonomi islam, akan tetapi dapat dilihat dari studi empiris sistem perekonomian yang di lakukan dalam masa Nabi Muhammad saw dan Khulafaur Rasyidin
17
Emir Soendoro, jaminan sosial solusi bangsa berdikari (Jakarta: dinov Progress Indonesia, 2009) hal.87
42
hingga seterusnya yang sedikit banyak menyinggung hal-hal yang berkaitan dengan jaminan sosial kepada masyarakat muslim saat itu.18 Dalam perjalanannya, perkembangan jaminan sosial Islam mengalami pasang surut mengikuti perkembangan masyarakat islam pada waktu itu karena memberlakukan jaminan sosial juga bergantung pada tingkat kesejahteraan Negara pada saat masa pemerintahan berlangsung karena ini menyangkut juga dengan kondisi keuangan Negara pada saat itu. Sedangkan Kondisi keuangan negara pada masa awal pemerintahan Islam tergantung kepada pendapatan negara. Dan pemasukan negara pada masa Islam didapat dari berbagai instrumen pemasukan negara. Instrumen utama dalam pemasukan negara pada masa pemerintahan awal Islam adalah zakat, ghanimah, ushr dan lain-lainnya. Sedangkan alokasi dana pemasukan negara akan dimasukkan kepada pos-pos yang telah ditetapkan sebelumnya. Seperti dilihat dalam tabel berikut ini : Tabel Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Islam Penerimaan
Pengeluaran
Jenis Regulasi Zakat
Kebutuhan Dasar
Kharaj
Kesejahteraan Sosial
Jizyah
Pendidikan & Penelitian
Ushr
Infrastruktur (Fasilitas Publik)
18
M syakir sula, Asuransi Syariah Live and general konsep dan operasional (Jakarta: gema insane press,2004) hal33
43
Jenis Sukarela
Dakwah & Propaganda Islam
Infak-Shadaqah
Adminstrasi Negara
Wakaf
Pertahanan dan Keamanan
Hibah-hadiah Jenis Kondisional Khums Pajak (Nawaib) Keuntungan BUMN (Mustaghlah/fay’) Lain-lain Sumber : Analisis Teoritis Ekonomi Islam, Ali Sakti
Menurut tabel diatas, dapat dilihat bahwa setiap pemasukan negara telah dianggarkan
untuk
posnya
masing-masing.
Diantaranya
adalah
untuk
kesejahteraan sosial masyarakat. Kesejahteraan sosial merupakan salah satu pos anggaran penting, karena berkaitan dengan salah satu fungsi negara yakni menjadi katalisator bagi warga negara untuk mencapai kesejahteraannya.19 Negara memaksimalkan pemberdayaan sumber daya yang dimiliki untuk kesejahteraan sebesar-sebesarnya warganya. Dimana negara dapat menyediakan fasilitas-fasilitas vital bagi warga, utamanya pangan, pakaian, perumahan, kesehatan dan variabel apapun yang masuk menjadi kebutuhan dasar warga. Kesemuanya ditujukan untuk menjaga dan meningkatkan kondisi keimanan warga, dengan begitu tidak ada hambatan-hambatan ekonomi yang dapat
19
Ali Sakti, Analisis teoritis modern(.Jakarta:2007),hal 364
Ekonomi
Islam
:
Jawaban
atas
Kekacauan
ekonomi
44
memposisikan warga negara pada satu kondisi dimana hubungannya dengan Allah Swt terganggu. Jelas terlihat bahwa jaminan sosial atau takaful al-ijtima’i telah dilaksanakan dalam masa awal pemerintahan islam.
Maka dalam penulisan
skripsi ini penulis akan mencoba Takaful Al Ijtima’I secara empiris dari masa Rasulullah SAW sampai fase Khulafaur Rasyidin karena pada fase periode ini lah kita dapat intisari Jaminan Sosial Dalam Islam yang di praktekan pada masa itu. 1. Takaful Al-Ijtima’i Pada Masa Rasulullah SAW Pada masa Rasulullah Sistem Jaminan Sosial Nasional memang belum baku di praktekan sebagai suatu sistem baku yang tersusun secara sistematis sebagai suatu sistem jaminan sosial yang di selenggarakan oleh Negara atau pemerintahan pada masa Rasulullah SAW. Rasulullah SAW sesungguhnya mengajarkan pada kita ummat nya menerapkan instrument zakat sebagai bagian dari jaminan sosial dalam Islam atau Takaful Al Ijtima’I, karena dalam fungsi zakat ini ada upaya saling membantu sesama ummat muslim yang memiliki harta yang berlebihan untuk menzakatkan hartanya untuk dapat di kelola oleh amil untuk di salurkan kepada delapan asnaf zakat20. Seperti Firman Allah Swt dalam Al-Qur’an pada QS. AtTaubah ayat 60 yaitu : 20
Euis Amalia, sejarah pemikiran ekonomi islam dari masa klasik hingga kontemporer. (Gramata publishing, depok 2010) hal. 75
45
Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[647]. Praktik jaminan sosial dalam islam pada masa Rasulullah dapat kita lihat pada kebijakan ekonomi Rasulullah yang mendirikan Baitul Maal, pada masa itu semua hasil penghimpunan kekayaan Negara harus dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian di keluarkan sesuai dengan kebutuhan negara. Sumber pemasukan baitul maal terdiri dari : a) Kharaj b) Zakat c) Khums d) Jizyah e) Kaffarah f) Harta waris dari orang yang tidak menjadi ahli waris21
21
Euis Amalia, sejarah pemikiran ekonomi islam dari masa klasik hingga kontemporer. (Gramata publishing, depok 2010) hal. 78
46
Dari sumber pendapatan Negara yang dikumpulkan di baitul maal tersebut dialokasikan untuk penyebaran islam, pendidikan, kebudayaan, ilmu pengetahuan, infrastruktur, armada perang, keamanan, dan penyediaan layanan kesejahteraan sosial. Rasulullah SAW juga menetapkan berbagai bentuk sedekah, baik yang bersifat wajib maupun sukarela, terhadap para individu yang memiliki harta kekayaan yang banyak untuk membantu para anggota masyarakat yang tidak mampu.22 Pada masa Rasulullah sumber sumber pengeluaran Negara yang berubungan dengan jaminan sosial dapat meliputi beberapa hal yang di ambil dari dana yang telah dikumpulkan oleh baitul maal seperti penyaluran zakat dan ushr kepada yang berhak menerimanya sesuai ketentuan Alquran termasuk para pemungut zakat, bantuan untuk para musafir (dari daerah fadak), bantuan untuk orang yang belajar agama, pembayaran untuk kaum muslim yang menjadi budak, pembayaran denda atas mereka yang terbunuh secara tidak sengaja oleh pasukan muslim, pembayaran hutang orang yang meninggal dalam keadaan miskin, pembayaran tunjangan untuk orang miskin, tunjangan untuk sanak saudara Rasulullah, persediaan darurat (sebagian dari pendapatan Khaibar).
22
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.( Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004). Hal. 36
47
2. Takaful Al-Ijtima’i Pada Masa Abu Bakar ash Shiddiq Dalam upayanya meningkatkan kesejahteraan umat, Abu Bakar sangat memperhatikan keakuratan zakat, sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan pembayarannya. Dalam mendistribusikan harta baitul maal Abu Bakar menerapkan prinsip kesamarataan memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat Rasulullah SAW.23 Dengan demikian, selama masa pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq, harta Baitul Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum muslimin, bahkan ketika Abu Bakar ash-Shiddiq wafat, hanya ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan negara. Seluruh kaum muslimin diberikan bagian yang sama dari hasil pendapatan negara. Apabila pendapatan meningkat, seluruh kaum muslimin mendapat manfaat yang sama dan tidak ada seorang pun yang dibiarkan dalam kemiskinan. Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatan aggregate demand dan aggregate supply yang pada akhirnya akan menaikkan total pendapatan nasional, di samping memperkecil jurang pemisah antara orangorang yang kaya dengan yang miskin.24
23
Euis Amalia, sejarah pemikiran ekonomi islam dari masa klasik hingga kontemporer. (Gramata publishing, depok 2010) hal. 89 24
Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. (Raja grafindo persada, Jakarta 2004.) Hal. 58
48
3. Takaful Al-Ijtima’I Pada Masa Umar Ibn Khattab Pada masa umar ibn khattab ini dapat dikatakan masa dimana sudah mengenal istilah jaminan sosial secara baku karena pada masa pemerintahan nya di bentuk departemen khusus yang bertugas langsung menangani jaminan sosial, dikarenakan wilayah ekspansi islam pada masa nya berkembang cukup pesat sampai ke wilayah romawi dan Persia, perkembangan wilayah yang cukup pesat ini yang membuat pendapatan Negara naik cukup signifikan. Setelah melakukan musyawarah dengan para pemuka sahabat, Khalifah Umar ibn al-Khattab mengambil keputusan untuk tidak menghabiskan harta Baitul Mal sekaligus, tetapi dikeluarkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan yang ada, bahkan di antaranya disediakan dana cadangan. Dalam hal pendistribusian harta Baitul Mal, sekalipun berada dalam kendali dan tanggung jawabnya, para pejabat Baitul Mal tidak mempunyai wewenang dalam membuat suatu keputusan terhadap harta Baitul Mal yang berupa zakat dan ushr. Kekayaan negara tersebut ditujukan untuk berbagai golongan tertentu dalam masyarakat dan harus dibelanjakan sesuai dengan prinsip-prinsip Alquran. Harta Baitul Mal dianggap sebagai harta kaum muslimin, sedangkan Khalifah dan para amil hanya berperan sebagai pemegang amanah. Dengan demikian, negara bertanggung jawab untuk menyediakan makanan bagi para janda, anak-anak yatim, serta anak-anak terlantar; membiayai penguburan orang-
49
orang miskin; membayar utang orang-orang yang bangkrut; membayar uang diyat untuk kasus-kasus tertentu, seperti membayar diyat prajurit Shebani yang membunuh
seorang
Kristiani
untuk
menyelamatkan
nyawanya;
serta
memberikan pinjaman tanpa bunga untuk tujuan komersial, seperti kasus Hind binti Ataba. Bahkan, Umar pernah meminjam sejumlah kecil uang untuk keperluan pribadinya. Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar ibn al-Khattab mendirikan departemen yang dianggap perlu, dalam konteks ini ada beberapa departemen yang behubungan dengan pembahasan ini, yaitu a. Departemen Pelayanan Militer. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat dalam peperangan. Besarnya jumlah dana bantuan ditentukan oleh jumlah tanggungan keluarga setiap penerima dana. b. Departemen Kehakiman dan Eksekutif. Departemen ini bertanggung jawab terhadap pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif. Besarnya gaji ini ditentukan oleh dua hal, yaitu jumlah gaji yang diterima harus mencukupi kebutuhan keluarganya agar terhindar dari praktek suap dan jumlah gaji yang diberikan harus sama dan kalaupun terjadi perbedaan, hal itu tetap dalam batas-batas kewajaran.
50
c. Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam. Departemen ini mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran Islam beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah. d. Departemen Jaminan Sosial. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan orang-orang yang menderita.25 Sebagai perealisasian salah satu fungsi negara Islam, yakni fungsi jaminan sosial, Khalifah Umar membentuk sistem diwan yang menurut pendapat terkuat, mulai dipraktekkan untuk pertama kalinya pada tahun 20 H. Dalam rangka ini, ia menunjuk sebuah komite nassab ternama yang terdiri dari Aqil bin Abi Thalib, Mahzamah bin Naufal, dan Jabir bin Mut’im untuk membuat laporan sensus penduduk sesuai dengan tingkat kepentingan dan golongannya. Daftar tersebut disusun secara berurutan dimulai dari orang-orang yang mempunyai hubungan kekerabatan dengan Nabi Muhammad saw, para sahabat yang ikut berperang dalam Perang Badar dan Uhud, para imigran ke Abysinia dan Madinah, para pejuang perang Qadisiyyah atau orang-orang yang menghadiri perjanjian Hudaibiyah, dan seterusnya. Kaum wanita, anak-anak dan para budak juga mendapat tunjangan sosial.
25
Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. Raja grafindo persada, Jakarta 2004. Hal. 62
51
Jumlah tunjangan yang diberikan kepada masing-masing golongan untuk setiap tahunnya berbeda-beda. Secara umum, jumlah tunjangan yang diberikan kepada mereka adalah sebagai berikut: Tabel Penerima Tunjangan Jaminan Sosial NO.
Penerima
Jumlah
1.
Aisyah dan Abbas ibn Abdul Mutthalib
Masing-masing 12.000 dirham
2.
Para istri Nabi selain Aisyah
Masing-masing 10.000 dirham
3.
Ali, Hasan, Husain, dan para pejuang Badar
Masing-masing 5.000 dirham
4.
Para pejuang Uhud dan migran ke Abysinia
Masing-masing 4.000 dirham
5.
Kaum Muhajirin sebelum peristiwa Fathul Makkah
Masing-masing 3.000 dirham
6.
Putra-putra para pejuang Badar, orang-orang yang memeluk Islam ketika terjadi peristiwa fathul Makkah, anak-anak kaum Muhajirin Masing-masing 2.000 dirham. dan Anshar, para pejuang perang Qadisiyyah, Uballa, dan orangorang yang menghadiri perjanjian Hudaibiyah Sumber : Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Adiwarman Karim
Orang-orang Mekkah yang bukan termasuk kaum Muhajirin mendapat tunjangan 800 dirham, warga Madinah 25 dinar, kaum muslimin yang tinggal di Yaman, Syiria dan Irak memperoleh tunjangan sebesar 200 hingga 300 dirham, serta anak-anak yang baru lahir dan yang tidak diakui masing-masing memperoleh 100 dirham. Di samping itu, kaum muslimin memperoleh tunjangan pensiun berupa gandum, minyak, madu, dan cuka dalam jumlah yang tetap. Kualitas dan jenis barang berbeda-beda di setiap wilayah. Peran negara yang turut bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan makanan dan pakaian
52
bagi setiap warga negaranya ini merupakan hal yang pertama kali terjadi dalam sejarah dunia26. Di antara alokasi pengeluaran dari harta Baitul Mal tersebut, dana pensiun merupakan pengeluaran negara yang paling penting. Prioritas berikutnya adalah dana pertahanan negara dan dana pembangunan. Seperti yang telah dijelaskan, Khalifah Umar menempatkan dana pensiun di tempat pertama dalam bentuk rangsum bulanan (arzaq) pada tahun 18 H, dan selanjutnya pada tahun 20 H dalam bentuk rangsum tahunan (atya). Dana pensiun ditetapkan untuk mereka yang akan dan pernah bergabung dalam kemiliteran. Dengan kata lain, dana pensiun ini sama halnya dengan gaji reguler angkatan bersenjata dan pasukan cadangan serta penghargaan bagi orang-orang yang telah berjasa. Beberapa orang yang telah berjasa diberi pensiun kehormatan (sharaf) seperti yang diberikan kepada para istri Rasulullah atau para janda dan anak-anak pejuang yang telah wafat. Nonmuslim yang bersedia ikut dalam kemiliteran juga mendapat penghargaan serupa. Dana ini juga meliputi upah yang dibayarkan kepada para pegawai sipil. Sejumlah penerima dana pensiun juga ditugaskan untuk melaksanakan kewajiban sipil tetapi mereka dibayar bukan untuk itu. Khalifah Umar sebagai ahli Badr juga terpilih sebagai penerima penghargaan sebesar 5.000 dirham. Sejak saat itu, ia tidak meminta apa-apa (upah atau gaji) lagi dari Baitul Mal. Orang-orang yang 26
Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. Raja grafindo persada, Jakarta 2004. Hal. 65
53
tidak ikut dalam kegiatan militer, seperti orang Mekkah, orang-orang desa (petani, peternak dan sebagainya), pedagang, dan pengrajin, tidak mendapat dana pensiun tersebut. Sistem administrasi dana pensiun dan rangsum dikelola dengan baik. Dalam setahun, dana pensiun dibayarkan dua kali, sedangkan pemberian rangsum dilakukan secara bulanan. Administrasi dana pensiun terdiri dari dua bagian, bagian pertama berisi catatan sensus dan jumlah yang telah menjadi hak setiap penerima dana dan bagian kedua berisi laporan pendapatan. Dana tersebut didistribusikan melalui seorang arif yang masing-maisng bertanggung jawab atas sepuluh orang penerima dana. Angkatan bersenjata terdiri dari pasukan berkuda dan prajurit. Pasukan berkuda dipersenjatai dengan pelindung, pedang dan tombak atau pelindung, anak panah, dan busur panah. Kehebatan dari pasukan ini terletak pada kemampuan mobilisasi yang sangat tinggi, keteguhan hati dan kesabarannya. Pasukan selalu diberi perbekalan dan peralatan dengan baik dan perjalanan panjang dilakukan dengan menggunakan unta. Awalnya, pasukan mendirikan perkemahan yang dibangun dengan menggunakan pohon-pohon palem tetapi setelah itu, Umar menginstruksikan untuk membangun tempat permanen atau distrik. Kemudian, markas-markas militer dibangun di Bashra, Kufah, Fastal, Qairawan dan lain-lain. Markas besar militer juga dibangun di beberapa tempat
54
lainnya. Pengeluaran untuk hal-hal ini termasuk bagian dari pengeluaran untuk pertahanan negara. Kehakiman ditangani oleh hakim sipil yang biasa disebut hakim atau qazis yang ditunjuk oleh Umar dan bersifat independen dan terpisah dari pemerintahan. Khalifah Umar merupakan pemimpin pertama dalam Islam yang menetapkan gaji untuk para hakim dan membangun kantornya terpisah dari kantor eksekutif. Ia juga membangun sistem administrasi pemerintahan Islam dan membagi daerah-daerah taklukan ke dalam satu organisasi pemerintahan yang tertata rapih, sehingga memungkinkan para wakilnya di daerah mengembangkan berbagai sumber daya di wilayahnya masing-masing. Dalam sistem administrasi pemerintahannya tersebut, Khalifah Umar menetapkan perbaikan ekonomi di bidang pertanian dan perdagangan sebagai prioritas utama. Untuk mencapai tujuan tersebut, di Mesir, Syiria, Irak, dan Persia Selatan telah dilakukan pengukuran ladang demi ladang dan penilaiannya dilakukan secara seragam. Catatan hasil survei pengukuran tanah-tanah tersebut membentuk sebuah catalog otentik yang selain menggambarkan luas daerah juga mendeskripsikan secara terperinci kualitas tanah, produksi alam, karakter, dan sebagainya. Jaringan kanal-kanal telah dibangun di Babilonia dan di sekitar daerah sungai Tigris dan Eufrat di bawah pengawasan para petugas khusus. Untuk memfasilitasi komunikasi langsung antara Mesir dengan Arab, Khalifah Umar memfungsikan kembali sebuah kanal di antara sungai Nil dan Laut Merah
55
yang telah lama tidak terpakai. Pembangunan jaringan ini selesai dalam waktu kurang dari satu tahun. Pembangunan kanal-kanal tersebut tidak hanya mempermudah pelayaran kapal-kapal yang memuat padi-padian dari Mesir berlayar ke Yanbu dan Jeddah sehingga sangat membantu ketika terjadi bencana kelaparan pada tahun 18 H tetapi juga harga jual padi-padian tersebut turun secara permanen di pasar Madinah dan Mekkah.27 Selain itu, Khalifah Umar memperkenalkan sistem jaga malam dan patroli serta mendirikan dan mensubsidi sekolah-sekolah dan masjid-masjid di seluruh wilayah negara. Ia juga menjamin orang-orang yang melakukan ibadah haji dan para pengembara dapat menikmati fasilitas air dan tempat peristirahatan di sepanjang jalan antara Mekkah dan Madinah, di samping membangun depot makanan dan gudang tempat penyimpanan persediaan dan perlengkapan yang dibutuhkan. Seperti halnya yang dilakukan oleh Rasulullah saw, Khalifah Umar menetapkan bahwa negara bertanggung jawab membayarkan atau melunasi utang orang-orang yang menderita pailit atau jatuh miskin, membayar tebusan para tahanan muslim, membayar diyat orang-orang tertentu, serta membayar biaya perjalanan para delegasi dan tukar menukar hadiah dengan negara lain. Dalam perkembangan berikutnya, setelah kondisi Baitul Mal dianggap cukup kuat, ia
27
Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. (Raja grafindo persada, Jakarta 2004). Hal. 74
56
menambahkan beberapa pengeluaran lain dan memasukkannya ke dalam daftar kewajiban negara, seperti memberi pinjaman untuk perdagangan dan konsumsi.
4. Pengeluaran Baitul Maal dan Kebijakan Fiskal Mengenai Sistem Jaminan Sosial Dalam Islam Pada Awal Masa Pemerintahan Islam a. Penyediaan Layanan Kesejahteraan Sosial Sebagian dana Baitul Mal yang digunakan Rasulullah untuk mengatasi kelaparan yang menimpa orang-orang fakir dan miskin. Penerimaan ini, seperti yang akan diuraikan, terdiri atas ghanimah, khums, zakat, kharaj, dan jizyah. Zakat diwajibkan kepada setiap orang yang telah dapat mencukupi kebutuhannya dalam satu tahun atau dengan kata lain setiap orang yang mempunyai harta sampai tingkat nisab (batas kena pajak), seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Bagaimana zakat dibayarkan untuk berbagai kegiatan yang disebutkan di atas telah dijelaskan pada bagian penerimaan dana Baitul Mal. Di sini hanya akan ditunjukkan gambaran dan indikator jumlah pendapatan minimal yang dapat dikenai zakat pada masa permulaan Islam untuk memperlihatkan bagaimana jika penghasilan seseorang tidak mencapai tingkat ini, Baitul Mal akan memperlakukannya secara berbeda. Setiap sumber dana Baitul Mal
57
digunakan untuk tujuan masing-masing yang spesifik. Sebagai contoh, penerimaan zakat hanya dapat digunakan untuk:28 1.
Menyantuni fakir miskin
2.
Menampung tuna wisma
3.
Membayar gaji para pengumpul zakat
4.
Melunasi utang orang-orang yang tidak mampu membayar utangnya
5.
Menolong orang-orang yang baru masuk Islam
6.
Membebaskan budak, dan
7.
Melaksanakan aktivitas pekerjaan umum
Khums juga digunakan untuk pengeluaran yang khusus seperti halnya zakat. Zakat atas tanah di wilayah taklukan yang diperoleh tanpa peperangan hanya digunakan untuk hal-hal yang dianggap Rasulullah paling tepat. Namun zakat atas tanah di wilayah taklukan yang jatuh ke tangan kaum muslimin melalui peperangan hanya digunakan untuk kepentingan kaum muslimin. Demikian pula, Rasulullah membagi penerimaan Baitul Mal untuk memenuhi kebutuhan harian kaum muslimin. Ketika melakukan pembagian, Rasulullah membagi setiap orang yang berhak dengan jumlah yang sama.
28
Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. (Raja grafindo persada, Jakarta 2004). Hal. 147
58
Dalam beberapa kesempatan Rasulullah memberi hadiah kepada utusan yang datang yang ingin memeluk agama Islam. Pembagian hadiah ini adalah sebagai berikut:29 1.
Tiap anggota utusan Bani Murrah yang jumlahnya 13 orang menerima sepuluh ons perak, kecuali Harits bin Auf menerima 12 ons
2.
Tiap anggota utusan Tsa'labah menerima 5 ons perak
3.
Bisr bin Muawiyah bin Tawr dari suku Bani Buka diberi beberapa domba betina
4.
Tiap anggota utusan dari Bani Hanifa yang jumlahnya 13 sampai 19 orang diberi 5 ons perak
5.
Utusan dari Tujib yang jumlahnya 16 orang, masing-masing menerima hadiah yang jumlahnya lebih besar daripada yang pernah diberikan kepada utusan lain Berbagai hadiah yang telah disebutkan diberikan melalui Bilal yang diperintahkan Rasulullah untuk menangani tugas ini. Bilal juga ditugaskan untuk membantu orang-orang miskin. Orang-orang yang membutuhkan yang datang kepada Nabi diperintahkan menemui Bilal untuk mendapatkan pakaian dan makanan. Bilal bahkan diperintahkan jika terjadi kekurangan anggaran untuk mencari pinjaman dan mencarikan makanan bagi yang membutuhkan. Oleh karena itu, setelah Rasulullah meninggal dunia, Fatimah mencari Bilal, begitu pula halnya cucu Rasulullah, Hasan.
29
Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. (Raja grafindo persada, Jakarta 2004). Hal. 149
59
Seperti yang telah dijelaskan sebelum ini, pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin al-Khattab pernah dilakukan sensus terhadap kaum muslimin dan dengan data tersebut Khalifah Umar menetapkan besaran pajak tanah taklukan yang dibagikan kepada setiap kaum muhajirin, Anshar, keluarga Rasul dan lainnya sebagai berikut: Untuk setiap istri Rasulullah dan pamannya, Abbas, Umar menetapkan 10.000 dirham pertahun kecuali untuk Aisyah yang ditetapkan sebesar 12.000 diham serta Juwairiyah dan Safiyah yang mesing-masing menerima 6.000 dirham, Mujahid perang Badar serta putra Ali, Hasan dan Husein, menerima 5.000 dirham, orang yang pertama masuk Islam tetapi tidak ikut berperang di Badar menerima 4.000 dirham, Abdullah bin Umar dan anak-anak Muhajirin dan Anshar tertentu menerima 2.000 dirham, setiap penduduk Mekkah 800 dirham, untuk yang lainnya antara 300 sampai 400 dirham, bagi para istri Muhajirin dan Anshar 200, 300, 400, 600, dan 1.000 dirham tergantung beberapa hal.30 Pembagian di atas diperbaharui pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Bagian dana baitul mal dibagi secara merata pada setiap orang berdasarkan kategori yang sama yang dilakukan oleh Rasulullah. Namun pembagian seperti ini dan pertanyaan atas keadilannya menyebabkan banyak
30
Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. (Raja grafindo persada, Jakarta 2004). Hal. 150
60
sahabat yang merasa keberatan dan menarik dukungannya kepada Ali dan bergabung dengan Muawiyah. Ali bin Abi Thalib juga membagi dana baitul mal kepada para fakir miskin nonmuslim sama halnya dengan fakir miskin muslim. Suatu hari, Khalifah Ali bertemu dengan pengemis buta lalu menanyakan keadaannya. Pengemis itu mengatakan bahwa dia seorang Nasrani. Lalu Ali memerintahkan agar biaya hidup orang tersebut ditanggung oleh Baitul Mal. Contoh
di
atas
memperlihatkan
bahwa
pada
masa
awal
pemerintahan Islam, nisab atau pendapatan minimal setiap penduduk baik muslim ataupun nonmuslim dijamin negara. Tingkat pendapatan minimal ini dicapai dengan mensinergikan kapabilitas produksi dengan partisipasi kerja. Dalam kondisi keterbatasan kapabilitas, kekurangan seseorang ditutupi dengan dana dari khums, zakat dan kharaj. Masing-masing dana ini dirancang untuk pengeluaran khusus. Khums digunakan untuk penyebaran dakwah Islam dan persediaan perang, di samping untuk menjamin pemenuhan kebutuhan bagi yang berpendapatan di bawah batas minimal. Gaji pengumpul zakat diambil dari dana zakat. Setelah menutupi seluruh pengeluaran Baitul Mal, kharaj dibagikan kepada setiap muslim. Jelasnya, pengeluaran besar dan terpenting atas setiap penerimaan yang disebutkan di atas adalah untuk menjamin kesejahteraan sosial (social welfare) serta penyediaan pelayanan publik.
BAB III GAMBARAN UMUM PT. JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA (PERSERO)
A. Sejarah Pendirian PT JAMSOSTEK (PERSERO) Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara, Indonesia seperti halnya berbagai Negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal. Sejarah terbentuknya PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang panjang, dimulai dari UU No.33/1947 jo UU No.2/1951 tentang kecelakaan kerja, Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.48/1952 jo PMP No.8/1956 tentang pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP No.15/1957 tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), diberlakukannya UU No.14/1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja, secara kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan. Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977
61
62
diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.33 tahun 1977 tentang pelaksanaan program asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula PP No.34/1977 tentang pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek. Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya UU No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Dan melalui PP No.36/1995 ditetapkannya PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.1 Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 dengan perubahan pada pasal 34 ayat 2, dimana Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah mengesahkan Amandemen tersebut, yang kini berbunyi: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada
1
PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, Annual Report Laporan Tahunan 2009 (Jakarta: PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, 2009), Hal.6.
62
pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatan motivasi maupun produktivitas kerja. Kiprah Perseroan yang mengedepankan kepentingan dan hak normative Tenaga Kerja di Indonesia terus berlanjut. Sampai saat ini, PT Jamsostek (Persero) memberikan perlindungan 4 (empat) program, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya. Dengan penyelenggaraan yang makin maju, program Jamsostek tidak hanya bermanfaat kepada pekerja dan pengusaha tetapi juga berperan aktif dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian bagi kesejahteraan masyarakat dan perkembangan masa depan bangsa. Sebagai penyelenggara jaminan sosial untuk tenaga kerja, PT Jamsostek (Persero) bekerja keras untuk menjadi penyelenggara jaminan sosial yang dapat dipercaya oleh stakeholders dan publik. 1) Terpercaya Mendapatkan kepercayaan dari pemangku kepentingan/ stakeholder merupakan hal penting bagi PT Jamsostek (Persero). Wujud dari kepercayaan peserta adalah opini yang positif terhadap JAMSOSTEK, kemauan dari pengusaha untuk mengikutsertakan karyawannya dalam program
JAMSOSTEK
serta
kepercayaan
publik
terhadap
62
JAMSOSTEK sebagai lembaga yang bersih dan dikelola dengan profesional.
2) Unggul dalam pelayanan PT Jamsostek (Persero) senantiasa berusaha memberikan pelayanan yang unggul kepada tenaga kerja maupun kepada pengusaha. Untuk memberikan keunggulan layanan ini, PT Jamsostek (Persero) mengedepankan pada pelayanan yang mudah diakses, ramah, cepat, dapat diandalkan dan akurat. Kemudahan akses dilakukan dengan memberikan jaringan distribusi kantor cabang dan kantor pelayanan dan melalui teknologi informasi (e-mail, website, call center). Pembenahan proses secara berkesinambungan dilakukan untuk menjamin bahwa proses yang dilakukan oleh PT Jamsostek (Persero) dapat memuaskan seluruh peserta JAMSOSTEK. Untuk memantau tingkat keunggulan dalam pelayanan, secara berkala PT Jamsostek (Persero) melakukan pengukuran kepuasan pelanggan. 3) Manfaat optimal PT Jamsostek (Persero) memberikan benefit kepada peserta melalui produk utamanya dan produk tambahan. Manfaat produk Jaminan Hari Tua (JHT) diupayakan agar dapat memberikan tingkat pengembalian bagi peserta dengan nilai diatas bunga deposito perbankan. Akses
62
kepada peserta untuk melakukan check saldo JHT juga dikembangkan melalui kerjasama dengan industri perbankan (dalam proses). Pemberian manfaat optimal Program JK, JKK dan JPK dilakukan dengan cara meningkatkan nilai jaminan dan kemudahan akses kepada program ini, yaitu melalui peningkatan jumlah kerjasama dengan berbagai entitas kesehatan. Selain itu produk tambahan berupa program Peningkatan Kesejahteraan Peserta (PKP). Program ini dilakukan dengan menyisihkan sebagian surplus PT Jamsostek (Persero) menjadi bagian tersendiri yang ditujukan untuk peserta JAMSOSTEK.2
Tujuan negara adalah memberikan kesejahteraan bagi warga negaranya. Melalui berbagai instrumen, Negara berusaha mewujudkan cita-cita ini. Jaminan sosial merupakan salah satu dari instrumen tersebut. Konvensi ILO tahun 1952 (No. 102) mendefinisikan Jaminan Sosial sebagai perlindungan yang diberikan masyarakat untuk para anggotanya – melalui seperangkat instrumen publik - terhadap kesehatan ekonomis dan sosial yang disebabkan terhentinya atau turunnya penghasilan yang diakibatkan karena sakit, hamil, kecelakaan kerja, pengangguran, cacat, hari tua, dan kematian; pemberian perawatan medis; serta pemberian subsidi bagi keluarga yang mempunyai anak.
2
PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, Annual Report Laporan Tahunan 2009 (Jakarta: PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, 2009), Hal.8
62
PT Jamsostek (Persero) didirikan oleh pemerintah Indonesia untuk menyelenggarakan perlindungan jaminan sosial bagi kelompok penduduk tenaga kerja. Bentuk perlindungan jaminan sosial yang dilakukan PT Jamsostek (Persero) adalah dengan menggunakan mekanisme provident fund/tabungan (Jaminan Hari Tua/JHT) dan asuransi sosial (Jaminan Kecelakaan Kerja/JKK, Jaminan Kematian/JK dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan/JPK). Sebagai organisasi yang bergerak dalam industri jaminan sosial, maka perlindungan yang diberika bersifat dasar. Dasar diartikan sebagai perlindungan inti kepada tenaga kerja. Selain daripada itu, tenaga kerja dengan kemampuan keuangan lebih mempunyai pilihan untuk menambah perlindungan kepada asuransi komersial diluar program JAMSOSTEK.
1. Stakeholder dalam PT Jamsostek (Persero) PT Jamsostek (Persero) mempunyai tiga stakeholder penting diantaranya adalah sebagai berikut a) Tenaga Kerja PT Jamsostek (Persero) mempunyai kewajiban untuk memberikan layanan yang memuaskan kepada peserta JAMSOSTEK. Melalui ke-empat produknya, yakni Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, PT Jamsostek (Persero) memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dari risiko hari tua, kematian, kecelakaan kerja serta ganggunan kesehatan. Selain untuk tenaga kerja, PT
62
Jamsostek (Persero) juga memberikan perlindungan kepada keluarga dari para tenaga kerja melalui produk pelayanan kesehatan. Saat ini yang ditanggung adalah tenaga kerja, istri/suami dan 3 (tiga) orang anak tenaga kerja.
b) Pengusaha Pengusaha mempunyai kepentingan dan kewajiban memberikan perlindungan jaminan sosial yang layak kepada karyawannya. Kepesertaan di dalam perlindungan jaminan sosial dipercaya memberikan ketenangan bagi pekerja dan berujung pada peningkatan produktivitas karyawan. PT Jamsostek (Persero) ditunjuk oleh pemerintah RI sebagai mitra bagi
pengusaha
(disektor
formal,
swasta
dan
BUMN)
untuk
menyelenggarakan jaminan sosial bagi karyawannya. Sistem jaminan sosial untuk sektor formal yang dianut di Indonesia menggunakan pola kontribusi dari peserta/ contributory based. Dengan pola ini, tenaga kerja dan pengusaha mempunyai kewajiban untuk memberikan iuran kepada PT Jamsostek (Persero) dengan besaran yang berbeda. Untuk menyelenggarakan jaminan sosial
tersebut,
diperlukan
mekanisme
untuk
mengumpulkan
iuran,
pembayaran jaminan, perubahan data tenaga kerja, dan berbagai aktivitas lainnya. Akses yang mudah kepada PT Jamsostek (Persero) merupakan salah satu Key Success Factor (KSF) dalam industri ini. Langkah selanjutnya
62
adalah membangun akses secara elektronik maupun fisik, diantaranya melalui jaringan on-line, website, pendirian kantor cabang, outlet di seluruh wilayah Indonesia.
c) Negara Program JAMSOSTEK memberikan manfaat secara sosial dan ekonomis kepada negara. Secara sosial program JAMSOSTEK memberikan manfaat dalam wujud pemerataan pendapatan baik secara vertikal maupun horizontal. Pemerataan vertical berupa transfer antar golongan pendapatan, yakni dari golongan pendapatan tinggi kepada golongan pendapatan rendah. Hal ini terjadi melalui mekanisme penerimaan manfaat golongan pendapatan rendah yang secara proporsional lebih tinggi dibandingkan dengan golongan pendapatan tinggi. Sementara pemerataan horizontal terjadi melalui transfer antar generasi/umur, yakni dari generasi pekerja berumur muda kepada generasi pekerja tua, yang sakit, atau meninggal dunia. 3 Secara ekonomi PT Jamsostek (Persero) memberikan manfaat kepada negara melalui dana yang dihimpun. Saat ini program JAMSOSTEK menggunakan sistem pendanaan yang akan memupuk dana relatif besar. Tahun 2009 dana investasi terkumpul sebesar Rp80,7 triliun. Dana tersebut digunakan untuk membiayai pembangunan dan aktivitas ekonomi di
3
PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, Annual Report Laporan Tahunan 2009 (Jakarta: PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, 2009), Hal.9
62
Indonesia. Mekanisme pembiayaan dilakukan melalui pembelian obligasi Negara, obligasi perusahaan (BUMN dan Swasta) dan pembiayaan melalui pasar modal ataupun direct investment.
B. VISI DAN MISI 1. Visi Visi PT Jamsostek (Persero) adalah Menjadi lembaga jaminan sosial tenaga
kerja terpercaya
yang
unggul
dalam
pelayanan
dan
memberikan manfaat optimal bagi seluruh peserta dan keluarganya. 2. Misi Misi PT Jamsostek (Persero) Sebagai badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang memenuhi perlindungan dasar bagi tenaga kerja serta menjadi mitra terpercaya bagi; 1) Tenaga Kerja: Memberikan perlindungan yang layak bagi tenaga kerja dan keluarga. 2) Pengusaha:
Menjadi
mitra
terpercaya
untuk
memberikan
perlindungan kepada tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas. 3) Negara: Berperan serta dalam pembangunan.
62
C. Tujuan, Nilai, dan Filosofi PT Jamsostek 1. Tujuan Untuk memberikan perlindungan dasar kepada tenaga kerja dan keluarganya dalam menghadapi risiko sosial ekonomi pada saat berkurang atau hilangnya sebagian menghasilan karena kecelakaan kerja, mencapai usia tua, meninggal, atau sakit. 2. Nilai-nilai a) Komitmen dan integritas yang tinggi, dengan tanggung jawab yang besar b) Mendahulukan kepuasan dan kepentingan peserta c) Kejujuran dan kreativitas d) Kerjasama kelompok yang dinamis dan harmonis e) Perbaikan dan pembelajaran yang terus menerus f) Kepercayaan dan saling menghormati g) Kepemimpinan yang efektif h) Sadar biaya i) Berbasis pada kompetensi 3. Filosofi Jamsostek a. Jamsostek dilandasi filosofi kemandirian dan harga diri untuk mengatasi resiko sosial ekonomi. Kemandirian berarti tidak tergantung orang lain dalam membiayai perawatan pada waktu sakit, kehidupan
62
dihari tua maupun keluarganya bila meninggal dunia. Harga diri berarti jaminan tersebut diperoleh sebagai hak dan bukan dari belas kasihan orang lain. b. Agar pembiayaan dan manfaatnya optimal, pelaksanaan program Jamsostek dilakukan secara gotong royong, dimana yang muda membantu yang tua, yang sehat membantu yang sakit dan yang berpenghasilan tinggi membantu yang berpenghasilan rendah.
D. Struktur Organisasi Organisasi PT Jamsostek (Persero) terdiri atas unit kerja Kantor Pusat dan Kantor Daerah. Unit kerja Kantor Pusat terdiri atas unit kerja di bawah Direktur Utama dan 6 (enam) Direktorat. Unit kerja Kantor Daerah terdiri atas Kantor Wilayah (Kanwil) dan Kantor Cabang (Kacab). Kantor Pusat PT Jamsostek (Persero) berkedudukan di Jakarta, dengan Kanwil dan Kacab yang tersebar di seluruh Indonesia. Sampai dengan Desember 2009, jumlah Kantor PT Jamsostek (Persero) adalah sebagai berikut: • Kantor Pusat
: 1 Kantor
• Kantor Wilayah : 8 Kantor • Kantor Cabang
: 121 Kantor
62
Di samping kantor tersebut di atas, Perseroan juga membuka 3(tiga) Kantor Unit Pelayanan baru yang berlokasi di wilayah Damas Raya, Belitung dan Purbalingga. Jumlah karyawan PT Jamsostek (Persero) pada akhir Desember 2009 sebanyak 3.046 orang, dengan perincian: * Kantor Pusat
: 358 orang
* Kantor Daerah
: 2.688 orang
Bagan struktur organisasi Kantor Pusat PT Jamsostek (Persero) sesuai Surat Keputusan Direksi No. KEP/190/082007 tanggal 1 Agustus 2007 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja PT Jamsostek (Persero) adalah sebagai berikut: Kanwil berada di bawah koordinasi Direksi, dipimpin oleh seorang Kepala Kanwil. Kanwil mempunyai fungsi dan tanggung jawab untuk merencanakan, mengarahkan, mengoordinasikan, dan mengendalikan kegiatan operasional Kantor wilayah dan Kantor cabang yang ada di bawahnya.
62
62
E. Tata Kelola Perusahaan Sebagai perusahaan yang menjadi tumpuan harapan jutaan pekerja di Indonesia, penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik di PT Jamsostek (Persero) merupakan hal yang tidak dapat ditawar atau ditunda-tunda. Menengok ke pengalaman dan citra Perseroan di masa lalu, maka semakin terasa betapa pentingnya serta manfaat tata kelola perusahaan tersebut bagi Jamsostek. Untuk itu, Manajemen telah menempatkan kebijakan Good Corporate Governance,
berikut
penerapannya,
sebagai
salah
satu
kerangka
utama
pengembangan Perseroan di masa depan. Pengembangan dan penerapan tata kelola perusahaan yang mengacu pada best-practice standards di lingkungan kerja Jamsostek diharapkan dapat memenuhi kepentingan segenap stakeholder secara seimbang, selain juga membuka peluang bagi pertumbuhan jangka panjang yang berkesinambungan bagi Perseroan. Jamsostek memiliki komitmen dalam mengimplementasikan tata kelola perusahaan yang mengacu pada standar praktik terbaik. Perseroan berinteraksi dengan para pemangku kepentingan yang berlandaskan pada upaya untuk menumbuhkembangkan kepercayaan, saling pengertian dan goodwill. Hal ini hanya dapat ditempuh jika Perseroan menjunjung tinggi asas keterbukaan, akuntabilitas, tanggung jawab, independen dan adil dalam berinteraksi dengan para pemangku kepentingan, yang merupakan prinsip dasar dari Tata Kelola Perusahaan yang Baik guna menunjang pencapaian visi Jamsostek untuk menjadi lembaga penyelenggara
62
jaminan sosial tenaga kerja terpercaya dengan mengutamakan pelayanan prima dan manfaat yang optimal bagi seluruh peserta. Pelaksanaan GCG pada PT Jamsostek (Persero) diawali pada tahun 2004 yang ditandai dengan pemetaan GCG oleh Konsultan Sofyan Djalil & Partner (SDP) dan pembangunan infrastruktur GCG yang diformalkan melalui Keputusan Direksi PT Jamsostek (Persero) tahun 2007 yang diperbaharui pada tahun 2009 disesuaikan dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas No.: 40 tahun 2007 dan Anggaran Dasar PT Jamsostek (Persero).
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan organ tertinggi di Perseroan dalam proses pengambilan keputusan. RUPS memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan anggota Dewan Komisaris dan Direksi, menyetujui resolusi penting Perseroan, serta memutuskan melalui voting, sehubungan dengan hal-hal yang membutuhkan keputusan mayoritas pemegang saham.
2. Dewan Komisaris Tugas Dewan Komisaris adalah melakukan pengawasan terhadap kebijakan Direksi dalam melaksanakan pengurusan perusahaan serta memberi nasehat kepada Direksi termasuk pelaksanaan Rencana Jangka Panjang
62
Perusahaan, Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan serta ketentuan-ketentuan Anggaran Dasar dan Keputusan RUPS dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.4 a) Komposisi Dewan Komisaris Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia No. KEP-228/MBU/2008 tanggal 14 Nopember 2008 terjadi pergantian Komisaris Utama dari Bp. Wahyu Hidayat kepada Bapak Bambang Subianto. SK Menteri Negara BUMN ini tidak mencabut SK terdahulu No. KEP-14/ MBU2007 tanggal 16 Pebruari 2007 tentang pemberhentian dan pengangkatan anggota-anggota Dewan Komisaris PT Jamsostek (Persero), sehingga komposisi Dewan Komisaris Perseroan adalah sebagai berikut:
4
1) Komisaris Utama
: Bambang Subianto
2) Komisaris
: Herry Purnomo
3) Komisaris
: Drs. Sjukur Sarto, MS
4) Komisaris
: Hariyadi BS. Sukamdani
5) Komisaris
: Rekson Silaban
PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, Annual Report Laporan Tahunan 2009 (Jakarta: PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, 2009), Hal.114
62
b) Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris Berdasarkan SK No. KEP/03/DEKOM/052009, Dewan Komisaris mempunyai tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris adalah sebagai berikut: 1) Senantiasa mematuhi peraturan perundang-undanga yang berlaku, Anggaran Dasar Perseroan dan Keputusan-keputusan RUPS. 2) Beritikad baik dan dengan penuh tanggung jawab dalam menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perseroan. 3) Melaksanakan kepentingan Perseroan dan bertanggung jawab pada RUPS. 4) Pengawasan tidak boleh berubah menjadi pelaksanaan tugas-tugas eksekutif
kecuali dalam perseroan tidak mempunyai seorangpun
anggota direksi dengan ketentuan: Pertama, Dalam waktu selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah terjadi kekosongan Anggota Direksi,
Dewan
Komisaris
harus
memanggil
RUPS
untuk
pengangkatan Anggota Direksi. Kedua, Dalam melakukan tindakan pengurusan dimaksud, bagi Dewan Komisaris berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan dan pihak ketiga. 5) Pengawasan dilakukan tidak hanya dengan memberikan atau tidak memberikan
persetujuan
atas
tindakan-tindakan
Direksi
yang
62
memintakan persetujuan Dewan Komisaris, tetapi pengawasan dilakukan secara proaktif yang mencakup semua aspek bisnis Perseroan.
c) Komite di bawah Dewan Komisaris Pembentukan Komite – komite di bawah koordinasi Dewan Komisaris adalah didasari oleh Surat Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117/MMBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002. Adapun beberapa Komite tersebut adalah sebagai berikut: 1) Komite Audit Sejak tahun 1999, Dewan Komisaris telah membentuk Komite Audit yang
ditetapkan
dengan
Keputusan
Dewan
Komisaris
No.
KEP/01/DEKOM/0699 tanggal 24 Juni 1999. a) Independensi i.
Memiliki integritas yang baik dan pengetahuan serta pengalaman kerja yang cukup di bidang pengawasan pemeriksaan.
ii.
Tidak memiliki kepentingan keterkaitan pribadi yang dapat menimbulkan dampak negatif dan konflik kepentingan terhadap BUMN yang bersangkutan; dan
iii.
Mampu berkomunikasi secara efektif.
62
b) Kewenangan Berdasarkan surat tertulis dari Dewan Komisaris, Komite Audit dapat mengakses catatan atau informasi tentang karyawan, dana, asset serta sumber daya lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya. Komite Audit berwenang untuk menyampaikan usulan kepada Dewan Komisaris untuk mengajukan calon Auditor Eksternal kepada RUPS untuk ditetapkan. Komite Audit melalui Dewan Komisaris wajib menyampaikan kepada RUPS alasan pencalonan tersebut dan besarnya honorarium/imbal jasa yang diusulkan untuk Auditor Eksternal tersebut. c) Tugas Komite Audit Komite Audit bertugas untuk: 1. Membantu Dewan Komisaris untuk memastikan efektivitas sistem pengendalian intern dan efektifitas pelaksanaan tugas auditor eksternal dan auditor internal. 2. Menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilaksanakan oleh Biro Pengawasan Intern maupun Auditor Eksternal. 3. Memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem pengendalian internal serta pelaksanaannya.
62
4. Memastikan telah terdapat prosedur review yang memuaskan terhadap segala informasi yang dikeluarkan Perseroan. 5. Melakukan identifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Dewan Komisaris serta tugas-tugas Dewan Komisaris lainnya. Dewan Komisaris dapat memberikan penugasan lainnya kepada Komite Audit berupa namun tidak terbatas pada: a) Melakukan penelaahan atas informasi mengenai perusahaan, serta Rencana Jangka Panjang, Rencana Kerja dan Anggaran Perseroan, Laporan Manajemen dan informasi lainnya. b) Melakukan penelaahan atas ketaatan Perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan kegiatan Perseroan. c) Melakukan penelaahan atas pengaduan yang berkaitan dengan Perseroan. d) Mengkaji kecukupan fungsi audit internal termasuk jumlah Auditor, rencana kerja tahunan dan penugasan yang telah dilaksanakan. e) Mengkaji kecukupan pelaksanaan audit eksternal termasuk di dalamnya perencanaan audit dan jumlah Auditornya.
2) Komite Manajemen Risiko a) Independensi i.
Tidak
memiliki
kepentingan
keterkaitan
pribadi
yang
dapat
menimbulkan dampak negatif dan konflik kepentingan terhadap BUMN yang bersangkutan; dan
62
ii.
Mampu berkomunikasi secara efektif.
b) Kewenangan Komite Manajemen Risiko merupakan Komite Dewan Komisaris yang membantu Dewan Komisaris dalam memberikan masukan tentang kebijakan manajemen risiko, antisipasi serta penanganannya dalam rangka pelaksanaan tugas Dewan Komisaris dalam memberikan nasihat serta masukan kepada Direksi. c) Tugas dan tanggung jawab 1. Menyusun rencana kerja yang diperlukan dalam melakukan aktivitas pengelolaan manajemen risiko. 2. Melakukan kajian dan memberikan masukan kepada Dewan Komisaris terkait dengan identifikasi dan penilaian risiko yang dihadapi Perseroan yang meliputi namun tidak terbatas pada faktor risiko yang timbul akibat perubahan kondisi ekonomi, perubahan sosial politik, perubahan kebijakan Pemerintah dan/atau adanya regulasi baru yang mempengaruhi kegiatan operasional dan kinerja Perseroan. 3. Memberikan masukan kepada Dewan Komisaris terkait dengan kebijakan
internal
Perseroan
dimana
berdasarkan
perundang-undangan dan/atau Anggaran Dasar.
peraturan
62
Direksi dalam melaksanakan kebijakan tersebut harus memperoleh pendapat dan/atau persetujuan Dewan Komisaris seperti faktor risiko yang timbul akibat perubahan struktur organisasi, diversifikasi usaha, pembentukan anak perusahaan, penghapusan atau pelepasan aset Perseroan, pengajuan pinjaman jangka panjang, investasi yang material dan penyertaan pada perusahaan lain. 4. Memberikan masukan kepada Dewan Komisaris terkait dengan Kebijakan Internal Perseroan yang secara signifikan dan material akan berpengaruh pada kinerja Perseroan seperti namun tidak terbatas pada faktor risiko yang timbul akibat: a) Perubahan Teknis dan Prosedur Pelayanan. b) Perubahan sistem teknologi yang digunakan. c) Kebijakan investasi dan kerjasama komersial. d) Kebijakan di bidang sumber daya manusia sepertirekrutmen, pensiun dini, pemberian saham (employee stock option planning), pemberian bonus dan sebagainya. e) Kebijakan di bidang keuangan dan akuntansi. f) Permasalahan di bidang hukum seperti adanya tuntutan hukum dari pihak ketiga.
62
g) Dampak yang timbul akibat berlakunya suatu kebijakan/ regulasi internal baru di PT Jamsostek (Persero). h) Kebijkan yang terkait dengan reputasi dan citra (image) Perseroan. 5. Melakukan kajian terhadap sistem dan prosedur yang berkaitan dengan
pengelolaan
risiko
dan
memberikan
rekomendasi
penyempurnaan secara berkelanjutan yang diperlukan kepada Direksi melalui Dewan Komisaris. 6. Melakukan koordinasi dengan Unit Manajemen Risiko yang bertugas mengelola risiko di PT Jamsostek (Persero) dalam melakukan identifikasi, penilaian, monitoring dan penanganan risiko yang dihadapi Perseroan. 7. Melaksanakan penugasan lainnya dari Dewan Komisaris terkait dengan aspek manajemen risiko.
3) Komite Nominasi a) Komite Nomisasi yang bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris pada dasarnya tidak dibentuk secara permanen pada PT Jamsostek (Persero). Namun demikian, dalam hal adanya rencana pergantian Dewan Komisaris atau Direksi, Pemegang saham mengkomunikasikan masalah tersebut kepada Dewan Komisaris/Direksi.
62
b) Fungsi pengawasan pada Badan Penyelenggara PT Jamsostek (Persero) diatur secara khusus dalam UU No. 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 bahwa pengendalian dilaksanakan oleh Pemerintah dengan mengikutsertakan unsur pengusaha dan tenaga kerja dalam wadah yang menjalankan fungsi pengawasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c) Seleksi calon Direksi BUMN pada umumnya telah diatur dalam Keputusan Menteri BUMN No. KEP/09A/MBU/2005 tentang Penilaian Kelayakan dan Kepatuhan (Fit and Proper Test) Calon Anggota Direksi BUMN dimana dalam keputusan tersebut tidak mensyaratkan adanya kewenangan Dewan Komisaris untuk mengusulkan calon anggota Direksi. d) Atas dasar pertimbangan tersebut, Dewan Komisaris PT Jamsostek (Persero) tidak membentuk Komite Nominasi yang ditetapkan secara permanen.
4) Komite Remunerasi a) Penetapan remunerasi Dewan Komisaris dan Direksi ditetapkan setiap tahunnya
oleh
Rapat
Umum
Pemegang
Saham
atas
laporan
pertanggungjawaban tahunan/ keuangan (audited) dengan dasar penilaian yang sepenuhnya ditetapkan oleh Pemegang Saham.
62
b) Penetapan remunerasi pejabat/karyawan PT Jamsostek (Persero) dianalisa dan dievaluasi oleh Dewan Komisaris pada saat pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran Perseroan setiap tahunnya. c) Dengan demikian, Dewan Komisaris belum menganggap perlu untuk dibuat Komite Remunerasi secara permanen pada PT Jamsostek (Persero).
3. Dewan Direksi a) Komposisi Direksi Pada tanggal 18 Desember 2008, dilakukan pergantian anggota Direksi melalui Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia dan Rapat umum Pemegang saham Perusahaan Perusahaan (Persero) PT Jamsostek No. KEP-249/MBU/2008 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota-anggota Direksi Perusahaan Perusahaan (Persero) PT Jamsostek Susunan Direksi menjadi sebagai berikut : 1) Direktur Utama
: H. Hotbonar Sinaga
2) Direktur Umum dan SDM
: Djoko Sungkono
3) Direktur Keuangan
: Myra SR Asnar
4) Direktur Operasi dan Pelayanan
: Ahmad Ansyori
5) Direktur Investasi
: Elvyn G. Masassya
6) Direktur Perencanaan Pengembangan dan Informasi
: H.D. Suyono
7) Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko
: Karsanto
62
b) Tugas dan Tanggung Jawab Direksi Dalam rangka mewujudkan pelayanan prima dan manfaat yang optimal bagi peserta serta pengembangan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, maka perlu dilakukan peningkatan pengembangan pengelolaan perusahaan dengan menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance; dan berdasarkan Surat Keputusan Direksi PT Jamsostek (Persero) No. Kep/286/112007 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja PT Jamsostek (Persero), dengan ruang lingkup pekerjaan dan tanggung jawab Anggota Direksi sebagai berikut: c) Direktur Utama Direktur Utama dalam memimpin dan mengelola perusahaan mempunyai
fungsi
merencanakan,
mengembangkan
dan
menetapkan
kebijakan umum Perusahaan berdasarkan prinsip kehati-hatian, efektif dan efisien, sesuai dengan visi, misi, dan tujuan Perseroan serta mengoordinasikan kegiatan para Direktur, dan mengembangkan kebijakan komunikasi, pengawasan intern, kesekretariatan perusahaan dan peningkatan kesejahteraan peserta.
Untuk
menyelenggarakan
fungsi
tersebut,
Direktur
Utama
mempunyai tugas: 1. Merencanakan kebijakan umum pengelolaan Perseroan sesuai visi, misi, dan tujuan Perseroan.
62
2. Mengarahkan, mengembangkan dan menetapkan strategi pengelolaan Perseroan secara menyeluruh. 3. Mengendalikan dan mengevaluasi seluruh kegiatan Perseroan serta melakukan koordinasi dan konsolidasi dalam pelaksanaan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. 4. Mengoordinasikan pelaksanaan tugas para Direktur. 5. Merencanakan dan menentukan kebijakan komunikasi, pengawasan intern, kesekretariatan perusahaan dan peningkatan kesejahteraan peserta. 6. Mengarahkan, mengoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan strategi kesekretariatan, pengawasan intern, komunikasi perusahaan dan peningkatan kesejahteraan karyawan. Unit Kerja yang termasuk dalam Direktorat Utama adalah: i.
Biro Sekretariat Perusahaan
ii.
Biro Pengawasan Intern
iii.
Biro Hubungan Masyarakat
iv.
Biro Peningkatan Kesejahteraan Peserta (PKP) dan Kemitraan Bina Lingkungan (KBL).5
5
PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, Annual Report Laporan Tahunan 2009 (Jakarta: PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, 2009), Hal.133
62
d) Direktur Operasi dan Pelayanan Direktur Operasi dan Pelayanan mempunyai fungsi merencanakan, mengarahkan, mengoordinasikan, menetapkan dan mengendalikan kebijakan dan strategi operasi serta pelayanan guna tercapainya target kepesertaan dan kepuasan pelayanan bagi peserta. Untuk menyelenggarakan fungsi tersebut, Direktur Operasi dan Pelayanan mempunyai tugas: 1. Merencanakan dan menetapkan kebijakan operasi dan pelayanan. 2. Mengarahkan dan mengoordinasikan pelaksanaan strategi pengusahaan bidang operasi dan pelayanan. 3. Mengendalikan tercapainya kebijakan operasi dan pelayanan yang telah ditetapkan. Unit kerja yang termasuk dalam Direktorat Operasi dan Pelayanan adalah: 1) Divisi Operasi 2) Divisi Teknis dan Pelayanan 3) Divisi Pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
e) Direktur Perencanaan, Pengembangan &Informasi Direktur Perencanaan, Pengembangan dan Informasi mempunyai fungsi merencanakan, mengarahkan, mengoordinasikan, menetapkan dan mengendalikan kebijakan dan pengembangan perusahaan dan teknologi
62
informasi
dalam
rangka
meningkatkan
corporate
value.
Direktur
Perencanaan, Pengembangan dan Informasi mempunyai tugas: 1. Merencanakan dan menetapkan kebijakan perencanaan strategis jangka panjang (corporate plan), serta teknologi informasi perusahaan. 2. Mengarahkan dan mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan dan strategi perusahaan di bidang perencanaan dan pengembangan perusahaan serta teknologi informasi. 3. Mengendalikan (evaluasi dan pengawasan) tercapainya kebijakan perencanaan dan pengembangan strategis sebagai feedback tercapainya Visi dan Misi perusahaan serta efektifitas strategi yang telah ditetapkan. 4. Mengendalikan tercapainya kebijakan perencanaan dan pengembangan teknologi informasi perusahaan yang telah ditetapkan.
Unit kerja yang termasuk dalam Direktorat Perencanaan, Pengembangan dan Informasi adalah: i.
Biro Perencanaan dan Pengembangan
ii.
Biro Teknologi Informasi
f) Direktur Investasi Direktur Investasi mempunyai fungsi merencanakan, menetapkan, mengarahkan,
mengoordinasikan
dan
mengendalikan
kebijakan
serta
62
menempatkan pengelolaan dana dalam berbagai portofolio berdasarkan prinsip hasil dan keamanan dana investasi sesuai ketentuan yang berlaku dalam rangka mencapai hasil yang optimal. Untuk menyelenggarakan fungsi tersebut, Direktur Investasi mempunyai tugas: 1. Merencanakan dan menetapkan kebijakan portofolio dan strategi pengelolaan dana dalam bentuk-bentuk investasi. 2. Mengarahkan dan mengendalikan pelaksanaan strategi pengusahaan penempatan dana. 3. Mengendalikan diversifikasi penempatan dana sehingga memberikan hasil yang optimal dengan memperhatikan keamanan dana. 4. Mengoordinasikan pelaksanaan evaluasi dan pengukuran kinerja portofolio investasi. Unit kerja yang termasuk dalam Direktorat Investasi adalah: 1) Divisi Analisa Portofolio 2) Divisi Pasar Uang dan Pasar Modal 3) Divisi Investasi Langsung
g) Direktur Keuangan Direktur Keuangan mempunyai fungsi merencanakan, mengelola keuangan dan mengendalikan rencana kerja perusahaan secara efektif dan
62
efisien serta transparan sesuai sistem akuntansi jaminan sosial. Untuk menyelenggarakan fungsi tersebut, Direktur Keuangan mempunyai tugas: 1. Merencanakan dan menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan keuangan serta pelaporan keuangan. 2. Mengarahkan dan mengoordinasikan pelaksanaan strategi pengusahaan di bidang keuangan. 3. Mengarahkan dan mengendalikan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perseroan (RKAP) secara efektif dan efisien (kepatuhan anggaran sesuai jadwal yang ditetapkan. 4. Mengendalikan tercapainya kebijakan keuangan dan pelaporan yang telah ditetapkan. Unit kerja yang termasuk dalam Direktorat Keuangan adalah: 1) Biro Pengendalian Keuangan 2) Biro Keuangan 3) Biro Akuntansi
h) Direktur Umum dan SDM Direktur Umum dan SDM mempunyai fungsi merencanakan, menetapkan, mengarahkan, mengoordinasikan dan mengendalikan kebijakan dan strategi di bidang Sumber Daya Manusia (SDM), pendidikan dan
62
pelatihan, pengadaan serta sarana dan prasarana guna tercapainya tujuan Perseroan. Direktur Umum dan SDM mempunyai tugas: 1. Merencanakan, menetapkan dan mengendalikan kebijakan di bidang sumber daya manusia, pendidikan dan pelatihan, pengadaan dan pengelolaan sarana prasarana. 2. Mengarahkan dan mengoordinasikan pelaksanaan strategi perusahaan di bidang sumber daya manusia, pendidikan dan latihan, pengadaan sarana dan prasarana. 3. Mengendalikan terlaksananya kebijakan SDM, pendidikan dan pelatihan, pengadaan, sarana & prasarana yang telah ditetapkan. Unit kerja yang termasuk dalam Direktorat Umum dan SDM adalah: 1) Biro Sumber Daya Manusia 2) Biro Pendidikan dan Pelatihan 3) Biro Pengadaan 4) Biro Sarana dan Prasarana
i) Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko mempunyai fungsi merencanakan,
mengarahkan,
mengoordinasikan,
menetapkan
dan
mengendalikan kebijakan dalam pengelolaan risiko, hukum dan kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang berlaku guna meminimalisasi risiko
62
usaha dan masalah hukum yang dapat membawa dampak negatif pada Perseroan. Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko mempunyai tugas: 1. Merencanakan, menetapkan dan mengendalikan kebijakan hukum, kepatuhan dan strategi manajemen risiko secara komprehensif. 2. Mengarahkan dan mengoordinasikan penerapan kepatuhan terhadap sistem & prosedur, hukum dan peraturan yang berlaku. 3. Mengarahkan, mengoordinasikan dan evaluasi penerapan manajemen risiko pada seluruh jenjang organisasi. 4. Mengendalikan tercapainya kebijakan dan strategi manajemen risiko, kepatuhan serta hukum yang telah ditetapkan. 5. Memastikan penerapan Prinsip Empat Mata dalam pengambilan keputusan-keputusan perusahaan bersama Direktorat terkait lainnya. Unit kerja yang termasuk dalam Direktorat Kepatuhan dan Manajemen Risiko adalah: i.
Biro Kepatuhan dan Hukum
ii.
Biro Manajemen Risiko
62
F. Produk-Produk di PT Jamsostek6 1. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Jamsostek mengembangkan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan sebagai salah satu program untuk membantu tenaga kerja dan keluarganya memperoleh tunjangan pemeliharaan kesehatan sebagai hak yang harus diperolehnya. Pemeliharaan kesehatan diberikan secara komprehensif dan alami serta terdiri dari jasa pelayanan yang berhubungan dengan promosi, pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi. Iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan sepenuhnya dibayarkan oleh pengusaha sebesar 3% dari upah untuk pekerja lajang dan 6% untuk pekerja yang telah berkeluarga. Adanya jaminan pemeliharaan kesehatan memberikan ketenangan bagi para pekerja untuk lebih berkonsentrasi dan lebih produktif dalam bekerja. Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan akan memperoleh Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, berupa rawat jalan, rawat inap, pemeriksaan kehamilan, dan pertolongan persalinan, penunjang diagnostik, pelayanan khusus (penggantian biaya kacamata, prosthesis mata, alat bantu dengar, ortodonsi gigi, alat ganti tangan, dan kaki), dan gawat darurat. Pelayanan diberikan melalui jaringan Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia.
6
PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, Annual Report Laporan Tahunan 2009 (Jakarta: PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, 2009), Hal.11
62
2. Jaminan Kecelakaan Kerja Kecelakaan atau sakit yang terjadi saat melakukan tugas merupakan risiko yang dihadapi oleh tenaga kerja. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan karena sakit, cacat atau kematian yang disebabkan oleh kecelakaan kerja, baik fisik maupun mental, maka diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja. Memberikan jaminan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% sampai dengan 1,74% sesuai kelompok risiko jenis usaha. Jaminan Kecelakaan Kerja memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat mulai berangkat bekerja sampai tiba kembali di rumah atau menderita penyakit yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaannya. Kompensasi atau penggantian biaya termasuk biaya transportasi, pengobatan, dan perawatan serta biaya rehabilitasi berupa alat bantu dan alat ganti bagi tenaga kerja yang kehilangan atau tidak berfungsinya anggota tubuh akibat kecelakaan kerja. Selain itu Jaminan Kecelakaan Kerja juga memberikan santunan dalam bentuk uang untuk santunan sementara tidak mampu bekerja, santunan cacat sebagian tetap, santunan cacat total tetap, baik fisik maupun mental, dan santunan kematian.
62
3. Jaminan Kematian Jaminan Kematian (JK) diperuntukkan bagi ahli waris tenaga kerja peserta Jamsostek yang meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian diperlukan untuk membantu meringankan beban keluarga dalam bentuk biaya pemakaman dan uang santunan. Pengusaha menanggung iuran JK sebesar 0,3% dari upah.
Jaminan Kematian yang diberikan adalah Rp12 juta, terdiri dari Rp10 juta untuk santunan kematian, Rp2 juta untuk biaya pemakaman, dan santunan berkala sebesar Rp200.000 per bulan selama 24 bulan.
4. Jaminan Hari Tua Program jaminan Hari Tua (JHT) merupakan program penghimpunan dana yang ditujukan sebagai simpanan yang dapat dipergunakan oleh peserta, terutama bila penghasilan yang bersangkutan terhenti karena berbagai sebab, seperti meninggal dunia, cacat total tetap, atau telah mencapai usia pensiun (55 tahun). Jaminan Hari Tua dikelola dengan pendekatan tabungan wajib yang dibiayai dari iuran yang dibayarkan oleh setiap tenaga kerja dan pemberi kerja/pengusaha. Iuran tersebut selalu harus dikaitkan dengan tingkat upah yang dibayarkan oleh pengusaha. Iuran program Jaminan Hari Tua adalah sebesar 5,7% dari upah setiap bulan-sesuai ketentuan Pemerintah –
62
ditanggung oleh pengusaha sebesar 3,7% dan oleh pekerja yang bersangkutan sebesar 2,0%.
Manfaat Jaminan Hari Tua akan dibayarkan kepada peserta berdasarkan akumulasi dengan salah satu dari persyaratan berikut: a) Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total tetap. b) Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja setelah menjadi peserta sekurang\kurangnya 5 (lima) tahun dengan masa tunggu 6 (enam) bulan Berdasarkan PP No. 1/2009 masa tunggu 6 (enam) bulan telah diubah menjadi 1 (satu) bulan. c) Pergi ke luar negeri dan tidak kembali, atau menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS)/Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
5. Jaminan Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (Sektor Informal) a. Pengertian Tenaga Kerja yang melakukan pekerjaan di Luar Hubungan Kerja (LHK) adalah orang yang berusaha sendiri yang pada umumnya bekerja pada usaha-usaha ekonomi informal.7
7
PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, Annual Report Laporan Tahunan 2009 (Jakarta: PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, 2009), Hal.10
62
b. Tujuan 1.
Memberikan perlindungan jaminan sosial bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja pada saat tenaga kerja tersebut kehilangan sebagian atau seluruh penghasilannya sebagai akibat terjadinya risiko-risiko antara lain kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.
2.
Memperluas cakupan kepesertaan program jaminan sosial tenaga kerja.
c. Jenis Program & Manfaat (sesuai PP 14/1993): 1.
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), terdiri dari biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja, biaya perawatan medis, biaya rehabilitasi, penggantian upah Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB), santunan cacat tetap sebagian, santunan cacat total tetap, santunan kematian (sesuai label), biaya pemakaman, santunan berkala bagi yang meninggal dunia dan cacat total tetap.
2.
Jaminan Kematian (JK), terdiri dari biaya pemakaman dan santunan berkala.
3.
Jaminan Hari Tua (JHT), terdiri dari keseluruhan iuran yang telah disetor, beserta hasil pengembangannya.
4.
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), terdiri dari rawat jalan tingkat pertama meliputi: pemeriksaan dan pengobatan dokter umum dan dokter gigi, pemeriksaan diberikan dalam bentuk tindakan medis sederhana; rawat inap; pertolongan persalinan; penunjang diagnostic berupa pemeriksaan laboratorium, radiologi, EEG dsb; pelayanan khusus berupa
62
penggantian biaya prothese, orthose dan kacamata; dan pelayanan gawat darurat. d. Kepesertaan 1.
Sukarela
2.
Usia maksimal 55 tahun
3.
Dapat mengikuti program Jamsostek secara bertahap dengan memilih program sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan peserta
4.
Dapat mendaftar sendiri langsung ke PT Jamsostek (Persero) atau mendaftar melalui wadah/kelompok yang telah melakukan Ikatan Kerjasama (IKS) dengan PT Jamsostek (Persero)
Iuran Iuran TK LHK ditetapkan berdasarkan nilai nominal tertentu berdasarkan upah sekurang-kurangnya setara dengan Upah Minimum Provinsi/Kabupaten/Kota Tabel Besaran Iuran Jaminan Ketenagakerjaan No
Program
Persentase
1.
Jaminan Kecelakaan Kerja
1%
2.
Jaminan Hari Tua
2% (Minimal)
3.
Jaminan Kematian
0.3%
4.
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
6% (Keluarga) 3% (Lajang)
Sumber : Data Internal Perusahaan
Ket: Iuran ditanggung sepenuhnya oleh peserta
62
e. Cara Pembayaran 1.
Setiap bulan atau setiap tiga bulan dibayar di depan
2.
Dibayarkan langsung oleh peserta sendiri atau melalui Penanggung Jawab Wadah/Kelompok secara lunas
3.
Pembayaran iuran melalui Wadah/Kelompok dibayarkan pada tanggal 10 bulan berjalan disetorkan ke Wadah/Kelompok, dan tanggal 13 bulan berjalan Wadah/Kelompok setor ke PT Jamsostek (Pesero)
4.
Pembayaran iuran secara langsung oleh Peserta baik secara bulanan maupun secara tiga bulanan dan disetor paling lambat tanggal 15 bulan berjalan
5.
Dalam hal peserta menunggak iuran, masih diberikan grace periode selama 1 (satu) bulan untuk mendapatkan hak jaminan program yang diikuti.
6.
Peserta yang telah kehilangan hak jaminan dapat memperoleh haknya kembali jika peserta kembali membayar iuran termasuk satu bulan iuran yang tertunggak dalam masa grace periode.
101
BAB IV ANALISA PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DI PT JAMSOSTEK DALAM PERSPEKTIF TAKAFUL ALIJTIMA’I
A. Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional di PT Jamsostek 1 Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional sejak diundangkan tanggal 19 oktober 2004 hingga saat ini telah memasuki usia enam tahun. Berdasarkan pasal 52 Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional, ada empat badan usaha milik Negara yang saat ini menyelenggarakan jaminan sosial yakni PT. Jamsostek, PT. Taspen, PT. Askes, dan PT. Asabri yang seharusnya telah menyesuiakan diri dengan ketentuan dalam undang-undang sistem jaminan sosial nasional tersebut. Selain itu Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional juga mengamanatkan untuk dilakukan pembuatan sejumlah produk hukum
sebagai
pelaksanaannya
yaitu
Undang-undang
tentang
badan
penyelenggaraan jaminan sosial yang saat ini rancangan undang-undang nya sedang digodok oleh dewan perwakilan rakyat bersama pemerintah.
1
Wawancara pribadi dengan bapak isnavodiar jatmiko dan bapak Yanto selaku Biro Perncanaan dan Pengembangan (planning development bureau) dan Divisi Operasi PT JAMSOSTEK pada 25 maret 2011
101
102
Ternyata dalam perjalanannya selama enam tahun Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional baru ditindak lanjuti oleh pemerintah dengan satu peraturan presiden, satu keputusan presiden, dan satu keputusan menteri yaitu2 a. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 44 Tahun 2008 tentang susunan organisasi dan tata kerja, tata cara pengangkatan, penggantian dan pemberhentian Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional. b. Keputusan Presiden No. 110/M Tahun 2008 tentang pengangkatan Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional. c. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat No. 36/PER/MENKO/KESRA/X/2008 tentang organisasi dan tata kerja sekretariat Dewan Jaminan Sosial Nasional.
Dengan demikian yang telah dilaksanakan adalah pembentukan Dewan Jaminan Sosial Nasional beserta sekretariatnya saja, sebagai pelaksanaan BAB IV tentang Dewan Jaminan Sosial Nasional, Pasal 6 sampai dengan 12 Undangundang No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional. Penyelenggaraan program sistem jaminan sosial nasional merupakan salah satu tangung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan
2
Wawancara pribadi dengan bapak isnavodiar jatmiko dan bapak Yanto selaku Biro Perncanaan dan Pengembangan (planning development bureau) dan Divisi Operasi PT JAMSOSTEK pada 25 maret 2011
103
Negara, Indonesia seperti halnya berbagai Negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal. Lahirnya UU No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) serta terbitnya PP No.36/1995 tentang ketetapan PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial. Dengan adanya Undang-Undang serta peraturan lain yang mendukung penyelenggaraan jaminan sosial bagi tenaga kerja, mengharuskan PT Jamsostek menyelenggarakan program-program terkait yang diamanatkan oleh Undangundang serta peraturan lainnya.
Sampai saat ini, PT Jamsostek (Persero)
memberikan perlindungan 4 (empat) program, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya. 1. Program Jaminan Kecelakaan Kerja Kecelakaan atau sakit yang terjadi saat melakukan tugas merupakan risiko yang dihadapi oleh tenaga kerja. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau
104
seluruh penghasilan karena sakit, cacat atau kematian yang disebabkan oleh kecelakaan kerja, baik fisik maupun mental, maka diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja. Memberikan jaminan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% sampai dengan 1,74% sesuai kelompok risiko jenis usaha. a. Manfaat Jaminnan Kecelakaan Kerja Jaminan Kecelakaan Kerja memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat mulai berangkat bekerja sampai tiba kembali di rumah atau menderita penyakit yang berkaitan
dengan
pelaksanaan
pekerjaannya.
Kompensasi
atau
penggantian biaya termasuk biaya transportasi, pengobatan, dan perawatan serta biaya rehabilitasi berupa alat bantu dan alat ganti bagi tenaga kerja yang kehilangan atau tidak berfungsinya anggota tubuh akibat kecelakaan kerja. Selain itu Jaminan Kecelakaan Kerja juga memberikan santunan dalam bentuk uang untuk santunan sementara tidak mampu bekerja, santunan cacat sebagian tetap, santunan cacat total tetap, baik fisik maupun mental, dan santunan kematian. 2. Program Jaminan Kematian Jaminan Kematian (JK) diperuntukkan bagi ahli waris tenaga kerja peserta Jamsostek yang meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian diperlukan untuk membantu meringankan beban keluarga
105
dalam bentuk biaya pemakaman dan uang santunan. Pengusaha menanggung iuran Jaminan Kematian sebesar 0,3% dari upah.
a. Manfaat Jaminnan Kematian Jaminan Kematian yang diberikan adalah Rp12 juta, terdiri dari Rp10 juta untuk santunan kematian, Rp2 juta untuk biaya pemakaman, dan santunan berkala sebesar Rp200.000 per bulan selama 24 bulan.
3. Program Jaminan Hari Tua Program jaminan Hari Tua (JHT) merupakan program penghimpunan dana yang ditujukan sebagai simpanan yang dapat dipergunakan oleh peserta, terutama bila penghasilan yang bersangkutan terhenti karena berbagai sebab, seperti meninggal dunia, cacat total tetap, atau telah mencapai usia pensiun (55 tahun). Jaminan Hari Tua dikelola dengan pendekatan tabungan wajib yang dibiayai dari iuran yang dibayarkan oleh setiap tenaga kerja dan pemberi kerja/pengusaha. Iuran tersebut selalu harus dikaitkan dengan tingkat upah yang dibayarkan oleh pengusaha. Iuran program Jaminann Hari Tua adalah sebesar 5,7% dari upah setiap bulansesuai ketentuan Pemerintah – ditanggung oleh pengusaha sebesar 3,7% dan oleh pekerja yang bersangkutan sebesar 2,0%.
106
a. Manfaat Jaminan Hari Tua Manfaat Jaminan Hari Tua akan dibayarkan kepada peserta berdasarkan akumulasi dengan salah satu dari persyaratan berikut: a) Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total tetap. b) Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja setelah menjadi peserta sekurang\kurangnya 5 (lima) tahun
dengan masa tunggu 6
(enam) bulan Berdasarkan PP No. 1/2009 masa tunggu 6 (enam) bulan telah diubah menjadi 1 (satu) bulan. c) Pergi ke luar negeri dan tidak kembali, atau menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS)/Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
4. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Jamsostek mengembangkan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan sebagai salah satu program untuk membantu tenaga kerja dan keluarganya memperoleh tunjangan pemeliharaan kesehatan sebagai hak yang harus diperolehnya. Pemeliharaan kesehatan diberikan secara komprehensif dan alami serta terdiri dari jasa pelayanan yang berhubungan dengan promosi, pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi. Iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan sepenuhnya dibayarkan oleh pengusaha sebesar 3% dari upah untuk pekerja lajang dan 6% untuk pekerja yang telah berkeluarga. Adanya
107
jaminan pemeliharaan kesehatan memberikan ketenangan bagi para pekerja untuk lebih berkonsentrasi dan lebih produktif dalam bekerja.
a. Manfaat Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan akan memperoleh Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, berupa rawat jalan, rawat inap, pemeriksaan kehamilan, dan pertolongan persalinan, penunjang diagnostik, pelayanan khusus (penggantian biaya kacamata, prosthesis mata, alat bantu dengar, ortodonsi gigi, alat ganti tangan, dan kaki), dan gawat darurat. Pelayanan diberikan melalui jaringan Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan (PPK) yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia.3
3
Wawancara pribadi dengan bapak isnavodiar jatmiko dan bapak Yanto selaku Biro Perncanaan dan Pengembangan (planning development bureau) dan Divisi Operasi PT JAMSOSTEK pada 25 maret 2011
108
Skema Jaminan Sosial Saat Ini4
4
Wawancara pribadi dengan bapak isnavodiar jatmiko dan bapak Yanto selaku Biro Perncanaan dan Pengembangan (planning development bureau) dan Divisi Operasi PT JAMSOSTEK pada 25 maret 2011
109
B. Kendala-kendala
Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional di PT
Jamsostek Dalam Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional khususnya di PT Jamsostek, terdapat berbagai macam kendala yang dihadapi oleh PT Jamsostek. Kendala yang dihadapi ada yang berasal dari internal maupun eksternal PT jamsostek. Kendala-kendala yang dihadapi antara lain adalah5 : 1.
Kemampuan Keuangan Negara Untuk saat ini, PT Jamsostek diamanatkan sebagai badan penyelenggara jaminan sosial. Dalam hal PT. Jamsostek sebagai badan penyelenggara jaminan sosial seperti yang diamanatkan undang undang, selama ini jamsostek telah melaksanakan program jaminan sosial sebelum lahirnya Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional yaitu program jaminan sosial yang mempunyai segmentasi khusus nya kepada tenaga kerja yang ada di Indonesia baik pekerja swasta maupun negeri. Yang diatur dalam Undang-undang no. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan sosial tenaga kerja.
Dengan lahirnya Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional dan jamsostek ditunjuk sebagai salah satu badan penyelenggaranya nantinya akan dilaksanakan perluasan cakupan jaminan sosial
5
Wawancara pribadi dengan bapak isnavodiar jatmiko dan bapak Yanto selaku Biro Perncanaan dan Pengembangan (planning development bureau) dan Divisi Operasi PT JAMSOSTEK pada 25 maret 2011
110
yang akan dikelola oleh PT. Jamsostek dalam hal ini ada delapan golongan yang diatur dalam sistem jaminan sosial nasional. a. Pekerja sektor formal Pegawai Negeri Sipil b. Pekerja sektor formal pegawai swasta c. Pekerja sektor informal d. Pengangguran e. Orang lanjut usia f. Anak anak g. Orang cacat h. Orang fakir dan miskin Dari kedelapan golongan warga Negara yang akan dijamin dalam sistem jaminan sosial nasional sektor pekerja mungkin tidak ada masalah berarti bagi PT Jamsostek karena memang sudah berjalan dari sebelumnya tetapi bagi sektor yang baru atau perluasan cakupan jaminan sosial mulai dari pengangguran, orang lanjut usia, anak-anak, orang cacat, orang fakir dan miskin yang memang dalam hal ini dapat di kategorikan sebagai kelompok orang yang kurang beruntung atau dalam artian dalam hal ini juga tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya apalagi untuk mengiur iuran jaminan sosial menurut amanat Undang Undang Dasar dan Undang-Undang sistem jaminan sosial nasional adalah tanggumg jawab pemerintah. Berarti dana yang dipakai untuk iuran jaminan sosial kelompok ini berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara, dalam hal ini
111
pemerintah masih terlihat enggan untuk melaksanakan amanat undang undang ini dengan alas an keterbatasan anggaran.
2. Harmonisasi Peraturan Perundangan dasar hukum sistem jaminan sosial nasional Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional sejak diundangkan tanggal 19 oktober 2004 hingga saat ini telah memasuki usia enam tahun. Berdasarkan pasal 52 Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional, ada empat badan usaha milik Negara yang saat ini menyelenggarakan jaminan sosial yakni PT. Jamsostek, PT. Taspen, PT. Askes, dan PT. Asabri yang seharusnya telah menyesuiakan diri dengan ketentuan dalam undang-undang sistem jaminan sosial nasional tersebut. Selain itu Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional juga mengamanatkan untuk dilakukan pembuatan sejumlah produk hukum sebagai pelaksanaannya yaitu 1) Undang-undang tentang badan penyelenggaraan jaminan sosial yang saat ini rancangan undang-undang nya sedang digodok oleh dewan perwakilan rakyat bersama pemerintah. 2) Sebelas Peraturan Pemerintah tentang: a) Penerima bantuan iuran jaminan sosial b) Jaminan kecelakaan kerja
112
c) Jaminan hari tua d) Jaminan pensiun e) Jaminan kematian f) Pengelolaan dana jaminan sosial g) Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu h) Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja untuk peserta yang tidak menerima upah i) Pembayaran manfaat jaminan hari tua j) Besarnya manfaat jaminan kematian k) Pembentukan cadangan teknis oleh badan penyelenggara jaminan sosial 3) Sepuluh Peraturan Presiden tentang a) Jaminan kesehatan b) Jaminan pensiun c) Susunan organisasi dan tata kerja dewan jaminan sosial nasional d) Tata cara pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota dewan jaminan sosial nasional e) Pemberi kerja untuk mendaftarkan dirinya dan pekerjanya kepada badan penyelenggara jaminan sosial f) Ketentuan mengenai pelayanan kesehatan dan iuran biaya
113
g) Pemberian kompensasi oleh daerah yang belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat badan penyelenggara jaminan social h) Jenis jenis pelayanan yang tidak dijamin badan penyelenggara jaminan sosial. i) Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk peserta penerima upah. j) Tambahan iuran bagi pekerja yang memiliki anggota keluarga lebih dari lima orang. 4) Tiga peraturan perundang-undangan lainnya yaitu tentang a) Daftar dan harga tertinggi obat-obatan, serta bahan medis habis pakai. b) Usia pension. c) Pemsiun orang tua, diterima orang tua ahli waris peserta lajang sampai batas tertentu. Ternyata dalam perjalanannya selama enam tahun Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional baru ditindak lanjuti oleh pemerintah dengan satu peraturan presiden, satu keputusan presiden, dan satu keputusan menteri yaitu6 a. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 44 Tahun 2008 tentang 6
susunan
organisasi
dan
tata
kerja,
tata
cara
Wawancara pribadi dengan bapak isnavodiar jatmiko dan bapak Yanto selaku Biro Perncanaan dan Pengembangan (planning development bureau) dan Divisi Operasi PT JAMSOSTEK pada 25 maret 2011
114
pengangkatan, penggantian dan pemberhentian Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional. b. Keputusan
Presiden
No.
110/M
Tahun
2008
tentang
pengangkatan Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional. c. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat No. 36/PER/MENKO/KESRA/X/2008 tentang organisasi dan tata kerja sekretariat Dewan Jaminan Sosial Nasional.
Dengan demikian yang telah dilaksanakan adalah pembentukan Dewan Jaminan Sosial Nasional beserta sekretariatnya saja, sebagai pelaksanaan BAB IV tentang Dewan Jaminan Sosial Nasional, Pasal 6 sampai dengan 12 Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional. 3. Penyesuaian Bentuk Badan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional seharusnya sudah disesuaikan dengan UU SJSN paling lambat lima tahun sejak UU SJSN diundangkan. Dalam kenyataannya, keempat badan hukum secara formal belum disesuaikan dengan UU SJSN. Keempat badan penyelenggara dimaksud adalah: PT Jamsostek, PT Taspen, PT Asabri, dan PT Askes. Bentuk badan hukum yang ada dalam badan penyelenggara tersebut belum sesuai dengan Undang-Undang yang mengaturnya. Untuk itu perlu
115
penyesuaian badan hukum yang ada saat ini dengan prinsip-prinsip wali amanah.
4. Cakupan perlindungan yang masih terfragmentasi segmen Hingga saat ini proses pelaksanaan jaminan sosial yang sudah terlaksana di indonesia berjalan secara terfragmentasi berdasarkan segmensegmen cakupan perlindungan berdasarkan kepesertaan. Dalam hal ini PT jamsostek saat ini sudah melaksanakan program jaminan sosial bagi pihak tenaga kerja sektor formal maupun informal, sedangkan tiga badan penyelenggara jaminan sosial lainnya juga tersegmentasi berdasarkan jenis peserta yaitu: a. PT Jamsostek
: Tenaga Kerja Formal BUMN, Swasta dan Informal
b. PT Taspen
: Pegawai Negeri Sipil
c. PT Askes
: Pegawai Negeri Sipil
d. PT ASABRI
: TNI dan ABRI
Sedangkan amanat Undang-undang no. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional bahwa yang menjadi cakupan sistem jaminan sosial nasional adalah seluruh rakyat Indonesia mencakupi lima bentuk jaminan sosial yang ada dalam undang-undang yakni a. Jaminan hari tua b. Jaminan kesehatan c. Jaminan kecelakaan kerja
116
d. Jaminan Pensiun e. Jaminan kematian Sedangkan di PT jamsostek sudah melaksanakan empat dari lima program jaminan sosial dari yang di amanatkan Undang-undang Sistem jaminan sosial nasional tinggal program jaminan pensiun yang belum dilaksanakan, mengenai cakupan kepesertaan nantinya harus dilaksanakan perluasan cakupan di PT jamsostek dari saat ini hanya di wilayah tenaga kerja saja sampai nanti dapat mencakup seluruh Warga Negara Indonesia.7 5. Penegakan hukum Proses penegakan hukum atas kewajiban peserta untuk mengikuti program jaminan sosial yang dilakukan oleh PT jamsostek dalam contoh kasus program jaminan sosial yang dilaksanakan untuk tenaga kerja yang diatur dala Undang-undang no 3 Tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja yang wajib bagi seluruh tenaga kerja formal di Indonesia dan aka nada sanksi bagi perusahaan yang tidak mengikut sertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja tapi karena proses penegakan hukum yang lemah dari pihak penegak hukum maka pada prakteknya masi banyak perusahaan perusahaan nakal yang tidak mengikut sertakan tenaga kerja nya dalam program jaminan sosial nasional. Maka diharapkan perlunya ada kekuatan penegakan hukum yang dapat bersifat pemberian sanksi yang tegas 7
Wawancara pribadi dengan bapak isnavodiar jatmiko dan bapak Yanto selaku Biro Perncanaan dan Pengembangan (planning development bureau) dan Divisi Operasi PT JAMSOSTEK pada 25 maret 2011
117
kepada badan penyelenggara jaminan sosial dalam hal ini PT Jamsostek agar tidak ada lagi perusahaan-perusahaan yang dapat mengelak dari tanggung jawabnya untuk melindungi pekerjanya.
6. Minimnya alokasi anggaran perusahaan Minimnya alokasi anggaran
yang dimiliki perusahaan untuk
melakukan program-program sosialisasi dalam mencapai target yang dicanangkan perusahaan dalam melakukan perluasan jaminan sosial bagi masyarakat luas 7. Otonomi daerah Otonomi daerah juga merupakan salah satu kendala pelaksanaan program Sistem jaminan sosial nasional di PT Jamsostek karena pada saat ini banyak sekali tumpang tindih program jaminan sosial yang di amanatkan kepada PT Jamsostek dengan program-program yang juga dilakukan oleh pemerintah daerah dalam hal ini oleh dinas ketenagakerjaan dan dinas sosial setempat seperti program Jaminan Kesehatan daerah, jadi dalam hal ini ada benturan benturan kepentingan antara beberapa pemangku kepentingan yang bertanggung jawab mengenai jaminan sosial antara pihak pusat yang ditunjuk sebagai pelaksana program jaminan sosial dalam hal ini PT Jamsostek dengan para Dinas-dinas Bidang Kesejahteraan Rakyat di daerah masing-masing tapi nanti jika Undang-undang Badang Penyelenggaraan jaminan sosial sudah rampung dan disahkan Dewan Perwakilan Rakyat nantinya semua program
118
jaminan sosial baik di pemerintah daerah maupun pusat akan di pusatkan dalam sistem jaminan sosial nasional yang PT Jamsostek adalah salah satu badan penyelenggaranya.8
C. Relasi Sistem Jaminan Sosial Nasional Dengan Takaful Al-Ijtimai Menurut Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem jaminan sosial nasional, disebutkan bahwa sistem jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak melalui tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh badan penyelenggara jaminan sosial. Dalam tulisan ini yang membahas PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara jaminan sosial yang di amanatkan oleh undang-undang tersebut. Dalam hubungannya dengan sistem jaminan sosial dalam islam atau Takaful Al Ijtima’I yang ternyata sudah berlangsung dan berjalan sejak pada masa pemerintahan islam yang pertama yaitu pada periode Rasulullah SAW dan pada masa Khulafaurrasyidun terutama paling berkembang pada masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn Khattab. Hal ini dikarenakan pada masa beliau dibentuk nya baitul maal
secara kelembagaan yang mapan yang bertugas sebagai kas
perbendaharaan Negara dan dibentuknya kementrian atau departemen jaminan
8
Wawancara pribadi dengan bapak isnavodiar jatmiko dan bapak Yanto selaku Biro Perncanaan dan Pengembangan (planning development bureau) dan Divisi Operasi PT JAMSOSTEK pada 25 maret 2011
119
sosial yang berfungsi untuk mendistribusikan dana baitul maal yang bersifat dana bantuan kepada seluruh fakir dan miskin dan orang-orang yang menderita.9 Jumlah tunjangan yang diberikan kepada masing-masing golongan untuk setiap tahunnya berbeda-beda. Secara umum, jumlah tunjangan yang diberikan kepada mereka adalah sebagai berikut: 10
Tabel Penerima Tunjangan Jaminan Sosial NO.
Penerima
Jumlah
1.
Aisyah dan Abbas ibn Abdul Mutthalib
2.
Para istri Nabi selain Aisyah
3.
Ali, Hasan, Husain, dan para pejuang Badar
4.
Para pejuang Uhud dan migran ke Abysinia
5.
Kaum Muhajirin sebelum peristiwa Fathul Makkah
6.
Putra-putra para pejuang Badar, orang-orang yang memeluk Islam ketika terjadi peristiwa fathul Makkah, anak-anak kaum Muhajirin dan Anshar, para pejuang perang Qadisiyyah, Uballa, dan orang-orang yang menghadiri perjanjian Hudaibiyah
Masing-masing dirham Masing-masing dirham Masing-masing dirham Masing-masing dirham Masing-masing dirham
12.000
Masing-masing dirham.
2.000
10.000 5.000 4.000 3.000
Sumber : Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Adiwarman Karim
9
Euis Amalia, sejarah pemikiran ekonomi islam dari masa klasik hingga kontemporer. (Gramata publishing, depok 2010) hal. 89 10 Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. (Raja grafindo persada, Jakarta 2004.) Hal. 64
120
Orang-orang Mekkah yang bukan termasuk kaum Muhajirin mendapat tunjangan 800 dirham, warga Madinah 25 dinar, kaum muslimin yang tinggal di Yaman, Syiria dan Irak memperoleh tunjangan sebesar 200 hingga 300 dirham, serta anak-anak yang baru lahir dan yang tidak diakui masing-masing memperoleh 100 dirham. Di samping itu, kaum muslimin memperoleh tunjangan pensiun berupa gandum, minyak, madu, dan cuka dalam jumlah yang tetap. Kualitas dan jenis barang berbeda-beda di setiap wilayah. Peran negara yang turut bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan makanan dan pakaian bagi setiap warga negaranya ini merupakan hal yang pertama kali terjadi dalam sejarah dunia.11 Di antara alokasi pengeluaran dari harta Baitul Mal tersebut, dana pensiun merupakan pengeluaran negara yang paling penting. Prioritas berikutnya adalah dana pertahanan negara dan dana pembangunan. Seperti yang telah dijelaskan, Khalifah Umar menempatkan dana pensiun di tempat pertama dalam bentuk rangsum bulanan (arzaq) pada tahun 18 H, dan selanjutnya pada tahun 20 H dalam bentuk rangsum tahunan (atya). Dana pensiun ditetapkan untuk mereka yang akan dan pernah bergabung dalam kemiliteran. Dengan kata lain, dana pensiun ini sama halnya dengan gaji reguler angkatan bersenjata dan pasukan cadangan serta penghargaan bagi orang-orang yang telah berjasa. Beberapa orang yang telah berjasa diberi pensiun kehormatan
11
Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. (Raja grafindo persada, Jakarta 2004). Hal. 65
121
(sharaf) seperti yang diberikan kepada para istri Rasulullah atau para janda dan anak-anak pejuang yang telah wafat. Nonmuslim yang bersedia ikut dalam kemiliteran juga mendapat penghargaan serupa. Sistem jaminan sosial nasional dalam islam khususnya yang dicontohkan pada masa awal
pemerintahan islam,
pada masa itu sumber
pendapatan pemerintahan berasal dari zakat umat muslim dan juga pajak-pajak yang diterapkan untuk perdagangan dan harta rampasan perang. Kesemuanya itu dikumpulkan di suatu badan yang bernama baitul maal dan dari lembaga ini oleh departemen jaminan sosial yang bertugas menyalurkan dana bantuan kepada orang fakir dan miskin disalurkan kepada warga muslim yang kurang beruntung atau yang sedang terkena musibah. Tidak hanya itu, Baitul maal dan departemen jaminan sosial pada Islam sekaligus sebagai perealisasi salah satu fungsi Negara dalam islam yakni, fungsi jaminan sosial atau dalam istilah kekiniannya lebih dikenal sebagai jaring pengaman sosial atau juga dalam konsep zakat lebih dikenal sebagai proses distribusi kekayaan dari yang berlimpah harta kepada orang yang kurang beruntung. Dan baitul maal sebagai tempat perbendaharaan Negara dan departemen jaminan sosial yang bertugas menyalurkan bantuan-bantuan kepada yang membutuhkan. Fungsi Baitul Maal sebagai kantor perbendaharaan Negara, serta memiliki departemen Jaminan Sosial sebagai institusi pelaksana kegiatan jaminan sosial untuk masyarakat, sangat identik dengan sistem jaminan sosial nasional.
122
Dimana dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional menunjuk lembaga-lembaga yang bertugas dan berfungsi sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk mengatur penyelenggaraan Jaminan Sosial yang diamanatkan Undang-Undang. Selain itu, relasi yang dapat diambil antara Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan Takaful al-Ijtima’i dapat dilihat melalui dana atau iuran dalam Jaminan Sosial. Dalam Takaful al-Ijtima’i dana alokasi untuk jaminan sosial untuk masyarakat berasal dari zakat. Dan dalam sistem jaminan sosial nasional, sumber dananya tergantung kepada penerima jaminan sosial. Apabila penerima jaminan sosial adalah pekerja, maka dananya berasal dari iuran pekerja serta pemberi kerja. Dan apabila penerima jaminan sosial adalah masyarakat miskin, maka sumber dananya berasal dari alokasi APBN. Dengan ini, maka jelas terlihat
bahwa
sumber dana
dalam
penyelenggaran jaminan sosial berasal dari kewajiban yang wajib dibayarkan oleh pemerintah melalui alokasi APBN, ataupun kewajiban dari orang yang mampu membayar kewajiban ini yang tak lain adalah pemberi kerja yang dapat disebut juga sebagai muzakki dalam sistem jaminan sosial nasional.
123
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan analisis penulis terhadap peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional dalam perspektif Takaful Al-Ijtima’I (studi kasus di PT Jamsostek, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa : 1. Peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional di PT Jamsostek mengacu pada dasar hukum Undang-undang No. 40 Tentang Sistem jaminan sosial nasional yang mengamanatkan PT jamsostek sebagai badan penyelenggara jaminan sosial, dalam hal program-program jaminan sosial yang dicakupi oleh sistem jaminan sosial nasional yang meliputi lima program pokok yaitu, program jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun. PT Jamsostek sudah melaksanakan empat dari lima program jaminan sosial yang ada dalam sistem jaminan sosial nasional kecuali program jaminan pensiun yang belum dilaksanakan oleh PT jamsostek dalam hal ini keempat program yang dilaksanakan oleh PT jamsostek saat ini baru melingkupi Tenaga Kerja baik Formal BUMN serta swasta dan pekerja informal dalam hal penerapan sistem jaminan sosial nasional akan dilakukan perluasan cakupan jaminan sosial
123
124
sampai kepada seluruh elemen warga Negara karena sistem jaminan sosial nasional adalah bentuk perlindungan terhadap seluruh warga Negara. 2. Adapun kendala kendala penerapan sistem jaminan sosial nasional di PT Jamsostek adalah sebagai berikut : a. Minimnya kemampuan keuangan Negara untuk mebiayai sistem jaminan sosial nasional terutama untuk orang fakir dan miskin. b. Harmonisasi peraturan perundang-undangan yang mendukung penerapan sistem jaminan sosial nasional yang masih tumpang tindih. c. Penyesuaian bentuk badan penyelenggara jaminan sosial yang belum disesuaikan oleh pemerintah sesuai dengan undang undang sistem jaminan sosial nasional yaitu dengan sistem wali amanah. d. Cakupan jaminan sosial yang masih terfragmentasi segmen kepesertaan belum mencakup seluruh rakyat Indonesia. e. Penegakan hukum yang lemah dari proses pelaksanaan program sistem jaminan sosial nasional. f. Minimnya alokasi anggaran yang dimiliki. g. Otonomi daerah terjadi tumpang tindih antara pusat dan derah mengakibatkan sulitnya melakukan koordinasi.
125
3. Sistem jaminan sosial nasional dengan Takaful Al-Ijtima’i mempunyai relasi yang cukup erat walaupun berada pada waktu dan tempat yang berbeda keduanya sama-sama memiliki fungsi sebagai pelindung hak hidup dasar warga Negara yang dijalankan oleh Negara dan ditanggung oleh Negara sistem jaminan sosial nasional untuk orang fakir dan miskin dijamin oleh Negara dengan menggunakan anggaran pendapatan belanja Negara yang di dapat dari pendapatan Negara sedangkan takaful alijtimai dibeiakan oleh pemerintah islam terutama pada masa khalifah Umar Ibn Khathab kepada orang muslim yang fakir dan miskin menggunakan dan baitul maal yang berasal dari zakat dan penerimaan Negara lainnya pada waktu itu artinya sistem jaminan sosial nasional dan takaful al-ijtima’I sama-sama sebagai jaring pengaman sosial dalam suatu sistem perekonomian Negara. 4. Program-program sistem jaminan sosial nasional sebenarnya sudah dilaksanakan di PT Jamsostek sebelumnya yang terdiri dari jaminan kecelakaan kerja, jaminan kesehatan, jaminan kematian, jaminan pemeliharaan kesehatan, tinggal jaminan pensiun yang belum di jalan kan oleh PT Jamsostek tapi selama ini program ini baru mencakup segmen tenaga kerja belum mencakup seluruh rakyat Indonesia seperti yang diamanatkan undang-undang nantinya setelah di sahkan Undang-undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial baru di lakukan perluasan cakupan
126
jaminan sosial kepada masyarakat luas yang di bantu dengan APBN untuk orang fakir dan miskin
B. Saran-Saran 1.
Penulis berharap pemerintah dan lembaga terkait sebagai stake holder utama dalam proses penerapan sistem jaminan sosial nasional di Indonesia agar lebih serius dalam mendorong upaya berjalannuya sistem jaminan sosial nasional di Indonesia secara utuh karena sesuai dengan amanat Undangundang Dasar Republik Indonesia 1945 pasal 34 dan undang-undang No.40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial
nasional pemerintah wajib
menjalankan program jaminan sosial yang mapan. 2.
Agar dapat segera terlaksana program sistem jaminan sosial nasional maka perlu segera dituntaskan Rancangan Undang-undang tentang Badan penyelenggara jaminan sosial yang sampai saat ini masi menjadi bahasan di rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat
3.
Pemerintah agar lebih berpihak dalam melaksanakan program sistem jaminan sosial nasional khususnya bagi warga Negara yang tergolong kurang beruntung baik Fakir dan miskin dengan memberikan alokasi anggaran untuk menjamin para fakir dan miskin.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an al Karim Al Hadits Amalia, euis, Keadilan Distributive dalam Ekonomi Islam Peran LKM dan UKM di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2009 Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, Depok, Gramata Publishing, 2010 Annual report, Laporan Tahunan PT. Jaminan Sosial Tenaga Kerja Persero Tahun 2009 Ari Kunto, Suharsimi, Manajemen Penelitian, (Jakarta : PT. Renika Cipta, 1993), cet ke-2, Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Uin Syarif Hidayatullah Jakarta 2007 Fukuyama, Francis,
State-Building: Governance and World Order In The 21st
Century (Memperkuat Negara: Tata Pemerintahan dan Tata Dunia Abad 21), Jakarta: Gramedia (terjemahan) 2005. http://www.jamsostek.co.id/ pada tanggal 10 Oktober 2010 Karim, Adiwarman Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam edisi ke 3, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2006 Kertonegoro, Sentanoe, Sistem dan Program Jaminan Sosial di Negara-negara ASEAN, Jakarta: Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, 1998
127
128
Kertonegoro, Sentanoe, Sistem Penyelenggaraan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja Isu Privatisasi Jaminan Sosial, Jakarta: Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, 1998 Kumpulan peraturan perundang-undangan program jaminan sosial tenaga kerja Jakarta PT Jamsostek, 2010 Mishra, Ramesh, Globalization and the Welfare State, London: McMillan 2000. Moeloeng, Lexy. J, Metode Penlitian Kualitatif, (bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2001) Mukhtar, Latif Gerakan Kembali ke Islam. Rosda. Bandung. 1998 Organisasi Perburuhan Internasional, K102 Konvensi ILO no. 102 Tahun 1952 mengenai Standar Minimal Jaminan Sosial, Jakarta 2008 Organisasi Perburuhan Internasional, Perlindungan Sosial Di Indonesia Persiapan Pengembangan Agenda, Jakarta, 2008 Praja, Juhaya S, Asuransi Takaful. Pranata, Edisi I. 1994 Purwoko, Bambang, Jaminan Sosial dan Sistem Penyelenggaraanya : Gagasan dan Pandangan, Jakarta, Meganet Dutatama Unggul, 1999 Sakti, Ali, Analisis Teoritis Ekonomi Islam Jawaban atas Kekacauan Ekonomi Modern Cetakan Pertama, Jakarta : Paradigma & Aqsa Publishing, 2007 Sinaga, Hotbonar, Membangun Asuransi Membangun Indonesia Upaya Menciptakan Kesejahteraan Sosial untuk Rakyat Indonesia Serta Mobilisasi Dana Masyarakat untuk Pembangunan, Jakarta, Institute for Transformation Studies, 2004
129
Soendoro, Emir, Jaminan Sosial Solusi Bangsa Berdikari, Jakarta, Dinov Progress Indonesia, 2009 Subianto, Achmad, Sistem Jaminan Sosial Nasional Pilar penyangga Kemandirian Perekonomian Bangsa, Jakarta Gibon Groups Publication, 2010 Sula, Muhammad Syakir, Asuransi Syariah (Live And General) Konsep dan Operasional Cetakan 1, Jakarta : Gema Insani Press, 2004 Sustainability Report, Laporan Berkelanjutan PT. Jaminan Sosial Tenaga Kerja Persero Tahun 2009 Undang Undang Dasar Negara Republic Indonesia 1945 Undang Undang no. 3 tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Undang Undang No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Nama
: M Rahadiatno Adi Putro_(081318798966)
NIM
: 105046201717
Fakultas
: Syariah dan Hukum
Konsentrasi : Asuransi Syariah
DRAFT WAWANCARA PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DALAM PERSPEKTIF TAKAFUL AL-IJTIMAI (STUDI KASUS DI PT JAMSOSTEK)
1. Apa yang dimaksud dengan Sistem jaminan sosial nasional ? 2. Bagaimana peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional di PT Jamsostek? 3. Bagimana program-program jaminan sosial yang sudah dilaksanakan di PT Jamsostek? 4. Apakah kendala-kendala yang di hadapi PT Jamsostek dalam upaya menerapkan sistem jaminan sosial nasional? 5. Apa saja persiapan yang sudah dilaksanakan oleh PT Jamsostek dalam menghadapi persiapan penerapan sistem jaminan sosial nasional?
Nama
: M Rahadiatno Adi Putro_(081318798966)
NIM
: 105046201717
Fakultas
: Syariah dan Hukum
Konsentrasi : Asuransi Syariah
DRAFT HASIL WAWANCARA PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DALAM PERSPEKTIF TAKAFUL AL-IJTIMAI (STUDI KASUS DI PT JAMSOSTEK)
1. Menurut Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem jaminan sosial nasional, disebutkan bahwa sistem jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak melalui tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh badan penyelenggara jaminan sosial. Dalam hal ini PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara jaminan sosial yang di amanatkan oleh undang-undang tersebut. 2. Peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional di PT Jamsotek sebenarnya secara institusi PT Jamsostek yang memang sudah melaksanakan empat dari lima program sistem jaminan sosial yang sampai saat ini sudah dilakukan kepada para tenaga kerja baik formal dan informal di indonesia yaitu jaminan kecelakaan
kerja,
jaminan
kematian,
jaminan
kesehatan,
jaminan
pemeliharaan kesehatan hanya jaminan pensiun yang belum dilaksanakan oleh PT Jamsostek. PT Jamsostek yang memang konsern dalam pelaksanaan
program jaminan sosial sudah sangat siap dengan sistem jaminan sosial nasional tapi memang kita dalam pelaksanaannya masi terkendala dengan political will dari pemerintah dengan kekuatan payung hukum dan dana untuk menjamin kaum fakir miskin yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah kita saat ini menunggu hasil penggodokan undang-undang badan penyelenggara jaminan sosial yang masi di bahas dalam rapat paripurna DPR RI bersama pihak Pemerintah. 3. Sampai saat ini PT Jamsostek sudah melaksanakan program-program jaminan sosial ada empat program yang sudah dilaksanakan oleh PT Jamsostek yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, jaminan pemeliharaan kesehatan dan menurut undang-undang sistem jaminan sosial nasional dari lima program yang diamanatkan kami sudah melaksanakan empat program hanya program jaminan pensiun yang belum ada di PT Jamsostek, dari kesekian program tersebut diatas kami selama ini sudah melaksanakannya kepada para tenaga kerja nantinya dengan diberlakukannya sistem jaminan sosial nasional maka akan dilakukan perluasan cakupan jaminan sosial dari sekarang baru tenaga kerja saja sampai kepada seluruh masyarakat indonesia sampai kepada orang fakir dan miskin 4. Kendala-kendala yang dialami PT Jamsostek dalam proses upaya penerapan sistem jaminan sosial nasional bagi seluruh warga negara adalah sebagai berikut pertama, kemampuan keuangan negara atau keberpihakan pemerintah
dalam pengalokasian anggaran untuk menjamin para fakir dan miskin dalam program sistem jaminan sosial nasional, kedua harmonisasi peraturan perundang-undangan dasar hukum penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional, ketiga penyesuaian bentuk badan hukum badan penyelenggara jaminan sosial, keempat cakupan perlindungan yang masih kecil dan tersegmentasi
fregmen,
kelima
penegakan
hukum
dalam
proses
penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional, keenam masih minimnya alokasi anggaran perusahaan, ketujuh otonomi daerah. 5. Dalam upaya menyambut pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional di PT Jamsostek yang sudah diamanatkan undang-undang sistem jaminan sosial nasional PT jamsostek telah mengupayakan langkah langkah seperti PT Jamsostek secara proaktif memberikan dukungan teknis dalam penyusunan undang-undang badan penyelenggara jaminan sosial, PT Jamsostek sudah mulai menerapkan sistem akuntansi tersendiri PAJASTEK yang mengadaptasi kepada karakteristik-karakteristik khusus sistem jaminan sosial nasional, dalam
mengantisipasi
prinsip-prinsip
wali
amanah
dalam
proses
penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional PT Jamsostek juga sudah mempersiapkan konsep pemisahan pengelolaan dana jaminan hari tua yang menjadi hak peserta dengan dana program non jaminan hari tua, PT Jamsostek sudah mempersiapkan konsep pemisahan aset badan penyelenggara jaminan sosial dengan aset peserta jaminan sosial.