Vol.6 No.2 2014 VONIS SANKSI PIDANA TAMBAHAN OLEH HAKIM BERUPA PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA OLEH TERPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR1
Oleh : I Ketut Rai Setiabudhi (raisetiabudhi
[email protected]) I Gede Artha (
[email protected]) 2
ABSTRACT Corruption in Indonesia has been so severed and widespread in the community and very alarming, its development continues to increase from year to year, both in number of cases and the amount of state financial losses and in terms of quality. These criminal offenses commit more systematic and scope into all aspects of life, Starting from lower level of the dominant and state officials or law enforcement. Judge in imposing sanctions not only imprisonment and also fined an additional punishment, including the return of financial loss to the state by state corruption, as well as some Denpasar District Court and the Court of Criminal Acts of Corruption (TIPIKOR) Denpasar. Legal basis of corruption in the judicial process is used by judges Act NO: 31 Jo Act 1999 NO: 20 of 2001 on Eradication of Corruption. Keywords: additional punishment, corruption, financial losses.
1
Karya ilmiah ini merupakan hasil penelitian yang dibiayai dari dana Dipa BLU Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum PPS UNUD dengan SK Direktur Nomor 1432/UN.14.4/HK/2013, telah dipresentasikan dalam seminar/FGD di Program Magister (S2) Ilmu Hukum pada tanggal 11 Nopember 2013. 2 Para penulis adalah Dosen pada Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana UNUD dan Fakultas Hukum UNUD Denpasar-Bali.
291
Vol.6 No.2 2014 I.
tindak pidana korupsi sebagai bentuk
PENDAHULUAN
kejahatan yang sulit pembuktiannya.
1. Latar Belakang Masalah Memasuki perhatian
dan
komunitas masalah
21,
Kesimpulan yang sama diungkapkan
keprihatinan
pula di dalam kongres PBB ke 9 di
abad
ke
terhadap
Kairo, yang menyatakan bahwa pola
menimpa
perkembangan tindak pidana korupsi
berkembang
semakin menyulitkan aparat penegak
internasional korupsi
berbagai
yang
negara
termasuk negara Indonesia sangat
hukum
menguat. Dalam berbagai kongres
penanggulangan. Oleh karena itu
“The
kongres merekomendasikan kepada
internasional
mengenai
Prevention
of
Crime
and
Treatment
of
Offenders”
the yang
untuk
anggota
PBB
perhatian
melakukan
agar
yang
memberikan
intensif
guna
diprakarsai oleh Perserikatan Bangsa
menemukan langkah-langkah baru
Bangsa (PBB) masalah korupsi dan
dalam
penanggulangannya
cukup
intens
memerangi
korupsi
kalangan pejabat publik.
di
4
dibicarakan dan mendapat perhatian
Mengingat demikian serius
yang serius dari para peserta. Hal ini
dan besarnya perhatian masyarakat
terbukti
internasional
dengan
ditempatkannya
terhadap
masalah korupsi sebagai bagian dari
korupsi
agenda
negara berkembang, maka sidang
pembicaraan
di
dalam
yang
berbagai kongres, misalnya kongres
umum
PBB ke tahun 1980, di Caracas
Desember
1996,
Venesuela, tindak pidana korupsi
sebuah
resolusi
diklasifikasikan
pemberantasan
ke
dalam
tipe
PBB
melanda
masalah
pada
berbagai
tanggal
16
mengeluarkan
korupsi.
tentang Resolusi
kejahatan yang sukar dijangkau oleh
tersebut dituangkan ke dalam sebuah
hukum (offences beyond the reach of
dokumen
the law).3 Sementara itu dalam
Declaration Against Corruption and
yaitu
United
Nations
Konfrensi Internasional Anti Korupsi ke 7 tahun 1995 di Beijing, mencatat
3
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1984, hal. 133.
4
The United Nations, The United Nations and Crime Prevention, New York, 1996, hal. 31-32, sebagaimana dikutip oleh H. Elwi Danil, Korupsi Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.62.
292
Vol.6 No.2 2014 Brybery
in
Internasional
Visi masyarakat internasional
Commercial Transantion.5 Dalam
untuk
deklarasi tersebut PBB meminta dan
pemberantasan tindak pidana korupsi
mendorong negara-negara anggota
semakin jelas terlihat dan menguat
PBB untuk mengambil langkah-
yang
langkah penanggulangan baik secara individu atau melalui kerja sama internasional
dan
regional,
berdasarkan konstitusi dan prinsipprinsip dalam sistem hukum masingmasing. Demi mencapai efektifitas penegakan
hukum
dalam
saling
bekerja
ditandai
dalam
dengan
ditanda
“Declaration
tanganinya International
of
Conference
8th
Against
Corruption” pada tahun 1997 di Lima, Peru. Bagian penting yang patut dicatat dari deklarasi tersebut adalah
adanya
klausula
yang
penanggulangan korupsi, di dalam
meletakkan keharusan bagi setiap
deklarasi itu juga dianjurkan agar
negara
negara-negara
efektivitas hukum yang berkaitan
mengadopsi
anggota
dapat
ketentuan-ketentuan
untuk
dengan
meningkatkan
korupsi
semaksimal
hukum yang diperlukan sepanjang
mungkin. Keharusan mana mesti
hal tersebut memang belum terdapat
dijaga agar tetap berada dalam
di dalam sistem hukum masing-
koridor
masing.
konstitusi
masing-masing
6
negara dan norma-norma hak asasi manusia yang bersifat universal. Perhatian
5
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional, Pusat Pendidikan dan Latihan BPKP, Jakarta, 1989, hal, 417-418., sebagaimana dikutip oleh H. Elwi Danil, Korupsi Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.63. 6 The United Nations, United Nations Declaration Against Corruption and Brybery in Internasional Commercial Transantion, 16 Desember 1996. Deklarasi PBB ini lebih lanjut dipublikasikan dalam sebuah Resolusi PBB, Nomor A/Res/51/59/ tanggal 28 Januari 1977. sebagaimana dikutip oleh H. Elwi Danil, Korupsi Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.63.
masyarakat
internasional sebagaimana tertuang dalam dokumen-dokumen di atas, paling tidak telah meletakkan dasardasar yang kuat untuk menunjukkan arah
bahwa
korupsi
di
masa
mendatang harus diberantas dan tidak bisa ditoleransi. Oleh karena itu penanggulangan dan pemberantasan
293
Vol.6 No.2 2014 korupsi haruslah merupakan usaha
suatu
bersama antar bangsa.
dan
Keprihatinan
masyarakat
internasional mencapai puncaknya dengan
dideklarasikan
Declarations
komprehensif
multidisipliner
untuk
mencegah dan memerangi korupsi secara efektif.7
United
Convention
pendekatan
Di
Indonesia,
masalah
Against
korapsi telah sejak lama mewarnai
Corruption (UNCAC) yang disahkan
berbagai aspek dalam kehidupan
dalam Konferensi Diplomatik di
masyarakat.
Merida
dasawarsa
Mexico
pada
Desember
Selama
beberapa
fenomena
ini
telah
2003. Sidang Majelis Umum PBB
menjadi persoalan nasional yang
dengan Resolusi Nomor : 57/169,
amat sangat sukar ditanggulangi.
telah mengadopsi draf Konvensi
Bahkan secara sinis ada komentar di
PBB sebagai dokumen yang sah dan
sebuah jurnal asing yang mengulas
siap untuk ditanda tangani oleh
kondisi korupsi di Indonesia dengan
negara peserta konferensi diplomatik
mengatakan bahwa “corruption is
tersebut.
way of life in Indonesia” yang berarti
Di
pembukaan ditegaskan
dalam
bagian
konvensi bahwa
tersebut masyarakat
bahwa
korupsi
pandangan
dan
telah jalan
menjadi kehidupan
konvensi
bangsa Indonesia.8 Penilaian seperti
prihatin atas keseriusan (kegawatan)
ini tentunya sangat menyakitkan rasa
masalah-masalah
ancaman-
kebangsaan dan tidak dapat diterima
yang ditimbulkan oleh
begitu saja, namun demikian jauh
internasional
ancaman korupsi
peserta
terhadap
keamanan
dan
stabilitas
masyarakat,
dan yang
sebelumnya Muhammad Hatta, salah seorang
tokoh
proklamator
melemahkan lembaga-lembaga dan nilai-nilai
demokrasi, nilai-nilai 7
etika
dan
membahayakan
keadilan
seta
pembangunan
berkelanjutan dan supremasi hukum. Oleh karena itu, perlu diyakininya
H. Elwil Danil, Korupsi, Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 64. 8 Amin Rais, Pengantar dalam Edy Suandi Hamid dan Muhammad Sayuti (ed.) Menyikapi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di Indonesia, Aditya Media, Yogyakarta, 1999, hal. xi.
294
Vol.6 No.2 2014 kemerdekaan
Indonesia
pernah
tingkat korupsi paling buruk di
melontarkan penilaian yang sama,
dunia.
dengan mengatakan bahwa korupsi
lembaga ini pada tahun 1998, skor
cenderung sudah membudaya, atau
Indonesia adalah 2,0. Kondisi ini
sudah
jauh lebih buruk dari pada skor tahun
menjadi
bagian
dari
kebudayaan bangsa Indonesia.9
Berdasarkan
hasil
survei
sebelumnya, yaitu 2,72 pada tahun
Apa yang dikhawatirkan oleh
1997 dan 2,65 pada tahun 1996.
Bung Hatta pada sekitar akhir tahun
(nilai 10 berarti sangat bersih dan
60-an itu, sampai dewasa ini telah
nilai 0 berarti sangat korupsi).11
semakin menjadi sebuah fakta yang
Sementara itu, Political and
amat sulit dibantah. Skala korupsi
Economic Risk Consultancy Ltd.
yang terjadi telah menjadi semakin
(PERC) sebuah perusahan konsultasi
“menggurita”. Korupsi di Indonesia
yang banyak mengkaji dan mengulas
tidak saja telah membudaya namun
tingkat resiko ekonomi dan bisnis
juga
Perilaku
dari negara-negara di Asia, dalam
menyimpang itu telah mengalami
studinya terhadap masalah korupsi,
proses
berkesimpulan
telah
melembaga.
institusionalisasi,
sehingga
dan
menempatkan
hampir-hampir tidak ada lembaga
Indonesia pada posisi sebagai sebuah
negara yang steril dari perilaku
negara dengan kondisi korupsi yang
menyimpang tersebut.10
sangat serius dan memprihatinkan.
Transparency (TI)
dalam
International
laporan
Berdasarkan hasil survei lembaga ini
hasil
terhadap 12 negara Asia pada tahun
pengkajiannya yang dipublikasikan
1997, Indonesia memiliki angka 8,67
dan dikutip oleh berbagai media
(nilai 0 berarti sangat bersih dan
massa di Indonesia, memposisikan
nilai 10 berarti sangat korupsi).
Indonesia sejak beberapa tahun yang
Dengan angka seperti itu, PERC
lalu ke dalam deretan negara dengan 11
9
Mubyarto, Ekonomi dan Keadilan Sosial, Aditya Media, Yogyakarta, 1995, hal. 86. 10 H. Elwi Danil, Op. Cit., hal. 65.
Transparency International, sebagaimana dikutip oleh H. Elwi Danil, Korupsi Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 66.
295
Vol.6 No.2 2014 berkesimpulan
bahwa
Indonesia
tumbuh dan berkembang seirama
adalah negara dengan tingkat korupsi
dengan perkembangan masyarakat
paling buruk di Asia.12
sehingga semakin sulit diberantas.
Dalam tentang
indeks
korupsi
persepsi (corruption
Pengaturan tentang tindak pidana korupsi
di
dalam
peraturan
perspection index atau CPI) yang
perundang-undangan sudah dimulai
diluncurkan
oleh
semenjak
International
secara
Transparency serentak
di
meskipun
berlakunya tidak
secara
KUHP, eksplisit
seluruh dunia pada 17 Nopember
menggunakan terminologi korupsi
2009, Indonesia memiliki skor 2,8.
dalam
Itu
masih
sebagaimana diatur dalam Pasal 209,
diposisikan sebagai negara yang
210, 418, 419 dan Pasal 420 KUHP,
rawan
akan
berarti
Indonesia
korupsi
menunjukkan
dan
sekaligus
bahwa
usaha
pemberantasan korupsi masih belum
itu
pidana
sesungguhnya
korupsi. Instrumen
hukum
pidana
kembali
khusus yang dewasa ini digunakan
mengungkapkan hasil surveinya pada
sebagai sarana untuk menanggulangi
bulan
Indonesia
masalah korupsi adalah Undang-
diposisikan sebagai negara paling
Undang Nomor 31 Tahun 1999
Maret
PERC
tetapi
tindak
mengandung hakikat tindak pidana
berhasil dilakukan oleh pemerintah. Sementara
rumusan
2010,
korup di Asia Pasific.
13
Tentang
Di Indonesia usaha untuk menanggulangi melalui
masalah
kebijakan
korupsi
perundang-
Pemberantasan
Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan
Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001. Untuk
undangan dan penegakan hukum
menindaklanjuti
pidana telah lama dilakukan, akan
undang
tetapi ternyata korupsi tetap saja ada,
diberlakukan pula Undang-Undang
tersebut,
amanat
undang-
dibentuk
dan
Nomor 30 Tahun 2002 Tentang 12
Ibid. H. Elwi Danil, Korupsi Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 67. 13
Komisi
Pemberantasan
Tindak
Pidana Korupsi dan Undang-Undang
296
Vol.6 No.2 2014 Nomor
46
Tentang
Pengadilan
dilakukan semakin sistematis, serta
Tindak Pidana Korupsi. Sebagai
lingkupnya memasuki seluruh aspek
suatu
produk
hukum
berbagai
kehidupan. Tindak pidana korupsi
undang-undang
korupsi
tersebut
terjadi pada lembaga-lembaga formal
diharapkan
raampu
mengemban
kenegaraan
seperti
fungsi ganda yaitu sebagai sarana
yudikatif
represif
dan
berfungsi
kualitas dan kuantitas tindak pidana
sebagai
sarana
penangkal
korupsi yang selalu meningkat dan
sekaligus daya
preventif. Namun pada kenyataannya
tidak
tindak
bencana
pidana
korupsi
tidak
dan
eksekutif,
legislatif.
terkendali tidak
Dengan
akan
membawa
saja
terhadap
berkurang tetapi malah sebaliknya
kehidupan perekonomian nasional
bagaikan
tetapi
fenomena
gunung
es.
juga
pada
kehidupan
Hampir setiap hari dapat dibaca
berbangsa dan bernegara. Tindak
melalui liputan media massa tentang
pidana korupsi yang meluas dan
terungkapnya beberapa kasus tindak
terjadi
pidana korupsi yang tergolong besar
merupakan
(grand corruption) karena besarnya
hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi
jumlah kerugian keuangan negara
masyarakat, dengan karena iru tindak
yang
pidana korupsi tidak lagi dapat
ditimbulkan
oleh
modus
operandi kasus-kasus tersebut.
secara
sistemik
pelanggaran
juga
terhadap
digolongkan sebagai kejahatan biasa
Tindak Pidana Korupsi di
(konvensional),
melainkan
telah
Indonesia sudah begitu parah dan
tergolong suatu kejahatan luar biasa
meluas dalam kehidupan masyarakat
(extra ordinary crimes) malah lagi
dan
mengarah
sangat
Perkembanganya
memprihatinkan. terus meningkat
pada
kejahatan
kemanusiaan berat (crimes against
dari tahun ke tahun, baik dari jumlah
humanity),
kasus yang terjadi maupun dari
pemberantasannyapun
jumlah kerugian keuangan negara
dilakukan dengan cara-cara biasa,
serta dari modus
operandi
tetapi memerlukan cara-cara yang
kualitas
pidana
tindak
dan yang
sehingga
dalam tidak
luar biasa (extra ordinary power).
297
Vol.6 No.2 2014 Salah satu kebijakan dalam
lain
atau
pihak
lain
yang
upaya pemberantasan tindak pidana
menerimanya dengan modus-modus
korupsi adalah melalui penerapan
secara
sanksi
dampak
pidana
secara
komulatif.
melawan
hukum,
dengan
menyengsarakan
rakyat
Dalam ketentuan pidana Undang-
banyak atau merugikan keuangan
Undang No. 39 Tahun 1999 tentang
negara, perekonomian negara dan
Pemberantasan
menghambat pembangunan nasional.
Tindak
Pidana
Korupsi yang telah dirubah dan disempurnakan
dengan
Undang-
Undang No. 20 Tahun 2001 telah tersirat dan tersurat bahwa bagi pelaku korupsi bukan saja dapat dikenai
sanksi
atau
penundaan
menurut hukum pidana bahkan dapat pula dikenai sanksi hukum perdata dan
sanksi
hukum
administrasi.
Secara penjatuhan sanksi menurut hukum pidana bahkan hakim dapat menjatuhkan sanksi pidana pokok ganda sekaligus dan sanksi pidana tambahan. Khusus
sanksi
tambahan
berupa
kerugian
keuangan
pidana
pengembalian negara
atau
perekonomian negara oleh terpidana korupsi. Dengan maksud dan tujuan untuk memulihkan kerugian dialami negara yang sempat diambil oleh terpidana
untuk
kepentingannya
sendiri atau menguntungkan orang
2. Rumusan Masalah Adapun permasalahan yang akan diteliti serta dikaji dalam penelitian terumus seperti berikut : 1. Apa dasar pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan
pidana
tambahan
sanksi berupa
pengembalian kerugian negara bagi terpidana tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Denpasar ? 2. Faktor-faktor
yang
menjadi
kendala
atau
hambatan
bila
hakim
menjatuhkan
sanksi
pidana
tambahan
berupa
pengembalian keuangan negara yang telah dikorup oleh terpidana korupsi di Pengadilan Negeri Denpasar. Pendekatan dan konsep untuk menjawab
permasalahan
di
atas
adalah memakai jenis pendekatan
298
Vol.6 No.2 2014 kasus
(case
approach).
Dengan
jenis
penelitian
empiris
hakim tentang kasus-kasus tindak
mengenai efektifitas hukum yang
pidana korupsi khususnya vonis
membahas
mengenai
hakim
hukum
beroperasi
sanksi
pidana
tambahan berupa pengganti kerugian keuangan negara atau perekonomian
khusus
yuridis
mengkaji dan menganalisis putusan
dengan
yang
hukum
meneliti bagaimana dalam
masyarakat.16 2. Sifat Penelitian
negara oleh terpidana.
Sifat
penelitian
dalam
penelitian
ini
adalah
deskriptif.
II. METODE PENELITIAN
Menurut
Moh.
Nazir
penelitian
1. Jenis Penelitian
deskriptif adalah penelitian yang umum
mempelajari masalah-masalah dalam
empiris dapat dipakai berbagai jenis
masyarakat, serta tata cara yang
penelitian
berlaku
Dalam
penelitian
diantaranya
penelitian
dalam
masyarakat
berlakunya hukum dan penelitian
situasi-situasi
yang
untuk
tentang hubungan kegiatan-kegiatan,
yang
sikap-sikap, pandangan-pandangan,
bertujuan
mengidentifikasi hidup.14
hukum
Penelitian hukum yuridis
tertentu,
serta
serta proses-proses
termasuk
yang sedang
empiris terdiri dari 4 komponen yaitu
berlangsung dan pengaruh dari satu
: 1) penelitian terhadap identifikasi
fenomena.17
hukum (hukum tidak tertulis), 2)
juga bertujuan untuk menentukan
penelitian
efektifitas
ada tidaknya pengaruh antara suatu
penelitian
gejala dengan gejala lain dalam
dan
masyarakat.18 Terkait dengan hal
sejarah hukum.15 Jenis
tersebut, penelitian ini bertujuan
hukum, perbandingan penelitian
terhadap 3) hukum,
Penelitian
deskriptif
penelitian yang digunakan adalah 16
14
Ade Saptomo, 2009, PokokPokok Metodelogi, Penelitian Hukum Empiris Murni, Sebuah Alternatif, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta, hal. 42. 15 H. Zainuddin Ali, 2010, Metode Penelitian Hukum, Cetakan ke-2, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 30-45.
Ibid, hal. 31. Soerjono dan H. Abdurrahman, 1999, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 21. 18 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Ed. 1-4, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 25. 17
299
Vol.6 No.2 2014 untuk
mengetahui
penerapan
dan data yang diperoleh dari hasil
ancaman saksi pidana tambahan
wawancara dari informan.
guna
b. Sumber Data Sekunder
pengembalian
keuangan
negara
kerugian
dalam
tindak
Data
sekunder
antara
lain
pidana korupsi serta kendala dalam
mencakup dokumen-dokumen resmi,
penerapan sanksi pidana tambahan
buku-buku,
pengembalian
keuangan
yang berwujud laporan, buku harian,
negara dalam tindak pidana korupsi
dan seterusnya.20 Bahan sekunder
di Pengadilan Negeri Denpasar.
yang dipergunakan dalam penelitian
kerugian
Adapun sumber data yang untuk
penelitian
ini
mendukung
didapat
dari
yang diperoleh langsung dari sumber yakni
perilaku
melalui
warga
penelitian.
19
Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan
Studi hukum
Data primer merupakan data
masyarakat
a. Teknik Studi Dokumen dokumen
merupakan
langkah awal dari setiap penelitian
Sumber Data Primer
pertama
4. Teknik Pengumpulan Data
dua
sumber, yaitu : a.
penelitian
ini disebutkan dalam sumber bacaan.
3. Sumber Data digunakan
hasil-hasil
baik
berupa
data
(baik
normatif
maupun
sosiologis), karena penelitian hukum selalu
bertolak
dari
premis
normatif.21 Dalam hal ini dengan mengumpulkan data yang bersumber dari
kepustakaan
dengan
yang
permasalahan
relevan
penelitian,
yaitu dengan cara membaca dan mencatat
kembali
data
yang
khususnya penerapan rencana sanksi
kemudian
dikelompokkan
secara
pidana guna pengembalian kerugian
sistematis.
negera dalam tindak pidana korupsi
b. Teknik Wawancara
menyangkut
putusan
Pengadilan
Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh 19
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, UI Press, Jakarta, hal. 12 (Selanjutnya disebut Soerjono Soekanto II).
20
Ibid. Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Op. Cit., hal. 68. 21
300
Vol.6 No.2 2014 keterangan
secara
lisan
guna
sendiri oleh si peneliti, yang mana
mencapai tujuan tertentu.22 Dalam
penunjukan dan pemilihan sampel
hal ini data diperoleh melalui proses
berdasarkan
interview atau wawancara kepada
sampel telah memenuhi kriteria dan
pihak-pihak yang terkait dengan
sifat-sifat atau karakteristik tertentu
permasalahan penelitian di lapangan
yang mempunyai ciri utama di
yaitu wawancara kepada Hakim
populasinya.23
Pengadilan
Denpasar
dimaksud adalah beberapa hakim
khususnya yang pernah memeriksa,
khususnya yang pernah memeriksa,
mengadili dan memutus perkara
mengadili dan memutus perkara
tindak
korupsi
Negeri
pidana
korupsi,
untuk
Denpasar,
pasti dan akurat.
sanksi
Penentuan
Sampel
Penelitian
yang
Pengadilan dengan
pidana
Negeri
menjatuhkan
tambahan
terpidana
korupsi
pengembalian
kerugian
kepada berupa keuangan
negara.
Dalam
kaitannya
dengan
penentuan sampel, maka terdapat 2 (dua) cara atau teknik yang dapat dipergunakan
yaitu
teknik
6. Teknik Analisis Data Proses merupakan menemukan
probability sampling. Penelitian ini
merumuskan
mempergunakan
meskipun
probability
teknik sampling,
purposive
sampling.
penentuan
sampel
non yaitu Dimana
dilakukan
berdasarkan tujuan tertentu, yaitu dipilih
atau
analisis pekerjaan
probability sampling dan teknik non
sampel
bahwa
Sampel
di
memperoleh informasi dan data yang
5. Teknik
pertimbangan
data untuk
tema-tema
dan
hipotesa-hipotesa,
sebenarnya
tidak
ada
formula yang pasti untuk dapat digunakan
untuk
merumuskan
hipotesa, hanya saja analisis data tema dan hipotesis tersebut lebih
ditentukan
23
22
Burhan Ashshofa, 1998, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Kedua, PT. Rineka Cipta, Jakarta, hal. 95.
Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2009, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar-Bali, hal. 74-75.
301
Vol.6 No.2 2014 diperdalam dengan menggabungkan-
berdiri tahun 2011. Sehingga peneliti
nya dengan sumber-sumber data
melakukan
yang ada.24 Adapun keseluruhan data
kasus-kasus Tindak Pidana Korupsi
yang telah didapat akan dianalisis
dan
secara kualitatif atau lebih dikenal
Pengadilan Negeri Denpasar mulai
dengan istilah analisis deskriptif
tahun 2012. Untuk menyesuaikan
kualitatif. Dimana keseluruhan data
pencarian
yang terkumpul baik data primer
TIPIKOR Denpasar mulai tahun
maupun data sekunder akan diolah
2012, karena tahun 2011 Pengadilan
dan dianalisis secara sistematis yang dipaparkan dalam bentuk uraianuraian yang berhubungan dengan teori ataupun asas hukum yang terdapat
dalam
sehingga
Hukum
memperoleh
Pidana suatu
kesimpulan dan gambaran yang jelas dalam pembahasan masalah.
mencari
1.
Praktek Penerapan Penjatuhan Sanksi Pidana Tambahan Oleh Hakim Berupa Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Denpasar
terhadap
datanya
data
di
baik
di
Pengadilan
TIPIKOR baru berdiri dan belum ada korupsi
yang
wilayah
diperiksa,
hukum
TIPIKOR kabupaten
Pengadilan
meliputi di
padahal
Bali
seluruh sebanyak
8
(delapan) kabupaten dan 1 (satu) kota. Sejak
tahun
2012-2013
Pengadilan Negeri Denpasar dan Pengadilan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
penelitian
TIPIKOR
Denpasar
memeriksa dan memutus perkara Tindak Pidana Korupsi sebanyak 29 (dua puluh sembilan kasus). Dengan rincian kasus 21 (dua puluh satu) kasus
diperiksa
oleh
Peradilan
Umum Pengadilan Negeri Denpasar dengan sanksi berupa pidana penjara
membawahi
pula
kompetensi
dan/atau sanksi pidana denda yang
Pengadilan
TIPIKOR
Denpasar.
bervariatif. Atau Pengadilan Negeri
Pengadilan TIPIKOR Denpasar baru
Denpasar atau di Peradilan Umum tidak
24
ada
hakim
atau
putusan
pengadilan dengan penjatuhan sanksi Ibid, hal. 66.
302
Vol.6 No.2 2014 pidana tambahan berupa pengembalian kerugian keuangan negara. korupsi
di
jumlah
8
(delapan)
terdakwa tindak pidana korupsi yang
Pemeriksaan perkara tindak pidana
Dari
Pengadilan
diperiksa dan diputus oleh Peradilan TIPIKOR Denpasar, rincian masing-
TIPIKOR sejak efektif melaksanakan
masing
pengembalian
tugas dan fungsi peradilannya mulai
negara
sebagai
tahun 2012 telah berhasil memeriksa
tambahan
oleh
dan memutus sebanyak 8 (delapan)
putusannya
terekapitulasi
kasus tindak pidana korupsi. Dari
uraian tabel berikut :
pemeriksaan
kasus
sebanyak
8
(delapan) kasus tersebut sanksi yang dijatuhkan dalam putusan (vonnis)-
berupa
pengembalian
No
kerugian
keuangan negara atau perekonomian tersebut
atas
nama
3
Nyoman Pastika, SE
Rp.
1.000.000
4
I Wayan Kari Bagus Pramanta
Rp.
625.670.000
5
Dr. Drs. Putu Bagiada, MM
Rp.
574.709.326
6
I Wayan Sukaja, S.Sos
Rp.
431.000.000
7
I Dewa Gde Ramayana
Rp.
62.745.000
5. Dr. Drs. Putu Bagiada, MM (dari 6. I Wayan Sukaja, S.Sos (dari PN
8. Gede Budiasa
Nilai Kerugian Keuangan Negara Yang Dikembalikan
Rp. 1.395.000.000
3. Nyoman Pastika, SE
7. I Dewa Gde Ramayana
Nama Terdakwa
I Nengah Arnawa, S.Sos, MM dan Cokorda Istri Trisnadewi, SE
dan Cokorda Istri Trisnadewi, SE
Tabanan)
seperti
2
2. I Nengah Arnawa, S.Sos., MM
PN Singaraja)
atas
Rp.
1. Desak Putu Ari Padmini
4. I Wayan Kari Bagus Pramanta
hakim
Desak Putu Ari Padmini
terdakwa :
(dari PN Bangli)
pidana
1
negara. Kasus-kasus tindak pidana korupsi
sanksi
Tabel Data Kasus Terdakwa dan Kerugian Keuangan Negara di Pengadilan TIPIKOR Denpasar
nya berupa pidana penjara dan/atau denda serta sanksi pidana tambahan
keuangan
290.998.750
303
Vol.6 No.2 2014 8
Gede Budiasa Jumlah
Rp.1.863.126.650
sanksi
Rp. 4.644.249.726
pengembalian
(Empat milyar enam ratus empat puluh empat juta dua ratus empat puluh sembilan ribu tujuh ratus dua puluh enam rupiah
pidana
tambahan kerugian
berupa
keuangan
negara atau perekonomian negara maka
diganti
dengan
pidana
kurungan sebagai pengganti denda selama 2 (dua) bulan. Namun pidana
Dari
(delapan)
kasus
tambahan pengganti denda kerugian
Korupsi
yang
keuangan negara bila tidak dibayar,
diperiksa dan diputus oleh Peradilan
maka aset kepemilikan terdakwa
TIPIKOR
seluruh
akan dilelang oleh negara untuk
Pengadilan Negeri di Bali, uang
pengembaliannya. Apabila terpidana
negara yang dapat terselamatkan
tidak memiliki aset untuk dilelang,
sejumlah Rp. 4,5 milyar lebih.
maka terakhir terpidana diwajibkan
Pengadilan Negeri Denpasar dalam 2
menjalani pidana kurungan sebagai
(dua) tahun terakhir mulai tahun
pengganti kewajiban yang mereka
2012
Tindak
8
Pidana dari
hampir
hingga
memeriksa
dan
Oktober
2013
tidak
memutus
kasus
putusan (vonis) tambahan tersebut.
dapat
memenuhi
perintah
Tindak Pidana Korupsi sebanyak 21
Pidana
(dua puluh satu) kasus. Sanksi
berkisar lamanya antara 6 (enam)
pidana
bulan
yang
dijatuhkan
berupa
kurungan hingga
pidana penjara sebanyak 19 orang
kurungan.
terdakwa rata-rata 1 (satu) tahun
2.
pengganti
1
(satu)
ini tahun
Beda halnya di Pengadilan TIPIKOR
Faktor-Faktor Hambatan Sebagai Kendala Dalam Pengembalian Aset Negara Oleh Terpidana Tindak Pidana Korupsi yang Dijatuhi Sanksi Pidana Tambahan Berupa Pengembalian Kerugian Negara atau Perekonomian Negara
denda yang dijatuhkan antara Rp.
Dari para informan hakim
100 juta – Rp. 300 juta. Bila
terdiri dari 6 (enam) orang yang
terpidana tidak membayar denda atau
diwawancarai
ditambah pidana denda bervariasi antara Rp. 20 juta – Rp. 300.000.000 (Tiga ratus juta rupiah). Namun yang umum
dijatuhkan
pidana
denda
antara Rp. 20 juta – Rp. 50 juta.
pada
prinsipnya
304
Vol.6 No.2 2014 berpendapat senada bahwa faktor-
sulit untuk disita atau dilelang
faktor hambatan sebagai kendala
oleh negara, karena memerlukan
sulitnya
proses gugatan hukum perdata.
para
terpidana
dalam
mengembalikan aset negara yang
6. Terpidana telah meninggal dunia.
sempat diambil (dikorup) olehnya,
7. Ahli waris terpidana tidak mau
sebagai tambahan
wujud
sanksi
berupa
pidana
pengembalian
bertanggung jawab. 8. Aset
yang dikuasai
keluarga
kerugian negara tersebut disebabkan
terpidana tidak mencukupi guna
beberapa kendala seperti diantaranya
pengembalian kerugian keuangan
menyangkut hal-hal :
negara yang sempat dikorup oleh
1. Aset negara yang sempat dikorup
terpidana.
telah habis dipakai / dinikmati oleh
terpidana
beserta
keluarganya.
9. Terpidana atau keluarga dan ahli waris terpidana sama sekali tidak memiliki aset yang bisa dilelang
2. Aset negara telah beralih pada
untuk memenuhi jumlah uang /
orang lain atau pihak lain yang
nilai
sulit dilacak.
tambahan
3. Aset negara telah dikaburkan melalui cara-cara pencucian uang (money laundering). 4. Aset
negara
materiil
yang
pengganti
pidana kerugian
keuangan negara sesuai jumlah yang diputuskan oleh hakim. 10. Aset
ada
sebagai
negara
yang
dikorup
terpidana berada di luar negeri
disumbangkan pada masyarakat
(tersimpan
yang tidak jelas peruntukannya
asing) yang sulit untuk dilacak
dengan dalih guna kepentingan
dan ditembus.
sosial. 5. Aset
pada
suatu
bank
Demikian berbagai faktornegara
yang
faktor sebagai kendala dan hambatan
kepemilikannya atas nama pihak
dalam
lain
negara yang dikorup oleh terpidana
(seperti
keluarga,
kroni
usaha
terpidana, apalagi pihak-pihak
korupsi
lain yang tidak jelas orangnya)
tambahan
pengembalian
dengan
sanksi
pengganti
aset
pidana guna
305
Vol.6 No.2 2014 pengembalian kerugian negara atau
Peradilan
khusus
yakni
perekonomian negara
Pengadilan
Tindak
Pidana
yang sulit
untuk direalisasikan oleh penegak
Korupsi (TIPIKOR) Denpasar
hukum atau pemerintah.
yang wilayah hukumnya meliputi 8 (delapan) kabupaten dan 1
IV. SIMPULAN DAN SARAN
(satu)
1. Simpulan
menjatuhkan
Dari
penelitian
yang
kota
di
Bali
sanksi
telah dalam
putusan (vonisnya) dengan sanksi
dilakukan terhadap “Vonis Sanksi
pidana
Pidana
Hakim
pengembalian kerugian keuangan
Kerugian
negara oleh terdakwa kepada
Keuangan Negara Oleh Terpidana
negara. Jumlah kerugian yang
Tindak
diwajibkan untuk dikembalikan
Tambahan
Berupa
Oleh
Pengembalian
Pidana
Korupsi
Di
tambahan
berupa
Pengadilan Negeri Denpasar”, dapat
disesuaikan
disimpulkan hal-hal seperti berikut :
kerugian negara yang timbul
1. Bahwa putusan pengadilan atau
sesuai nilai yang telah diambil
vonis
hakim
Negeri
di
Denpasar
penjatuhan
Pengadilan menyangkut
sanksi
pidana
dengan
jumlah
atau dikorupsi oleh terdakwa seperti
tuntutan
Penuntut
oleh
Umum.
Jaksa
Disamping
tambahan berupa pengembalian
hakim
kerugian keuangan negara belum
dengan sanksi pidana tambahan,
semua terdakwa korupsi disertai
juga
dengan
pidana
berupa pidana penjara dan/atau
tambahan. Putusan Pengadilan
pidana denda, serta bila terdakwa
Negeri Denpasar dalam peradilan
tidak bisa membayar denda akan
umum hanya menjatuhkan sanksi
diganti dengan pidana kurungan
jenis pidana (straaf sort) berupa
sebagai pengganti denda. Begitu
pidana
pokok
seperti
pidana
pula apabila terpidana korupsi
penjara
dan
pidana
denda
tidak membayar sanksi pidana
terdakwanya.
Kalau
tambahan,
terhadap
putusan
membebani
dijatuhi
terdakwa
pidana
maka
aset
pokok
yang
306
Vol.6 No.2 2014 dimiliki
terpidana
atau
ahli
2. Saran
warisnya dilelang guna menutupi
a. Agar kedepan setiap kasus
kerugian negara yang diakibatkan
tindak pidana korupsi yang
timbul dari tindak pidana korupsi
menimbulkan
yang sempat terdakwa perbuat.
keuangan
2. Faktor-faktor penghambat
kendala
sebagai
kembalinya
aset
kerugian negara
perekonomian Hakim
negara.
dalam
putusannya
negara, walaupun vonis hakim
untuk
telah menjatuhkan sanksi pidana
sanksi
tambahan berupa pengembalian
tambahan
kerugian keuangan negara oleh
pengembalian
terpidana korupsi, meliputi hal-
negara tersebut, agar negara
hal seperti adanya : terpidana
tidak dirugikan dan guna
melarikan
untuk
diri,
terpidana
selalu
atau
menjatuhkan
dengan
pidana berupa keuangan
kepentingan
meninggal dunia, terpidana telah
pembangunan bangsa yang
jatuh failit atau jatuh miskin, aset
dapat
terpidana telah dicuci (aset telah
masyarakat luas.
dialihkan/money
laundering),
dinikmati
oleh
b. Agar kedepan hakim dalam
aset terpidana telah habis dipakai
memutus
keperluan pribadi atau norma
pidana
lain, aset terpidana berada pada
peradilan
bank yang telah jatuh pailit, aset
Umum/Pengadilan
terpidana tidak mencukupi guna
bukan saja memutus dengan
pengembalian kerugian keuangan
pidana pokok berupa pidana
negara,
mau
penjara dan pidana denda
bertanggung jawab untuk ikut
saja, juga mesti disertasi
menanggung
dengan
keluarga
tidak
beban
terpidana
tidak memiliki keluarga lagi.
perkara korupsi di
vonis
tambahan pengembalian
tindak khsusnya Peradilan Negeri
pidana berupa kerugian
keuangan
307
Vol.6 No.2 2014 negara/perekonomian negara,
selama
beberapa
ini
saja
Pengadilan
dengan
putusan
Negeri
menyertai
baru
yang
sanksi
pidana
tambahan
pengembalian keuangan
Mubyarto,1995, Ekonomi dan Keadilan Sosial, Aditya Media, Yogyakarta.
putusannya
tambahan. Selebihnya sanksi pidana
Kedua, PT. Rineka Cipta, Jakarta.
berupa kerugian
negara
hanya
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1984, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni, Bandung. H. Elwi Danil, Korupsi Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
dijatuhkan oleh Pengadilan TIPIKOR.
DAFTAR PUSTAKA Ade Saptomo, 2009, Pokok-Pokok Metodelogi, Penelitian Hukum Empiris Murni, Sebuah Alternatif, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta. Amin Rais, Pengantar dalam Edy Suandi Hamid dan Muhammad Sayuti (ed.), 1999, Menyikapi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di Indonesia, Aditya Media, Yogyakarta.
H. Zainuddin Ali, 2010, Metode Penelitian Hukum, Cetakan ke-2, Sinar Grafika, Jakarta. Soerjono dan H. Abdurrahman, 1999, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, Rineka Cipta, Jakarta. Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, UI Press, Jakarta. Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2009, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar-Bali.
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Ed. 1-4, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Burhan Ashshofa, 1998, Metode Penelitian Hukum, Cetakan
308
Vol.6 No.2 2014 Undang-Undang The United Nations, The United Nations and Crime Prevention, New York, 1996, hal. 31-32, sebagaimana dikutip oleh H. Elwi Danil, Korupsi Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional, Pusat Pendidikan dan Latihan BPKP, Jakarta, 1989, hal, 417-418., sebagaimana dikutip oleh H. Elwi Danil, Korupsi Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. The United Nations, United Nations Declaration Against Corruption and Brybery in Internasional Commercial Transantion, 16 Desember 1996. Deklarasi PBB ini lebih lanjut dipublikasikan dalam sebuah Resolusi PBB, Nomor A/Res/51/59/ tanggal 28 Januari 1977. sebagaimana dikutip oleh H. Elwi Danil,
Korupsi Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Transparency International, sebagaimana dikutip oleh H. Elwi Danil, Korupsi Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang Nomor : 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Undang-Undang Nomor : 46 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR).
309