PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP EFEKTIVITAS KESERTAAN PRIA DALAM PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI KECAMATAN PARONGPONG KABUPATEN BANDUNG BARAT
Oleh: FITRIA AYUNINGTYAS PUTRI L 2301000029
TESIS Untik memenuhi salah satu syarat ujian Guna memperoleh gerlar magister Ilmu Pemerintahan Program Pendidikan Magister Program Studi Ilmu Pemerintahan
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS LANGLANGBUANA BANDUNG 2012
1
ABSTRACT Family planning programs have a lot to change the structure of the population, not just in the sense of reducing the birth rate and population growth rate but also changed the outlook on the value of life of the child and family wellbeing and resilience. Family planning programs are closely linked to the use of contraception to suit each individual. However, at present many people who do not understand the benefits brought about its use. Related benefits of contraception despite preexisting socialization but still many people who reject the program. this is the issue in the success of family planning, related to election procedures and the use of contraceptives. It pulled in West Bandung regency is KB Active Participant in proportion when compared to the percentage of participation of men and women very disproportionate. The greatest contribution and which have a significant impact on the rate of population growth is a longterm contraceptive users, one of which is the Medical Operations Men or with other languages KB male participation rate still needs to get serious attention and improved achievement. PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian Hal-hal yang dihadapi beberapa Negara berkembang dewasa ini adalah mengurangi jumlah kemiskinan dengan menggunakan berbagai cara baik melalui peningkatan infrastruktur ekonomi seperti membangun jalan, jembatan, pasar, serta sarana lain, maupun membangun derajat dan partisipasi masyarakat melalui peningkatan pendidikan dan kesehatan. Namun demikian kendala utama yang dihadapi hampir semuanya sama, yang umumnya bersumber pada permasalahan kependudukan. Mulai dari masih tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan, rendahnya kesadaran masyarakat tentang hak-hak reproduksi, serta masih cukup tingginya laju pertumbuhan penduduk yang tidak sebanding dengan daya dukung lingkungan. Di Indonesia kebijakan untuk mengurangi laju fertilitas guna meningkatkan kesejahteraan keluarga dilakukan melalui program keluarga berencana. Program keluarga berencana ini merupakan suatu kebijakan pemerintah dengan kesadaran dari masyarakat. Saat ini Indonesia mengalami pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. hal ini berkaitan dengan jaminan kesejahteraan masyarakat yang semakin
menurun, karena tingkat kebutuhan mereka semakin meningkat. Ini menimbulkan dampak buruk karena antara pendapatan yang mereka peroleh dengan jumlah kebutuha sehari-hari tidak seimbang. Hal ini pula yan
menyebabkan
meningkatnya
jumlah
kemiskinan.
Untuk
menanggulangi hal-hal yang berhubungan dengan kemiskinan maka perlu adanya pengendalian jumlah penduduk. Salah satunya dengan menggalakan program Keluarga Berencana (KB) yang akhir-akhir ini mengalami kelesuan. Program
Keluarga
Berencana
sangat
terkait
erat
dengan
penggunaan alat kontrasepsi yang sesuai dengan masing-masing individu. Namun, pada saat ini banyak penduduk yang belum faham akan manfaat yang ditimbulkan atas penggunaannya. Terkait manfaat kontrasepsi walaupun sebelumnya telah ada sosialisasi namun masih banyak penduduk yang menolak program tersebut. hal inilah yang menjadi permasalahan dalam keberhasilan KB, terkait prosedur pemilihan dan penggunaan alat kontrasepsi. Permasalahan lain yang ikut mempengaruhi tidak efektifnya kebijakan peningkatan partisipasi pria adalah persoalan peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya, mulai dari kurangnya pelatihanpelatihan khusus, kurangnya sarana dan prasarana kerja petugas, sampai kurang jelasnya lembaga pengelola program. Kabupaten Bandung Barat merupakan suatu wilayah yang tidak luput dari sasaran Program Keluarga Berencana Nasional. Dalam rangka kesetaraan gender, peran serta pria dalam program KB pun digalakan di Kabupaten Bandung Barat. Peran serta pria dalam program KB merupakan wujud nyata kaum pria sebagai pemrakarsa program KB. Kondisi yang terjadi di kecamatan Parongpong tidak berbeda jauh sebagaimana yang terjadi di lingkup Kabupaten, partisipasi pria dalam ber-KB masih jauh dari harapan (kurang 1% dari total kesertaan masyarakat yang menjadi peserta KB saat ini). Kecamatan Parongpong yang memiliki jumlah peserta KB pria paling rendah sebanyak 0.8% diantara kecamatan lainnya di Kabupaten Bandung Barat.
Dalam kenyataannya pandangan pria mengenai program KB sebagai berikut, pria perkotaan dan pedesaan berpendapat bahwa sebaiknya wanita/istri yang mengikuti program KB, sebagian besar pria berpendapat partisipasi dalam KB cukup dengan memberikan dukungan kepada istri, pria mendapatkan rumor negatif mengenai penggunaan kontrasepsi khususnya kontrasepsi Medis Operasi Pria atau Vasektomi, dan kebanyakan istri tidak mendukung suami untuk ber-KB khususnya Vasektomi (MOP). Hal-hal yang dihadapi dalam pelaksanaan program keluarga berencana di Kecamatan Parongong adalah Rendahnya partisipasi pria dalam mengikuti program KB, dipengaruhi oleh kesadaran yang kurang dari setiap individu untuk mengikuti program KB. Tingkat pendidikan yang relative masih rendah. Sementara arus globalisasi
yang
mengehendaki tuntutan dari hak azasi, demokrasi, peningkatan keadilan dan kesejahteraan memberikan tekanan dan permasalahan tersendiri terhadap
program
KB.
Keterbatasan
pengembangan
teknologi
kontrasepsi pria, selama ini masih difokuskan pada kontrasepsi wanita. Kurangnya motivasi terhadap pria bahwa kesertaan pria dapat berpengurh pada upaya penurunan angka kematian bayi dan ibu melahirkan, serta masih rendahnya pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi. Selain itu permasalahan yang dihadapi di lapangan selain dari kesertaan pria adalah kurang adanya kepastian bentuk organisasi pelaksana di tingkat Kecamatan parongpong yang menangani program KB karena kurang adanya dukungan politis yang memadai dan sumber daya manusia pelaksana di tingkat lapangan yang masuk kurang baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Kondisi lingkungan sosial, budaya, masyarakat dan keluarga yang masih menganggap kesertaan pria belum penting dilakukan, menjadi penyebab rendahnya kesertaan pria. Masalah KB dan kesehatan reproduksi masih dipandang sebagai tanggung jawab perempuan. Pengetahuan dan kesadaran pria dan keluarga mengenai KB itu sendiri
masih relatif rendah, selain itu ada keterbatasan penerimaan dan aksesbilitas pelayanan kontrasepsi pria. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, peneliti mencoba mengangkat judul penelitian “Pengaruh Implementasi Kebijakan Keluarga Berencana Terhadap Efektivitas Kesertaan Pria dalam Program Keluarga Berencana di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat.”
Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti
merumuskan
permasalahan:
“Seberapa
Besar
Pengaruh
Implementasi Kebijakan Keluarga Berencana Terhadap Efektivitas Kesertaan Pria dalam Program Keluarga Berencana di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat?”
Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas, tujuan penelitian yang akan dicapai adalah : Untuk menganalisis besarnya pengaruh implementasi kebijakan program Keluarga Berencana terhadap efektivitas kesertaan pria dalam Program Keluarga Berencana di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat Kegunaan Secara praktis, hasil penelitian ini dapat sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan analisis atau kajian dengan permasalahan yang serupa dan menjadi bahan masukan bagi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana di Kabupaten Bandung Barat dalam membuat dan menyempurnakan kebijakan Keluarga Berencana, khususnya di bidang peningkatan kesertaan KB Pria.
KERANGKA TEORI Keluarga
Berencana
merupakan tanggapan praktis utama
dalam
menghadapi masalah kependudukan. Program Keluarga Berencana memiliki tujuan utama dari suatu proses pembangunan adalah untuk secara bertahap meningkatkan produktivitas dan kemakmuran penduduk secara menyeluruh. Usaha-usaha tersebut dapat mengalami gangguan seperti tingginya angka kelahiran, tingginya angka kematian ibu melahirkan dan bayi, hal ini dapat di atasi dengan digalakannya program keluarga berencana. Implementasi kebijakan program keluarga berencana dalam peningkatan kesertaan
pria,
disini
diperlukan
peran
serta/partiripasi
pria
dalam
mengoperasionalkan kebijakan tersebut. partisipasi merupakan kesadaran masyarakat bahwa keterlibatannya dapat menentukan hasil akhir dari suatu rencana. Namun pada kenyataannya partisipasi pria dalam palaksanaan program keluarga berencana masih sangat rendah. Kebanyakan pria menganggap bahwa hanya wanita yang berperan aktif dalam program Keluarga berencana. Kendala lain yang menyebabkan rendahnya partisipasi pria adalah keterbatasan alat kontrasepsi pria dan keterbatasan SDM dalam memberikan pelayanan program KB di lapangan. Dalam pelaksanaan implementasi keluarga berencana dalam peningkatan kesertaan pria maka ada beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu komunikasi, sikap, partisipasi dan struktur. Faktor ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana pihak-pihak yang terlibat atau yang bertanggungjawab dalam mengimplementasikan kebijakan memahami atau mengetahui apa yang akan atau yang perlu dikerjakannya. Perintah untuk mengimplementasikan kebijakan harus ditransmisikan kepada pelaku atau personil yang tepat, dan kebijakan itu sendiri mesti memiliki kejelasan, akurasi dan konsistensi yang tinggi. Komunikasi
dalam
penyampaian informasi
mengenai
MOP di
Kecamatan Parongpong dapat dikatakan masih rendah hingga saat ini banyak pria sebagai sasaran program KB dengan MOP tidak mengerti tentang dampak positif dari MOP. Mereka masih mempercayai rumor yang berkembang di masyarakat.
Agar implementasi kebijakan berjalan sebagaimana mestinya, maka para pelaksana harus didukung dengan sumber daya yang memadai. Sumber daya yang penting dalam impelementasi kebijakan meliputi : Staf pelaksana, jumlah yang memadai, berpengalaman, dan trampil pada semua tingkatan pelayanan KB, yaitu mulai dari Kader KB di Kecamatan, PLKB di kecamatan, Pelaksana dari Badan pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana. Informasi berupa data-data yang telah diformulasikan dalam bentuk yang dapat dimengerti oleh para pelaksana kebijakan. Kewenangan dalam berbagai bentuk mulai dari pemberian bantuan sampai pada menghilangkan perilaku yang menghalangi implementasi kebijakan. Fasilitas yang diperlukan dalam mengimplementasikan kebijakan, berupa fasilitas kantor, alat-alat penyimpan data, gedung kantor, kendaraan, dan lain sebagainya. Faktor ini berkaitan dengan ketanggapan yang dimanifestasikan sebagai sikap dan prilaku pelaksana terhadap kebijakan Program KB yang dilihat dari tiga aspek, yaitu: Efek disposisi, berupa kepatuhan para pelaksana dalam mengimplementasikan
kebijakan ;
Staffing
birokrasi,
berkenaan
dengan
pengangkatan para pelaksana dalam posisi-posisi yang menentukan dalam pelayanan administrasi kependudukan ; Insentif berupa penghargaan yang diberikan kepada pelaksana. Struktur birokrasi pemerintahaan di pusat dan di daerah sangat berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi kebijakan Program keluarga Berencana, karena kebijakan ini merupakan kebijakan nasional yang harus dilaksanakan dengan kualitas yang sama di semua daerah. Oleh karena itu, perlu di perhatikan hal-hal sebagai berikut : Prosedur Operasional Baku (Standard Operational Procedures-SOP), sebagai tuntunan internal dari implementasi suatu kebijakan yang seragam, Fragmentasi merupakan pembagian tanggung-jawab untuk sebuah bidang kebijakan di antara unit-unit organisasional yang tersebar luas. Empat faktor tersebut, memiliki pengaruh terhadap implementasi kebijakan Program Keluarga Berencana. Faktor komunikasi, berpengaruh dalam menciptakan pengertian atau pemahaman yang sama diantara para pelaku kebijakan, yang kemudian berpengaruh pada sikap, tindakan ataupun perilaku,
dan kemudian memengaruhi produktivitas kerja. Faktor sumber daya, adalah faktor kunci bagi efektivitas pelaksanaan kebijakan, apapun namanya. Tanpa sumber
daya
yang
memadai,
tidak
mungkin
suatu
kebijakan
dapat
diimplementasikan dengan baik. Faktor disposisi atau sikap pelaksana, berkaitan dengan kepatuhan para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan. Sedangkan, faktor struktur birokrasi, berkenaan dengan pembagian kerja, wewenang dan tanggungjawab, yang akan berpengaruh pada pencapaian tujuan kebijakan. Keempat faktor tersebut, akan menentukan proses implementasi kebijakan Program Keluarga Berencana. Implementasi kebijakan ini selanjutnya akan berpengaruh pada peningkatan kesertaan pria dalam melaksanakan program keluarga berencana (MOP/Kondom). Suatu implementasi program akan dikatakan berhasil jika tujuan yang diinginkan tercapai. Dengan melihat banyaknya masyarakat yang tidak mengerti tentang MOP (Vasektomi)/Kondom menandakan bahwa proses penyampaian informasi belum berjalan sebagaimana mestinya, sehingga sampai saat ini tujuan belum tercapai secara maksimal. Selain itu, rendahnya peran serta pria dalam MOP juga menunjukkan bahwa program yang ada selama ini masih belum optimal. Efektivitas kerja dalam suatu organisasi termasuk dalam efektivitas pekerjaan di dalam suatu organisasi dilihat dari berbagai unsur. Kriteria efektivitas organisasi menurut Donnely et al., (1984:129) terdiri dari lima unsur, yaitu: Produktivitas, Fleksibilitas, Kepuasan masyarakat, Efisiensi, Pencarian sumber daya Produktivitas sebagai kriteria efektivitas mengacu pada ukuran keluaran utama organisasi. Ukuran produksi mencakup keuntungan, penjualan pangsa pasar, dokumen yang diproses, rekanan yang dilayani dan sebagainya. Fleksibilitas merupakan keadaptasian sebagai kriteria efektivitas mengacu kepada tanggapan organisasi terhadap perubahan eksternal dan internal. Perubahan-perubahan eksternal seperti persaingan, keinginan pelanggan, kualitas produk, dan sebagainya, serta perubahan internal seperti ketidakefisienan, ketidakpuasan, dan sebagainya merupakan adaptasi terhadap lingkungan.
Kepuasan sebagai kriteria efektivitas mengacu kepada keberhasilan organisasi dalam memenuhi kebutuhan karyawan atau anggotanya. Ukuran kepuasan meliputi sikap karyawan, penggantian karyawan, absensi, kelambanan, keluhan, kesejahteraan dan sebagainya. Efisiensi sebagai kriteria efektivitas mengacu pada ukuran penggunaan sumber daya yang langka oleh organisasi. Efisiensi adalah perbandingan antara keluaran dan masukan. Pencarian sumber daya merupakan upaya yang dilakukan agar organisasi tetap dapat melaksanakan aktivitasnya dalam berbagai situasi dan kondisi dalam hidupnya di masa kini dan masa mendatang terutama dalam menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan, baik jangka pendek maupun jangka panjang, sehingga program yang telah dibuat dapat mencapai tujuan yang direncanakan. Dengan demikian alur kerangka pemikiran implementasi kebijakan program keluarga berencana dalam meningkatkan kesertaan pria melaksanakan program keluarga berencana dalam penelitian ini adalah sebagaimana gambar 2.4 berikut ini: Gambar 2.2 Alur Kerangka Pemikiran Pengaruh Implementasi Kebijakan Program Keluarga Berencana Terhadap Efektivitas Kesertaan Pria dalam Program Keluarga Berencana
di Kec. Parongpong Kab. Bandung Barat
Komunikasi 1. Transmisi 2. Kejelasan 3. Konsistensi Sumber Daya 1. Staf 2. Informasi 3. Kewenangan 4. Fasilitas Disposisi 1. Efek disposisi 2. Staffing birokrasi 3. Insentif Struktur Birokrasi 1. Standar Operating Procedur 2. Fragmentasi
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA
FAKTOR-FAKTOR IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
Efektivitas Kesertaan Pria dalam Program Keluarga Berencana
1. Produktivitas 2. Fleksibilitas 3. Kepuasan Masyarakat 4. Efisiensi 5. Pencarian Sumber Daya
Hipotesis Mengacu pada kerangka pemikiran dan pertanyaan penelitian sebagaimana diuraikan sebelumnya, maka hipotesis adalah: “besarnya pengaruh implementasi kebijakan keluarga berencana terhadap efektivitas kesertaan pria dalam program keluarga berencana di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat ditentukan oleh dimensi komunikasi, sumber daya, disposisi / sikap pelaksana, dan struktur birokrasi”.
METODA PENELITIAN Desain Penelitian Metode yang digunakan adalah metode explanatory survey. Menurut Rusidi (2001:6), metode explanatory survey digunakan jika peneliti belum dapat menjelaskan sebab-sebab fenomena terjadi secara general dan universal.
Sasaran Penelitian Aparat Pemerintah BPPKB Kabupaten Bandung Barat dan Masyarakat Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung barat.
Analisis Data Berdasarkan permasalahan penelitian yang akan di analisis yakni ingin mengetahui hubungan variabel X terhadap Y. Kemudian Hipotesis statistiknya dirumuskan sebagai berikut : H0 : Pyx = 0 H1 : Pyx > 0 Hipotesis di atas akan diuji melalui model “Path Analysis” (Koefisien Jalur).
PEMBAHASAN Setelah melakukan penelitian dan pembahasan pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, didapat bahwa hasil perhitungan koefisien jalur secara parsial melalui uji t maka semua dimensi pada variabel X signifikan, selain itu secara simultan semua dimensi yang ada pada variabel X mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y, oleh karena itu peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: Implementasi kebijakan keluarga berencana oleh Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, akan mempengaruhi efektivitas kesertaan pria dalam kebijakan keluarga berencana di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat, oleh karena itu perlu dicapai melalui penerapan Dimensi Komunikasi (X1), Dimensi Sumber Daya (X2), Dimensi Sikap Pelaksana (X3) dan Dimensi Struktur Birokrasi (X4) yang baik dan memadai. Pelaksanaan Dimensi Komunikasi (X1) di dalam Kebijakan keluarga berencana dilakukan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat belum dilaksanakan sesuai dengan harapan, karena dalam kenyataannya aparat Pemerintah Kabupaten Bandung Barat pelaksana belum sepenuhnya menjalankan faktor Dimensi Komunikasi
(X1)
secara
cepat,
tepat,
akurat
dan
konsisten
dalam
menyampaikannya, termasuk di dalamnya adalah penyuluhan-penyuluhan yang diberikan oleh aparat Pemerintah Kabupaten Bandung Barat kepada masyarakat dengan melalui media, dan layanan masyarakat, dalam bentuk himbauan untuk mencapai efektivitas kesertaan pria dalam kebijakan keluarga berencana di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat yang belum dilaksanakan secara optimal. Himbauan tersebut dilakukan, ternyata belum menggugah masyarakat mempunyai kesadaran terhadap kepercayaan masyarakat (public trust) yang belum tercapai secara optimal sehingga efektivitas kesertaan pria dalam kebijakan keluarga berencana di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat belum tercapai sebagaimana yang diharapkan dapat direspon positif oleh masyarakat luas. Dimensi Sumber Daya (X2) manusia yang ada sebenarnya sudah sesuai dengan harapan, hal tersebut dapat dilihat dari persiapan personil pelaksana kebijakan KB dalam meningkatkan efektivitas kesertaan pria dalam kebijakan
keluarga berencana di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat yang mempunyai kemampuan atau ketrampilan (skill) sesuai dengan bidangnya. Termasuk juga ketersediaan sarana dan prasarana pendukung termasuk biaya operasional yang dapat menunjang kelancaran Kebijakan keluarga berencana. Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan menunjukkan bahwa variabel disposisi dengan indikator pengukuran dan diberi simbol X3 sehingga diperoleh nilai analisis Jalur bertanda positif. Hal ini berarti semakin tinggi intensitas Dimensi Sikap Pelaksana (X3) yang ditunjukkan oleh para pelaksana Kebijakan keluarga berencana, maka efektivitas kesertaan pria dalam kebijakan keluarga berencana di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat semakin menurun. Barangkali sikap pelaksana dari aparat pemerintah Kabupaten Bandung Barat masih ada yang menunjukkan aktivitas yang kontra produktif terhadap masyarakat.
Hal
inilah
yang
menjadi
tanggungjawab
pimpinan
untuk
memperbaikinya, bahkan jangan segan-segan untuk memberikan sanksi. Aparat Pemerintah Kabupaten Bandung Barat pelaksana sebenarnya sudah cukup memahami apa saja yang harus dilaksanakan dari mulai pelaksanaan tugas, komitmen terhadap tugas, mampu menerapkan serta mengaplikasikan kebijakan tersebut ke dalam tugas pokok, fungsi dan rincian tugas masing-masing, namun apabila di dalam pelaksanaannya terdapat kendala-kendala maka aparat Pemerintah Kabupaten Bandung Barat yang bersangkutan segera melapor kepada atasannya untuk mencari solusi. Dimensi Struktur Birokrasi (X4) dalam Kebijakan keluarga berencana pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat berdasarkan tanggapan responden, dalam tahapan pelaksanaan menunjukkan kategori tinggi. Hal ini disebabkan sudah berjalannya prosedur kerja dan koordinasi di antara unit kerja yang memerlukan penanganan dan pembagian tugas pekerjaan, sehingga demikian wewenang dan tanggung jawab di antara mereka sesuai dan sejalan yang diharapkan. Efektivitas kesertaan pria dalam kebijakan keluarga berencana di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat belum tercapai sesuai dengan target yang diharapkan, hal ini disebabkan sosialisasi Implementasi kebijakan keluarga berencana oleh Pemerintah Kabupaten Bandung Barat kepada
masyarakat yang dilakukan pada saat ini masih terbatas dalam penyampaian informasi dalam media yang terbatas dan formal, sehingga timbul keengganan masyarakat untuk melakukan dukungan dalam pencapaian efektivitas kesertaan pria dalam kebijakan keluarga berencana di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat tersebut, yang kini belum tercapai secara optimal sesuai dengan yang diharapkan. Hasil penelitian menunjukkan pengujian hipotesis dari pengujian analisis jalur keempat dimensi Kebijakan keluarga berencana yaitu Dimensi Komunikasi (X1), Dimensi Sumber Daya (X2), Dimensi Sikap Pelaksana (X3), dan Dimensi Struktur Birokrasi (X4) dengan menggunakan rumus analisis jalur (path analysis) secara parsial dari tiap-tiap dimensi diperoleh hasil dari masing-masing dimensi, yaitu untuk Dimensi Komunikasi (X1) menunjukkan bahwa hipotesis H1 diterima dan H0 ditolak untuk dimensi Dimensi Sumber Daya (X2) berdasarkan pengujian analisis jalur, dan pengujian hipotesis dengan menggunakan t hitung menunjukkan bahwa Dimensi Sumber Daya (X2) mempunyai pengaruh yang positif atau signifikan terhadap efektivitas kesertaan pria dalam kebijakan keluarga berencana di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat. Dimensi Sikap Pelaksana (X3) (disposisi) memperoleh hasil dari pengujian analisis pengaruh yang signifikan antara Dimensi Sikap Pelaksana (X3) terhadap efektivitas kesertaan pria dalam kebijakan keluarga berencana di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat. Begitupun untuk dimensi Dimensi Struktur Birokrasi (X4) berdasarkan analisis Jalur berarti adanya pengaruh yang signifikan antara Dimensi Struktur Birokrasi (X4) terhadap Efektivitas kesertaan pria dalam kebijakan keluarga berencana di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat dengan hasil pengujian hipotesis H1 diterima dan H0 ditolak. Penelitian
secara
keseluruhan
menunjukkan
bahwa
implementasi
kebijakan keluarga berencana melalui totalitas empat dimensinya, yaitu Dimensi Komunikasi (X1), Dimensi Sumber Daya (X2), Dimensi Sikap Pelaksana (X3), dan Dimensi Struktur Birokrasi (X4) secara simultan berpengaruh terhadap efektivitas kesertaan pria dalam kebijakan keluarga berencana di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat, dengan demikian apabila implementasi kebijakan keluarga berencana oleh Pemerintah Kabupaten Bandung Barat ini
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya menurut empat dimensi yang ada, maka secara simultan akan meningkatkan efektivitas kesertaan pria dalam kebijakan keluarga berencana di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan pada keseluruhan dimensi dapat diketahui bahwa secara simultan semua dimensi yang ada pada variabel implementasi kebijakan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel Efektivitas Kesertaan Pria dalam Program Keluarga Berencana, sehingga apabila implementasi kebijakan Program Keluarga Berencana ini dilaksanakan dengan sebaik-baiknya pada keempat dimensi yang ada, maka secara simultan akan meningkatkan efektivitas kesertaan pria dalam Program Keluarga Berencana di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat
Saran-Saran 1. Pelaksanaan dimensi komunikasi (X1) dalam implementasi kebijakan keluarga berencana yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung Barat harus lebih ditingkatkan secara cepat, tepat, akurat dan konsisten khususnya dalam penyampaian
selain
melalui
penyuluhan-penyuluhan
langsung
yang
disampaikan oleh aparat Pemerintah Kabupaten Bandung Barat kepada masyarakat juga dengan menggunakan media informasi, dan iklan layanan masyarakat yang dikenal luas. 2. Penyampaian informasi harus dilaksanakan secara optimal, dengan terlebih dahulu mengidentifikasi karakteristik masyarakat, ajakan persuasif langsung kepada masyarakat melalui penyampaian surat ke tokoh-tokoh penduduk, dan kantor-kantor baik pemerintah maupun swasta agar mereka mengetahui, memahami dan mempunyai kesadaran tentang adanya kebijakan keluarga berencana pada saat ini. 3. Lebih mendorong perilaku yang positif dan membuang perilaku yang negatif dalam Dimensi Sikap Pelaksana (X3) untuk mengimplementasikan kebijakan
KB dalam meningkatkan efektivitas kesertaan pria dalam kebijakan keluarga berencana di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat. Pimpinan menginstruksikan anggota agar lebih memahami, mampu melaksanakan dan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap tugas serta mampu menerapkan dan mengaplikasikan kebijakan KB dalam meningkatkan efektivitas kesertaan pria dalam kebijakan keluarga berencana di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat, diantaranya melalui pemberian perintah jelas dari pimpinan
kepada
bawahannya
serta
adanya
sanksi
apabila
terjadi
Bandung
Barat
harus
dapat
penyimpangan. 4. Pimpinan
Pemerintah
Kabupaten
mengarahkan/menggerakkan
aparat
pelaksana
pada
Dimensi
Struktur
Birokrasi (X4) dalam implementasi kebijakan keluarga berencana untuk bekerja sesuai dengan niatan yang baik, yaitu menjadi pengelola kebijakan keluarga berencana yang amanah dengan berorientasi kepada pelayanan publik, meningkatkan kebijakan keluarga berencana, melaksanakan pelayanan keluarga berencana kepada masyarakat dan mengembangakan secara sinergis bidang kebijakan keluarga berencana ini. 5. Pimpinan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, agar lebih meningkatkan jalinan kerjasama dengan unit-unit kerja lain di luar Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, dalam mencapai efektivitas kesertaan pria dalam kebijakan keluarga berencana di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat. 6. Dalam upaya meningkatkan pelayanan keluarga berencana, salah satu upaya yang patut dipertimbangkan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung Barat adalah dengan menambah jumlah personil penyuluh KB, mengingat wilayah pelayanan keluarga berencana yang cukup luas. Dengan upaya tersebut diharapkan dapat lebih mendekatkan pelayanan keluarga berencana yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung Barat kepada masyarakat di wilayah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Buku-Buku
Abdul Wahab, Solihin, 1998. Analisis Kebijakan Publik Teori dan Aplikasinya, Malan : Fakultas Ilmu Administrasi universitas Brawijaya. Agustino, Leo. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta. Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. BKKBN-Fak Ekonomi Universitas Indonesia, 2004, Solusi Bagi Pembangunan Bangsa Info Demografi, Wahana Pengikatan Pengetahuan Kependuduhan, Tahun XII Nomor 1, Jakarta BKKBN-DEPAG RI, 1990. Umat Islam dan Gerakan Keluarga Berencana di Indonesia, Jakarta Dunn, W. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Dunn, William N, 1981, Public Policy Analisis, An Intro Duction, Englewood Clrffs: Neo Jesly : Prentice Hll Inc. Dye, Thomas, R. 1987 Understanding Public Policy Englewood cliffs, Prentice Hall Inc. Edward III, George C. 1980. Implementasi Public Policy, Washington DC : Congressional Quarterly, Inc. Hoogerwertf, 1983, Ilmu Pemerintahan, Jakarta : Erlangga Handoko, Hani, 1990. Management Edisi II(terjemahan), BPFE: Jogjakarta Islamy, Irfan M. 2001. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta:Bumi Aksara. Islamy, M. Irfan, 1997 Prinsif-Prinsif Rumusan Kebijan Negara, Jakarta : Bina Angkasa Islamy, M. Irfan. 2003. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta:Bumi Aksara. Keban, Yeremias T. 2004. Komunikasi Pemerintahan. Jakrta: PT Elex Media Komputindo.
Muhidin, Sambas Ali. 2007. Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur Dalam Penelitian. Bandung: CV Pustaka Setia. Mustopadidjadja. 2003. Manajemen Proses Kebijakan Publik: Formulasi, Impelementasi, dan Evaluasi Kinerja. Jakarta LAN dan Duta PertiwiFuondation. Nale, Matheos, (Tansl), Mikkelasen, Britto, 1999. Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan, Sebuah Buku Pegangan Bagi Para Praktisi Lapangan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Ndraha, 1998 Pengantar Teori Pengembangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Nazir, Moh. 1998. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Riant, Nugroho. 2003. Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Robbin, Stephen, P, 2001. Perilaku Organisasi, Jakarta: PT Prenhalindo Siagian, Sondang P. 1986 Analiss Serta Perumusan Kebijaksanaan dan Strategi Oranisasi, Jakarta, Gunung Agung Sudjana. 1996. Metode Statistik. Bandung: Tarsito. Sugiyono. 1999. Statistik Non-Parametrik Untuk Penelitian. Alfabeta: Bandung. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Wahab, Solichin Abdul. 2002. Analisis Kebijaksanaan: dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Sinar Grafika. Wahab, Solichin. 1997. Analisis Kebijaksanaan. Jakarta: Bumi Aksara. Wasistiono, Sadu, 2001 Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Bandung, Fokus Media. Winarno, Budi. 2004. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta:Media Presindo. Dokumen dan sumber lain Suyono, Haryono, 2005. Menjadikan Keluarga Berencana Sebagai Momentum Pemberdayaan Keluarga Kurang Mampu, Majalah Gemari Edisi : 53 Pemerintah Kabupaten Bandung Barat 1998 Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 1998 tentang Bangunan di Kabupaten Bandung;
Republik Indonesia, Peraturan Presiden RI Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 (RPJMN), Jakarta Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 Tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039). Jakarta Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992, Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, Jakarta. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaga Negara Nomor 3495) Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Jakarta Republik Indonesia, Peraturan Presiden No 62 Tahun 2010 Tentang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Jakarta Suyono, Haryono, 2005. Menjadikan Keluarga Berencana Sebagai Momentum Pemberdayaan Keluarga Kurang Mampu, Majalah Gemari Edisi : 53