KEBIJAKAN BIDANG KEARSIPAN DALAM PELAKSANAAN UU NO.14 TAHUN 2008 TENTANG KEBEBASAN INFORMASI PUBLIK DAN UU NO.11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIKA Oleh : Dra. S. Mudjijah, SE, MM Akademi Sekretari Budi Luhur E-mail:
[email protected] Abstract
This article is aimed to describe the regulations of information which is implemented by Government, and to know how far the correlation among of all regulations of Information. This article is very interesting, because information in private organization is opened for public. In the other hand, Government has implemented two regulations namely KIP and ITE which is all information from organizations both public and privat can be assesed by public. Based on the data which has been collected from library research, the writer finds and identifies many provisions have correlation significantly. The analysis result is considered to form and choose the right policy for filing management at privat organization. Key words: Archieves, Regulation of Informations, Policy for filing management
1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Proses globalisasi yang terjadi dalam tatanan dunia internasional ternyata telah memberikan pengaruh yang sangat luas terhadap system tata kelola organisasi. Pada konteks ini, tata
kelola
organisasi
yang
baik
bercirikan
transparansi,
akuntabel, kredibel, serta professional. Dukungan teknologi informasi juga menjadi faktor penentu keberhasilan organisasi dalam mewujudkan tujuannya. Teknologi informasi dan komunikasi sangat membantu efisiensi kerja organisasi. Selain itu, teknologi informasi dan komunikasi dapat juga mewujudkan in put dari sebuah proses yang standar. Keterkaitan system nilai dalam tata kelola organisasi ditambah dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi menjadi sesuatu yang kontra produktif. Di satu sisi, tata kelola organisasi yang baik merupakan sebuah prestasi besar bagi organisasi dan lebih bersifat privasi. Maksud dari pernyataan ini adalah, resep-resep keberhasilan organisasi menjadi hak privat yang tidak boleh secara luas diketahui oleh publik. Dalam hal ini, seluruh formula keberhasilan organsasi tersimpan rapi dalam tata kelola arsipnya. Di
sisi lain,
perkembangan
teknologi
informasi dan
komunikasi, seolah menjadi pintu masuk bagi publik untuk dapat mengetahui segala hal yang terjadi dalam organisasi apa pun. Publik memiliki ekspekstasi besar, sehingga memiliki akses yang besar kepada organisasi, sehingga terjadi distribusi informasi kepada publik. Pengertian arsip menurut UU no. 43 tahun 2009 tentang kearsipan dirumuskan, arsip adalah rekaman kegiatan atau
peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan,
dan
perseorangan
dalam
pelaksanaan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Berdasar rumusan tersebut secara jelas dinyatakan bahwa setiap aktivitas yang dilakukan oleh individu dan atau kelompok, baik formal maupun informal wajib dibuat dan disimpan rekamannya. Beberapa hal yang baru dalam UU no. 43 tahun 2009 tentang kearsipan, diantaranya berkait dengan autentifikasi bahan
arsip,
organisasi
profesi
pelaksana
kearsipan,
perlindungan arsip yang lebih terinci, serta ketentuan sanksi bagi penyalahgunaan arsip. Beberapa hal ini merupakan sebuah upaya penyempurnaan dari UU no. 7 tahun 1971 yang belum memiliki kejelasan dalam hal pengaturannya. Implikasinya, berbagai kasus yang berkait dengan penyalahgunaan arsip kurang mendapatkan kejelasan sanksi dan dianggap kasus kecil saja. Demikian halnya dengan profesi arsiparis yang belum mendapatkan tempat sebagai sebuah profesi yang prestis di mata publik. Lahirnya UU tentang Kearsipan menjadi suatu fenomena yang menarik untuk dianalisis. Sebab, UU tersebut lahir pasca lahirnya UU yang membahas tentang kebebasan informasi public, serta informasi dan transaksi elektronik. 1.2. Permasalahan 1. Bagaimana Relasi Ketiga UU tentang informasi di atas ?
2. Kebijakan apa yang mesti diambil manajer organisasi berkait dengan dampak relasi ketiga UU tersebut ? 2. Metode Penulisan Metode yang digunakan dalam penulisan makalah adalah studi pustaka. Bahan kepustakaan yang digunakan berupa UU yang berkait dengan informasi. Selain undang-undang, konsep kearsipan digali dengan menggunakan buku kearsipan yang relevan dengan judul makalah. Analisis dilakukan dengan cara menelaah pasal-pasal yang tercantum dalam ketiga undangundang tersebut. Hasil analisis dari tiap pasal, selanjutnya dicari relevansinya dengan kegiatan kearsipan yang dilaksanakan dalam organisasi privat. 3. Pembahasan 3.1. Relasi UU tentang Kearsipan dengan UU tentang ITE Dalam UU tentang ITE, walaupun tidak tersebut kata arsip, yang menjadi fokus utama adalah dokumen elektronik. Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Dokumen elektronik tentu termasuk ke dalam bentuk corak apapun dalam pengertian arsip. Untuk menunjang pelaksanaan UU tentang ITE, pemerintah harus menyiapkan sistem elektronik yang sudah matang. Akses
ke dokumen elektronik dapat dilakukan sampai melewati batas wilayah hukum Indonesia. UU tentang ITE menyatakan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dianggap sah sepanjang informasi
yang
ditampilkan,
tercantum dijamin
di
dalamnya
keutuhannya,
dapat
diakses,
dan
dapat
dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan. Oleh karena itu, pemerintah harus lebih fokus terhadap tindakan penyadapan atau pun penyebaran virus. Berkait dengan hal tersebut, arsiparis dan manajer rekord juga harus memiliki kemampuan untuk mengelola dokumen elektronik. UU tentang ITE banyak mengandung pasal yang kurang jelas dan detail. Beberapa pasal dinilai kurang tegas sehingga berpotensi
untuk
disalahartikan.
Misalnya
pada
pasal
26
mengenai perijinan penggunaan arsip individu. Bagaimana dengan
arsip
Haruskah
yang
arsiparis
menyangkut dan
manajer
data
pribadi
rekord
harus
seseorang? meminta
persetujuan orang yang bersangkutan? Hal ini tentu akan sangat merepotkan dan terkesan menghalangi akses informasi kepada masyarakat yang bernilai historis. Kemudian pada pasal 40 berkait dengan pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib dilindungi. Berdasar isi pasal ini, belum jelas apa yang dimaksud dengan lembaga penyimpan dokumen, pembuatan dokumen elektronik dan rekam cadang elektroniknya serta
menghubungkannya
ke
pusat
data
tertentu
untuk
kepentingan pengamanan data. Istilah tentang menghubungkan pusat data tertentu belum bisa dipahami secara jelas.
Pada bab VII juga disebutkan “Perbuatan yang Dilarang”. Posisi dan kinerja arsiparis dan manajer rekord sangatlah rawan terhadap pelanggaran UU tentang ITE ini. Kegiatan sehari-hari arsiparis dan manajer rekord seperti mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik ke depo arsip, unit kearsipan, atau pusat arsip daerah atau nasional; ataupun kegiatan retensi arsip. Lalu bagaimana jika arsip dalam bentuk dokumen
elektronik yang dikelola
oleh
arsiparis
ternyata
merupakan bukti otentik akan suatu kasus? Apakah jika arsip tersebut terbuka untuk umum arsiparis akan terkena sanksi? Pada konteks ini, arsiparis dan manajer arsip sangat riskan terhadap tindak kejahatan yang dilakukan oleh oknum berkait dengan pelayanan informasi arsip. Terlebih lagi sanksi yang dikenakan bagi pelanggar UU tentang ITE adalah sansi pidana. Mulai dari pidana penjara maksimal 6 (enam) tahun hingga pidana penjara maksimal 12 (dua belas) tahun dan / atau denda maksimal Rp600.000.000,00 (enam
ratus
juta
rupiah)
hingga
denda
maksimal
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar). 3.2. Relasi UU tentang Kearsipan dengan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Beberapa pasal dalam UU KIP yang berkait dengan kearsipan akan digambarkan sebagai berikut : Pertama, pasal 51 yang menyebutkan, "Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan informasi publik secara melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 5 juta."
Kedua, Pasal 52 mengatur sanksi serupa untuk badan publik
yang
dengan
sengaja
tidak
menyediakan,
tidak
memberikan, dan / atau tidak menerbitkan informasi publik. Ketiga, Bab V tentang "Informasi yang Dikecualikan", pasal 17 ayat (a3) menyebutkan, "informasi yang dapat menghambat proses penegakan hukum yakni, pengungkapan data intelijen kriminal
dan
rencana-rencana
pencegahan
dan
penanganan
yang
berhubungan
segala
bentuk
dengan
kejahatan
transnasional". Keempat,
terkait
dengan
informasi
pertahanan
dan
keamanan yang tidak dapat dibuktikan untuk publik, tertuang dalam Bab V Pasal 17 ayat (c1) hingga (c17). Hal itu menyangkut informasi tentang strategi intelijen, operasi taktik dan teknik berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, gambar dan data tentang situasi pangkalan militer, serta system persandian negara. Kelima, pasal 53, 54, 55, dan 56 mengatur tentang sanksi bagi
orang
yang
menghancurkan,
merusak,
dan
/ atau
menghilangkan dokumen informasi publik, mengakses tanpa hak mengakses informasi yang dikecualikan, menggunakan informasi publik yang tidak benar atau menyesatkan, serta membuat informasi publik yang tidak benar atau menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Sedangkan pasal 57 UU KIP menyebutkan, tuntutan pidana berdasarkan Undang Undang ini merupakan delik aduan dan diajukan melalui peradilan pidana. Keenam, pasal 17 (a3) Bab V tentang ”Informasi yang Dikecualikan”,
menyebutkan
bahwa
informasi
yang
dapat
menghambat proses penegakkan hukum yakni, pengungkapan data intelijen kriminal dan rencanarencana yang berhubungan
dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan dibuktikan untuk publik, tertuang dalam Bab V Pasal 17 ayat (c1) hingga (c17). Berdasar isi beberapa pasal di atas, selanjutnya dianalisis tentang relevansi isi pasal dengan fungsi arsip dalam organisasi. Arsip merupakan sumber informasi yang akurat sehingga dapat dijadikan bukti otentik. Informasi yang terkandung didalam arsip bersifat apa adanya dan tidak dibuat-buat. Hal ini tentu saja menjadikan banyak orang ingin dapat mengakses arsip tersebut. Berlakunya UU KIP tentu saja berpengaruh terhadap dunia kearsipan. Dengan berlandaskan pada UU KIP, setiap orang dapat
mengajukan
permohonan
agar
dapat
memperoleh
informasi yang terkandung di dalam arsip. Namun bukan berarti mereka dapat memperoleh semua informasi yang mereka inginkan. Arsip memiliki sifat terbuka dan tertutup. Mengenai sifat keterbukaan dan ketertutupan arsip, arsip statis pada dasarnya terbuka dan dalam beberapa hal tertentu sifatnya dapat tertutup, sedangkan arsip dinamis pada dasarnya tertutup dan dalam beberapa hal karena sifat dan keperluan tertentu dapat terbuka. Ketertutupan arsip yaitu dimana arsip sekalipun tidak diberikan kode kerahasiaan yang artinya tidak masuk dalam kategori arsip rahasia, namun isi, disposisi, dan informasi apapun yang tercantum
didalamnya
tetap
tidak
boleh
diketahui
atau
diberitahukan kepada siapapun yang tidak berhak. Selain itu juga terdapat kerahasiaan arsip. Kerahasiaan arsip jelas dinyatakan secara tegas dengan kode tingkat kerahasiaan pada arsip yang bersangkutan, yaitu sangat rahasia (SR), rahasia (R), terbatas atau konfidensial (K).
UU KIP juga menentukan informasi apa saja yang dapat diketahui publik dan apa yang tidak (dikecualikan). Informasi yang dikecualikan tersebut dapat dibuka oleh pihak yang berwenang membukanya (diketahui publik) dalam hal yang berpengaruh besar terhadap masyarakat luas. Itu pun tidak serta merta atau begitu saja diinformasikan
melainkan melalui
prosedur yang telah ditetapkan. Dengan demikian bisa saja arsip yang bersifat tertutup dan rahasia dapat berlakukan hal yang sama. Jika ada seseorang yang melihat UU KIP sebagai ketertutupan informasi karena ada beberapa informasi yang dikecualikan, hal itu tidak sepenuhnya salah. Seperti uraian sebelumnya, jika hal ini menyangkut masyarakat luas maka tentu saja dokumen-dokumen tentang pihak-pihak tersebut perlu dibuka untuk publik. Hal ini jangan dilihat sebagi hal yang mencemarkan sesuatu melainkan sebagai ketegasan, keseriusan, dan shock terapi bagi semua pihak agar tidak terjadi lagi hal yang serupa. Dengan adanya UU tentang KIP tentunya bukan berarti mendapatkan informasi sebebas-bebasnya. Kebebasan disini harus disertai dengan tanggung jawab, yang ada batasan dan aturannya. Karena segala sesuatu yang dilakukan dengan bebas tidak terbatas pasti tidak baik akibatnya dan akan membawa pada suatu keadaan yang kacau balau atau bahkan kehancuran. Walaupun pada awalnya sesuatu tersebut dibuat untuk sebuah kebaikan yang menginginkan ke arah yang lebih baik. Selain itu jangan sampai kebebasan tersebut berbenturan dengan hak-hak pihak lain baik secara institusi maupun personal. Kebebasan seseorang atau pun institusi dibatasi oleh kebebasan orang dan institusi lainnya.
3.3. Kebijakan Strategis Fungsi
arsip
merujuk
pada
suatu
konsep
tentang
kontribusi yang diberikan oleh arsip bagi organisasi. Arsip memang benda mati, namun demikian secara personifikasi, arsip memiliki
ruh
yang
mampu
memberikan
makna
sehingga
eksistensi arsip sangat dihargai. Dari hasil pengkajian empirik dapat dijelaskan bahwa fungsi arsip mencakup beberapa hal berikut : 3.3.1 Arsip berfungsi sebagai alat pengingat Manusia melaksanakan berbagai aktivitas baik dalam lingkungan organisasi formal maupun informal. Aktivitas yang beragam tersebut tentunya tidak akan pernah bisa diingat oleh manusia. Namun pada sisi lain, beberapa kegiatan manusia perlu diingat kembali karena ada suatu kejadian atau peristiwa tertentu yang berkaitan dengan suatu aktivitas yang pernah terjadi. Keterbatasan daya ingat
manusia
terhadap
suatu
hal
yang
pernah
dilaksanakan, akan dibantu diingatkan kembali oleh arsip yang disimpan. 3.3.2 Arsip berfungsi sebagai alat bantu dalam pengambilan keputusan Kegiatan pengambilan keputusan merupakan salah satu fungsi utama dalam organisasi. Salah satu ciri keputusan yang
baik
yaitu
didukung
oleh
data
yang
akurat.
Keberadaan arsip dalam organisasi sangat membantu dalam hal hal penyediaan data internal dan eksternal. Data ini akan diprosen menjadi informasi, selanjutnya informasi tersebut akan dijadikan sebagai in put dalam pengambilan
keputusan baik yang dilakukan oleh manajer tingkat rendah, menengah, maupun tinggi. 3.3.3 Arsip berfungsi sebagai tolok ukur dinamika kegiatan organisasi Salah satu indikator kemajuan organisasi dapat dilihat dari seberapa dinamis kegiatan yang dilakukan. Kegiatan yang dinamis identik dengan seberapa banyak kegiatan yang dilakukan. Arsip yang disimpan dalam organisasi menggambarkan seberapa dinamis kegiatan yang telah dilaksanakan dalam organisasi. Asumsinya, semakin banyak arsip yang dihasilkan dan disimpan, maka dapat dikatakan semakin dinamislah kegiatan dalam suatu organisasi. 3.3.4 Arsip berfungsi sebagai alat bukti otentik yang berkekuatan hukum Interaksi antar manusia perlu direkam dalam arsip. Karena tidak selamanya interaksi yang dilakukan berjalan secara
lancar.
mengakibatkan
Berbagai
kendala
bisa
tindakan-tindakan
terjadi
yang
yang
merugikan
terhadap pihak-pihak yang melaksanakan interaksi bisnis. Keberadaan arsip sangat membatu dalam memecahkan persoalan-persoalan interaksi bisnis. 3.3.5 Arsip berfungsi sebagai alat dokumentasi Sebagai menjelaskan
bahan
dokumentasi
rententan
peristiwa
privat, yang
arsip
dapat
terjadi
dalam
organisasi. Melalui informasi arsip ini pertanggung-jawaban antar generasi ke generasi dapat berjalan dengan lancar berkait dengan aktivitas yang pernah dilakukan. Sebagai bahan dokumentasi, maka arsip yang sudah bernilai statis baik
yang
bernuansa
politik
maupun
bukan
politik,
sebaiknya dipublikasikan. Dengan demikian, publik dapat mengetahui peristiwa-peristiwa penting yang mungkin selama ini sulit diakses informasinya. Berkait dengan fungsi arsip di atas, maka kebijakan yang bisa dibuat dan dilaksanakan oleh organisasi bisnis berupa pengawasan arsip. Kegiatan pengawasan arsip merupakan
sebuah
aktivitas
untuk
memberikan
perlindungan kepada arsip selama arsip menjadi bagian penting dalam organisasi. Arsip memerlukan perlindungan agar tidak terjadi kebocoran. Perlindungan arsip dapat dilihat dari dua segi yaitu segi fisik dan segi informatif. Segi fisik maksudnya aktivitas melindungi arsip dari segi fisiknya, sedangkan segi informatif maksudnya aktivitas melindungi arsip dari segi informasi yang terkandung di dalamnya. Perlindungan arsip yang terpenting sebenarnya terletak pada aktivitas melindungi informasi yang terkandung di dalam arsip. Nilai yang terkandung di dalam arsip yaitu nilai hukum, administrsi, sejarah, keuangan, riset, pendidikan dan dokumentasi. Bila informasi tersebut tidak dilindungi maka kemungkinan besar akan terjadi kebocoran. Pengawasan arsip dapat digolongkan menjadi dua kegiatan yaitu meliputi pengawasan dalam pemakaian dan pengawasan dalam pelayanan. Kedua bentuk pengawasan tersebut menurut hemat saya dapat dirinci menjadi lima macam yaitu : Pertama, pengawasan arsip yang diterima dari luar organisasi dilakukan dengan cara mendaftar arsip tersebut ke
dalam buku
arsip.
Setelah
dilakukan
pencatatan
kemudian arsip tersebut disortir atas dasar nilai yang terkandung di dalamnya kemudian dilakukan penyimpanan sesuai dengan sistem filing yang dilaksanakan. Kedua, pengawasan arsip yang diterima dari dalam organisasi
sendiri
dilakukan
dengan
cara
mengikuti
prosedur filing menurut sistem penyimpanan yang dipakai. Setiap tahap dalam proses penyimpanan arsip sebaiknya dilakukan. Hal ini berfungsi sebagai kontrol administratif, di mana setiap elemen yang terkandung di dalam arsip dicatat sehingga arsip tersebut dapat dikendalikan. Ketiga, pengawasan arsip yang berkaitan dengan aktivitas pelayanan dilakukan dengan cara membatasi koleksi arsip atas dasar derajat kerahasiaan informasi. Aktivitas pelayanan ini berkaitan dengan fungsi arsip statis yang dapat digunakan sebagai bahan kajian penelitian ilmiah. Koleksi arsip dalam aktivitas pelayanan perlu dibatasi mengingat bahwa dengan alasan tertentu arsip tidak boleh dipublikasikan meskipun sudah memasuki masa statis yang seharusnya arsip bersifat terbuka informasinya untuk publik. Keempat,
pengawasan
dalam
penggunaan
dan
peminjaman dilakukan dengan cara memberikan prosedur peminjaman dan penggunaan arsip. Peminjaman arsip harus dilakukan dengan menggunakan kartu pinjam arsip. Penggunaan lembar pinjam arsip dimaksudkan agar setiap kali terjadi peminjaman arsip dapat diketahui. Hal ini untuk mengantisipasi
terjadinya
peminjaman
arsip
yang
cenderung tanpa pencatatan, tanpa ijin, dan tak jarang pula hanya menggunakan ijin lisan.
Kelima, pengawasan dalam pelaksanaan prosedur filing. Selama
ini
terdapat
kecenderungan
petugas
yang
mengurusi arsip dalam melakukan penyimpanan arsip tidak mengikuti prosedur filing yang benar. Secara umum prosedur penyimpanan arsip terdapat lima kegiatan yaitu pemeriksaan
(inpecting),
(indexing),
penentuan
penentuan simbol
tanda
(coding),
pengenal penyortiran
(sorting) dan penempatan ke dalam almari arsip (placing). Keuntungan menyimpan arsip dengan mengikuti prosedur penyimpanan
arsip
diantaranya
yaitu
mempermudah
pengendalian jumlah arsip yang disimpan, memudahkan penemuan bila terjadi peminjaman arsip, memudahkan penyimpanan dan sebagainya. 4. Penutup Ketiga UU tentang informasi yang dibahas di atas memiliki relasi yang kuat. Ketiga undang-undang tersebut saling melengkapi dan
bahkan
saling mengisi.
Dalam pelaksanaannya,
ketiga
perundangan tersebut dapat dijadikan sebagai referensi dan preferesi berkait dengan informasi organisasi (arsip) yang akan diputuskan menjadi arsip publik. Untuk mengeliminasi friksi dalam pelaksanaan ketiga undang-undang tersebut, sebaiknya tiap lembaga khususnya organisasi
privat
menetapkan
kebijakan
pengawasan
dalam
pengelolaan arsipnya sehingga terlindungi. Hal ini perlu dilakukan, karena kompetisi antar organisasi privat sangat kuat dan kadang tidak dapat dikendalikan.
Daftar Pustaka Amsyah, Zulkifli, Manajemen Kearsipan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1989 UU No. 14 Tahun 2008 tentang Kebebasan Informasi Publik UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronika UU No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan