KETAJAMAN PENGLIHATAN IKAN LAYUR (Trichiurus spp) HASIL TANGKAPAN PANCING RAWAI DI TELUK PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT
Oleh : Deden Rahmat Setiawan C54101073
PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
KETAJAMAN PENGLIHATAN IKAN LAYUR (Trichiurus spp) HASIL TANGKAPAN
PANCING
RAWAI
DI
TELUK
PALABUHANRATU
SUKABUMI JAWA BARAT
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Adapun semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2006
Deden Rahmat Setiawan C54101073
ABSTRAK DEDEN RAHMAT SETIAWAN. Ketajaman Penglihatan Ikan Layur (Trichiurus spp) Hasil Tangkapan Pancing Rawai di Teluk Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat. Dibimbing oleh WAZIR MAWARDI. Mata pada ikan merupakan salah satu indra yang sangat penting untung mencari makan dan menghindar dari pemangsa / predator atau dari kepungan alat tangkap. Pengkajian mengenai mata ikan akan memberikan informasi penting tentang bagaimana caranya agar ikan bisa ditangkap atau sebaliknya tidak bisa ditangkap karena belum memenuhi kriteria layak tangkap. Ketajaman penglihatan ikan adalah kemampuan ikan untuk melihat suatu objek pada garis lurus yang digambarkan dalam bentuk hubungan timbal balik yang diistilahkan dengan sudut pembeda terkecil (Minimum Separable Angle). Selanjutnya dengan ketajaman penglihatan dapat pula diketahui sudut tampak minimum (minimum visible angle) yang dapat diukur dengan cara memperhitungkan jarak dari sasaran penglihatan menggunakan metode tingkah laku ikan. (He, 1989 diacu oleh Geonita, 2004). Berdasarkan hasil analisis histologi yang dilakukan terhadap 5 ekor ikan layur diperoleh bahwa susunan sel reseptor pada ikan layur terdiri dari sel kon tunggal (single cone cell) dan sel kon ganda (twine cone cell). Kepadatan sel kon tertinggi ikan layur terletak pada bagian ventro-temporal retina mata, hal ini mengindikasikan bahwa arah penglihatan ikan layur ke arah depan naik (upper-fore). Ketajaman penglihatan ikan layur yang ditentukan berdasarkan nilai kepadatan sel kon berkisar antara 0,14-0,15 untuk ukuran panjang tubuh 650-850 mm. Jarak pandang maksimum ikan layur dapat melihat objek pada pancing rawai dalam hal ini umpan, akan semakin meningkat seiring dengan bertambah besarnya ukuran tubuh ikan dan ukuran umpan atau objek yang dilihat. Jarak pandang maksimum ikan layur dalam melihat umpan berukuran 40 mm berkisar antara 6,006 – 6,623 meter; untuk ukuran umpan 50 mm berkisar antara 7,508 - 8,278 meter; untuk ukuran umpan 60 mm berkisar antara 9,009 - 9,933 meter; untuk ukuran umpan 70 mm berkisar antara 10,511 - 11,589 meter.
KETAJAMAN PENGLIHATAN IKAN LAYUR (Trichiurus spp) HASIL TANGKAPAN PANCING RAWAI DI TELUK PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh : DEDEN RAHMAT SETIAWAN C54101073
PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
SKRIPSI
Judul
Nama
: KETAJAMAN PENGLIHATAN IKAN LAYUR (trichiurus spp) HASIL TANGKAPAN PANCING RAWAI DI TELUK PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT : Deden Rahmat Setiawan
NRP
: C54101073
Disetujui, Pembimbing
Ir. Wazir Mawardi, M.Si NIP. 131 953 482
mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP. 130 805 031
Tanggal Lulus : 15 Desember 2005
KATA PENGANTAR
Skripsi mengenai “Ketajaman Penglihatan Ikan Layur (Trichiurus spp) Hasil Tangkapan Pancing Rawai di Teluk Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat” ini disusun berdasarkan penelitian yang telah dilakukan selama 30 hari mulai bulan Juli sampai Agustus 2005 yang di Palabuhanratu dan di Laboratorium Tingkah Laku Ikan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Pada Kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Ir. Wazir Mawardi, M.Si, selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya. 2. Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc dan Dr. Ir. Sulaeman Martasuganda atas kesediaan meluangkan waktunya untuk menguji. 3. Pak Sarip dan seluruh kru SLK, Pak Ibong, Pak Adom sekeluarga, Pak Sakim sekeluarga, yang telah membantu penulis dalam pengambilan sampel penelitian. 4. Bapa Ukasah Somawiaya, Ema Epon Sopiah (Alm), Kakak-kakak dan Adik-adik atas semua bantuan, dorongan dan do’anya. 5. Teman-teman seperjuangan, PSP ’38, dan PPM Al-Ihya Darmaga, yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu penulis sehingga terselesaikannya penulisan skripsi ini. Penulis menyadari atas kekurangan skripsi ini, oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Januari 2006
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cianjur, pada tanggal 27 November 1981 dari pasangan Ukasah Somawijaya dan Epon Sopiah (Alm). Penulis adalah anak ke 6 dari sepuluh bersaudara. Pendidikan formal penulis diawali dari SDN Sukamulya III pada tahun 1988-1994, SMPN I Sukaluyu pada tahun 1994-1997, dan SMUN I Cianjur pada tahun 1997-2000. Pada tahun 2001 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri), pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selain aktif di kampus, penulis juga aktif mengajar Matematika di beberapa sekolah swasta dan di beberapa Pusat bimbingan belajar di Bogor, seperti SMA Darussalam Darmaga, SMP Insan Kamil Kota Bogor dan MTs Sirojul Kamal Ciampea, bimbingan belajar Primagama, Nurul Ilmi dan Bintang Futura. Untuk menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Ketajaman Penglihatan Ikan Layur (Trichiurus spp) Hasil Tangkapan Pancing Rawai di Teluk Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat”.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .......................................................................................................... i DAFTAR TABEL..................................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................
v
1 PENDAHULUAN .............................................................................................
1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1.2 Tujuan Penelitian....................................................................................... 1.3 Manfaat Penelitian.....................................................................................
1 2 2
2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................
3
2.1 Ikan Layur ................................................................................................. 2.2 Pancing Rawai........................................................................................... 2.3 Indera Penglihatan Ikan.............................................................................
3 5 6
2.3.2 2.3.2 2.3.3 2.3.4
Morfologi Mata Ikan........................................................................ Ketajaman Penglihatan..................................................................... Sumbu Penglihatan .......................................................................... Jarak Pandang Maksimum ...............................................................
6 8 9 10
3. METODOLOGI .............................................................................................
11
3.1 3.2 3.3 3.4
Waktu dan Tempat .................................................................................... Bahan dan Alat.......................................................................................... Metode Pengumpulan Data ....................................................................... Metode Penelitian......................................................................................
11 11 12 12
3.4.1 Pengambilan Sampel....................................................................... 3.4.2. Prosedur Histologi..........................................................................
12 13
3.5. Metode Analisis Data ...............................................................................
17
3.5.1 Analisis Ketajaman Penglihatan.................................................... 3.5.2 Analisis Sumbu Penglihatan.......................................................... 3.5.3 Analisis Jarak Pandang Maksimum...............................................
17 17 18
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ..............................................
20
4.1 Keadaan Umum Palabuhanratu.................................................................
20
4.1.1 Kondisi Geografi, Letak dan Luas Wilayah.................................. 4.1.2 Keadaan Iklim dan Musim ............................................................
20 20
4.2 Keadaan Umum Perikanan Laut Palabuhanratu........................................
21
4.2.1 Total produksi dan nilai produksi ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu.............................................................................. 4.2.2 Produksi dan Nilai Produksi Ikan Layur yang didaratkan di
21
Palabuhanratu..............................................................................
22
5 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................
24
5.1 Ketajaman Penglihatan.............................................................................. 5.2 Sumbu Penglihatan.................................................................................... 5.3 Jarak Pandang Maksimum ........................................................................
24 29 29
6 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................
34
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
35
LAMPIRAN ..........................................................................................................
36
DAFTAR TABEL Halaman 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian............................................. 11 2. Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan laut di PPN Palabuhan ratu.....................................................................................................................
21
3. Produksi dan Nilai produksi ikan layur di PPN Palabuhanratu tahun 1994-2003.........................................................................................................
22
4. Jarak pandang maksimum ikan layur terhadap umpan pancing rawai..............
29
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ikan Layur ......................................................................................................... 3 2. Struktur mata ikan.............................................................................................
7
3. Sembilan belas bagian retina mata ikan sampel sebelah kiri yang diamati sel konnya ..............................................................................................................
13
4. Diagram alir analisis histologi spesimen retina mata ikan................................
14
5. Prosedur pengeringan dan penanaman retina ikan layur ...................................
15
6. Prosedur pewarnaan Hematoxylene dan Eosin specimen retina mata ikan.......
16
7. Skema perhitungan jarak pandang maksimum..................................................
18
8. Bentuk mozaik sel kon tunggal dan sel kon ganda pada ikan layur ..................
24
9. Hubungan antara panjang total ikan dan diameter lensa mata ikan layur ........
25
10. Hubungan antara panjang total ikan dan kepadatan sel kon ikan layur ...........
26
11. Hubungan antara panjang total ikan dan sudut pembeda terkecil ...................
27
12. Hubungan antara panjang total ikan dan ketajaman penglihatan ikan layur...
27
13. Hubungan antara panjang total ikan dan jarak pandang maksimum ikan layur ..................................................................................................................
30
14. Bentuk dan kepadatan sel kon pada setiap bagian retina mata ikan layur ......
32
15. Peta kepadatan sel kon (Isodensity) dan sumbu penglihatan ikan layur .........
33
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Jumlah sel kon pada setiap bagian dari retina mata ikan .................................. 37 2. Nilai sudut pembeda terkecil dan ketajaman penglihatan ikan layur................
40
3. Konstruksi alat tangkap pancing rawai .............................................................
41
4. Peta lokasi penelitian.........................................................................................
42
5. Alat-alat, bahan dan proses analisis histologi ...................................................
43
6. Unit penangkapan dan hasil tangkapan pancing rawai .....................................
44
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur merupakan salahsatu jenis ikan komoditas ekspor yang diproduksi di teluk Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat, di Palabuhanratu Jenis ikan ini banyak ditangkap dengan menggunakan pancing, seperti pancing rawai, pancing kotrek dan pancing ulur. Pancing-pancing tersebut selama ini dinilai belum efektif dan efisien untuk menangkap ikan layur, karena ikan- ikan layur kecil yang belum layak tangkap dan belum memenuhi standard ekspor masih tertangkap oleh alat ini, sehingga diperlukan suatu informasi tambahan untuk memperbaiki metode penangkapan ikan, sehingga operasi penangkapan ikan yang dilakukan bisa efektif dan efisien. Salah satu cara untuk memperbaiki metode penangkapan ikan yang digunakan adalah dengan mengetahui tingkah laku ikan, sebagaimana diungkapkan oleh Gunarso (1985), bahwa operasi penangkapan ikan sangat erat hubungannya dengan tingkah laku ikan, pengetahuan mengenai tingkah laku ikan dapat memperbaiki serta merubah
alat
maupun
metode
penangkapan
yang
memungkinkan
untuk
meningkatkan efisiensi penangkapan. Selanjutnya salah satu pengetahuan tentang tingkah laku ikan adalah pengetahuan mengenai ketajaman penglihatan ikan (visual acuity). Penelitian mengenai ketajaman penglihatan pada ikan telah dilakukan sebelumnya oleh Blaxter and Jones (1967) tentang perkembangan rertina dan respon retinomotor pada herring, Akiyama et al. (1994) tentang tingkah laku ikan terhadap pancing tonda (trolling line) yang diamati dengan menggunakan kamera bawah air, Alatas (2004) tentang Respon Ikan Tonkol (Euthynnus affinis) pada Pancing Tonda Menggunakan Umpan Tiruan, Geonita (2004) tentang Ketajaman Penglihatan Kakap Merah dalam Kaitannya dengan Proses Penangkapan menggunakan Pancing Ulur, dan Agustini (2005) tentang Ketajaman Penglihatan Ikan Gulamah (Argyrosomus amoyensis) Kaitannya Dengan Respon Penglihatan Terhadap Objek Jaring Arad.
Penelitian tersebut telah banyak memberikan informasi yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Berdasarkan permasalahan tersebut maka ketajaman penglihatan pada ikan perlu dikaji secara mendalam. Proses penangkapan dan tingkah laku ikan yang dipengaruhi oleh ketajaman penglihatan untuk jenis ikan laut akan memberikan informasi penting untuk kegiatan penelitian dan pengembangan alat tangkap. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Memprediksi ketajaman penglihatan dan arah penglihatan ikan layur (Trichiurus spp) hasil tangkapan pancing rawai.
2.
Memprediksi jarak pandang maksimum ikan layur (Trichiurus spp) berbagai ukuran terhadap perbedaan ukuran umpan yang digunakan oleh nelayan Palabuhanratu
1.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk : 1.
Memberikan informasi tentang daya penglihatan ikan layur (Trichiurus spp).
2.
Memberikan informasi tentang ukuran umpan yang efektif untuk menangkap ikan layur (Trichiurus spp) yang layak tangkap
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Layur Klasifikasi ikan Layur menurut Saanin (1984) : Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas : pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Percomorphii Sub Ordo : Scombroidea Famili : Trichiuridae Genus : Trichiurus Spesies : Trichiurus spp
Gambar 1 Ikan Layur (Trichiurus spp) Sumber : (http://www.pelabuhanperikanan.or.id) Layur mempunyai badan sangat panjang, pipih seperti pita terutama ujung belakangnya, mulut lebar dan kedua rahangnya bergigi kuat dan tajam rahang bawah lebih panjang dari rahang atasnya. Sirip panjang mulai dari atas kepala sampai akhir badan berjari- jari lemah 105-134. Sirip dubur tumbuh kurang sempurna, berjari-jari lemah 72-80 berupa deretan duri-duri kecil. Garis rusuk terletak jauh di bawah badan,
tanpa sirip perut. Badan dapat mencapai 100-180 cm. (Direktorat Jendral Perikanan,1979). Ikan layur umumnya hidup diperairan pantai yang dalam dengan dasar lumpur. Jenis ikan ini biasanya muncul ke permukaan pada waktu senja atau sore hari. Ikan ini termasuk ikan buas yang memangsa ikan- ikan kecil lainnya. (Araga et al.,1975). Matsuda et al., Diacu oleh Imron (1999) menambahkan walaupun ikan layur ini termasuk jenis ikan demersal, namun jenis ikan ini biasanya muncul ke permukaan pada waktu senja. Menurut Fischer (1974) diacu dalam Anita (2003) Ikan layur terdapat sampai pada kedalaman kurang lebih 100 meter, namun banyak dijumpai di perairan yang lebih dangkal hingga memasuki daerah estuaria bahkan diperairan yang sangat dangkal sekalipun. Ikan ini termasuk kedalam kelompok ikan demersal dan digolongkan kedalam ikan pemangsa (carnivora) dengan mangsanya berupa ikanikan kecil, udang- udangan (crustacea) dan berbagai jenis cumi-cumi (Dwiponggo et al.,1991). Daerah penyebaran layur berada di perairan pantai seluruh Indonesia ke utara meliputi perairan Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina Selatan, Philipina, ke selatan meliputi pantai utara Australia (Ayodhyoa dan Diniah, 1989). Selain itu juga pada beberapa muara sungai di Sumatra umumnya dijumpai pula jenis layur yang berukuran lebih kecil seperti Trichiurus glossodon dan Trichiurus savala. Ikan layur merupakan ikan yang biasa dikonsumsi, biasa ditangkap dengan menggunakan pancing ataupun dengan menggunakan perangkap seperti bubu, sero dan jermal serta dapat pula ditangkap dengan menggunakan trawl (Araga et.l.,1975). Belum banyak diketahui masa-masa pemijahannya, hanya saja untuk jenis layur yang ada di selatan Jepang (Trichiurus lepturus), mulai diketahui bahwa ikan ini memijah dan telurnya menetas pada musim semi (saat suhu berangsur hangat). Jenis ikan ini sangat sukar dipertahankan hidup dalam penampungan (Nontji, 1987) diacu dalam Anita (2003). Menurut Dwiponggo et al., (1991), ikan layur termasuk kedalam ikan komersil nomor dua yang tersebar diseluruh perairan Indonesia. Pengelompokan sumberdaya
ikan demersal yang menggambarkan penyebaran dan komposisi menurut nilai ekonomis adalah sebagi berikut : 1. Kelompok komersial utama yang terdiri dari ikan bambangan (Lutjanus spp), Bawal putih (Pampus spp), kerapu (Serranidae), manyung (Arridae), kuwee (Carangoides spp), nimei (Hradontidae), jenaha (Lutjanus johni). 2. Kelompok komersial kedua yang terdiri dari ikan layur (Trichiurus spp), bawal hitam (Formioniger), kurisi (Nemipterus sp), beronang (Siganus spp), gerot- gerot (Pomadsys spp), kuro (Therapon spp), Pari (Dasyatis spp), ketang-ketang (drepanidae), dan cucut (Shark). 3. Kelompok komersial ketiga yaitu ikan beloso (Synodontidae), mata merah (Priacanthus spp), pepetek (Leiognathidae), kuniran (Mulidae), besot (Sillago spp), gabus laut (Rachycentron spp) dan sidat (Anguilla spp). 4. Kelompok ikan campuran yaitu jenis-jenis ikan lidah (Cynoglossidae), sebelah (Psettoidae), kapas-kapas (Gerreidae), srinding (Apogonide) dan berbagai jenis ikan lain dengan kontribusi hasil tangkapan yang relatif lebih rendah. 2.2 Pancing Rawai Penangkapan ikan layur di teluk Palabuhanratu dilakukan dengan menggunakan pancing ulur dan pancing rawai atau nelayan setempat menyebutnya rawai layur. Walaupun ada juga yang tertangkap dengan alat tangkap lain selain pancing, seperti sero, jermal dan bubu, namun kebanyakan ikan layur tertangkap dengan pancing rawai. Pancing rawai dasar adalah tipe rawai yang dipakai untuk menangkap ikan yang hidup didasar perairan. Bentuk pancing ini agak berbeda dengan rawai tuna yang fungsinya untuk menangkap ikan- ikan dasar, disamp ing itu bahan-bahan yang digunakan agak berbeda, demikian pula cara pengoperasiannya (Subani dan Barus, 1998). Menurut Sadhori (1984), pancing rawai (rawai layur) termasuk kedalam kelompok rawai pertengahan (midwater longline) dan rawai dasar(horizontal longline).
Nelayan Palabuhanratu umumnya menangkap ikan layur menggunakan pancing rawai dasar konvensional yang biasa disebut “pancing rawe” yaitu suatu tipe rawai dasar konvensional dalam ukuran kecil. (Subani dan Barus, 1998). Seperti halnya rawai-rawai lain, pancing rawai ini juga terdiri dari komponen utama yaitu : tali utama (main line), tali cabang (branch line), mata pancing (hook), tali penarik (hauling line), pelampung (float) dan pemberat (sinker). Anita (2003) menyatakan untuk rawai layur umumnya diikatkan dua buah pemberat dan pelampung. Pemberat terbuat dari bahan kayu yang masing- masing diikatkan dengan batu. Fungsi pemberat selain memberikan gaya berat pada tali rawai agar tenggelam, juga berfungsi sebagai jangkar agar perahu tidak hanyut terbawa arus pada saat pengoperasian alat tangkap. Sedangkan pelampung selain berfungsi sebagai penahan pancing rawai agar tidak tenggelam, juga berfungsi untuk mengetahui posisi pancing rawai setelah sekian lama di rendam, selain itu juga pelampung berfungsi untuk menghasilkan rentangan yang sempurna. Tali pelampung adalah tali yang menghubungkan antara pelampung yang terdapat di permukaan perairan dengan pemberat yang tenggelam di dasar perairan dan diikatkan dikedua ujung kaki utama pancing rawai, ikatan ini tidak permanen, dan terbuat dari tali tambang yang berdiameter 6 mm dengan panjang total berkisar antara 200-500 meter. 2.3 Indera Penglihatan Ikan 2.3.1 Morfologi Mata Ikan Indra penglihatan pada sebagian besar jenis ikan ekonomis penting merupakan indera utama yang memungkinkan mereka untuk menyesuaikan pola tingkah lakunya terhadap keadaan lingkungan. Indera penglihatan ikan akan mempunyai sifat khas oleh adanya berbagai faktor seperti jarak penglihatan yang terbatas, kisaran dari cakupan penglihatan, warna yang jelas, kekontrasan dan kemampuan membedakan objek yang bergerak (Gunarso, 1985). Selanjutnya Nomura (1981), menambahkan di dalam perairan penglihatan ikan tidak baik karena kurang fokus. Hal ini karena lensa matanya yang bulat dan juga karena densitas air serta lumpur. Penglihatan ikan
bergantung pada tranparansi, dengan kata lain penglihatan ikan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pada dasarnya fungsi penglihatan pada ikan hampir sama dengan fungsi penglihatan pada manusia, perbedaannya adalah letak mata ikan berada di kedua sisi kepala dan tidak di bagian depan kepalanya. Ikan memiliki keuntungan yang tidak dimiliki oleh binatang penghuni daratan, yaitu dapat melihat ke beberapa jurusan sekaligus. Benda yang terlihat oleh setiap mata dicatat di dalam otak pada sisi yang berlawanan, artinya benda-benda yang di sebelah kanan dicatat oleh otak sebelah kiri dan benda di sebelah kiri dicatat oleh otak sebelah kanan (Syandri, 1988). Matsuoka (1999) berpendapat bahwa mata ikan tidak memiliki kelopak mata tetapi untuk beberapa ikan memiliki adipose mata yang berfungsi untuk melindungi mata. Lensa mata terletak secara dorsal terhadap ligament suspensory dan secara ventral terhadap refraktor lentis (Gambar 2).
Gambar 2 Struktur Mata Ikan (Ali dan Anctil, 1976) Retina mata ikan pada umumnya terdiri dari 3 tipe pada lapisan indera penglihatannya (visual cell layer), yaitu sel kon tunggal (single cone), sel kon ganda
(twin cone) dan sel rod. Sel kon merupakan reseptor penglihatan untuk colour vision dan ketajaman penglihatan (visual acuity), sedangkan sel rod hanya sensitif terhadap terang (Matsuoka, 1999). Selanjutnya Gunarso (1985) mengatakan bahwa ada perbedaan morfologi antara sel kon dan sel rod, sel rod mempunyai segmen luar yang panjang sedangkan sel kon lebih pendek. Ikan yang memiliki pengikat sel kon yang sangat mencolok pada bagian dorsal retina mata, berarti ikan tersebut mempunyai keistimewaan untuk melihat ke arah bawah. Jenis-jenis ikan dasar atau jenis ikan yang hampir sepanjang hidupnya tinggal di daerah yang hampir tidak dicapai lagi oleh cahaya matahari umumnya hanya memiliki sel rod saja. 2.3.2 Ketajaman Penglihatan Ikan Ketajaman penglihatan ikan adalah kemampuan ikan untuk melihat suatu objek pada garis lurus yang digambarkan dalam bentuk hubungan timbal balik yang diistilahkan dengan sudut pembeda terkecil (Minimum Separable Angle). Dijelaskan pula bahwa sudut tampak minimum (minimum visible angle) dapat diukur dengan cara memperhitungkan jarak dari sasaran penglihatan menggunakan metode tingkah laku ikan. (He, 1989 diacu oleh Geonita, 2004). Sedangkan Menurut Muntz diacu dalam Purbayanto (1999), ketajaman penglihatan pada hewan merupakan pengukuran secara terperinci/detail dari kekuatan daerah pandangan. Hal tersebut diperlihatkan sebagai sudut pembeda terkecil (minimum separable angle) untuk membedakan dua sasaran penglihatan yang terdekat, yang dapat diukur melalui pengujian histologi. Ketajaman penglihatan tergantung pada dua faktor, yaitu pemisahan kekuatan dari lensa mata dan retina dimana kekuatan lensa menjadi semakin besar jika mempunyai fokus yang panjang. Kemampuan melihat objek di bagian retina mata tergantung pada kepadatan jumlah sel penglihatan (Blaxter dan Jones, 1980 diacu dalam Geonita, 2004). Kepadatan sel kon akan tetap selama ikan hidup, dimana perubahan kekuatannya akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan lensanya. Daya penglihatan akan semakin tajam apabila hubungan antara panjang fokus lensa lebih tinggi daripada kepadatan sel konnya (Tamura, 1957 diacu dalam Fitri, 2002).
He (1989) diacu oleh Geonita (2004), berpendapat bahwa makin bertambahnya panjang tubuh ikan, maka akan semakin tinggi ketajaman penglihatannya dengan nilai sudut pembeda terkecil yang semakin kecil. Selanjutnya menurut Purbayanto (1999) diameter lensa mata ikan akan meningkat dengan bertambah panjangnya ukuran tubuh ikan, sementara itu kepadatan sel kon akan cenderung menurun dengan bertambah panjangnya tubuh ikan. Zhang dan Arimoto (1993) mengatakan ikan yang berukuran besar memiliki ketajaman penglihatan yang lebih tinggi dibandingkan ikan yang berukuran kecil, hal ini menunjukkan kemampuan yang sangat baik dari ikan tersebut dalam melihat dan membedakan objek yang berukuran kecil dan pada jarak yang lebih jauh. 2.3.3 Sumbu Penglihatan Ikan Tamura
(1957)
menyatakan
bahwa
Sumbu
penglihatan
(visual axis)
diidentifikasi untuk mengetahui kebiasaan ikan dalam melihat makanan atau objek lain. Sumbu penglihatan diperoleh setelah nilai kepadatan sel kon tiap bagian retina mata diketahui, dengan cara menarik garis lurus dari bagian retina yang memiliki nilai kepadatan sel kon tertinggi menuju pusat lensa mata. Tamura (1957) diacu dalam Fitri (2002) berpendapat bahwa sumbu penglihatan ditentukan dengan cara mengetahui kepadatan sel kon yang biasanya terletak pada daerah dorso-temporal, temporal dan ventro-temporal di retina mata ikan. Bidang penglihatan yang dihasilkan dengan menarik garis lurus dari bagian retina menuju ke titik lensa mata, biasanya menghadap arah depan menurun (lower-fore), arah depan (fore), dan arah depan- naik (upper-fore). Daerah retina yang memiliki kepadatan sel kon tertinggi pada bagian dorsotemporal dengan perubahan arah pada diopter ke arah depan menurun (lower-fore), maka sumbu penglihatan juga akan ke arah depan menurun pada sudut 20°. Jika kepadatan tertinggi sel kon di bagian ventro-temporal, maka perubahan arah pada diopter ke arah depan-naik (upper-fore) dan sumbu penglihatan juga akan ke arah depan- naik (upper-fore) pada sudut 30° (Tamura, 1957 diacu dalam Fitri, 2002).
2.3.4 Jarak Pandang Maksimum Jarak pandang maksimum adalah kemampuan ikan untuk melihat suatu objek benda secara jelas pada jarak tertentu. Kemampuan ini dalam penerapannya digunakan untuk mengetahui kemungkinan pelolosan ikan dari suatu alat tangkap yang sedang dioperasikan (Zhang dan Arimoto, 1993). Untuk mengetahui kemampuan jarak pandang maksimum ikan, terlebih dahulu perlu diketahui nilai sudut pembeda terkecil (minimum separable angle) dalam satuan menit. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan adalah keadaan perairan jernih (clear water) dan tingkat pencahayaan dalam keadaan terang (ideal light condition). Menurut Zhang dan Arimoto (1993), kemampuan jarak pandang maksimum ikan akan bertambah seiring dengan bertambahnya ukuran panjang tubuh ikan. Selanjutnya jarak pandang maksimum dapat diketahui melalui hubungan antara kepadatan sel penglihatan (visual cell density) dan sudut penglihatan (visual angle), dimana ikan dapat membedakan dua buah benda yang berbeda.
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, tahap pertama pengambilan sampel mata ikan layur (Trichiurus spp) hasil tangkapan pancing rawai di perairan teluk Palabuhanratu Jawa Barat pada bulan Juli 2005. Tahap kedua melakukan analisis histologi sampel mata ikan pada bulan Agustus 2005 yang bertempat di Laboratorium Tingkah Laku Ikan (TLI), Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Baha n dan Alat Bahan dan alat ang digunakan selama penelitian secara singkat disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian No Alat dan Bahan
Kegunaan
1
Alat bedah
Membelah mata ikan sampel
2
Jangka sorong
Mengukur diameter lensa mata ikan sampel
3
Meteran
Mengukur panjang tubuh ikan sampel
4
Pancing Rawai
Menangkap ikan
5
Larutan Bouin’s
Fiksasi
6
Botol sampel
Penyimpanan sampel sebelum dianalisis
7
Kamera
Dokumentasi
8
Aqudes
Pelarut
9
Alkohol (75%,80%,85%,95%,100%)
10
Larutan Xylol
11
Mesin histoembeder
12
Cetakan terbuat dari kertas karton
Pengeringan (Dehidration) Penjernihan (Clearing) Perendaman spesimen dengan parafin pada proses infiltrasi sampai embeding Membuat blok
parafin saat proses
Tabel 1. Lanjutan … berukuran 2 cm3
embeding
13
Parafin
Infiltrasi (Infiltration)
14
Haematoxyline dan Eosin
Pewarna
15
Object glass.
Tempat melekatkan spesimen retina mata yang telah disayat
16
Micro cover glass
Penutup preparat
17
Parafin
Memblok spesimen
18
Mikrotom
Menyayat retina mata ikan
19
Pink tisu dan kasat embeding
Membungkus preparat dalam larutan
20
Perekat antellan
Merekatkan cover glass pada object glass.
21
Staining box
22
mikroskop
Tempat melakukan proses pewarnaan Melihat susunan sel kon pada retina mata.
23
Alat tulis
Mencatat data-data yang diperlukan.
3.3 Metode Pengumpulan Data Data yang diambil terdiri atas data ukuran panjang tubuh serta diameter mata ikan sampel. Data mengenai jumlah sel kon yang terdapat pada setiap bagian retina mata ikan dari masing- masing sampel mata ikan diperoleh melalui prosedur histologi. data tersebut selanjutnya digunakan untuk mengetahui ketajaman penglihatan, sumbu penglihatan dan jarak pandang maksimum. 3.4 Metode Penelitian 3.4.1 Pengambilan sampel Sebanyak 5 ekor ikan layur di jadikan objek dalam penelitian ini. Ikan yang dijadikan sampel merupakan ikan segar yang masih dalam keadaan hidup dan baru saja tertangkap, kemudian diukur panjang total, panjang baku dan beratnya. Proses penangkapan ikan tersebut dilakukan pada pagi hari. Sampel ikan tersebut kemudian dipotong bagian kepalanya untuk diambil matanya dan di simpan dalam wadah yang
telah diisi larutan Fiksatif yaitu larutan Bouin’s yang terdiri dari campuran Formalin, asam Fikrat dan asam asetat dengan perbandingan 75 ml : 25 ml : 5 ml, selama 1-2 hari. Analisis retina mata ikan dilakukan di laboratorium dengan menggunakan prosedur histilogi melalui pemotongan retina mata ikan secara tangensial dengan ketebalan 4 µm sehingga dapat diamati dibawah mikroskop. 3.4.2 Prosedur Histologi Spesimen mata ikan di belah, dibersihkan dan kemudian diukur diameter lensa serta diambil retinanya. Setelah diketahui posisi optic left dari mata ikan, maka dapat ditentukan bagian dorsal, ventral, nasal, dan temporal dari mata ikan tersebut. Spesimen retina selanjutnya dipotong ke dalam 19 bagian (Gambar 3) untuk dua sampel mata ikan (ukuran panjang dan lingkar tubuh berbeda). Sampel selanjutnya ditetapkan berdasarkan titik sampel dengan jumlah sel kon terpadat saja sehingga diperole h preparat jaringan retina yang siap diamati dibawah mikroskop. Prosedur histologi sebagaimana dijelaskan oleh Purbayanto (1999), dapat dilihat pada Gambar 4,5 dan 6 . Dorsal 13
14
Dorso-temporal
15 Nasal
12 4
16 5 17
3 1
11
6
2 10
7
18
9 19
8
Temporal
Ventro-temporal
Optic left Ventral Gambar 3 Sembilan belas bagian retina mata ikan sampel sebelah kiri yang diamati sebaran sel konnya
Sampel Mata
Larutan Bouin’s
Pengeringan
Memblok spesimen
Penanaman Spesimen pada lilin
Penyayatan retina
Pewarnaan
Pemasangan kaca penutup preparat
Pengamatan melalui mikroskop
Gambar 4 Diagram Alir Analisis Histologi Spesimen Retina Mata Ikan
Sampel mata
Larutan Bouin’s
Pengeringan
Penanaman spesimen
Alkohol 70%
Satu hari
Alkohol 80%
30 menit
Alkohol 85%
30 menit
Alkohol 90%
30 menit
Alkohol 95%
30 menit
Alkohol murni I 100%
30 menit
Alkohol murni II 100%
30 menit
Xylene I
30 menit
Xylene II
30 menit
Paraffin I 60%
45 menit
Paraffin II 60%
45 menit
Paraffin III 60%
45 menit
Paraffin IV 60%
45 menit
Memblok spesimen
Gambar 5 Prosedur pengeringan dan pe nanaman spesimen retina ikan layur (Trichiurus spp) pada paraffin
Penanaman spesimen Retina mata ikan
Penyayatan
Pewarnaan
Xylene I
10 menit
Xylene II
10 menit
Xylene III
10 menit
Alkohol murni I 100%
10 menit
Alkohol murni II 100%
10 menit
Alkohol 95%
10 menit
Alkohol 95%
10 menit
Alkohol 95%
2-3 menit
Cuci dengan air
15 menit
Hemetoxylen
10 menit
Air mengalir
10 menit
Eosin
Penutupan preparat dengan gelas penutup
Pengamatan
15-20 menit
Cuci dengan air
1-2 menit
Alkohol 70%
2-3 menit
Alkohol 80%
2-3 menit
Alkohol 90%
2-3 menit
Alkohol I 100%
2-3 menit
Alkohol II 100%
2-3 menit
Xylene I
10 menit
Xylene II
10 menit
Xylene III
10 menit
Gambar 6 Prosedur Pewarnaan Hematoxylene dan Eosin spesimen retina mata ikan layur
3.5 Metode Analisis Data 3.5.1 Analisis ketajaman penglihatan Untuk menghitung ketajaman penglihatan (visual aquity) terlebih dahulu dihitung nilai sudut pembeda terkecil (minimum separable angle, MSA) dengan rumus sebagai berikut (Tamura, 1957 diacu oleh Purbayanto, 1999) :
α rad =
1 2 × 0.1 × (1 + 0,25) × FF n
dimana :
árad F 0,25 n
: sudut pembeda terkecil (menit); : jarak fokus (berdasarkan formula Matthiensson’s F = 2,55x r); : nilai penyusutan spesimen mata akibat proses histologi; dan : kepadatan sel kon tertinggi per luasan 0.1 mm2 yang merupakan hasil pengamatan di bawah mikroskop.
Ketajaman penglihatan (visual aquity) merupakan kebalikan dari nilai sudut pembeda terkecil yang dikonversi dengan rumus sebagai berikut (Shiobara et al.1999) VA = (á rad x
180 x 60)-1 π
3.5.2 Analisis sumbu penglihatan Sumbu penglihatan (visual axis) diidentifikasi untuk mengetahui kebiasaan ikan dalam melihat makanan atau objek yamg lain (Blaxter, 1980 diacu oleh Geonita, 2004). Sumbu penglihatan diperoleh setelah nilai kepadatan sel kon tiap bagian dari retina mata diketahui yaitu dengan cara menarik garis lurus dari bagian retina yang memiliki nilai kepadatan sel kon tertinggi menuju titik pusat lensa mata (Tamura, 1957 diacu oleh Fitri, 2002).
3.5.3 Analisis jarak pandang maksimum Jarak pandang maksimum adalah kemampuan ikan untuk melihat objek pada jarak terjauh berdasarkan nilai ketajaman penglihatan yang dimilikinya (Zhang dan Arimoto, 1993). Perhitungan jarak pandang maksimum ikan dapat dilakukan dengan asumsi sebagai berikut : (1) Kondisi perairan cerah (clear water condition); (2) Kemampuan penglihatan ( α ) yang digunakan adalah dalam satuan menit; (3) Objek penglihatan dalam bentuk noktah dan dinyatakan dalam ukuran diameter objek (point aquity).
Mata ikan
α
d
D
F
Gambar 7 Skema perhitungan jarak pandang maksimum dimana : D : jarak pandang maksimum (meter) ; d : diameter objek (mm) ; α : sudut pembeda terkecil (menit) ; dan F : jarak titik fokus Adapun jarak pandang maksimum (maximum sighting distance, ) dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
tan (0,5) α
=
( 0 ,5 ) d D
D =
( 0 , 5 ) dd tan( 0 , 5 ) α
dimana : D : jarak pandang maksimum (meter) α : sudut pembeda terkecil (menit) d : diameter objek pandang (mm)
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Palabuhanratu 4.1.1 Kondisi Geografi, Letak dan Luas Wilayah Secara Geografis Kecamatan Palabuhanratu terletak diantara koordinat 1060 49’-1070 00’ BT dan 060 67’- 070 25’ LS. Kecamatan Palabuhanratu berjarak sekitar 1 km dari kabupaten Sukabumi. Luas wilayah Kecamatan Palabuhanratu sekitar 27.210,07 Ha atau sekitar 6,59 % dari total luas kabupaten Sukabumi yang mencapai 412.799,54 Ha.(Hermawati,2005) Kecamatan
Palabuhanratu
memiliki
satu
kelurahan,
yaitu
Kelurahan
Palabuhanratu, dan tiga belas desa, yaitu Desa Citepus, Buniwangi, Citarik, Cikadu, Tonjong, Loji, Cibodas, Mekarasih, Cidadap, Kertajaya, Cihaur, Cibuntu, Pasir suren. Kecamatan Palabuhanratu dibatasi oleh : Sebelah utara
: Kecamatan Cikidang
Sebelah selatan
: Kecamatan Ciemas
Sebelah timur
: Kecamatan Warung kiara
Sebelah barat
: Samudera Indonesia
4.1.2 Keadaan Iklim dan Musim Musim penangkapan ikan berdasarkan jumlah hasil tangkapan di daerah Palabuhanratu dibagi menjadi tiga musim, yaitu musim banyak ikan (JuniSeptember), musim sedang (Maret-Mei dan Oktober-November) dan musim kurang ikan (Desember-Februari).(Tampubolon (1990) diacu dalam Hermawati (2005)) . Hampir
sebagian
besar
nelayan
di
Palabuhanratu
melakukan
operasi
penangkapan ikan di setiap musim pada sepanjang tahun. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan setempat, terdapat empat periode musim penagkapan ikan, yaitu musim barat (Desember-Februari), musim timur (Juni-Agustus) dan dua periode musim peralihan (pancaroba) yang dikenal dengan musim liwung, yang terdiri dari musim utara atau musim peralihan awal tahun (Maret- Mei) merupakan musim peralihan dari musim berat ke musim timur serta musim selatan atau musim
peralihan akhir tahun (September – November) yang merupakan musim peralihan dari musim timur ke musim barat. Periode musim barat merupakan musim hujan, dimana kondisi perairan relatif buruk. Hal ini ditandai dengan besarnya ombak yang ada di perairan Palabuhanratu, sehinga menyebabkan sebagian besar nelayan tidak melaut. Kondisi ini dimanfaatkan oleh sebagian nelayan untuk kegiatan lain, seperti memperbaiki kapal/perahu, memperbaiki alat tangkap atau usaha dibidang lain. Periode musim timur merupakan musim kemarau dimana kondisi perairan relatif lebih tenang. Pada kondisi ini nelayan banyak turun ke laut dan melakukan operasi penangkapan ikan, sehingga selama periode ini hasil tangkapan ikan cukup tinggi akibat dari jumlah upaya penangkapan ikan yang tinggi. Pada musim peralihan (awal tahun atau akhir tahun) kondisi perairan umumnya tidak menentu sehingga menyebabkan jumlah hasil tangkapan tidak menentu akibat berfluktuasinya jumlah upaya penangkapan. 4.2 Keadaan Umum Perikanan Laut Palabuhanratu 4.2.1 Total produksi dan nilai produksi ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu Produksi ikan adalah banyaknya jumlah hasil tangkapan ikan yang didaratkan di suatu tempat pendaratan ikan sedangkan nilai produksi ikan adalah nilai yang diberikan terhadap jumlah hasil tangkapan (satuan rupiah). Produksi ikan dan nilai produksi ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2 Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan laut di PPN Palabuhanratu (1994-2003) No
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Jumlah Rata-rata
Pendaratan ikan Fluktuasi (%) Produksi (Kg) Nilai Produksi (Rp) Produksi (%) Nilai (%) 3.424.725 3.617.532.454 0 0 3.521.745 3.724.407.663 2,83 2,95 3.386.376 3.511.595.509 -3,84 -5,71 4.134.871 3.784.958.974 22,10 7,78 2.381.967 3.892.123.735 -42,39 2,83 2.765.495 5.971.420.461 16,10 53,42 2.505.091 3.857.799.500 -9,42 -35,40 1.766.963 4.793.267.839 -29,4 24,25 2.890.118 9.885.365.315 63,56 106,23 4.105.260 15.273.292.568 42,,4 54,50 30.882.611 58.311.763.568 3.088.261 5.831.176.357
Sumber : Statistik Perikanan PPN Palabuhanratu (1994-2003)
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa produksi ikan tertinggi terjadi pada tahun 1999 yaitu sebesar 4.134.871 Kg. Hal ini dikarenakan pada tahun tersebut musim ikan cukup bagus, banyak nelayan yang mendaratkan ikannya, dan banyak kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya di Palabuhanratu. 4.2.2 Produksi dan Nilai Produksi Ikan Layur yang didaratkan di Palabuhanratu Tabel 3 Produksi dan Nilai Produksi Ikan Layur di PPN Palabuhanratu tahun 1994-2003 No
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Pendaratan ikan Fluktuasi (%) Produksi (Kg) Nilai Produksi (Rp) Produksi (%) Nilai (%) 19.324 11.433.50 0 0 74.490 67.661.220 285,48 491,78 212.815 186.324.355 185,70 175,38 216.324 210.837.450 1,65 13,16 283.187 674.259.003 30,91 219,80 304.077 1.225.608.483 7,38 81,77 51.332 225.324.300 -4,50 -7,56 103.645 606.700.800 101,91 169,26 194.347 1.165.923.950 100,90 94,60 177.676 1.065.911.168 95,78 90,45
Sumber : Statistik Perikanan PPN Palabuhanratu (1994-2003)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa produksi ikan layur terbesar yang didaratkan di PPN Palabuhanratu selama 10 tahun (1994-2003) adalah pada tahun 1999 dengan produksi sebesar 304.077 Kg, denga n nilai produksi sebesar Rp1.225.608.483.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Ketajaman Penglihatan Ikan Layur Hasil analisis histologi retina mata ikan Layur memperlihatkan susunan sel reseptor yang terdiri dari sel kon tunggal (single cone cell) dan sel kon ganda (twine cone cell) dengan posisi sel kon tunggal dikelilingi 4 buah sel kon ganda membentuk susunan mozaik. (Gambar 8 )
single cone cell single cone cell twine cone cell twine cone cell
0
0,05
0,1 mm
Gambar 8 Bentuk mozaik sel kon tunggal dan sel kon ganda pada ikan Layur Pada umumnya retina mata ikan terdiri dari 3 tipe pada lapisan indra penglihatannya (visual cell layer), yaitu sel kon tunggal (single cone cell), sel kon ganda (twine cone cell) dan sel rod. Sel kon tunggal dan sel kon ganda pada ikan layur sebagaimana pada ikan- ikan pada umumnya, merupakan
sel reseptor
penglihatan. dimana sel kon ganda tersusun dari kombinasi sel kon tunggal. Sehingga sel kon ganda mempunyai kemampuan lebih sensitif terhadap cahaya dibandingkan dengan sel kon tunggal, sedangkan sel rod umumnya hanya dimiliki oleh ikan dasar yang selama hidupnya tidak pernah terkena sinar matahari. Dilihat dari susunan sel sebagaimana tercantum pada Gambar 8
ikan layur
dapat dikelompokan kedalam jenis ikan yang aktif memburu mangsa dengan menggunakan indra penglihatannya, sebagaimana disebutkan oleh Dwiponggo et al.,
(1991) bahwa ikan layur merupakan ikan pemangsa ikan- ikan kecil. Kemampuan ikan untuk melihat objek pada jarak tertentu dapat diketahui melalui nilai ketajaman penglihatan (visual acuity), dimana ketajaman penglihatan tersebut dipengaruhi oleh diameter lensa dan kepadatan sel kon pada retina. Apabila dihubungkan dengan panjang ikan, diameter lensa akan berbanding lurus dengan panjang ikan, dalam artian semakin panjang tubuh ikan maka ukuran diameter lensanya akan semakin besar pula, sebagaimana terlihat pada Gambar 9. Sedangkan kepadatan sel kon akan berbanding terbalik dengan panjang tubuh ikan, dalam artian semakin panjang tubuh ikan maka kepadatan sel kon ikan akan berkurang seperti terlihat pada Gambar 10.
Diameter lensa (mm)
10 9 8
y = 0.0152x - 3.71 r = 0.9984
7 6 5 600
650
700
750
800
850
900
Panjang Total (mm)
Gambar 9 Hubungan antara panjang tubuh ikan dengan diameter lensa ikan layur Dari gambar diatas dapat kita simpulkan bahwa terdapat hubungan linier antara panjang tubuh ikan dengan diameter lensa mata ikan layur, sesuai denga n apa yang dinyatakan oleh Purbayanto (1999) bahwa diameter lensa mata ikan akan meningkat seiring dengan bertambah panjangnya ukuran tubuh ikan. Ikan layur yang berukuran 650 mm memiliki diameter lensa 6,15 mm, sedangkan ikan yang berukuran panjang total 850 mm memiliki diameter lensa 9,15 mm. Dari persamaan diatas didapatkan nilai regresi linear sebasar 0,9968 yang menunjukan hubungan panjang tubuh dengan diameter lensa mata ikan sangat erat, dimana setiap kenaikan satu satuan dari panjang total dapat menjelaskan perubahan diameter lensa mata sebesar 99%, dan dapat
dikatakan pula dengan semakin besar diameter lensa maka ketajaman penglihatannya akan semakin baik.
Kepadatan sel kon (per 0.1mm2)
250 200 150 100
y = -0.488x + 535 r = 0.9860
50 0 500
600
700
800
900
Panjang total (mm)
Gambar 10 Hubungan antara panjang total dan kepadatan sel kon (per 0.1 mm2 ) ikan layur Gambar diatas memperlihatkan bahwa adanya hubungan linier antara panjang total dengan kepadatan sel kon, semakin panjang ukuran tubuh ikan maka kepadatan sel kon akan berkurang, hal ini dikarenakan sel kon tersebut membesar seiring dengan pertumbuhan badan ikan sehingga semakin tumbuh ikan maka kepadatan selnya akan semakin menurun. Kepadatan sel kon tertinggi terletak pada daerah ventro temporal, yaitu sebesar 126 sel/0,1mm2 untuk ikan dengan panjang total 850 mm dan 226 sel/0,1 mm2 untuk ikan berukuran panjang total 650 mm, dengan nilai regresi linier sebesar 0,9860 yang menunjukan hubungan panjang total dengan kepadatan sel kon sangat erat, dimana setiap kenaikan satu satuan dari panjang total dapat menjelaskan perubahan diameter lensa mata sebesar 98%, dan dapat dikatakan pula dengan semakin berkurangnya kepadatan sel kon ikan maka ketajaman penglihatannya akan semakin baik. Setelah mengetahui diameter lensa dan kepadatan sel kon, selanjutnya dapat ditentukan nilai sudut pembeda terkecil (á) dan ketajaman penglihatan ikan.hubungan linier antara panjang total dengan sudut pembeda terkecil (á) ikan Layur dapat dilihat pada Gambar 11, serta hubungan linier antara panjang total dengan ketajaman penglihatan ikan layur dapat dilihat pada Gambar 12 .
sudut pembeda terkecil (menit)
7.40 6.90 y = -0.0039x + 9.8512 r = 0.9292
6.40 5.90 5.40 500
600
700
800
900
Panjang total (mm)
Gambar 11 Hubungan antara panjang total dan sudut pembeda terkecil (menit) ikan layur Gambar diatas menunjukan hubungan linier antara panjang total dengan sudut pembeda terkecil ikan layur. Dimana semakin panjang ukuran tubuh ikan maka sudut pembeda terkecilnya akan semakin turun. Ikan dengan ukuran panjang total 650 mm memiliki nilai sudut pembeda terkecil sebesar 7,29 menit dan ikan dengan ukuran panjang total 850 mm memiliki sudut pembeda terkecil sebesar 6,59 menit. Nilai regresi r sebesar 0.9292 yang berarti antar panjang total tubuh ikan layur dengan sudut pembeda terkecil memiliki hubungan yang sangat erat, dan dapat diktakan pula bahwa setiap kenaikan satu satuan dari panjang total dapat menjelaskan nilai sudut pembeda terkecil sebesar 92%. Semakin kecil nilai sudut pembeda terkecil maka penglihatan ikan terhadap suatu objek akan semakin tajam.
Ketajaman penlihatan
0.16 0.15
y = 8E-05x + 0.0838 r = 0.9319
0.14 0.13 0.12 550
600
650
700
750
800
850
900
Panjang total (mm)
Gambar 12 Hubungan antara panjang total dan ketajaman penglihatan ikan layur
Hubungan linier antara panjang total ikan dan ketajaman penglihatan ikan layur dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar tersebut menunjukan bahwa semakin panjang ukuran tubuh ikan maka ketajaman penglihatannya pun akan semakin meningkat. Ikan yang berukuran panjang 650 mm memilki nilai ketajaman penglihatan sebesar 0,14, sedangkan ikan yang berukuran 850 mm memiliki nilai ketajaman penglihatan sebesar 0,15. nilai regresi linier didapatkan sebesar 0,9319 yang berarti adanya hubungan yang sangat erat antara panjang total ikan dengan ketajaman penglihatan ikan layur. Dari persamaan diatas juga dapat dikatakan bahwa setiap kenaikan satu satuan dari ukuran panjang total dapat menjelaskan nilai ketajaman penglihatan sebesar 93%. Nilai ketajaman penglihatan ikan layur yang semakin tinggi ini berhubungan erat dengan nilai sudut pembeda terkecil yang semakin menurun, seiring dengan bertambah panjangnya ukuran tubuh ikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran ikan maka ketajaman penglihatannya akan semakin meningkat. Namun karena terbatasnya jumlah sampel ikan yang diamati batas maksimum nilai ketajaman penglihatan ikan layur belum dapat ditentukan. Nilai ketajaman penglihatan ikan layur ini cukup baik, walaupun ikan layur ini umumnya hidup di perairan pantai yang dalam dengan dasar lumpur, namun ikan ini biasanya muncul ke permukaan pada waktu senja atau sore hari,
sebagaimana
disebutkan oleh Araga et al., (1975). Agustini (2005) dalam penelitiannya menyebutkan nilai ketajaman penglihatan ikan gulamah yang merupakan ikan demersal berkisar antara 0,8 – 0,10 untuk ukuran 100-300 mm selain itu Geonita (2004) juga menyebutkan nilai ketajaman penglihatan ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) yang juga termasuk ikan demersal, berkisar antara 0,08 – 0,13 untuk kisaran panjang ikan antara 100 – 185 mm. Hal ini menunjukan bahwa kondisi perairan yang gelap dan kurang mendapatkan cahaya akan berpengaruh terhadap daya penglihatan ikan- ikan yang berada jauh dari permukaan air. Berbeda dengan ikan-ikan yang pelagis sebagaimana dinyatakan oleh Alatas (2004) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa ketajaman penglihatan ikan Tongkol (Euthynnus affinis) berkisar antara 0,14 – 0,19 untuk ukuran ikan 285 – 375 mm. Besarnya
ukuran ikan dan kondisi perairan yang cukup terang menyebabkan ikan tersebut mempunyai ketajaman penglihatan yang cukup baik. 5.2 Sumbu penglihatan (Visual Axis) Berdasarkan hasil analisis histologi ternyata ikan layur memiliki kepadatan sel kon terbesar di bagian ventro-temporal (Gambar 14 ). Dengan menarik garis lurus melalui pusat lensa mata maka terlihat bahwa sumbu penglihatan ikan layur adalah kearah depan- naik (upper-fore) (Gambar 15 ). Kepadatan terbesar sel kon dibagian ventro-temporal akan menyebabkan perubahan arah pada diopter kearah depan-naik (upper-fore) pada sudut 45o . Sumbu penglihatan atau arah pandang yang dimiliki oleh ikan layur menunjukan pola makan dan pola hidup dari ikan tersebut. Makanan ikan layur ini berupa ikanikan kecil, udang- udangan (crustacea) dan berbagai jenis cumi-cumi (Dwiponggo et al.,1991). Hal ini menunjukan bahwa ikan layur merupakan ikan yang aktif memburu mangsanya. Sebagaimana dinyatakan oleh Tamura (1957) bahwa jenis ikan yang memperoleh makanannya dengan terlebih dulu memburu mangsanya maka pada umumnya mereka mempunyai pengkonsentrasian sel kon pada bagian temporal atau ventro-temporal retinanya. 5.3 Jarak Pandang Maksimum Jarak pandang maksimum ikan layur dapat diketahui setelah nilai sudut pembeda terkecil diketahui. Objek yang dilihat adalah umpan yang terbuat dari potongan daging ikan layur dengan ukuran yang bervariasi antara 40-70 mm. Tabel 4 dan Gambar 13 memperlihatkan kemampuan jarak pandang maksimum ikan layur yang mempunyai ukuran panjang total 650-850 mm dalam melihat objek. Tabel 4 Jarak pandang maksimum ikan layur terhadap umpan pancing rawai Panjang total 650 700 750 800 850
40 mm 6.006 6.098 6.536 6.601 6.623
Jarak pandang maksimum (m) 50 mm 60 mm 7.508 9.009 7.622 9.146 8.170 9.804 8.251 9.901 8.278 9.933
70 mm 10.511 10.671 11.438 11.551 11.589
Jarak pandang maksimum ikan layur terhadap umpan yang ada pada pancing rawai akan semakin meningkat dengan semakin besarnya ukuran umpan yang dilihat, serta semakin meningkat pula dengan besarnya ukuran panjang total tubuh ikan. Artinya, dengan ukuran panjang total tubuh yang semakin besar maka kemampuan ikan layur untuk mendeteksi adanya benda dihadapannya akan semakin jauh, Jarak Pandang Maksimum (m)
sehingga dari jarak jauh ikan tersebut sudah dapat mendeteksi/melihat umpan. 13 Ukuran umpan
11
40 mm 50 mm 60 mm
9
70 mm
7 5 3 550 600 650 700 750 800 850 900 Panjang total (mm)
Gambar 13 Hubungan antara panjang total dengan jarak pandang maksimum ikan layur Grafik dan tabel diatas dapat memberikan informasi bahwa jarak pandang maksimum dari ikan layur dengan perbedaan ukuran panang total tidak berbeda jauh. Ikan layur dengan ukuran panjang total antara 650-850 mm memiliki kisaran jarak pandang maksimum antara 6.006 - 11.589 meter. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa proses penangkapan ikan layur dengan menggunakan rawai layur dilakukan pada pagi hari, meskipun banyak juga nelayan yang menangkap layur pada malam hari namun dengan alat tangkap yang berbeda yaitu pancing ulur. Untuk itu hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi kegiatan penangkapan maupun kegiatan wisata bahari atau olahraga memancing, dimana ukuran ikan layur yang akan ditangkap dapat diupayakan dengan memperhatikan ukuran umpan yang digunakan. Selain itu dengan memperhatikan ukuran umpan juga diharapkan ikan layur yang berukuran kecil dan belum layak
untuk ditangkap tidak tertangkap, dengan begitu maka sumberdaya ikan layur dapat terjaga kelestariannya sebagaimana yang kita harapkan.
Dorsal
Dorsal
Temporal
Nasal
Ventro-temporal Ventral
Nasal
Ventral 32
Gambar 14 Bentuk dan kepadatan sel kon pada setiap bagian retina mata ikan layur
Temporal
Ventro-temporal
Panjang Total : 700 mm
Panjang Total :650 mm D
D
115 175
120
N
150 155
125
155 160
170
T
N
205
170 210 215 220
165
170 175 180
T
225 195
145 140
Daerah dengan kepadatan sel kon tertinggi
Daerah dengan kepadatan sel kon tertinggi
190
V
V
Sumbu penglihatan
33
Gambar 15 Peta kepadatan sel kon (Isodensity) dan sumbu penglihatan ikan layur
6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Ketajaman
penglihatan
ikan
layur
semakin
meningkat
seiring
dengan
bertambahnya ukuran panjang tubuh ikan, yaitu berkisar antara 0,14-0,15 untuk ukuran panjang tubuh 650-850 mm. 2. Kepadatan sel kon
tertinggi ikan layur terletak pada bagian ventro-temporal
retina mata. Hal ini mengindikasikan bahwa arah penglihatan ikan layur ke arah depan naik (upper-fore). 3. Jarak pandang maksimum ikan layur dapat melihat objek pada pancing rawai dalam hal ini umpan, akan semakin meningkat seiring dengan bertambah besarnya ukuran tubuh ikan dan ukuran umpan atau objek yang dilihat. Diprediksi Jarak pandang maksimum ikan layur dalam melihat umpan berukuran 40 mm berkisar antara 6,006 – 6,623 meter; untuk ukuran umpan 50 mm berkisar antara 7,508 - 8,278 meter; untuk ukuran umpan 60 mm berkisar antara 9,009 - 9,933 meter; untuk ukuran umpan 70 mm berkisar antara 10,511 - 11,589 meter. 6.2 Saran Keterbatasan jumlah sampel ikan yang di gunakan dalam penelitian ini menyebabkan belum diketahuinya nilai ketajaman penglihatan optimum pada ikan layur, sehingga diperlukan penelitian lanjutan dengan sampel yang lebih banyak dan lebih bervariasi ukurannya, untuk menentukan visual acuity optimum ikan layur.
DAFTAR PUSTAKA Agustini, W. 2005. Ketajaman Penglihatan Ikan Gulamah (Argyrosomus amoyensis) Kaitannya Dengan Respon Penglihatan Terhadap Objek Jaring Arad (Skripsi). Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 52 hal. Alatas, U. 2004. Analisis Hasil Tangkapan dan Respon Ikan Tonkol (Euthynnus affinis) pada Pancing Tonda Menggunakan Umpan Tiruan (Thesis). Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 57 hal. Ali, M.A dan M. Anctil. 1976. Retinas of Fishes an tlas. Springer-Verlag-Berlin. P : 267. Anita. 2005. Produksi Layur (Trichiurus sp) di PPN Palabuhanratu Untuk Tujuan Ekspor (Skripsi). Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 82 hal. Araga, C. ; H. Masuda dan T. Yossihono.1975. Costal Fishes of Southern Japan. Tokai University Press Shinjuku. Tokyo. Japan Ayodhyoa Dan Diniah. 1989. Handbook Perikanan Indonesia. Diktat Kuliah (Tidak dipublikasikan). Bogor. Fakultas Perikanan. Hal: 39. Blaxter, J.H.S and M.P Jones. 1980. Vision and The Feeding Of Fishes in Fish Behaviour and It’s Use In The Capture and Culture of Fishes. Roceeding in The Conference on The Physiology and Behavioral Manipulation Of Food As Production and Management, Manila. p: 32-56 Direktorat Jendral Perikanan. 1979. Buku Pedoman Pengembangan Sumberdaya Perikanan Laut. Bagian I (Jenis dan ekonomi penting). Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan. 1994. Spesifikasi Teknis Kapal dan Alat Penangkapan Ikan Laut dan Perairan Umum. Direktorat Bina Produksi, Direktorat jenderal Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta. 75 hal. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2001. Departemen Kelautan dan Perikanan. http://www.pelabuhanperikanan.or.id [25 Juni 2005] Dwiponggo, M.Badrudin, D. Nogroho dan Sriyono. 1991. Potensi dan pengembangan sumberdaya demersal. Direktorat Jendral Perikanan. Puslitbang Perikanan. P3O-LIPI, Jakarta. Fitri, A.D.P. 2002. Ketajaman Penglihatan Ikan Juwi (Anodontostoma chacunda) dan Aplikasinya pada Proses Penangkapan Pukat Cincin Mini (Thesis. Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 88 hal. Geonita, G. 2004. Ketajaman Penglihatan Kakap Merah dalam Kaitannya dengan Proses Penangkapan menggunakan Pancing Ulur (Skripsi). Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 41 hal.
Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metoda dan Taktik Penangkapan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hermawati, Y. 2005. Analisis Komoditas Unggulan Perikanan Laut dan Unit Penangkapan Ikan di Palabuhanratu, Jawa Barat (Skripsi). Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 72 hal. Imron, M.F. 1999. Pengaruh Kedalaman Posisi Mata Pancing Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Layur (Trichiurus Savala) dalam Uji Coba Pancing Ulur di Perairan Palabuhanratu, Sukabumi. 5 hal. Matsuoka, M. 1999. Histological Characteristics and Development of the Retina in the Japanese Sardine (Sardinops malanostictus). Fisheries Science, 65 (2): 224-229. Muntz, W.R.A. 1974. 1974. Comparative Aspects In Behavioral Studies Of Vertebrate Vision, in Cmparative Pshysiology. Academic Press, New York. p: 255-261. Nicol, J.A.C. 1989. The Eyes Of Fishes. Clarendon Press. Oxford. p: 308. Nomura, M. 1981. Fishing Technique (II). Japan International Cooperation Agency Tokyo. Tokyo. 206 p. Nomura, M. 1991. Fishing Technique (IV). Japan International Cooperation Agency Tokyo. Tokyo. Purbayanto, A.1999. Behavioral Studies for Improving Survival of Fish in Mesh Selectivity of Sweeping Trammel Net. Ph.D thesis, Graduate School of Fisheries, Tokyo University of Fisheries. Tokyo. Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Volume I dan II. Bina Cipta, Bandung. Sadhori, N. 1984. Teknik Penangkapan Ikan. Penerbit Angkasa, Bandung. Subani, W dan H.R Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang di Indonesia. Edisi Khusus Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 05 Balai Penelitian Perikanan Laut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Syandri, H. 1988. Tingkah Laku Ikan. Padang : Universitas Bung Hatta. Fakultas Perikanan. Hal 20 – 22. Tamura, T.1957. A Study of Visual Perception in Fish, Especially on Resolving Power and Accomodation. Bulletin of The Japanese Society of Scientific Fisheries. Vol 22, No. 9. Fisheries Institute, Faculty of Agriculture, Japan. p:536-557. Zhang, X. M., and T. Arimoto. 1993. Visual Physiology of Walleye Pollock (Theragra chalcogramma) in Relation to Capture by Trawl Nets. ICES Marine Science Symposium. p : 113-116.
Lampiran 1. Jumlah sel kon pada setiap bagian dari retina mata ikan layur 1kan 1. Panjang total = 650 mm; Panjang baku = 600 mm; Diameter lensa = 6,15 mm Bagian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
1kan 2. Panjang total = 700 mm; Panjang baku = 650 mm; Diameter lensa = 6,85 mm
Jumlah sel kon 170 180 193 186 188 190 180 210 226 215 168 210 160 174 180 166 176 186 198
Bagian Jumlah sel kon 1 140 2 156 3 146 4 140 5 120 6 142 7 140 8 136 9 186 10 154 11 160 12 156 13 162 14 134 15 110 16 125 17 125 18 142 19 150
Dorsal 13
14
Dorso-temporal
15 Nasal
12 4
16
1
5 17
3
11
6
2 10
7
18
9 19
Optic left
8
Ventral
Temporal
Ventro-temporal
1kan 3. Panjang total = 750 mm; Panjang baku = 700 mm; Diameter lensa = 7,85mm Bagian 1 2 7 8 9 10
1kan 4. Panjang total = 800 mm; Panjang baku = 750 mm; Diameter lensa = 8,45mm
Jumlah sel kon 154 98 86 112 160 142
Bagian 1 2 7 8 9 10
Jumlah sel kon 140 80 76 116 144 130
1kan 5. Panjang total = 850 mm; Panjang baku = 800 mm; Diameter lensa = 9,15mm Bagian 1 2 7 8 9 10
Jumlah sel kon 122 78 76 98 126 106
Dorsal 13
14 15 Nasal
12 4
16 5 17
Dorso-temporal
3 1
6
11 2 10
7
18
9 19
Optic left Ventral
8
Temporal
Ventro-temporal
Lampiran 2. Nilai sudut pembeda terkecil dan ketajaman penglihatan ikan layur No 1 2 3 4 5
Panjang Total (mm) 650 700 750 800 850
1 2 × 0.1 × (1 + 0,25) × F n
*
=α
**
= VA = (α rad ×
rad =
Kepadatan sel kon (per 0.1 mm2 ) 226 186 164 144 125
180 π
×
60 ) -1
Diameter lensa (mm) 6.15 6.85 7.85 8.45 9.15
Fokus lensa (mm) 7.84 8.73 10.01 10.77 11.67
Sudut pembeda terkecil (menit)* 7.29 7.22 6.71 6.65 6.59
Ketajaman penglihatan** 0.14 0.14 0.15 0.15 0.15
Lampiran 3. Konstruksi alat tangkap pancing rawai
1
115 m
2 5 3
2m
4
6
7 8
1.5 m 10 m
Dasar perairan
2
3
Keterangan : 1. Pelampung 2. Swivel 3. Snap 4. Pemberat 5. Main line 6. Branch line
7. Kawat (Barlen) 8. Kail (No 9)
41
Lampiran 4 Peta daerah penelitian
7.00o LS
U
Lokasi penelitian
7.10o LS
106.20 o BT
106.10 o BT
Lampiran 5. Alat-alat, bahan dan proses analisis histologi
Vial Evendorf
Kain kasa pembungkus potangan retina
Mikrotom
Mesin histoembedder
Proses infiltrasi
Proses dehidrasi dan clearing
Lampiran 6. Unit penangkapan dan hasil tangkapan pancing rawai
Perahu jukung
Ikan layur