Tugas Akhir Sistem Peringatan Dini Pada Kendaraan Untuk Menghindari Terjadinya Benturan/Tabrakan Dengan Mengunakan Sensor Ultrasonic
oleh : Andi Setiawan 0140311-010
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA 2007
LEMBAR PENGESAHAN Nama Nim Fakultas Jurusan Peminatan Judul
: : : : : :
Andi Setiawan 0140311-010 Teknologi Industri Teknik Elektro Teknik Elektronika Sistem Peringatan Dini Pada Kendaraan Untuk Menghindari Terjadinya Benturan/Tabrakan Dengan Mengunakan Sensor Ultrasonic.
Pembimbing
Koordinator Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro
(Ir. Yudhi Gunardi, ST)
(Ir. Yudhi Gunardi, ST)
Ketua Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri
(Ir. Budi Yanto, MSc)
ii
Surat Peryataan Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama Nim Fakultas Jurusan Peminatan
: : : : :
Andi Setiawan 0140311-010 Teknologi Industri Teknik Elektro Teknik Elektronika
Dengan ini menyatakan bahwa Modul Sistem Peringatan Dini Pada Kendaraan Untuk Menghindari Terjadinya Benturan/Tabrakan adalah asli buatan saya sendiri. Demikian surat pernyataan ini saya buat tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Jakarta, Januari 2007
Andi Setiawan
iii
ABSTRAK Padatnya lalu lintas Jakarta yang merupakan pemicu banyaknya terjadi kecelekaan, hal ini disebabkan para pengemudi banyak yang menggabaikan jarak aman antar kendaraan pada saat mereka berada dijalan. Oleh karena itu agar terhindar dari kecelakaan pengemudi harus waspada dalam berkendaraan salah satunya yakni dengan tetap menjaga jarak aman antara kendaraan yang dibawanya dengan kendaraan disekitarnya. Salah satu cara dalam membantu pengemudi tetap waspada adalah dengan memasang alat peringatan pada kendaraan yang dapat memonitor jarak aman antar kendaraan dan memberikan respon peringatan bilamana kendaraan telah memasuki kondisi jarak yang tidak aman. Respon yang diberikan selain berupa nyalanya lampu peringatan berupa led berwarna kuning sebagai tanda waspada (jarak 1-2 meter) dan led berwarna merah sebagai tanda bahaya (jarak < 1 meter), perlu ditambahkan sebuah respon suara (buzzer) pada saat kendaraan memasuki zona bahaya (jarak < 1 meter). Modul ini menggunakan Sensor Ultrasonik yang terdiri dari Transmitter (Tx) dan Reciever (Rx), modul system bekerja bilamana : Transmitter (Tx) dan Receiver (Rx) dipasang pada jarak 5 cm, sudut deteksi benda berada pada rentang 80°- 100° dan modul ini memiliki kesalahan pengukuran (error) sebesar 2,98 %. Kata kunci – Sensor Ultrasonik, led, buzzer, Transmitter (Tx) dan Receiver (Rx).
iv
Kata Pengantar
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah SWT karena hanya dengan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kami dapat menyelesaikan proyek akhir ini dengan judul : Sistem Peringatan Dini Pada Kendaraan Untuk Menghindari Terjadinya Benturan/Tabrakan Dengan Mengunakan Sensor Ultrasonic
Dalam menyelesaikan proyek akhir ini, kami berpegang pada teori yang pernah kami dapatkan dan bimbingan dari dosen pembimbing proyek akhir. Dan pihak – pihak lain yang sangat membantu hingga samapi terselesaikannya proyek akhir ini. Proyek akhir ini merupakan salah satu syarat akademis untuk memperoleh gelar Sarjana Starata 1 (S.1) di Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercubuana. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada perancangan dan pembuatan buku proyek akhir ini. Oleh karena itu, besar harapan kami untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca. Semoga buku ini dapat memberikan manfaaat bagi para mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercubuana pada umumnya dan dapat memberikan nilai lebih untuk para pembaca pada khususnya.
Jakarta, Januari 2007
Penyusun
v
Daftar Isi Lebaran Judul ...................................................................................................... Lembaran Pengesahan ........................................................................................ Surat Pernyataan .................................................................................................. Abstrak ................................................................................................................ Kata Pengantar ..................................................................................................... Daftar Isi .............................................................................................................. Daftar Gambar ................................................................................................... Daftar Tabel ......................................................................................................... BAB I
BAB II
BAB III
i ii iii iv v vi viii ix
PENDAHULUAN ...........................................................................
1
1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
Latar Belakang Masalah ........................................................... Tujuan ....................................................................................... Pembatasan Masalah ................................................................. Sistematika Pembahasan ...........................................................
1 2 2 3
TEORI PENUNJANG .....................................................................
4
2.1. Sensor dan Tranduser ................................................................ 2.2. Op Amp ……………………………………………………..... 2.2.1. Op Amp Ideal ………………………………………….. 2.2.2. Inverting Amplifier …………………………………….. 2.2.3. Non Inverting Amplifier ……………………………….. 2.2.4. Integrator ………………………………………………. 2.2.5. Differensiator …………………………………………...
7 10 11 12 13 15 18
2.3. Rangkaian Dasar Logika ………………………………………
19
2.3.1. Gerbang Inverter (NOT) ……………………………….. 2.3.2. Gerbang AND ………………………………………….. 2.3.3. Gerbang OR ……………………………………………. 2.3.4. Gerbang NAND ………………………………………... 2.3.5. Gerbang NOR ………………………………………….. 2.3.6. Gerbang X-OR …………………………………………
20 20 21 21 22 22
2.4. Arsitektur Prosessor AT89C51 ………………………………..
23
2.4.1. Arsitektur Mikrokontroler AT89C51 …………………...
24
RANCANGAN SISTEM …………………………………………...
26
3.1. Konsep Dasar ………………………………………………….. 26 3.2. Diagram Blok ………………………………………………….. 27 3.3. Prinsip Kerja Alat ……………………………………………... 33
vi
BAB IV
PENGUJIAN ALAT ………………………………………………..
35
4.1 4.2
Tujuan …………………………………………………………. 35 Penentuan Jarak Ideal antara Transmitter (Tx) dengan Receiver (Rx) .............................................................................. 35 4.3 Pengukuran Sudut Deteksi …………………………………….. 36 4.4 Pengukuran Jarak Deteksi .......................................................... 38 BAB V
KESIMPULAN ..................................................................................
40
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................
41
LAMPIRAN
vii
Daftar Gambar Gambar 2.1
Pengukuran Jarak ......................................................................
6
Gambar 2.2
Sistem Kerja Tranduser .............................................................
5
Gambar 2.3
Sifat Dasar Piezoelektrik ...........................................................
9
Gambar 2.4.
Rangkaian Penguat Inverter ......................................................
12
Gambar 2.5
Rangkaian Penguat Non Inverter ..............................................
14
Gambar 2.6
Rangkaian Integrator .................................................................
15
Gambar 2.7
Rangkaian Differensiator ..........................................................
18
Gambar 2.8
Gerbang Inverter (NOT) ………………………………………
20
Gambar 2.9
Gerbang AND …………………………………………………
21
Gambar 2.10
Gerbang OR …………………………………………………...
21
Gambar 2.11
Gerbang NAND ……………………………………………….
22
Gambar 2.12
Gerbang NOR …………………………………………………
22
Gambar 2.13
Gerbang X-OR ………………………………………………..
23
Gambar 2.14
Arsitektur Internal Mikrokontroler AT89C51 ..........................
25
Gambar 3.1
Konsep dasar Sistem Peringatan Dini Pada Kendaraan untuk Menghindari tarjadinya Benturan/Tabrakan .............................
26
Gambar 3.2
Diagram Blok ............................................................................
27
Gambar 3.3
Spesifikasi Sensor Ultrasonic ....................................................
28
Gambar 3.4
Rangkaian Pembangkit Ultrasonic ............................................
28
Gambar 3.5
Rangkaian Penguat Penerima ....................................................
29
Gambar 3.6
Rangkaian Prosessing ................................................................
30
Gambar 3.7
Diagram Alur Prosessing ...........................................................
31
Gambar 3.8
Rangkaian Seven Segmen ..........................................................
32
Gambar 3.9
Rangkaian Led ...........................................................................
32
Gambar 3.10
Rangkaian Buzer ........................................................................
33
Gambar 3.11
Skema Rangkaian Keseluruhan .................................................
34
Gambar 4.1
Pengamatan Jarak Ideal antara Tx dan Rx ……………………
36
Gambar 4.2
Pengamatan Sudut Deteksi .......................................................
37
Gambar 4.3
Pengamatan Jarak Deteksi .........................................................
38
viii
Daftar Tabel Tabel 2.1
Tabel Kebenaran Gerbang NOT ………………………………. 20
Tabel 2.2
Tabel Kebenaran Gerbang AND ………………………………
21
Tabel 2.3
Tabel Kebenaran Gerbang OR ………………………………...
21
Tabel 2.4
Tabel Kebenaran Gerbang NAND …………………………….
22
Tabel 2.5
Tabel Kebenaran Gerbang NOR ………………………………
22
Tabel 2.6
Tabel Kebenaran Gerbang X-OR ……………………………...
23
Tabel 4.1
Tabel Hasil Pengujian Tx dan Rx ……………………………..
36
Tabel 4.2
Tabel Pengamatan Sudut Deteksi ..............................................
37
Tabel 4.3
Data Hasil Pengukuran ...............................................................
39
ix
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Jauh sebelum kendaraan bermotor ditemukan, kecelakaan di jalan hanya melibatkan kereta, hewan, dan manusia. Kecelakaan lalu lintas menjadi meningkat secara eksponensial ketika ditemukan berbagai jenis kendaraan bermotor. Kecelakaan sepeda motor yang tercatat pertama kali terjadi di New York pada tanggal 30 Mei 1896. Pada tanggal 17 Agustus tahun yang sama, tercatat terjadi kecelakaan yang menimpa pejalan kaki di London.
SEJAK saat itu, kecelakaan di seluruh dunia terus terjadi hingga jumlah kumulatif orang meninggal akibat kecelakaan tercatat 25 juta orang pada tahun 1997. Pada tahun 2002 saja tercatat 1,2 juta orang. Jumlah kecelakaan tidak merata untuk masing-masing wilayah dan negara.
Riset tentang kecelakaan lalu lintas dan cara pencegahannya terus berkembang. Berbagai upaya terus dilakukan untuk mengurangi jumlah kecelakaan. Munculnya risiko di jalan raya merupakan dampak dari kebutuhan pengguna jalan dan juga volume kendaraan yang makin bertambah. Hal ini tampak dari arus lalu lintas.
Tanpa adanya upaya-upaya pengamanan yang baru, semua pengguna jalan sangat mungkin terkena risiko kecelakaan seiring dengan meningkatnya lalu lintas
1
2
kendaraan. Upaya-upaya keselamatan baru itu terutama dilakukan karena makin banyaknya jenis kendaraan bermotor, kebutuhan perjalanan dengan kecepatan tinggi, dan perlunya pembagian pemakai jalan baik untuk pejalan kaki, pengendara sepeda motor, dan juga kendaraan lainnya.
Untuk mengurangi risiko terjadi kecelakaan, tidak mungkin dilakukan dengan cara mengurangi keinginan untuk melakukan perjalanan. Sesuatu yang mungkin adalah mengurangi lama dan intensitas kemungkinan para pengguna jalan raya terkena risiko kecelakaan.
Sejumlah upaya dilakukan, antara lain, dengan cara membuat skenario meminimkan kemungkinan terkena risiko kecelakaan lalu lintas jalan, perencanaan dan desain jalan untuk keamanan, audit keamanan, melindungi pejalan kaki dan pengguna sepeda, dan desain kendaraan yang makin "pintar" sehingga mengurangi kecelakaan.
1.2 Tujuan Tujuan dari tugas akhir ini adalah membahas dan mencari solusi bagaimana cara menghindarkan atau meminimalkan terjadinya kecelakaan di jalan raya dengan cara memberikan peringatan dini kepada pengendara saat kendaraan yang dibawanya sudah melanggar batas aman jarak antar kendaraan 1.3 Pembatasan Masalah Agar pembahasan tugas akhir ini menjadi lebih terarah, maka perlu adanya pembatasan masalah. Pembatasan masalah dari alat ini sebagai berikut :
3
1. Alat ini hanya membahas sistem kerja sensor ultrasonic yang dipakai untuk mengukur jarak. 2. Alat ini hanya dipakai pada kendaraan dijalanan yang ramai. 3. Alat ini tidak mempunyai alat mekanik untuk memberhentikan kendaraan. 4. Alat ini bekerja dengan catu daya baterai. 5. Alat ini dapat bekerja dengan baik pada jarak 1,5 meter di ruangan terbuka.
1.4 Sistematika Pembahasan Bab 1 Pendahuluan, berisi uraian tentang latar belakang tujuan, pembatasan masalah, dan sistematika pembahasan dari tugas akhir pembuatan alat Sistem Peringatan
Dini
Pada
Kendaraan
Untuk
Menghindari
Terjadinya
Benturan/Tabrakan Dengan Mengunakan Sensor Ultrasonic. Bab 2 Teori Penunjang, menguraikan secara singkat mengenai Sensor, Tranduser dan sevensegmen. Bab 3 Rancangan Sistem, menjelaskan dan menguraikan mengenai konsep yang digunakan dalam sistem ini, diagram blok, sistem kerja ultrasonic, sistem kerja sevensegmen dan sistem peringatan yang mengunakan buzer. Bab 4 Pengujian sistem, menguraikan tentang uji coba sistem yang mengunakan sensor ultrasonic. Bab 5 Kesimpulan, menguraikan kesimpulan yang diperoleh dari pembuatan Tugas Akhir ini dan sebagai penutup dari semua pembahasan. Tugas akhir ini juga dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang menunjang pembahasan tugas akhir ini.
BAB 2 TEORI PENUNJANG
Gelombang suara adalah gelombang mekanik sehingga memerlukan medium selama perambatannya. Gelombang suara merambat di udara sebagai pengembangan dan pemampatan dari partikel-partikel udara. Ketika gelombang longitudinal mengalir di dalam fluida, daerah yang rapat suatu saat akan lebih panas sedikit dari daerah yang renggang. Jumlah panas yang diteruskan persatuan waktu dan persatuan luas tergantung daya hantar kalor fluidanya dan dari jarak antara bagian pemampatan dengan bagian perenggangan disampingnya (setengah panjang gelombang). Pada frekuensi audio misalnya sekitar 20 hingga 20000 Hz, dengan konduktor panas yang terbaik sekalipun, panjang gelombang terlalu besar dan daya hantar kalor terlalu kecil untuk dapat dikatakan mengakibatkan adanya panas yang mengalir. Jadi perapatan dan perenggangan tersebut lebih bersifat adiabatik daripada isotermik. Dalam persamaan untuk kecepatan gelombang longitudinal dalam fluida,µ=(B/ñ)1/2, modulus bulk B didefinisikan oleh persamaan
Perubahan volum yang disebabkan oleh suatu perubahan tekanan tertentu tergantung dari apakah kompresi(atau perenggangan) bersiafat adiabatik atau isotermik. Jadi ada dua macam modulus bulk. Yaitu modulus bulk adiabatik Bad dan modulus bulk isotermik. Persamaan yang tepat untuk kecepatan gelombang longitudinal menjadi
4
5
Dalam hal gas semnpurna, hubungan antara tekanan ñ dengan volum V selama proses adiabatik
Di sini ã ialah perbandingan kapasitas panas pada tekanan konstan terhadap kapasitas panas pada volume konstan. Definisi yang tepat untuk modulus bulk adiabatik adalah
Untuk menghitung modulus bulk adiabatik kitaharus menentukan nilai turunan (dp/dV)ad dengan menggunakan persamaan adiabatik. Jadi dengan mengambil logaritma dari kedua ruas pers. Diperoleh
Lalu mengambil differensial persamaan berikut ini
maka
dan
6
oleh karena itu
Untuk Gas sempurna
di sini R adalah konstanta gas umum dan M adalah massa molekulnya, jadi
Gambar 2.1 Pengukuran Jarak
untuk gas tertentu , ã, R dan M adalah konstan., maka dapatlah dilihat bahwa cepat rambat berbanding langsung dengan akar suhu mutlak.
7
Gelombang longitudinal dalam udara menimbulkan peristiwa bunyi. Telinga manusia peka terhadap frekuensi bunyi dari sekitar 20 sampai 20000 Hz. Gelombang suara diatas itu tidak dapat didengar oleh telinga manusia dinamakan gelombang ultrasonik.
2.1. Sensor dan Tranducer Sebelum menginjak yang lain sudah seharusnya kita juga memahami apa itu Sensor dan tranducer juga apa perbedaan antara keduanya. Tranducer adalah suatu alat yang dapat merubah suatu besaran fisis ke besaran fisis lainnya, sedangkan sensor memiliki arti yang lebih sempit dari tranducer, yaitu alat yang dapat merubah suatu besaran fisis ke suatu besaran elektronik. Sehingga dapat kita katakan bahwa sensor itu adalah tranducer juga tapi tidak sebaliknya. Dalam aplikasinya sensor tidak dapat kita pisahkan dari sistem sensor. Sistem sensor akan mengolah lebih lanjut besaran elektronik yang dihasilkan oleh sensor sehingga dapat kita baca atau hitung dalam suatu ukuran yang kita inginkan bahkan dalam besara lainnya. Pada modul ini kita ambil bahasan rangemeter yang menggunakan tranducer ultrasonic untuk mengukur jarak. Secara garis besar sistem rangemeter ini dapat digambarkan pada diagram berikut.
8
Gambar 2.2 Sistem Kerja Tranduser Ultrasonic
Pada gambar 2.1 (a) sebuah tranducer merubah besaran listrik menjadi suatu sinyal ultrasonic yang dipancarkan ke suatu benda pada jarak tertentu, kemudian terlihat pada gambar 2.1 (b) gelombang ultrasonic yang dipancarkan tadi akan dipantulkan kembali menuju tranducer yang akan merubah besaran gelombang menjadi besaran elektrik. Tranducer ini biasanya terbuat dari bahan piezoelectrik. Sifat dari piezo electrik adalah sebagai berikut : Sifat piezoelektrik langsung a. Bila pelat piezoelektrik diberi tekanan, maka akan timbul muatan listrik pada kedua permukaannya b. Pelat juga merupakan kapasitor dengan konstanta dielektrik tertentu, timbul beda tegangan
9
Gambar 2.3 Sifat Dasar Piezoelektrik
Sifat piezoelektrik balik a. Bila pelat piezoelektrik diberi tegangan listrik, maka kedua permukaannya mendapat tekanan b. Pelat juga merupakan bahan elastik dengan konstanta elastik tertentu, tebalnya akan berubah c. Tegangan bolak-balik d. Pelat bergetar Dengan sifat tersebut piezo electrik dapat berperan sebagai tranducer dan sensor. Waktu yang dihabiskan antara pengiriman sinyal ultrasonic dengan penerimaan sinyal ultrasonic pantulan kita beri nama time of flight (TOF) merupakan besaran yang kita gunakan untuk menghitung jarak dari tranducer ke benda objek. Dengan mengetahui TOF, dan mengetahui kecepatan gelombang ultrasonik di udara maka kita dapat menghitung jarak yang telah ditempuh oleh ultrasonic, sehingga tentunya jarak antara tranducer terhadap benda adalah setengahnya. Tentunya
10
pengukuran ini akan dipengaruhi banyak hal seperti kemiringan permukaan benda, kerefleksian permukaan, perubahan suhu dan lain-lain. Perhitungan itu dilakukan untuk di tampilkan dalam besaran yang kita inginkan, pada alat range meter ini hasil pengukuran ditampilkan dalam angka pada seven segment dengan satuan cm. Sensor adalah alat untuk mendeteksi / mengukur sesuatu yang digunakan untuk mengubah variasi mekanis, magnetis, panas, sinar dan kimia menjadi tegangan dan arus listrik. Sensor itu sendiri terdiri dari transduser dengan atau tanpa penguat/pengolah sinyal yang terbentuk dalam satu sistem pengindera. Dalam lingkungan sistem pengendali dan robotika, sensor memberikan kesamaan yang menyerupai mata, pendengaran, hidung, lidah yang kemudian akan diolah oleh kontroller sebagai otaknya Sensor Ultrasonik bekerja berdasarkan prinsip pantulan gelombang suara, dimana sensor ini menghasilkan gelombang suara yang kemudian menangkapnya kembali dengan perbedaan waktu sebagai dasar penginderaannya. Perbedaan waktu antara gelombang suara dipancarkan dengan ditangkapnya kembali gelombang suara tersebut adalah berbanding lurus dengan jarak atau tinggi objek yang memantulkannya. Jenis objek yang dapat diindera diantaranya adalah: objek padat, cair, butiran maupun tekstil.
2.2. Op Amp Operational Amplifier atau di singkat op-amp merupakan salah satu komponen analog yang popular digunakan dalam berbagai aplikasi rangkaian elektronika. Aplikasi op-amp popular yang paling sering dibuat antara lain adalah
11
rangkaian inverter, non-inverter, integrator dan differensiator. Pada pokok bahasan kali ini akan dipaparkan beberapa aplikasi op-amp yang paling dasar, dimana rangkaian feedback (umpan balik) negatif memegang peranan penting. Secara umum, umpanbalik positif akan menghasilkan osilasi sedangkan umpanbalik negatif menghasilkan penguatan yang dapat terukur. 2.2.1. Op-amp ideal Op-amp pada dasarnya adalah sebuah differential amplifier (penguat diferensial) yang memiliki dua masukan. Input (masukan) op-amp seperti yang telah dimaklumi ada yang dinamakan input inverting dan non-inverting. Op-amp ideal memiliki open loop gain (penguatan loop terbuka) yang tak terhingga besarnya. Seperti misalnya op-amp LM741 yang sering digunakan oleh banyak praktisi elektronika, memiliki karakteristik tipikal open loop gain sebesar 104 ~ 105. Penguatan yang sebesar ini membuat op-amp menjadi tidak stabil, dan penguatannya menjadi tidak terukur (infinite). Disinilah peran rangkaian negative feedback (umpanbalik negatif) diperlukan, sehingga op-amp dapat dirangkai menjadi aplikasi dengan nilai penguatan yang terukur (finite). Impedasi input op-amp ideal mestinya adalah tak terhingga, sehingga mestinya arus input pada tiap masukannya adalah 0. Sebagai perbandingan praktis, op-amp LM741 memiliki impedansi input Zin = 106 Ohm. Nilai impedansi ini masih relatif sangat besar sehingga arus input op-amp LM741 mestinya sangat kecil. Ada dua aturan penting dalam melakukan analisa rangkaian op-amp berdasarkan karakteristik op-amp ideal. Aturan ini dalam beberapa literatur dinamakan golden rule, yaitu :
12
Aturan 1 : Perbedaan tegangan antara input v+ dan v- adalah nol (v+ - v- = 0 atau v+ = v- ) Aturan 2 : Arus pada input Op-amp adalah nol (i+ = i- = 0)
Inilah dua aturan penting op-amp ideal yang digunakan untuk menganalisa rangkaian op-amp.
2.2.2. Inverting amplifier Rangkaian dasar penguat inverting adalah seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2, dimana sinyal masukannya dibuat melalui input inverting. Seperti tersirat pada namanya, pembaca tentu sudah menduga bahwa fase keluaran dari penguat inverting ini akan selalu berbalikan dengan inputnya. Pada rangkaian ini, umpanbalik negatif di bangun melalui resistor R2.
Gambar 2.4 Rangkaian Penguat Inverter
13
Input non-inverting pada rangkaian ini dihubungkan ke ground, atau v+ = 0. Dengan mengingat dan menimbang aturan 1 (lihat aturan 1), maka akan dipenuhi v- = v+ = 0. Karena nilainya = 0 namun tidak terhubung langsung ke ground, input op-amp vpada rangkaian ini dinamakan virtual ground. Dengan fakta ini, dapat dihitung tegangan jepit pada R1 adalah vin – v- = vin dan tegangan jepit pada reistor R2 adalah vout – v- = vout. Kemudian dengan menggunakan aturan 2, di ketahui bahwa : iin + iout = i- = 0, karena menurut aturan 2, arus masukan op-amp adalah 0. iin + iout = vin/R1 + vout/R2 = 0 Selanjutnya vout/R2 = - vin/R1 .... atau vout/vin = - R2/R1 Jika penguatan G didefenisikan sebagai perbandingan tegangan keluaran terhadap tegangan masukan, maka dapat ditulis …(1) Impedansi rangkaian inverting didefenisikan sebagai impedansi input dari sinyal masukan terhadap ground. Karena input inverting (-) pada rangkaian ini diketahui adalah 0 (virtual ground) maka impendasi rangkaian ini tentu saja adalah Zin = R1. 2.2.3. Non-Inverting amplifier Prinsip utama rangkaian penguat non-inverting adalah seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.3 berikut ini. Seperti namanya, penguat ini memiliki masukan yang dibuat melalui input non-inverting. Dengan demikian tegangan keluaran rangkaian ini akan satu fasa dengan tegangan inputnya. Untuk menganalisa rangkaian penguat op-amp non inverting, caranya sama seperti menganalisa rangkaian inverting.
14
Gambar 2.5 Rangkaian Penguat Non Inverter
Dengan menggunakan aturan 1 dan aturan 2, kita uraikan dulu beberapa fakta yang ada, antara lain : vin = v+ v+ = v- = vin ..... lihat aturan 1. Dari sini ketahui tegangan jepit pada R2 adalah vout – v- = vout – vin, atau iout = (voutvin)/R2. Lalu tegangan jepit pada R1 adalah v- = vin, yang berarti arus iR1 = vin/R1. Hukum kirchkof pada titik input inverting merupakan fakta yang mengatakan bahwa : iout + i(-) = iR1 Aturan 2 mengatakan bahwa i(-) = 0 dan jika disubsitusi ke rumus yang sebelumnya, maka diperoleh iout = iR1 dan Jika ditulis dengan tegangan jepit masing-masing maka diperoleh (vout – vin)/R2 = vin/R1 yang kemudian dapat disederhanakan menjadi : vout = vin (1 + R2/R1)
15
Jika penguatan G adalah perbandingan tegangan keluaran terhadap tegangan masukan, maka didapat penguatan op-amp non-inverting : … (2) Impendasi untuk rangkaian Op-amp non inverting adalah impedansi dari input noninverting op-amp tersebut. Dari datasheet, LM741 diketahui memiliki impedansi input Zin = 108 to 1012 Ohm. 2.2.4. Integrator Opamp bisa juga digunakan untuk membuat rangkaian-rangkaian dengan respons frekuensi, misalnya rangkaian penapis (filter). Salah satu contohnya adalah rangkaian integrator seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4. Rangkaian dasar sebuah integrator adalah rangkaian op-amp inverting, hanya saja rangkaian umpanbaliknya (feedback) bukan resistor melainkan menggunakan capasitor C.
Gambar 2.6 Rangkaian Integrator
16
Mari kita coba menganalisa rangkaian ini. Prinsipnya sama dengan menganalisa rangkaian op-amp inverting. Dengan menggunakan 2 aturan op-amp (golden rule) maka pada titik inverting akan didapat hubungan matematis :
iin = (vin – v-)/R = vin/R , dimana v- = 0 (aturan1) iout = -C d(vout – v-)/dt = -C dvout/dt; v- = 0 iin = iout ; (aturan 2)
Maka jika disubtisusi, akan diperoleh persamaan :
iin = iout = vin/R = -C dvout/dt, atau dengan kata lain
...(3)
Dari sinilah nama rangkaian ini diambil, karena secara matematis tegangan keluaran rangkaian ini merupakan fungsi integral dari tegangan input. Sesuai dengan nama penemunya, rangkaian yang demikian dinamakan juga rangkaian Miller Integral. Aplikasi yang paling populer menggunakan rangkaian integrator adalah rangkaian pembangkit sinyal segitiga dari inputnya yang berupa sinyal kotak. Dengan analisa rangkaian integral serta notasi Fourier, dimana
f = 1/t dan
17
…(4)
penguatan integrator tersebut dapat disederhanakan dengan rumus
…(5)
Sebenarnya rumus ini dapat diperoleh dengan cara lain, yaitu dengan mengingat rumus dasar penguatan opamp inverting G = - R2/R1. Pada rangkaian integrator (gambar 3) tersebut diketahui
Dengan demikian dapat diperoleh penguatan integrator tersebut seperti persamaan (5) atau agar terlihat respons frekuensinya dapat juga ditulis dengan
…(6)
Karena respons frekuensinya yang demikian, rangkain integrator ini merupakan dasar dari low pass filter. Terlihat dari rumus tersebut secara matematis, penguatan akan semakin kecil (meredam) jika frekuensi sinyal input semakin besar. Pada prakteknya, rangkaian feedback integrator mesti diparalel dengan sebuah resistor dengan nilai misalnya 10 kali nilai R atau satu besaran tertentu yang
18
diinginkan. Ketika inputnya berupa sinyal dc (frekuensi = 0), kapasitor akan berupa saklar terbuka. Jika tanpa resistor feedback seketika itu juga outputnya akan saturasi sebab rangkaian umpanbalik op-amp menjadi open loop (penguatan open loop opamp ideal tidak berhingga atau sangat besar). Nilai resistor feedback sebesar 10R akan selalu menjamin output offset voltage (offset tegangan keluaran) sebesar 10x sampai pada suatu frekuensi cutoff tertentu. 2.2.5. Differensiator Kalau komponen C pada rangkaian penguat inverting di tempatkan di depan, maka akan diperoleh rangkaian differensiator seperti pada gambar 2.5. Dengan analisa yang sama seperti rangkaian integrator, akan diperoleh persamaan penguatannya : …(7) Rumus ini secara matematis menunjukkan bahwa tegangan keluaran vout pada rangkaian ini adalah differensiasi dari tegangan input vin. Contoh praktis dari hubungan matematis ini adalah jika tegangan input berupa sinyal segitiga, maka outputnya akan mengahasilkan sinyal kotak.
Gambar 2.7 Rangkaian Differensiator
19
Bentuk rangkain differensiator adalah mirip dengan rangkaian inverting. Sehingga jika berangkat dari rumus penguat inverting G = -R2/R1 dan pada rangkaian differensiator diketahui :
maka jika besaran ini disubtitusikan akan didapat rumus penguat differensiator …(8) Dari hubungan ini terlihat sistem akan meloloskan frekuensi tinggi (high pass filter), dimana besar penguatan berbanding lurus dengan frekuensi. Namun demikian, sistem seperti ini akan menguatkan noise yang umumnya berfrekuensi tinggi. Untuk praktisnya, rangkain ini dibuat dengan penguatan dc sebesar 1 (unity gain). Biasanya kapasitor diseri dengan sebuah resistor yang nilainya sama dengan R. Dengan cara ini akan diperoleh penguatan 1 (unity gain) pada nilai frekuensi cutoff tertentu.
2.3. Rangkaian Dasar Logika Para ahli matematika merasa bahwa antara matematika dan logika terdapat hubungan tertentu. Pada tahun 1854 George Boole menciptakan logika simbolik yang sekarang dikenal sebagai Aljabar Boole. Setiap variabel dalam aljabar memiliki dua kemungkinan harga, yaitu benar atau salah. Hingga tahu 1938, aljabar Boole ini belum dapat diterapkan aplikasinya, namun ketika Claude Shannon menggunakan aljabar Boole dalam analisis rangkaian penyaklaran (Swithcing) telepon untuk menyatakan keadaan tertutup dan terbukanya relay. Karena karya shannon ini para ahli teknik menyadari bahwa aljabar Boole
20
dapat diterapkan pada ilmu elektronika. Dalam elektronika digital sering kita lihat gerbang-gerbang logika. Gerbang tersebut merupakan rangkaian dengan satu atau lebih dari satu sinyal masukan tetapi hanya menghasilkan satu sinyal keluaran. Gerbang juga merupakan rangkaian digital (dua keadaan), karena sinyal masukan dan sinyal keluaran hanya berupa tegangan tinggi atau tegangan rendah. Dengan demikian gerbang sering disebut rangkaian logika karena analisisnya dapat dilakukan dengan aljabar Boole. Ada beberapa rangkaian logika dasar yang dikenal, diantaranya adalah : Inverter (NOT), AND, OR, NAND, NOR, X-OR, X-NOR. 2.3.1. Gerbang Inverter (NOT) Sebuah inverter (pembalik) adalah gerbang dengan satu sinyal masukan dan satu sinyal keluaran dimana keadaan keluaranya selalu berlawanan dengan keadaan masukan. Tabel 2.1 Kebenaran Gerbang NOT
Gambar 2.8 Gerbang Inverter (NOT)
2.3.2. Gerbang AND Gerbang AND mempunyai dua atau lebih dari dua sinyal masukan tetapi hanya satu sinyal keluaran. Dalam gerbang AND, untuk menghasilkan sinyal keluaran tinggi maka semua sinyal masukan harus bernilai tinggi.
21
Tabel 2.2 Tabel Kebenaran Gerbang AND
Gambar 2.9 Gerbang AND
2.3.3. Gerbang OR Gerbang OR akan memberikan sinyal keluaran tinggi jika salah satu atau semua sinyal masukan bernilai tinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa gerbang OR hanya memiliki sinyal keluaran rendah jika semua sinyal masukan bernilai rendah.
Tabel 2.3 Tabel Kebenaran Gerbang OR
Gambar 2.10 Gerbang OR
2.3.4. Gerbang NAND Gerbang NAND adalah suatu NOT-AND, atau suatu fungsi AND yang dibalikkan. Dengan kata lain bahwa gerbang NAND akan menghasilkan sinyal keluaran rendah jika semua sinyal masukan bernilai tinggi.
22
Tabel 2.4 Tabel Kebenaran Gerbang NAND
Gambar 2.11 Gerbang NAND
2.3.5. Gerbang NOR Gerbang NOR adalah suatu NOT-OR, atau suatu fungsi OR yang dibalikkan sehingga dapat dikatakan bahwa gerbang NOR akan menghasilkan sinyal keluaran tinggi jika semua sinyal masukanya bernilai rendah.
Tabel 2.5 Tabel Kebenaran Gerbang NOR
Gambar 2.12 Gerbang NOR
2.3.6. Gerbang X-OR Gerbang X-OR akan menghasilkan sinyal keluaran rendah jika semua sinyal masukan bernilai rendah atau semua masukan bernilai tinggi atau dengan kata lain bahwa X-OR akan menghasilkan sinyal keluaran rendah jika sinyal masukan bernilai sama semua.
23
Tabel 2.6 Tabel Kebenaran Gerbang X-OR
Gambar 2.13 Gerbang X-OR
2.4. Arsitektur prosesor AT89C51 Prosesor atau mikroprosesor adalah suatu perangkat digital berupa Chip atau IC (Integrated Circuit) yang digunakan untuk memproses data biner. Alat ini berisi ALU (Arithmetic and Logic Unit), register-register, Control Unit dan sistem interkoneksi atau BUS internal. Bila sebuah prosesor dilengkapi dengan memory (RAM & ROM) dan fasilitas Input/Output internal, biasanya disebut mikrokontroler. AT89C51 merupakan mikrokontroler replika prosesor 8051 buatan Intel corp. Semua fasilitas sebuah sistem mikroprosesor yang terdiri dari prosesor, memory dan I/O dikemas dalam keping tunggal atau single chip IC. Dengan cara ini, maka pengguna atau user tidak perlu melengkapi keping tunggal ini dengan beragam IC lain seperti clock generator, addres latcher, chip selector, memory dan PPI (Programmable Peripheral Interface) atau lainnya. Variasi register di dalam sebuah mikroprosesor sangat beragam bergantung pada tipe, fungsi khusus yang diinginkan dan pabrik pembuatnya. Karena mikrokontroler telah dilengkapi dengan berbagai peripheral yang sudah terdapat pada satu chip IC maka mikrokontroler memiliki keunggulan berikut ini : a. Harga yang lebih ekonomis . b. Sistem yang jauh lebih kompak dan ringkas.
24
c. Tingkat keamanan dan akurasi yang lebih baik. d. Kemudahan dalam penggunaannya untuk sistem yang berbasis mikrokontroler. Berdasarkan perbedaan dalam aplikasi dan fasilitas, mikrokontroler mempunyai set instruksi (Instruction Set) yang berbeda dengan mikroprosesor lainnya. Set intruksi mikroprosesor tersebut bersifat processing intensive untuk operasi data volume besar, yang dapat beroperasi secara bit, nibble, byte atau word. Beragam mode pengalamatan (addressing mode) memungkinkan akses ke lokasi dapat dilakukan secara fleksibel baik data array yang besar, memakai pointer alamat, offset dan lain-lain. Di sisi lain mikrokontroler mempunyai instruksi yang bekaitan dengan kontrol dari Input dan Output. Antaramuka (interfacing) ke berbagai Input dan Output dapat dilakukan dengan operasi bit maupun byte. 2.4.1. Arsitektur Mikrokontroler AT89C51 AT89C51 merupakan prosesor 8-bit dengan low power supply dan performansi tinggi yang terdiri dari CMOS dengan Flash Programmable dan Erasable Read Only Memory (PEROM) sebesar 4 Kbyte didalamnya. Alat tersebut dibuat dengan menggunakan teknologi tinggi non-volatile berdensitas tinggi dari ATMEL yang kompatibel dengan keluarga MCS-51 buatan Intel yang merupakan standar industri. Dengan menggunakan flash memori, program dapat diisi dan dihapus secara elektrik, yaitu dengan memberikan kondisi-kondisi tertentu (high / low) pada pin-pinnya sesuai dengan konfigurasi untuk memprogram atau menghapus. Cara ini lebih praktis dibandingkan dengan menggunakan EPROM yang penghapusan program atau datanya menggunakan sinar ultraviolet.
25
Fasilitas yang tersedia pada AT89C51 antara lain : a. 4 Kbytes Flash EEROM dengan kemampuan sampai 1000 kali tulis-hapus b. 128 x 8-bit internal RAM. c. 32-bit atau jalur Input/Output. d. 2 (dua) buah 16-bit Timer / Counter. e. 6 (enam) buah sumber interupsi. f. Serial interface. g. Kompatibel dengan prosesor MCS-51 buatan Intel Corp. h. Operasi Klok antara 1 sampai 24 MHz.
Gambar 2.14 Arsitektur Internal Mikrokontroler AT89C51
BAB 3 RANCANGAN SISTEM 3.1
Konsep Dasar Konsep dasar dari Perancangan Sistem Peringatan Dini Pada Kendaraan
Untuk Menghindari Terjadinya Benturan/Tabrakan Dengan Mengunakan Sensor Ultrasonic
adalah dengan memanfaatkan gelombang suara ultrasonic untuk
memantau dan mengukur jarak antara kendaraan yang dipasang alat dengan kendaraan yang ada didepan atau dibelakangnya. Konsep ini dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut ini :
Jarak Pantau
Gambar. 3.1. Konsep Dasar Sistem Peringatan Dini Pada Kendaraan Untuk Menghindari Terjadinya Benturan/Tabrakan Dengan Mengunakan Sensor Ultrasonic
Pada kendaraan yang dipasang alat, maka ketika ada kendaraan lain yang mendekat (didepan atau dibelakang) atau berada didalam jarak pantau sensor maka pada kendaraan yang dipasang alat akan termonitor jarak kendaraan tersebut. Dan jika jarak kendaraan tersebut memasuki area/jarak yang ditentukan (jarak waspada dan jarak bahaya), maka alat yang dipasang akan memberikan peringatan berupa
26
27
nyala lampu led dan buzer. Sehingga sopir yang menggunakan kendaraan yang telah dipasang alat ini akan waspada dan tetap menjaga jarak aman kendaraannya agar tidak terlalu dekat sehingga terhindar dari benturan/kecelakaan yang dapat timbul akibat dari jarak kendaraan yang terlalu dekat. 3.2.
Diagram Blok Sistem Peringatan Dini Pada Kendaraan Untuk Menghindari Terjadinya
Benturan/Tabrakan Dengan Mengunakan Sensor Ultrasonic memiliki blok diagram sebagai berikut :
Rangkaian Ultrasonic Tranduser
Prosesing
Out Put
Gambar 3.2 Sistem Peringatan Dini Pada Kendaraan Untuk Menghindari Terjadinya Benturan/Tabrakan Dengan Mengunakan Sensor Ultrasonic
Komponen-komponen dari gambar 3.1 dapat dijelaskan sebagai berikut : •
Rangkaian Ultrasonic Tranduser Rangkaian ultrasonic transducer terbagi 2 yaitu rangkaian receiver dan rangkaian transmitter yang menggunakan sepasang sensor ultrasonic (T40-16 sebagai Transmitter dan R40-16 sebagai Receiver).
28
Item
Spec
Frequency(KHz)
40
Sound pressure 115 < level (dB)
Sensitivity (dB)
-64 <
Diameter
16.2
Height
12.2
Interval
10.0
Size (mm)
Gambar 3.3 Spesifikasi Sensor Ultrasonic
Rangkaian Transimitter Rangkaian Transmiter merupakan rangkaian pembangkit sinyal ultasonic dengan frekuensi 40 kHz, sinyal ini dipancarkan dalam bentuk gelombang suara ultrasonic melaui sebuah tranduser pemancar ultarasonic.
Gambar. 3.4 Rangkaian Pembangkin Ultrasonic
29
Rangkaian Receiver Rangkaian ini terdiri dari sebuah tranduser penerima gelombang suara ultrasonik, dimana sinyal yang dihasilkan oleh tranduser ini sebelum diolah dikuatkan oleh suatu rangkaian penguat..
Gambar. 3.5 Rangkaian Penguat Penerima
•
Prosessing Rangkaian prosessing merupakan sebuah rangkaian mikrokontoller yang memakai sebuah IC Mikrokontroller merk Atmel type 89C51. Untuk mendukung kerja Rangkaian mikrokotroller ini, ditambahkan sebuah rangkaian osilator sebagai sumber clock yang memakai sebuah kristal 11 MHz dan rangkaian penunjang sesuai dengan spesifikasi pabriknya. Sebagai penstabil clok pada rangkaian gambar 3.6 dipasang Kapasitor C1 dan C2, hal ini dilakukan atas saran atau rekomendasi dari pabrik pembuat yakni ATMEL. Sedangkan untuk menjaga agar mikrokontroller dapat mengeksekusi
30
program dari awal, maka mikrokontroller akan direst secara otomatis pada saat program dari awal, maka mikrokontroller akan direst secara otomatis pada saat catu daya pertama kali dihidupkan. Dimana untuk melakukan reset otomatis ini dilakukan oleh C3 dan R1 (power on reset)
Gambar. 3.6 Rangkaian Prossessing Rangkaian
mikrokontroller
ini
merupakan
sebuah
rangkaian
pengolah
(prosessing) data yang diterimanya, dimana psoses dilakukannya yakni : a. Mengatur waktu inisialisasi pertama pada saat rangkaian transmiter dan reseiver mendeteksi faktor-faktor eksternal dari luar tranduser (mengukur jarak).
31
b. Mengatur sinyak keluaran yang dibutuhkan oleh rangkaian output (rangkaian Buzer dan rangkaian led). Sedangkan untuk prinsip kerja utama dari mikrokontroller diatur sesuai program yang dibuat, secara garis besar dapat digambarkan melalui diagram alur atau flowchart program pada gambar 3.7. STAR
Inisialisasi Port
Aktifkan Tx
Rx = n
1
n<1 P3.0
P3.0
Mode 1
P3.0
Mode 2
Tampilkan Audiovisua
Mode 3
Aktifkan Led
Aktifkan Buzzer & Led Merah
END END
32
Gambar 3.7 Diagram Alur Prosessing •
Rangkaian Output Rangkaian output terdiri dari tiga buah rangkaian yakni Rangkaian Seven Segmen, Rangkaian Buzer dan rangkaian Led. Dimana ketiga rangkaian ini dikendalikan
oleh
suatu
sistem
pengontrol
yang
ada
di
rangkaian
mikrokontroller/rangkaian prosessing.
Gambar. 3. 8 Rangkaian Seven Segmen Rangkaian Seven Segmen (gambar 3.8) merupakan salah satu output dari hasil kerja/olah data yang dilakukan oleh rangkaian prossesssing (microcontroller AT89C51), dimana input rangkaian ini berasal dari output P2.1 s.d P2.7 dari rangkaian microcontroller AT89C51. Disini akan ditampilkan data berupa digitdigit angka hasil olah data.
33
Gambar. 3.9. Rangkaian Led Sedangkan untuk menunjang output digit-digit angka, pada rangkaian output ini juga mempunyai keluaran berupa LED, dimana LED ini dibagi jadi 2 (dua) yakni LED Kuning dan LED Merah (gambar 3.9) serta rangkaian buzzer (gambar 3.10).
Gambar. 3.10 Rangkaian Buzer
3.3.
Prinsip Kerja Alat Alat Sistem Peringatan Dini Pada Kendaraan Untuk Menghindari Terjadinya
Benturan/Tabrakan Dengan Mengunakan Sensor Ultrasonic ini pada dasarnya bekerja berdasarkan pemancar (Tx) dan penerima (Rx) gelombang ultrasonic. Dimana gelombang suara ultrasonic akan merambat diudara dengan kecepaatan yang tetap yaitu 340 meter perdetik. Jika ada penghalang maka gelombang yang dipancarkan oleh tranduser ultrasonic (Tx) akan dipantulkan kembali dan diterima oleh penerima tranduser ultrasonic (Rx).
34
Sinyal yang diterima oleh tranduser ultarasonic (Rx) ini diperkuat oleh rangkaian penguat dan kemudian sinyal keluaran dari rangkaian penguat ini dikomparasi oleh sebuah gerbang nand. Untuk kemudian keluarannya menjadi masukan data bagi rangkaian mikroktroller AT8951. Selain menerima sinyal dari rangkaian penguat, mikrokontroller juga menerima sinyal dari rangkaian komperator. Data ini kemudian diproses oleh mikrokontroller untuk kemudian dikeluarkan dalam bentuk audiovisual jika harak telah terpantau dan dalam bentuk sinyal yang akan mengaktifkan buzzer dan LED bilamana mikroktroller menjalankan eksekusi program yang telah diprogramkan.
35
R1 1M
R1 100K
+
RX
U1B LM833
4
1 5 +9V 8
R1 10K
6
7 +5V
R1 10K
R1 4.7K
+9V
14
3
C2 1n
8
2
-
C2 1n
+
4
R1 10K U1A LM833
-
R1 10K
R1 10K
C2 100n
1 3 R1 5.6K
2 7
C2 100n
U3A 4011
+5V +5V
U1 AT89C51
14
12 11 R7 1K R3 1K
17 16 15 14 13 12 11 10
1
U5A 4069 2
13 Q4 1815
+5V
7 1 2 6 4 5 3 16
A B C D BI LE LT VDD
a b c d e f g
14
R2 1K 28 27 26 25 24 23 22 21
13 12 11 10 9 15 14
3
C2 100n
U4 4511 5
Q1 2SA1015
Q2 2SA1015
U5B 4069 4
7
P2.7/A15 P2.6/A14 P2.5/A13 P2.4/A12 P2.3/A11 P2.2/A10 P2.1/A9 P2.0/A8
R5 220
TX U5C 4069 6
Q3 2SA1015
14
P0.7/AD7 P0.6/AD6 P0.5/AD5 P0.4/AD4 P0.3/AD3 P0.2/AD2 P0.1/AD1 P0.0/AD0
P3.7/RD P3.6/WR P3.5/T1 P3.4/T0 P3.3/INT1 P3.2/INT0 P3.1/TXD P3.0/RXD
R4 220
9
7
32 33 34 35 36 37 38 39
P1.7 P1.6 P1.5 P1.4 P1.3 P1.2 P1.1 P1.0
PSEN ALE/PROG
29 30
U3D 4011
7
8 7 6 5 4 3 2 1
BZ1 BUZZER
+5V
14
C2 33P
+9V
+5V
7
Y1 11MHZ 19 XTAL1
EA/VPP
9 XTAL2
RST
18
D4 RED
31
D3 GREEN C1 33P
14
8K2
7
R1
C3 10U
Gambar 3.11 Skema Rangkaian Keseluruhan
U5D 4069 8
BAB 4 PENGUJIAN ALAT
4.1 Tujuan Dalam tahapan pembuatan suatu alat, setelah selesai alat dibuat maka perlu dilakuakan pengujian terhadap alat tersebut agar dapat diketahui apakah alat tersebut berfungsi
sebagaimana
yang
direncanakan.
Pengujian
dilakukan
dengan
mengaktifkan alat dan dilakukan pengambilan data yang dibutuhkan. Alat-alat yang dibutuhkan dalam pengujian alat ini adalah sebagai berikut : 1. Multimeter analog Sunwa YX-360TR 2. Pengukur Jarak Manual (meteran)
4.2. Penentuan Jarak Ideal antara Transmitter (Tx) dan Receiver (Rx) Pengujian dilakukan untuk mencari jarak ideal antara Transmitter (Tx) dan Receiver (Rx) Transduser Ultrasonic agar dapat bekrfungsi dengan baik. langkahlangkah yang dilakukan dalam pengujian ini yakni : 1. Buat Modul Rangkaian Transmitter (Tx) dan Receiver (Rx) terpisah dari Modul Utama Rangkaian Rangkaian Ultrasonik Tranduser. 2. Siapakan beberapa titik posisi Tx dan Rx pada Modul. 3. Pasang dan uji Tx dan Rx pada titik-titik posisi yang ditentukan. 4. Catat Data pengukuran pada tabel.
35
36
Tx
Rx
Gambar. 4.1. Pengamatan Jarak Ideal antara Tx dan Rx Gambar 4.1 diatas mengambarkan pengujian dilakukan yakni dengan cara mengubah posisi Tx dan Rx sesuai titik pengujian yang telah disiapkan. Data Pengujian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Tabel Hasil Pengujian Tx dan Rx No 1. 2. 3. 4
Jarak Tx - Rx (cm) 2,5 5 6,5 10
Output (buzer,led, SS) error baik error error
Ket Modul tidak bekerja Modul bekerja dengan baik Modul tidak bekerja Modul tidak bekerja
4.4. Pengukuran Sudut Deteksi Pengukuran sudut deteksi dilakukan untuk mengetahui berapa lebar yang dapat dideteksi oleh alat. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian ini adalah : 1. Menyalakan alat dengan sumber tegangan AC PLN 220 Volt. 2. Atur titik sudut pengukuran yang diperlukan dalam pengujian alat ini. 3. Gerakan objek pada titik-titik yang telah ditentukan. 4. Catat data hasil pengukuran pada tabel.
37
180 °
135 ° 120 ° 100 ° 90 °
Tranduser
80 ° 70 ° 0°
45 °
Gambar. 4.2 Pengamatan Sudut Deteksi
Gambar 4.2 mengambarkan pengujian yang dilakukan yakni memindahkan objek pengukuran sesuai dengan titik sudut yang telah ditentukan, hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Tabel Pengamatn Sudut Deteksi No
Sudut
Kondisi Objek
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
0° 45° 70° 80° 90° 100° 120° 135° 180°
Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi Terdeteksi Terdeteksi Terdeteksi Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi
38
4.4. Pengukuran Jarak Deteksi Pengukuran jarak deteksi dilakukan untuk mengetahui berapa jarak maksimum yang dapat dideteksi oleh alat dan pada saat jarak berapakah rangkaian buzer dan rangkaian led bekerja. Langkah-langkah pengamatan yang dilakukan adalah sebagai berikut : 5. Menyalakan alat dengan sumber tegangan AC PLN 220 Volt. 6. Atur titik-titik pengukuran yang diperlukan dalam pengujian alat ini. 7. Gerakan objek pada titik-titik yang telah ditentukan. 8. Catat data hasil pengukuran pada tabel. 9. Beri catatan pada data saat rangkaian Led dan Rangkaian Buzer mulai bekerja.
Tx
Rx Objek penganti kendaraan Gambar. 4.3 Pengamatan Jarak Deteksi
Gambar 4.2 diatas merupakan gambaran dari pengujian yang dilakukan, dimana ketika alat dinyalakan maka alat tersebut akan memancarkan gelombang suara ultrasonic. Alat akan bekerja bilamana gelombang ultrasonic tersebut mengenai suatu benda pada jarak jangkauannya, pengujian dilakukan sesuai berurutan sesui langkahlangkah tersebut diatas. Data hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.21.
39
Tabel. 4.3 Tabel Hasil Pengukuran No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Jarak (cm) 0 5 10 15 20 25 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 150 180 190 200
Hasil LED Pengukuran Indikator 5 Merah 7 Merah 11 Merah 16 Merah 21 Merah 26 Merah 31 Merah 41 Merah 49 Merah 58 Merah 68 Merah 77 Merah 88 Merah 97 Merah 108 Kuning 118 Kuning 145 Kuning 173 Kuning 190 Kuning 196 Kuning Total Data Error
Buzzer
Error
Bunyi Bunyi Bunyi Bunyi Bunyi Bunyi Bunyi Bunyi Bunyi Bunyi Bunyi Bunyi Bunyi Bunyi Mati Mati Mati Mati Mati Mati
5 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 3 2 3 2 2 5 7 0 4 46
Dari Tabel diatas diketahui jumlah rata-rata pengukuran yakni : Total Jarak yang diukur : 1.545 cm Total Data Error
: 46 cm
Jadi Persentase Error dalam pengukuran yakni : % Error
= Total Data Error/Total Jarak ukur(Rata-rata Error/ Rata-rata Pengukuran) x 100 % = (46/1.545) x 100 % = 2, 98 %
BAB 5 KESIMPULAN
Dari hasil rancangan, pembuatan dan pengujian Modul Sistem Peringatan Dini Pada KendaraanUntuk Menghindari Tabrakan/benturan dengan Menggunakan Sensor Ultrasonic dapat ditarik beberapa kesimpulan : 1. Dari pengujian Pertama yakni Pengujian Jarak Ideal antara Transmitter (Tx) dan Receiver (Rx), didapat bahwa modul ini berkerja dengan baik pada saat Transmitter (Tx) dan Receiver (Rx)nya dipasang pada jarak 5 cm. 2. Dari Pengujian Kedua yakni Pengujian Sudut Deteksi antara Tranduser Ultrasonic dengan Objek deteksi, diketahui bahwa Tranduser Ultrasonic dapat mendeteksi objek dengan baik bila objek berada pada sudut 80° - 100° dari Tranduser. 3. Dari Pengujian Ketiga yakni Pengukuran jarak Deteksi, didapatkan data pengukuran jarak
yang tidak sama dengan jarak yang sebenarnya. Dimana
setelah di hitung, rata kesalahan (error) hasil pengukuran dengan jarak sesungguhnya adalah sebesar ± 2,98 %.
Dari kesimpulan diatas, berarti Modul Sistem Peringatan Dini Pada Kendaraan Untuk Menghindari Tabrakan/Benturan yang dibuat sudah sesuai dengan apa yang direncanakan sebelumnya yakni : Modul dapat mengukur dan mendeteksi jarak, led indikator peringatan dan buzzer bekerja sesuai dengan rancangan.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Paulus Andi Nalwan, “ Panduan Praktis Teknik Antar Muka dan Pemrograman Mikrokontroller AT89S51 “, 2003. 2. Aswan H, “ Analisa Rangkaian Op Amp Popular ”, 2004, http://www.electroniclab.com/ 3. P. Bisman, Drs, M.Eng.SC, “Perancangan PROM sitem PLA”, http://library.usu.ac.id/download/fmipa/fisika-bisman1.pdf 4. _______, “ Kecelakaan Lalu Lintas Perkotaan “, Kompas, 2004, http://www.kompas.com. 5. ______, “Aplikasi Sensor Ultrasonik “, http://planck.fi.itb.ac.id/Modulsensor.pdf
41