ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN SALURAN PEMASARAN PEPAYA CALIFORNIA (Kasus: desa Cimande dan desa Lemahduhur, kecamatan Caringin, kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Oleh : ANDRY PANDAPOTAN PURBA A 14105512
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN SALURAN PEMASARAN PEPAYA CALIFORNIA (Kasus: Desa Cimande dan Desa Lemahduhur, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Oleh : ANDRY PANDAPOTAN PURBA A 14105512
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN ANDRY PANDAPOTAN PURBA. Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Pemasaran Pepaya California (Kasus: desa Cimande dan desa Lemahduhur, kecamatan Caringin, kabupaten Bogor, Jawa Barat). (Dibawah bimbingan ANDRIYONO KILAT ADHI) Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba dari famili Caricaceae dan merupakan komoditi hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Salah satu jenis pepaya yang saat ini digemari petani untuk dikembangkan adalah pepaya California. Pepaya California merupakan varietas pepaya baru yang kini digemari para petani karena menjanjikan keuntungan. Adanya permintaan dari supermarket yang berkelanjutan terhadap pepaya California, dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi para petani untuk melakukan kegiatan usahatani pepaya California tersebut. Adanya luas lahan yang tidak seragam yang dimiliki setiap petani, akan menyebabkan jumlah produksi yang dihasilkan juga berbeda. Tinggi rendahnya tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh para petani untuk melakukan kegiatan usahatani pepaya California tersebut, juga sangat berpengaruh terhadap besarnya jumlah produksi yang dihasilkannya. Besarnya tingkat penggunaan input (seperti pupuk, bibit dan tenaga kerja) akan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan yang diperoleh masing-masing petani. Selain itu, penetapan harga jual pepaya California yang dilakukan oleh para petani akan mempengaruhi besarnya tingkat pendapatan yang diperoleh. Efisien atau tidaknya suatu saluran pemasaran, dipengaruhi oleh lembagalembaga pemasaran yang terkait di dalamnya. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam memasarkan pepaya dari petani hingga konsumen akhir adalah: produsen atau yang disebut sebagai petani, supplier dan pedagang pengecer. Dari permasalahan tersebut, maka dilakukan analisis pendapatan usahatani pepaya California untuk melihat berapa tingkat pendapatan usahatani pepaya California tersebut dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya. Selain itu, perlu juga dilakukan analisis saluran pemasaran, untuk mengetahui bagaimana bentuk saluran pemasaran California yang ada di lokasi penelitian. Penelitian dilakukan di desa Cimande dan desa Lemahduhur, kecamatan Caringin, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara langsung dengan petani, sedangkan data sekunder diperoleh dari BPS dan sumber lain yang relevan. Produksi rata-rata pepaya California yang dihasilkan oleh petani responden adalah sebanyak 65.296 kg dengan luas lahan rata-rata 0,94 hektar (ha). Harga jual rata-rata pepaya California adalah Rp. 1.930 per kg, sehingga rata-rata penerimaan yang diperoleh petani responden selama satu tahun adalah sebesar Rp. 126.021.280. Biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani responden adalah Rp. 31.125.475 per tahun, sehingga pendapatan atas biaya tunai adalah sebesar Rp 94.895.805 per tahun. Sedangkan pendapatan atas total biaya untuk luas lahan rata-rata 0,94 hektar dengan rata-rata produksi 65.296 kg dan jumlah total biaya Rp 35.061.375 adalah sebesar Rp 90.959.905. Nilai R/C atas biaya total yang diperoleh adalah sebesar 3.59 dan nilai R/C atas biaya tunai adalah sebesar 4.05.
Pendapatan usahatani pepaya California juga dikelompokkan berdasarkan skala usaha, yaitu: skala usaha kecil (luas lahan < 1 hektar), skala usaha menengah (luas lahan 1 sampai < 2 hektar) dan skala usaha besar (luas lahan ≥ 2 hektar). Luas lahan rata-rata yang dimiliki petani skala kecil adalah 0,35 hektar, petani skala menengah 1,15 hektar, sedangkan luas lahan rata-rata petani skala besar adalah 2,5 hektar. Dari hasil analisis R/C yang dilakukan, diketahui bahwa petani responden skala menengah memiliki nilai R/C yang lebih besar yaitu untuk R/C atas biaya tunai sebesar 5,66 dan untuk R/C atas total biaya sebesar 4,86. Perhitungan pendapatan responden berdasarkan luas lahan tersebut juga dikonversikan ke dalam luasan satu hektar dengan tujuan untuk melihat faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani tersebut untuk luasan per hektar. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui tingkat keefisienan petani responden tersebut dalam melakukan kegiatan usahatani pepaya California. Hasil analisis menunjukkan nilai R/C atas biaya tunai dan nilai R/C atas total biaya yang diterima oleh petani skala menengah juga lebih besar dibandingkan petani skala besar dan petani skala kecil (untuk luasan 1 ha). Petani skala menengah memperoleh nilai R/C atas biaya tunai sebesar 5,66 dan nilai R/C atas total biaya sebesar 4,86. Petani skala besar memperoleh nilai R/C atas biaya tunai sebesar 3,58 dan nilai R/C atas total biaya sebesar 3,15. Sedangkan petani skala kecil memperoleh nilai R/C atas biaya tunai sebesar 3,55 dan nilai R/C atas total biaya sebesar 2,95. Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa kegiatan usahatani pepaya California untuk luas lahan satu hektar yang dilakukan oleh petani skala menengah lebih efisien dibandingkan petani skala lain. Untuk luasan tersebut, jumlah tanaman yang lebih efisien untuk diusahakan adalah sebanyak 1.587 pohon dengan jarak tanam 2 m x 2,5 m. Berdasarkan keseluruhan nilai R/C yang diperoleh petani responden (nilai R/C > 1), maka dapat dikatakan bahwa kegiatan usahatani pepaya California sangatlah menjanjikan keuntungan. Dari hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani responden di desa Cimande dan desa Lemahduhur adalah: luas lahan, jumlah tanaman per hektar, jarak tanam, penggunaan bibit, penggunaan pupuk kompos, penggunaan pupuk NPK dan penggunaan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Dari 10 orang petani responden, terdapat dua pola saluran pemasaran pepaya California. Pola saluran pemasaran yang paling banyak digunakan adalah pola saluran pemasaran I (90 persen). Sedangkan petani yang memilih pola saluran pemasaran II sebesar 10 persen, dimana petani tersebut langsung memasarkan produknya ke pabrik. Besarnya bagian yang diterima oleh petani (farmer’s share) pada pola saluran pemasaran I adalah Rp 1900 (25,33 persen) dari harga jual pedagang pengecer. Sedangkan pada pola saluran II, petani memperoleh farmer’s share sebesar Rp 2200 (100 persen) dari harga beli konsumen akhir. Untuk analisis rasio keuntungan dan biaya, petani pada pola saluran II memperoleh keuntungan terbesar yaitu 8,73. Artinya adalah petani tersebut memperoleh keuntungan sebesar 8,73 untuk setiap rupiah yang dikeluarkan. Sedangkan rasio antara keuntungan dan biaya yang diperoleh petani pola saluran II adalah sebesar 4,39 untuk setiap rupiah yang dikeluarkan.
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN SALURAN PEMASARAN PEPAYA CALIFORNIA (Kasus: desa Cimande dan desa Lemahduhur, kecamatan Caringin, kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Oleh: ANDRY PANDAPOTAN PURBA A 14105512
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi
: Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Pemasaran Pepaya California (Kasus: desa Cimande dan desa Lemahduhur, kecamatan Caringin, kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Nama
: Andry Pandapotan Purba
NRP
: A14105512
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Andriyono Kilat Adhi NIP. 131 410 931
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus
: 10 Mei 2008
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA YANG BERJUDUL ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN SALURAN PEMASARAN PEPAYA CALIFORNIA (KASUS: DESA CIMANDE DAN DESA
LEMAHDUHUR,
KECAMATAN
CARINGIN,
KABUPATEN
BOGOR, JAWA BARAT BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH
PADA
SUATU
PERGURUAN
TINGGI
ATAU
LEMBAGA
MANAPUN.
Bogor,
Mei 2008
ANDRY PANDAPOTAN PURBA (A14105512)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padangsidempuan, Propinsi Sumatera Utara pada tanggal 16 Maret 1984, merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara dari pasangan bapak B. Purba dan ibu N. Br. Hutagalung. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD swasta Xaverius Padangsidempuan tahun 1996, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) swasta Kesuma Indah Padangsidempuan dan lulus pada tahun 1999. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 2 Padangsidempuan dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Diploma III Agribisnis Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, dan lulus pada tahun 2005, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulisan skripsi ini tidak dapat selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan yang berbahagia ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Papa dan mama saya tercinta yang selalu memberikan dukungan dalam segala hal, terutama dalam doa dan nasehatnya. Khusus untuk Ibunda tercinta yang selama masa hidupnya selalu mendoakan, memperhatikan dan memberikan kasih sayangnya kepadaku. Buat kakakku tersayang kak Anna, dan juga adikadikku Ferry, Gunawan, Nancy dan Nanda yang selalu memberikan motivasi, semangat dan juga doa. Juga buat kakak iparku keluarga besar K. Sinaga dan keluarga besar T. Bancin beserta keponakan-keponakanku Derlina, Almando, Agnesia dan Devi atas doa, bimbingan dan dukungan yang telah diberikan kepada saya. 2. Bapak Dr. Ir. Andriyono Kilat Adhi, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, arahan dan dorongan kepada saya dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Ibu Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS atas kesediaannya sebagai dosen evaluator pada saat kolokium. 4. Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS atas kesediannya sebagai dosen penguji utama. 5. Bapak Arif Karyadi Uswandi, SP atas kesediaannya sebagai dosen penguji Komisi Pendidikan. 6. Thomson Berutu, Amd atas kesediaannya sebagai pembahas dalam seminar.
7. Pak Jajat, pak Mamat, pak Aji Uwen dan semua petani responden di desa Cimande dan desa Lemahduhur yang telah memberikan waktu, kesempatan dan informasi yang saya butuhkan dalam penyelesaian skripsi ini. 8. Teman seperjuanganku Ebrinedy Haloho atas kekompakan dan kerjasamanya dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Budi, Binharto, Dedy, David, Erick, Ilham, Juan dan Majus yang telah membantu saya dalam melakukan penelitian. 10. Semua teman-teman di wisma Borobudur atas bantuan yang telah diberikan. 11. Semua pihak yang belum dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu saya dalam hal apapun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pihak yang membacanya dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan tuntunan dalam pelaksanaan penelitian selanjutnya.
Bogor,
Mei 2008
Penulis
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan kasih karunia-Nya yang begitu besar dan luar biasa, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul analisis pendapatan usahatani dan saluran pemasaran pepaya California (kasus: desa Cimande dan desa Lemahduhur, kecamatan Caringin, kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi ini menganalisis tentang pendapatan usahatani pepaya California yang ada di desa Cimande dan desa Lemahduhur, serta menganalisis sistem pemasarannya. Skripsi ini merupakan hasil karya penulis guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Melalui skripsi ini, penulis mencoba memberikan gambaran dalam mencari alternatif untuk mengambil keputusan dalam melakukan kegiatan usahatani pepaya California melalui pendekatan teori usahatani dan pemasaran. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dalam penyajian materi maupun ide-ide pokok yang penulis sampaikan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan selanjutnya pada masa yang akan datang. Akhirnya, penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pembacanya. .
Bogor,
Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ..........................................................................................xiv DAFTAR GAMBAR.......................................................................................xv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................xvi
I.
PENDAHULUAN................................................................................... 1 1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
II.
Latar Belakang .................................................................................1 Perumusan Masalah .........................................................................5 Tujuan Penelitian .............................................................................8 Manfaat Penelitian ...........................................................................9
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................10 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Pepaya ..................................................10 2.2. Syarat Tumbuh ...............................................................................12 2.3. Budidaya Pepaya California ............................................................13 2.3.1. Persiapan Bibit ......................................................................13 2.3.2. Persemaian ............................................................................13 2.3.3. Penanaman ............................................................................14 2.3.4. Pemeliharaan .........................................................................14 2.3.5. Panen dan Pasca Panen .........................................................14 2.4. Studi Penelitian Terdahulu ..............................................................15
III. KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................................19 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ...........................................................19 3.1.1. Pendapatan dan Biaya Usahatani............................................19 3.1.2. Konsep Pemasaran.................................................................20 3.1.3. Lembaga dan Fungsi-Fungsi Pemasaran.................................22 3.1.4. Analisis Saluran dan Efisiensi Pemasaran .............................24 3.1.4.1. Farmer’s Share .........................................................27 3.1.4.2. Margin Pemasaran .....................................................27 3.1.4.3. Rasio Keuntungan dan Biaya .....................................29 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ....................................................29
IV. METODE PENELITIAN.......................................................................32 4.1. 4.2. 4.3. 4.4.
Lokasi dan Waktu Penelitian ..........................................................32 Jenis dan Sumber Data.....................................................................32 Metode Pengambilan Responden ....................................................33 Metode Pengumpulan Data .............................................................34
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ............................................35 4.5.1. Analisis Pendapatan Usahatani ..............................................35 4.5.2. Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran .............................36 4.5.3. Analisis Efisiensi Pemasaran..................................................36 4.5.3.1. Analisis Farmer’s Share.............................................37 4.5.3.2. Marjin Pemasaran ......................................................37 4.5.3.3. Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya .......................39 4.6. Defenisi Operasional ......................................................................40
V.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN...................................41 5.1. Lokasi dan Kondisi Geografis Penelitian .........................................41 5.2. Keadaan Penduduk ..........................................................................42 5.3. Karakteristik Responden Petani Pepaya California...........................44 5.3.1. Status Kepemilikan Usaha .....................................................44 5.3.2. Tingkat Pendidikan dan Umur Petani Responden...................45 5.3.3. Tingkat Penggunaan Input, Jumlah Penerimaan dan Pola Saluran Pemasaran .......................................................46 5.4. Teknik Budidaya Pepaya California.................................................47 5.4.1. Persiapan Bibit.......................................................................47 5.4.2. Persemaian.............................................................................48 5.4.2.1. Pengisian Media Tanam Ke Polibag ...........................48 5.4.2.2. Penyemaian................................................................48 5.4.3. Penanaman.............................................................................49 5.4.3.1. Pembuatan Lobang Tanam dan Penanaman ................49 5.4.4. Pemeliharaan .........................................................................49 5.4.4.1. Penyiraman, Penyulaman dan Penyiangan ..................49 5.4.4.2. Pemupukan, Pembumbunan, dan Pengendalian Hama dan Penyakit.....................................................50 5.4.5. Panen dan Pasca Panen ..........................................................51
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................53 6.1. Analisis Pendapatan Usahatani Pepaya California............................53 6.1.1. Penerimaan Usahatani............................................................54 6.1.2. Biaya Usahatani .....................................................................54 6.2. Analisis Pendapatan Usahatani Pepaya California Berdasarkan Skala Usaha.....................................................................................59 6.3. Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran .......................................64 6.3.1. Fungsi Pemasaran ..................................................................65 6.3.2. Efisiensi Pemasaran ...............................................................69 6.3.2.1. Farmer’s Share ..........................................................69 6.3.2.2. Marjin Pemasaran.......................................................69 6.3.3. Analisis Efisiensi Pemasaran..................................................72
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................73 7.1. Kesimpulan .....................................................................................73 7.2. Saran ...............................................................................................75
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................76 LAMPIRAN ....................................................................................................78
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Komposisi Buah dan Daun Pepaya...........................................................2
2.
Perkembangan dan Peningkatan Produktivitas, Luas Panen dan Produksi Pepaya Indonesia Tahun 2000 – 2005 .................................3
3.
Konsumsi Buah Pepaya Per Kapita di Indonesia Tahun 2002-2005 ......... 3
4.
Perkembangan Ekspor dan Impor Buah Pepaya di Indonesia Tahun 2002 - 2005 ..................................................................................4
5.
Jumlah Penduduk di Desa Cimande dan Desa Lemahduhur Tahun 2007 Menurut Mata Pencaharian...................................................................... 43
6.
Jumlah Responden Petani Pepaya California Berdasarkan Skala Usaha dan Status Kepemilikan Usaha di Desa Cimande dan Desa Lemahduhur............................................................................. 44
7.
Jumlah Responden Pepaya California Berdasarkan Umur dan Tingkat Pendidikan Umur di Desa Cimande dan Desa Lemahduhur ..................... 45
8.
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengeluaran, Jumlah Produksi dan Tingkat Penerimaan ............................................... 46
9.
Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pola Saluran Pemasaran .................................................................................. 47
10.
Rata-rata Pendapatan Petani Responden Untuk Luas Lahan 0,94 Hektar Tahun 2007-2008 (1 Tahun)................................................. 55
11.
Rata-rata Nilai Penyusutan Peralatan Usahatani Pepaya California Per Tahun................................................................................................ 57
12.
Perbandingan Pendapatan Petani Responden Berdasarkan Skala Usaha Untuk Luasan Lahan 1 Hektar Dalam Waktu Satu Tahun ............. 60
13.
Fungsi Pemasaran Pada Lembaga Pemasaran Pepaya California di Desa Cimande dan Desa Lemahduhur ................................................ 66
14.
Analisis Marjin Pemasaran Pepaya California di Desa Cimande dan Desa Lemahduhur............................................................................. 70
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Buah dan Pohon Pepaya California .......................................................5
2.
Konsep-konsep Inti Pemasaran .............................................................21
3.
Hubungan Antara Margin Tataniaga, Nilai Margin Tataniaga serta Marketing Cost and Charge ..........................................................28
4.
Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian .........................................31
5.
Saluran Pemasaran Pepaya California di Lokasi Penelitian ....................65
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Peta Wilayah Kecamatan Caringin ...........................................................78
2.
Masing-masing Umur Tanaman, Luas Lahan, Jarak Tanam, Jumlah Tanaman dan Jumlah Produksi Pepaya California, Serta Pendapatan Yang Dihasilkan Petani Responden Dalam Waktu Satu Tahun di Daerah Penelitian ..................................................79
3.
Potensi Sumberdaya Tiap-tiap Desa di Kecamatan Caringin, Kabupatan Bogor, Jawa Barat ................................................................. 80
4.
Penjabaran Tentang Biaya Yang Dikeluarkan Oleh Masing-masing Petani Responden.................................................................................... 81
5.
Pendapatan Petani Responden Berdasarkan Skala Usaha (Luas Lahan) Dalam Waktu Satu Tahun ....................................................................... 86
6.
Perincian Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Petani Berdasarkan Skala Usaha Per Hektar Dalam Waktu Satu Tahun.................................. 88
7.
Kuisioner Penelitian ............................................................................... 90
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim
tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika. Buah-buahan merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting dan terus ditingkatkan produksinya baik untuk memenuhi konsumsi dalam negeri maupun luar negeri. Permintaan terhadap buah-buahan yang semakin tinggi juga dapat membuka peluang bagi peningkatan agribisnis buah sehingga diharapkan dapat bersaing dengan negara-negara lainnya terutama dalam mengatasi perdagangan bebas saat ini. Peningkatan kualitas buah merupakan salah satu upaya dalam mengatasi persaingan tersebut disamping peningkatan produksi dan efisiensi usaha. Salah satu jenis tanaman buah-buahan yang sangat digemari oleh masyarakat adalah pepaya. Pepaya (Carica papaya L.) adalah tumbuhan yang berasal dari Meksiko bagian Selatan dan bagian Utara dari Amerika Selatan dan kini telah tersebar luas di seluruh dunia. Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba dari famili Caricaceae dan merupakan komoditi hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Sebagai buah segar, pepaya relatif disukai semua lapisan masyarakat karena cita rasanya yang enak, kaya vitamin A, B dan C yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Buah pepaya mengandung enzim papain yang sangat aktif dan memiliki kemampuan mempercepat proses pencernaan protein, karbohidrat dan lemak. Bagian tanaman pepaya lainnya juga dapat dimanfaatkan, antara lain
2
sebagai obat tradisional, pakan ternak dan kosmetik. Pepaya juga dapat diolah menjadi berbagai bentuk makanan dan minuman yang diminati pasar luar negeri seperti olahan puri, pasta pepaya, manisan kering, manisan basah, saus pepaya dan juice pepaya. Bahkan bijinyapun dapat diolah lebih lanjut menjadi minyak dan tepung.1 Komposisi buah dan daun pepaya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi buah dan daun pepaya Unsur Komposisi Buah Masak Energi (Kal) 46 Air (gr) 86,7 Protein (gr) 0,5 Lemak (gr) Karbohidrat (gr) 12,2 Vitamin A (IU) 365 Vitamin B (mg) 0,04 Vitamin C (mg) 78 Kalsium (mg) 23 Besi (mg) 1,7 Fosfor (mg) 12 Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI, 1979
Buah Mentah 26 92,3 2,1 0,1 4,9 50 0,02 19 50 0,4 16
Daun 79 75,4 8 2 11,9 18.250 0,15 140 353 0,8 63
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kandungan gizi tertinggi yang terdapat dalam buah pepaya adalah vitamin A, yaitu 365 IU pada buah masak, 50 IU pada buah mentah, dan 18.250 IU pada daun. Hal ini dapat menunjukkan bahwa buah pepaya sangat penting dikonsumsi oleh manusia. Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi buah tersebut, dapat meningkatkan permintaan terhadap pepaya sehingga jumlah pasokan pepaya juga harus ditingkatkan. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan pengembangan budidaya pepaya dan peningkatan produktivitas dengan cara efisiensi produksi dan perluasan skala usaha. Perkembangan dan peningkatan produktivitas, luas panen dan produksi pepaya Indonesia disajikan pada Tabel 2. 1
Agribisnis Budidaya Pepaya dan Papain. http://www.cianjur.go.id. 20 Oktober 2007.
3
Tabel 2. Perkembangan dan peningkatan produktivitas, luas panen dan produksi pepaya Indonesia Tahun 2000-2005 Produktivitas Luas Panen Peningkatan Peningkatan (Ton/Ha) (Ha) (%) %) 2000 48,30 8.886 2001 48,79 1,02 10.259 15,45 2002 58,87 20,65 10.280 0,20 2003 67,35 14,40 9.306 -9,47 2004 80,21 19,09 9.134 -1,85 2005 69,64 -13,17 7.879 -13,74 Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2006) Tahun
Produksi Peningkatan Ton (%) 429.207 500.571 16,63 605.194 20,90 626.745 3,56 732.611 16,89 548.657 -25,11
Tabel 2 menunjukkan produksi pepaya dari tahun 2000 hingga tahun 2004 mengalami peningkatan, walaupun kenyataannya jumlah luas panen pada tahun 2003 hingga tahun 2005 mengalami penurunan. Pada tahun 2005 jumlah produksi pepaya di Indonesia menurun hingga 25,11 persen, dimana pada tahun 2005 luas panen juga menurun hingga mencapai 13,74. persen dari tahun 2004. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya petani yang menjual lahannya kepada pihakpihak tertentu untuk dijadikan sebagai pemukiman penduduk ataupun sebagai bisnis. Peluang pengembangan pepaya di Indonesia tidak lepas dari tingkat konsumsi masyarakat akan buah pepaya tersebut. Konsumsi buah pepaya di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Konsumsi Buah Pepaya Per kapita di Indonesia Tahun 2002-2005 Tahun Jumlah (kg) 2002 2,24 2003 2,44 2004 2,34 2005 2,29 Sumber: Data Susenas, 2007
Persentase (%) 8,93 -4,10 -2,14
Tabel 3 dapat dilihat bahwa konsumsi buah pepaya per kapita di Indonesia pada Tahun 2003 mengalami peningkatan sebesar 8,93 persen dari tahun 2002.
4
Namun pada tahun-tahun berikutnya konsumsi pepaya mengalami penurunan. Bahkan pada tahun 2005, konsumsi pepaya di Indonesia hanya sebesar 2,29 kg per kapita per tahun. Hal ini seiring dengan penurunan jumlah produksi dan luas panen yang terbesar pada tahun tersebut. Selain itu, menurunnya jumlah dan nilai ekspor maupun impor dapat menyebabkan jumlah konsumsi buah pepaya tersebut menjadi menurun (Tabel 4). Buah pepaya telah menjadi komoditi perdagangan Internasional saat ini dan menjadi produk ekspor beberapa negara produsen di kawasan Asia seperti Malaysia, Thailand, Philipina dan Indonesia. Pada kenyataannya buah pepaya belum menjadi produk ekspor unggulan Indonesia yang dapat diandalkan karena produksinya masih terbatas dan bahkan belum mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Tabel 4. Perkembangan ekspor dan impor buah pepaya di Indonesia Tahun 20022005 Tahun 2002 2003 2004 2005
Ekspor Barat Bersih Nilai (Kg) % (US$) % 3.287 6.643 187.972 5.618,65 231.350 3.382,61 524.686 179,13 1.301.371 462,51 60.485 -88,47 112.597 -91,35
Impor Berat Bersih Nilai (Kg) % (US$) % 298.834 79.573 1.789.880 498,95 520.892 554,61 141.421 -92,10 45.568 -91,25
Sumber: Badan Pusat Statistik (2006)
Berdasarkan Tabel 4 di atas dapat dilihat peningkatan ekspor pepaya tertinggi terjadi tahun 2003 sebesar 5.618,65 persen, sedangkan pada tahun 2005 terjadi penurunan sebesar 88,47 persen. Peningkatan ekspor pepaya tersebut dapat disebabkan oleh adanya perbaikan varietas bibit pepaya yang disesuaikan dengan selera konsumen. Selain itu, nilai tukar luar negeri yang relatif lebih tinggi dapat mendorong pengusaha untuk melakukan ekspor pada tahun tersebut. Semakin meningkatnya permintaan buah pepaya dalam negeri, menyebabkan Indonesia
5
harus mengimpor dari luar agar kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Peningkatan impor pepaya tertinggi terjadi pada tahun 2004 sebesar 498,95 persen, hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan nilai impor pada tahun tersebut yaitu sebesar 554,61 persen dari nilai impor pada tahun 2003.
1.2.
Perumusan Masalah Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba dari famili Caricaceae dan
merupakan komoditi hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Salah satu jenis pepaya yang saat ini digemari petani untuk dikembangkan adalah pepaya California.
Gambar 1. Buah dan Pohon Pepaya California
6
Gambar 1 dapat dilihat bahwa pepaya California memiliki ukuran yang relatif kecil. Daging buahnya yang merah dan rasanya yang manis menjadikan buah ini memiliki keunggulan tersendiri. Berat buah pepaya California berkisar antara 0,5 hingga 2,0 kg per buahnya, dan tinggi pohonnya dapat mencapai 0,7 hingga 2 meter di atas permukaan tanah. Pepaya California merupakan varietas pepaya baru yang kini sangat digemari para petani karena menjanjikan keuntungan. Tempat penanaman pepaya California diantaranya terletak di desa Cimande dan desa Lemahduhur, kecamatan Caringin, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pepaya California adalah varietas pepaya baru yang memiliki keunggulan buah tersendiri, rasanya lebih manis, lebih tahan lama, dan bisa dipanen lebih cepat dibandingkan pepaya varietas lain. Pepaya California banyak diminati karena ukurannya tidak terlalu besar, kulitnya lebih halus dan mengkilat. Pohon pepaya California sudah bisa dipanen setelah berumur sembilan bulan, dan pohonnya dapat berbuah hingga umur empat tahun. Dalam satu bulan, pohon pepaya California tersebut bisa dipanen sampai delapan kali. Adanya permintaan dari supermarket yang berkelanjutan terhadap pepaya California, dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi para petani untuk melakukan kegiatan usahatani pepaya California tersebut. Bahkan, adanya petani responden yang mengalihkan usahanya untuk mencoba melakukan usahatani pepaya California dapat memberikan gambaran bahwa usahatani tersebut sangat digemari para petani tersebut.. Hal ini disebabkan oleh usahatani tersebut dapat memberikan keuntungan yang cukup tinggi. Jumlah produksi pepaya California yang dihasilkan petani sangat dipengaruhi oleh luas lahan yang dimilikinya. Adanya luas lahan yang tidak
7
seragam yang dimiliki setiap petani, akan menyebabkan jumlah produksi yang dihasilkan juga berbeda. Tinggi rendahnya tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh para petani tersebut untuk melakukan kegiatan usahatani pepaya California tersebut, juga sangat berpengaruh terhadap besarnya jumlah produksi yang dihasilkannya. Hal tersebut akan mempengaruhi tingkat penerimaan yang diperoleh petani tersebut. Karakteristik pepaya yang cepat mengalami kematangan dan kerusakan buah, menyebabkan petani tersebut memerlukan pemasaran yang cepat, karena jika penanganannya tidak cepat dapat menimbulkan biaya penyusutan berupa penurunan harga karena kondisi pepaya yang tidak segar lagi. Jauhnya daerah pemasaran dari sentra produksi memungkinkan timbulnya risiko yaitu: (1) apabila petani tersebut langsung menjual produknya ke konsumen akhir akan memerlukan biaya transportasi yang tinggi, (2) apabila petani menjual hasil produksinya di daerahnya, maka petani tersebut akan menerima harga jual yang terlalu rendah. Efisien atau tidaknya suatu saluran pemasaran, dipengaruhi oleh lembagalembaga pemasaran yang terkait di dalamnya. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam memasarkan pepaya dari petani responden hingga konsumen akhir adalah: produsen atau yang disebut sebagai petani responden, supplier dan pedagang pengecer. Lembaga pemasaran yang berfungsi sebagai penghubung akan membentuk pola saluran pemasaran pepaya California tersebut. Diantara lembaga pemasaran yang ada, posisi petani adalah yang paling rendah. Rendahnya posisi tersebut disebabkan oleh kebutuhan rumah tangga yang mendesak sementara daya beli relatif rendah. Selain itu, kurang tersedianya sarana transportasi dan informasi mengenai harga pasar menyebabkan petani mengalami
8
kesulitan dalam menetapkan harga jualnya sehingga terjadi perbedaan harga cukup besar antara harga yang diterima petani dan harga yang diterima pengecer. Harga jual di tingkat petani responden yang berkisar antara Rp 1900 hingga Rp 2200 per kg, cukup jauh bedanya dengan harga jual pedagang pengecer sebesar Rp 7500. Hal ini menyebabkan bagian yang diterima petani menjadi rendah, sehingga perumusan masalah yang perlu dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Berapa tingkat pendapatan usahatani pepaya California di daerah penelitian dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya? 2. Bagaimana bentuk saluran pemasaran pepaya California dari petani/produsen sampai ke konsumen akhir di daerah penelitian? 3. Apakah sistem pemasaran, saluran pemasaran mulai dari produsen kepada konsumen akhir pada setiap lembaga sudah efisien?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan diatas maka penelitian ini
diharapkan bertujuan untuk: 1. Menganalisis pendapatan usahatani pepaya California di daerah penelitian dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya. 2. Mengetahui bentuk saluran pemasaran pepaya California yang terjadi di daerah penelitian. 3. Menganalisis efisiensi pemasaran pepaya California dengan pendekatan fungsi-fungsi pemasaran, lembaga pemasaran, saluran pemasaran, analisis farmer’s share, analisis marjin pemasaran dan analisis keuntungan dan biaya.
9
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian yang dilaksanakan diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan bagi pihak dalam mengambil keputusan untuk melakukan kegiatan budidaya pepaya California. 2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang ingin mengetahui saluran pemasaran pepaya California di desa Cimande dan desa Lemahduhur, kecamatan Caringin, kabupaten Bogor. 3. Sebagai bahan informasi bagi pelaku pasar dalam memilih saluran pemasaran serta menjadi bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan yang berkenaan dengan pemasaran pepaya California.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tinjauan Umum Komoditi Pepaya Pepaya (Carica papaya L.), salah satu buah introduksi yang telah lama
dikenal berkembang luas di Indonesia, merupakan tanaman monodioecious (berumah tunggal sekaligus berumah dua). Pepaya adalah jenis tanaman herba, batangnya berongga biasanya tidak bercabang dan tingginya dapat mencapai 10 meter. Daunnya merupakan daun tunggal dan berukuran besar, tangkai daun berukuran panjang dan berongga. Bunganya terdiri dari tiga jenis yaitu: bunga jantan, bunga betina dan bunga sempurna. Bentuk buah beragam dari yang bentuknya bulat sampai lonjong. Sentra produksi pepaya antara lain Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa tengah, DI Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Bali, NTB (Kalie, 2007). Buah pepaya memiliki banyak varietas, pengelompokan tanaman pepaya ke dalam beberapa varietas didasarkan pada bentuk, ukuran, warna dan tekstur buahnya. Jenis pepaya yang banyak dikenal orang di Indonesia, yaitu: 1 Pepaya semangka, memiliki daging buah berwarna merah semangka, rasanya manis. 2) Pepaya burung, warna daging buah kuning, harum baunya dan rasanya manisasam. Varietas yang mulai dikembangkan saat ini adalah pepaya Meksiko. Pepaya Meksiko sering disebut pepaya varietas Solo atau pepaya tunggal karena memiliki ukuran buah yang kecil-kecil dan hanya cukup untuk satu orang. Ukuran buahnya kecil dan bentuknya mirip buah alpukat, bulat berleher. Daging buahnya berwarna kuning dan rasanya manis. Berat per buahnya sekitar 0,5 kg. Jenis pepaya ini tahan terhadap kerusakan selama pengangkutan.
11
Menurut Gita (2005), bahwa buah pepaya yang dibudidayakan petani dan dinikmati oleh konsumen terdiri dari jenis pepaya eksotik dan jenis pepaya lokal. Jenis pepaya eksotik terdiri dari jenis pepaya California, pepaya Hawai (Solo, Honolulu, Pontianaka, Medan, Taiwan, Jumbo) yang mempunyai ukuran relatif kecil- sedang (0,5-1,5 kg), sedangkan untuk jenis pepaya lokal yang terdiri dari pepaya Malang, pepaya Bangkok, Bogor, Pepaya Paris, pepaya Jinggo mempunyai ukuran relatif besar (>2 kg). Pepaya lokal merupakan pepaya yang sudah lama dibudidayakan petani dan konsumen sudah umum mengkonsumsinya. Pepaya bangkok memiliki karakteristik antara lain buah buah berbentuk panjang besar dan lancip pada bagian ujung, permukaan buahnya tidak rata dan kulit luarnya relatif tipis, daging buah berwarna jingga kemerahan, keras dan memiliki rasa manis Selanjutnya Gita menambahkan bahwa pepaya eksotik merupakan jenis pepaya yang memiliki beberapa perbedaan dibandingkan jenis pepaya lokal antara lain: jarang dibudidayakan, bentuknya unik dengan ukuran buah kecilsedang, kulit buah halus, warna daging buah jingga-merah segar, rasa manis dan tekstur buah lembut. Secara umum pepaya eksotik belum terlalu dikenal konsumen sehingga konsumen memperoleh informasi dari toko buah yang dikunjunginya. Pusat Kajian Buah-buahan Tropika Institut Pertanian Bogor (IPB ) mengatakan bahwa seiring meningkatnya permintaan pepaya, tentu akan meningkatkan jumlah pasokan. Melihat kondisi pasokan pepaya yang masih sangat kurang pada saat ini, maka perlu ada terobosan dalam pengembangan pepaya di tanah air. Upaya itu salah satunya melalui perbaikan varietas bibit pepaya yang disesuaikan dengan selera konsumen. Saat ini, masih banyak pepaya
12
ukuran besar di pasaran yang tidak dapat habis sekali makan. Inilah yang tidak disukai konsumen karena biasanya jika tersisa, tingkat kesegaran pepaya akan menurun. Selain itu, cara penyajian yang harus dikupas dulu kulitnya sebelum dimakan membuat konsumen ragu akan kebersihan proses pengupasannya. Karena itu Pusat Kajian Buah-buahan Tropika IPB sudah berhasil melakukan inovasi menemukan buah pepaya yang berukuran kecil dan bisa dimakan sekali saji. Jenis ini diberi nama IPB 1 (Arum), IPB-2, IPB 3, IPB 5, dan IPB 7, serta yang terakhir IPB 9. Jenis Pepaya IPB-1 mempunyai karakteristik kecil dengan bobot 0,5 kg, memiliki tekstur yang lembut, rasanya manis, harum dan genjah (mudah berbuah), sedangkan untuk pepaya IPB-2 memilki karakteristik fisik buah lebih besar dari IPB-1, dagingnya berwarna merah jingga serta kulitnya hijau. Kedua varietas ini sudah dapat dinikmati masyarakat luas, terutama masyarakat sekitar Bogor.
2.2.
Syarat Tumbuh Tanaman pepaya merupakan tanaman buah-buahan tropika yang beriklim
basah, tumbuh subur pada daerah yang memilki curah hujan 1000-2000 mm/tahun. Angin diperlukan untuk penyerbukan bunga, agar tanaman pepaya tumbuh dengan baik maka angin tidak boleh terlalu kencang. Suhu udara optimum untuk pertumbuhan pepaya berkisar antara 22-26oC dengan kelembaban udara sekitar 40%. Tanah yang baik untuk tanaman pepaya adalah tanah yang subur, gembur, banyak mengandung humus dan memiliki daya menahan air yang tinggi. Derajat keasaman tanah ( pH tanah) yang ideal adalah netral dengan pH 6-7. Kandungan air dalam tanah merupakan syarat penting dalam kehidupan tanaman ini. Air menggenang dapat mengundang penyakit jamur perusak akar
13
hingga tanaman layu (mati). Apabila kekeringan air, maka tamanan akan kurus, daun, bunga dan buah rontok. Tinggi air yang ideal tidak lebih dalam daripada 50–150 cm dari permukaan tanah. Pepaya dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 700 m–1000 m di atas permukaan laut.
2.3.
Budidaya Pepaya California Menurut Sari (2005), kegiatan budidaya pepaya California meliputi:
persiapan bibit, persemaian, penanaman, pemeliharaan, panen dan pasca panen.
2.3.1. Persiapan Bibit Persiapan bibit untuk budidaya pepaya California diambil dari pohon induk yang sudah berumur dua tahun dan masak di pohon atau buahnya sudah cukup tua dengan kriteria rasa buah manis, berkulit halus, bebas hama dan penyakit dan dipilih dari buah yang bentuknya lonjong. Biji diambil dari bagian buah yang di tengah, kemudian dicuci dan dibersihkan lapisan kulit bijinya. Setelah itu, biji direndam dalam toples yang berisi air selama satu malam dan dijemur di bawah sinar matahari selama dua hari untuk kemudian siap untuk digunakan.
2.3.2. Persemaian Proses persemaian dimulai dari mengisi media ke dalam polibeg, dimana media tanamnya adalah tanah yang cukup gembur dan dicampur dengan pupuk kompos. Setelah itu, dilakukan penyemaian dengan memasukkan satu biji benih (bibit) pepaya ke dalam polibeg yang sudah berisi tanah dengan kedalaman 0,5 hingga 1 cm.
14
2.3.3. Penanaman Sebelum dilakukan penanaman, lahan perlu dibersihkan terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan membuat lubang tanam. Penanaman dilakukan setelah bibit siap tanam dan telah berumur 45 hari setelah semai. Bibit yang siap dipindahkan harus sudah mempunyai ketinggian tanaman berkisar antara 12 hingga 15 cm dan tidak menunjukkan gejala terserang hama dan penyakit.
2.3.4. Pemeliharaan Pada proses pemeliharaan perlu dilakukan dengan berbagai kegiatan yaitu: penyiraman,
penyulaman,
penyiangan,
pemupukan,
pembumbunan
dan
pengendalian hama dan penyakit. Kegiatan pemeliharaan ini harus lebih teliti dilakukan agar jumlah dan kualitas produksi buah pepaya California yang dihasilkan sesuai dengan standar yang ditentukan oleh pasar.
2.3.5. Panen dan Pasca Panen Pemanenan pepaya California yang paling ideal adalah pada pagi hari dan dapat dilakukan seminggu sekali tergantung pada tingkat kematangan buah. Pepaya California dapat dipanen pada umur 10 bulan setelah tanam. Teknik pemanenan dapat dilakukan dengan langsung memetik buah, kemudian dikumpulkan dalam keranjang dan disimpan di tempat yang teduh. Getah buah dibiarkan keluar agar tidak mengenai kulit buah. Buah yang sudah dikumpulkan kemudian diangkut dari kebun ke bangsal pengolahan dengan menggunakan mobil angkutan. Di bangsal pengolahan buah-buahan tersebut disimpan untuk dihitung dari hasil panen yang didapat. Bentuk buah pepaya California dapat beragam mulai dari yang bentuknya bulat hingga bentuk lonjong.
15
Sortasi dan grading dilakukan berdasarkan jenis buah dengan cara yang sederhana, yaitu berdasarkan ukuran, bentuk dan tingkat kerusakan buah. Buah yang termasuk dalam grade A memliki kriteria: bobot berkisar antara 500-1000 gram dengan bentuk buah lonjong dan berkulit mulus. Sedangkan untuk buah grade B memiliki kriteria: bobot buah berkisar antara 1000-2000 gram, dengan bentuk buah lonjong dan berkulit mulus. Kegiatan selanjutnya adalah mencuci buah pepaya California, kemudian dikemas dalam kotak kemasan. Setelah dilakukan pengemasan, pepaya siap untuk diangkut dan dipasarkan.
2.4.
Studi Penelitian Terdahulu Beberapa judul penelitian sebelumnya tentang pendapatan usahatani dan
saluran pemasaran, diantaranya adalah : Analisis Saluran Pemasaran Manggis di Desa Puspahiang, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat yang diteliti oleh Rahmawati (1999). Pelaku pemasaran yang terlibat menyalurkan komoditi manggis dari petani adalah bandar kampung, pedagang pengumpul (pengepul), pedagang grosir serta pengecer dimana untuk pasar luar negeri terdapat peran eksportir. Petani sistem panen sendiri yang menjual ke bandar kampung sebanyak 3 orang (10%), sedangkan yang menjual ke pengepul sebanyak 8 orang (26,67%). Harga beli bandar kampung dari petani sebesar Rp 623,68 per kg sedangkan bandar kampung menjual ke pengepul dengan harga Rp 1.000 per kg untuk manggis lokal dan Rp 2.416,67 perKg untuk manggis kualitas ekspor. Adanya manggis kualitas ekspor menyebabkan keutungan bandar kampung meningkat menjadi Rp 1.192,68 per kg dengan rasio keuntungan yang lebih besar dibandingkan saluran lainnya, yaitu sebesar 1,99. Farmer share tertinggi yang diterima petani sebesar 44,37 %
16
terdapat pada saluran pemasaran V (petani – pengepul – pengecer), dan yang terendah adalah sebesar 3,99 % terdapat pada saluran pemasaran VIII yaitu mulai dari petani – pengepul – eksportir. Penelitian yang dilakukan oleh Sitompul, R. P (2007) mengenai analisis usahatani dan tataniaga ikan hias maskoki oranda di desa Parigi Mekar, kecamatan
Ciseeng,
kabupaten
Bogor,
Jawa
Barat.
Hasil
penelitian
memperlihatkan bahwa saluran tataniaga melibatkan petani, pedagang pengumpul, supplier, dan konsumen akhir/hobis. Harga jual anakan Ikan Maskoki Oranda di tingkat petani pembenihan ke petani pembesaran berkisar antara Rp 130 sampai dengan Rp 150 per ekor. Harga jual Ikan Maskoki Oranda di tingkat petani pembesaran ke pedagang pengumpul berkisar antara Rp 800 sampai dengan Rp 950 per ekor. Harga yang berlaku di tingkat supplier ke pedagang pengecer berkisar anatara Rp 1.400 sampai dengan Rp 1.500 per ekor, sedangkan di tingkat pedagang pengecer ke konsumen akhir berkisar antara Rp 2.000 sampai dengan Rp 2.500 per ekor. Farmer’s share yang diterima petani pada pola 1 dan 2 yaitu masing-masing sebesar 39,5%. Pada pola 3, rata-rata harga jual petani adalah sebesar Rp 1.116,7 per ekor, sedangkan rata-rata harga yang dibayar oleh konsumen akhir sebesar 1.250,00 per ekor. Farmer’s share yang diterima petani pada pola 3 adalah sebesar 89,3%, merupakan saluran tataniaga yang paling menguntungkan bagi petani, karena saluran tataniaga Ikan Hias Maskoki yang paling pendek dan efisien (Petani → pedagang pengecer → konsumen/hobis). (Farmer’s share yang tinggi dapat dicapai jika petani mampu mengefisienkan saluran tataniaga dan meningkatkan kualitas produknya.
17
Sedangkan judul penelitian terdahulu tentang buah pepaya adalah: Analisis Kelayakan Finansial dan Kesempatan Kerja Pada Usahatani Pepaya yang diteliti oleh Halisah, S (2006). Hasil analisis kelayakan finansial pada penelitiannya menunjukkan bahwa usahatani pepaya yang dilaksanakan di kebun percobaan Cikarawang layak dan menguntungkan untuk dikembangkan. Nilai NPV yang diperoleh lebih besar dari nol, yaitu Rp 11.621.597,55, nilai net B/C lebih besar dari satu, yaitu 1,44, tingkat IRR yang lebih besar dari pada tingkat diskonto (11,47 %), yaitu 40 persen, dan nilai payback period yang masih berada dalam rentang waktu umur proyek, yaitu 3 tahun 2 bulan. Sedangkan untuk analisis sensitivitas yang dilakukan terhadap penurunan tingkat hasil produksi sebesar 16,67 persen menunjukkan kondisi tidak layak dan tidak menguntungkan untuk dilaksanakan. Namun jika lahan yang digunakan adalah hasil sewa, maka analisis sensitivitasnya menunjukkan kondisi usahatani pepaya yang dilaksanakan tetap layak dan menguntungkan untuk diusahakan. Berdasarkan hasil analisis switching value, penurunan hasil produksi dan harga jual output maksimum yang dapat ditoleransi masing-masing adalah sebesar 12,75 persen, sedangkan peningkatan dari harga pupuk dan obat-obatan yang maksimal adalah sebesar 59 persen. Berdasarkan ketiga variabel yang diuji, maka dapat dikatakan bahwa variabel yang relatif peka terhadap perubahan adalah: penurunan hasil produksi dan harga jual output, sementara peningkatan dari harga input pupuk dan obat-obatan relatif kurang peka. Berdasarkan hasil analisis kesempatam kerja dengan luas lahan 0,85 hektar, dibutuhkan 356, 15 hari kerja per tahun sehingga tenaga kerja yang dapat terserap dari kegiatan usahatani tersebut adalah 1,19 orang per tahun. Apabila dilakukan pengembangan investasi pada usahatani pepaya tersebut maka akan
18
menambah penyerapan tenaga kerja yang akhirnya membuka kesempatan kerja pada masyarakat sekitar kebun. Penelitian yang dilakukan Gita (2005) tentang Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian Pepaya Eksotik Dibandingkan Dengan
Pepaya
Lokal,
menunjukkan
hasil
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi proses keputusan pembelian pepaya eksotik adalah: faktor promosi, alokasi dana, keluarga dan kualitas pepaya. Sedangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi proses keputusan pembelian pepaya lokal adalah faktor
promosi, pengambil keputusan, keluarga, pakerjaan dan ketersediaan pepaya jenis lain. Alat analisis yang digunakan adalah Analisis Faktor dan Analisis Konjoin.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka
pemikiran
teoritis
merupakan
suatu
kerangka
yang
mengungkapkan teori dan konsep untuk menjawab pokok permasalahan dalam penelitian. 3.1.1. Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973) mendefenisikan pendapatan sebagai balas jasa dari kerja sama faktor – faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan (manajemen). Pendapatan dapat didefenisikan sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Besarnya pendapatan usahatani tergantung pada besarnya penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu. Penerimaan merupakan hasil kali jumlah produksi total dan harga jual per satuan. Sedangkan pengeluaran atau biaya adalah nilai penggunaan sarana produksi, upah dan lain-lain yang dibebankan pada proses produksi yang bersangkutan. Besar kecilnya tingkat pendapatan yang diperoleh petani dipengaruhi antara lain : (1) skala usaha, (2) ketersediaan modal, (3) tingkat harga output, (4) ketersediaan tenaga kerja keluarga, (5) sarana transportasi, (6) sistem pemasaran, (7) kebijakan pemerintah dan sebagainya (Soekartawi dkk, 1986). Biaya
usahatani
dapat
berbentuk
biaya
tunai
dan
biaya
yang
diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dibayar dengan uang, seperti biaya pembelian sarana produksi, biaya pembelian bibit, pupuk dan obat-obatan serta biaya upah tenaga kerja. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung
20
berapa sebenarnya pendapatan kerja petani, modal dan nilai kerja keluarga. Tenaga kerja keluarga dinilai berdasarkan upah yang berlaku. Biaya penyusutan alat-alat pertanian dan sewa lahan milik sendiri dapat dimasukkan dalam biaya yang diperhitungkan. Biaya dapat juga diartikan sebagai penurunan inventaris usahatani. Nilai inventaris suatu barang dapat berkurang karena barang tersebut rusak, hilang atau terjadi penyusutan. Analisis pendapatan pada umumnya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan usaha pertanian dalam satu tahun, dengan tujuan untuk membantu perbaikan pengelolaan usahatani. Aspek yang digunakan adalah harga yang berlaku, dan penyusutan akan diperhitungkan pada tahun tersebut untuk memperoleh keuntungan maksimum. (Hernanto, 1989). Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (revenue-cost ratio atau R/C ratio). Analisis R/C digunakan untuk mengetahui keuntungan relatif usahatani berdasarkan perhitungan finansial, dimana R/C ratio dapat menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya. Apabila nilai R/C ratio > 1, berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar daripada tiap unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Apabila nilai R/C ratio < 1 maka tiap unit yang dikeluarkan akan lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh. Sedangkan untuk kegiatan usaha yang memiliki R/C rasio = 1, berarti kegiatan usaha berada pada keuntungan normal (normal profit).
3.1.2. Konsep Pemasaran Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan serta inginkan
21
lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain. Pemasaran umumnya dilihat sebagai tugas menciptakan, mempromosikan, serta menyerahkan barang dan jasa ke konsumen dan perusahaan lain. Pemasaran yang efektif dapat dilakukan melalui banyak bentuk. Pemasaran diawali dengan pemahaman tentang kebutuhan, keinginan dan permintaan konsumen akan produk dimana konsumen mengharap nilai produk tersebut bermanfaat serta sesuai dengan biaya atau pengorbanan yang dikeluarkan. Produk tersebut dapat dijumpai di pasar dalam sebuah transaksi dengan produsen/pemasarnya. Adanya kebutuhan dan keinginan manusia menimbulkan permintaan terhadap produk tertentu yang didukung oleh kemampuan membeli. Produk tersebut diciptakan untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan manusia, sehingga timbul proses pertukaran untuk memperoleh produk yang diinginkan atau dibutuhkan dengan menawarkan sesuatu sebagai gantinya (Kotler, 2002). Menurut Kotler (1987), konsep pemasaran yakin bahwa pencapaian sasaran organisasi tergantung pada penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran dan penyampaian kepuasan yang didambakan itu lebih efektif dan efisien ketimbang pesaing.
pasar
Kebutuhan, keinginan dan permintaan
produk
Nilai kepuasan, dan mutu
Pertukaran, transaksi, dan hubungan
Gambar 2. Konsep-Konsep Inti Pemasaran (Kotler, 1987)
Tataniaga merupakan suatu kegiatan manusia yang diarahkan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran, yaitu meliputi
22
kegiatan untuk memindahkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Pengertian tataniaga dapat dilihat dengan pendekatan manajerial (aspek pasar) dan aspek ekonomi. Berdasarkan aspek manajerial, tataniaga merupakan analisis perencanaan organisasi, pelaksanaan dan pengendalian pemasaran untuk menentukan kedudukan pasar. Ditinjau dari aspek ekonomi, tataniaga merupakan distribusi fisik dan aktivitas ekonomi yang memberikan fasilitas-fasilitas untuk bergerak, mengalir, dan pertukaran komponen barang dan jasa dari produsen ke konsumen.
Selain
itu,
tataniaga
merupakan
kegiatan
produksi
karena
meningkatkan, menciptakan nilai guna bentuk, waktu, tempat, dan kepemilikan. Tataniaga pertanian dapat diartikan sebagai semua bentuk kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barangbarang hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke konsumen, termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang untuk mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasaan yang lebih tinggi kepada konsumen (Limbong dan Sitorus, 1987).
3.1.3. Lembaga dan Fungsi-Fungsi Pemasaran Hanafiah dan Saefuddin (1983), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dimana barang bergerak dari produsen sampai ke konsumen. Lembaga tataniaga ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara, dan lembaga pemberi jasa. Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi-fungsi tataniaga serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran berupa marjin pemasaran.
23
Limbong dan Sitorus (1987), dalam pemasaran barang atau jasa terlibat beberapa badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara dan konsumen. Karena jarak antara produsen yang menghasilkan barang atau jasa sering berjauhan dengan konsumen, maka fungsi badan perantara sangat diharapkan kehadirannya untuk menggerakkan barang-barang dan jasa-jasa tersebut dari titik produksi ke titik konsumsi. Lembaga pemasaran merupakan suatu lembaga dalam bentuk perorangan, perserikatan atau perseroan yang akan melakukan fungsifungsi pemasaran yang berusaha untuk memperlancar arus/gerak barang dari produsen sampai tingkat konsumen melalui berbagai kegiatan/aktifitas. Lembagalembaga tersebut juga berfungsi sebagai sumber informasi mengenai suatu barang dan jasa. Ada tiga kelompok yang secara langsung terlibat dalam penyaluran barang/jasa mulai dari tingkat produsen sampai tingkat konsumen, yaitu: (1) pihak produsen, (2) lembaga-lembaga perantara dan (3) pihak konsumen akhir. Pihak produsen adalah pihak yang memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan, seperti: petani sayur, petani buah, pabrik rokok,dll. Pihak lembaga perantara adalah yang memberikan pelayanan dalam hubungannya dengan pembelian dan atau penjualan barang/jasa dari produsen ke konsumen, yaitu pedagang besar (wholesaler) dan pedagang pengecer (retailer). Sedangkan konsumen akhir adalah pihak yang berlangsung menggunakan barang/jasa yang dipasarkan. Konsumen akhir ini dapat terdiri dari rumah tangga dan perusahaan-perusahaan. Limbong dan Sitorus (1987), mendefenisikan fungsi tataniaga sebagai kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang dapat memperlancar proses
24
penyampaian barang atau jasa. Fungsi-fungsi tataniaga dapat dikelompokkan atas tiga fungsi yaitu: 1. Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran ini terdiri dari dua fungsi yaitu fungsi pembelian dan fungsi penjualan. 2. Fungsi fisik adalah semua tindakan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk, dan waktu. Fungsi ini terdiri dari fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan, dan fungsi pengelolaan. 3. Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pembiayaan, dan fungsi informasi pasar. Menurut Mubyarto (1994), fungsi-fungsi tataniaga adalah mengusahakan agar pembeli atau konsumen memperoleh barang yang diinginkan pada tempat, waktu, dan harga yang tepat. Fungsi-fungsi tataniaga dalam pelaksanaan aktifitasnya dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga. Lembaga tataniaga ini yang akan terlibat dalam proses penyampaian barang dan jasa dari produsen sampai ke tangan konsumen.
3.1.4. Analisis Saluran dan Efisiensi Pemasaran Saluran pemasaran adalah beberapa organisasi yang saling bergantung dan terlibat dalam proses mengupayakan agar produk atau jasa tersedia untuk dikonsumsi.
Keputusan-keputusan
saluran
pemasaran
termasuk
diantara
keputusan paling penting yang dihadapi konsumen. Saluran yang dipilih sangat
25
mempengaruhi keputusan pemasaran lainnya. Saluran pemasaran melaksanakan tugas memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Hal itu mengatasi kesenjangan waktu, tempat, dan kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari orang-orang yang membutuhkan atau menginginkannya (Kotler, 2002). Limbong dan Sitorus (1987) mendefinisikan saluran tataniaga sebagai suatu usaha yang dilakukan untuk menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen yang didalamnya terlibat beberapa lembaga tataniaga yang menjalankan
fungsi-fungsi
tataniaga.
Beberapa
faktor
yang
harus
dipertimbangkan dalam memilih saluran tataniaga yaitu adanya pertimbangan pasar, yang meliputi konsumen sasaran akhir mencakup pembeli potensial, konsentrasi pasar secara geografis, volume pesanan, dan kebiasaan pembeli. 1. Pertimbangan barang, yang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, dan apakah barang tersebut untuk memenuhi pesanan atau pasar. 2. Pertimbangan internal perusahaan, yang meliputi sumber permodalan, kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan penyaluran, dan pelayanan penjualan. 3. Pertimbangan terhadap lembaga perantara, yang meliputi pelayanan lembaga perantara, kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan produsen, dan pertimbangan biaya. Tataniaga disebut efisien apabila tercipta keadaan dimana pihak-pihak yang terlibat baik produsen, lembaga-lembaga tataniaga maupun konsumen memperoleh kepuasan dengan aktivitas tataniaga tersebut (Limbong dan Sitorus, 1987). Indikator-indikator yang digunakan dalam menentukan efisiensi tataniaga
26
adalah marjin tataniaga, harga tingkat konsumen, tersedianya fasilitas fisik tataniaga, dan intensitas persaingan pasar. Margin tataniaga besar tidak selamanya menunjukkan saluran tidak efisien, maka perlu mempertimbangkan aspek-aspek berikut : 1. Penggunaan teknologi baru dalam proses produksi dapat menekan biaya produksi, sehingga margin pemasaran menjadi lebih besar. 2. Adanya kecenderungan konsumen untuk mengkonsumsi yang lebih siap dinikmati, walaupun harga lebih mahal. 3. Adanya spesialisasi produksi dari suatu daerah sehingga membentuk daerahdaerah sentral produksi, sehingga akan menaikkan daerah tataniaga. 4. Adanya tambahan biaya pengolahan dan penyimpanan untuk meningkatkan kegunaan bentuk. 5. Meningkatkan upah buruh dan tenaga kerja. Penyediaan fasilitas untuk pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan dianggap dapat digunakan untuk melihat efisiensi tataniaga. Kurangnya ketersediaan
fasilitas
fisik
terutama
pengangkutan
diidentikkan
dengan
ketidakefisienan proses tataniaga. Mubyarto (1989) mangungkapkan bahwa sistem tataniaga dikatakan efisien apabila memenuhi dua syarat yaitu mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, dan mampu mengadakan pembagian yang adil bagi seluruh harga yang dibayarkan oleh konsumen terakhir dalam kegiatan produksi. Efisiensi tataniaga dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu
efisiensi operasional (teknologi) dan efisiensi
ekonomi (harga). Analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi
27
operasional pada proses tataniaga suatu produk yaitu analisis marjin tataniaga, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya. 3.1.4.1. Farmer’s Share Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Bagian yang diterima lembaga tataniaga sering dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus, 1987).
3.1.4.2. Margin Pemasaran Marjin adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani produsen, atau dapat juga dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen sampai ke titik konsumen akhir. Kegiatan untuk memindahkan barang dari titik produsen ke titik konsumen membutuhkan pengeluaran baik fisik maupun materi. Pengeluaran yang harus dilakukan untuk menyalurkan komoditi dari produsen ke konsumen disebut sebagai biaya tataniaga. Adanya perbedaan kegiatan dari setiap lembaga akan menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan lembaga yang lain sampai ke tingkat konsumen akhir. Semakin banyak lembaga yang terlibat dalam penyaluran suatu komoditi dari titik produsen sampai titik konsumen, maka akan semakin besar perbedaan harga komoditi tersebut di titik produsen dibandingkan dengan harga yang akan dibayar oleh konsumen (Limbong dan Sitorus, 1987).
28
Menurut Dahl dan Hammond (1977), marjin pemasaran
sebagai
perbedaan harga ditingkat petani (Pf) dengan harga pedagang pengecer (Pr). Marjin pemasaran ditentukan oleh struktur pasar dimana kegiatan pemasaran terjadi. Marjin tataniaga menjelaskan perbedaan harga dan tidak memuat pernyataan mengenai jumlah produk yang dipasarkan. Nilai margin tataniaga (value of marketing margin) merupakan perkalian antara marjin tataniaga dengan jumlah produk yang dibayarkan (Pf-Pr) x Qr,f yang mengandung pengertian marketing cost dan marketing charge seperti yang terlihat pada Gambar 3. Secara grafis marjin tataniaga dapat digambarkan sebagai berikut (Dahl dan Hammond, 1977) Harga Sr Pr C
Sf A
Pf
Dr B Df 0
Qr, f
Gambar 3. Hubungan Antara Margin Tataniaga, Nilai Marjin Tataniaga serta Marketing Cost and Charge Keterangan : A
= Nilai marjin pemasaran ((Pr-Pf).Qr,f)
B
= Marketing cost and Marketing charge
C
= Marjin pemasaran (Pr-Pf)
Pr
= Harga di tingkat pedagang pengecer
Pf
= Harga di tingkat petani
29
Sr
= Supply di tingkat pengecer (derived supply)
Sf
= Supply di tingkat petani (primary supply)
Dr
= Demand di tingkat pengecer (derived demand)
Df
= Demand di tingkat petani (primary demand)
Qr,f
= Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan tingkat pengecer. Besarnya marjin tataniaga pada suatu saluran tataniaga tertentu dapat
dinyatakan sebagai jumlah dari marjin pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat. Rendahnya biaya tataniaga suatu komoditi belum tentu dapat mencerminkan efisiensi yang tinggi.
3.1.4.3. Rasio Keuntungan dan Biaya Tingkat efisiensi tataniaga dapat juga diukur melalui besarnya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefenisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Dengan demikian semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien (Limbong dan Sitorus, 1987).
3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional Sebagai buah segar, pepaya relatif disukai semua lapisan masyarakat
karena cita rasanya yang enak, kaya vitamin A, B dan C yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi buah tersebut, dapat meningkatkan permintaan terhadap pepaya sehingga jumlah produksi pepaya juga harus ditingkatkan. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi pepaya adalah dengan teknik budidaya yang tepat.
30
Penanganan yang baik mulai dari prapanen, masa panen dan pascapanen sangat diperlukan agar pepaya yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik. Salah satu jenis pepaya yang saat ini digemari oleh petani untuk dikembangkan karena memiliki peluang bisnis yang menjanjikan adalah pepaya California. Tempat kegiatan bisnis budidaya pepaya California diantaranya terdapat di desa Cimande dan desa Lemahduhur, kecamatan Caringin, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pepaya California adalah varietas pepaya baru yang memiliki keunggulan buah tersendiri. Rasa buah yang lebih manis, daya tahan lebih lama, dan bisa dipanen lebih cepat dibandingkan pepaya varietas lain (umur produksi lebih cepat) menjadikan petani berminat untuk membudidayakannya. Disamping itu, harga jual yang lebih tinggi dapat meningkatkan keinginan petani untuk mengusahakan pepaya tersebut, agar keuntungan yang diperoleh dapat semakin meningkat. Salah satu cara petani untuk memperoleh imbalan berupa uang dari usahataninya adalah dengan memasarkan hasil produksi pepaya California tersebut. Sistem pemasaran yang efisien sangat mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Agar sistem pemasaran dapat seefisien mungkin dilakukan, maka petani harus memilih saluran pemasaran yang tepat sehingga mampu menekan biaya pemasaran. Pemasaran yang efisien dapat dilihat dari analisis saluran pemasaran dan efisiensi pemasaran yang meliputi analisis farmer’s share, analisis marjin pemasaran dan analisis keuntungan dan biaya. Analisis pendapatan usahatani dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan yang diterima petani atas biaya yang dikeluarkan. Kemudian digunakan analisis rasio R/C untuk mengetahui apakah usahatani pepaya California tersebut menguntungkan atau
tidak. Jika usahatani tersebut
31
menguntungkan, maka petani dapat mengambil keputusan untuk melanjutkan usahatani tersebut. Sedangkan apabila mengalami kerugian, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kegiatan usahatani pepaya California. Hasil dari analisis pendapatan usahatani dan saluran pemasaran pepaya California dapat memberikan keterangan bagi petani untuk memilih alternatif pengambilan keputusan yang tepat dalam melakukan kegiatan usahatani pepaya California. Usaha Budidaya Pepaya California
Analisis Sistem Pemasaran Analisis Pendapatan Usahatani Analisis rasio R/C
Rugi
Analisis Saluran Pemasaran
Efisiensi Pemasaran: • Analisis Farmer’s Share • Analisis Marjin Pemasaran • Analisis Keuntungan dan Biaya
Untung
Analisis Efisiensi Pemasaran
Evaluasi Kegiatan Usahatani
Pengambilan Keputusan Kegiatan Usahatani Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran
Pemasaran Pepaya California ini dilaksanakan di desa Cimande dan desa Lemahduhur, kecamatan Caringin, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ditentukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa kedua desa tersebut termasuk penghasil pepaya California di kabupaten Bogor. Pelaksanaan penelitian dan pengolahan data dilakukan pada bulan Februari hingga bulan April 2008.
4.2.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan (observasi) dan wawancara langsung di lapangan dengan pelaku lembaga-lembaga pemasaran seperti petani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, supplier dan konsumen akhir pepaya California. Kegiatan wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi dan kegiatan yang dilakukan oleh para petani baik dari kegiatan budidaya sampai pada tahap saluran pemasaran. Data sekunder diperoleh dari laporan atau catatan setiap petani, Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, Biro Pusat Statistik (BPS), artikel dan literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.
33
4.3.
Metode Pengambilan Responden Pemilihan responden petani pepaya California dilakukan dengan
menggunakan metode accidental sampling, yaitu petani responden di desa Cimande dan desa Lemahduhur tersebut dipilih karena secara kebetulan ditemui, dan selanjutnya informasi untuk responden berikutnya diketahui dari responden yang telah diwawancarai sebelumnya. Hal tersebut dilakukan karena informasi mengenai jumlah data petani di lokasi penelitian tersebut tidak diketahui. Jumlah petani yang dijadikan responden sebanyak 10 orang, yaitu tujuh orang berasal dari desa Cimande dan tiga orang berasal dari desa Lemahduhur. Kemudian responden tersebut dikelompokkan berdasarkan skala usaha, yaitu besarnya luas lahan yang digunakan masing-masing responden untuk melakukan kegiatan usahatani pepaya California. Luas lahan yang beragam yang digunakan para petani dibagi atas tiga kategori yakni: skala usaha kecil (petani yang menggunakan lahan < 1 hektar) sebanyak enam responden, skala usaha menengah (petani yang menggunakan lahan 1 sampai < 2 hektar) sebanyak dua responden dan skala usaha besar (petani yang menggunakan lahan ≥ 2 hektar) sebanyak dua responden. Jadi dalam penelitian ini jumlah keseluruhan responden adalah sebanyak 10 orang. Dajan (1986), mengatakan bahwa terdapat tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam menyusun data ke dalam distribusi frekuensi, yaitu: 1. Penentuan jumlah kelas, tergantung pada pertimbangan-pertimbangan praktis yang masuk akal dan kegunaan distribusi frekuensi itu sendiri. 2. Penentuan interval kelas, menunjukkan bahwa besarnya interval kelas bagi tiap-tiap kelas bertalian erat dengan penentuan jumlah kelas dan sebaiknya diusahakan agar sama semua serta dalam bilangan-bilangan yang praktis.
34
Bilangan yang praktis ialah bilangan yang mudah digunakan untuk hitungmenghitung atau sebagai pedoman guna menentukan batas kelas maupun tepi kelas. Batas kelas sebaiknya dinyatakan dalam bilangan bulat agar tidak tidak terdapat keragu-raguan dalam memasukkan angka-angka ke dalam kelas-kelas yang sesuai. 3.
Penentuan titik tengah, ditentukan dengan merata-ratakan nilai dari kedua batas kelas atau kedua tepi kelas. Beda atau selisih antara kedua titik tengah merupakan interval kelas.
4.4.
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam
penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode pengamatan langsung (observasi) dan metode kuesioner (angket). Pengamatan langsung (observasi) dilakukan dengan mengamati proses terjadinya beberapa kegiatan budidaya dan pemasaran pepaya California yang berlangsung di lokasi penelitian. Penulis juga melakukan wawancara dengan para petani, pedagang pengumpul, supplier, dan pedagang pengecer untuk mengetahui sistem pemasaran pepaya California. Selain itu juga diajukan pertanyaanpertanyaan dalam bentuk kuesioner mengenai kegiatan pemasaran pepaya California di daerah tempat penelitian. Untuk menganalisis pendapatan yang diperoleh dari usahatani pepaya California diajukan pertanyaan-pertanyaan seperti jumlah produksi, luas lahan, penggunaan tenaga kerja dan biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Pertanyaan yang diajukan kepada petani antara lain karakteristik petani seperti nama, umur, pendidikan dan sebagainya. Hal ini digunakan untuk melihat gambaran umum petani didaerah penelitian.
35
4.5.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder dianalisis
secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperoleh diolah dan disajikan dalam bentuk deskriptif tabulasi dan statistik sederhana dengan bantuan kalkulator dan komputer. Analisis yang dilakukan adalah analisis pendapatan usahatani, analisis saluran pemasaran, analisis efisiensi saluran pemasaran, yaitu: analisis marjin pemasaran, analisis farmer’s Share dan analisis keuntungan dan biaya. 4.5.1. Analisis Pendapatan Usahatani Menurut Hernanto (1989), analisis pendapatan usahatani bertujuan untuk mengetahui besar keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan. Untuk menghitung pendapatan usahatani dapat digunakan rumus: Pendapatan (π) = TR – TC
Dimana: TR = Total Penerimaan TC = Total Pengeluaran Dengan kiteria: 1. Jika TR>TC maka usaha untung, 2. Jika TR=TC, maka usaha impas, dan 3. Jika TR
36
dalam kegiatan usaha usahatani tertentu dapat memberikan nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Formulasi rumus sebagai berikut:
R / Cratio =
Dimana : Q
Q.P PenerimaanTotal = BT + BD BiayaTotal
= Total Produksi (Kg)
P = Harga Jual Produk (Rp) Bt = Biaya tunai (Rp) BD = Biaya Diperhitungkan (Rp) 4.5.2. Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran Saluran pemasaran pepaya California diteliti dari produsen sampai ke konsumen akhir, dan pola pemasarannya didasarkan pada alur pemasaran yang terjadi di tempat penelitian.
4.5.3. Analisis Efisiensi Pemasaran Menurut Mubyarto (1989) sistem tataniaga dikatakan efisien apabila memenuhi dua syarat yaitu mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, dan mampu mengadakan pembagian yang adil bagi seluruh harga yang dibayarkan oleh konsumen terakhir dalam kegiatan produksi. Efisiensi tataniaga dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu
efisiensi operasional (teknologi) dan efisiensi
ekonomi (harga). Analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi operasional pada proses tataniaga suatu produk yaitu analisis marjin tataniaga, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya.
37
4.5.3.1. Analisis Farmer’s Share Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Bagian yang diterima lembaga tataniaga sering dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus, 1987). Farmer’s Share berhubungan negatif dengan marjin pemasaran, artinya semakin tinggi marjin pemasaran maka bagian yang akan diperoleh petani (Farmer’s Share) semakin rendah. Rumus untuk menghitung Farmer’s Share adalah:
Fs =
Pf x100% Pr
Dimana : Fs = Farmer’s Share Pf = Harga di tingkat petani Pr = Harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir
4.5.3.2. Marjin Pemasaran Analisis marjin tataniaga digunakan untuk melihat tingkat efisiensi pemasaran pepaya California. Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga yang terjadi di tingkat produsen (harga beli) dengan harga di tingkat konsumen (harga jual). Marjin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga tataniaga. Limbong dan Sitorus (1987), perhitungan marjin tataniaga secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
38
Mi = Hji-Hbi dimana: Mi = Marjin pemasaran pada tingkat ke-i Hji = Harga jual pasar tingkat ke-i Hbi = Harga beli pasar tingkat ke-i
Besarnya marjin pemasaran juga dapat diperoleh dengan menjumlahkan biaya-biaya pemasaran dan keuntungan yang diperoleh dari setiap lembaga pemasaran, yaitu:
Mi = Ci + πi dimana: Mi = Marjin pemasaran pada tingkat ke-i Ci = biaya lembaga pemasaran di tingkat ke-i πi = keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i Sehingga: Hji – Hbi = Ci + πi
Berdasarkan persamaan di atas, maka keuntungan pada tingkat ke-i adalah: πi = Hji – Hbi - Ci
Maka besarnya marjin pemasaran adalah:
mi = ∑Mi
39
dimana: i
= 1,2,3,.....,n
mi
= Total marjin tataniaga
4.5.3.3. Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya Tingkat efisiensi tataniaga dapat juga diukur melalui besarnya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefenisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Dengan demikian semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien (Limbong dan Sitorus, 1987). Rasio keuntungan dan biaya tataniaga merupakan besarnya keuntungan yang diterima lembaga tataniaga sebagai imbalan atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga tataniaga dapat dirumuskan sebagai berikut :
Rasio Keuntungan dan Biaya =
TotalKeuntungan TotalBiaya
Dimana : Keuntungan ke-i = keuntungan lembaga pemasaran Biaya ke-i
= Biaya lembaga pemasaran
40
4.6.
Definisi Operasional
Saluran Pemasaran adalah saluran yang digunakan oleh lembaga pemasaran untuk menyalurkan komoditi pepaya California dari titik produsen sampai sampai ke titik konsumen yang membentuk pola pemasaran. Lembaga Pemasaran adalah lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran mulai dari titik produsen (petani) serta lembaga perantara lainnya. Petani pepaya California adalah petani yang memiliki pohon pepaya California, memproduksi dan melalukan penjualan pepaya California. Pedagang pengumpul adalah pedagang yang melakukan pembelian dari petani, mengumpulkannya dan menjual kembali ke pedagang lainnya yang lebih besar. Pengecer adalah pedagang yang melakukan penjualan pepaya California ke konsumen langsung. Harga yang diterima petani adalah hasil produksi pepaya California yang dijual petani tanpa memasukkan pengepakan/pengangkutan ke dalam harga penjualan atau dengan kata lain harga pada saat panen. Harga eceran/harga konsumen adalah harga transaksi antara penjual dan pembeli untuk setiap pepaya California yang diecerkan.
BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1.
Lokasi dan Kondisi Geografis Penelitian Lokasi penelitian tepatnya berada di desa Cimande dan desa Lemahduhur,
kecamatan Caringin, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas Pertanian kabupaten Bogor, tercatat bahwa kabupaten Bogor terdiri dari 30 kecamatan, 425 desa/kelurahan, 3.136 rukun warga, 11.359 rukun tetangga yang terdapat dalam registrasi. Dari jumlah desa tersebut mayoritas desa berada pada ketinggian sekitar < 500 m terhadap permukaan laut, yaitu 232 desa, 144 desa berada pada ketinggian antara 500-700 m di atas permukaan laut dan sisanya 49 desa berada > 700 m di atas permukaan laut. Desa Cimande, sebagai salah satu lokasi penelitian merupakan salah satu dari desa yang ada di kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, dengan luas wilayah 354 ha yang terdiri dari dua dusun, empat RW dan 17 RT. Sedangkan Desa Lemahduhur dengan luas wilayah 311 ha yang terdiri dari tiga dusun, tujuh RW dan 33 RT. Secara orbitasi dan jarak tempuh, jarak desa Cimande ke kecamatan Caringin adalah 5 km dengan waktu tempuh sekitar 15 menit dan jarak Desa Lemahduhur ke kecamatan Caringin adalah 4 km dengan waktu tempuh 13 menit. Desa Cimande berada pada ketingian di atas 550 m dari permukaan laut dengan suhu rata-rata 28 – 31o C. Sedangkan desa Lemahduhur berada pada ketinggian 700 meter dengan suhu rata-rata 24 – 250 C. Berdasarkan data yang diperoleh, sebagian besar tanah yang terdapat di desa Cimande dan Lemahduhur, kecamatan Caringin digunakan sebagai sawah, dan ladang, artinya sebagian besar penduduk ini hidup dari bercocok tanam,
42
sedangkan untuk areal pemukiman dan perumahan bagi responden dan penduduk desa termasuk dalam urutan kedua. Urutan selanjutnya adalah, penggunaan tegalan/kebun sebagai usaha budidaya tanaman pepaya California. Warga desa melakukan usaha budidaya pepaya California baik sebagai pekerjaan utama maupun sebagai pekerjaan sampingan. Adapun batas wilayah Desa Cimande sebagai berikut : 1. Sebelah Utara
: Desa Pancawati
2. Sebelah Selatan
: Desa Lemahduhur
3. Sebelah Barat
: Desa Ciderum
4. Sebelah Timur
: Pegunungan Pangrango
Sedangkan batas wilayah Desa Lemahduhur sebagai berikut : 1. Sebelah Utara
: Desa Cimande
2. Sebelah Selatan
: Desa Pasirmuncang
3. Sebelah Barat
: Desa Cimande Hilir
4. Sebelah Timur
: Pegunungan Pangrango
5.2.
Keadaan Penduduk Kecamatan Caringin terdiri dari 12 desa, yaitu 7 desa merupakan desa
kota, dan 5 desa merupakan desa pedesaan. Dari 12 desa tersebut, desa Cimande dan desa Lemahduhur merupakan sentra produksi pepaya California (dapat dilihat pada Lampiran 3). Menurut laporan bulanan kecamatan Caringin, jumlah penduduk yang ada pada bulan Desember Tahun 2007 mencapai 111.196 orang, yang terdiri dari 57.351 orang laki-laki dan 53.845 orang perempuan.
43
Jumlah penduduk di desa Cimande pada Tahun 2007 berjumlah 6.006, terdiri dari 3.120 orang laki-laki dan 2.886 orang perempuan, sedangkan jumlah penduduk di desa Lemahduhur Tahun 2007 berjumlah 11.694, terdiri dari 6.050 orang laki-laki dan 5.644 orang perempuan. Jumlah penduduk yang ada di desa Cimande dan desa Lemahduhur Tahun 2007 menurut mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Penduduk di desa Cimande dan desa Lemahduhur Tahun 2007 Menurut Mata Pencaharian. Desa Cimande (%) Lemahduhur 1. Petani 540 8,99 564 - petani pemilik tanah 320 5,33 11 - petani penggarap tanah 50 0,83 53 - buruh tani 170 2,83 500 2. Pengusaha 4 0,07 14 3. Pengrajin 35 0,58 25 4. Industri Kecil 30 0,50 1 5. Buruh Industri 185 3,08 361 6. Pertukangan 48 0,80 200 7. Pedagang 320 5,33 131 8. Pengemudi/jasa 165 2,75 49 9. Pegawai Negeri Sipil 7 0,12 55 10. TNI/POLRI 0 0,00 1 11. Pensiunan/Purnawirawan 19 0,32 20 12. Lainnya 4.653 77,47 10.273 100,00 Jumlah 6.006 11.694 Sumber: Laporan Data Monografi desa Cimande dan desa Lemahduhur, 2007 Uraian
(%) 4,82 0,09 0,45 4,28 0,12 0,21 0,01 3,09 1,71 1,12 0,42 0,47 0,01 0,17 87,85 100,00
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa sebagian besar mata pencaharian yang dimiliki oleh penduduk di kedua desa tersebut adalah petani, yaitu di desa Cimande berjumlah 540 orang petani (8,99 persen dari total jumlah penduduknya). Sedangkan di desa Lemahduhur berjumlah 564 orang petani (4,82 persen dari total jumlah penduduknya). Hal inilah yang menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di kedua desa tersebut hidup dari bercocok tanam.
44
5.3.
Karakteristik Responden Petani Pepaya California Karakteristik responden petani pepaya California akan diuraikan
berdasarkan skala usaha, status kepemilikan usaha, tingkat pendidikan, kelompok umur, tingkat penggunaan input dan pola saluran pemasaran.
5.3.1. Status kepemilikan usaha Kegiatan usahatani pepaya California yang dilakukan oleh petani responden pepaya California di desa Cimande dan desa Lemahduhur terbagi menjadi tiga skala, yaitu responden skala kecil, skala menengah dan skala besar. Petani responden skala kecil adalah petani yang menggunakan lahan < 1 hektar, petani responden skala menengah dengan luas lahan 1 sampai < 2 hektar, sedangkan petani responden skala besar adalah petani yang menggunakan luas lahan ≥ 2 ha).
Tabel 6. Jumlah Responden Petani Pepaya California Berdasarkan Skala Usaha dan Status Kepemilikan Usaha di Desa Cimande dan Desa Lemahduhur Status kepemilikan Luas Jumlah Produksi Jumlah Skala (orang) Lahan (Kg/tahun) responden usaha (Ha) Sendiri Sewa Kecil <1 4320-60.479 6 6 0 Menengah 1–<2 60.480-116.639 2 2 0 Besar ≥2 116.640-172.800 2 1 1 Jumlah Sumber : Data Primer, 2008
10
9
1
Dari Tabel di atas dapat dilihat, jumlah petani responden yang memiliki skala usaha kecil sebanyak 6 orang, skala usaha menengah sebanyak 2 orang dan petani responden yang memiliki skala usaha besar sebanyak 2 orang. Status kepemilikan patani responden usahatani pepaya California terbagi dalam dua kategori. Dari keseluruhan petani responden di lokasi penelitian, terdapat 9 orang
45
yang memiliki usaha sendiri, sedangkan petani yang melakukan usahatani dengan menyewa lahan orang lain berjumlah 1 orang.
5.3.2. Tingkat Pendidikan dan Umur Petani Responden Dari hasil wawancara dengan 10 orang jumlah petani responden, yang memiliki tingkat pendidikan Sarjana berjumlah 1 orang petani (10 persen), SLTA berjumlah 3 orang (30 persen), SLTP berjumlah 4 orang (40 persen), dan SD berjumlah 2 orang (20 persen).
Tabel 7. Jumlah Responden Pepaya california Berdasarkan Umur dan Tingkat Pendidikan Umur di desa Cimande dan desa Lemahduhur Tingkat Pendidikan Sarjana SLTA SLTP SD Total Umur Responden 35-42 43-50 >50 Total Sumber : Data Primer, 2008
Jumlah (orang) 1 3 4 2 10
Persentase (%) 10 30 40 20 100
5 2 3 10
50 20 30 100
Klasifikasi umur dari 10 orang petani responden yang diambil terbagi menjadi tiga kelompok yaitu: kelompok umur 35-42 tahun sebanyak 5 orang petani (50 persen), kelompok umur 43-50 tahun sebanyak 2 orang petani (20 persen) dan kelompok umur > 50 tahun sebanyak 3 orang petani (30 persen).
46
5.3.3. Tingkat Penggunaan Input, Jumlah Penerimaan dan Pola Saluran Pemasaran Input yang digunakan oleh petani dilihat dari semua jenis biaya yang dikeluarkan petani responden dalam melakukan kegiatan usahatani pepaya California. Rincian penggunaan biaya oleh masing-masing responden dalam satu tahun dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengeluaran, Jumlah Produksi dan Tingkat Penerimaan. Uraian 1. Pengeluaran Responden (Rp/Tahun) < 10.000.000 10.000.000 - 50.000/000 > 50.000.000 Jumlah 2. Jumlah Produksi (Kg/Tahun) < 10.000 10.000 - 50.000 >50.000 Jumlah 3. Penerimaan (Rp/Tahun) < 10.000.000 10.000.000 - 50.000/000 > 50.000.000 Jumlah 4. Pendapatan (Rp/Tahun) < 10.000.000 10.000.000 - 50.000/000 > 50.000.000 Jumlah
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
2 7 1 10
20 70 10 100
3 3 4 10
30 30 40 100
1 4 5 10
10 40 50 100
3 2 5 10
30 20 50 100
Dari 10 orang responden diketahui bahwa tingkat pengeluaran per tahun antara Rp 10.000.000 sampai Rp 50.000.000 merupakan yang paling banyak yaitu sebanyak tujuh orang responden. Jumlah produksi per tahun yang terbanyak diperoleh responden adalah lebih dari 50.000 kg sebanyak empat orang, dan penerimaan responden diatas Rp 10.000.000 per tahun juga yang terbanyak yaitu lima responden. Dari tabel juga dapat diketahui bahwa sebanyak lima responden
47
memperoleh pendapatan di atas Rp 50.000.000 per tahun. Dari penjelasan tersebut dapat terlihat bahwa kegiatan usahatani pepaya California sangatlah menjanjikan keuntungan. Dilihat dari segi pemasaran, diketahui bahwa terdapat dua pola saluran yang dipilih oleh petani responden.
Tabel 9. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pola Saluran Pemasaran Petani responden Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 √ √ √ √ √ √ √ √ √ Saluran Pemasaran 1 √ Saluran Pemasaran II Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang memilih pola saluran I (petani – supplier – pedagang pengecer – konsumen akhir) adalah sebanyak sembilan orang. Sedangkan responden yang memilih pola saluran II sebanyak satu orang, yang mana petani tersebut langsung memasarkan pepaya kepada pabrik. Petani tersebut juga sebagai pedagang pengumpul pepaya bangkok yang berasal dari petani di kecamatan lainnya.
5.4.
Teknik Budidaya Pepaya California Kegiatan budidaya tanaman pepaya California yang dilakukan di daerah
penelitian meliputi persiapan bibit, persemaian, penanaman, pemeliharaan, panen dan pasca panen.
5.4.1. Persiapan Bibit Bibit pepaya California yang digunakan oleh para petani di daerah penelitian adalah bibit yang dibeli langsung di toko dalam bentuk polibag dengan harga Rp 1500 per pohon per polibag. Tetapi ada juga sebagian petani yang
48
menggunakan biji yang dibeli dari toko untuk disemai sendiri seharga Rp 200 per biji. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menghemat biaya.
5.4.2. Persemaian 5.4.2.1. Pengisian Media Tanam Ke Polibag Sebelum persemaian biji dilakukan, hal pertama yang dilakukan adalah mempersiapkan media dan polibag. Media tanam yang dipergunakan adalah berupa tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1. Kemudian kompos dicampur dengan tanah hingga rata dan setelah itu diayak sebelum dimasukan ke dalam polibag dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran–kotoran yang ada. Pengisian media ke polibag dilakukan sampai batas kurang lebih 1 cm dari permukaan atas polibag. Supaya tanah lebih padat dan tidak tumpah, media tanam disiram dengan air. Harga kompos di daerah penelitian adalah Rp 5000 per karung dengan berat 50 kilogram (kg) per karung.
5.4.2.2. Penyemaian Dalam melakukan penyemaian, setiap polibag diisi dengan satu biji pepaya. Persemaian benih dilakukan dengan cara membenamkan biji tersebut kesetiap polibag yang sudah berisi media tanam dengan kedalaman 1 cm. waktu yang dibutuhkan dalam penyemaian adalah satu bulan. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan selama penyemaian adalah penyiraman dan penyiangan gulma (mencabut rumput) yang ada di dalam polibag maupun yang tumbuh disekitar tempat persemaian pepaya. Penyiraman biasanya dilakukan setiap hari atau 2 hari sekali. Penyiangan dilakukan apabila ada muncul rumput liar disekitar persemaian pepaya.
49
5.4.3. Penanaman 5.4.3.1. Pembuatan Lobang Tanam dan Penanaman Sebelum dilakukan penanaman, lahan terlebih dahulu dibersihkan dan diolah dengan baik. Setelah itu tanah tersebut dicangkul hingga gembur, kemudian dibuat lobang tanam berukuran 60 cm x 60 cm dengan kedalaman 65 cm. jarak tanam yang dilakukan para petani di daerah penelitian adalah berbedabeda, yaitu : 2 m x 2,5 m sebanyak 7 orang petani; 2 m x 1,5 m sebanyak 2 orang dan 2,5 m x 2,5 m sebanyak 1 orang. Masing-masing umur tanaman, luas lahan, jarak tanam, jumlah tanaman dan jumlah produksi pepaya California yang dihasilkan petani responden di daerah penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2. Penanaman adalah pemindahan bibit ke lahan setelah penyemaian selesai dilakukan. Sebelum ditanam ke lahan bibit terlebih dahulu diseleksi
untuk
mendapatkan bibit yang baik pertumbuhannya. Pemindahan bibit dari polibag ke lahan dilakukan secara hati-hati agar bibit tidak rusak.
5.4.4. Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan di daerah penelitian adalah meliputi : penyiraman, penyulaman, penyiangan, pemupukan, pembumbunan, dan pengendalian hama penyakit.
5.4.4.1. Penyiraman, Penyulaman dan Penyiangan Penyiraman
dilakukan secara
rutin apabila
tidak
hujan dengan
menggunakan hand sprayer. Petani membeli hand sprayer di toko dengan harga Rp 350.000 per unit.
50
Tujuan penyulaman adalah untuk menggantikan tanaman yang mati karena penyakit atau pertumbuhannya tidak baik. Penyulaman biasanya dilakukan satu minggu setelah tanam (MST) tergantung dari ada atau tidaknya tanaman yang mati, pertumbuhannya tidak baik dan terkena penyakit. Penyiangan atau pembersihan dilakukan dengan tujuan untuk menghindari persaingan untuk mendapatkan unsur hara atau nutrisi yang ada di dalam tanah. Penyiangan biasanya dilakukan setelah tanaman berumur 2 bulan dan dikerjakan tergantung dari ada atau tidaknya rumput atau gulma yang tumbuh. Alat yang digunakan untuk penyiangan di daerah penelitian adalah cangkul, arit dan garpu. Harga cangkul adalah Rp 40.000 per unit, garpu adalah Rp 50.000 per unit, dan arit adalah Rp 20.000 per unit.
5.4.4.2. Pemupukan, Pembumbunan, dan Pengendalian Hama dan Penyakit Pemupukan
pohon
pepaya
di
daerah
penelitian
adalah
dengan
menggunakan pupuk organik (kompos) dan anorganik (NPK). Untuk pupuk kompos, pemberiannya dilakukan pada saat tanaman berumur 3 bulan, 6 bulan dan 8 bulan. Pemberian pupuk kompos dalam satu kali adalah sebanyak 0,5-1 karung per pohon. Sedangkan pemberian pupuk NPK dilakukan pada saat umur tanaman sudah mencapai 2 minggu dengan dosis berkisar antara 50 hingga 100 gram per pohon. Pemupukan berikutnya dilakukan pada saat umur tanaman 3 bulan dan 5 bulan dengan dosis masing-masing berkisar antara 50 hingga 100 gram per pohon. Pemberian pupuk NPK dilakukan dengan cara tabur. Rata-rata harga NPK yang dibeli masing-masing petani di daerah penelitian adalah Rp 4000/kg.
51
Pembubunan dilakukan dengan tujuan untuk memperkokoh tanaman agar tidak tumbang serta memperbaiki saluran air. Pembumbunan dilakukan pada saat tanaman berumur 6 bulan atau bersamaan pada saat pemupukan. Hama yang menyerang tanaman pepaya California di daerah penelitian adalah belalang dan semut. Pengendaliannya yaitu dilakukan dengan cara penyemprotan insektisida. Sedangkan penyakit yang biasanya menyerang adalah busuk batang, busuk akar, busuk buah dan keriting daun. Pengendaliannya yaitu dengan cara penyemprotan fungisida. Penyemprotan terhadap hama atau penyakit dilakukan tergantung serangan.
5.4.5. Panen dan Pasca Panen Pemanenan pertama tanaman pepaya kalifornia dilakukan pada saat tanaman berumur 9 bulan. Pemanenan dilakukan dengan cara langsung memetik buah yang telah memenuhi kriteria buah siap panen. Kriteria buah yang sudah siap dipanen adalah buah yang sudah colat, artinya buah tersebut sudah berwarna kekuning-kuningan. Buah yang sudah dipetik dimasukan ke dalam keranjang dan dikumpulkan di tempat pengangkutan untuk selanjutnya siap dipasarkan. Sistem pemasaran yang dilakukan oleh para petani di lokasi penelitian terdiri dari dua pola saluran. Pada pola saluran I, petani menjual pepayanya kepada supplier, kemudian supplier menjualnya lagi ke pasar swalayan, untuk selanjutnya dijual kepada konsumen akhir. Pasar swalayan yang menjadi tempat pemasaran pepaya California yang berasal dari desa Cimande dan desa Lemahduhur seperti: Carrefour, Giant, Jogya dan Hipermart. Sedangkan pada pola saluran pemasaran II, petani menjual langsung pepayanya ke pabrik pengolahan saos, yang mana petani tersebut merupakan padagang pengumpul pepaya
52
bangkok. Pemanenan tersebut dapat dilakukan dua kali seminggu hingga umur tanaman mencapai empat tahun. Harga pepaya yang dijual oleh petani responden pada pola saluran I adalah Rp 1900, sedangkan harga pepaya yang dijual oleh petani responden saluran II adalah Rp 2200.
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1.
Analisis Pendapatan Usahatani Pepaya California Besarnya pendapatan usahatani tergantung pada besarnya penerimaan dan
pengeluaran selama jangka waktu tertentu (Soekartawi dkk, 1986). Menurut Hernanto (1989), analisis pendapatan pada umumnya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan usaha pertanian dalam satu tahun, dengan tujuan untuk membantu perbaikan pengelolaan usahatani. Analisis pendapatan usahatani bertujuan untuk mengetahui besar keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan. Untuk menghitung pendapatan usahatani dapat digunakan rumus: Pendapatan (π) = TR – TC Analisis pendapatan usahatani yang dibahas dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan usahatani pepaya California yang dilakukan pada beberapa petani yang dikelompokkan berdasarkan skala usaha, yaitu luas lahan yang digunakan masing-masing petani. Hal ini dilakukan untuk mengetahui petani yang bagaimana yang mempunyai tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pendapatan usahatani pepaya California dikelompokkan menjadi tiga kelas, yaitu: (1) skala usaha kecil (petani yang menggunakan lahan < 1 hektar) sebanyak enam responden, (2 )skala usaha menengah (petani yang menggunakan lahan 1 sampai < 2 hektar) sebanyak dua responden dan (3) skala usaha besar (petani yang menggunakan lahan ≥ 2 hektar) sebanyak dua responden.
54
6.1.1. Penerimaan Usahatani Penerimaan merupakan hasil kali jumlah produksi total dan harga jual per satuan. Produksi rata-rata pepaya California yang dihasilkan oleh petani responden adalah sebanyak 65.296 kg dengan luas lahan rata-rata 0,94 hektar (ha). Harga rata-rata pepaya California yang dijual petani responden adalah Rp. 1.930 per kg, sehingga rata-rata penerimaan yang diperoleh petani responden di daerah penelitian selama satu tahun adalah sebesar Rp. 126.021.280 (Tabel 10). Jika dilihat produktivitasnya (jumlah produksi per hektar) pada Lampiran 2, dapat diketahui bahwa produktivitas pepaya California adalah sebesar 69.537,81 kg untuk jumlah tanaman 1522 pohon lebih tinggi dibanding produksi untuk luasan 0,94 hektar. Peningkatan produksi tersebut adalah sebesar 6,50 persen, sehingga dapat dikatakan bahwa untuk luasan satu hektar jumlah tanaman pepaya California yang cocok ditanam adalah sebanyak 1522 pohon.
6.1.2. Biaya Usahatani Biaya
usahatani
dapat
berbentuk
biaya
tunai
dan
biaya
yang
diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dibayar dengan uang, seperti biaya pembelian sarana produksi, biaya pembelian bibit, pupuk dan obat-obatan serta biaya upah tenaga kerja. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani, modal dan nilai kerja keluarga. Tenaga kerja keluarga dinilai berdasarkan upah yang berlaku. Biaya penyusutan alat-alat pertanian dan sewa lahan milik sendiri dapat dimasukkan dalam biaya yang diperhitungkan. Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa rata-rata biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani responden adalah Rp. 31.125.475 (88,77 persen) dengan
55
luas lahan rata-rata 0,94 hektar dan jumlah populasi pepaya California sebanyak 1.429 pohon (Lampiran 2). Persentase terbesar terhadap total biaya adalah pupuk kompos yaitu sebesar Rp 18.177.500 (51,84 persen) dengan jumlah penggunaan rata-rata sebanyak 3.635,5 karung. Hal tersebut disebabkan karena para petani lebih banyak menggunakan pupuk kompos dibandingkan input yang lain. Penggunaan pupuk kompos tersebut dimulai dari proses pengolahan lahan, persemaian, hingga masa pra panen. Selanjutnya, pupuk kompos tersebut tetap digunakan petani setelah penen sampai pepaya California tersebut tidak berproduksi lagi (berumur empat tahun). Tabel 10. Rata-rata Pendapatan Petani Responden Untuk Luas Lahan 0,94 Hektar Tahun 2007 – 2008 (1 Tahun) Uraian 1. Penerimaan 2. Biaya Tunai a. Bibit (polibag) b. Pupuk kompos (karung) c. Pupuk NPK (kg) d. Kapur (kg) e. Obat-obatan (kg) f. TKLK (HOK) Total Biaya Tunai 3. Biaya Diperhitungkan a. Sewa Lahan (ha) b. Penyusutan Peralatan (Rp) c. TKDK (HOK) Total Biaya Diperhitungkan 4. Total Biaya (2+3) 5. Pendapatan atas biaya tunai 6. Pendapatan atas total biaya 7. R/C Ratio atas biaya tunai 8. R/C Ratio atas total biaya
% Terhadap Total Biaya
Jumlah (Satuan)
Harga (Rp/Satuan)
Nilai (Rp)
65.296 kg
1.930
126.021.280
1.391 3.635.5 383.3 3.370.5 1,75 549,4
1.500 5.000 3.000 400 70.000 15.000
2.086.375 18.177.500 1.149.900 1.348.200 122.500 8.241.000 31.125.475
5,95 51,84 3,28 3,85 0,35 23,50 88,77
0,94
4.000.000
63,5
15.000
3.756.000 179.900 952.500 3.935.900 35.061.375 94.895.805 90.959.905 4,05 3,59
10,71 0,51 0,03 11,23 100,00
56
Petani juga menggunakan pupuk NPK dengan tujuan agar tanaman dapat tumbuh subur dan cepat panen. Penggunaan pupuk NPK dengan rata-rata 383,3 kg, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk pupuk NPK sebesar Rp 1.149.900. Selain pupuk kompos dan pupuk NPK, petani juga menggunakan kapur dengan jumlah rata-rata 3.370.5 kg dan harga Rp 400 per kg, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk kapur adalah Rp 1.348.200. Penggunaan kapur tersebut disebabkan oleh jenis tanah yang akan ditanami pepaya California di lokasi penelitian bersifat asam (pH kurang dari 5). Penggunaan bibit oleh petani responden dengan jumlah rata-rata 1.429 pohon adalah sebanyak 1.391 polibag. Hal ini disebabkan oleh adanya petani yang membeli bibit berupa biji pepaya California untuk kemudian disemai sendiri dengan tujuan menghemat biaya. Harga bibit per polibag adalah Rp 1.500, sehingga total biaya untuk bibit adalah sebesar Rp 20.863.750. Petani juga menggunakan obat-obatan untuk memberantas hama dan penyakit yang dapat mengganggu tanaman. Jenis obat-obatan yang digunakan petani responden di lokasi penelitian adalah dithene 45. Hal ini disebabkan oleh pengalaman dari petani lain maupun petani itu sendiri dalam usahatani. Biaya rata-rata yang dikeluarkan petani untuk obat-obatan sebanyak 1,75 kg dengan luasan rata-rata 0,94 hektar dan harga Rp 70.000 per kilogram adalah sebesar Rp 122.500. Biaya tenaga kerja terdiri dari biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yang termasuk dalam biaya tunai dan biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) yang termasuk dalam biaya yang diperhitungkan. Biaya yang dikelurkan untuk TKLK sebanyak 549,4 dengan upah per HOK Rp 15.000 adalah sebesar Rp
57
8.241.000 (23,5 persen). Sedangkan biaya yang dikelurkan untuk TKDK sebanyak 63.5 HOK adalah sebesar Rp 952.500 (0,03 persen), sehingga total biaya untuk tenaga kerja sebanyak 621,9 HOK adalah sebesar Rp 9.193.500 (26,22 persen) dari keseluruhan total biaya. Rp 8.241.000 (23,5 persen). Biaya yang diperhitungkan yang digunakan oleh petani Responden sebesar Rp 3.935.900 (11,23 persen) yang terdiri dari: biaya atas sewa lahan, penyusutan peralatan dan biaya TKDK. Harga sewa lahan berpatokan pada harga sewa lahan yang berlaku di lokasi penelitian pada saat ini. Besarnya biaya sewa lahan untuk luasan rata-rata 0,94 ha dengan harga Rp 4.000.000 per hektar per tahun adalah Rp 3.756.000 (10,71 persen). Jenis peralatan yang digunakan oleh petani responden dalam melakukan kegiatan usahatani pepaya California di daerah penelitian adalah cangkul, garpu, arit, sprayer dan ember. Metode yang digunakan dalam menghitung nilai penyusutan peralatan adalah metode garis lurus dengan asumsi bahwa peralatan tidak dapat digunakan lagi setelah melewati umur teknis.
Tabel 11. Rata – Rata Nilai Penyusutan Peralatan Usahatani Pepaya California Per Tahun Uraian 1. Cangkul 2. Garpu 3. Arit 4. Sprayer 5. Ember Jumlah Rata-rata
Volume (unit)
Harga (Rp/unit)
Nilai (Rp/tahun)
28 14 16 12 31
40.000 50.000 20.000 350.000 20.000
1.120.000 700.000 320.000 4.200.000 620.000
Umur Ekonomis (Tahun) 5 4 4 6 1
Nilai Penyusutan (Rp/tahun) 224.000 175.000 80.000 700.000 620.000 1.799.000 179.900
58
Tabel 11 dapat dilihat bahwa rata – rata nilai penyusutan peralatan pada usahatani pepaya California sebesar Rp 179900 per tahun (0.51 persen) dari total biaya. Pendapatan atas total biaya untuk luas lahan rata-rata 0,94 hektar dengan rata-rata produksi 65.296 kg dan jumlah total biaya Rp 35.061.375 adalah sebesar Rp 90.959.905. Sedangkan pendapatan atas biaya tunai adalah sebesar Rp 94.895.805 dari Rp 31.125.475 total biaya tunai yang digunakan (Tabel 10). Pendapatan yang diperoleh masing-masing petani responden selama satu tahun dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan informasi penerimaan dan biaya tersebut, maka diperoleh nilai imbangan dan biaya atau Return and Cost total pada Ratio (R/C) total sebesar 3.59, yang artinya untuk setiap rupiah biaya total yang dikeluarkan petani maka petani tersebut akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 3,59. Sedangkan untuk R/C atas biaya tunai sebesar 4.05, artinya adalah untuk setiap rupiah biaya tunai yang dikeluarkan petani maka petani tersebut akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 4,05. Besarnya nilai R/C tersebut disebabkan oleh banyaknya jumlah produksi yang dihasilkan petani dalam melakukan usahatani pepaya California. Selain itu, penggunaan biaya produksi yang tidak terlalu besar menyebabkan nilai R/C yang diterima petani cukup besar. Dari hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa usahatani pepaya California di desa Cimande dan desa Lemahduhur adalah efisien karena kedua nilai R/C tersebut lebih dari satu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa usahatani pepaya dikembangkan.
California tersebut menguntungkan dan layak
untuk
59
6.2.
Analisis Pendapatan Usahatani Pepaya California Berdasarkan Skala Usaha Menurut Soekartawi dkk (1986), besar kecilnya tingkat pendapatan yang
diperoleh petani dipengaruhi antara lain : (1) skala usaha, (2) ketersediaan modal, (3) ketersediaan tenaga kerja keluarga, (4) tingkat pengetahuan dan ketrampilan, (5) sarana transportasi, dan (6) sistem pemasaran yang dilakukan. Selain menghitung rata-rata pendapatan petani responden di lokasi penelitian, pendapatan usahatani pepaya California juga dikelompokkan berdasarkan skala usaha, yaitu besarnya luas lahan yang digunakan masingmasing responden untuk melakukan kegiatan usahatani pepaya California. Luas lahan yang digunakan para petani dibagi atas tiga kategori yakni: skala usaha kecil (petani yang menggunakan lahan < 1 hektar) sebanyak enam responden, skala usaha menengah (petani yang menggunakan lahan 1 sampai < 2 hektar) sebanyak dua responden dan skala usaha besar (petani yang menggunakan lahan ≥ 2 hektar) sebanyak dua responden. Luas lahan rata-rata yang dimiliki petani skala kecil adalah 0,35 hektar, petani skala menengah 1,15 hektar, sedangkan luas lahan ratarata petani skala besar adalah 2,5 hektar. Petani skala kecil menghasilkan rata-rata produksi sebesar 20.826,67 kg, petani skala menengah menghasilkan rata-rata produksi sebesar 105.600 kg, sedangkan petani skala besar menghasilkan rata-rata produksi yang lebih besar yaitu 158.400 kg. Besarnya luas lahan yang dimiliki oleh petani skala besar tersebut menyebabkan tingkat produksi pepaya California yang dihasilkan petani skala besar tersebut menjadi lebih banyak. Pendapatan atas biaya tunai petani responden skala besar yaitu Rp 220.239.500 lebih besar jika dibandingkan dengan petani skala kecil (Rp 28.822.175,00) dan juga petani skala menengah (Rp 167.773.000 ). Begitu pula
60
untuk pendapatan atas total biaya yang diperoleh petani responden skala besar (Rp 208.664.916,67 ), lebih besar jika dibandingkan dengan pendapatan petani skala kecil (Rp 26.512.647,22) dan juga petani skala menengah (Rp 161.834.166,67). Dari hasil analisis R/C yang dilakukan, diketahui bahwa petani responden skala menengah memiliki nilai R/C yang lebih besar yaitu untuk R/C atas biaya tunai sebesar 5,66 dan untuk R/C atas total biaya sebesar 4,86. Pendapatan petani responden
yang
dikelompokkan
berdasarkan
skala
usaha
(luas
lahan)
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Perhitungan pendapatan responden berdasarkan luas lahan tersebut dikonversikan ke dalam luasan satu hektar dengan tujuan untuk melihat faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani tersebut untuk luasan per hektar. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui tingkat keefisienan petani responden tersebut dalam melakukan kegiatan usahatani pepaya California.
Tabel 12. Perbandingan Pendapatan Petani Responden Berdasarkan Skala Usaha Untuk Luas Lahan Satu Hektar Dalam Waktu Satu Tahun. Uraian 1. Luas lahan rata-rata (ha) 2. Jarak Tanam (m) 3. Jumlah Tanaman (pohon/ha) 4. Produksi (kg/luas lahan/thn) 5. Produktivitas (produksi/ha/tahun) 6. Harga Jual (Rp/kg) 7. Penerimaan (Rp/thn) 8. Biaya Tunai 9. Biaya Diperhitungkan 10. Total Biaya (Rp/thn) 11. Pendapatan atas biaya tunai 12. Pendapatan atas total biaya 13. Rasio R/C atas biaya tunai 14. Rasio R/C atas total biaya
Kecil 0,35 2,08 x 2,17 1.457 20.826,67 59.789,48 1930 115.393.702,68 32.543.383,46 6.630.223,29 39.173.606,74 82.850.319,22 76.220.095,94 3,55 2,95
Skala Usaha Menengah Besar 1,15 2,5 2 x 2,5 2 x 2,5 1.587 1.440 105.600 158.400 91.826,09 63.360 1930 1930 177.224.347,83 122.284.800,00 31.334.782,61 34.189.000,00 5.164.202,90 4.629.833,33 36.498.985,50 38.818.833,33 145.889.565,22 88.095.800,00 140.725.362,32 83.465.966,67 5,66 3,58 4,86 3,15
61
Tabel 12 di atas dapat dilihat bahwa untuk luasan lahan satu hektar, tingkat produktivitas pepaya California yang dihasilkan petani responden skala menengah yaitu sebesar 91.826,09 kg dengan jumlah tanaman yang diusahakan sebanyak 1.587 pohon dan jarak tanam 2m x 2,5m lebih tinggi dibanding petani skala usaha lainnya. Besarnya tingkat produktivitas tersebut dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan petani tersebut mengenai teknik budidaya pepaya California. Tingkat produktivitas pepaya California untuk petani skala kecil adalah 59.789,48 kg dengan jumlah tanaman sebanyak 1.457 pohon dan jarak tanam 2,08m x 2,17m. Sedangkan tingkat produktivitas pepaya California yang dihasilkan oleh petani skala besar adalah 63.360 kg dengan jumlah tanaman 1.440 pohon dan jarak tanam 2m x 2,5 m. Petani skala usaha menengah memperoleh pendapatan paling besar, yaitu pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 145.889.565,22 dan pendapatan atas total biaya sebesar Rp 140.725.362,32. Petani skala besar memperoleh pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 88.095.800,00 dan pendapatan atas total biaya sebesar Rp 83.465.966,67. Sedangkan petani skala kecil memperoleh pendapatan yang paling sedikit yaitu untuk pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 82.850.319,22 dan untuk pendapatan atas total biaya sebesar Rp 76.220.095,94. Penggunaan biaya untuk petani skala menengah lebih kecil dibanding petani skala kecil dan juga skala besar. Total biaya yang dikeluarkan oleh petani skala menengah untuk luas lahan satu hektar adalah Rp 36.498.985,50. Penggunaan biaya yang lebih rendah tersebut menyebabkan pendapatan yang diperoleh petani responden skala menengah menjadi lebih tinggi. Petani skala kecil mengeluarkan total biaya sebesar Rp 39.173.606,74 dan petani skala besar
62
mengeluarkan total biaya sebesar Rp 38.818.833,33. Dari ketiga kelompok petani responden tersebut diketahui bahwa petani skala menengah mengeluarkan biaya untuk bibit yang paling besar yaitu Rp 2.380.434,78 dengan jumlah bibit sebanyak 1.587 polibag. Sedangkan penggunaan biaya untuk pupuk kompos, pupuk NPK dan tenaga kerja luar keluarga oleh petani skala menengah tersebut lebih kecil bandingkan petani skala lainnya. Biaya yang dikeluarkan petani skala menengah untuk pupuk kompos adalah Rp 17.989.130,43 dengan jumlah pupuk kompos sebanyak 3.598 karung. Jumlah pupuk NPK yang digunakan petani tersebut sebanyak 317 kg dengan jumlah biaya Rp 952.173,91, sedangkan jumlah tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yang digunakan oleh petani tersebut adalah sebanyak 572 HOK dengan biaya sebesar Rp 8.576.086,96. Perincian biaya yang dikeluarkan oleh petani responden berdasarkan skala usaha untuk luas lahan satu hektar selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Analisis pendapatan pada umumnya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan usaha pertanian dalam satu tahun, dengan tujuan untuk membantu perbaikan pengelolaan usahatani. Salah satu ukuran efisiensi adalah dilihat dari besarnya penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (revenue-cost ratio atau R/C ratio). Berdasarkan penerimaan dan biaya yang diperoleh (Tabel 12) di atas, maka dapat disimpulkan bahwa semua petani responden di lokasi penelitian (baik skala kecil, skala menengah, dan skala besar) memperoleh keuntungan dalam melakukan usahatani pepaya California. Hal ini dapat diketahui karena nilai R/C atas biaya tunai maupun nilai R/C atas total biaya yang diperoleh petani tersebut lebih besar dari satu.
63
Nilai R/C atas biaya tunai dan nilai R/C atas total biaya yang diterima oleh petani skala menengah juga lebih besar dibandingkan petani skala besar dan petani skala kecil (untuk luasan 1 ha). Petani skala menengah memperoleh nilai R/C atas biaya tunai sebesar 5,66, artinya setiap satu rupiah biaya tunai yang dikeluarkan maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 5,66. Sedangkan untuk R/C atas total biaya, petani tersebut memperoleh nilai R/C sebesar 4,86 yang artinya setiap satu rupiah total biaya yang dikeluarkan maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 4,86. R/C atas biaya tunai. Petani skala besar memperoleh nilai R/C atas biaya tunai sebesar 3,58, artinya setiap satu rupiah biaya tunai yang dikeluarkan maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 3,58. Nilai R/C atas total biaya yang diterima oleh petani skala besar adalah 3,15, artinya setiap satu rupiah total biaya yang dikeluarkan maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 3,15. Petani skala kecil memperoleh nilai R/C atas biaya tunai yang paling kecil sebesar 3,55, artinya setiap satu rupiah biaya tunai yang dikeluarkan maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 3,55. Nilai R/C atas total biaya untuk petani skala kecil adalah 2,95, artinya setiap satu rupiah biaya tunai yang dikeluarkan maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 2,95. Nilai R/C yang lebih besar dari satu yang dihasilkan petani responden pada masing-masing skala usaha tersebut dapat memberikan gambaran bahwa kegiatan usahatani pepaya California sangatlah menjanjikan keuntungan. Berdasarkan nilai R/C di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan usahatani pepaya California untuk luas lahan satu hektar yang dilakukan oleh petani skala menengah lebih efisien dibandingkan petani skala lain. Untuk luasan tersebut, jumlah tanaman yang lebih efisien untuk diusahakan adalah sebanyak
64
1.587 pohon dengan jarak tanam 2 m x 2,5 m. Banyaknya jumlah tanaman ini tidak jauh beda dengan rata-rata jumlah tanaman pepaya California dari keseluruhan petani responden untuk luas lahan satu hektar yaitu 1.522 pohon. Dari hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani responden di desa Cimande dan desa Lemahduhur adalah: luas lahan, jumlah tanaman per hektar, jarak tanam, penggunaan bibit, penggunaan pupuk kompos, penggunaan pupuk NPK dan penggunaan TKLK.
6.3.
Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran Saluran pemasaran adalah beberapa organisasi yang saling bergantung dan
terlibat dalam proses mengupayakan agar produk atau jasa tersedia untuk dikonsumsi. Saluran pemasaran melaksanakan tugas memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Hal itu mengatasi kesenjangan waktu, tempat, dan kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari orang-orang yang membutuhkan atau menginginkannya (Kotler, 2002). Saluran pemasaran dalam penelitian ini menggambarkan proses penyampaian pepaya California dari petani hingga ke konsumen akhir. Lembaga pemasaran yang terlibat dalam memasarkan pepaya California dari petani hingga ke konsumen akhir di desa Cimande dan desa Lamahduhur adalah: petani, supplier, pedagang pengecer dan konsumen akhir. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan petani responden di lokasi penelitian, maka diketahui terdapat dua pola saluran pemasaran pepaya California (Gambar 5).
65
Pola pemasaran I (90 %) Petani
Supplier
Pedagang Pengecer
Konsumen akhir
Pola Pemasaran II (10 %) Petani
Pabrik
Gambar 5. Saluran Pemasaran Pepaya California di Lokasi Penelitian
Gambar diatas dapat dilihat bahwa untuk pola saluran pemasaran I terdapat sembilan orang petani responden (90 persen). Saluran tersebut merupakan saluran yang paling banyak dipilih oleh petani responden di lokasi penelitian karena petani tersebut mengalami kesulitan dalam memasarkan produknya secara langsung, baik itu dari segi transportasi maupun dalam mencari pasar. Sedangkan petani yang memilih pola saluran pemasaran II berjumlah satu orang (10 persen), dimana petani tersebut langsung memasarkan produknya ke pabrik.
6.3.1. Fungsi Pemasaran Fungsi-fungsi pemasaran adalah mengusahakan agar pembeli atau konsumen memperoleh barang yang diinginkan pada tempat, waktu, dan harga yang tepat. Fungsi-fungsi pemasaran dalam pelaksanaan aktifitasnya dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga. Lembaga pemasaran ini yang akan terlibat dalam proses penyampaian barang dan jasa dari produsen sampai ke tangan konsumen. Fungsi-fungsi pemasaran meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas.
66
Tabel 13. Fungsi Pemasaran Pada Lembaga Pemasaran Pepaya California di Desa Cimande dan desa Lemahduhur Fungsi Pemasaran Fungsi Pertukaran - Pembelian - Penjualan Fungsi Fisik - Penyimpanan - Pengangkutan - Pengemasan Fungsi Fasilitas - Sortasi - Grading/Standarisasi - Penanggungan resiko - Pembiayaan - Informasi pasar
Petani
Lembaga Pemasaran Supplier Pedagang Pengecer
− √
√ √
√ √
− √ √
− √ √
√ − √
√
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √
1. Petani. Fungsi pemasaran yang umumnya dilakukan petani responden di lokasi penelitian adalah fungsi penjualan, pembiayaan dan informasi harga dimana petani tersebut merupakan produsen yang menanam pepaya California dan menjual hasil panennya. Tetapi ada juga petani yang melakukan fungsi pengangkutan, pengemasan, sortasi dan penanggungan resiko. Untuk fungsi pembiayaan, para petani membiayai sendiri seluruh modal yang dikeluarkannya untuk kegiatan produksi. Petani responden di lokasi penelitian juga melakukan informasi harga yaitu dengan melakukan pengamatan harga yang berlaku di pasar. Harga yang diterima oleh petani dari supplier didasarkan atas kesepakatan sebelumnya dengan alasan agar petani tidak merasa dirugikan apabila terjadi penurunan harga di pasar swalayan. Tetapi jika hal tersebut terjadi, maka supplier akan memberikan informasi kepada petani untuk selanjutnya dilakukan kesepakatan harga yang baru.
67
Dari 10 orang petani responden, petani yang melakukan fungsi pengangkutan, pengemasan, sortasi dan penanggungan resiko berjumlah satu orang (10%). Petani tersebut langsung menjual produknya ke pabrik pengolahan saos dengan menggunakan mobil pick up L 300. Sebelum dijual, petani tersebut terlebih dahulu melakukan pengemasan yaitu dengan membungkus pepaya dengan menggunakan koran agar pepaya tersebut tidak mengalami kerusakan selama di perjalanan. Selain itu, petani tersebut juga melakukan sortasi yaitu memisahkan pepaya yang rusak dengan pepaya yang bagus. Petani tersebut juga akan menanggung resiko jika harga yang dibayarkan oleh konsumen (pabrik) mengalami penurunan. 2. Supplier. Kegiatan fungsi pemasaran yang dilakukan oleh suppier adalah melakukan pembelian pepaya California secara langsung dari petani produsen. Transaksi pembelian dan penjualan dilakukan oleh petani dan supplier di tempat yang telah ditentukan. Hal ini dilakukan karena jarak antara jalan dengan sebagian rumah petani cukup jauh dan susah dijangkau oleh kendaraan. Supplier memasarkan pepaya California dari petani responden ke pasar swalayan dengan menggunakan dua buah mobil box L 300 dan satu buah mobil Zebra. Pasar swalayan tersebut antara lain: Carrefour, Giant, Jogya dan Hipermart. Sebelum pepaya diangkut ke dalam mobil, supplier terlebih dahulu melakukan sortasi dan standarisasi yaitu dengan memisahkan (melakukan seleksi) antara pepaya yang memenuhi standar dengan pepaya yang tidak memenuhi standar. Seleksi tersebut didasarkan pada ukuran (0,5-1,5 kg) dan bentuk pepaya (panjang lonjong) yang dijual petani. Setelah itu, pepaya tersebut dibungkus
68
dengan menggunakan koran untuk kemudian siap dimasukkan ke dalam mobil pengangkut. Pepaya yang telah diangkut dari tempat petani responden, terlebih dahulu dikumpulkan di rumah supplier untuk kemudian dibersihkan (dilap). Setelah itu, pepaya tersebut diberi nama merek atau stiker (label). Nama merek pepaya yang dibeli dari lokasi penelitian yang dibuat oleh supplier tersebut adalah raja tani dengan stiker berwarna merah. Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa fungsi pemasaran yang dilakukan oleh supplier adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengangkutan dan pengemasan) dan fungsi fasilitas (sortasi; standarisasi; pembiayaan; penanggungan resiko yaitu: penurunan harga pasar dan kerusakan produk; dan informasi pasar). 3. Pedagang pengecer. Pedagang pengecer yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pedagang yang membeli pepaya California dari supplier di lokasi penelitian, dan menjualnya kembali dalam bentuk pepaya yang masih utuh (belum diolah). Sebelum melakukan pembelian, pepaya yang dibawa oleh supplier tersebut terlebih dahulu dibawa ke gudang untuk disortasi dan diperiksa kualitasnya (standarisasi). Kemudian, pepaya tersebut dimasukkan ke dalam toko untuk dijual kepada konsumen. Pepaya California yang dibeli oleh konsumen, dikemas dengan menggunakan plastik bening dan diberi label harga. Penetapan harga yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah berdasarkan informasi harga yang berlaku di pasar.
69
6.3.2. Efisiensi Pemasaran. Efisiensi pemasaran dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu efisiensi operasional (teknologi) dan efisiensi ekonomi (harga). Analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi operasional pada proses tataniaga suatu produk yaitu analisis marjin tataniaga, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya.
6.3.2.1. Farmer’s Share Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Pada Tabel 14 terlihat besarnya bagian yang diterima oleh petani pada pola saluran pemasaran I adalah Rp 1.900 (25,33 persen) dari harga jual pedagang pengecer. Sedangkan pada pola saluran II, petani memperoleh farmer’s share sebesar Rp 2.200 (100 persen) dari harga beli konsumen akhir. Hal ini terjadi karena petani pada pola saluran II langsung memasarkan pepaya California yang dihasilkannya.
6.3.2.2. Marjin Pemasaran Marjin adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani produsen, atau dapat juga dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen sampai ke titik konsumen akhir. Adanya perbedaan kegiatan dari setiap lembaga akan menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan lembaga yang lain sampai ke tingkat konsumen akhir. Semakin banyak lembaga yang terlibat dalam penyaluran suatu komoditi dari titik produsen sampai titik
70
konsumen, maka akan semakin besar perbedaan harga komoditi tersebut di titik produsen dibandingkan dengan harga yang akan dibayar oleh konsumen.
Tabel 14. Analisis marjin pemasaran pepaya Califonia di desa Cimande dan desa Lemahduhur Keterangan
1. Petani Harga Jual Biaya Usahatani Margin Pemasaran Biaya Pemasaran Keuntungan 2. Supplier Harga Jual Harga Beli Margin Pemasaran Biaya Pemasaran Biaya Pengemasan Total Biaya Keuntungan 3. Pedagang Pengecar Harga Jual Harga Beli Margin Pemasaran Biaya Pelabelan Biaya Penyimpanan Biaya Pengemasan Total Biaya Keuntungan 4. Konsumen Akhir Harga Beli Total Biaya Pemasaran Total Keuntungan Total Margin Pemasaran Rasio Keuntungan dan Biaya Pemasaran
Pola Saluran Pemasaran I II Rp/kg % Rp/kg
%
1.900,00 568,77 1.331,23 0,00 1.331,23
25,33 7,58 17,75 0,00 17,75
2.200,00 100,00 456,30 20,74 1.743,70 79,26 179,17 8,14 1.564,53 71,11
4.500 1.900 2.600 200 215 415 2.185
60 25,33 34,67 2,67 2,87 5,53 29.13
− − − − − − −
− − − − − − −
7.500 4.500 3.000 250 274 100 624 2.376
100 60 40 3,33 3,65 1,33 8,32 31,68
− − − − − − − −
− − − − − − − −
7.500 1.039,00 4.561,00 5.600,00 4,39
100 13,85 60,81 74,67 −
2.200 179,17 1.564,53 1.743,70 8,73
100 8,14 71,11 79,26 −
Berdasarkan Tabel 14 juga dapat dilihat bahwa margin pemasaraan terbesar diperoleh petani pada pola saluran II yaitu 79,26 persen, sedangkan petani pada pola saluran I memperoleh marjin pemasaran sebesar 74,67 persen. Biaya pemasaran terbesar pada pola saluran I terjadi pada pedagang pengecer, yang mana pedagang tersebut harus membayar biaya pelabelan (Rp 250 per kg), biaya
71
penyimpanan (Rp 274 per kg) dan biaya pengemasan (Rp 100 per kg). Sedangkan supplier hanya mengeluarkan biaya transportasi Rp 175 per kg, biaya tenaga kerja Rp 25 per kg dan biaya pengemasan (Rp 215 per kg) untuk melakukan pemasarannya. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan dalam pola saluran I adalah Rp 1.039 per kg (13,85 persen) dari harga jual pedagang pengecer. Pada pola saluran pemasaran II, petani terlibat dalam memasarkan produknya. Sehingga petani tersebut harus mengeluarkan biaya pemasaran sebesar Rp 179,17 per kg yang terdiri dari biaya transportasi (Rp 166,67 per kg ) dan biaya pengemasan (Rp 12,5 per kg). Total biaya pemasaran pada pola saluran II adalah Rp 179,17 per kg (8,14 persen) yang berasal dari petani tersebut. Dari penjelasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa biaya pemasaran adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran pada setiap saluran pemasaran untuk memasarkan/menyalurkan produk dari produsen ke konsumen. Berdasarkan keuntungan yang diperoleh, maka petani pada pola saluran I memperoleh total keuntungan sebesar Rp 4.561 per kg (60,81 persen) dari harga jual pedagang pengecer, sedangkan petani pada pola saluran II memperoleh keuntungan sebesar Rp 1.564,53 per kg (71,11 persen) dari harga beli konsumen akhir. Hal ini dapat disebabkan karena pada pola saluran II tersebut, petani merupakan satu-satunya lembaga pemasaran yang terlibat dalam menyalurkan pepaya ke konsumen akhir Rasio keuntungan dan biaya pemasaran mendefenisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya pemasaran yang dikeluarkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa petani pada pola saluran II memperoleh keuntungan dari rasio keuntungan dan biaya yang terbesar yaitu 8,73. Artinya
72
adalah petani tersebut memperoleh keuntungan sebesar 8,73 untuk setiap rupiah yang dikeluarkan. Sedangkan rasio antara keuntungan dan biaya yang diperoleh petani pola saluran II adalah sebesar 4,39 untuk setiap rupiah yang dikeluarkan.
6.3.3. Analisis Efisiensi Pemasaran Sistem pemasaran dikatakan efisien apabila memenuhi dua syarat yaitu mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, dan mampu mengadakan pembagian yang adil bagi seluruh harga yang dibayarkan oleh konsumen terakhir dalam kegiatan produksi. Dari Tabel 14 dapat disimpulkan bahwa sistem saluran pemasaran yang paling efisien terdapat pada pola saluran pemasaran II karena petani tersebut memperoleh farmer’s share (bagian yang diterima petani) sebesar 100 persen, sedangkan pada pola saluran I petani hanya memperoleh farmer’s share sebesar 25,33 persen. Begitu juga rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh petani pada pola saluran pemasaran II (8,73) lebih besar daripada farmer’s yang diterima petani pada pola saluran I (4,39). Namun berdasarkan ukuran efisiensinya, maka dapat disimpulkan bahwa kedua pola saluran pemasaran tersebut sudah efisien karena nilai rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh petani pada kedua pola saluran tersebut lebih besar dari satu.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1.
Kesimpulan
1. Untuk rata-rata luas lahan 0,94 hektar dan jumlah tanaman 1.429 pohon yang dimiliki petani responden di desa Cimande dan desa Lemahduhur, kecamatan Caringin, kabupaten Bogor, dapat disimpulkan bahwa petani responden nilai R/C ratio atas total biaya sebesar rata-rata 3,59 dan R/C ratio atas biaya tunai sebesar rata-rata 4,05. Karena nilai dari kedua R/C tersebut lebih dari satu, maka usahatani pepaya California tersebut masih memberikan keuntungan bagi petani dan layak untuk dikembangkan. Dari segi perbandingan skala usaha disimpulkan bahwa semua petani responden di lokasi penelitian (baik skala kecil, skala menengah, dan skala besar) memperoleh keuntungan karena nilai R/C atas biaya tunai maupun nilai R/C atas total biaya yang diperoleh petani tersebut lebih besar dari satu. Petani responden skala besar (luas lahan ≥ 2 ha dan rata-rata luas lahan 2,5 ha), memperoleh pendapatan paling besar, yaitu pendapatan atas biaya tunai Rp 220.239.500 per tahun dan pendapatan atas total biaya Rp 208.664.916,67 per tahun. Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani responden skala menengah (dengan luas lahan 1 - < 2 dan luas lahan ratarata 1,15 ha) adalah lebih efisien dibandingkan petani skala usaha lainnya. Petani skala usaha menengah tersebut memperoleh nilai R/C paling besar, yaitu R/C atas biaya tunai sebesar 5,66 dan R/C atas total biaya sebesar 4,86. Untuk perbandingan pendapatan per tahun berdasarkan skala usaha dengan luas lahan satu hektar, kegiatan usahatani pepaya California untuk
74
petani skala menengah lebih efisien (dengan jumlah tanaman 1.587 pohon dan jarak tanam 2 m x 2,5 m). Pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani tersebut sebesar Rp 145.889.565,22 dengan R/C atas biaya tunai 5,66 dan pendapatan atas total biaya sebesar Rp 140.725.362,32 dengan R/C atas total biaya 4,86. Berdasarkan besarnya nilai R/C yang diperoleh petani responden maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan usahatani pepaya California sangatlah menjanjikan, karena memberikan keuntungan bagi petani. Dari hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani responden di desa Cimande dan desa Lemahduhur adalah: luas lahan, jumlah tanaman per hektar, jarak tanam, penggunaan bibit, penggunaan pupuk kompos, penggunaan pupuk NPK dan penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK). 2. Pada saluran pemasaran pepaya California di desa Cimande dan desa Lemahduhur, terdapat dua bentuk pola saluran. Pada pola saluran I, petani menjual pepaya kepada supplier, kemudian supplier menjual pepaya tersebut kepada pedagang pengecer dan pedagang pengecer menjualnya lagi kepada konsumen akhir. Sedangkan untuk pola saluran II, petani menjual pepaya langsung kepada pabrik (konsumen akhir). 3. Dilihat dari nilai rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh petani, maka dapat disimpulkan bahwa kedua pola saluran pemasaran yang ada di desa Cimande dan desa Lemahduhur sudah efisien (>1). Nilai rasio keuntungan dan biaya pada pola saluran I sebesar 4,39 dan nilai rasio keuntungan dan biaya pada pola saluran II sebesar 8,73.
75
7.2.
Saran
1. Berdasarkan nilai rasio keuntungan dan biaya, bisa dikatakan bahwa masing-masing saluran pemasaran sudah efisien. Sehingga disarankan untuk setiap petani agar mempertahankan pola salurannya. Agar proses pemasaran dapat berjalan dengan baik dan keuntungan yang diperoleh petani dapat lebih tinggi, maka perlu dianjurkan adanya suatu wadah (seperti: koperasi) yang bisa menampung hasil panen dari setiap petani, dengan tujuan agar harga jual pepaya yang diterima oleh petani dapat lebih terjamin/lebih tinggi. 2. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pepaya California dengan memperbanyak jumlah petani responden dengan tujuan agar penelitian selanjutnya dapat diuji secara statistik.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS). 2006. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia “Ekspor”. Jakarta. Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS). 2006. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia “Impor”. Jakarta. Indonesia. Dahl, C. D., Hammond, J. W., 1977. Market Place Analysis The Agryculture Industry. MC. Graw-Hill Book Company. New York. Dajan, A. 1986. Pengantar Metode Statistik. Jilid II. Penerbit: LP3ES. Jakarta Data Susenas. 2007. Konsumsi Per Kapita Hortikultura. Direktorat Gizi. Depkes RI. 1979. Komposisi Buah dan Daun Pepaya. Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2006. Perkembangan Produktivitas Pepaya Indonesia Pada Tahun 2000-2005. Jakarta. Gita, D. 2005. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian Pepaya Eksotik dibandingkan Dengan Pepaya Lokal. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Halisah, S (2006). Analisis Kelayakan Finansial dan Kesempatan Kerja Pada Usahatani Pepaya. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hanafiah, A. M., Saefudin, A. M., 1983. Tataniaga Hasil Perikanan. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. Kalie, M. B. 2007. Bertanam Papaya. Edisi Revisi. Cetakan 23. Penebar Swadaya. Jakarta. Kotler, P. 1987. Dasar-Dasar Pemasaran. CV Intermedia. Jakarta. Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Edisi Kesepuluh. PT Prenhalindo. Jakarta. Limbong, W. H., Sitorus, P., 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan IlmuIlmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
77
Limbong, W. H., 1997. Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mubyarto, 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. Mubyarto, 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. Rahmawati, E. 1999. Analisis Saluran Pemasaran Manggis. Skripsi. Jurusan Ilmuilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sari, A. K. 2005. Laporan Magang. Fakultas Pertanian. Universitas Pajajaran. Bandung. Soeharjo dan Patong. 1973. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. Soekartawi, A Suharjo. 1986. Ilmu Usahatani dan Peneletiaan Untuk Pengembangan Petani Kecil Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Penerbit Universitas Indonesia. Cetakan Ketiga. Jakarta. Sitompul, R. P. 2007. Analisis Usahatani dan Tataniaga Ikan Hias Maskoki Oranda. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
78
78
79
Lampiran 3. Potensi Sumber Daya Tiap-tiap Desa di Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 1. Desa Cinagara 2. Desa Pasirmuncang 3. Desa Tangkil 4. Desa Lemahduhur 5. Desa Ciderum 6. Desa Pancawati 7. Desa Caringin 8. Desa Ciherang Pondok 9. Desa Pasir Buncir 10.Desa Muara Jaya 11 Desa Cimande Hilir 12.Desa Cimande Sumber: Data Primer, 2008
Nilam/Minyak Asiri Pertanian Sawah/Padi Pohon Albasiah/Jagung/Peternakan Ayam Pepaya/Salak Sleman Bogor Pertanian Sawah/Padi Teh, Sentra Salak dan Agrowisata Desa Perkotaan/Dagang Pertanian Sawah/Padi Peternakan Sapi Pertanian Sawah/Padi Pengrajin Biasa Pepaya, Jagung Manis
79
Lampiran 4. Penjabaran Tentang Biaya Yang Dikeluarkan Oleh Masing-Masing Petani Responden Responden 1 Komponen Biaya 1. Biaya Tunai a. Bibit (polibag) b. Pupuk kompos (karung) c. Pupuk NPK (kg) d. Kapur (kg) e. Obat-obatan (kg) f. TKLK (HOK) Total Biaya Tunai 2. Biaya Tidak Tunai a. Sewa Lahan (ha) b. Penyusutan Peralatan (Rp) c. TKDK (HOK) Total Biaya Tidak tunai Total Biaya
Jumlah
Harga (Rp/Satuan)
Nilai (Rp)
(%)
3.000 7.500 900 9.000 2,5 1.471
1.500 6.000 3.500 500 100.000 20.000
4.500.000,00 45.000.000,00 3.150.000,00 4.500.000,00 250.000,00 29.420.000,00 86.820.000,00
4,73 47,29 3,31 4,73 0,26 30,92 91,25
2
4.000.000
0
20.000
8.000.000,00 8,41 328.000,00 0,34 0,00 0,00 8.328.000,00 8,75 95.148.000,00 100,00
Responden 2 Komponen Biaya 1. Biaya Tunai a. Bibit (polibag) b. Pupuk kompos (karung) c. Pupuk NPK (kg) d. Kapur (kg) e. Obat-obatan (kg) f. TKLK (HOK) Total Biaya Tunai 2. Biaya Tidak Tunai a. Sewa Lahan (ha) b. Penyusutan Peralatan (Rp) c. TKDK (HOK) Total Biaya Tidak tunai Total Biaya
Jumlah
Harga (Rp/Satuan)
Nilai (Rp)
(%)
255 750 60 750 1 254
1.500 4.000 2.500 300 80.000 12.000
382.500,00 3.000.000,00 150.000,00 225.000,00 80.000,00 3.048.000,00 6.885.500,00
4,90 38,44 1,92 2,88 1,03 39,06 88,23
0,2
4.000.000
0
12.000
800.000,00 118.333,33 0,00 918.333,33 7.803.833,33
10,25 1,52 0,00 11,77 100,00
78
Responden 3 Komponen Biaya 1. Biaya Tunai a. Bibit (polibag) b. Pupuk kompos (karung) c. Pupuk NPK (kg) d. Kapur (kg) e. Obat-obatan (kg) f. TKLK (HOK) Total Biaya Tunai 2. Biaya Tidak Tunai a. Sewa Lahan (ha) b. Penyusutan Peralatan (Rp) c. TKDK (HOK) Total Biaya Tidak tunai Total Biaya
Jumlah
Harga (Rp/Satuan)
Nilai (Rp)
(%)
316 1.350 135 1.350 1 167
1.500 5.000 2.500 300 70.000 15.000
473.750,00 6.750.000,00 337.500,00 405.000,00 70.000,00 2.505.000,00 10.541.250,00
3,62 51,58 2,58 3,09 0,53 19,14 80,55
0,6
4.000.000
0
15.000
2.400.000,00 18,34 145.250,00 1,11 0,00 0,00 2.545.250,00 19,45 13.086.500,00 100,00
Responden 4
Komponen Biaya 1. Biaya Tunai a. Bibit (polibag) b. Pupuk kompos (karung) c. Pupuk NPK (kg) d. Kapur (kg) e. Obat-obatan (kg) f. TKLK (HOK) Total Biaya Tunai 2. Biaya Tidak Tunai a. Sewa Lahan (ha) b. Penyusutan Peralatan (Rp) c. TKDK (HOK) Total Biaya Tidak tunai Total Biaya
Jumlah
Harga (Rp/Satuan)
Nilai (Rp)
(%)
1700 3400 340 3400 2,5 700
1.500 5.000 3.000 500 70.000 13.000
2.550.000,00 17.000.000,00 1.020.000,00 1.700.000,00 175.000,00 9.100.000,00 31.545.000,00
7,14 47,60 2,86 4,76 0,49 25,48 88,33
1
4.000.000
0
13.000
4.000.000,00 11,20 169.000,00 0,47 0,00 0,00 4.169.000,00 11,67 35.714.000,00 100,00
79
Komponen Biaya 1. Biaya Tunai a. Bibit (polibag) b. Pupuk kompos (karung) c. Pupuk NPK (kg) d. Kapur (kg) e. Obat-obatan (kg) f. TKLK (HOK) Total Biaya Tunai 2. Biaya Tidak Tunai a. Sewa Lahan (ha) b. Penyusutan Peralatan (Rp) c. TKDK (HOK) Total Biaya Tidak tunai Total Biaya
Responden 5 Harga Jumlah (Rp/Satuan)
Nilai (Rp)
(%)
4.200 12.600 1.260 12.600 4 1.467
1.500 6.000 3.500 500 60.000 15.000
6.300.000,00 75.600.000,00 4.410.000,00 6.300.000,00 240.000,00 22.005.000,00 114.855.000,00
4,96 59,49 3,47 4,96 0,19 17,32 90,38
3
4.000.000
163
15.000
12.000.000,00 225.000,00 2.445.000,00 12.225.000,00 127.080.000,00
9,44 0,18 0,02 9,62 100,00
Harga (Rp/Satuan)
Nilai (Rp)
(%)
1.500 4.000 2.500 400 50.000 12.000
750.000,00 4.000.000,00 250.000,00 400.000,00 50.000,00 3.372.000,00 8.822.000,00
7,39 39,39 2,46 3,94 0,49 33,20 86,87
4.000.000
1.200.000,00 133.333,33 0,00 1.333.333,33 10.155.333,33
11,82 1,31 0,00 13,13 100,00
Responden 6 Responden 6 Komponen Biaya Jumlah 1. Biaya Tunai 500 a. Bibit (polibag) 1.000 b. Pupuk kompos (karung) 100 c. Pupuk NPK (kg) 1.000 d. Kapur (kg) 1 e. Obat-obatan (kg) 281 f. TKLK (HOK) Total Biaya Tunai 2. Biaya Tidak Tunai 0,3 a. Sewa Lahan (ha) b. Penyusutan Peralatan (Rp) 0 c. TKDK (HOK) Total Biaya Tidak tunai Total Biaya
12.000
80
Responden 7 Komponen Biaya 1. Biaya Tunai a. Bibit (polibag) b. Pupuk kompos (karung) c. Pupuk NPK (kg) d. Kapur (kg) e. Obat-obatan (kg) f. TKLK (HOK) Total Biaya Tunai 2. Biaya Tidak Tunai a. Sewa Lahan (ha) b. Penyusutan Peralatan (Rp) c. TKDK (HOK) Total Biaya Tidak tunai Total Biaya
Jumlah
Harga (Rp/Satuan)
Nilai (Rp)
(%)
1.950 4.875 390 3.900 3 615
1.500 5.000 3.500 500 70.000 15.000
2.925.000,00 24.375.000,00 1.365.000,00 1.950.000,00 210.000,00 9.225.000,00 40.050.000,00
6,42 53,50 3,00 4,28 0,46 20,25 87,90
1,3
4.000.000
153
15.000
5.200.000,00 313.500,00 2.295.000,00 5.513.500,00 45.563.500,00
11,41 0,69 0,05 12,10 100,00
Jumlah
Harga (Rp/Satuan)
Nilai (Rp)
(%)
1.600 3.200 480 320 1,5 464
1.500 5.000 3.000 300 70.000 13.000
2.400.000,00 16.000.000,00 1.440.000,00 96.000,00 105.000,00 6.032.000,00 26.073.000,00
8,20 54,64 4,92 0,33 0,36 20,60 89,03
0,75
4.000.000
147
13.000
3.000.000,00 211.500,00 1.911.000,00 3.211.500,00 29.284.500,00
10,24 0,72 0,07 10,97 100,00
Responden 8 Komponen Biaya 1. Biaya Tunai a. Bibit (polibag) b. Pupuk kompos (karung) c. Pupuk NPK (kg) d. Kapur (kg) e. Obat-obatan (kg) f. TKLK (HOK) Total Biaya Tunai 2. Biaya Tidak Tunai a. Sewa Lahan (ha) b. Penyusutan Peralatan (Rp) c. TKDK (HOK) Total Biaya Tidak tunai Total Biaya
84
Responden 9 Komponen Biaya 1. Biaya Tunai a. Bibit (polibag) b. Pupuk kompos (karung) c. Pupuk NPK (kg) d. Kapur (kg) e. Obat-obatan (kg) f. TKLK (HOK) Total Biaya Tunai 2. Biaya Tidak Tunai a. Sewa Lahan (ha) b. Penyusutan Peralatan (Rp) c. TKDK (HOK) Total Biaya Tidak tunai Total Biaya
Jumlah
Harga (Rp/Satuan)
Nilai (Rp)
(%)
298 1.500 150 1.250 1 64
1.500 5.000 3.000 300 60.000 15.000
447.500,00 7.500.000,00 450.000,00 375.000,00 60.000,00 960.000,00 9.792.500,00
4,16 69,72 4,18 3,49 0,56 8,92 91,03
0,2
4.000.000
62
15.000
800.000,00 7,44 165.166,67 1,54 930.000,00 0,09 965.166,67 8,97 10.757.666,67 100,00
Responden 10 Komponen Biaya 1. Biaya Tunai a. Bibit (polibag) b. Pupuk kompos (karung) c. Pupuk NPK (kg) d. Kapur (kg) e. Obat-obatan (kg) f. TKLK (HOK) Total Biaya Tunai 2. Biaya Tidak Tunai a. Sewa Lahan (ha) b. Penyusutan Peralatan (Rp) c. TKDK (HOK) Total Biaya Tidak tunai Total Biaya
Jumlah
Harga (Rp/Satuan)
Nilai (Rp)
(%)
90 180 18 135 0 11
1.500 5.000 3.000 400 70.000 20.000
135.000,00 900.000,00 54.000,00 54.000,00 0,00 220.000,00 1.363.000,00
8,26 55,08 3,30 3,30 0,00 13,46 83,41
0,04
4.000.000
110
20.000
160.000,00 111.000,00 2.200.000,00 271.000,00 1.634.000,00
9,79 6,79 1,35 16,59 100,00
85
Lampiran 5. Pendapatan Petani Responden Berdasarkan Skala Usaha (Luas Lahan) Dalam Waktu Satu Tahun. Uraian
1. Skala Kecil (Luas Lahan 0,35 Ha) Jumlah Harga (Satuan) (Rp/Satuan) 20.826,67 kg 1.930
1. Penerimaan 2. Biaya Tunai a. Bibit (polibag) b. Pupuk kompos (karung) c. Pupuk NPK (kg) d. Kapur (kg) e. Obat-obatan (kg) f. TKLK (HOK) Total Biaya Tunai 3. Biaya Diperhitungkan a. Sewa Lahan (ha) b. Penyusutan Peralatan (Rp) c. TKDK (HOK) Total Biaya Diperhitungkan 4. Total Biaya (2+3) 5. Pendapatan Atas Biaya Tunai 6. Pendapatan Atas Biaya Total 7. R/C Atas Biaya Tunai 8. R/C atas Biaya Total
Uraian
Nilai (Rp) 40.195.466,67
510 1.330,00 157,17 800,83 0,92 206,83
1.500 5.000 3.000 400 70.000 15.000
764.791,67 6.650.000,00 471.500,00 320.333,33 64.166,67 3.102.500,00 11.373.291,67
5,59 48,60 3,45 2,34 0,47 22,67 83,12
0,35
4.000.000
53,17
15.000
1.393.333,33 118.694,44 797.500 2.309.527,78 13.682.819,44 28.822.175,00 26.512.647,22 3,55 2,95
10,18 0,87 5,83 16,88 100,00
2. Skala Menengah (Luas Lahan 1,15 Ha) Jumlah Harga Nilai (Rp) (Satuan) (Rp/Satuan) 105.600 kg 1.930 203.808.000
1. Penerimaan 2. Biaya Tunai a. Bibit (polibag) b. Pupuk kompos (karung) c. Pupuk NPK (kg) d. Kapur (kg) e. Obat-obatan (kg) f. TKLK (HOK) Total Biaya Tunai 3. Biaya Diperhitungkan a. Sewa Lahan (ha) b. Penyusutan Peralatan (Rp) c. TKDK (HOK) Total Biaya Diperhitungkan 4. Total Biaya 5. Pendapatan Atas Biaya Tunai 6. Pendapatan Atas Biaya Total 7. R/C Atas Biaya Tunai 8. R/C atas Biaya Total
%
1.825,00 4.137,50 365,00 3.650,00 2,75 657,50
1.500 5.000 3.000 400 70.000 15.000
1,15
4.000.000
76,50
15.000
%
2.737.500 20.687.500 1.095.000 1.460.000 192.500 9.862.500 36.035.000
6,52 49,29 2,61 3,48 0,46 23,50 85,85
4.600.000 191.333,33 1.147.500 5.938.833,33 41.973.833,33 167.773.000 161.834.166,67 5,66 4,86
10,96 0,46 2,73 14,15 100,00
86
Uraian
3. Skala Besar (Luas Lahan 2,5 Ha) Jumlah Harga (Satuan) (Rp/Satuan) 158.400 kg 1.930
1. Penerimaan 2. Biaya Tunai a. Bibit (polibag) b. Pupuk kompos (karung) c. Pupuk NPK (kg) d. Kapur (kg) e. Obat-obatan (kg) f. TKLK (HOK) Total Biaya Tunai 3. Biaya Diperhitungkan a. Sewa Lahan (ha) b. Penyusutan Peralatan (Rp) c. TKDK (HOK) Total Biaya Diperhitungkan 4. Total Biaya 5. Pendapatan Atas Biaya Tunai 6. Pendapatan Atas Biaya Total 7. R/C Atas Biaya Tunai 8. R/C atas Biaya Total
3.600 10.050 1.080 10.800 3,25 1.469
1.500 5.000 3.000 400 70.000 15.000
2,5
4.000.000
81,50
15.000
Nilai (Rp)
%
305.712.000 5.400.000 50.250.000 3.240.000 4.320.000 227.500 22.035.000 85.472.500
5,56 51,78 3,34 4,45 0,23 22,71 88,07
10.000.000 352.083,33 1.222.500 11.574.583,33 97.047.083,33 220.239.500 208.664.916,67 3,58 3,15
10,30 0,36 1,26 11,93 100,00
87
Lampiran 6. Perincian Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Petani Berdasarkan Skala Usaha Per Hektar Dalam Waktu Satu Tahun. Uraian 1. Penerimaan 2. Biaya Tunai a. Bibit (polibag) b. Pupuk kompos (karung) c. Pupuk NPK (kg) d. Kapur (kg) e. Obat-obatan (kg) f. TKLK (HOK) Total Biaya Tunai 3. Biaya Diperhitungkan a. Sewa Lahan (ha) b. Penyusutan Peralatan (Rp) c. TKDK (HOK) Total Biaya Diperhitungkan 4. Total Biaya (2+3) 5. Pendapatan Atas Biaya Tunai 6. Pendapatan Atas Biaya Total 7. R/C Atas Biaya Tunai 8. R/C atas Biaya Total
Uraian 1. Penerimaan 2. Biaya Tunai a. Bibit (polibag) b. Pupuk kompos (karung) c. Pupuk NPK (kg) d. Kapur (kg) e. Obat-obatan (kg) f. TKLK (HOK) Total Biaya Tunai 3. Biaya Diperhitungkan a. Sewa Lahan (ha) b. Penyusutan Peralatan (Rp) c. TKDK (HOK) Total Biaya Diperhitungkan 4. Total Biaya (2+3) 5. Pendapatan Atas Biaya Tunai 6. Pendapatan Atas Biaya Total 7. R/C Atas Biaya Tunai 8. R/C atas Biaya Total
1. Skala Kecil Jumlah Harga (Satuan) (Rp/Satuan) 59.789,48 kg 1.930
Nilai (Rp) 115.393.702,68
%
1457 3.800,00 449,05 2299,04 2,63 593,78
1.500 5.000 3.000 400 70.000 15.000
2.185.714,29 19.000.000,00 1.347.142,86 919.617,22 184.210,53 8.906.698,56 32.543.383,46
5,58 48,50 1,77 2,35 0,47 22,74 83,07
1
4.000.000
152,63
15.000
4.000.000,00 340.749,60 2.289.474 6.630.223,29 39.173.606,74 82.850.319,22 76.220.095,94 3,55 2,95
10,21 0,87 5,84 16,93 100
2. Skala Menengah Jumlah Harga (Satuan) (Rp/Satuan) 91.826,09 kg 1.930
Nilai (Rp) 177.224.347,83
%
1587 3598 317 3174 2 572
1.500 5.000 3.000 400 70.000 15.000
2.380.434,78 17.989.130,43 952.173,91 1.269.565,22 167.391,30 8.576.086,96 31.334.782,61
6,52 49,29 0,68 3,48 0,46 23,50 85,85
1
4.000.000
66,52
15.000
4.000.000,00 166.376,81 997.826 5.164.202,90 36.498.985,50 145.889.565,22 140.725.362,32 5,66 4,86
10,96 0,46 2,73 14,15 100
88
Uraian 1. Penerimaan 2. Biaya Tunai a. Bibit (polibag) b. Pupuk kompos (karung) c. Pupuk NPK (kg) d. Kapur (kg) e. Obat-obatan (kg) f. TKLK (HOK) Total Biaya Tunai 3. Biaya Diperhitungkan a. Sewa Lahan (ha) b. Penyusutan Peralatan (Rp) c. TKDK (HOK) Total Biaya Diperhitungkan 4. Total Biaya (2+3) 5. Pendapatan Atas Biaya Tunai 6. Pendapatan Atas Biaya Total 7. R/C Atas Biaya Tunai 8. R/C atas Biaya Total
3. Skala Besar Jumlah Harga (Satuan) (Rp/Satuan) 63.360 kg 1.930
Nilai (Rp) 122.284.800,00
%
1440 4.020,00 432,00 4320,00 1,30 587,60
1.500 5.000 3.000 400 70.000 15.000
2.160.000,00 20.100.000,00 1.296.000,00 1.728.000,00 91.000,00 8.814.000,00 34.189.000,00
5,56 51,78 1,55 4,45 0,23 22,71 88,07
1
4.000.000
32,60
15.000
4.000.000,00 140.833,33 489.000 4.629.833,33 38.818.833,33 88.095.800,00 83.465.966,67 3,58 3,15
10,30 0,36 1,26 11,93 100
89
Lampiran 7. Kuisioner Penelitian
KUISIONER PENELITIAN
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN SALURAN PEMASARAN PEPAYA CALIFORNIA (Kasus di desa Lemahduhur dan desa Cimande, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : ANDRY PANDAPOTAN PURBA A 14105512
Nomor Responden
:
Nama Responden
:
Umur Responden
:
Pendidikan terakhir
:
Desa
:
Kecamatan
:
Kabupaten
:
Tanggal Wawancara :
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
90
I. Petani 1. Bagaimana cara bapak/ibu melakukan budidaya pepaya California? Tolong jelaskan tahap demi tahap........................................................ 2. Apa saja yang bapak/ibu butuhkan untuk melakukan usahatani pepaya tersebut?.........Berapa banyak jumlahnya dan berapa biayanya? Tolong jelaskan..................... 3. Darimana bapak/ibu membeli kebutuhan tersebut? Alasannya............. 4. Berapa tahun umur tanaman pepaya yang bapak/ibu usahakan 5. Berapa jarak tanamnya? 6. Sudah berapa lama tahun bapak/ibu melakukan kegiatan usahatani pepaya tersebut? 7. Berapa luas lahan yang diusahakan untuk usahatani pepaya California tersebut?............. 8. Berapa jumlah tanaman (pohon) yang bapak usahakan dalam luasan tersebut?.... 9. Apakah lahan tersebut berada dalam satu lokasi/tersebar?........... 10. Bagaimana status lahan tersebut? a. milik sendiri; b. sewa 11. Jika lahan tersebut disewa, berapa harga sewanya? Rp.............../tahun/hektar 12. Apakah bapak/ibu menyewakan lahan kepada orang lain untuk usahatani pepaya California?ya/tidak 13. Jika ya, berapa harga sewanya? Rp.............../tahun/hektar 14. Mengapa bapak/ibu melakukan usahatani pepaya California? a. Harga tinggi; b. hanya sekedar mencoba; c. Ikut petani lain; d. Memenuhi kebutuhan keluarga; e. Lainnya., sebutkan................ 15. Berapa kali bapak/ibu memanen pepaya tersebut dalam waktu satu bulan? 16. Berapa
kg
pepaya
yang
dapat
dihasilkan
dalam
1
kali
panen?
kg/panen?......................... 17.Apakah bapa/ibu menggunakan tenaga kerja? Jika ya, berapa lama tenaga kerja tersebut bekerja di ladang?.............jam/hari 18. Berapa orang tenaga kerja yang bapak butuhkan dalam satu hari untuk melakukan usahatani pepaya tersebut? Tolong jelaskan tahap demi tahap mulai dari pembibitan sampai panen?.................................................
91
19. Apakah
bapak/ibu
menggunakan
tenaga
kerja
dalam
keluarga?
Alasannya............................ 20. Berapa upah tenaga kerja yang bapak keluarkan dalam waktu satu hari? Rp......../orang 21. Apa
saja
peralatan
yang
bapak/ibu
gunakan
dalam
usahatani
tersebut.....Berapa jumlah peralatan yang digunakan?Tolong jelaskan 22. Darimana bapak/ibu membeli peralatan tersebut? Alasannya....................... 23. Peralatan tersebut dapat digunakan sampai berapa tahun?..........tahun. Jelaskan 24..Kemana
bapak/ibu
menjual
hasil
panen
pepaya
tersebut?
Alasannya.................... 25. Berapa harga jualnya?Rp/kg............................................ 26.Apakah
pepaya
tersebut
langsung
dijual
setelah
panen?
Jelaskan............................... 27. Bagaimana hubungan bapak/ibu dengan pembeli? Jelaskan............................. 28. Apakah pembeli melakukan sortasi (seleksi) terhadap pepaya yang bapak/ibu jual? Tolong jelaskan..................................................... 29.Biaya apa saja yang bapak/ibu keluarkan untuk menjual pepaya tersebut? Jelaskan....................................... 30. Bagaimana sistem penentuan harga jual pepaya dengan pembeli? a. kesepakatan; b. Sesuai harga pasar/supplier/pabrik; c. ditentukan sendiri 31. Darimana informasi harga jual diperoleh ?
92
II. Supplier 1. Apakah bapak terlebih dahulu menanyakan kepada para petani tentang waktu panen (ya/tidak) ? 2. Kemana bpk memasarkan pepaya? Alasannya....................................... 3. Berapa harga jualnya? Rp............../kg 4. Berapa harga beli pepaya dari petani? Rp............../kg 5. Bagaimana sistem penetapan harga beli dari petani : a. kesepakatan; b. sesuai harga pasar; c. ditentukan sendiri 6. Apakah ada dilakukan pengemasan sebelum pepaya dijual (ya/tidak)? 7. Jika ya, berapa biaya pengemasan = Rp............................................? 8. Bagaimana sistem pengangkutannya :a. bapak yang menanggung; b. Diambil langsung dari tempat bpk 9. Berapa biaya pengangkutannya = Rp...................................................? 10. Apakah sebelum memasarkan dilakukan sortasi terlebih dahulu (ya/tidak)? 11. Apakah bpk melakukan seleksi pepaya yang berasal dari petani terlebih dahulu (ya/tidak) 12. Berdasarkan apa seleksi tersebut bapak lakukan: a. warna; b. ukuran; c. bentuk. Tolong bapak jelaskan...................................... 13. Darimana informasi harga jual diperoleh? a. sesama pengumpul; b. pembeli; c. Supplier; d. Pasar; e. lainnya,............................................. 14. Apakah biaya pembelian dan transportasi seluruhnya ditanggung oleh bapak (ya/tidak). 15. Berapa biaya yang harus bapak keluarkan untuk melakukan pemasaran pepaya dari petani sampai pedagang pengecer? Tolong bapak jelaskan secara lengkap........................................................ 16. Berapa kg volume pepaya yang diterima dari petani dalam satu kali transaksi? 17. Berapa kg volume pepaya yang dapat ditampung dalam satu unit mobil yang bapak gunakan untuk memasarkan pepaya California tersebut? Jelaskan...........
93
III. Pedagang pengecer 1. Berapa harga beli pepaya dari supplier? Rp............/kg 2. Berapa harga jualnya? Rp............/kg 3. Siapa yang menanggung biaya transportasi pepaya California tersebut secara keseluruhan? a. pihak swalayan; atau b. supplier 4. Bagaimana sistem kesepakatan dalam penentuan harga beli antara pihak swalayan dengan supplier? Jelaskan 5. Bagaimana sistem penentuan harga jual pepaya ke konsumen akhir? a. berdasarkan harga pasar; b. ditentukan sendiri oleh pihak swalayan. Tolong dijelaskan 6. Biaya apa saja yang harus dikeluarkan oleh pihak swalayan untuk menjual pepaya California tersebut hingga pepaya tersebut sampai ke tangan konsumen akhir/pembeli? tolong dijelaskan secara rinci.....................................................