OBJEKTIVITAS BERITA KONFLIK BASUKI TJAHJA PURNAMA DENGAN DPRD DKI JAKARTA (Studi Analisis Isi Tentang Obyektivitas Berita Konflik Antara Basuki Tjahja Purnama dengan DPRD DKI Jakarta Periode 18 Januari - 31 Maret 2015 Pada Portal Berita Detik.com)
Muhammad Afiq Naufal Haryanto
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract The press or mass media in Indonesia has entered the reform era, where the press is freer. Free does not mean freedom to disseminate news or any information, but the meaning of free is fair and accountable to standards of truth, accuracy, objectivity and balance according to the theory of social responsibility of the press system. But this time, the mass media in Indonesia are generally owned by individuals who have political interests and was often a media darling, so objectivity of the mass media is unquestionable This study aims to determine and review how Detik.com news objectivity in reporting the conflict between Ahok with the Jakarta legislative Council. This is because Detik.com a pioneer online news portal in Indonesia and online news portals frequently accessed by the people of Indonesia that Detik.com must consider the objectivity of their news because the objectivity of news affecting the quality of news. In this study, researchers used the content analysis method by collecting data from counting of emerging news variable from conflict between Ahok with Jakarta legislative council on news portal Detik.com period January 18 to March 31 , 2015 at a total sample of 50 news. The data analysis technique used in this research is descriptive to describe objectively and systematically. From these results it can be concluded that the overall Detik.com able to meet factuality side but on the side of impartiality can not be fulfilled because there are still many who simply covering the news from one point of view and from the negative side . Keywords: Content Analysis, Objectivity, Detik.com, News Conflict.
1
2
Pendahuluan Pers atau media massa di Indonesia telah memasuki era reformasi, dimana era reformasi ini, pers diberikan kebebasan. Kebebasan ini bukan berarti bebas menyebarluaskan berita atau informasi apapun, melainkan bebas yang adil dan bertanggung jawab sesuai teori sistem pers tanggung jawab sosial yang ditulisakkan Siebert, Peterson, dan Schramm bahwa pers harus memberikan informasian dengan standar kebenaran, akurasi, objektivitas serta keseimbangan 1. Pers atau media massa sendiri memiliki peranan umum yaitu mengontrol atau mengkritik langkah pemerintah dan memberikan gambaran kepada pemerintah mengenai reaksi masyarakat terhadap keputusan yang dibuat oleh pemerintah. Seperti yang dikatakan Bernard C. Cohen bahwa beberapa peran yang umum dijalankan pers diantaranya sebagai pelapor artinya melaporkan kebijakankebijakan yang dibuat kepada masyarakat (informer), penafsir yang diartikan menafsirkan kebijakan-kebijakan pemerintah atau bahasa yang sulit dipahami menjadi bahasa yang dapat dipahami oleh publik (interpreter), wakil dari publik dengan kata lain melihat dan melaporkan reaksi publik (representative of the public), dan peran jaga yang artinya pengeritik pemerintah (watchdog)2. Melihat peran tersebut seharusnya pers atau media massa menjadi alat kontrol sosial dan bukan menjadi alat pendukung individu atau kelompok-kelompok tertentu yang memiliki kepentingan. Di dalam teori sistem pers tanggung jawab sosial mengatakan bahwa pers harus menginformasikan dengan standar objektivitas. Objektif merupakan penggambaran keadaan sesuai fakta yang jauh dari pendapat diri sendiri. Michael Bugeja seorang pengajar jurnalisme di Iowa State berpendapat bahwa objektif adalah melihat dunia seperti apa adanya, bukan bagaimana yang anda harapkan 3. Edi Santoso seorang dosen Ilmu Komunikasi Universitas Soedirman Purwokerto berpendapat, objektivitas berita merupakan penyajian berita yang bersifat netral,
1
Nia Kurniati Syam. Sistem Media Massa di Era Reformasi: Perspektif Teori Normatif Media Massa. Bandung: MediaTor, 2006. Hal. 73 2 Luwi Ishwar. Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta: Kompas, 2007. Hal. 7-8 3 Ibid, Hal. 44
3
tidak berat sebelah, dan selalu bekerja atas dasar fakta, bukan pandangan atau keyakinan pribadi4. Namun saat ini, media massa di Indonesia sebagian besar dimiliki oleh individu-individu yang memiliki kepentingan politik, sehingga keobjektivisan media massa sekarang ini perlu dipertanyakan khususnya ketika media tersebut meliput lawan politik dari pemilik media tersebut atau sosok yang mencuri perhatian khalayak dan dapat menyenangkan media massa (media darling). Seperti halnya Detik.com, yang selalu memberitakan Ahok ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta hingga puncaknya ketika terjadi konflik antara Ahok dengan DPRD DKI Jakarta. Sehubungan dengan itu, peneliti tertarik untuk meneliti keobjektivitasan berita konflik Ahok dengan DPRD DKI Jakarta pada portal berita Detik.com tersebut dengan metode analisis isi. Menurut Holsti, metode analisis isi merupakan suatu teknik untuk mengambil kesimpulan dengan mengidentifikasi berbagai karakteristik khusus suatu pesan secara objektif, sistematis, dan generalisasi.5 Dengan demikian peneliti akan mengambil kesimpulan secara umum dengan melihat karakteristik khusus yang telah ditentukan.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan rumusan masalahnya adalah “Bagaimana objektivitas berita konflik antara Ahok dengan DPRD DKI Jakarta pada portal berita Detik.com periode 18 Januari – 31 Maret 2015?”
4
Edi Santoso. Memaknai Ulang Objektivitas dalam Media Massa (Sebuah Apresiasi pada Praktik Jurnalisme Subyektif). Purwokerto: Ilmu Komunikasi Unsoed, 2011. Hal. 2 5 Dewan Pers. Menyingkap Profesionalisme Kinerja Surat Kabar di Indonesia. Jakarta: Pusat Kajian Media dan Budaya Populer, Dewan Pers, dan Departemen Komunikasi dan Informatika, 2006. Hal. 33
4
Tujuan Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan objektivitas berita konflik antara Ahok dengan DPRD DKI Jakarta pada portal berita Detik.com periode 18 Januari – 31 Maret 2015.
Telaah Pustaka 1.
Teori Sistem Normatif Media Massa Terdapat empat teori sistem normatif media massa yang ditemukan
Siebert, Peterson, dan Schramm yaitu (a) Teori Sistem Pers Otoriter, (b) Teori Sistem Pers Bebas, (c) Teori Sistem Pers Tanggung Jawab Sosial, (d) Teori Sistem Pers Soviet. Dennis McQuail menambahkan dua teori sistem normatif media massa, yaitu (e) Teori Sistem Pers Pembangunan dan (f) Teori Sistem Pers Demokratis Partisipan6. a) Teori Sistem Pers Otoriter Teori ini pada umumnya diterapkan oleh negara yang menggunakan sistem politik otoriter, dimana prinsip umum dalam teori pers otoriter ini adalah pers dilarang melakukan hal-hal yang dapat merusak wewenang yang berlaku, pers harus tunduk kepada penguasa/otoritas kekuasaan, pers harus menghindari perbuatan yang menentang nilai-nilai moral dan politik kaum mayoritas, penyensoran diberlakukan untuk menerapkan prinsip-prinsip yang dianut, kecaman terhadap pemegang kekuasaan/otoritas tidak dibenarkan, wartawan dan profesional tidak memiliki independensi dalam organisasi medianya. b) Teori Sistem Pers Bebas Teori ini diterapkan oleh negara yang menganut sistem demokrasi liberal dan reaksi dari adanya sistem pers otoriter. Prinsip yang diterapkan dalam teori sistem pers bebas ini adalah tidak ada penyensoran dalam penyiaran, setiap orang bebas memiliki media tanpa adanya surat izin, kecaman terhadap pemerintah tidak dapat dipidanakan, wartawan memiliki otonomi yang kuat profesional yang kuat dalam organisasi medianya.
6
Nia Kurniati Syam. loc.cit. Hal. 72
5
c) Teori Sistem Pers Tanggung Jawab Sosial Teori ini terbentuk karena teori sistem pers bebas dianggap telah melenceng dari tujuan kebebasan pers yang sebenarnya dan tidak mampu melindungi kepentingan masyarakat. Prinsip yang diterapkan dalan teori ini adalah pers harus memenuhi dan menerima kewajiban tertentu kepada masyarakat, kewajiban tersebut menyangkut keinformasian dengan standar kebenaran, akurasi, objektivitas dan keseimbangan, pers bebas dalam melaksanakan tugasnya, pers berisfat plural dan merefleksikan kebhinekaan masyarakat dengan menampilkan berbagai sudut pandang dan memberikan jaminan hak jawab, pers harus menghindari dari setiap upaya yang mengarah pada tindakan kejahatan, merusak tatanan sosial/meyakiti kelompok minoritas, masyarakat berhak untuk menuntut standar kinerja yang tinggi dari pers sehingga intervensi dibenarkan karena pers merupakan public good, dimana wartawan bertanggung jawab terhadap masyarakat, pemilik pers dan pasar. d) Teori Sistem Pers Soviet Teori sistem pers yang muncul di negara Uni Soviet. Prinsip utama yang digunakan adalah pers merupakan kaki tangan penguasa, pihak swasta tidak boleh memiliki media, pers harus memberikan pemikiran yang lengkap dan objektif megenai masyarakat dan dunia sesuai ajaran Marxisme dan Leninisme, masyarakat dapat melakukan sensor dan memberikan hukuman utuk mencegah publikasi yang bersifat antisosial. e) Teori Sistem Pers Pembangunan Teori sistem pers ini muncul pada tahun 60an dan banyak digunakan di negara-negara berkembang. Prinsip yang digunakan pada sistem ini adalah pers harus menginformasikan tugas-tugas positif pembangunan sesuai kebijakan, kebebasan pers dibatasi oleh kebutuhan masyarakat negara berkembang dan ekonomi, mengutamakan budaya dan bahasa nasional, memprioritaskan informasi dan isi berita tentang negara-negara tetangga, wartawan memiliki kebebasan dan tanggung jawab dalam menjalankan tugasnya, pemerintah dapat ikut campur, memberikan batasan dan penyensoran demi kepentingan negara.
6
f) Teori Sistem Pers Demokratis Partisipan Teori sistem pers ini banyak diterapkan di negara-negara berkembang yang menganut sistem liberal. Prisip dari sistem pers ini adalah setiap orang berhak mendapatkan akses terhadap media dan berhak untuk dilayani, media tidak tunduk kepada pemerintah, keberadaan media ditujukan untuk kepentingan khalayak bukan golongan, setiap individu atau kelompok bebas memiliki media, kebutuuhan sosial tertentu yang terkait dengan media tidak cukup dikemukakan melalui tuntutan konsumen secara individual ataupun negara dan berbagai sasaran utama kelembagaan.
2.
Berita Berita adalah informasi terkini mengenai peristiwa yang telah terjadi atau
belum diketahui sebelumnya 7. Menurut Melvin Mencher (2003) berita memiliki dua poin dalam definisinya, yaitu berita adalah sebuah informasi tentang jeda dari alur normal dari sebuah kegiatan, mengalami masukan yang diharapkan dan penyimpangan dari norma. Kedua, berita adalah informasi yang dibutuhkan orang untuk berdiskusi untuk hidupnya8. Melihat dari dua definisi di atas, berita merupakan pelaporan peristiwa yang sedang terjadi berdasarkan fakta yang diolah oleh media agar masyarakat mengetahui peristiwa tersebut agar dapat didiskusikan. Ada dua kategori berita menurut Sumadiria yakni berita berat (hard news) dimana berita ini menyangkut kepentingan orang banyak dalam hubungannya dengan kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) yang kedua adalah berita ringan (soft news) dimana berita ini menyangkut kepentingan sekelompok pembaca tertentu atau daerah tertentu dan terkadang tidak terlalu dibutuhkan9. Di dalam berita terdapat elemen-elemen yang menjadi dasar sebuah berita. Menurut Septiawan Santana ada sepuluh elemen nilai berita, yaitu10 7
Wahyu Wibowo. Menuju Jurnalisme Beretika. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2009. Hal.13 8 Dewan Pers. op.cit. Hal. 7 9 Haris Sumadiria. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feauture. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006. Hal. 65 10 Septiawan Santana, Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005. Hal. 18
7
a) Immediacy (kesegaran peristiwa) b) Proximity (kedekatan peristiwa) c) Consequence (mengandung nilai konsekuensi atau dampak) d) Conflict (konflik atau peperangan) e) Oddity (peristiwa yang jarang terjadi) f) Sex (seks) g) Human interest (peristiwa yang menarik emosi) h) Prominence (orang terkenal) i) Suspense (peristiwa yang ditunggu-tunggu) j) Progress (perkembangan peristiwa)
3.
Objektivitas Berita Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, objektif adalah mengenai keadaan
yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pedapat atau pandangan pribadi. Michael Bugeja seorang pengajar jurnalisme di Iowa State berpendapat bahwa objektif adalah melihat dunia seperti apa adanya, bukan bagaimana yang anda harapkan semestinya11. Sesuatu dikatakan objektif dasarnya adalah adanya fakta yang diungkapkan oleh seseorang apakah seseorang itu melihat langsungatau fakta yang dia dapatkan itu dari membaca media cetak. Dalam hal ini fakta memilliki dua arti yaitu fakta berdasarkan pada apa yang dapat diindra oleh manusia secara langsung dan fakta yang dikonstruksikan oleh pikiran seseorang yang dikemukakan pada orang lain12. Menurut Siahaan, objektivitas berita adalah penyajian berita yang benar, tidak memihak, dan berimbang. Objektivitas berita dapat dilihat melalui truth (sejauh mana fakta yang disajikan benar atau bias diandalakan), relevansi (sejauh mana aspek-aspek fakta yang diberitakan dengan standar jurnalistik) dan ketidakberpihakan (sejauh mana fakta-fakta yang diberitakan bersifat netral dan
11 12
Luwi Ishwar. op.cit. Hal. 44 Nurudin. Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: Rajawali Pers, 2009. Hal. 76
8
berimbang)13.Sedangkan Edi Santoso seorang dosen Ilmu Komunikasi Universitas Soedirman Purwokerto berpendapat, objektivitas berita mensyaraktkan wartawan untuk netral, tidak berat sebelah, dan selalu bekerja atas dasar fakta, bukan pandangan atau keyakinan pribadi14. Dalam pengertian-pengertian di atas, objektivitas berita merupakan cara menyajikan sebuah berita yang berdasarkan fakta dan jujur secara seimbang tanpa adanya unsur keberpihakan. Ada indikator untuk menilai objektivitas sebuah berita yang dituliskan oleh Dennis McQuail yaitu faktualitas dan imparsialitas. Faktualitas memiliki dua aspek yaitu truth (faktual, akurasi, kelengkapan) dan relevansi. Sedangkan imparsialitas juga memiliki dua aspek yaitu balance (cover both sides dan proporsional) dan netralitas (non-evaluative dan non-sensational) 15. Faktual merupakan pemisahan antara fakta dan opini sehingga berita tersebut merupakan hasil dari kejadian nyata dan berdasarkan fakta dan tidak dibuat-buat atau rekayasa berdasarkan opini pribadi wartawan. Akurasi merupakan verifikasi terhadap fakta, relevansi sumber berita dan akurasi penyajian sebuah berita yang dapat dilihat melalui cek dan ricek. Kelengkapan berita dapat dilihat dari pemuatan 5W + 1H (Who, Where, When, What, Why dan How). Relevansi merupakan kesesuaian antara judul dengan isi berita dan kesesuaian sumber berita dengan isi berita sehingga menjadikan berita tersebut relevan dengan kebutuhan informasi masyarakat. Cover both sides merupakan berita yang dapat menampilkan semua sisi, tidak memilih sisi tertentu dan tidak menghilangkan sisi lainnya. Porposional merupakan memuat dua sisi yang berlawanan secara bersamaan dan porsi dalam pemuatannya seimbang (even handed evaluation). Non-evaluative merupakan penulisan berita yang tidak memberikan penilaian atau judgement pada salah satu sisi. Non-sensational merupakan penulisan berita yang tidak bertele-tele dalam menggunakan bahasa dan tidak melebih-lebihkan fakta.
13
Ni Ketut Efrata Fransiska. Objektivitas Pemberitaan Peserta Partai Politik Tahun 2009 Dalam Periode Kampanye Pemilihan Legislatif di Koran Nasional. Surabaya: Jurnal Ilmiah SCRIPTURA, 2009. Hal. 154 14 Edi Santoso. loc.cit. Hal. 2 15 Dewan Pers. op.cit. Hal. 10
9
4.
Analisis Isi Analisis isi pertama kali dipublikasikan pada tahun 1893 dengan
megajukan pertanyaan retorik “Apakah surat kabar menyajikan berita?” ketika surat kabar di Amerika Serikat lebih memilih menuliskan berita tentang gosip, skandal dan olahraga (Speed, 1893). Dengan melakukan pengukuran sederhana terhadap ruang kolom surat kabar yang disediakan untuk pokok persoalan tertentu, para jurnalis berusaha mengungkap “kebenaran surat kabar” (Street, 1909) yang hasilnya motif keuntunganlah yang menyebabkan berkembangnya “jurnalisme kuning”16. Krippendorff menyatakan bahwa analisis isi adalah suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi yang dapat direplikasi dan sahih datanya dengan memperhatiakan konteksnya17. Sedangkan Berelson mendifinisikan sebagai teknik penelitian untuk mendeksripsikan secara objektif, sistematik dan kuantitatif isi komunikasi yang tampak18. Analisis isi merupakan metode riset yang dapat diaplikasikan untuk meneliti pesan media19. Holsti juga berpendapat, metode analisis isi merupakan suatu teknik untuk mengambil kesimpulan dengan mengidentifikasi berbagai karakteristik khusus suatu pesan secara objektif, sistematis, dan generalisasi.20
Metodologi Penelitian ini menggunakan metode analisis isi. Seperti yang dikatakan Holsti, metode analisis isi merupakan suatu teknik untuk mengambil kesimpulan dengan mengidentifikasi berbagai karakteristik khusus suatu pesan secara objektif, sistematis, dan generalisasi21. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua berita konflik antara Ahok dengan DPRD DKI Jakarta pada portal berita
16
Klaus Krippendorff. Analisis Isi: Pengantar Teori dan Metodologi. Jakarta: Rajawali Pers, 1991. Hal. 3 17 Ibid. Hal. 15 18 Ibid. Hal. 16 19 Dewan Pers. op.cit. Hal. 32 20 Ibid. Hal. 33 21 Dewan Pers. loc.cit. Hal. 33
10
Detik.com periode 18 Januari – 31 Maret 2015 dengan total 102 berita. Adapaun penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini dilakukan secara acak atau random sampling (probability sampling) yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel, karena populasi terlalu besar sehingga perlu menentukan N
sampel dengan rumus Slovin n = 1+N(e)2 dimana : n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampelyang masih dapat ditolerir atau diinginkan (penelitik menggunakan 10%) n=
102 1 + (102 × (0.1)2 )
Dimana total sampel yang dapat diambil dengan menggunakan rumus tersebut berjumlah 50 sampel. Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing unit analisis dan kategorisasi yang digunakan sebagai pedoman untuk menganalisis penelitian ini. a) Faktual (Kejadian nyata yang berdasarkan fakta sebenarnya). Faktual terdiri dari dua fakta yaitu fakta sosiologis (fakta yang bersumber dari peristiwa atau kejadian nyata tanpa unsure opini) dan fakta psikologis (fakta yang bersumber dari pernyataan, penilaian dan pendapat seseorang terhadap suatu peristiwa) b) Akurasi (Verifikasi terhadap fakta dengan cara cek dan ricek agar fakta dapat dikonfirmasi dan teruji kebenarannya) Akurasi diukur melalui adanya kegiatan cek dan ricek (jika berita mencantumkan narasumber, tempat dan waktu secara jelas) dan tidak ada kegiatan cek dan ricek (jika berita tidak mencantumkan narasumber, tempat dan waktu secara jelas) c) Kelengkapan (Penyertaan unsur 5W + 1H (Who, Where, When, What, Why dan How dalam berita).
11
Berita dikatakan lengkap jika mencantumkan unsur 5W+1H dan berita dikatakan tidak lengkap jika tidak mencantumkan salah satu unsure 5W+1H d) Relevansi (Keterkaitan dan kesesuaian judul, narasumber dan isi berita) Berita dikatakan relevan jika judul, narasumber dan isi berita sesuai dan berkaitan dan berita dikatakan tidak relevan jika judul, narasumber dan isi berita tidak sesuai dan tidak berkaitan. e) Cover Both Sides (Menampilkan pendapat atau pandangan dari berbagai pihak) Berita dikatakan multi sisi, jika berita memuat pendapat dari berbagai pihak selain dua pihak yang menjadi fokus pemberitaa. Dua sisi, jika berita memuat pendapat narasumber dari dua sisi yang berlawanan. Satu sisi, jika berita hanya memuat pendapat narasumber salah satu sisi saja. f) Even Handed Evaluation (Menyajikan evaluasi secara dua sisi baik positif maupun negative) Berita dikatakan netral jika menyajikan hal positif dan negativf pihak-pihak yang diberitakan secara bersamaan dan proporsional. Dikatakan positif, jika berita hanya menyajikan hal positif atau pro terhadap pihak-pihak yang diberitakan. Dan dikatakan negatif, jika berita hanya menyajikan hal negative atau kontra terhadap pihak-pihak yang diberitakan g) Non-Sensational, jika fakta ditulis apa adanya tidak dilebihlebihkan dengan memainkan kata atau kalimat. Sensational, jika fakta ditulis dengan cara melebih-lebihkan dan mempermainkan kata atau kalimat pada berita. h) Non-Evaluative, jika wartawan tidak mencampurkan fakta dengan opini yang mengarah ke penilaian benar atau salahnya salah satu sisi atau pihak. Dikatakan Evaluative, jika wartawan mencampurkan fakta
12
dengan opininya yang mengarah benar atau salahnya salah satu sisi atau pihak.
Sajian dan Analisis Data 1. Penyajian Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD DKI Jakarta berdasarkan Faktual Faktual merupakan salah satu aspek dari truth (kebenaran) yang berhubungan dengan faktualitas. Faktualitas sendiri merupakan tolak ukur dari kualitas sebuah berita. Faktual adalah kejadian nyata yang berdasarkan fakta sebenarnya. Faktual terdiri dari dua fakta, yaitu fakta sosiologis dan fakta psikologis. Fakta sosiologis merupakan fakta dimana berita bersumber pada peristiwa nyata tanpa unsur opini. Sedangkan Fakta Psikologis adalah berita yang faktanya berdasarkan opini seseorang terhadap suatu fakta dalam bentuk pernyataan, penilaian dan pendapat. Tabel 1 Distribusi Frekuensi Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD DKI Jakarta berdasarkan Faktual No
Faktual
Frekuensi
Persentase
1
Fakta Sosiologis
19
38%
2
Fakta Psikologis
31
62%
50
100%
Jumlah
Sumber: Hasil Koding Data Primer
Hasil penelitian dari 50 sampel berita, Detik.com cenderung menggunakan fakta psikologis dimana faktanya bersumber kepada pendapat atau opini pihak tertentu dalam memberitakan suatu peristiwa dan hanya 38% Detik.com menggunakan fakta sosiologis dimana fakta berita bersumber berdasarkan peristiwa nyata. 2. Penyajian Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD DKI Jakarta berdasarkan Akurasi Seperti faktual, akurasi juga termasuk dari unsur truth (kebenaran) sebuah berita dan masih berhubungan dengan faktualitas. Akurasi merupakan verifikasi
13
terhadap fakta, penyajian sebuah berita dan relevansi sumber berita dengan melakukan cek dan ricek. Cek dan ricek ini dapat dilakukan dengan cara melihat penulisan fakta pada berita adakah kesalahan dan kesesuaian fakta dengan narasumber serta isi berita. Berikut sajian data yang disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD DKI Jakarta berdasarkan Akurasi No
Akurasi
Frekuensi
Persentase
1
Ada Cek dan Ricek
42
84%
2
Tidak Ada Cek dan Ricek
8
16%
50
100%
Jumlah
Sumber: Hasil Koding Data Primer
Akurasi berita dapat dilihat dengan melakukan cek dan ricek. Akurasi masuk kedalam aspek truth (kebenaran) yang merupakan turunan dari faktualitas guna melihat objektivitas menurut Dennis McQuail. Cek dan ricek disini meliputi pengecekan penulisan fakta pada berita dan pengecekan sumber berita waktu dan lokasi secara jelas. Dari data diatas menunjukan bahwa Detik.com cenderung selalu melakukan cek dan ricek dalam beritanya. Hal ini dibuktikan dengan persentase adanya cek dan ricek sebesar 84%. 3. Penyajian Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD DKI Jakarta berdasarkan Kelengkapan Kelengkapan unsur 5W+1H merupakan salah satu syarat agar tercapainya objektivitas pemberitaan. Kelengkpan masih termasuk kedalam aspek truth (kebenaran) yang merupakan turunan dari faktualitas guna melihat objektivitas menurut McQuail. Berikut sajian data yang disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.
14
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD DKI Jakarta berdasarkan Kelengkapan No
Kelengkapan
Frekuensi
Persentase
1
Lengkap
44
88%
2
Tidak Lengkap
6
12%
Jumlah
50
100%
Sumber: Hasil Koding Data Primer
Hasil penelitian menunjukan bahwa Detik.com dalam menyajikan informasi-informasi yang dituliskan dalam berita dapat dikatakan lengkap karena 44 dari 50 sampel berita selalu menyajikan 6 unsur tersebut (5W+1H), dengan kata lain Detik.com selalu menyajikan apa yang diliputnya, siapa yang diliputnya, kapan peristiwa itu terjadi, dimana peristiwa itu terjadi, mengapa peristiwa itu terjadi dan bagaimana persitiwa itu bisa terjadi. 4. Penyajian Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD DKI Jakarta berdasarkan Relevansi Relevansi masuk dalam turunan faktualitas dimana faktualitas ini menentukan kualitas sebuah berita. Relevan juga termasuk unsur untuk melihat objektivitas berita menurut McQuil. Berikut sajian data yang disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Tabel 4 Distribusi Frekuensi Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD DKI Jakarta berdasarkan Relevansi No
Relevansi
Frekuensi
Persentase
1
Relevan
47
94,%
2
Tidak Relevan
3
6%
Jumlah
50
100% Sumber: Hasil Koding Data Primer
15
Hasil penelitian dari kategori relevan menunjukan bahwa Detik.com selalu menyajikan berita yang relevan. Hal ini dibuktikan dengan 47 (94%) berita memuat judul, narasumber dan isi yang saling berhubungan. Hanya 3 berita yang tidak menunjukan keberhubungannya. 5. Penyajian Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD DKI Jakarta berdasarkan Cover Both Sides Cover both sides merupakan salah satu cara untuk menilai Balance atau keberimbangan berita dimana balance ini merupakan turunan dari imparsialitas (ketidakberpihakan). Berikut sajian data yang disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Tabel 5 Distribusi Frekuensi Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD DKI Jakarta berdasarkan Cover Both Sides No
Cover Both Sides
Frekuensi
Persentase
1
Satu Sisi
40
80%
2
Dua Sisi
9
18%
3
Multi Sisi
1
2%
50
100%
Jumlah
Sumber: Hasil Koding Data Primer
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa Detik.com cenderung hanya satu sisi dalam memberitakan konflik antara Ahok dan DPRD DKI Jakarta. Dari 50 sampel berita hanya ada 9 berita yang meliput dua sisi dan 1 berita yag meliput multi sisi. 6. Penyajian Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD DKI Jakarta berdasarkan Even Handed Evaluation Even Handed Evaluation merupakan salah satu turunan untuk melihat Balance dengan menampilkan sisi positif dan negatifnya. Berikut sajian data yang disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.
16
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD DKI Jakarta berdasarkan Even Handed Evaluation No
Even Handed Evaluation
Frekuensi
Persentase
1
Positif
10
20%
2
Negatif
26
52%
3
Netral
14
18%
50
100%
Jumlah
Sumber: Hasil Koding Data Primer
Berdasarkan tabel diatas, Detik.com dalam memberitakan lebih sering menuliskan hal negative. Hal ini dapat dibuktikan dengan persentase pada kolom negatif sebesar 52% atau 26 berita. 7. Penyajian Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD DKI Jakarta berdasarkan Non Sensational Non sensational merupakan salah satu turunan untuk melihat netralitas. Non sensational adalah penulisan berita berdasarkan fakta yang tidak dilebihlebihkan atau memainkan kata-kata atau kalimat. Berikut sajian data yang disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Tabel 7 Distribusi Frekuensi Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD DKI Jakarta berdasarkan Non Sensational No
Non Sensational
Frekuensi
Persentase
1
Non Sensational
46
92%
2
Sensational
4
8%
50
100%
Jumlah
Sumber: Hasil Koding Data Primer
Berdasarkan penelitian dan tabel di atas, Detik.com menjaga ke netralitasannya dengan menuliskan berita yang tidak menggunakan kata atau kalimat sensasional. Hal ini dapat dilihat dari tabel bahwa 46 berita masuk
17
kedalam berita yang non-sensational dan hanya 4 berita yang masuk kedalam berita yang sensational. 8. Penyajian Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD DKI Jakarta berdasarkan Non Evaluative Non Evaluative termasuk salah satu turunan untuk menilai netralitas. Non evaluative merupakan penulisan berdasarkan fakta tanpa campuran opini yang mengarah atau menggiring ke penilaian benar atau salah salah satu pihak. Berikut sajian data yang disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Tabel 8 Distribusi Frekuensi Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD DKI Jakarta berdasarkan Non Evaluative No
Non Evaluative
Frekuensi
Persentase
1
Non Evaluative
42
84%
2
Evaluative
8
16%
50
100%
Jumlah
Sumber: Hasil Koding Data Primer
Berdasarkan penelitian dan tabel di atas, Detik.com berusaha tetap menjaga kenetralitasannya. Terbukti dengan adanya 42 sampel berita yang masuk dalam penilaian non evaluative dan hanya 8 berita yang masuk kedalam penilaian berita yang evaluative. Kesimpulan Dari hasil penelitian di atas, peneliti menemukan bahwa Detik.com dapa tmemenuhi dengan baik empat kategori yaitu faktual, akurasi, kelengkapan dan relevansi. Empat kategori ini merupakan indikator untuk menilai faktualitas sebuah berita. Pada kategori cover both sides dan even handed evaluation, Detik.com belum dapat memenuhinya meskipunka tegori non-sensational dan non-evaluative Detik.com mampu memenuhinya. Cover both sides didominasi oleh peliputan satu
18
sisi dan even handed evaluation didominasi oleh sisi negatif. Empat kategori tersebut merupakan indikator untuk menilai imparsialitas atau ketidakberpihakan. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa dari indikator objektivitas berita yaitu faktualitas dan imparsialitas, Detik.com mampu memenuhi sisi faktualitas namun pada sisi imparsialitas belum dapat terpenuhi karena masih banyak ditemukan berita yang hanya meliput satu sudut pandang dan dari sisi negatif. Saran Dari hasil penelitian di atas, peneliti ingin memberikan saran kepada Detik.com dimana sebagai portal berita online yang sering diakses oleh rakyat Indonesia bahwa Detik.com harus memperhatikan sisi imparsialitas atau ketidakberpihakan sebuah bertia agar kredibilitas dan independensi Detik.com dapat terjaga. Selain itu menjaga sisi imparsialitas atau ketidakberpihakan ini dapat menjaga berita dari bias informasi karena memasukan berbagai narasumber yang terkait. Bias informasi ini dapat mempengaruhi opini public, untuk itu imparsialitas harus terjaga sesuai dengan teori sistem pers tanggung jawab sosial dimana pers yang bebas harus memberikan informasi dengan standar kebenaran, akurasi, objektivitas dan keseimbangan.
Daftar Pustaka Dewan Pers. (2006). Menyikap Profesionalisme Kinerja Surat Kabar di Indonesia. Jakarta: Pusat Kajian Media dan Budaya Populer, Dewan Pers dan Departemen Komunikasi dan Informatika. Fransiska, Ni Ketut Efrata. (2009). Objektivitas Pemberitaan Peserta Partai Politik Tahun 2009 Dalam Periode Kampanye Pemilihan Legislatif di Koran Nasional. Jurnal Ilmiah SCRIPTURA. Vol. 3. No.2 Ishwar, Luwi. (2007). Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta: Kompas. Krippendorff, Klaus. (1991). Analisis Isi: Pengantar Teori dan Metodologi. Jakarta: Rajawali Pers. Nurudin. (2009). Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: Rajawali Pers. Santana, Septiawan. (2005). Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Santoso, Edi. (2011). Memaknai Ulang Objektivitas dalam Media Massa (Sebuah APresiasi pada Praktik Jurnalisme Subjektif. Jurnal Komunikasi Acta diurnA. Vol.7. No. 1.
19
Sumadiria, Haris. (2005). Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature, Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Syam, Nia Kurniati. (2006). Sistem Media Massa di Era Reformasi: Persepktif Teori Normatif Media Massa. MediaTor. Vol. 7. No. 1. Wibowo, Wahyu. (2009). Menuju Jurnalisme Beretika. Jakarta: Kompas Media Nusantara.