Causal Map Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik di Provinsi DKI Jakarta Marcel Angwyn1, Muh. Azis Muslim2
1. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
2. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Email:
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini berjudul Causal Map Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik di Provinsi DKI Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah menggambarkan causal map kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik di Provinsi DKI Jakarta. Teori yang digunakan untuk menggambarkan causal map antara lain adalah teori kepemimpinan, kepemimpinan transformasional, pemimpin yang dinamis, pelayanan publik, serta kepemimpinan dan pelayanan publik. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif, dengan melakukan wawancara mendalam kepada narasumber yang dipilih oleh peneliti. Data yang diperoleh berupa data primer dari hasil wawancara mendalam dan data sekunder dari media dan dokumen lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa causal map Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dilakukan dengan 6 (enam) strategic direction, yaitu peningkatan kesadaran masyarakat atas pelayanan publik, penyediaan sarana atau media bagi aspirasi masyarakat terhadap pelayanan publik, pemberian reward dan punishment kepada birokrat, peningkatan layanan perumahan melalui layanan rumah susun, peningkatan layanan transportasi melalui layanan transjakarta, serta pengadaan lahan bagi kepentingan umum sebagai penunjang layanan publik. Lebih lanjut, causal map juga dinterpretasikan menjadi causal loop, menunjukan bahwa peningkatan kualitas pelayanan publik di Provinsi DKI Jakarta berporos pada aplikasi e-government. This research is entitled Causal Map of Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)‟s Leadership in Improving Public Service Quality in DKI Jakarta Province. The purpose of this research is to describe Causal Map of Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)‟s Leadership in improving public service quality in DKI Jakarta Province. Theories which used to describe causal map are leadership theories, transformational leadership, dynamic leaders, public service, and leadership and public services relation. This research is a qualitative research, using depth interview as a main method in gathering data of each informants. The primary data is based on depth interview, and the secondary data is based on media and any other sources. The result of this research shows that Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)‟s Causal Map is based on 6 (six) strategic direction, which are increasing public awareness for public service, providing media for public aspiration, applying reward and punishment for bureaucrats, improving housing services via rumah susun, impoving transportation services via Transjakarta, and land occupation for public purposes. Furthermore, causal map also interpreted into causal loop, showing that improving public service quality in DKI Jakarta Province depends on e-government application.
Causal map..., Marcel Angwyn, FISIP, 2014
Pendahuluan Lahirnya sebuah negara ditandai dengan terbentuknya kontrak sosial antara Pemerintah dan Masyarakat, atau yang dikenal dengan istilah The Social Contract (Inggris) maupun Du Contrat Social (Prancis). Kontrak sosial ini kemudian mengikat masyarakat, memberikan kewenangan bagi pihak pemerintah untuk mengatur masyarakat. Adapun di sisi lain, pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Hal ini juga sejalan dengan pemikiran Kaufmann (1974: 32) yang menyatakan bahwa tugas utama aparat pemerintahan, adalah melayani dan mengatur masyarakat. Sejak awal terbentuknya sebuah negara, konsekuensi logis yang muncul bagi pemerintahan negara tersebut adalah melayani masyarakat. Kewajiban dalam melayani masyarakat ini kemudian dikenal dengan istilah pelayanan publik (public service). Pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah pusat dan daerah, di daerah dan lingkungan badan usaha milik negara atau daerah, dalam bentuk barang atau jasa baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketertibanketertiban (Robert, 1996: 30).Lebih lanjut, dalam rangka menjamin terlaksananya pelayanan publik, dan menjamin aspek legalitas pelayanan publik, Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden Republik Indonesia memutuskan Undang-Undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Undang-Undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik membahas berbagai hal mengenai Pelayanan Publik. Mulai dari definisi pelayanan publik, ruang lingkup pelayanan publik, penyelenggara pelayanan publik, hingga evaluasi dan peran serta masyarakat dalam pelayanan publik. Lahirnya Undang-Undang nomor 25 tahun 2009 diharapkan dapat menjamin pelayanan publik yang lebih komprehensif dan dapat dinikmati oleh semua masyarakat di Indonesia. Kendati demikian, meskipun Undang-Undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik telah menjamin kepastian pelayanan publik secara hukum, permasalahan dalam pelayanan publik tetap terjadi. Baik buruknya suatu pelayanan publik juga dipengaruhi oleh peran pemimpin di suatu sektor publik. Pemimpin, yang juga memberikan pengaruh melalui kepemimpinannya, memiliki peran yang sentral untuk melakukan berbagai hal yang terkait dengan pelayanan publik. Brookes dan Grint (2009: 3), berpendapat bahwa sosok pemimpin dan kepemimpinannya dalam sektor publik dapat menghasilkan berbagai pemikiran baru dalam rangka penyelenggaraan pelayanan publik: Public leadership has potential to generate new knowledge attuned to the complexities of the politicised context of public services and the needs of management and leadership, as identified by the „modernising government‟ agenda. Lebih lanjut, Heifetz and Laurie (dalam Windrum, 2008: 24) juga berpendapat bahwa, “leadership; a quality that not only clearly conveyed the formal, strategic needs for service delivery, but also a sense of faith in the capacity of the project stakeholders (specifically the project team) to innovate solutions to deliver to those needs”. Pemimpin dan kepemimpinan memainkan peranan penting, mulai dari mengawasi berjalannya pelayanan publik, mendorong terciptanya berbagai ide baru maupun inovasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, hingga kerjasama yang dilakukan dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan pelayanan publik. Pemimpin dapat memprakarsai berbagai perubahan di dalam pelayanan publik. Hal ini juga diperkuat dengan adanya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu tokoh pemimpin dan wakil pemimpin yang seringkali diusung dan dibicarakan oleh masyarakat adalah pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Berbagai pencapaian dalam Pelayanan Publik juga telah dilakukan oleh Pasangan Jokowi-Ahok. Setelah 100 hari menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur
Causal map..., Marcel Angwyn, FISIP, 2014
Provinsi DKI Jakarta, terdapat 2 (dua) produk kartu yang berfungsi untuk memudahkan masyarakat dalam memperoleh pelayanan di bidang kesehatan dan pendidikan (www.lipsus.kontan.com, 2012). Kartu tersebut umum dikenal dengan sebutan Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan Kartu Jakarta Pintar (KJP). Dengan Kartu Jakarta Sehat, warga Jakarta bisa memperoleh pelayanan kesehatan secara gratis untuk segala jenis penyakit. Kartu ini berlaku untuk pengobatan di Puskesmas dan rawat inap di rumah sakit umum daerah kelas tiga. Di sisi lain, Kartu Jakarta Pintar berfungsi untuk memberikan bantuan kepada siswa yang kurang mampu dalam hal pembiayaan pembelian seragam, buku dan transportasi. Kedua program ini merupakan sebuah inovasi baru dalam penyelenggaraan pelayanan publik di Jakarta. Tidak hanya itu, dalam rangka peningkatan pelayanan publik di bidang Transportasi, pasangan Jokowi-Ahok merealisasikan pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) pada Oktober 2013, diikuti dengan pembangunan monorel yang tertunda (www.jakarta.okezone.com, 2012). Terlepas dari sosok Joko Widodo sebagai Gubernur DKI Jakarta, figur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) seringkali mendapat perhatian lebih dari media maupun publik atas gaya kepemimpinannya yang tegas dan menjunjung tinggi transparansi. Setelah genap 100 hari menjabat, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kembali menunjukan karakternya yang tegas dan tidak segan untuk menegur PNS dalam berbagai situasi. Salah satu inovasi yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah mendokumentasikan rapat kerja dengan para bawahannya, dan mengunggahnya ke situs YouTube. Video dokumentasi tersebut dapat diakses dengan bebas oleh masyarakat. Hal ini dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai bentuk kebijakan demi transparansi dalam pembuatan keputusan. Sosok Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) juga menjanjikan adanya peningkatan terhadap pelayanan publik mulai tahun 2013, dengan mengeluarkan kerjasama mengenai peningkatan pelayanan publik di 52 Satuan Kinerja Perangkat Daerah (SKPD) pada 12 April 2012 silam. Implementasi dari penandatanganan kerjasama tersebut yaitu seluruh pelayanan publik di DKI akan memiliki Standar Pelayanan Minimum (SPM). Sehingga, semua masyarakat dapat dilayani secara profesional. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menghimbau seluruh PNS DKI agar meninggalkan pola kerja lama dan beralih pada iklim kerja baru yang lebih berorientasi pada pelayanan publik. Lebih lanjut, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berfokus untuk meningkatkan pelayanan publik di Provinsi DKI Jakarta melalui 3 (tiga) sektor yang diwakili oleh 3 (tiga) dinas yaitu Dinas Perumahan, Dinas Perhubungan, serta Dinas Pekerjaan Umum. Ahok berpendapat bahwa 3 sektor ini dapat menjadi kunci bagi peningkatan kualitas pelayanan publik di Provinsi DKI Jakarta. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menyatakan bahwa: “Saya sejak awal memang volunteer untuk mengatur Dinas Perumahan, Dinas Perhubungan, dan Dinas Pekerjaan Umum. Mereka mengelola anggaran yang besar dan isu yang mereka pegang adalah isu yang stratejik. Ketiganya sebbenarnya dapat menunjang satu sama lainnya. Ketika berdiskusi dengan Pak Jokowi, saya langsung volunteer untuk menangani Dinas tersebut.... Saya melihat bahwa ada indikasi kecurangan, korupsi yang bayak terjadi di sana, makanya saya harus tindak tegas....” (Hasil wawancara mendalam dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), 2014). Pasca dilantiknya Joko Widodo sebagai Presiden Indonesia, kini Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjabat sebagai Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Hal ini membuat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memiliki kewenangan yang lebih besar dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik di Provinsi DKI Jakarta. Dengan berfokus pada 3 (tiga) dinas, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kemudian juga memfokuskan peningkatan kualitas layanan
Causal map..., Marcel Angwyn, FISIP, 2014
publik melalui layanan Rumah Susun (sebagai peningkatan layanan perumahan), layanan transjakarta (sebagai layanan transportasi), serta pengadaan lahan bagi kepentingan umum (pekerjaan umum). Ketiga layanan tersebut menjadi pilar utama dalam meningkatkan kualitas layanan publik di Provinsi DKI Jakarta. Dengan menggunakan Causal Map atau Pemetaan Kausal, Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dapat terlihat dengan jelas. Melalui Causal Map, berbagai upaya yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) serta hal-hal krusial lainnya yang dapat menghambat upaya peningkatan kualitas pelayanan publik akan tergambar dengan jelas. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian yang hendak diangkat oleh peneliti adalah, “Bagaimana Causal Map Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik di Provinsi DKI Jakarta?” Tinjauan Teoritis Peneliti menggunakan teori Cognitive dan Causal Map dalam mempelajari Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).Cognitive Map pertama kali diperkenalkan oleh Edward Tolman pada tahun 1948 makalahnya berjudul “Cognitive Maps in Rats and Men” (Glykas, 2010). Studi tentang Cognitive Map ini dipelajari dan digunakan dalam berbagai bidang ilmu antara lain psikologi, pendidikan, arkeologi, perencanaan dan manajemen. Namun, teori Cognitive Map secara lengkap baru terbangun sekitar tahun 1976. Secara luas, Cognitive Map digunakan dalam ranah ilmu politik dan analisis organisasi. Dalam ilmu politik, pendekatan Cognitive Maps diaplikasikan untuk mengungkap sistem kepercayaan (belief system) dari seorang pemimpin politik dan pengambil kebijakan. Kajian dalam ranah politik yang terkenal dan menjadi awal penggunaan Cognitive Map secara luas diperkenalkan oleh Axelrod pada 1976 (Miller, 1979) yang menulis sebuah buku yang berjudul Stucture of Decision: The Cognitive Map of Political Elite. Dalam bukunya tersebut, Axelrod menunjukkan bagaimana keputusan politik dibuat dengan skema struktur keputusan politik dalam bentuk peta kognitif (Cognitive Map). Sedangkan dalam bidang analisis organisasi, Cognitive Map digunakan dalam menganalisis proses perumusan kebijakan. Dengan menggunakan Causal Map, maka peneliti dapat membedah faktor-faktor kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik. Lebih lanjut, peneliti juga menggunakan konsep kepemimpinan untuk memahami Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Stogdil (1974, dalam Wahjosumodjo) juga merumuskan definisi kepemimpinan dalam beberapa butir: a. Kepemimpinan sebagai suatu seni untuk menciptakan kesesuaian paham (leadership as the art of inducing compliance). Stogdil mengartikan bahwa setiap pemimpian (leader) melalui kerja sama yang sebaik-baiknya harus mampu membuat para bawahan mencapai hasil yang telah ditetapkan. Kepemimpinan adalah suatu seni bagaimana membuat orang lain mengikuti serangkaian tindakan dalam mencapai tujuan. b. Kepemimpinan sebagai suatu bentuk persuasi dan inspirasi (leadership as a form of persuation). Kepemimpinan diterjemahkan sebagai suatu kemampuan mempengaruhi orang lain yang dilakukan bukan melalui paksanan melainkan himbauan dan persuasi. c. Kepemimpinan sebagai suatu kepribadian yang memiliki pengaruh (leadership as personality and its effects). Kepribadian dapat diartikan sebagai sifat-sifat (traits) dan watak yang dimiliki oleh pemimpin yang menunjukkan keunggulan, sehingga menyebabkan pemimpin tersebut memiliki pengaruh terhadap bawahan. d. Kepemimpinan sebagai tindakan atau perilaku (leadership as act or behavior). Kepemimpinan dalam arti ini digambarkan sebagai serangkaian perilaku seseorang yang mengerjakan kegiatan-kegiatan bersama. Dapat berupa menilai anggota kelompok,
Causal map..., Marcel Angwyn, FISIP, 2014
menentukan hubungan kerja sama, maupun memperhatikan kepentingan bawahan, dan sebagainya. e. Kepemimpinan merupakan titik sentral dan proses kegiatan kelompok (leadership as a focus of group prosesses). Kepemimpinan sebagai titik sentral, sebab dalam kehidupan organisasi dari kepemimpinanlah diharapkan lahir berbagai gagasan baru, yang memberikan dorongan lahirnya perubahan, kegiatan dan seluruh proses kegiatan kehidupan kelompok.Universitas Indonesia f. Kepemimpinan sebagai sarana pencapaian tujuan (leadership as an instrument of goal achievment). Stogdill mengungkapkan bahwa pemimpin merupakan seorang yang memiliki suatu program dan yang berperilaku secara bersama-sama anggota kelompok dengan mempergunakan cara atau gaya tertentu, sehingga kepemimpinan mempunyai peranan sebagai kekuatan dinamik yang mendorong, memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mempelajari kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), peneliti juga menggunakan pendekatan kepemimpinan transformasional. Bass pertama kali memperkenalkan ide dasar kepemimpinan transformasional pada tahun 1985. Bass (dalam Winkler, 2010) mencoba memfokuskan aspek krusial bahwa perubahan yang terjadi pada bawahan (followers) sesungguhnya disebabkan perpindahan dan pergerakan yang terjadi dilakukan oleh seorang pemimpin transformasional. Kepemimpinan Transformasional ditandai pula dengan adanya Dynamic Leaders. Seorang dynamic leaders (pemimpin yang dinamis) mempunyai kemampuan untuk memerintah dengan baik ditengah-tengah perubahan yang terus berlangsung melalui niat untuk mencapai tujuan strategis, manajemen yang cerdik dan aktif belajar serta mencari path (pola) yang relevan, dan mampu memutuskan eksekusi kebijakan secara efektif. Para pemimpin semacam ini, secara sistematik membangun kemampuan orang-orangnya dan proses yang terjadi di dalam untuk memastikan ide-ide yang baik dapat direalisasikan dalam kebijakan, proyek dan program, dan secara konsisten mengkoordinasikan tindakan organisasi melalui artikulasi dan penguatan tujuan serta prinsipprinsip organisasi. Prinsip dasar bagi Kepemimpinan Pelayanan Publik khususnya dan Organisasi Publik pada umumnya ialah Kepemimpinan Transformasional. Kepemimpinan adalah suatu proses, bukan posisi, karenanya harus diraih, diperjuangkan agar seseorang berhasil dalam kepemimpinannya. Sebagai pemimpin seseorang memang memegang posisi pengambilan keputusan, tetapi belum tentu berhasil dalam kepemimpinannya. Kepemimpinan Transformasional adalah suatu proses di mana seorang pemimpin dengan segala daya upaya dan dengan kompetensinya, dapat memberdayakan anak buahnya dengan baik, sehingga secara bersama-sama mereka dapat mengubah kondisi atau situasi yang mereka alami menjadi lebih baik. Tantangan terbesar untuk menghadirkan layanan publik yang berkualitas adalah apakah ada kepemimpinan yang kuat dalam organisasi pemerintahan, yang ditunjukan oleh adanya sosok pemimpin yang memiliki visi tentang layanan publik yang berkualitas (Prianto, 2006: 120). Metode Penelitian Untuk menggambarkan Causal Map Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi, dan memahami makna yang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan (Creswell, 2010: 4). Peneliti memilih pendekatan kualitatif karena peneliti menggunakan teori sebagai kerangka berpikir, namun tidak menggunakan teori tersebut untuk melakukan pengukuran. Lebih lanjut, peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam
Causal map..., Marcel Angwyn, FISIP, 2014
mengenai Causal Map dengan pola yang bersifat induktif, dan menghasilkan suatu interpretasi atas data-data yang dikumpulkan oleh peneliti. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam kepada sejumlah informan yang dipilih dengan menggunakan pedoman wawancara mendalam. Adapun pedoman wawancara mendalam mengacu kepada teori-teori yang digunakan oleh peneliti dalam kerangka berpikir. Data yang diperoleh peneliti dari berbagai informan yang telah dipilih, akan membantu peneliti dalam membangun rancangan awal Causal Map, yang juga akan diperkuat dan dilengkapi oleh tinjauan terhadap terhadap sejumlah dokumen yang dianggap memiliki signifikansi terhadap penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Data yang telah dikumpulkan diberi kode berdasarkan tipe konsepnya, goals, strategic direction atau potential option dengan panduan dari Ackermann, et al (1992) menjadi Cognitive Map. Hubungan sebab akibat yang ditimbulkan oleh masing-masing elemen ini kemudian dihubungkan dengan panah dan tanda „+‟ atau „-„ sehingga terbentuklah Causal Map. Kemudian Causal Map ini dikonversikan ke dalam Causal loops diagram sehingga menjadi system dynamics. Hasil dan Pembahasan Aspek Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik di Provinsi DKI Jakarta Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik di Provinsi DKI Jakarta merupakan kepemimpinan yang bersifat transformasional. Peneliti melihat bahwa komponen-komponen pemimpin transformasional sebagaimana diungkapkan oleh Bass, sudah terkandung dalam diri Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mampu memberikan pengaruh ideal – kharisma. Sosoknya yang tegas dalam memimpin beserta pendekatannya yang lebih bersifat legal formal dan cepat, membuat sejumlah birokrat mau tidak mau harus mengikuti gaya kerjanya. Peneliti melihat bahwa influence atau pengaruh yang diberikan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) juga terlihat ke dalam 3 (tiga) dinas yang melakukan pelayanan publik. Hanya saja, seringkali birokrat kurang memiliki kapabilitas untuk berada pada koridor yang sama dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Peneliti melihat bahwa pada poin tertentu, sejumlah birokrat tidak mampu menginbangi keinginan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Lebih lanjut, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) juga memberikan motivasi dan inspirasi bagi bawahannya melalui pemberian reward dan punishment. Hanya saja, peneliti melihat adanya ketidakseimbangan proporsi antara pemberian reward dan punishment. Berdasarkan pemberitaan media, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) lebih cenderung memberikan punishment ketimbang reward. Hal ini, dapat berdampak pada menurunnya basis dukungan terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Peneliti melihat perlu adanya upaya yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk menyeimbangkan kondisi yang ada. Apabila hal tersebut sulit untuk dilakukan, maka tugas pemberian reward harus didelegasikan kepada calon Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta yang baru. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu memperbaiki citra pemerintahan yang tidak hanya terkesan kejam dan tegas, tetapi juga mampu mengapresiasi keberhasilan dari setiap birokrat. Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok juga termasuk ke dalam kepemimpinan yang bersifat dinamis, dalam hal ini Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mampu melakukan perubahan yang cepat dalam pemerintahannya. Melalu kepemimpinannya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mampu mengubah paradigma bahwa pemimpin Provinsi DKI Jakarta yang sebelumnya bersifat tertutup, kini dapat diakses dengan mudah. Sejumlah penyesuaian dan tindakan yang cepat juga telah diambil oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam pelayanan yang dilakukan oleh 3 (tiga) dinas. Tindakannya yang cenderung turun
Causal map..., Marcel Angwyn, FISIP, 2014
lapangan dan melihat langsung kesulitan yang dihadapi oleh para birokrat memberikan warna yang berbeda dalam pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam hal ini telah mengubah dan mengarahkan pemerintahan Provinsi DKI Jakarta kearah pemerintahan yang bersifat dinamis atau Dynamic Governance. Gaya kepemimpinan transformasional yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menghasilkan pelayanan publik yang berkualitas. Meskipun belum sepenuhnya terjamin, pelayanan publik terutama di ketiga dinas yang bersangkutan sudah mengalami perbaikan. Dalam hal ini, peneliti melihat adanya upaya yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam mempertemukan antara expected reality dan experienced reality yang dialami oleh masyarakat pengguna layanan publik. Kendati demikian, perlu adanya kajian lebih lanjut yang dilakukan terkait ekses-ekses negatif kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), terutama berkaitan dengan sikap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang cenderung keras. Jika Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terus melakukan tindakan yang memperbanyak “musuh” dalam wilayah politiknya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan kehilangan basis dukungannya. Meskipun telah memiliki sifat yang transformasional yang merupakan syarat utama dalam peningkatan kualitas pelayanan publik, tanpa adanya basis dukungan yang kuat dan rasa kepercayaan dari birokrat, peningkatan kualitas pelayanan publik di Provinsi DKI Jakarta adalah suatu hal yang mustahil untuk dilakukan. Causal Map Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik di Provinsi DKI Jakarta Penyusunan causal map kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik di Provinsi DKI Jakarta dilakukan dengan menggunakan panduan dari Ackermann. Penyusunan causal map tahap pertama dilakukan dengan membuat cognitive map, sebuah model yang menggambarkan adanya sejumlah faktor yang berperan dalam mencapai sebuah tujuan (goal). Penyusunan cognitive map dilakukan dengan meletakkan goal, dalam hal ini peningkatan kualitas pelayanan publik di bagian tengah model, yang kemudian dilengkapi dengan strategic directions atau langkah yang diambil oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik, serta potential options atau hal-hal lain yang diluar kehendak Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), namun memengaruhi kualitas pelayanan publik di Provinsi DKI Jakarta. Strategic Directions Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik di Provinsi DKI Jakarta Strategic directions, atau dalam hal ini adalah sejumlah hal yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) secara sengaja untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, terbagi ke dalam 6 (enam) bentuk. Strategic directions tersebut antara lain adalah: 1. Peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness) atas pelayanan publik; 2. Penyediaan sarana atau media bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi terkait pelayanan publik; 3. Pemberian Reward dan punishment atas keberhasilan maupun kegagalan bagi para birokrat penyedia layanan publik; 4. Peningkatan layanan perumahan melalui layanan rumah susun; 5. Peningkatan layanan perhubungan melalui layanan Transjakarta; 6. Peningkatan pengadaan lahan bagi kepentingan umum sebagai penunjang layanan publik. Strategic directions yang pertama adalah peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness) atas pelayanan publik. Kesadaran masyarakat atas pelayanan publik meliputi 2 (dua) hal, yaitu kesadaran atas hak masyarakat terhadap pelayanan publik dan kewajiban
Causal map..., Marcel Angwyn, FISIP, 2014
masyarakat atas pelayanan publik. Peningkatan kesadaran ini dilakukan dengan sejumlah cara oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Cara pertama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah dengan menggunakan media terutama media elektronik televisi. Bentuk peningkatan kesadaran masyarakat melalui media televisi antara lain ketika Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) diliput dalam sebuah berita terkait isu pelayanan publik, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengingatkan masyarakat untuk melakukan tindakan pelaporan atas ketidaknyamanan atau kejanggalan dalam menerima layanan publik. Bentuk pelaporan yang seringkali diusung oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah laporan via Short Message Service (SMS) ke nomor telepon selular pribadi Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan layanan SMS LAPOR (Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat) 1708 yang juga terhubung ke Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Cara kedua yang dilakukan adalah bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk melakukan penyuluhan terkait pelayanan publik yang diselenggarakan. Bentuk sosialisasi dapat beragam, dalam hal ini Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dapat turun ke lapangan bersama anggota LSM, ataupun menugaskan sejumlah birokrat untuk turun ke lapangan bersama LSM, atau bahkan hanya LSM yang turun tangan secara penuh ke lapangan. Salah satu LSM yang sering bekerjasama dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah Urban Poor Consortium (UPC), yang secara khusus menangani bidang advokasi masyarakat miskin. Melalui UPC, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mampu melakukan berbagai sosialisasi, umumnya terkait dengan kebijakan yang berkaitan dengan layanan rumah susun dan pengadaan tanah bagi kepentingan umum. Terwujudnya strategic direction pertama tidak terlepas dari dukungan strategic direction yang kedua, yakni penyediaan sarana atau media bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi terkait pelayanan publik. Dengan adanya sarana atau media yang disediakan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), maka masyarakat menjadi lebih mudah dalam menyampaikan berbagai aspirasinya. Lebih lanjut, strategic direction kedua dibagi ke dalam beberapa sarana. Sarana pertama yang dibuka oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah pemberitahuan kepada media terkait nomor telepon seluler pribadinya. Masyarakat dapat menghubungi langsung Basuki Tjahaja Purnama dengan layanan SMS. Hal ini disampaikan di media elektronik seperti televisi, akun Twitter Basuki Tjahaja Purnama (@Ahok_btp), bahkan hingga dicetak di kartu nama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Layanan sms ini cukup efektif dan membantu Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk melihat sejumlah pelayanan publik yang diselenggarakan. Sarana kedua adalah pembentukan tim khusus yang dikenal dengan tim Respon Opini Publik (ROP). Tim ini beranggotakan birokrat pemerintah provinsi DKI Jakarta yang dipilih secara langsung oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), serta sarana yang ketiga adalah penyerapan aspirasi masyarakat melalui kerjasama dengan LSM. Penyerapan aspirasi masyarakat dalam layanan rumah susun dan pengadaan tanah bagi kepentingan umum dilakukan melalui kerjasama yang intens antara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan LSM UPC.Semakin besar dan banyak sarana atau media yang digunakan, secara logis akan membuka kesempatan yang lebih besar bagi masyarakat untuk melapor dan memahami esensi dari pelayanan publik. Hanya saja, dalam hal ini peneliti melihat berbagai potensi masalah yang dapat timbul dari kedua strategic direction yang diambil oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Potensi yang pertama berkaitan dengan banyaknya aspirasi yang disalurkan oleh masyarakat. Dengan membuka saluran SMS dan membagikan nomor telepon selular pribadi, maka jumlah SMS yang diterima oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tentunya akan sangat masif. Masifnya jumlah aspirasi yang masuk, tentunya dapat menyita perhatian Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Causal map..., Marcel Angwyn, FISIP, 2014
Potensi kedua berkaitan dengan penyerapan aspirasi yang disalurkan oleh masyarakat. Masifnya jumlah aspirasi yang masuk juga harus diiringi dengan penyerapan aspirasi yang baik pula. Jika terdapat 100 aspirasi per hari yang diterima oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), maka pertanyaan yang kemudian muncul adalah berapa banyak yang dapat ditindaklanjuti oleh Basuki Tjahaja Purnama pada hari itu juga? Lebih lanjut, bagaimana dengan aspirasi lainnya yang ditunda atau tidak dikerjakan pada hari itu? Tentunya pertanyaan ini kemudian perlu disikapi lebih lanjut oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Potensi yang ketiga berkaitan dengan penerimaan informasi yang dimaknai berbeda oleh sejumlah aktor yang diminta oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam menyerap aspirasi masyarakat, dalam hal ini tim ROP dan LSM UPC. Adanya pihak ketiga yang menjembatani komunikasi antara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan masyarakat, dapat mempengaruhi komunikasi yang terjadi. Pihak ketiga memberikan dampak positif, terutama berkaitan dengan keterbatasan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang seorang diri harus menghadapi masifnya aspirasi masyarakat. Namun demikian, pihak ketiga, dalam hal ini tim ROP dan LSM UPC, juga memainkan peranan yang sentral dalam menerjemahkan pesan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kepada masyarakat dan sebaliknya. Atas dasar potensi yang dapat muncul, peneliti melihat bahwa perlu adanya standar atau kriteria tertentu terhadap aspirasi yang diberikan oleh masyarakat. Dengan adanya standar atau kriteria tertentu, maka Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dapat lebih fokus dalam memilih dan memilah aspirasi masyarakat yang diterimanya, serta kualitas dari aspirasi masyarakat yang menggambarkan kesadaran masyarakat dapat tetap terjaga. Strategic direction pertama dan kedua yang dipilih oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) lebih mengarah kepada sisi eksternal dari Provinsi DKI Jakarta. Lebih lanjut, strategic direction yang ketiga, keempat, kelima, dan keenam berbicara mengenai sisi internal dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Strategic direction yang ketiga adalah pemberian reward dan punishment atas keberhasilan maupun kegagalan bagi para birokrat penyedia layanan publik oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Bentuk reward dan punishment yang diberikan dapat beragam, sejauh dipandang perlu oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Cara pertama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah dengan memanggil kepala Dinas yang bersangkutan, dan memberikan teguran secara tegas di dalam rapat pimpinan. Melalui teguran tersebut, kepala Dinas yang bersangkutan akan menyampaikan teguran kepada birokrat atau PNS yang berkinerja rendah di Dinas yang bersangkutan. Pasca dilakukan teguran, maka Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan menunggu perbaikan kinerja birokrat yang bersangkutan (dalam kurun waktu yang tidak tentu, ditentukan oleh diskresi oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sendiri). Akan tetapi, apabila tidak ada perbaikan kinerja dari birokrat yang bersangkutan, maka punishment akan dilakukan dengan mutasi atau pencopotan jabatan yang diberikan. Cara kedua yang dilakukan adalah dengan melakukan pemecatan atau pemberhentian birokrat. Keputusan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam melakukan pemecatan atau pemberhentian umumnya didasari oleh tindakan birokrat yang sudah melakukan korupsi dalam hal penyelenggaraan pelayanan publik. Proses yang dilakukan awalnya adalah proses penyidikan dengan bantuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apabila tersangka sudah terbukti melakukan tindakan korupsi, maka Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan melakukan tindakan pemanggilan kepada birokrat tersebut dan melakukan pemecatan atau pemberhentian. Hal ini dapat dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama dengan didukung momentum penerapan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pasal 87 dari UndangUndang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara mengatur mengenai pemberhentian PNS. Bagi Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), hal ini dilakukan sebagai sebuah bentuk shock theraphy kepada para birokrat, yang diungkapkan dengan, “ada Shock therapy
Causal map..., Marcel Angwyn, FISIP, 2014
melalui pemecatan PNS yang pelanggarannya berat, ini, implementasi UU ASN yang baru...” (Hasil wawancara mendalam dengan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2014). Dibandingkan dengan punishment yang diberikan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), reward yang diberikan nampak tidak seimbang. Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) lebih sering meninggalkan punishment ketimbang reward atas prestasi yang telah dicapai oleh para birokrat. Menurut peneliti, hal ini dapat dimaknai ke dalam 2 (dua) hal. Hal pertama berkaitan dengan minimnya apresiasi yang diberikan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kepada para birokrat yang berprestasi, serta hal yang kedua berkaitan dengan minimnya peranan media dalam menungkap apresiasi yang diberikan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), manakala apresiasi yang diberikan dapat berupa pendekatan yang lebih personal. Kedua kemungkinan yang ada, pada akhirnya memberi sebuah makna yang sama di benak masyarakat dan pengamat kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yaitu sikap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang lebih cenderung menekan birokrat atau PNS, yang disertai dengan minimnya apresiasi terhadap prestasi birokrat. Lebih lanjut, pada tahapan yang lebih ekstrem, citra Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang cenderung menekan Birokrat dapat memunculkan stigma di mata masyarakat bahwa birokrat identik dengan kinerja yang buruk, dan tentunya menghasilkan ketidakpercayaan di mata masyarakat terhadap birokrat penyelenggara pelayanan publik. Ketidakseimbangan pemberian reward dan punishment, dapat pula berdampak pada sikap birokrat terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Birokrat sebagai pelaksana tugas dapat merasa kurang diapresiasi atas prestasi dan hasil kerja yang dilakukan, sehingga pada akhirnya berdampak pada penurunan kinerja yang dilakukan. Peneliti melihat perlu adanya penyeimbangan antara pemberian reward dan punishment yang telah dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Strategic direction yang keempat berkaitan dengan peningkatan layanan perumahan melalui layanan rumah susun. Pengelolaan layanan rumah susun terbagi ke dalam 3 (tiga) wilayah, dan ketiganya menghasilkan permasalahan yang berbeda pula. Pada wilayah I, permasalahan yang merajalela adalah banyaknya calo yang menawarkan sejumlah unit tanpa melalui jalur yang legal. Menurut Kepala Seksi Pelayanan Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) Wilayah I, Denny Apriyadi, permasalahan calo kemudian melingkupi 2 (dua) hal, yaitu menawarkan unit rumah susun dan menawarkan jasa bantuan penghunian rumah susun dengan menarik pungutan liar kepada calon penghuni rumah susun. Menyikapi permasalahan tersebut, langkah yang diambil oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah melakukan sidak ke lokasi rumah susun yang kuat dengan potensi adanya calo. Salah satu unit rumah susun yang seringkali dikunjungi oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah Rumah Susun Marunda. Tempo sidak yang dilakukan pun tidak dalam kurun waktu tertentu, lebih bersifat random dan tergantung diskresi yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sendiri. Sidak yang dilakukan diiringi dengan langkah penertiban yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) beserta sejumlah Penanggung Jawab Lokasi (Penjalok) di setiap unit rumah susun. Adapun, prosesi sidak biasanya berakhir dengan temuan sejumlah penghuni liar, yaitu penghuni yang mempunyai dokumen untuk tinggal di rumah susun, namun dokumen tersebut bersifat ilegal dan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Setelah diteliti lebih lanjut, dokumen tersebut diperoleh dari sejumlah oknum calo yang menawarkan jasa pembantuan untuk penghunian unit rusun. Permasalahan terkait layanan publik rumah susun, berbeda pula pada wilayah II. Lili Mulyono, selaku Kepala Seksi Pelayanan Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) Wilayah II, menyatakan bahwa permasalahan yang dominan di wilayah II adalah ketidakmampuan penghuni rumah susun untuk membayar sewa, sehingga terjadi banyak penunggakan. Penunggakan yang berkelanjutan, pada tahapan yang lebih ekstrem akan mengakibatkan
Causal map..., Marcel Angwyn, FISIP, 2014
penghuni rumah susun untuk dikeluarkan dari unit tersebut. Hanya saja, dengan berbagai pertimbangan, seringkali pihak pemerintah atau dalam hal ini UPRS Wilayah II lebih mengedepankan aspek kemanusiaan dengan memberikan keringanan dan menunggu perkembangan dari pihak penghuni rumah susun hingga mampu membayar. Peneliti melihat, dalam hal ini keputusan yang diambil oleh UPRS Wilayah II hanya bersifat solusi jangka pendek. Jika dibiarkan terus menerus, maka tentunya pembiayaan rumah susun dan dana pengelolaan untuk rumah susun sendiri akan mengalami banyak kekurangan, yang juga berdampak pada penyelenggaraan layanan rumah susun itu sendiri. Pendekatan yang dilakukan oleh Kepala Seksi UPRS Wilayah II juga bertentangan dengan pendekatan yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam menindak penghuni yang melakukan tunggakan. Umumnya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) lebih bersifat tegas atas ketidakmampuan membayar yang ditunjukan oleh penghuni rumah susun, dalam hal ini, melakukan teguran terhadap pihak yang menunggak dan apabila tunggakan masih tetap berlanjut maka penghuni tersebut dengan terpaksa harus dikeluarkan. Tindakan yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pun bersifat jangka pendek. Jika dikritisi lebih lanjut, masifnya penghuni rusun yang dikeluarkan pun akan menghasilkan sejumlah potensi atas tindakan ilegal lainnya, seperti menempati unit rumah susun di wilayah lain secara ilegal ataupun kembali ke daerah kumuh (slum area) tempat mereka sebelumnya tinggal. Peneliti melihat, baik tindakan yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) maupun Kepala Seksi UPRS Wilayah II hanya solusi praktis yang bersifat jangka pendek. Perlu adanya analisa lebih mendalam terkait kemampuan membayar pihak penghuni rumah susun. Lebih lanjut, peneliti melihat bahwa perlu ada pembagian kategori rumah susun sesuai dengan kemampuan membayar di wilayah II. Prosesi penghunian juga harus mengacu pada kemampuan penghuni untuk membayar, sehingga kasus penunggakan dapat diminimalisir. Lebih lanjut, Wilayah III, yang diakomodir oleh Elveri, Kepala Seksi Pelayanan UPRS III menghadirkan permasalahan yang merupakan kombinasi antara Wilayah I dan II, yaitu adanya penunggakan dan aspek legalitas penghunian rumah susun. Perbedaan yang kemudian muncul adalah terkait aspek legalitas, dimana banyak kasus pemindahtanganan unit rusun dari penghuni yang satu ke penghuni yang lainnya. Alasan pemindahtanganan pun beragam, ada yang diakibatkan oleh anggota kerabat yang meninggal, status menjanda atau menduda, pemindahtanganan dari pihak saudara, dan berbagai alasan lainnya. Permasalahan yang berbeda di setiap wilayah rumah susun menghasilkan rangkaian reaksi yang berbeda pula dari Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Kendati demikian, terdapat 2 (dua) kebijakan yang serupa yang dikeluarkan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk seluruh wilayah rumah susun dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan rumah susun. Kebijakan yang pertama adalah mewajibkan setiap penghuni rumah susun memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang sesuai dengan unit rumah susun yang mereka tempati. Keputusan Basuki Tjahaja Purnama ini berlaku mulai bulan Juni 2014, dengan memprioritaskan Rumah Susun Marunda, Muara Baru, Pinus Elok, dan Pulo Gebang (pemilihan rumah susun diakui atas dasar banyaknya tindakan pelanggaran peraturan dan potensi calo di daerah tersebut). Kebijakan kedua berkaitan dengan Virtual Account yang berlaku di seluruh wilayah rumah susun. Sejak 4 September 2014, Dinas Perumahan dan Gedung Provinsi DKI Jakarta bekerjasama dengan Bank DKI untuk penerimaan pembayaran sewa rumah susun melalui Virtual Account Cash Management System Bank DKI. Dengan adanya sistem ini warga DKI Jakarta penghuni rumah susun dapat melakukan pembayaran sewa rumah susun melalui counter dan ATM Bank DKI ataupun melalui ATM-ATM jaringan ATM Bersama dan ATM Prima. Sistem ini diresmikan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama
Causal map..., Marcel Angwyn, FISIP, 2014
bersama dengan Kepala Dinas Perumahan DKI Jakarta, Yonathan Pasodung dan Direktur Utama Bank DKI, Eko Budiwiyono. Pemberlakukan sistem pembayaran dengan menggunakan virtual account belum sepenuhnya berjalan. Hingga November 2014, hanya sejumlah unit rumah susun yang ditunjuk sebagai pilot project bagi pelaksanaan virtual account tersebut. Wilayah I diwakilkan dengan rumah susun Marunda dan Kapuk Muara, Wilayah II diwakilkan dengan rumah susun Jati Rawa Sari, serta wilayah III diwakilkan dengan rumah susun Pondok Bambu dan Pulo Gebang. Respon masyarakat terkait sistem virtual account dinilai cukup baik oleh Elveri. Hal ini dipekuat dengan pernyataan Elveri yang menyatakan, “Virtual account tadi, kalo manual yakan kemungkinan warga menilai yakan itu uang mau dikemanain, masuk ke kantong pegawai... kalo ke Bank kan ga bisa. Ini kan berkaitan sama visinya Pak.Ahok kan pengawasan tadikan....” (Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pelayanan UPRS Wilayah III Provinsi DKI Jakarta, 2014). Pendapat tersebut memperlihatkan bahwa ada pengurangan terhadap rasa khawatir yang sering muncul di tubuh masyarakat, utamanya berkaitan dengan korupsi yang mungkin dilakukan oleh birokrat yang menerima pembayaran. Pembayaran langsung via ATM, menghadirkan rasa aman bagi masyarakat penghuni rumah susun. Lebih lanjut, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyatakan bahwa sistem virtual account akan sepenuhnya berjalan pada tahun 2016, dengan estimasi bahwa tahun 2015 akan banyak terjadi perubahan dalam masa trial and error. Nantinya, virtual account tersebut juga dapat digunakan untuk mengakses database rumah susun di seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta, termasuk di dalamnya terdapat database pembayaran yang telah dilakukan oleh penghuni rumah susun beserta rincian pembayarannya, jumlah unit rumah susun yang masih available untuk dihuni di setiap wilayah, bahkan sarana interaksi dengan operator manakala terdapat pertanyaan atau keluhan seputar layanan rumah susun. Hal ini kemudian juga berkaitan dengan strategic direction pertama dan kedua, bahwa masyarakat dijadikan sebagai bagian dari pihak yang melakukan pengawasan atas layanan publik, melalui sarana atau media yang disediakan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Virtual account dalam hal ini dapat mendukung kualitas pelayanan publik, hanya saja peneliti melihat terdapat sejumlah hal yang perlu diperhatikan apabila sistem virtual account akan berjalan sepenuhnya sesuai dengan rencana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Apabila sistem virtual account akan sepenuhnya go-online, peneliti melihat bahwa ada kemungkinan opsi tersebut kurang tepat guna. Dalam hal ini, masyarakat secara luas memang dapat mengakses dan menikmati transparansi layanan rumah susun, memudahkan untuk melakukan berbagai kajian dan pengamatan manakala anomali dalam pelayanan rumah susun terjadi. Tetapi, teknologi yang berbasis internet ini belum tentu dapat dinikmati oleh masyarakat penghuni rumah susun itu sendiri. Terdapat potensi bahwa masyarakat peghuni rumah susun tidak akrab dengan teknologi internet, atau bahkan tidak mampu untuk membayar atau memiliki sarana dan prasarana penunjang internet. Hal ini, menjadikan masyarakat penghuni rumah susun tidak dapat menikmati layanan tesebut, padahal penghuni rumah susun adalah pihak yang harus mendapatkan pelayanan tersebut pertama kali. Lebih lanjut, apabila virtual account terus berjalan dengan keadaan tersebut, tentunya pelayanan yang diberikan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bukanlah pelayanan yang menyeluruh dan bersifat prima. Strategic direction kelima adalah peningkatan layanan perhubungan melalui layanan Transjakarta. Transjakarta busway, telah menjadi bagian dari layanan perhubungan sejak tahun 2004. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), bekerja sama dengan Dinas Perhubungan utamanya Unit Pengelola Transjakarta tengah berupaya untuk meningkatkan kualitas layanan Transjakarta secara kontinu.Langkah yang diambil dalam rangka peningkatan kualitas layanan Transjakarta adalah penambahan jumlah bus Transjakarta, terutama Bus yang berbentuk Articulated Bus.
Causal map..., Marcel Angwyn, FISIP, 2014
Penambahan jumlah bus Transjakarta dilakukan uktuk mengakomodir jumlah penumpang yang terus bertambah setiap tahunnya. Kendati demikian, meskipun penambahan jumlah bus sudah dilakukan, terdapat sejumlah permasalahan yang mempengaruhi pelayanan bus Transjakarta. Salah satu isu yang berkaitan dengan kurang efektifnya penambahan jumlah bus adalah minimnya Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBBG). SPBBG adalah tempat bagi bus untuk melakukan pengisian bahan bakar, sehingga bus dapat terus beroperasi dan mengangkut penumpang yang ada. Konsekuensi logis yang dilihat oleh peneliti adalah Semakin banyak jumlah bus, seharusnya juga diikuti dengan penambahan jumlah SPBBG. Kurangnya jumlah SPBBG berdampak pada keterlambatan bus dalam mengangkut penumpang. Jumlah SPBBG yang terbatas, membuat sejumlah bus harus melakukan pengisian ke SPBBG yang letaknya jauh, mengakibatkan keterlembatan untuk sampai ke halte-halte yang ada. Ditambah lagi, sejumlah SPBBG masih bersifat slow filling, yaitu melakukan pengisian dengan waktu yang relatif lambat, membuat bus semakin tertunda untuk sampai ke sejumlah halte sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Padahal, SPBBG yang bersifat quick filling saja menghabiskan waktu selama 6 menit untuk yang bertekanan rendah, dan 15 menit untuk yang bertekanan tinggi. Tentunya, dengan melakukan slow filling, akan menghabiskan waktu yang lebih lama lagi. Keterlambatan bus untuk sampai di sejumlah halte mengakibatkan tidak adanya lagi waktu estimasi bagi bus untuk sampai ke halte. Pada penerapan awal sistem Transjakarta busway, sejumlah halte besar seperti Harmoni, Dukuh Atas, Kuningan Barat, Lebak Bulus, Kampung Melayu, Blok M, dilengkapi dengan monitor untuk melakukan pemantauan waktu tiba bus di halte tujuan. Ketepatan waktu bus untuk sampai di halte tersebut dapat diperkirakan, sehingga pengguna layanan bus dapat melakukan estimasi atas waktu perjalanan yang mereka tempuh. Kendati demikian, dengan adanya problematika SPBBG, monitor-monitor tersebut sekarang dicabut atau bahkan hanya dijadikan sebagai hiasan saja di halte-halte tersebut. Lebih lanjut, terdapat perencanaan terkait penggunaan sistem informasi yang meghadirkan informasi posisi bus Transjakarta oleh pengguna layanan. Sistem tersebut dikenal dengan fleet management system, yang merupakan sistem pengaturan terintegrasi dari pusat Transjakarta yang dapat melakukan pengaturan (positioning) dari bus Transjakarta. Sistem ini kemudian dihubungkan dengan passenger information system yang dapat di download aplikasinya dan digunakan oleh smartphone pengguna layanan Transjakarta. Pusat kemudian akan mengirimkan data terkait posisi bus dan estimasi waktu sampai dari bus Transjakarta, dan pengguna dapat melihat data tersebut melalui aplikasi yang tersedia. Hanya saja, rencana ini masih belum didiskusikan lebih lanjut, dan belum diketahui secara pasti apakah akan diterapkan atau tidak. Peningkatan kualitas layanan Transjakarta juga dilakukan dengan penggunaan eticketing yang terintegrasi dengan 6 (enam) bank. E-ticketing yang ada juga dapat digunakan untuk melakukan pembayaran sarana transportasi Kereta Rangkaian Listrik (KRL), atau bahkan pembayaran retribusi jalur bebas hambatan (tol). Keenam bank tersebut antara lain adalah Bank Central Asia (BCA) dengan kartu Flazz, Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan kartu BRIZZI, Bank Mandiri dengan kartu e-Money, Bank Negara Indonesia (BNI) dengan kartu BNI Prepaid, Bank DKI dengan kartu JakCard. Penumpang atau pengguna bus Transjakarta melakukan top-up saldo di halte Transjakarta manapun, kemudian menggunakan saldo yang ada untuk melakukan pembayaran Transjakarta. Peneliti melihat penggunaan eticketing menawarkan sebuah kemudahan bagi pengguna transportasi umum, terutama yang sering bepergian menggunakan KRL dan bus Transjakarta. Hanya saja, peneliti melihat terdapat sejumlah permasalahan dalam penerapan e-ticketing. Permasalahan pertama berkaitan dengan minimnya sosialisasi yang dilakukan terkait penerapan e-ticketing. Peneliti melihat, pada hari pertama pemberlakuan e-ticketing yaitu 1
Causal map..., Marcel Angwyn, FISIP, 2014
November 2014, sejumlah masyarakat tidak mengetahui informasi tersebut. Pada 1 November 2014, koridor 8 dan 9 sudah memberlakukan full e-ticketing. Ketika pengguna layanan hendak membayarkan tarif sebesar Rp 3.500, petugas loket menolak dan menawarkan e-ticketing yang berbentuk kartu Flazz BCA yang dapat dibeli dengan harga Rp 40.000 (dengan rincian Rp 20.000 untuk pembelian kartu, dan Rp 20.000 untuk saldo di dalam kartu tersebut). Sejumlah pengguna layanan yang tidak membawa Rp 40.000 saat itu, terpaksa harus keluar dari halte dan memilih opsi angkutan umum lainnya. Beberapa diantaranya mengeluh dan merasa keberatan dengan apabila harus melakukan pembayaran sejumlah RP 40.000, padahal belum ada informasi yang diterima olehnya. Permasalahan e-ticketing yang ada juga menghadirkan tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh sejumlah pengguna bus Transjakarta APTB (Angkutan Perbatasan Terintegrasi Bus Transjakarta). Pada mulanya sebelum pemberlakuan e-ticketing, pengguna yang hendak menggunakan bus APTB, melakukan pembayaran sejumlah Rp 3.500 di loket, kemudian melakukan pembayaran kembali ketika berada di dalam bus APTB. Pasca diberlakukannya e-ticketing, dalam menghindari pembelian e-ticketing seharga Rp 40.000, masyarakat yang hendak menggunakan bus APTB bergerombol di pinggir jalan (bukan halte) dan menunggu bus APTB melewati sisi jalan tersebut. Pengguna kemudian naik bus APTB diluar halte, dan hanya melakukan pembayaran di dalam bus APTB tersebut. Langkah yang dilakukan pengguna persis sama dengan langkah yang dilakukan saat menaiki sarana transprotasi lainnya seperti Metro Mini ataupun Kopaja. Bus APTB juga melakukan pelanggaran dengan mengangkut penumpang di luar halte. Kendati demikian, seolah-olah tercipta kerjasama dan mutual understanding antara pihak pengguna bus APTB yang menghindari aplikasi e-ticketing dengan kondektur dan supir bus Transjakarta APTB. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bersama dengan Joko Widodo, sejak tahun 2012 telah terus melakukan peningkatan pelayanan Transjakarta melalui pengadaan jumlah bus Transjakarta, dan penggunaan e-ticketing sejak November 2014. Kendati demikian, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) merasa bahwa terdapat kejanggalan dalam pengadaan bus Transjakarta. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sendiri menyatakan bahwa layanan Transjakarta adalah salah satu bentuk pelayanan yang gagal untuk diterapkan. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan, “Transjakarta gagal kita, selama dua tahun.... Intinya mesti nambah unit bus, tapi kita gagal karena ada proses mark up. Ini juga yang lagi diproses di Kejaksaan...” (www.news.okezone.com, 2014). Menurut Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mark up banyak dilakukan oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta pada saat pengadaan bus Transjakarta dilakukan. Hal ini kemudian disikapi oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan mengalihkan tanggungjawab pengadaan kepada PT. Transpotasi Jakarta (Transjakarta). Peneliti melihat terdapat sejumlah tindakan yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam meningkatkan kualitas layanan Transjakarta. Sejumlah alih fungsi tugas yang sebelumnya ditangani oleh Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta, diberikan kepada PT. Transjakarta. Peneliti melihat pemberian tugas kepada perusahaan swasta dapat menghasilkan sejumlah potensi permasalahan lainnya. Potensi pertama berkaitan dengan kebijakan perusahaan swasta yang memiliki potensi untuk tidak bijak dan merata kepada setiap kalangan masyarakat yang ada. Pengadaan bus Transjakarta mungkin akan sesuai dengan standar yang ditetapkan, tetapi ini juga dapat berdampak pada peningkatan tarif yang harus dibayarkan oleh masyarakat pengguna bus Transjakarta. Hal ini dapat memicu rasa kebaratan dari kalangan tubuh masyarakat, sehingga layanan Transjakarta bukan menjadi pilihan angkutan yang kemudian diminati kembali oleh masyarakat. Potensi kedua berkaitan dengan hubungan yang semakin renggang antara Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Secara sederhana, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menambah daftar panjang “musuh” bagi basis
Causal map..., Marcel Angwyn, FISIP, 2014
kepemimpinannnya. Pemindahan tanggungjawab dari Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta ke PT. Transjakarta dapat dimaknai sebagai bentuk ketidakpercayaan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terhadap kapasitas Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta untuk mengelola layanan bus Transjakarta. Mengalihkan tanggungjawab, merupakan sebuah solusi jangka pendek yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), mengingat masih banyaknya angkutan umum lainnya yang masih itangani oleh Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta. Peneliti melihat, sejatinya perlu ada upaya perubahan yang dilakukan dalam tubuh Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta, guna meningkatkan dan menjamin pelayanan transportasi umum lainnya dan tentunya dalam menciptakan layanan transportasi yang terintergrasi di masa depan. Strategic direction keenam adalah peningkatan pengadaan lahan bagi kepentingan umum sebagai penunjang layanan publik. Strategic direction keenam ini merupakan domain dan tanggungjawab dari Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta. Pengadaan lahan bagi kepentingan umum, dalam hal ini dapat berfungsi sebagai penunjang berbagai pelayanan publik yang diselenggarakan, utamanya berkaitan dengan strategic direction keempat dan kelima. Fokus utama pengadaan lahan adalah untuk pembangunan akses dan jalan, serta pembangunan ruang terbuka seperti embung, waduk, dan taman. Pengadaan lahan untuk pembangunan jalan dapat menunjang layanan Transjakarta. Semakin banyak akses jalan yang dibuka oleh Dinas Pekerjaan Umum, dapat menambah koridor bagi layanan Transjakarta. Di sisi lain, pengadaan lahan bagi kepentingan umum dapat berdampak pula pada relokasi sejumlah warga yang tinggal secara ilegal di sebuah lokasi. Relokasi ini kemudian berhubungan erat dengan penghunian rumah susun, dimana masyarakat yang direlokasi kemudian akan ditempatkan di unit rumah susun tertentu. Permasalahan yang seringkali muncul dalam pengadaan lahan bagi kepentingan umum adalah kesulitan untuk menemukan titik temu kesepakatan antara pemerintah atau dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum dengan masyarakat yang hendak diambil alih lahannya. Terdapat 2 (dua) jenis masyarakat yang dapat diajak untuk bernegosiasi hingga mencapai musyawarah mufakat. Masyarakat jenis pertama adalah masyarakat yang menempati lokasi yang hendak dibebaskan lahannya secara ilegal, dalam hal ini dapat berbentuk sebagai masyarakat yang tinggal dan membentuk pemukiman kumuh, pengemis, sejumlah geng atau kelompok tertentu yang mengaku bahwa daerah tersebut adalah miliknya. Masyarakat jenis kedua adalah masyarakat yang secara legal tinggal di lokasi tanah yang hendak dibebaskan, dalam hal ini kelompok masyarakat ini memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah yang ditempatinya, yang menyatakan bahwa tanah tersebut adalah benar milik kelompok masyarakat tersebut. Kedua kelompok masyarakat, baik yang bersifat legal dan ilegal sejatinya memiliki pendekatan dasar yang sama. Pendekatan dasar yang dilakukan adalah membangun dialog antara pihak pemerintah atau dalam hal ini adalah Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta dengan pihak masyarakat yang hendak dibebaskan lahannya. Hanya saja, kedua kelompok masyarakat tersebut menghadirkan tingkat kesulitan yang berbeda. Masyarakat yang menempati lahan secara ilegal, lebih mudah untuk dieksekusi pengadaan lahannya. Dialog yang dilakukan tidak selalu harus mencapai musyawarah dan mufakat, mengingat bahwa tanah tersebut bukan dimiliki secara legal oleh masyarakat. Lebih lanjut, hal ini memposisikan masyarakat sebagai pelanggar hukum, terlebih jika mereka melakukan claim terhadap tanah tersebut. Tindakan semacam ini dapat diatasi dengan berbagai penertiban, seperti melalukan tindakan pembongkaran atau penggusuran warga dari lokasi tanah yang hendak dibebaskan. Berbeda dengan kelompok masyarakat yang menempati lahan secara ilegal, hingga saat ini, jalan keluar untuk pengadaan tanah bagi kepentingan umum, utamanya berkaitan dengan negosiasi yang dibangun dengan masyarakat yang memiliki tanah secara legal, masih
Causal map..., Marcel Angwyn, FISIP, 2014
belum ada. Tidak ada cara cepat yang dapat dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sekalipun. Peneliti melihat bahwa kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam hal ini perlu didampingi calon yang memiliki kemampuan mendengar dan membangun dialog secara rutin layaknya Joko Widodo. Pasca dilantiknya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi Gubernur Provinsi DKI Jakarta, peneliti melihat bahwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) membutuhkan seorang pendamping yang dapat menerjemahkan segala keputusan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi lebih lembut dan menarik bagi masyarakat. Pendekatan yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak dapat selalu bersifat legal formal dan tegas, tetapi juga harus diimbangi dengan karakteristik yang lebih santai dan mampu mendengar. Permasalahan lain terkait pengadaan tanah bagi kepentingan umum tidak hanya sampai pada kesulitan dalam melakukan dialog dalam rangka mencapai musyawarah dan mufakat. Masyarakat yang menempati tanah secara ilegal umumnya menghasilkan permasalahan yang bersifat domino effect, utamanya pasca tindakan penggusuran secara paksa dilakukan. Pasca tindakan penggusuran, sejumlah masyarakat yang tidak diakomodir oleh layanan rumah susun, umumnya mencari tanah atau lahan kosong lainnya, dan menempati lahan atau tanah tersebut. Tindakan ini tentunya dilakukan kembali secara ilegal. Hal ini kemudian dapat berdampak pada sejumlah hal, misalnya pembangunan kawasan kumuh yang berdampak pada masalah pencemaran lingkungan, permasalahan ketertiban jalan manakala kawasan kumuh dibangun di dekat jalan tertentu, permasalahan keamanan, hingga menghasilkan adanya berbagai tindakan penertiban lainnya yang juga berdampak pada anggaran Dinas Pekerjaan Umum sendiri. Potential Option Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik di Provinsi DKI Jakarta Terlepas dari keberadaan 6 (enam) strategic direction, Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik di Provinsi DKI Jakarta tidak terlepas dari berbagai potential option lainnya. Beberapa potential option yang perlu diperhatikan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) antara lain berkaitan dengan kapasitas birokrat dalam menjalankan strategic direction yang telah dijalankan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), aplikasi e-government sebagai salah satu bentuk peningkatan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik, serta peranan aktor lain yang dapat berdampak pada strategic direction Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), seperti DPRD Provinsi DKI Jakarta dan kelompok atau organisasi masyarakat tertentu. Keenam strategic direction dan sejumlah potential option yang ada kemudian dihubungkan dengan anak panah yang diberi nilai plus (+) dan minus (-). Nilai plus (+) menunjukkan bahwa faktor yang satu dapat memperkuat faktor yang lainnya, sedangkan nilai minus (-) menunjukkan bahwa faktor yang satu dapat memperlemah faktor lainnya. Hal ini dilakukan sesuai dengan analisis yang melihat hubungan antara variabel yang ada, yang kemudian digambarkan dalam Causal Map. Lebih lanjut, Causal Map Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini:
Causal map..., Marcel Angwyn, FISIP, 2014
Gambar 1 Causal Map Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik di Provinsi DKI Jakarta Sumber: Data olahan peneliti, 2014
Peningkatan kualitas layanan publik juga didasari oleh pencapaian tujuan tertentu. Peneliti melihat, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bertujuan untuk menguatkan peranan masyarakat dalam mendukung kepemimpinan dan kinerja pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. Oleh karena itu, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memperkuat peranan masyarakat, utamanya dalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik, yang juga berdampak pada peningkatan kualitas layanan publik, termasuk di dalamnya layanan rumah susun, layanan transjakarta, serta pengadaan lahan bagi kepentingan umum. Setelah pelayanan publik mengalami peningkatan kualitas, maka kesadaran masyarakat atas pelayanan publik yang berkualitas juga akan mengalami peningkatan. Hal ini kemudian dapat meningkatkan basis dukungan masyarakat kepada pemerintah Provinsi DKI Jakarta, menghadirkan kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang juga berdampak pada terjalinnya hubungan yang baik antara pemerintah dengan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan pelayanan publik yang prima. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 2: Peningkatan layanan perumahan melalui layanan rumah susun Penyediaan sarana atau media bagi aspirasi masyarakat terkait pelayanan publik
+ + Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik +
Peningkatan Kesadaran Masyarakat (Public Awareness)
Peningkatan layanan + transportasi melalui layanan transjakarta
+ Peranan kelompok masyarakat yang tidak mendukung kepemimpinan + Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) +
+ Pengadaan lahan bagi kepentingan umum sebagai penunjang layanan publik
Gambar 2 Persepsi pada penyebab (causes) Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Sumber: Data olahan peneliti, 2014
Causal map..., Marcel Angwyn, FISIP, 2014
Lebih lanjut, Feedback atau disebut juga umpan balik dalam system dynamics merupakan elemen dasar pembentuk model. Menurut Richardson dan Pugh (1981, dalam Kirkwood 1998) feedback is defined as transmission and return of information (feedback didefiniskan sebagai pengiriman dan pengembalian informasi). Secara sederhana feedback terjadi jika sebab-akibat yang terjalin antar dua elemen, yaitu “A mempengaruhi B, B mempengaruhi A”. Dalam causal map Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), didominasi oleh negative feedback loops atau disebut juga balancing/penyeimbangan.
Gambar 3 Negative Feedback Loops Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Sumber: Data olahan peneliti, 2014
Berdasarkan gambar 3, dapat dilihat bahwa aplikasi e-government dapat dijadikan penunjang utama dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik. Adanya aplikasi egovernment, menjadi sarana atau media bagi masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya terkait pelayanan publik yang diselenggarakan. Tidak hanya itu, kesadaran masyarakat mengenai pelayanan publik juga semakin meningkat, yang juga dapat berdampak pada pengawasan yang lebih baik dari pihak masyarakat terhadap pelayanan publik. E-govenrment dapat menjadi tools dalam meningkatkan transparansi kinerja di layanan rumah susun (melalui virtual account), layanan transjakarta, serta pengadaan lahan bagi kepentingan umum. Jika kinerja ketiga dinas dapat dipantau secara langsung oleh masyarakat melalui aplikasi e-government, maka peningkatan kualitas pelayanan publik di ketiga dinas dapat semakin meningkat. Meskipun di satu sisi terdapat penguatan, di sisi lainnya juga terdapat penyeimbangan. Sikap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang cenderung keras, serta berbagai pendekatannya yang cenderung legal formal dapat menghasilkan hubungan yang renggang dengan DPRD, yang juga dapat berdampak pada konflik antara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Salah satu dampak yang dapat dirasakan adalah sulitnya mencapau kesepakatan antara pihak Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan DPRD perihal ketersediaan APBD dalam rangka mendukung berbagai kebijakan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Minimnya APBD, dapat berdampak pada gagalnya penerapan e-government, atau dalam hal ini penyediaan media bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya terkait pelayanan publik.
Causal map..., Marcel Angwyn, FISIP, 2014
Loop yang terjadi menunjukan perlu adanya tindakan yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Jika dibiarkan terus menerus, maka Negative Loop yang terjadi, dapat menghambat Positive Loop yang terjadi atau bahkan mengakibatkan gagalnya pencapaian tujuan (goal) pada tahapan yang lebih ekstrem. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) harus menggunakan pendekatan yang berbeda dalam upaya membangun dialog dengan berbagai pihak yang ada. Jika hal ini sulit untuk dilakukan, maka Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) membutuhkan pihak yang dapat mewakili dirinya dalam membangun dialog dan membangun understanding dengan berbagai pihak. Kesimpulan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta melakukan peningkatan kualitas pelayanan publik di Provinsi DKI Jakarta melalui 6 (enam) strategic direction yaitu peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness) atas pelayanan publik, penyediaan sarana atau media bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi terkait pelayanan publik, pemberian reward dan punishment atas keberhasilan maupun kegagalan bagi para birokrat penyedia layanan publik, peningkatan layanan perumahan melalui layanan rumah susun, peningkatan layanan perhubungan melalui layanan transjakarta, serta peningkatan pengadaan lahan bagi kepentingan umum sebagai penunjang layanan publik. Keenam strategic direction yang ada menghasilkan loop yang bersifat balancing atau penyeimbangan, dengan kunci utama aplikasi e-government yang tidak hanya menunjang kesadaran masyarakat atas pelayanan publik yang diselenggarakan, tetapi juga menunjang pelayanan rumah susun, transjakarta dan pengadaan tanah bagi kepentingan umum. Melalui adanya e-government yang berbasis transparansi, masyarakat dapat mengamati pelayanan publik yang diselenggarakan dan menjadi bagian dari pihak yang melakukan pengawasan terhadap pelayanan publik di Provinsi DKI Jakarta. Kendati demikian, di sisi lain sikap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dapat mengakibatkan terhambatnya pencapaian tujuan. Pendekatan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang cenderung bersifat keras dan legal formal dapat mengakibatkan konflik dengan berbagai pihak. Lebih lanjut, kesuksesan atas 6 (enam) strategic direction yang telah dijalankan tidak terlepas dari sejumlah potential option yang terjadi. Perubahan atas potential option di masa depan dapat mempengaruhi susunan strategic direction yang telah terjadi, dan hal ini tentunya perlu mendapat perhatian dari Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang bersifat transformasional dapat menjadi pilar utama dalam peningkatan kualitas pelayanan publik. Kemampuan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang dinamis sehingga menghasilkan pemerintahan yang bersifat dinamis pula, mendukung adanya peningkatan kualitas pelayanan publik di Provinsi DKI Jakarta. Kendati demikian, sikap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang cenderung keras (meskipun transformasional) dapat berdampak pada berkurangnya basis dukungan bagi kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Tanpa adanya basis dukungan, peningkatan kualitas pelayanan publik menjadi sulit untuk dilakukan. Rekomendasi Rekomendasi atau saran yang dapat diberikan oleh peneliti terkait hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) perlu menciptakan standar atau kriteria tertentu terhadap aspirasi yang diberikan oleh masyarakat. Hal ini tentunya dimaksudkan untuk menjaga kuantitas dan kualitas laporan terkait pelayanan publik yang bersangkutan;
Causal map..., Marcel Angwyn, FISIP, 2014
2. Penerapan e-government sebagai salah satu poros peningkatan kualitas pelayanan publik harus diperkuat, dalam hal ini Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) harus terus mendorong proses penerapannya. Paling tidak, database terkait pelayanan publik di ketiga dinas harus dapat diakses oleh masyarakat, sehingga masyarakat dapat menajdi bagian dari pihak yang melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik; 3. Perlu adanya penyeimbangan pemberian reward dan punishment kepada birokrat, terutama berkaitan dengan pemberitaan di media. Hal ini dimaksudkan untuk membangun citra Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang tidak hanya menghukum bawahan, tetapi memberikan apresiasi manakala diperlukan; 4. Perlu adanya pendekatan yang berbeda dari Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terhadap setiap kelompok yang menghadirkan permasalahan yang berbeda. Pendekatan yang cenderung keras dan bersifat legal formal kurang diminati oleh masyarakat, yang juga dapat berdampak pada basis dukungan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). 5. Penggunaan Metode NUMBER oleh Kim Dong Hwan sebagai salah satu prasyarat pembuatan Causal Loop tidak dapat dilakukan, hal ini disebabkan oleh sejumlah faktor atau variabel yang terkandung dalam Causal Map masih belum bersifat konstan (misalnya Virtual Account yang baru berjalan, Fleet Management System yang masih berada dalam tahap perencanaan, dan hal lainnya yang masih dapat berubah secara kontinu). Perlu dilakukan tinjauan lebih lanjut terkait berbagai perubahan yang terjadi pada faktor atau variabel tersebut. Daftar Referensi Ackermann, Fran, et all. 1992. Getting Started with Cognitive Mapping. 7th Young OR Conference, University of Warwick, 13-15 April 1992. Brookes, Stephen dan Keith Grint. 2009. New Public Leadership Challenge? Creswell, John. 2010. Research Design; Qualitative, Quantitaive and Mixed Method Aprroach Third Edition. California: Sage Publications. Glykas, Michael. 2010. Fuzzy Cognitive Maps: Advance in Theory, Methodology, Tools and Applications. Berlin: Springer Harian Kontan. 2012. Gerakan 100 Hari Jokowi-Ahok. http://lipsus.kontan.co.id/v2/jokowi/read/114/, diakses pada 12 Februari 2014. Okezone. 2012. Setahun Jokowi-Ahok, Ini Program yang Sudah Berjalan. http://jakarta.okezone.com/read/2013/10/15/500/881895/setahun-jokowi-ahok-iniprogram-yang-sudah-berjalan, diakses pada 12 Februari 2014. Okezone. 2014. Korupsi Transjakarta Gagalkan Rencana Jokowi-Ahok. http://news.okezone.com/read/2014/10/15/338/1052351/korupsi-transjakarta-gagalkanrencana-jokowi-ahok, diakses pada 19 November 2014 Prianto, Agus. 2006. Menakar Kualias Pelayanan Publik. Jakarta: In Trans Robert. 1996. Pelayanan Publik. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta Wahjosumidjo. 1987. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia Windrum, Paul dan Per Koch. 2008. Innovation in Public Sector Services Enterpreneurship, Creativity, and Management. Cheltenham: Edward Elgar Publishing Ltd. Winkler, Ingo. 2010. Contemporary Leadership Theorie. Berlin: Physia-Verlag
Causal map..., Marcel Angwyn, FISIP, 2014