156 n. Pengangkutan bahan o. Informasi peraturan perundang-undangan yang berlaku p. Informasi lain yang di perlukan Pasal 5 Label sebagaimana di maksud dalam pasal 3 huruf a meliputi keterangan mengenai : a. Nama produk b. Identifikasi bahaya c. Tanda bahaya dan artinya d. Uraian resiko dan penanggulangannya e. Tindakan pencegahan f. Instruksi dalam hal terkena atau terpapar g. Instruksi kebakaran h. Instruksi tumpahan atau bocor i. Instruksi pengisian dan penyimpanan j. Referensi k. Nama, alamat, nomor telepon pabrik pembuat atau distributor. Pasal 6 Lembar Data Keselamatan Bahan sebagaimana di maksud dalam pasal 4 dan label sebagaimana di maksud dalam pasal 5 di letakkan di tempat yang mudah di ketahui oleh tenaga kerja dan pegawai pengawas ketenagakerjaan. 4.4.3.3 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. KEP. 51.MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas faktor fisika di tempat kerja. Pasal 1 Dalam keputusan ini yang di maksud dengan :
157 1. Tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menhasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 2. Tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering di masuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumbersumber bahaya 3. Nilai Ambang Batas (NAB) adalah standar faktor tempat kerja yang dapat di terima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. 4. Faktor fisika adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat fisika yang dalam keputusan ini terdiri dari iklim kerja, kebisingan, getaran, gelombang mikro, sinar ultra ungu. 5. Iklim kerja adalah hasil dari perpaduan antarasuhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara, dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya. 6. Suhu kering (Dry Bulb Temperature) adalah suhu yang di tunjukkan oleh termometer suhu kering 7. Suhu basah alami (Natural Wet Bulb Temperature) adalah suhu yang di tunjukkan oleh termometer bola basah alami 8. Suhu bola (Globe Temperature) adalah suhu yang di tunjukkan oleh termometer bola. 9. Indeks SuhuBasah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature Index) yang di singkat ISBB adalah parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang
158 merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami dan suhu bola. 10. Kebisingan adalah semua suara yang tidak di kehendaki dan bersumber dari alat-alat proses produksi atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. 11. Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak-balik dari kedudukan keseimbangannya. 12. Radiasi frekuensi radio dan gelombang mikro (microwave) adalah radias i elektromagnetik dengan frekuensi 30 kilo Hertz sampai 300 Giga Hertz. 13. Radiasi ultra ungu (Ultraviolet) adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang 180 nanometer sampai 400 nanometer (nm). Pasal 2 NAB iklim kerja menggunakan parameter ISBB sebagaimana tercantum dalam lampiran I. Pasal 3 1. NAB kebisingan di tetapkan sebesar 85 desi Bell A (dBA) 2. Kebisingan yang melampaui NAB, waktu pemajanan di tetapkan sebagaimana tercantum dalam lampiran. Pasal 4 1. NAB getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung pada lengan dan tangan tenaga kerja di tetapkan sebesar 4 meter per detik kuadrat (m/det²). 2. Getaran yang melampaui NAB, waktu pamajanan di tetapkan sebagaimana tercantum dalam lampiran. Pasal 5
159 NAB radiasi frekuensi radio dan gelombang mikro di tetapkan sebagaimana tercantum dalam lampiran. Pasal 6 1. NAB radiasi sinar ultra ungu di tetapkan sebesar 0,1 mikro Watt per sentimeter persegi (µW/cm²) 2. Radiasi sinar ultra ungu yang melampaui NAB waktu pamajanan di tetapkan sebagaimana tercantum dalam lampiran. 4.4.3.4 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. KEP. 03/MEN/1998
tentang
Tata
cara
pelaporan
dan
pemeriksaan
kecelakaan. Pasal 1 Dalam peraturan menteri ini yang di maksud dengan : 1. Kecelakaan dalah suatu kejadian yang tidak di duga semula yang dapat menimbulkan korban manusia atau harta benda 2. Kejadian berbahaya lainnya adalah suatu kejadian yang potensial, yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja kecuali kebakaran, peledakan dan bahaya pembuangan limbah. 3. Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering di masuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber bahaya. 4. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri. Pasal 2
160 1. Pengurus atau pengusaha wajib melaporkan taip kecelakaan yang terjadi di tempat di pimpinnya. 2. Kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri dari : a. Kecelakaan kerja b. Kebakaran atau peledakan atau bahaya pembuangan limbah c. Kejadian berbahaya lainnya. Pasal 3 Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 berlaku bagi pengurus atau pengusaha yang telah dan yang belum mengikutsertakan pekerjaannya ke dalam program jaminan sosial tenaga kerja berdasarkan Undang-undang No.3 tahun 1992. Pasal 4 1. Pengurus atau pengusaha sebagaimana di maksud dalam pasal 3 wajib melaporkan secara tertulis kecelakaan sebagaimana di maksudkan dalam pasal 2 ayat 2 huruf a, b, c kepada kepala kantor departemen tenaga kerja setempat dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam terhitung sejak terjadinya kecelakaan dengan formulir laporan kecelakaan. 2. Penyampaian laporan sebagaimana di maksud pada ayat 1 dapat di lakukan secara lisan sebelum dilaporkan secara tertulis. Pasal 5 1. Pengurus atau pengusaha yang telah mengikutsertakan pekerjaannya pada program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana di maksud dalam pasal 3, melaporkan kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 2 huruf a dan b dengan tata cara pelaporan sesuai sesuai peraturan menteri tenaga kerja No PER 05/M EN/1993.
161 2. Pengurus atau pengusaha yang belum mengikutsertakan pekerjaannya pada program jaminan sosial tenaga kerja, sebagaimana di maksud dalam pasal 3, melaporkan kecelakaan sebagaimana di maksud dalam pasal 2 ayat 2 huruf a dan b dengan tata cara pelaporan sesuai dengan Peraturan M enteri Tenaga Kerja No PER 04/M EN/1993. Pemeriksaan Kecelakaan Pasal 6 1. Setelah menerima laporan sebagaimana di maksud dalam pasal 4 ayat 1 dan pasal 5. Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja memerintahkan pegawai
pengawas
untuk
melakukan
pemeriksaan
dan
pengkajian
kecelakaan. 2. Pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan sebagaimana di maksud pada ayat 1 harus di laksanakan terhadap setiap kecelakaan yang di laporkan oleh pengurus atau pengusaha. 3. Pemeriksaan dan pekerjaan kecelakaan sebagaimana di maksud pada ayat 1 di lakukan sesuai peraturan perundang undangan ketenagakerjaan. Pasal 7 Pegawai pengawas dalam melaksanakan pemeriksaan dan pengkajian mempergunakan formulir laporan dimana di formulir itu terdapat untuk kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, peledakan, kebakaran, bahaya pembuangan dan lain-lain. Pasal 8 1. Kepala kantor departemen tenaga kerja berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan sebagaimana di maksud dalam pasal 7 pada tiap-tiap
162 akhir bulan menyusun analisis laporan kecelakaan dalam daerah hukumnya dengan menggunakan formulir sebagaimana peraturan ini. 2. Kepala kantor departemen tenaga kerja harus menyampaikan analisis laporan sebagaimana di maksud ayat 1 kepada kepala kantor wilayah departemen tenaga kerja setempat selambat-lambatnya tanggal 5 bulan berikutnya. Pasal 9 1. Kepala kantor wilayah departemen tenaga kerja berdasarkan analisis laporan kecelakaan sebagaimana di maksud dalam pasal 8 menyusun analisis kecelakaan dalam daerah hukumnya dengan menggunakan formulir. 2. Analisis kecelakaan sebagaimana di maksud pada ayat 2 di buat untuk tiap bulan 3.
Kepala kantor
wilayah
departemen
tenaga kerja harus
segera
menyampaikan analisis kecelakaan sebagaimana di maksud pada ayat 1 kepada M enteri atau pejabat yang di tunjuk. Pasal 11 Direktur
jenderal
pembinaan
hubungan
industrial dan
pengawasan
ketenagakerjaan berdasarkan analisis laporan kecelakaan sebagaimana di maksud dalam pasal 9 ayat 1 menyusun analisis laporan kekerapan dan keparahan kecelakaan tingkat nasional. Sanksi Pasal 12 Pengurus atau pengusaha yang melanggar ketentuan pasal 2, pasal 4 ayat 1, di ancam dengan hukuman sesuai dengan ketentuan pasal 15 ayat 2 UU No 1 Tahun 1970 tenteng keselamatan dan kesehatan kerja.
163 4.4.3.5 Peraturan Menteri Perburuhan No.7 Tahun 1964 tentang syarat kesehatan, kebersihan serta penerangan dalam tempat kerja. Pasal 1 1. Yang dimaksud dengan tempat kerja ialah setiap tempat kerja, terbuka atau tertutup yang lazimnya di pergunakan atau dapat di duga akan di pergunakan untuk melakukan pekerjaan, baik tetap maupun sementara. 2. Dalam peraturan ini tidak termasuk tempat kerja ialah : a. Kapal, kapal terbang, kereta api dan alat pengangkut lainnya yang di pergunakan untuk pengangkutan umum. b. Rumah sakit, sanatoria, apotek, dan obyek pemeliharaan atau perawatan di bawah pengawasan Departemen Kesehatan. c. Tempat kerja dan bangunan di bawah pengawasan Departemen Angkatan Darat,
Departemen
Angkatan
Laut,
Departemen
Angkatan
Udara,
Departemen Angkatan Kepolisian. 3. Untuk tempat kerja yang di maksud dalam ayat (2) d akan di adakan penetapan oleh kepala Jawatan Pengawasan Perburuhan. 4. Yang di maksud dengan bangunan Perusahaan ialah gedung, gedung tambahan, halaman beserta jalan, jembatan atau bangunan lainnya yang menjadi bagian dari perusahaan tersebut dan terletak dalam batas halaman perusahaan. Pasal 2 Setiap perusahaan harus memenuhi syarat-syarat untuk : a.M enghindarkan kemungkinan bahaya kebakaran dan kecelakaan. b. M enghindarkan kemungkinan bahaya keracunan, penularan penyakit. c. M emajukan kebersihan dan ketertiban.
164 d. M endapat penerangan yang cukup dan memenuhi syarat untuk melakukan pekerjaan. e. M endapat suhu yang layak dan peredaran udara yang cukup f. M enghindarkan gangguan debu, gas, uap, dan bauan yang tidak menyenangkan. Pasal 3 1. Halaman harus bersih, teratur, rata, dan tidak becek dan cukup luas untuk kemungkinan perluasan. 2. Jalan di halaman tidak boleh berdebu. 3. Untuk keperluan aliran air (riolering) harus cukup saluran yang kuat dan bersih. 4. Saluran air yang melintasi halaman harus tertutup. Pasal 4 1. Gedung harus kuat buatannya dan tidak boleh ada bagian yang mungkin rubuh (bouwvallig). 2. Tangga harus kuat buatannya, aman dan tidak boleh licin dan harus cukup luas. 3. Lantai, dinding, loteng dan atap harus selalu berada dalam keadaan terpelihara dan bersih. Pasal 5 1. Setiap tempat kerja harus di buat dan di atur sedemikian rupa, sehingga tiap orang yang bekerja dalam ruangan itu mendapat ruang udara (cubic space) yang sedikit-dikitnya 10 m sebaiknya 15 m. 2. Tinggi tempat kerja di ukur dari lantai sampai daerah loteng harus paling sedikit 3 meter.
165 3. Tinggi ruangan yang lebih dari 4 meter tidak dapat di pakai untuk memperhitungkan ruang udara yang di maksud dalam ayat 1. 4. Ruang udara yang memenuhi syarat ukuran tidak dapat membatalkan suatu ventilasi (peredaran udara) yang baik dalam tempat kerja yang tertutup. 5. Luas tempat kerja harus sedemikian rupa sehingga tiap pekerja dapat tempat yang cukup untuk bergerak secara bebas, paling sedikit 2 meter buat seorang pekerja. 6. Atap tempat kerja harus di buat sedemikian rupa sehingga dapat memberikan perlindungan yang baik kepada buruh terhadap panas matahari atau hujan. Atap tidak boleh bocor dan berlobang. 9. Lantai dalam tempat kerja harus terbuat dari bahan yang keras, tahan air dan bahan kimia yang merusak, datar dan tidak licin. 10. Lantai harus terbuat dari bahan yang mudah di bersihkan dan pada waktu tertentu di bersihkan ( di sapu, di pel, aatau di cuci) sehingga selalu terlihat bersih. Pasal 9 1. Untuk buruh yang bekerja sambil duduk harus di sediakan tempat duduk. 2. Tempat duduk tersebut tersebut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Harus memenuhi ukuran-ukuran yang sesuai dengan tubuh orang indonesia umumnya cocok dengan buruh yang memakainya. b. Harus memberi kesenangan duduk dan menghindari ketegangan otot-otot. c. Harus memudahkan gerak-gerik untuk bekerja. d. Harus ada sandaran untuk punggung.
166 3. Untuk buruh yang melakukan pekerjaan sambil berdiri, berjalan merangkak, jongkok, atau berbaring harus di sediakan tempat-tempat duduk pada waktu ia membutuhkan. 4. Cara bekerja seperti dalam ayat (3) harus sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan ketegangan otot, kelelahan yang berlebihan atau gangguan kesehatan yang lain. Pasal 10 1. Jarak antara gedung-gedung atau bangunan-bangunan lainnya harus sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu masuknya cahaya siang ke tempat kerja. 2. Setiap tempat kerja harus mendapat penerangan yang cukup untuk melakukan pekerjaan. Pasal 11 1. Jendela-jendela, lubang-lubang atau dinding gelas yang di maksudkan untuk memasukkan cahaya haru selalu bersih dan luas seluruhnya harus 1/6 dari pada luas lantai tempat kerja. 2. Dalam hal yang memaksa luas yang di maksud dalam ayat 1 dapat di kurangkan sampai paling sedikitnya 1/10 x luas lantai. 3. Jendela-jendela, lubang-lubang atau dinding gelas harus di buat sedemikian rupa, sehingga memberikan penyebaran cahay yang merata. 4. Bila ada penyinaran matahari langsung menimpa para pekerja harus diadakan tindakan-tindakan untuk menghalangi-halangi. 5. Apabila jendela hanya satu-satunya jalan cahaya matahari, maka jarak antara jendela dan lantai tidak boleh melebihi 1,2 meter.
167 6. Jendela-jendela itu harus di tempatkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan cahaya siang mencapai dinding tempat kerja yang terletak di seberang. Pasal 12 1. Di dalam hal cahaya matahari tidak mencukupi atau dapat di pergunakan harus di adakan penerangan dengan jalan lain sebagai tambahan atau pengganti cahaya matahari. 6. Sumber cahaya yang di pergunakan harus menghasilkan kadar penerangan yang tetap dan menyebar serta mungkin dan tidak boleh berkedap-kedip. 7. Sumber cahaya yang di pergunakan tidak bolah menyebabkan sinar yang menyilaukan atau bayangan contrast yang menganggu pekerja. Pasal 14 1. Kadar penerangan di ukur dengan alat-alat pengukur cahaya yang setinggi tempat kerja yang sbenarnya atau setinggi perut untuk penerangan umum ( ± 1 meter ). 2. Penerangan darurat harus mempunyai kekuatan paling sedikit 5 lux (0,5 ft candles) 3. Penerangan untuk halaman sdan jalan-jalan dalam lingkungan perusahaan harus paling sedikit mempunyai mempunyai kekuatan 20 lux ( 2 ft candles). 4. Penerangan
yang cukup
untuk pekerjaan-pekerjaan yang hanya
membedakan barang kasar harus paling sedikit mempunyai kekuatan 50 lux ( 5 ft candles) seperti : a. M engerjakan bahan-bahan yang kasar b. M engerjakan arang atau abu. c. M enyisihkan barang-barang yang besar.
168 d. M engerjakan bahan tanah atau batu e. gang-gang, tangga di dalam gedung yang selalu di pakai. f. Gudang-gudang untuk menyimpan barang-barang besar dan kasar 5. Penerangan
yang cukup
untuk pekerjaan-pekerjaan yang hanya
membedakan barang-barang kecil secara sepintas lalu paling sedikit mempunyai kekuatan 100 lux ( 10 ft candles) seperti : a. M engerjakan barang-barang besi dan baja yang setengah selesai. b. Pemasangan yang kasar. c. Penggilingan padi d. Pengupasan/pengambilan dan penyisihan bahan kapas. e. M engerjakan bahan-bahan pertanian lain yang kira-kira setingkat dengan d. f. Kamar mesin dan uap g. Alat pengangkut orang atau barang. h. Ruang-ruang ppenerimaan dan pengiriman dengan kapal. i. Tempat menyimpan barang-barang sedang dan kecil. j. Kakus, tempat mandi dan tempat kencing 6. Penerangan
yang cukup
untuk pekerjaan-pekerjaan yang hanya
membedakan barang-barang kecil yang agak teliti, paling sedikit mempunyai kekuatan 200 lux ( 20 ft candles) seperti : a. Pemasangan alat-alat yang sedang (tidak besar). b. Pekerjaan mesin dan bubut yang besar. c. Pemeriksaan atau percobaan kasar terhadap barang-barang. d. M enjahit tekstil atau kulit yang berwarna muda. e. Pemasukan dan pengawetan bahan-bahan makanan dalam kaleng.
169 f. Pembungkusan daging. g. M engerjakan kayu h. M elapis perabot 7. Penerangan yang cukup untuk pekerjaan-pekerjaan pembedaan yang teliti dari pada barang-barang kecil, lalu paling sedikit mempunyai kekuatan 300 lux ( 30 ft candles) seperti : a. Pekerjaan yang teliti b. Pemeriksaan yang teliti. c. Percobaan-percobaan yang teliti dan halus. d. Pembuatan tepung e. Penyelesaian kulit dan penenunan bahan-bahan katun atau wol berwarna muda. f. Pekerjaan kantor yang berganti-ganti menulis dan membaca. 8. Penerangan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan- bedakan barang-barang halus dengan contrast yang sedang dan dalam waktu yang lama, lalu paling sedikit mempunyai kekuatan 500 lux sampai 1000 lux ( 50 sampai 100 ft candles) seperti : a. Pemasangan yang halus b. Pekerjaan-pekerjaan mesin yang halus c. Pemeriksaan yang halus d. Penyemiran yang halus dan pemotongan gelas kaca. e. Pekerjaan kayu yang halus (ukir-ukiran). f. M enjahit bahan-bahan wol yang berwarna tua. g.Akuntan, pemegang buku, pekerjaan steno, mengetik atau pekerjaan kantor yang lama dan teliti.
170 9. Penerangan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan- bedakan barang-barang yang sangat halus dengan contrast yang sangat kurang dan dalam waktu yang lama, lalu paling sedikit mempunyai kekuatan 1000 lux (100 ft candles) seperti : a. Pemasangan yang ekstra halus (arloji) b. Pemeriksaan yang ekstra halus (ampul obat) c. Percobaan alat-alat yang ekstra halus. d. Tukang mas dan intan e. Penilaian dan penyisihan hasil-hasil tembakan. f. Penyusunan huruf dan pemeriksaan copy dalam percetakan. g. Pemeriksaan dan penjahitan bahan pakaian berwarna tua.
171
LAMPIRAN 16
172
LAMPIRAN 17
173
174
175