bagian XI
Penentuan Harga dan Subsidi BBM
D
i bawah peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik sebelum maupun sesudah Undang-undang Migas No. 22 tahun 2001 dinyatakan bahwa BBM merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu Pemerintah berkewajiban untuk menyediakan dan memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri. Untuk melaksanakan kewajiban itu, Pemerintah menugaskan Pertamina untuk mengolah minyak mentah menjadi BBM dan mengimpornya apabila terjadi kekurangan pasokan dari kilang dalam negeri. Pemerintah yang menetapkan harga penjualan BBM, dan untuk itu semua untung rugi ditanggung pemerintah. Sebelum Undang-undang Migas No. 22 tahun 2001 diberlakukan, Pemerintah mengganti semua biaya pokok yang dikeluarkan Pertamina untuk pengolahan dan distribusi serta memberikan upah (cost & fee) atas jasa-jasa tersebut. Dengan demikian sebagai pelaksana, Pertamina tidak menikmati keuntungan maupun menanggung kerugian sebagaimana layaknya satu badan usaha. Menurut Prof. Kho Kian Hoo, waktu itu menjabat Ketua Pokja III DKPP, dalam melakukan pengadaan BBM, Pertamina ibaratnya seperti tukang jahit yang menerima upah, karena semua bahan dan
|
137
|
Penentuan Harga dan Subsidi BBM
ertam ng
a | Rachmat Sudibjo
mesin jahitnya milik dari pemesan (Pemerintah). Apabila harga BBM yang ditetapkan oleh Pemerintah lebih rendah daripada biaya pokok yang dikeluarkan Pertamina maka Pemerintah memberikan subsidi dan apabila sebaliknya maka Pemerintah menikmati apa yang disebut Laba Bersih Minyak (LBM), walaupun kasus yang terakhir ini jarang terjadi. Di bawah Undang-undang Migas No. 22 tahun 2001 Pemerintah memperlakukan Pertamina sebagaimana layaknya suatu Badan Usaha (PT Persero) yang berhak mendapat keuntungan namun juga kemungkinan menderita kerugian apabila kinerjanya rendah. Penggantian yang diberikan Pemerintah kepada Pertamina tidak lagi didasarkan atas biaya pokok BBM, tapi atas dasar harga BBM yang berlaku dipasar internasional/regional yaitu MOPS plus ‘alpha’ sebagai faktor pengganti biaya distribusi BBM yang dilakukan Pertamina. Dengan demikian Pemerintah tidak perlu lagi meneliti biaya pengolahan dan biaya distribusi yang dikeluarkan Pertamina yang sering mengakibatkan keterlambatan pembayaran kepada Pertamina. Sebagai penentu harga BBM, dari sejak masa pemerintahan Presiden Soekarno hingga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pemerintah telah menaikan harga BBM sebanyak 36 kali. Pada era Bung Karno sedikitnya terjadi 12 kali kenaikan harga BBM. Alasan yang diajukan waktu itu adalah demi untuk membantu pemerintah dalam pembangunan sektor pendidikan, kesehatan, dan perumahan. Pada masa Soeharto, harga BBM sedikitnya mengalami kenaikan sebanyak 18 kali, B.J. Habibie satu kali, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dua kali, Megawati dua kali dan SBY dua kali. Disamping itu harga BBM sempat diturunkan hingga enam kali. Pada masa Soeharto harga BBM diturunkan dua kali yaitu pada tahun 1986 dan ketika krisis moneter menerpa pada tahun 1998. Di era pemerintahan Habibie satu kali, Gus Dur satu kali pada tahun 1999, Megawati tidak pernah menurunkan harga, sedangkan di era SBY, penurunan harga dilakukan hingga tiga kali, yaitu pada Desember 2008, akhir 1998 dan 2009 menjelang digelarnya Pemilu.
|
138
|
Rencana kenaikan harga BBM selalu dilakukan secara ekstra hati-hati dan kadang-kadang harus melalui pembahasan yang panjang di DPR. Penetapan harga BBM selama ini memang mempunyai kandungan politik yang tinggi dan bahkan kenaikan harga BBM pernah secara tidak langsung memicu kejatuhan dua pemerintahan yaitu pada akhir masa Bung Karno dan Soeharto. Sebagaimana diungkapkan oleh Rachmat, jika kita melihat sejarah, kejatuhan Bung Karno ada kaitannya dengan kenaikan harga BBM di samping masalah politik dan sosial yang begitu besar. “Bisa dikatakan harga-harga di pasar setiap hari mengalami kenaikan. Harga BBM awalnya masih dalam kendali pemerintah. Namun demikian, karena kondisi keekomian semakin memburuk akhirnya pemerintah tidak punya pilihan kecuali menaikkan juga harga BBM. Dalam kondisi genting seperti itu, pada awal1966 mahasiswa mengajukan tiga tuntutan rakyat, TRITURA, di samping tuntutan pembubaran PKI dan perombakan Kabinet juga tuntutan terhadap penurunan harga. Untuk menjawab tantangan demonstran, Bung Karno melontarkan tantangan balik bahwa siapa saja yang sanggup membenahi ekonomi Indonesia akan diangkat jadi Menteri. Tentu saja Bung Karno tidak bermaksud sungguh-sungguh dan berpikir bahwa tidak akan ada orang yang gila yang berani menanggapi tantangannya itu. Tapi ternyata ada juga yang nekad dan menyatakan sanggup menjadi Menteri Keuangan. Dikalangan demonstran orang yang bernama Hasibuan tersebut diambil sebagai ‘ikon’ dan diberi julukan Menteri Abu Nawas sesuai dengan lagu yang terkenal saat itu. Setiap kali demonstrasi mahasiswa selalu menyanyikan lagu Abu Nawas yang sudah dimodifikasi sebagai ungkapan rasa sinis terhadap situasi yang tidak menentu waktu itu. Akumulasi dari masalah politik sosial yang makin parah menyebabkan demonstrasi berkobar dimana-mana dan berujung pada kejatuhan pemerintahan Bung Karno.” Peristiwa serupa terjadi menjelang kejatuhan Soeharto pada saat kenaikan harga BBM yang diumumkan pada 5 Mei 1998. Suhu situasi politik saat itu sudah meningkat, demonstrasi marak dimana-mana. Sehari sebelumnya, Rachmat selaku Sekretaris DKPP diajak Kuntoro Mangkusubroto, yang
|
139
|
Penentuan Harga dan Subsidi BBM
ertam ng
a | Rachmat Sudibjo
waktu itu menjabat Menteri Pertambangan dan Energi, pergi ke Cendana untuk melaporkan rencana kenaikan harga BBM. Sebelumnya, kisah Rachmat, pemerintah memang sudah merencanakan menaikan harga BBM. Kuntoro akan melapor kepada Presiden bahwa persiapan untuk menaikan BBM sudah selesai dilakukan dan telah dibahas bersama Departemen Keuangan, Ditjen Migas, DKPP dan Pertamina. Kuntoro masuk ke ruang Pak Harto dan Rachmat menunggu di ruang tamu. Saat keluar Kuntoro bilang, “Saya diminta untuk mengumumkan kenaikan harga BBM besok.” Rachmat terkejut, ”Waktu itu demonstrasi mahasiswa sedang membara. Saya pikir kenaikan BBM baru akan diumumkan beberapa minggu lagi menunggu suhu politik menurun. Dengan keputusan ini seolah-olah Pak Harto sengaja menantang atau mungkin juga untuk mengalihkan sasaran demonstrasi terhadap diri dan kroninya ke isu BBM.” Apa yang dikhawatirkan Rachmat benar terjadi. Setelah besok malamnya Kuntoro mengumumkan kenaikan harga BBM di depan TVRI, Jakarta terbakar oleh api kemarahan dan api yang membakar mobil-mobil dan pertokoan di pusat-pusat niaga kota Jakarta. Kenaikan harga BBM secara tidak langsung kembali memakan korban. Kali ini Soeharto yang jatuh ditengah krisis politik yang mencapai puncaknya diterpa oleh para demonstran yang menuntut reformasi di segala bidang.
Gambar 48. Dialog Kenaikan Harga BBM Tahun 2000
|
140
|
Dengan latar belakang kejatuhan dua pemerintahan inilah yang kemudian menimbulkan trauma yang membayang-bayangi pemerintah berikutnya untuk lebih berhati-hati dalam mempertimbangkan rencana kenaikan harga BBM. Rachmat yang terlibat dalam proses perencanaan kenaikan harga BBM dari sejak pindah ke lingkungan birokrasi tahun 1992 sampai saat akhir jabatannya sebagai Dirjen Migas tahun 2002 memahami betul suasana saat penentuan kenaikan harga BBM sampai pada detik-detik setelah pengumumannya dilakukan. Saat Rachmat baru pindah ke Ditjen Migas, waktu itu subsidi masih diberikan kepada semua jenis BBM. Secara garis besar terdapat tujuh jenis BBM yang beredar di Indonesia yaitu jenis bahan bakar untuk mesin pesawat terbang, avtur (aviation turbo gasoline), dan avgas (aviation gasoline), minyak diesel - industrial diesel oil (IDO) dan minyak solar - automotive diesel oil (ADO), minyak bakar (fuel oil, Fo), bensin (gasoline), serta minyak tanah (kerosene). Seluruh jenis BBM tanpa kecuali mendapat subsidi termasuk bahan bakar untuk pesawat terbang, yaitu avtur dan avgas. Yang membuat ia heran, mengapa avtur dan avgas yang notabene tidak langsung bersinggungan dengan masyarakat kurang mampu pun mendapatkan subsidi. Rachmat berpendapat bahwa pemerintah harus cermat mempertimbangkan peruntukan dari berbagai jenis BBM. Evaluasi pemberian subsidi di samping dilakukan terhadap besarnya kenaikan harga, jenis BBM pun perlu dipertimbangkan apakah perlu mendapatkan subsidi atau tidak. “Jenis BBM yang mana? Apakah BBM yang digunakan seluruh rakyat? BBM itu kan berbagai macam jenisnya, jangan digeneralisir. Waktu itu jalan terbaik adalah dengan memberikan prioritas pengurangan jenis BBM bersubsidi yang tidak terkait langsung dengan masyarakat bawah. Untuk Premium dan Solar yang didistribusikan lewat pompa bensin, misalnya, mengingat BBM jenis ini hanya digunakan oleh pengendara bermotor, pemberian subsidi untuk jenis BBM ini merupakan target jangka menengah. Dalam pelaksanaan pengurangan subsidi BBM, jenis BBM yang dikeluarkan dari jenis BBM bersubsidi adalah avtur dan avgas. Kebijakan
|
141
|
Penentuan Harga dan Subsidi BBM
ertam ng
a | Rachmat Sudibjo
pemerintah ini sama sekali tidak menimbulkan gejolak karena konsumsinya memang tidak langsung menyentuh kalangan bawah. Tindakan berikutnya adalah penghapusan subsidi terhadap minyak bakar kapal (MFO), kemudian menyusul dihapuskannya subsidi minyak diesel untuk industri (IDO). Kebijakan terakhir ini sempat mendapat tantangan yang cukup keras dari kalangan industri dengan alasan bahwa kebijakan ini akan mengurangi daya saing industri Indonesia. Mereka lupa bahwa kompetitor mereka di luar negeri pun sebagian besar tidak mendapatkan subsidi BBM dan bahkan pemakaian BBM pada hampir semua negara industri dikenakan pajak yang tinggi. Lantas apa yang dipakai patokan untuk menentukan harga BBM yang tidak bersubsidi? Sebenarnya Pertamina sudah lama menerapkan harga diluar tujuh jenis BBM bersubsidi yaitu berdasarkan harga BBM yang berlaku dipasar internasional / regional yaitu MOPS. Walaupun akhirnya tinggal tiga jenis BBM yang disubsidi, yaitu minyak solar, bensin, dan minyak tanah, tapi subsidinya masih besar yaitu lebih dari 70% dari jumlah subsidi saat seluruh jenis BBM disubsidi. Kemudian mendadak ada satu kebijakan yang merupakan lompatan jauh ke depan yaitu penghapusan subsidi minyak tanah yang seharusnya menduduki tempat terakhir dari rangkaian tindakan penghapusan subsidi BBM. Tindakan strategis ini dilakukan oleh Yusuf Kalla yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI untuk mempercepat konversi minyak tanah ke LPG yang dimulai sejak tahun 2006. Dengan demikian penghapusan subsidi minyak tanah mendahului penghapusan subsidi premium dan minyak solar. Minyak tanah yang notabene dipakai oleh rakyat menengah ke bawah untuk dapur mereka praktis sudah dihapus diganti dengan LPG. Sejak dari dulu setiap kali pemerintah berencana menaikkan harga BBM yang selalu menjadi pertimbangan utama adalah kenaikan harga minyak tanah agar jangan sampai terlalu besar membebani rakyat kecil. Sebetulnya dengan adanya program konversi minyak tanah ke LPG, kewajiban pemerintah untuk memberi subsidi BBM sudah selesai. Dua jenis BBM, yaitu premium dan minyak solar yang hingga saat ini mendapat subsidi yang begitu besar tidak menyentuh kebutuhan rakyat kecil. Sebagai contoh pada kurun waktu 2013-2014, Pemerintah |
142
|
SBY memberikan subsidi BBM secara besar-besaran hingga mencapai Rp 300 triliun atau hampir sepertiga dari APBN, jumlah yang fantastis ditengah kenyataan bahwa subsidi minyak tanah untuk rakyat kecil sudah dihapus. “Lantas untuk siapa subsidi itu diberikan? Pemerintah memang terkesan maju mundur dalam mengambil keputusan, tapi adanya penolakan dari fraksi DPR yang terkesan populis menyebabkan bangsa ini tidak bisa berpikir secara jernih. Atas dasar apa Pemerintah sampai harus mengeluarkan subsidi BBM begitu besar hingga pernah mencapai sekitar Rp. 300 triliun? Pemerintah memberikan subsidi langsung kepada pengendara mobil minimal sekitar Rp 20 ribu per hari secara tunai. Sementara itu, tukang becak sama sekali tidak menikmati subsidi tersebut.” “Ya, itulah menurut saya. Ada mindset yang salah apabila solar dan premium disubsidi. Pemberian subsidi untuk jenis BBM itu justru mengusik rasa keadilan,” kritik Rachmat, “Dan target terakhir penghapusan subsidi adalah minyak tanah karena menyangkut hajat hidup masyarakat menengah ke bawah. Bagi kelas menengah ke atas, sejak Indonesia merdeka mereka terbiasa menikmati subsidi BBM. Oleh karena itu, mereka menganggap bahwa pemberian subsidi BBM sudah menjadi kewajiban Pemerintah.” Bagi Rachmat apa yang disebut mafia Migas akan terus ada selama pemerintah memberikan subsidi BBM. Dengan adanya disparitas harga yang tinggi antara BBM bersubsidi dan harga pasar, pengoplosan, dan penyelundupan BBM pasti akan terus terjadi. Terlebih lagi, dengan kondisi wilayah negara yang demikian luas dimana pengawasan relatif lemah, peyelundupan bahan bakar ke negara tetangga akan terus terjadi. Melihat makin maraknya pengoplosan dan penyelundupan BBM, Kuntoro Mangkusubroto, Menteri Pertambangan Energi waktu itu membentuk Tim Terpadu BBM yang diketuai oleh Slamet Singgih. Sidak yang dilakukan Tim ini berhasil membongkar beberapa kasus penyelewengan penggunaan BBM. Rachmat menceritakan pengalamannya sewaktu dia menjabat sebagai Dirjen Migas. “Saya diminta mendampingi Pak SBY ketika beliau menjabat Menteri |
143
|
Penentuan Harga dan Subsidi BBM
ertam ng
a | Rachmat Sudibjo
Pertambangan dan Energi. Waktu itu ada laporan Tim Terpadu bahwa di daerah Marunda terdapat indikasi adanya kegiatan penyelundupan BBM. Semula kami berencana ke Marunda lewat jalan darat. Tetapi hal ini dianggap tidak efektif karena jauh-jauh pasti sudah akan ketahuan. Akhirnya diputuskan untuk lewat laut dengan menggunakan speed boat. Kami mendapatkan tongkang yang isinya penuh minyak tanah yang sewaktu-waktu siap diberangkatkan, padahal di depan tongkang itu ada pos polisi. Pak SBY marah bukan main karena kejadian ini menunjukan betapa parahnya penyelewengan BBM yang terjadi di negeri kita” ungkap Rachmat. Rachmat pun menceritakan trik-trik ilegal terkait dengan penyelundupan BBM. “Kapal antar pulau yang berbobot ribuan ton, keluar dari suatu pelabuhan membawa BBM bersubsidi. Setelah berlayar beberapa lama kapal tersebut dibelokkan ke pelabuhan impor dengan berbekal dokumen aspal “port origin” yang telah disiapkan sebelumnya dan menjualnya dengan harga internasional. Belum lagi BBM yang sengaja diselundupkan ke luar negeri. Ada lagi modus operandi dimana minyak solar yang diperuntukkan untuk nelayan kecil, dijual secara ilegal ke kapal pencari ikan bertonase besar yang umumnya milik asing. Sudah mencuri ikan, BBM-nya pun disubsidi oleh pemerintah. Menurut hemat Rachmat, kalau subsidi BBM pasti banyak yang tidak senang termasuk yang melakukan penyelewengan BBM. Memang ada demonstrasi yang murni karena memikirkan kepentingan rakyat tapi kita juga harus waspada jangan-jangan ada yang menunggangi. Menurut Rachmat ada yang salah kaprah dalam pelaksanaan pemberian subsidi pada BBM maupun subsidi energi secara umum. “Ada tiga program kebijakan energi, yaitu intensifikasi, diversifikasi, dan konservasi. Intensifikasi adalah meningkatkan produksi jenis energi tertentu, diversifikasi adalah menggantikan energi fosil, khususnya BBM dengan energi lain. Sedangkan konservasi adalah upaya efisiensi dan penghematan pemakaian energi. Tapi praktiknya kebijakan hanya tinggal di atas kertas. ”Anehnya, apa yang terjadi di Indonesia justru terbalik, energi yang hendak digantikan |
144
|
yaitu BBM yang malah mendapatkan subsidi. Akibatnya, energi alternatif sebagai pengganti BBM tidak akan kompetitif. “Jenis BBM apa yang bisa bersaing melawan BBM yang disubsidi dengan begitu masif, terstruktur dan sistemik ini?” Maka tidak mengherankan jika program Pemerintah untuk menggalakkan energi alternatif seperti minyak jarak dan lainnya gagal total berhadapan dengan minyak bumi yang mendapatkan subsidi. Di negeri kita memang agak aneh. Mengikuti anjuran Pemerintah untuk menggalakkan penanaman jarak, begitu panen petani kebingungan mau menjual kemana? Seharusnya disiapkan sistem khusus, misalnya dengan membentuk semacam Bulog untuk membeli hasil panen jarak dari petani. Berapa pun produksinya harus diborong oleh pemerintah,” ungkapnya. Selama BBM tetap mendapat subsidi yang besar, maka program diversifikasi tidak akan berjalan dengan baik. “Kalau mau konsisten dari sisi diversifikasi, subsidi ini seharusnya diberikan kepada minyak jarak, minyak sawit, dan energi alternatif lainnya agar bisa bersaing dengan BBM. “
Gambar 49. Sosialisasi UU Migas 2001
Selama ini ada silang pendapat terkait dengan besarnya harga BBM yang diberlakukan kepada masyarakat. Ada pihak yang berpendapat bahwa mengingat minyak bumi adalah milik negara, negara tidak perlu mengambil keuntungan dari minyak bumi yang digunakan sebagai bahan baku pada proses pengolahan BBM. Pemerintah diminta hanya |
145
|
Penentuan Harga dan Subsidi BBM
ertam ng
a | Rachmat Sudibjo
menghitung biaya produksi dan minyak mentahnya tidak perlu dihargai. Dengan demikian, kelompok ini beranggapan bahwa sebenarnya Pemerintah tidak pernah memberikan subsidi karena harga subsidi BBM selalu lebih tinggi bila dibanding dengan biaya produksi. Mereka tidak mau menerima kenyataan bahwa minyak bumi itu mempunyai nilai jual yang riil dipasaran yang bila digunakan untuk pembangunan manfaatnya akan jauh lebih tinggi dibanding hanya sekedar diberikan kepada masyarakat dalam bentuk subsidi. Bagaimanapun juga alasannya anggapan bahwa kekayaan alam kita tidak dihitung nilainya bila digunakan untuk kepentingan rakyat banyak tidak bisa diterima. Minyak bumi kita merupakan warisan nenek moyang dan juga hak warisan dari generasi yang akan datang yang tidak rela bila kekayaan alam tersebut digunakan tanpa mengindahkan kaidah keekonomian walaupun dengan mengatas namakan kepentingan rakyat. Mereka yang mengartikan bahwa UUD 1945 pasal 33 yang mengamanatkan bahwa kekayaan alam harus digunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat, khususnya untuk minyak bumi/BBM harus diberikan melalui subsidi. Inilah dasar pemikiran yang salah kaprah. Seharusnya UUD 1945 dilihat secara utuh, bukan sepotong-potong. UUD 1945 secara keseluruhan juga mengamanatkan tentang pembangunan sumber daya manusia melalui pendidikan, peningkatan kesehatan masyarakat, membantu yatim piatu serta pembangunan infrastruktur yang sangat dibutuhkan masyarakat dan sebagainya. Kekayaan alam berbentuk minyak bumi/BBM apabila tidak disubsidi hasilnya dapat dipakai untuk melaksanakan amanat konstitusi secara utuh. Penggunaan APBN merupakan zero-sum game. Pengurangan atau penghapusan subsidi BBM dapat menambah alokasi bagi anggaran sektor lain dan sebaliknya. Khusus mengenai Pasal 28 ayat 2 dan 3 dalam Undang-undang Migas no. 22 tahun 2001 yang menyatakan bahwa harga BBM dan gas bumi itu ditentukan dengan mengikuti harga persaingan yang sehat dan wajar adalah merupakan perwujudan dari amanat TAP MPR No. IV/MPR/1999 (GBHN 1999) sebagai tindak lanjut dari semangat reformasi yang berkembang saat itu dan Program Pembangunan Nasional (Undang|
146
|
undang Propenas No. 25 tahun 2000) yang menegaskan penghapusan subsidi BBM pada tahun 2004. Namun karena tuntutan dari LSM yang meminta yudicial review terhadap Undang-undang Migas tersebut, Pasal ini dibatalkan oleh MK karena dianggap bertentangan dengan Konstitusi. Sebenarnya Pasal ini dimasukkan sebagai bagian dari Undang-undang Migas pada masa pemerintahan BJ Habibie, Presiden ketiga RI, yang saat menjadi kepala negara tidak setuju terhadap kebijakan pemberian subsidi energi. “Saya menolak adanya subsidi energi. Presiden Soekarno dan Soeharto mengambil kebijakan subsidi BBM sementara saya tidak. Boleh dicek,” kata Habibie pada acara “Kemajuan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025” di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, September 2014. Menurut dia, subsidi BBM hanya dimanfaatkan para eksportir minyak dan pengusaha, bukan menguntungkan rakyat miskin. Subsidi energi itu cenderung salah sasaran. Bagi dia, terdapat hal yang lebih penting daripada subsidi BBM yaitu pemanfaatan anggaran itu ditujukan untuk pembangunan SDM, pendidikan, dan kesehatan gratis. Dana juga bisa jadi modal kerja untuk usaha kecil dan menengah dengan pinjaman bersuku bunga nol persen. Menurut Habibie, subsidi BBM itu hanya akan membengkakkan anggaran negara untuk membayar biaya impor BBM bersubsidi. Maka dari itu, secara tegas dia menolak subsidi BBM. Anggaran harus difokuskan untuk pembangunan SDM berkualitas. Jika SDM unggul, katanya, maka pembangunan ekonomi akan menuju ke arah yang lebih baik lagi. Lantaran SDM berkualitas itu tidak bisa diciptakan dalam waktu singkat selama lima tahun, tetapi jangka panjang sekira 25 tahun atau lebih. Rupanya Joko Widodo (Jokowi) mempunyai pandangan yang mirip dengan BJ Habibie. Baru pertama kalinya dalam sejarah pemerintah tidak lagi terperangkap oleh bayang-bayang sindrom politik dan terlihat lebih ‘rasional’ dalam menyelaraskan harga BBM dengan fluktuasi harga BBM yang berkembang di pasar internasional. Reaksi masyarakat pun tidak terlalu keras. Jika kita belajar dari sejarah, memang ada momentum tertentu ketika kenaikan harga BBM dapat menimbulkan gejolak dan
|
147
|
Penentuan Harga dan Subsidi BBM
ertam ng
a | Rachmat Sudibjo
memicu kejatuhan pemerintah. Namun demikian kejatuhan tersebut bukan disebabkan oleh kenaikan harga BBM semata. Waktu kejadian itu kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan Bung Karno dan Soeharto sudah demikian rendah sehingga kenaikan harga BBM dipakai sebagai momentum untuk menjatuhkan pemerintah. Hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah menjaga kepercayaan rakyat terhadap itikad baik yang sedang dijalankan pemerintah. “Dan ke depan diharapkan sudah tidak ada lagi kalangan masyarakat yang menganggap bahwa Pemerintah inkonstitusional bila tidak lagi memberikan subsidi BBM. Konstitusi kita jangan dilihat sepotong-sepotong. BBM memang penting bagi kehidupan masyarakat banyak, tapi tidak harus diberikan melalui subsidi. Hasil penjualan BBM kepada masyarakat pengguna dapat juga digunakan bagi pendanaan pembangunan nasional dan peningkatan kesejahteraaan masyarakat. BBM jangan sampai dijadikan sebagai berhala yang disembah-sembah seperti halnya Nir Jagur, meriam peninggalan Portugis, yang diberi sesaji karena dianggap bertuah dan tidak lagi dilihat fungsinya sebagai barang teknis,” kata Rachmat menutup ulasannya sambil berseloroh.
|
148
|