Motivasi Anak Jalanan Korban Eksploitasi Ekonomi Tetap Bertahan di Jalanan. (Studi Kasus pada 4 Children on The Street di Yayasan Sahabat Anak Kota Tua) Novi Nazmi Kartika, Priadi Permadi 1. Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 2. Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini membahas mengenai motivasi anak jalanan korban eksploitasi ekonomi tetap bertahan dijalanan kepada empat anak jalanan kategori Children on The Street binaan Yayasan Sahabat Anak Kota Tua. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain studi kasus. Hasil penelitianya mengatakan bahwa orang tua, lingkungan sekitar, minimnya gambaran orientasi masa depan, yang dibalut dengan motivasi membuat mereka dapat mempertahankan kehidupannya dijalan. Sehingga peran lembaga diperlukan untuk memberikan upaya perlindungan anak terhadap mereka. Kata Kunci: Anak yang Ada di Jalanan; Eksploitasi Ekonomi; Kesejahteraan Anak
Motivation of Street Children Who Are at Economic Exploitation, Still Alive in Street (Studi Cases to 4 Children on The Street in Yayasan Sahabat Anak Kota Tua) Abstract This research discusses about motivation of street child who are at economic exploitation, can still alive on the street. The research method which is used is qualitative research with study cases to four children on the street in Yayasan Sahabat Anak Kota Tua. The Result that parents, environment, and less expectation of their future orientation, motivate them to still on the street. Until the human organisation needed for giving an effort to children protection. Key Word: Children on The Street; Econmic Exploitation; Child Welfare
Pendahuluan Anak sebagai generasi penerus merupakan salah satu komponen terpenting untuk bisa mendukung proses pembangunan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik. Kualitas suatu bangsa di masa yang akan datang dapat kita lihat dari bagaimana kondisi anak-anak pada masa sekarang ini, dimana proses perkembangan seseorang sejak dilahirkan akan
Motivasi anak jalanan..., Novi Nazmi Kartika, FISIP UI, 2014
mempengaruhi bagaimana kepribadian dirinya dimasa yang akan datang (Gunarsa, 2006). Semakin baik pengalaman hidup serta proses belajar yang diterimanya sejak masih dikandungan, maka semakin baik pula perkembangan diri seorang anak terbentuk ketika mereka sudah dewasa nanti. Namun pada kenyataannya, kondisi kesejahteraan anak-anak di Indonesia masih jauh dari kata ideal. Pelanggaran hak terhadap anak-anak bangsa ini telah banyak terjadi dari beragam lapisan masyarakat, baik kekerasan fisik, psikis, maupun seksual, eksploitasi ekonomi dan seksual, penelantaran dan perdagangan anak. Komnas Perlindungan Anak Indonesia melaporkan bahwa kasus kekerasan yang terjadi pada anak mengalami peningkatan setiap tahunnya, Tercatat pada tahun 2010, terjadi 2.400 kasus, 1.152 di antaranya adalah kekerasan seksual. Tahun 2011 terjadi 2.508 kasus, 1.075 di antaranya adalah kekerasan seksual. Pada tahun 2012 terjadi 2.637 kasus, 1.700 diantaranya adalah kekerasan seksual. erta sejak Januari-Juni 2013 tercatat ada 1.032 kasus kekerasan pada anak yang terdiri dari: kekerasan fisik 290 kasus (28%), kekerasan psikis 207 (20%), kekerasan seksual 535 kasus (52%) dan jumlah ini berpotensi untuk semakin bertambah hingga akhir tahun 2013 hingga sekarang dalam Wijayanti, 2013). Selain itu anak-anak Indonesia juga sangat rentan di eksploitasi hingga menjadi Pekerja Seks Komersial. Jumlah anak yang menjadi PSK diperkirakan sebesar 30% dari total PSK di Indonesia atau setara dengan 40.000-70.000 anak Indonesia. (Unicef dalam Wijayanti, 2013) Akar permasalahan tersebut banyak yang disebabkan karena masalah kemiskinan yang menimpa bangsa ini. Tidak sedikit dari anak-anak bangsa kita harus turun ke jalanan, terjebak dalam pelacuran, dan diperdagangkan demi membantu ‘mengatasi’ masalah kemiskinan yang menimpa keluarganya dan untuk kelangsungan hidupnya. Kemiskinan, membuat anak-anak kemudian menjadi korban dari pelanggaran akan pemenuhan hak-hak mereka, dengan rentan mendapatkan tindak kekerasan dan eksploitasi serta masih banyak anak yang hidup terlantar dan tidak mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan yang wajar apalagi memadai (Herlina, Wahyurini, Hariningsih, Purnanti, & Kusumaningrum, 2003). Anak-anak yang berada dalam keadaan sulit seperti tersebut diatas, salah satunya adalah anak jalanan. Anak jalanan adalah mereka yang menghabiskan sebagian besar waktu mereka dengan bekerja atau berkeliaran di jalan-jalan dengan menjual permen, koran, majalah, bahkan menjadi pengemis (McAdam-Crisp, 2005). Kemiskinan yang memaksa mereka melakukan kegiatan ekonomi bahkan menjadi penopang perekonomian keluarga. Sebagaimana yang dikatakan oleh Acker bahwa kondisi keluarga yang kekurangan uang untuk membiayai uang sekolah, apalagi untuk
2
Motivasi anak jalanan..., Novi Nazmi Kartika, FISIP UI, 2014
membiayai kebutuhan keluarga, membuat anak pada akhirnya mengambil peran untuk turun ke jalan dan ‘mencari nafkah’ (Acker, Oosrrom, Rarh, & Kemp, 1999, hal. 394). Kelompok-kelompok anak jalanan ini seakan mendapatkan ‘penyiksaan’ berganda. Pertama perlakuan yang tidak bertanggung jawab dari orang dewasa di sekitarnya—terutama orang tua, sehingga melatarbelakangi mereka akhirnya turun ke jalan dan kedua perlakuan ‘tambahan’ yang mereka terima ketika sudah berada di jalanan. Hal ini mengindikasikan bahwa keadaan dirumah tidak bisa ‘memuaskan’ dan membuat diri mereka nyaman untuk menjalani kehidupannya sebagai seorang anak yang membutuhkan kasih sayang dan cinta kasih dari orang tua maupun keluarga, dan yang pada akhirnya membuat mereka memilih jalanan sebagai tempat pelarian yang dianggap lebih ‘nyaman’. Sedangkan menurut Acker ketika anak berada di jalan akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan menjadi kurang baik, karena mereka kurang perhatian dan perlindungan orang tua, mereka tidak terlindung dari perlakuan kekerasan dan aktivitas kriminal, dan mereka kelaparan serta menderita (Acker, Oosrrom, Rarh, & Kemp, 1999). Sebagai gambaran, untuk melihat tingkat pertumbuhan anak jalanan di Indonesia Badan Pusat Statistik melakukan pendataan dan pada tahun 2008 tercatat 154.861 anak menjadi anak jalanan (Khaizu, 2009), sedangkan menurut Kementrian Sosial RI pada tahun 2007 anak jalanan berjumlah 104.497 anak dan meningkat menjadi 232.000 pada tahun 2010 (Supeno, Ghofur, Zulkarnaen, Tubagus, & Hariman, Dengarkan Suara Anak, 2010). Untuk kebaradaan anak jalanan di Jakarta itu sendiri, Dinas Sosial DKI Jakarta melakukan pendataan dan tercatat pada tahun 2009 sebanyak 3.724 orang dan meningkat pada 2010 menjadi 5.650 orang dan pada tahun 2011 meningkat lagi menjadi 7.315 orang. Jalanan bukanlah tempat yang layak bagi seorang anak untuk tumbuh dan berkembang (Suyanto, 2010), disana mereka sangat mudah mendapatkan perilaku tidak menyenangkan baik dari teman sebaya, orang dewasa, petugas keamanan, maupun masyarakat luas. Banyak kasus yang sudah terjadi ketika anak berada di jalanan, misalnya seperti Faisal yang meninggal karena tertabrak truk, Ari tewas karena tenggelam di Kali banjir Kanal Timur, dan Bowo tenggelam di Kali Mokevart Jakarta Barat yang kesemuanya tewas kecelakaan karena sedang menghindari kejaran Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam sebuah razia (Supeno, Satriyandayaningrum, & Susanto, Potret Anak Indonesia: Catatan Siluet dan refleksi, 2010)
3
Motivasi anak jalanan..., Novi Nazmi Kartika, FISIP UI, 2014
Melihat jumlah anak jalanan dan kompleksitas masalah yang mereka hadapi, baik pemerintah maupun non-pemerintah, telah berupaya untuk membuat program-program yang dapat menanggulangi masalah anak jalanan. Misalnya saja pemerintah dengan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA), yang merupakan program dengan tujuan utuk memenuhi kebutuhan dasar anak dan perlindungan terhadap anak dari keterlantaran, eksploitasi dan diskriminasi sehingga mereka dapat tumbuh kembang, memiliki kelangsungan hidup dan dapat berpartisipasi kembali. Program ini memberikan conditional cash transfer untuk memenuhi kebutuhan dasar anak. Dengan terpenuhinya kebutuhan dasar anak, maka diharapkan orang tua/keluarga tidak lagi menelantarkan anak (memberikan perawatan, pengasuhan dan perlindungan bagi anak), anak tidak dieksploitasi untuk tujuan mengemis/meminta-minta/bekerja di jalanan. Anak tidak lagi melakukan aktivitas ekonomi di jalanan, dan anak dapat kembali sekolah. (Keputusan Menteri Sosial RI No 15 A/ HUK / 2010 Tentang Panduan Umum Program Kesejahteraan Sosial Anak). Selain dari pemerintah, program pengentasan masalah anak jalanan juga dilakukan oleh lembaga-lembaga nonpemerintah, misalnya Institusi Sosial Jakarta, Yayasan Mitra Indonesia, Yayasan Nanda Dian Nusantara, Mitra Masyarakat Kota, Yayasan Sahabat Anak dan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (Mulanandar, 1996). Mereka secara keseluruhan memiliki tujuan yang sama yaitu membebaskan anak agar tidak turun kembali ke jalanan atau minimal memenuhi hak-hak yang seharusnya anak-anak jalanan itu dapatkan dari orang tua, misalnya hak pendidikan, bermain, berpendapat, memiliki tempat tinggal yang layak, dan sebagainya. Masing-masing lembaga memiliki metodenya sendiri-sendiri dalam melakukan pemberdayaan tersebut. Mereka memiliki cara pendekatan kepada anak jalanan yang berbeda satu dengan lainnya, misalnya saja Institusi Sosial Jakarta. Institut Sosial Jakarta (ISJ) selain menyediakan rumah singgah dan rumah belajar untuk anak-anak menempuh pendidikan dan bermain juga melakukan advokasi-advokasi yang berkaitan dengan pelanggaran hak yang diterima oleh anak-anak jalanan binaannya. Selain itu ada juga Yayasan Mitra Indonesia yang juga memberikan informasi dan media edukasi kepada masyarakat terkait dengan isu HIV AIDS. Mitra masyarakat Kota dan YKAI yang memiliki pendekatan street based dan centre based untuk melakukan pemberdayaan kepada anak jalanan. Namun pada kenyataannya masih banyak jumlah anak jalanan yang masih berkeliaran di jalanan. Masih banyak dari mereka yang ‘bertahan’ terhadap tekanan kehidupan yang mereka alami. Hal ini yang kemudian menjadi menarik untuk diketahui lebih lanjut dalam penelitian ini, bahwa ada hal-hal yang menjadi dorongan kuat dalam hidup anak-anak ini 4
Motivasi anak jalanan..., Novi Nazmi Kartika, FISIP UI, 2014
sehingga mereka mau dan tetap bertahan di jalanan. Dalam melakukan sesuatu, tentunya seseorang didorong atau dipengaruhi oleh motivasi baik yang berasal dari internal maupun eksternal mereka. Begitupula dengan anak-anak jalanan ini, ketika mereka memutuskan untuk memilih bertahan di jalanan, tidak terlepas atas pengaruh apa yang ada diluar dirinya (eksternal) dan apa yang berada di dalam dirinya (internal). Sehingga dengan demikian, pertanyaan penelitian yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Motif internal apa saja yang mendukung anak jalanan korban eksploitasi ekonomi tetap bertahan di jalanan? 2. Motif eksternal apa saja yang mendukung anak jalanan korban eksploitasi ekonomi tetap bertahan di jalanan? 3. Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan Yayasan Sahabat Anak Kota Tua dalam melakukan Perlindungan Anak kepada anak jalanan korban eksploitasi ekonomi?
Tinjauan Teoritis A. Anak Jalanan dan Kesejahteraan Anak Dalam penelitian ini mendefinisikan anak jalanan berdasarkan pendapat Dewan Eropa dalam Atlantis & Goddard, (2004) yaitu anak-anak yang berumur dibawah 18 tahun yang dalam periode yang panjang maupun pendek tinggal di jalanan. Mereka hidup mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya dan mereka yang memiliki kelompok bermain dan kontak dengan jalanan. Secara resmi anak-anak ini mungkin memiliki alamat rumah orang tua mereka atau institusi kesejateraan sosial yang menaungi mereka. Yang paling signifikan adalah mereka memiliki sedikit atau tidak ada sama sekali kontak dengan orang dewasa, orang tua, sekolah, institusi kesejahteraan anak, pelayanan sosial yang bekerja bersama mereka. Keberadaan anak di jalanan merupakan sebuah pelanggaran aka hak-hak mereka sebagai seorang anak. Hal ini kemudian berpengaruh pada tingkat kesejahteraan mereka sebagai seorang anak. Adapun definisi Kesejahteraan Anak itu sendiri menurut Undangundang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak adalah: Suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial (Bab 1 pasal 1). Jaminan ini seharusnya dilakukan tidak hanya dari pemerintah melainkan juga dari keluarga 5
Motivasi anak jalanan..., Novi Nazmi Kartika, FISIP UI, 2014
terutama orang tua sebagai agen utama yang membentuk tumbuh dan kembang anak dimasa depan. Semua anak berhak mendapatkan kehidupan yang layak dan berhak mendapatkan jaminan akan hal tersebut. Kondisi kesejahteraan bagi anak merupakan hal yang sangat penting, dimana hal tersebut sudah jelas tertera dalam Undang-undang negara kita, yaitu UU No 4 Tentang Kesejahteraan Anak Tahun 1979. Pemenuhan dan perlindungannya pun telah jelas diatur bahwa pemerintah, masyarakat dan orang tua memiliki peran dalam mewujudkan kesejahteraan bagi anak, dimana hal ini disebabkan karena pada kondisi real masih banyak anak bangsa kita yang terlanggar hak-haknya serta memerlukan adanya perlindungan khusus. Sehingga pemerintah kemudian mengesahkan Undang-Undang No 23 Tahu 2002 Tentang Perlindungan Anak, sebagai acuan warga masyarakat Indonesia dalam memberikan perlindungan kepada anak-anak, khususnya anak jalanan. B. Motivasi Kerentanan yang dialami oleh anak-anak yang turun ke jalanan, serta ‘penyiksaan’ berganda yang mereka dapatkan ternyata tidak urung membuat mereka meninggalkan jalanan dengan sangat mudah. Jumlah anak yang keluar dari jalanan tidak lebih banyak dari pada mereka yang memutuskan untuk tetap berada dijalanan. Hal ini tentu saja didasari oleh motivasi tersendiri, mengapa mereka memutuskan untuk berada dijalanan. Motivasi itu sendiri adalah
faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan
seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha yang keras ataupun lemah atau motivasi juga diartikan sebagai tujuan yang dinginkan oleh seseorang yang mendorong orang berperilaku tertentu (Hariandja & Hardiwati, 2002). Motivasi juga dikatakan sebagai daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi (masyarakat) mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan (Siagian, 2004). Bagi anak jalanan, ada hal yang tentu saja mendorong mereka untuk mempertahankan kerentanan dan ‘penyiksaan’ yang mereka dapatkan ketika berada di jalanan. Berdasarkan penjabaran diatas, dapat kita lihat bahwa dalam proses pembentukan motivasi atau proses munculnya motivasi seseorang disebabkan karena adanya tiga komponen utama (Siagian, 2004, hal. 142), yaitu:
6
Motivasi anak jalanan..., Novi Nazmi Kartika, FISIP UI, 2014
1. Faktor kebutuhan, timbul apabila seseorang merasa adanya kekurangan dalam dirinya. Dalam pandangan homeostatik1 kebutuhan timbul atau diciptakan apabila seseorang merasa adanya ketidakseimbangan antara apa yang mereka miliki dengan apa yang menurut mereka seharusnya dimiliki—baik kebutuhan dalam arti fisiologis maupun psikologis. 2. Faktor dorongan, berorientasi pada suatu tindakan tertentu yang secara sadar dilakukan oleh seseorang. Apabila tidak ada tindakan maka usaha pemenuhan kebutuhan untuk mencapai keseimbangan tidak akan pernah tercapai atau teratasi. Dorongan dapat bersumber dari dalam maupun dari luar dri seseorang. 3. Faktor tujuan, merupakan suatu proses untuk mencapai keseimbangan (baik yang bersifat fisiologis maupun psikologis),
yang menghilangkan kebutuhan dan
mengurangi dorongan ketika tujuan tersebut sudah tercapai.
•
Motivasi Internal
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa motif internal merupakan dorongan yang dimiliki individu yang bersumber dari dalam dirinya sendiri sehingga mempengaruhi bagaimana dirinya melakukan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Siagian, 2004). •
Motivasi Eksternal
Motivasi eksternal ada untuk menjelaskan bahwa ketercapaiannya kebutuhan dan tujuan hidup disebabkan karena adanya kekuatan yang dalam diri seseorang yang dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal mereka (Siagian, 2004). C. Model Penanganan Anak Jalanan Yayasan Sahabat Anak Kota Tua merupakan salah satu dari sekian banyak lembaga kemasyarakatan yang membantu pembinaan anak-anak jalanan. Mereka menggunakan pendekatan dan penanganan anak jalanan di dalam sebuah lembaga atau panti, atau yang biasa disebut sebagai Model Centre Based (Suyanto, 2010). Anak-anak yang dibina di dalam program ini, kemudian ditampung dan diberikan pelayanan di dalam lembaga atau panti tersebut. Program atau pelayanannya berupa penyediaan pendidikan, fasilitas-fasilitas
1
Homeostatis adalah suatu kondisi keseimbangan yang ideal (kamus kesehatan.com)
7
Motivasi anak jalanan..., Novi Nazmi Kartika, FISIP UI, 2014
pendukung, pemenuhan kebutuhan asupan gizi, pengembangan kreatifitas dan peningkatan keterampilan dan lain sebagainya. Adapun secara umum pendekatan yang bisa dilakukan ketika berhadapan dengan berbagai tipe dan karakteristik anak jalanan itu sendiri. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Tata Sudrajad, 1996 dalam (Suyanto, 2010): Tabel 2. 1 Pendekatan Pada Pengentasan Anak Jalanan Pengelompokan Anak Pendekatan Fungsi Intervensi Jalanan Program Strategi Anak yang masih berhubungan atau tinggal dengan orang tua Anak
yang
hubungan
masih
dengan
Community based
Preventif
Street Based
Perlindungan
Centre Based
Rehabilitasi
ada
keluarga,
tetapi jarang berhubungan atau tinggal dengan orang tua Anak
yang
hubungan
tersisih/ dengan
putus orang
tua/keluarga Sumber: Tata Sudrajad dalam Suyanto, 2010 Tata mengatakan bahwa pendekatan kepada anak jalanan yang biasa dilakukan oleh LSM adalah Community Based, Street Based, dan Centre Based. Community Based merupakan model penanganan yang melibatkan seluruh potensi masyarakat, terutama keluarga atau orang tua anak jalanan. Pendekatan ini bersifat preventif, yaitu mencegah anak agar tidak masuk dan terjerumus dalam kehidupan jalanan. Keluarga kemudian diberikan kegiatan-kegiatan penyuluhan tentang pengasuhan anak dan untuk meningkatkan taraf hidup, sementara anak-anak mereka diberi kesempatan memperoleh pendidikan formal maupun informal, pengisian waktu luang, dan kegiatan lainnya yang bermanfaat. Kemudian ada Street Based, merupakan model penanganan anak jalaan ditempat anak jalanan itu berasal atau tinggal. Street educator datang dan menghampiri mereka untuk berdialog, mendampingi mereka bekerja, memahami dan menerima situasinya, serta menempatkan diri sebagai teman. Dalam beberapa jam, anak-anak diberikan materi pendidikan dan keterampilan, disamping itu 8
Motivasi anak jalanan..., Novi Nazmi Kartika, FISIP UI, 2014
anak jalanan juga memperoleh kehangatan hubungan dan perhatian yang bisa menumbuhkan kepercayaan satu sama lainnya. Terakhir adalah Centre Based, merupakan pendekatan dan penanganan anak jalanan di lembaga atau panti. Anak-anak yang masuk dalam program ini ditampung dan diberikan pelayanan di lembaga atau panti (Suyanto, 2010).
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif, pendekatan untuk mengeksplorasi dan memahami suatu gejala sentral dengan mewawancarai peserta penelitian dengan mengajukan pernyataan-pertanyaan dan disusun berupa teks yang dianalisis lalu didapatkan penggambaran atau sebuah deskripsi (Creswell, 2010). Dengan Jenis penelitian berupa studi kasus, deskriptif yaitu peneliti memeriksa secara mendalam mengenai ciri-ciri dari beberapa kasus dalam sebuah durasi waktu yang sangat detail, beragam dan data yang luas. Peneliti memilih beberapa kasus untuk mengilustrasikan sebuah isu dan mempelajarinya secara detail dan mempertimbangkan konteks yang spesifik pada masing-masing kasus. Peneliti juga mengumpulkan data dari banyak aspek, kemudian melihatnya dalam pola yang general. (Neuman, 2007:20). Teknik pengambilan informan menggunakan Purpossive Sampling dan Snowball. teknik pengumpulan data menggunakan studi dokumentasi, wawancara, dan observasi. Serta proses analisis hasil pengumpulan data (foto-foto, tulisan, hasil wawnacara, dsb) dilakukan pengelompokkan sesuai dengan kategori yang dibutuhkan dari penelitian ini, kemudian dilakukan proses coding dalam bentuk transkrip dan terakhir melakukan interpretasi data.
Hasil Penelitian Motivasi anak-anak turun kejalanan kemudian terbagi menjadi dua, yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri mereka sendiri secara psikologis dan motivasi yang berasal dari luar diri mereka secara sosiologis. Adapun motivasi yang berasal dari dalam diri (internal) mereka disebabkan karena adanya keinginan anak untuk membantu keadaan ekonomi keluarga yang sangat kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Mereka melihat peran orang tua yang sangat memerlukan bantuan anak-anaknya untuk membantu pemenuhan kebutuhan bagi seluruh anggota keluarga. Secara psikologis, rasa iba menyelimuti anak-anak 9
Motivasi anak jalanan..., Novi Nazmi Kartika, FISIP UI, 2014
ini untuk membantu orang tuanya, meskipun resiko berbahaya telah mengancam mereka di jalanan. Selain itu, hal ini menyebabkan orientasi mereka terhadap masa depannya tidak terencana dengan baik. Mereka memimpikan kehidupan yang lebih baik, namun tidak diiringi oleh sebuah perencanaan dan perubahan perilaku yang sepadan. Sehingga Pencapaian akan hal tersebut akan suli untuk terwujud. Hal ini mengakibatkan anak-anak jalanan tersebut tidak dapat berubah, tidak memiliki keterampilan dan kemampuan untuk bersaing dengan anakanak lainnya. sehingga ketika mereka dewasa nanti, mereka tetap menjadi pekerja jalanan, menikah dengan orang-orang yang berasal dari jalan dan menghasilkan anak-anak yang kembali ke jalanan Kemudian, motivasi yang berasal dari luar diri mereka (eksternal) disebabkan karena adanya tekanan dan dorongan dari orang tua yang memaksa anak-anak ini untuk tetap berada dijalanan. Bahkan sebagian dari para orang tua yang menekan anaknya turun ke jalanan, memberikan target-target tertentu yang harus dicapai oleh anak-anak setiap malamnya. Jika tidak, maka mereka akan dimarahi atau dipukul. Hal ini didukung oleh banyaknya jumlah anak yang ada didalam sebuah keluarga, yang harus dipenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Sedangkan penghasilan orang tua tidaklah bisa mencukupi hal tersebut. Selain itu tekanan dan penelantaran yang diberikan orang tua, membuat anak-anak mau tidak mau harus turun ke jalan. Rasa takut terhadap orang tua dan tuntutan untuk bertahan hidup membuat anak-anak arus mencari cara agar bisa survive. Mereka seakan ‘di latih’ untuk bisa bertahan hidup dari kejamnya kehidupan. Tidak salah jika penghasilan yang anak-anak dapatkan menjadi lebih besar dari pada yang didapatkan oleh orang tua yang bekerja. Hal ini lah yang membuat orang tua merasa ‘sayang’ untuk tidak membiarkan anak-anak mereka turun ke jalanan. Selain itu, jalanan menawarkan kenikmatan tersendiri bagi anak-anak yang merasa bahwa kondisi dalam rumah mereka tidak kondusif dan nyaman bahkan untuk sekedar tidur (atau istirahat). Jalanan membuat mereka dapat melupakan kepenatan akan tekanan dan dorongan yang diberikan oleh orang tuanya. Sering kali mereka menghabiskan waktu untuk mendapatkan teman baru, melihat pertunjukkan musik, bermain atau sekedar berlari-larian dijalanan. Hal ini lah yang membuat mereka dapat menghadapi mara bahaya yang mungkin mengancam keberadaan mereka di jalanan. Terakhir, keberadaan mereka di Museum Fatahilah menjadi ‘keuntungan’ tersendiri untuk mengumpulkan pundi-pundi uang yang semakin banyak. Kondisi Museum yang selalu ramai sepanjang malam, apalagi di hari libur dan weekend. Banyak pertunjukkan musik, teater, tari-tarian yang diselenggarakan secara 10
Motivasi anak jalanan..., Novi Nazmi Kartika, FISIP UI, 2014
gratis, Selain membuat anak-anak mendapatkan ‘hiburan jalanan’, pertunjukan tersebut juga dapat menarik banyak pengunjung yang datang ke Museum Fatahilah dan menambah ‘pendapatan’ bagi anak-anak tersebut. Melihat adanya motif internal dan eksternal yang dimiliki oleh anak-anak jalanan tetap bertahan dijalanan, terlebih keberadaan mereka disebabkan oleh Orang tua atau keluarga yang sudah tidak mampu’ lagi memenuhi kesejahteraan bagi anak-anaknya, maka peran lembaga kemasyarakatan dan pemerintah sangatlah diperlukan. Peran tersebut dapat dilakukan melalui usaha
kesejahteraan
sosial
sebagaimana
seperti
yang
dilakukan
oleh
Lembaga
kemasyarakatan seperti Sahabat Anak Kota Tua, mereka memberikan pemenuhan akan hakhak anak jalanan yang tidak didapatkannya di rumah apalagi di jalanan. Seperti hak untuk mendapatkan pendidikan, bermain, makan-makanan bergizi, dsb. Selain itu lembaga juga berperan dalam membantu anak-anak yang dalam keadaan kesulitan, seperti mengadvokasi kebutuhan dan masalah yang mungkin menimpa mereka di jalanan. Namun, sejauh ini peran lembaga belum pada tataran pengentasan anak jalanan, mereka masih sebatas memberikan pemenuhan hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh anak namun terabaikan oleh rang tuanya. Meskipun tujuan dari didirikannya lembaga itu sendiri adalah untuk melakukan pengentasan anak jalanan. Pembahasan Anak merupakan karunia dari Tuhan yang harus di pelihara dengan sebaik-baiknya pada setiap proses tumbuh dan berkembangnya. dimana hal tersebut sangat jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, bahwa pemerintah, masyarakat dan orang tua harus menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak agar berjalan secara wajar, baik rohani, jasmani maupun sosialnya. Namun hal ini tampak bersebrangan dengan apa yang terjadi pada anak-anak binaan Yayasan Sahabat Anak Kota Tua, Mereka tumbuh dan berkembang pada tatanan kehidupan yang tidak seharusnya mereka dapatkan. Perlakuan ekploitasi secara ekonomi dari orang tua/wali harus mereka terima, tanpa perlawanan yang berarti dan menjadikan mereka sebagai pekerja-pekerja anak di sektor informal, di jalanan atau yang lebih sering disebut sebagai anak jalanan. Menurut Dewan Eropa dalam Atlantis & Goddard, (2004) anak jalanan merupakan mereka yang masih berusia dibawah 18 tahun, melakukan tindakan ekonomi dan sosial di jalanan, tidak terpenuhinya 11
Motivasi anak jalanan..., Novi Nazmi Kartika, FISIP UI, 2014
kebutuhan dasar dari orang dewasa di sekitarnya, dan tidak mendapatkan perlindungan dan pengasuhan yang layak dari orang tua mereka. Kondisi ini membuat mereka terjebak dalam kurangnya kualitas hidup dan minimnya kesejahteraan sebagai seorang anak. Proses tumbuh dan berkembang menjadi terganggu, sebagaimana diusianya yang memang masih anak-anak tetapi mereka sudah harus memikirkan permasalahan orang dewasa. Sebagai seorang anak, mereka sendiri seperti tidak memiliki pilihan selain menjalankan apa yang telah terjadi pada diri mereka. Ada motivasi internal maupun ekstenal yang mempengaruhi mereka untuk tetap mempertahankan kondisi yang sedemikian rupa demi mencapai kesejahteraan ekonomi keluarganya, dimana menurut Siagian (2004) motivasi merupakan dorongan yang mengakibatkan seseorang rela untuk mengerahkan kemampuan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya demi mencapai tujuan tertentu. Siagian juga mengatakan bahwa proses pembentukan motivasi disebabkan karena adanya tiga komponen utama, yaitu karena adanya faktor kebutuhan, faktor dorongan dan terakhir faktor tujuan. Anak-anak yang turun ke jalan tentunya terdesak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, dimana dalam penelitian ini anak-anak jalanan yang menjadi informan harus ‘dipaksa’ untuk berada dijalanan. Mereka mendapatkan dorongan dari orang tua untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga yang pada akhirnya mereka ingin mencapai kesejahteraan secara ekonomi sebagai tujuan akhirnya. Sehingga kebutuhan lainnya seperti pendidikan, bermain, kesehatan jarang kali diperhatikan oleh para orang tua bagi proses tumbuh kembang anak-anaknya. Hal ini berkaitan dengan bagaimana anak-anak membuat perencanaan akan masa depan mereka. Mereka sudah terbiasa tumbuh dan berkembang dengan keyakinan bahwa kehidupan adalah bagaimana mereka harus bisa bertahan hari ini. Sehingga cita-cita atau orientasi masa depan yang mereka gambarkan ‘tidak sempat’ mereka realisasikan dalam bentuk perencanaan khusus. Dimana menurut Oyserman & Markus (1990) hal ini yang disebut sebagai pengaruh negatif dalam proses pembentukan masa depan, seperti ketakutan akan pencapaian dari orientasinya. Padahal, idealnya pengaruh positif dan negaitf harus berjalan secara seimbang agar pencapaian masa depan itu sendiri dapat terlaksana dengan baik. Keberadaan anak-anak di jalanan kemudian tidak terlepas dari bagaimana lingkungan sosial mereka mempengaruhi prses tumbuh dan berkembangnya. Sebagaimana kondisi 12
Motivasi anak jalanan..., Novi Nazmi Kartika, FISIP UI, 2014
kemiskinan yang dijadikan sebagai ‘kambing hitam’ dari orangtua yang membuat anak-anak mereka sebagai korban eksploitasi ekonomi dengan turun ke jalan. Menurut Steinberg (2002), Kemiskinan yang menimpa orang tua dapat menyebabkan banyak perubahan terkait dengan pola pengasuhan orang tua terhadap anaknya. Pengasuhan itu sendiri erat kaitannya dengan kemampuan suatu keluarga dan/atau komunitas dalam memberikan perhatian, waktu dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan serta bagi anggota keluarga lainnya. Jika anak yang tereksploitasi secara ekonomi kemudian menjadi korban karena kebutuhan mereka secara fisik, mental dan sosialnya tidak dapat terpenuhi dengan baik oleh orang tua/wali maka dapat dikatakan bahwa mereka sudah tidak mampu memberikan pengasuhan yang baik terhadap anaknya. Padahal pengasuhan itu sendiri merupakan sebuah proses yang sangat penting bagi pembentukan kepribadian seorang anak dimasa depan. Orang tua yang memberikan penekanan dan pemaksaan terhadap anak-anaknya untuk mengamen cenderung memiliki pola pengasuhan yang disebut sebagai Directive Behaviour, yaitu pola komunikasi searah dari orang tua, dimana orang tua bertugas untuk menguraikan peran anak dan memberitahu apa yang harus anak lakukan, dimana, kapan dan bagaimana melakukan suatu tugas (Shochib M, 2000). Orang tua dengan tipe pengasuhan seperti ini, memiliki peran yang sangat sentral karena merekalah yang menentukan bagaimana kehidupan anak-anak dimasa depan, kemudian keinginan dan harapan dari anak-anak itu sendiri telah terbatasi oleh perintah yang diberikan oleh orang tua. Seperti halnya yang terjadi pada anakanak jalanan yang sudah di perintahkan untuk mencari uang di jalanan bahkan sejak mereka kecil. Orang tua memberikan peran yang sangat dominan dalam proses tumbuh dan berkembang anak-anak tersebut. Sehingga anak-anak jadi sangat terbatas untuk bisa mengekspresikan apa yang mereka inginkan untuk masa depan mereka. Orang tua menekankan bahwa kebutuhan hidup keluarga adalah hal yang utama harus di lakukan oleh seorang anak. Selain itu, kenikmatan yang anak-anak dapatkan ketika berada dijalanan menambah motivasi mereka untuk tetap berada di jalanan, hal ini senada dengan Cognitive Theory yang dikemukakan oleh Hariandja & Hardiwati (2002) yaitu aktivitas untuk mencari kesenangan, bukan demi reward. Aktifitas anak-anak dijalanan seringkali hanya dilakukan untuk mencari kesenangan bersama dengan teman-teman, bermain atau sekedar menikmati kehidupan malam yang ada di Museum Fatahilah. Mereka butuh untuk melarikan diri dari kepahitan hidup 13
Motivasi anak jalanan..., Novi Nazmi Kartika, FISIP UI, 2014
sebagai anak jalanan, sehingga bersosialisasi dengan kehidupan jalanan dan kenikmatan tersebut menjadi pilihan dan yang membuat mereka pada akhirnya bertahan dalam kondisi tersebut. Keberadaan mereka di jalanan sebenarnya sudah mendapatkan pembinaan dari Sebuah lembaga bentukan masyarakat bernama Sahabat Anak Kota Tua. Anak-anak yang tergabung dalam Sahabat Anak Kota Tua merupakan mereka yang tereksploitasi secara ekonomi baik dari orang tua mereka, maupun dari wali. Mereka harus melakukan aktivitas ekonomi di jalanan setiap harinya bahkan hingga larut malam. Sehingga pemenuhan akan hak-hak mereka sering kali terabaikan oleh orang tua. Mind set orang tua/wali hanya bagaimana mereka bisa memenuhi kebutuhan hidup dan mendapatkan uang dari anak-anak mereka. Untuk itu, peran lembaga seperti Sahabat Anak Kota Tua merupakan peran yang sangat penting untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak yang dilanggar oleh orang tua dengan atau tanpa sengaja. Berdasarkan bentuk perlindungan yang dilakukan oleh Sahabat Anak Kota Tua, maka model pendekatan yang dilakukannya termasuk dalam kategori Centre Based menurut Tata Sudrajad dalam Suyanto, 2010. Menurut Tata model pendekatan ini merupakan model pendekatan dan penanganan anak jalanan yang dilakukan di dalam di lembaga atau panti. Segala bentuk pelayanan yang diberikan, dilakukan di dalam lembaga atau panti. Sahabat Anak Kota Tua menjangkau anak-anak dengan membuka sejenis sekertariat di sekitaran lokasi anak-anak mengamen, dengan asumsi untuk memudahkan mereka mendapatkan pendidikan tanpa harus terlalu jauh meninggalkan tempat mereka mencari uang. Namun sampai sekarang Sahabat Anak Kota Tua hanya berhasil meminimalisir atau mengurangi jam ‘kerja’ adik-adik binaannya di jalanan, itu pun hanya satu sampai dua anak saja dari kurang lebih 70 anak yang mereka bina. Padahal tujuan didirikannya lembaga ini adalah untuk melakukan pengentasan dari keberadaan anak jalanan. Berdasarkan analisis masalah dan kebutuhan yang ada dari pihak lembaga maupun dari pihak target sasarannya, maka belum tercapainya tujuan lembaga disebabkan karena pendekatan yang dilakukan oleh Sahabat Anak Kota Tua masih kurang tepat kepada sasarannya. Dimana hampir seluruh anak binaan yang ada di Sahabat Anak Kota Tua merupakan anak-anak yang tereksploitasi secara ekonomi, anak-anak jalanan yang hanya turun ke jalan untuk mencari uang, mereka juga masih memiliki hubungan dan tinggal bersama orang tua serta keluarganya. Pada target sasaran jenis ini Tata (dalam Suryanto, 2010) mengatakan bahwa pendekatan yang seharusnya 14
Motivasi anak jalanan..., Novi Nazmi Kartika, FISIP UI, 2014
dilakukan adalah Community Based, yaitu model penanganan anak jalanan yang melibatkan seluruh potensi masyarakat, terutama keluarga atau orang tua anak jalanan. Pendekatan ini bersifat preventif, yakni mencegah anak agar tidak masuk dan terjerumus dalam kehidupan jalanan. Keluarga kemudian diberikan kegiatan-kegiatan penyuluhan tentang pengasuhan anak dan untuk meningkatkan taraf hidup, sementara anak-anak mereka diberi kesempatan memperoleh pendidikan formal maupun informal, pengisian waktu luang, dan kegiatan lainnya yang bermanfaat. Pada pendekatan community based, orang tua atau keluarga sebagai bagian di dalam masyarakat memiliki peran yang sangat besar terhadap keberadaan anak-anaknya di jalanan. Biasanya mereka melakukan hal ini disebabkan oleh himpitan ekonomi yang seakan ‘memaksa’ orang tua/wali memerintahkan anak untuk turut mencari nafkah. Padahal jika ditanyakan lebih mendalam kepada anak, mereka sendiri juga sudah tidak ingin mengamen seperti itu, mereka ingin seperti anak-anak lainnya. Saat-saat 4 jam berada di Sahabat Anak Kota Tua untuk belajar, merupakan saat dimana mereka bisa ‘beristirahat’ dari tanggung jawab yang memaksa mereka melakukan hal tersebut. Sehingga jika ingin membuat anakanak tersebut benar-benar keluar dari jalanan, pendekatan yang dilakukan tidak hanya secara intensif meningkatkan kualitas hidup anak-anaknya melainkan perlu juga dilakukan kepada orang tuanya. Pendekatan ini bisa dilakukan secara berkala, atau yang bisa kita sebut sebagai sebuah pendampingan. Pendampingan merupakan salah satu faktor keberhasilan dari program pemberdayaan masyarakat—dimana hal ini berkaitan dengan program pengentasan anak jalanan. Proses pendampingan diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Sedangkan apa yang sudah dilakukan oleh Sahabat Anak Kota Tua masih kurang memaksimalkan program pendampingan. Pendampingan yang dilakukan sejauh ini hanya bersifat insidental, yaitu ketika adik-adik binaan terlibat suatu masalah baik dirumah maupun di jalan. Padahal pendampingan yang baik adalah dengan melakukan proses assessment atau identifikasi masalah dan kebutuhan sebagai proses awal yang harus dilakukan ketika melakukan intervensi sosial. Kemudian ‘memperkenalkan’ anak-anak terhadap lingkungan lembaga terutama program-program yang akan dilakukan seperti positive parenting skill, spiritual cimitment, mengajarkan untuk selalu berfikiran positif serta memperkenalkan cara mengenali minat dan bakat. Setelah program diberikan, hal yang tidak kalah penting dalam proses pendampingan adalah dengan melakukan proses penguatan. Hal ini bertujuan untuk 15
Motivasi anak jalanan..., Novi Nazmi Kartika, FISIP UI, 2014
memperkuat kondisi stabil yang telah dicapai pada tahapan sebelumnya, caranya dengan melakukan proses monitoring, konseling kelompok dan evaluasi (Yumpi, 2013) Walaupun perlindungan anak yang telah dilakukan oleh lembaga telah tercapai dan terpenuhi dengan sangat baik, namun dengan melakukan model penanganan yang tepat sesuai pada masalah dan kebutuhan dari target sasarannya, maka upaya yang dilakukan oleh pihak lembaga tidak hanya bersifat perlindungan tetapi juga dapat membuat anak-anak ini keluar dari jalanan seutuhnya.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan dari penelitian ini adalah anak-anak jalanan pada dasarnya tidak ingin melakukan aktivitas ekonomi dan sosial mereka di jalanan. Namun tuntutan dan dorongan dari luar diri mereka (eksternal) sangat mempengaruhi bagaimana proses didalam diri mereka (internal) terbentuk. Seperti keluarga (orang tua) yang menuntut anak-anak mereka untuk mendapatkan uang demi membantu pemenuhan kebutuhan keluarga, teman-teman sebaya yang menawarkan kesenangan dan ‘pelarian’ ketika berada dijalanan, dan kesediaan masyarakat untuk memberikan uang dengan mudah kepada anak-anak tersebut. Hal ini kemudian menjadikan internal diri mereka semakin kuat dan mempercayai bahwa hal tersebut adalah hal yang sudah di gariskan untuk mereka jalani. Upaya perlindungan yang dilakukan oleh Sahabat Anak Kota Tua sebagai lembaga yang melindungi dan menaungi anak-anak jalanan dapat dikatakan berhasil. Mereka memberikan perlindungan yang dibutuhkan oleh anak-anak dan yang tidak pernah mereka dapatkan ketika berada dirumah, terlebih lagi ketika berada dijalanan. Namun upaya untuk mengentaskan anak jalanan itu sendiri memang masih dalam proses. Mereka masih berjalan perlahan dan tetap menuju ke arah sana. Perlahan namun dengan cita-cita mulia, hal ini bukan tidak mungkin dapat terwujud dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian ini, adapun rekomendasi/saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
16
Motivasi anak jalanan..., Novi Nazmi Kartika, FISIP UI, 2014
Untuk Orang Tua/Wali: •
Mencari alternatif pekerjaan yang dapat memberikan jumlah uang lebih banyak, sehingga tidak perlu lagi membuat anak-anak mereka turun ke jalanan.
•
Berdasarkan hasil temuan lapangan, orang tua yang kerap kali membuat anaknya turun ke jalan juga melakukan tindakan kekerasan fisik dan psikis terhadap anak. Mereka yang tidak mau mencari uang akan di marahidan di pukul. Sehinga rekomendasi yang diberikan adalah orang tua tidak boleh memaksakan kehendak anak yang tidak ingin turun ke jalanan, dengan memarahi atau memikul anak jika tidak mau turun ke jalanan. Keberadaan anak untuk membantu perekonomian keluarga, seharusnya bukan menjadi sebuah ‘tanggung jawab’ bagi anak-anak untuk memenuhinya. Sehingga jika anak terpaksa harus turut mencari uang, keberadaan mereka tidak boleh dipaksakan.
•
Sebagai agent utama yang paling dekat dan paling bertanggung jawab terhadap proses tumbuh dan kembangnya seorang
anak, maka sudah seharusnya orang tua/wali
memberikaan perlindungan, kasih sayang, dan pemenuhan akan kebutuhan dasar mereka. Untuk Lembaga Sahabat Anak Kota Tua: •
Berdasarkan temuan lapangan dalam penelitian ini, model penanganan anak jalan yang dilakukan oleh lembaga masih kurang tepatm oleh karena itu pihak lembaga perlu merubah model intervensi dari yang berbasis street based, menjadi community based. Sehingga intervensi yang dilakukan juga menyasar orang tua sebagai agent utama yang membuat anak berada di jalanan. Bentuknya bisa melakukan pendampingan secara berkala untuk memberikan edukasi berkala apa yang menjadi penting untuk tidak membiarkan anak-anak mereka berada di jalanan. Selain itu, pendampingan juga berguna untuk penjalinan raport antara orang tua dengan lembaga. Jika raportnya sudah baik, maka lembaga akan semakin mudah memberikan masukanmasuka kepada orang tua untuk tidak membiarkan anaknya ke jalanan.
•
Berdasarkan hasil temuan lapangan, banyak anak-anak bnaan Sahabat Anak Kota Tua yang terekploitasi secara berlebihan ketika mereka mencari uang dijalanan. Sehingga rekomendasi yang dapat diberikan kepada pihak lembaga yaitu melaporkan tindak eksploitasi berlebihan yang orang tua adik binaannya lakukan, untuk mencabut kuasa asuh mereka terhadap anak-anaknya. Hal ini dilakukan jika cara-cara yang soft sudah tidak dapat diterima oleh orang tua. 17
Motivasi anak jalanan..., Novi Nazmi Kartika, FISIP UI, 2014
Kepustakaan Creswell, J. W. (2010). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gunarsa, S. D. (2006). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulia. Hariadi, S. S., & Suyanto, B. (1999). Anak Jalanan di Jawa Timur: Masalah dan Upaya Penanggulangannya. . Surabaya: Airlanggga University Press. Hariandja, M. T., & Hardiwati, Y. (2002). Managemen Sumber Daya Manusia: Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian dan Peningkatan Produktivitas Pegawai. Jakarta: Grasindo. McAdam-Crisp, J. (2005). The Theory of Resilience and Its Application to Street Children in The Minority and Majority World. Dalam M. Unggar, Handbook for Working with Children and Youth (hal. 72-88). Thousands Oaks, London, New Delhi: Sage Publication. Mulanandar, S. (1996). Dehumanisasi Anak Marjinal: Berbagai Pengalaman Pemberdayaan. Jakarta: Yayasan AKATIGA dan Yayasan Gugus Analisis. Neuman, W. L. (2007). Basic of Social Research: Qualitative and Quantitative Approaches, Second Edition. Canada: Pearson Education, Inc. Shochib, M. (2000). Pola Asuh Orang Tua: Untuk Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri. Jakarta: Rineka Cipta. Siagian, S. P. (2004). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta. Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Bali: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Steinberg, L. D. (2002). Adolescence, Sixth Edition. New York: McGraw-Hill. Dengarkan Suara Anak. In H. Supeno, Hentikan Kriminalisasi Anak Jalanan (p. 69). Jakarta: Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Supeno, H., Satriyandayaningrum, & Susanto. (2010). Potret Anak Indonesia: Catatan Siluet dan refleksi 2010. Jakarta: Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Suyanto, B. (2010). Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana. Acker, J. V., Oosrrom, B., Rarh, B., & Kemp, R. d. (1999). Street Children in Nairobi: Hakuna Matata? Journal of Communiti Psychology, Vol 27, hal: 393-404. Atlantis , P., & Goddard, J. (2004). Street Children in Contemporary Greece. Wiley Interscience, 299-311. Herlina , A., Wahyurini, E., Hariningsih, S., Purnanti, & Kusumaningrum, S. (2003). Perlindungan Anak: Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Unicef. Khaizu, I. (2009). Upaya-upaya Perlindungan Oleh Organisasi SOsial Keagamaan Lokal bagi Anak yang Berada Pada Pemukiman Rawan untuk Tereksploitasi Secara Ekonomi dan Seksual. Universitas Indonesia: Penelitian Skripsi. Oyserman, D., & Markus, H. (1990). Possible Selves and Delinquency. Journal of Personality and Social Psychology, 112-125. Wijayanti. 2013. Darurat Nasional: Eksploitasi Seksual Anak. diakses malalui situs berita online regional.kompasiana.com/2013/07/05/darurat-nasional-eksploitasi-seksualanak—579268.html. diakses pada 23 Oktober 2013 Yumpi, F. (2013). Rekonstruksi Model Penanganan Anak Jalanan Melalui Pendampingan Psikologis Suatu Intervensi Berbasis Komunitas. Jurnal Penelitian Psikologi, 142153. Undang-undang Tentang Kesejahteraan Anak Nomor 4 Tahun 1979 Undang-undang Tentang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002
18
Motivasi anak jalanan..., Novi Nazmi Kartika, FISIP UI, 2014