PENGARUH TIPE ORIENTASI PASAR TERHADAP PERFORMA INOVASI PRODUK DENGAN TURBULENSI LINGKUNGAN SEBAGAI VARIABEL MODERASI: STUDI KASUS PADA UMKM KERAJINAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Noven Kusuma Nugraheni Maeyta Selli Program Studi S1 Ekstensi Departemen Manajemen Kekhususan Small Medium Enterprise Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Fenomena globalisasi pasar telah mendorong perkembangan ilmu pemasaran ke arah strategi orientasi pasar, baik yang bersifat responsif maupun proaktif. Akan tetapi, studi tentang orientasi pasar terutama pada UMKM sangat terbatas, padahal UMKM merupakan salah satu sumber penyokong perekonomian negara. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengetahui pengaruh orientasi pasar terhadap performa inovasi produk UMKM Kerajinan di Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Juni 2013 dengan teknik analisis SEM dan menyertakan turbulensi lingkungan sebagai variabel moderasi. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa UMKM Kerajinan di Yogyakarta masih memiliki pemahaman yang kurang akan orientasi pasar. Sebagai akibatnya, performa inovasi produk UMKM Kerajinan di Yogyakarta masih belum mencapai hasil yang baik.
The Impact Of Different Types Of Market Orientation On Product Innovation Performance With Environmental Turbulence As Moderating Variable: Case Study Of Micro Small Medium Enterprises Of Craft Industry In Yogyakarta Special Region Abstract Market globalization phenomona has encouraged the development of marketing in the company's strategy to market orientation strategy, whether responsive or proactive market orientation. Few studies on market orientation in SMEs which is one source of the country's economy advocates, encouraged researcher to determine the impact of market orientation on product innovation performance of SMEs of Craft industry in Yogyakarta. This study began on February until June 2013. Data analysis technique used was SEM method and included environmental turbulence as moderating variable. Conclusion of this research is that SMEs of Craft industry in Yogyakarta are still lack of understanding about market orientation. As the consequences, the product innovation performance of SMEs of Craft industry in Yogyakarta is not well-achieved yet. Key words: Market orientation, Micro Small Medium Enterprises, Craft, Yogyakarta.
Pendahuluan Fenomena globalisasi pasar, yang ditandai dengan semakin meningkatnya saling ketergantungan dan terintegrasinya perekonomian dunia (Hill, 2010), telah mendorong
Pengaruh Tipe ..., Noven Kusuma Nugraheni, FE UI, 2013
perkembangan ilmu pemasaran dalam mengarahkan strategi perusahaan untuk beralih dari yang semula hanya product-oriented atau customer-oriented menjadi market-oriented atau perusahaan yang berorientasi pasar (Day, 1999). Market orientation atau orientasi pasar, menurut Kohli dan Jaworski (1990) merupakan perilaku organisasi dalam mengimplementasikan konsep pemasaran yang ditekankan pada aktivitas yang terdiri dari pengumpulan informasi pasar, penyebaran informasi pasar serta merespon informasi pasar tersebut. Narver et.al (2004) menyebutkan orientasi pasar terdiri dari dua perangkat perilaku penting. Pertama adalah responsive market orientation, dimana setiap perusahaan berusaha untuk menemukan, memahami, dan memuaskan kebutuhan yang diperlihatkan pelanggan. Perangkat perilaku yang kedua adalah proactive market orientation, dimana setiap perusahaan berusaha untuk menemukan, memahami, dan memuaskan kebutuhan laten pelanggan, yaitu kebutuhan yang tidak disadari atau pelanggan kesulitan dalam mengekspresikannya. Orientasi pasar dipandang telah menjadi suatu konsep penting dalam menentukan strategi perusahaan (Harris, 1996). Perusahaan yang berorientasi pasar dinilai memiliki pengetahuan tentang pasar yang lebih tinggi serta memiliki kemampuan yang lebih baik dalam berhubungan dengan pelanggan. Kemampuan ini dipandang mampu menjamin perusahaan untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang kurang berorientasi pasar (Day, 1994). Lebih jauh lagi, orientasi pasar akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam berinovasi (Hurley dan Hult, 1998 dan Han et al. 1998) yang merupakan satu kunci ke arah keunggulan kompetitif. Oleh karena itu, orientasi pasar sangat mempengaruhi keberhasilan perusahaan, baik untuk usaha skala besar, usaha menengah, maupun usaha kecil. Sayangnya, sebagian besar penelitian tentang orientasi pasar yang dilakukan hanya terbatas pada industri skala besar (Zhang dan Duan, 2010). Tidak banyak penelitian yang mengupas aspek orientasi pasar pada industri kecil dan menengah, apalagi di Indonesia, padahal UMKM memiliki peran yang penting dan strategis bagi perekonomian Indonesia. Peran tersebut dapat dilihat dari jumlah industrinya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi, potensinya yang besar dalam penyerapan tenaga kerja, serta kontribusinya terhadap PDB yang cukup signifikan. Selain itu, UMKM juga dianggap sebagai unit usaha yang masih bertahan dalam masa krisis dimana satu per satu usaha besar mulai goyah (The Asia Foundation, 2001). UMKM Kerajinan D.I. Yogyakarta merupakan contoh yang tepat untuk melihat perkembangan dan pertumbuhan UMKM di Indonesia. Hal ini dikarenakan, pertama, D.I. Yogyakarta memiliki luas wilayah yang sangat sempit hanya 3.185,8 kilometer dengan
Pengaruh Tipe ..., Noven Kusuma Nugraheni, FE UI, 2013
penduduk sekitar 3,5 juta jiwa. Dengan luas sekecil itu, DIY sesuai untuk pengembangan kegiatan berbasis industri (Hariyati, 2010). Alasan kedua adalah UMKM D.I. Yogyakarta dinilai mampu bertahan di tengah krisis dan gempa yang melanda wilayah D.I. Yogyakarta pada tahun 2006 silam. Terhitung pasca gempa hingga tahun 2012, Disperindagkop dan UKM DIY mencatat telah terjadi kenaikan jumlah unit UMKM sebesar 38,76%. Ketiga, industri kerajinan merupakan sektor industri manufaktur non pertanian yang sangat strategis dan produktif. Keberadaan industri kerajinan ini merupakan salah satu komoditi unggulan, yang dikenal tidak saja karena bermutu tinggi dan desainnya yang variatif, tetapi juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Selain itu, produk kerajinan D.I. Yogyakarta ini memiliki keunikan dan nilai seni yang sulit didapat di negara lain karena dipengaruhi oleh unsur warisan budaya daerah setempat. Tidak hanya itu, pada tahun 2012 pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah telah menargetkan 8 (delapan) sentra UKM dari 1.058 sentra yang ada untuk menjadi daerah tujuan wisata (www.depkop.go.id). Dari 8 sentra tersebut, D.I Yogyakarta menyumbang dua sentra kerajinan unggulannya, yaitu sentra gerabah Kasongan dan sentra kerajinan perak Kotagede. Sentra tersebut dipilih karena dinilai telah mempunyai reputasi internasional sehingga layak menjadi tujuan wisata. Namun perlu disadari bahwa dengan semakin globalnya dunia, hambatan UMKM untuk berkembang tentu akan semakin tidak mudah. Pengaruh dari faktor lingkungan seperti turbulensi teknologi (technological turbulence), perubahan selera konsumen (market turbulence), dan persaingan yang semakin ketat (competitive intensity) akan turut mempengaruhi perjalanan UMKM kerajinan D.I. Yogyakarta dalam menciptakan competitive advantage. Fenomena perkembangan UMKM kerajinan D.I. Yogyakarta ini, dikaitkan dengan keterbatasan penelitian yang ada, melatarbelakangi penulis untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tipe orientasi pasar, baik responsif maupun proaktif, terhadap performa inovasi produk UMKM dengan adanya moderasi dari turbulensi lingkungan eksternal.
Tinjauan Teoritis Orientasi Pasar Terminologi orientasi pasar (market orientation) digunakan sebagai penekanan bahwa orientasi pasar merupakan implementasi dari marketing concept (Kohli dan Jaworski, 1990).
Pengaruh Tipe ..., Noven Kusuma Nugraheni, FE UI, 2013
Menurut Kohli dan Jaworski (1990) terdapat tiga karakteristik yang membentuk perilaku organisasi yang berorientasi pasar, yaitu: a. Generation of market intelligence Market intelligence merupakan suatu rangkaian prosedur dan sumber yang digunakan oleh manajer untuk memperoleh informasi mengenai perubahan dari lingkungan pasar (Kotler, 2000). Market intelligence tidak hanya berfokus pada kebutuhan dan preferensi konsumen tetapi juga melibatkan analisis terhadap lingkungan luar yang berpengaruh terhadap kebutuhan dan preferensi tersebut. b. Intelligence dissemination Intelligence dissemination menekankan pada kesamaan perolehan informasi bagi seluruh fungsi dalam organisasi. Informasi yang telah dikumpulkan melalui proses generation of market intelligence akan disebarluaskan kepada seluruh fungsi untuk mendukung koordinasi dan kerjasama antar departemen dalam organisasi tersebut. c. Responsiveness Responsiveness adalah tindakan yang diambil dalam merespon market intelligence dan intelligence dissemination untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Pendapat lain dikemukakan oleh Narver and Slater (1990) bahwa orientasi pasar terdiri atas tiga komponen perilaku, yaitu: a. Orientasi pelanggan (customer orientation) Orientasi pelanggan adalah pemahaman yang cukup atas kebutuhan konsumen agar dapat menciptakan superior value secara berkelanjutan atau terus-menerus. Orientasi pelanggan menuntut setiap perusahaan memahami seluruh value chain konsumennya (Day dan Wensley 1988), baik untuk saat ini maupun perkembangannya dari waktu ke waktu sebagai respon atas pasar yang dinamis. b. Orientasi pesaing (competitior orientation) Orientasi pesaing berarti bahwa perusahaan mengerti kekuatan dan kelemahan serta kapabilitas dan strategi jangka panjang perusahaan pesaingnya. c. Koordinasi interfungsional (interfunctional coordination) Koordinasi interfungsional menekankan pada pemanfaatan terkoordinasi atas sumber daya perusahaan dalam menciptakan superior value untuk konsumen yaitu melalui penyebaran informasi ke seluruh fungsi dalam organisasi. Day (1999) memberikan definisi yang sedikit berbeda, dengan menggunakan istilah market driven. Market driven merujuk pada orientasi bisnis yang berdasar atas pemahaman
Pengaruh Tipe ..., Noven Kusuma Nugraheni, FE UI, 2013
dan reaksi terhadap pilihan-pilihan dan perilaku pemain di struktur pasar yang ada. Menurut Day (1999), market driven company memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Memiliki komitmen terhadap suatu rangkaian proses, belief dan nilai yang ada pada seluruh aspek dan aktivitas di dalam organisasi; b. Aktivitas organisasi dituntun melalui pemahaman yang mendalam terhadap kebutuhan dan perilaku pelanggan serta kapabilitas kompetitor, yang selanjutnya disosialisasikan ke seluruh fungsi organisasi; c. Pemahaman tersebut digunakan untuk memperoleh kinerja yang lebih tinggi dalam memuaskan kebutuhan pelanggan dibandingkan dengan kompetitor. Dari berbagai definisi yang telah dijabarkan oleh beberapa peneliti diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa poin penting dari karakteristik orientasi pasar yang perlu digarisbawahi, yaitu komitmen organisasi untuk berorientasi pasar, aktivitas pencarian informasi, penyebaran informasi di dalam organisasi, serta penggunaan informasi dalam merespons pelanggan dan kompetitor. Responsive dan Proactive Market Orientation Narver et.al (2004) menyebutkan orientasi pasar terdiri dari dua perangkat perilaku penting. Pertama adalah responsive market orientation, merujuk pada “customer led” dalam Slater dan Naver (1998) serta “customer compelled” dalam Day (1999), dimana setiap perusahaan berusaha untuk menemukan, memahami, dan memuaskan kebutuhan yang diperlihatkan pelanggan (expressed needs). Responsive market orientation berfokus pada analisis empiris dari pengetahuan dan pengalaman yang ada saat ini. Perangkat perilaku kedua adalah proactive market orientation, dimana setiap perusahaan berusaha untuk menemukan, memahami, dan memuaskan kebutuhan laten pelanggan (latent needs). Untuk menjelaskan lebih detail tentang perbedaan dua tipe orientasi pasar ini, Narver et al (2004) membagi kebutuhan konsumen menjadi dua bentuk, yaitu expressed needs dan latent needs. Expressed needs dan expressed solutions didefinisikan sebagai “the needs and solutions of a customer of which the customer is aware and, therefore, can express”. Artinya konsumen mengetahui dan sadar akan kebutuhannya sehingga dapat mengekspresikannya. Sebagai contoh, konsumen memiliki expressed need berupa “rasa lapar” yang mana solusinya adalah “makanan”. Disini, konsumen mengetahui apa yang mereka butuhkan dan solusi atas kebutuhan tersebut. Berbeda dengan expressed needs, Narver et al (2004) mendefinisikan latent needs dan latent solutions sebagai “needs and solutions of which the customer is unaware”. Disini,
Pengaruh Tipe ..., Noven Kusuma Nugraheni, FE UI, 2013
konsumen tidak menyadari akan kebutuhannya sehingga tidak mengetahui bagaimana solusi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Latent needs bukan berarti bahwa kebutuhan tersebut tidak nyata (real) seperti expressed needs hanya saja kebutuhan ini tidak atau belum disadari oleh konsumen. Contohnya dalam penemuan produk iPod dimana konsumen belum aware akan kebutuhan semacam ini. Produk ini tercipta melalui ketajaman visi para pengelola Apple yang berusaha mencoba mendahului selera zaman. Pada umumnya, sebuah bisnis akan lebih memperhatikan expressed needs terlebih dahulu dimana merupakan kebutuhan yang disadari oleh konsumen. Akan tetapi, hanya memenuhi expressed needs konsumen saja tidak cukup untuk menarik dan mempertahankan konsumen karena expressed needs dapat dengan mudah diketahui juga oleh kompetitor. Situasi ini mengarahkan pada persaingan harga dalam rangka menciptakan superior value bagi konsumen. Persaingan harga ini menjadi tak terelakkan ketika konsumen merasa tidak ada perbedaan value antara penawaran-penawaran yang diberikan produsen atau dengan kata lain produsen hanya menawarkan produk yang dapat ditebak oleh konsumen (Narver et al, 2004). Untuk menghindari persaingan harga semacam ini, perusahaan harus bergerak untuk lebih dari sekadar memenuhi expressed needs, yaitu dengan berusaha memenuhi latent needs yang tidak disadari konsumen. Untuk dapat mengidentifikasi latent needs dan menciptakan latent solutions, perusahaan harus secara terus-menerus berusaha melampaui ekspektasi konsumen (Deming, 1986 dalam Naver et al, 2004). Latent needs bersifat universal dan ada pada setiap konsumen sehingga dapat ditemukan oleh produsen yang fokus dan disiplin dalam mencari serta mengamati perilaku konsumen (Narver et al, 2004). Narver et al (2004) menyatakan bahwa untuk menemukan dan memuaskan latent needs konsumen
adalah
dengan
mengarahkan
(lead)
mereka.
Mengarahkan
konsumen
mengimplikasikan adanya proaktivitas. Disinilah peran proactive market orientation diperlukan yaitu tidak sekadar merespon kebutuhan yang sudah ada saat ini tetapi berusaha mengarahkan konsumen dan menciptakan solusi atas kebutuhan yang belum mereka sadari. Perilaku inilah yang membedakan proactive market orientation dengan responsive market orientation. Innovativeness Innovativeness diartikan sebagai kemampuan perusahaan dalam menciptakan inovasi (Zhang dan Duan, 2010). Knowles (2007) menyatakan inovasi adalah pengenalan akan produk, proses, atau sistem bisnis yang baru. Pengembangan produk, proses, atau sistem
Pengaruh Tipe ..., Noven Kusuma Nugraheni, FE UI, 2013
bisnis melalui inovasi dapat membantu perusahaan untuk lebih baik dalam memuaskan kebutuhan konsumen, berada selangkah di depan kompetitor, membuka pasar baru dan berkembang. Seiring dengan meningkatnya persaingan pasar, inovasi dipandang sebagai suatu hal yang vital bagi kelangsungan hidup perusahaan. Dari berbagai definisi di atas, disimpulkan bahwa innovativeness merupakan sebuah proses mencari ide/gagasan yang baru dan kreatif kemudian mengimplementasikannya untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik atau memberi nilai tambah. Innovativeness akan mengarahkan pada kemampuan perusahaan untuk menciptakan secara internal atau mengadopsi inovasi yang dikembangkan secara ekternal yang pada gilirannya berpengaruh pada bagaimana perusahaan mengatasi tantangan dan masalah, mempengaruhi kemampuan bertahan perusahaan dan kesuksesannya di masa depan. Hubungan Orientasi Pasar, Innovativeness, dan Performa Inovasi Produk Narver et al (2004) menyatakan bahwa pendekatan orientasi pasar, baik itu responsif maupun proaktif merupakan fondasi dalam upaya aktivitas inovasi perusahan. Untuk dapat memenuhi expressed needs konsumen, perusahaan yang responsive market-oriented harus menggunakan cara yang inovatif agar dapat menghasilkan produk yang kompetitif. Sedangkan perusahaan yang proactive market-oriented berusaha menemukan insight yang mendalam agar dapat mengantisipasi latent needs konsumen. Kedua strategi ini membutuhkan adanya suatu innovativeness agar pada akhirnya memunculkan suatu produk yang memiliki superior value. Pendapat di atas sejalan dengan Carbonell dan Escudero (2009) yang menemukan dalam penelitiannya bahwa orientasi pasar mempengaruhi kecepatan perusahaan dalam berinovasi yang selanjutnya akan meningkatkan performa produk baru. Studi lain yang dilakukan oleh Atuahene-Gima (1996), Zhang dan Duan (2010), serta Bodlaj (2010) menghasilkan temuan yang sama bahwa terdapat hubungan positif antara orientasi pasar dengan kemampuan perusahaan melakukan inovasi yang selanjutnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam menghasilkan produk baru. Pengaruh Turbulensi Lingkungan Eksternal Lingkungan mewakili elemen ketidakpastian bagi organisasi (Milliken, 1987), yang dikarakteristikkan dalam dimensi-dimensi seperti tidak dapat diprediksi (unpredictability), dinamika lingkungan (environment dynamism), dan heterogenitas lingkungan (environment heterogenity). Zahra dan Covin (1995) mendefinisikan lingkungan yang tidak pasti sebagai
Pengaruh Tipe ..., Noven Kusuma Nugraheni, FE UI, 2013
tingkat intensitas kompetisi yang tinggi, tidak dapat dibacanya pasar, kompetisi yang sangat dahsyat dan mudahnya elemen dan kekuatan lingkungan eksternal mempengaruhi perusahaan. Studi oleh Zhang dan Duan (2010) menyatakan bahwa faktor lingkungan ekternal diyakini dapat memoderasi hubungan orientasi pasar dalam menciptakan inovasi produk perusahaan. Oleh karena itu, setiap perusahaan seharusnya mempertimbangkan karakteristik lingkungan dalam setiap pilihan, implementasi dan pengembangan strateginya (GonzalezBenito et al, 2009 dalam Bodlaj dan Rojsek, 2010) karena peran orientasi pasar akan memberikan pengaruh yang berbeda di bawah kondisi lingkungan yang berbeda (Bodlaj dan Rojsek, 2010). Kuat lemahnya pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja bisnis tergantung pada kondisi lingkungan (Jaworski dan Kohli, 1993). Tiga karakteristik lingkungan yang dapat mempengaruhi hubungan antara orientasi pasar dengan performa inovasi produk antara lain market turbulence, technological turbulence, dan competitive intensity (Kohli dan Jaworski, 1990). Market turbulence atau turbulensi pasar diartikan sebagai tingkat perubahan dalam komposisi dan preferensi/selera konsumen. Perusahaan yang berada dalam lingkungan pasar yang bergejolak (turbulent market) dituntut untuk secara berkelanjutan memodifikasi produk dan jasanya guna memenuhi kebutuhan dan selera konsumen yang cenderung berubah. Sebaliknya dalam pasar yang stabil, perusahaan akan lebih sedikit melakukan modifikasi produk dan jasa karena perubahan preferensi konsumen tidak begitu besar. Faktor kedua adalah technological turbulence, yaitu kondisi dimana teknologi mengalami perubahan dengan cepat. Teknologi merupakan hal yang berkembang sangat cepat. Organisasi yang bekerja dengan teknologi yang baru lahir dan mengalami perkembangan yang sangat cepat akan mampu menciptakan keunggulan bersaing melalui inovasi teknologi, yang pada akhirnya akan menurunkan, namun bukan menghilangkan, pentingnya orientasi pasar. Sebaliknya, organisasi yang bekerja dengan teknologi yang stabil relatif kurang dalam pemanfaatan teknologi untuk memperoleh competitive advantage dan harus bergantung lebih besar pada orientasi pasar (Jaworski dan Kohli, 1993). Faktor lingkungan yang ketiga adalah competitive intensity, diartikan sebagai tingkat intensitas persaingan dalam pasar atau industri (Jaworski dan Kohli, 1993). Kohli dan Jaworski (1990) mengamati bahwa organisasi yang berada pada level kompetisi yang rendah mungkin dapat menghasilkan performa yang baik, meskipun tidak market-oriented, karena konsumen ”stuck” dengan produk dan jasa yang dihasilkan. Sebaliknya, dibawah kompetisi yang tinggi, konsumen memiliki pilihan alternatif untuk memuaskan keinginan dan kebutuhannya karena produsen saling berlomba-lomba menciptakan produk yang superior
Pengaruh Tipe ..., Noven Kusuma Nugraheni, FE UI, 2013
value bagi konsumen. Konsekuensinya, organisasi yang tidak memiliki orientasi pasar akan kehilangan konsumennya karena kalah dalam persaingan. Oleh karena itu, orientasi pasar sangat menentukan performa perusahaan di bawah kondisi persaingan yang tinggi.
Metodologi Penelitian Desain Penelitian Penelitian ini termasuk ke dalam kategori descriptive studies dengan correlational study karena ditujukan untuk menguraikan sifat-sifat atau karakteristik dari fenomena tertentu (who, what, when, where, and how) dan bertujuan untuk menemukan hubungan antara variabelvariabel yang berbeda, yaitu hubungan atau pengaruh antara variabel orientasi pasar terhadap performa inovasi produk baik secara langsung atau secara tidak langsung melalui variabel innovativeness dengan lingkungan sebagai variabel moderasi. Penelitian ini dilakukan sekali dan merepresentasikan potret (snapshot) pada periode waktu tertentu, yaitu dimulai pada bulan Februari hingga Juni 2013. Oleh karena itu termasuk ke dalam cross-sectional studies. Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan communication study, yaitu dengan menanyakan pertanyaan berupa kuesioner kepada responden, dimana satu UMKM hanya diwakili oleh satu responden. Sedangkan untuk memperoleh data sekunder yang merupakan data pendukung penelitian, dilakukan melalui studi kepustakaan, pencarian dengan internet, dan melakukan wawancara tidak terstruktur dengan para pelaku UMKM yang menjadi responden. Jumlah sampel sebanyak 172 responden dan telah memenuhi syarat minimum sampel yang disarankan oleh Hair et al, 2010 yaitu 5 observasi untuk setiap observed variable (5x33=165). Sedangkan, teknik sampling yang adalah purposive sampling, yaitu sampel dipilih berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu sesuai dengan tujuan penelitian (Cooper dan Schindler, 2006). Kriteria tersebut yaitu UMKM yang menjadi sampel harus bergerak di bidang manufaktur atau industri, telah beroperasi minimal selama tiga tahun, dan memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan produksi, inovasi, penelitian dan pengembangan (R&D), dan strategi pemasaran. Kerangka Penelitian dan Hipotesis Hurley and Hult (1998) and Han et al. (1998) berpendapat bahwa orientasi pasar dan inovasi merupakan pelengkap satu sama lain. Oleh karena itu, baik responsive market orientation maupun proactive market orientation seharusnya menjadi fondasi untuk upaya inovasi perusahaan (Narver et al, 2004). Berdasarkan hal tersebut, diajukan hipotesis:
Pengaruh Tipe ..., Noven Kusuma Nugraheni, FE UI, 2013
H1
Responsive market orientation berpengaruh positif terhadap kemampuan inovasi (innovativeness)
H2
Proactive market orientation berpengaruh positif terhadap kemampuan inovasi (innovativeness)
Hurley dan Hult (1998) menyatakan bahwa innovativeness berkontribusi terhadap kemampuan perusahaan untuk melakukan inovasi, yaitu dengan mengimplementasikan ide, proses, atau produk baru. Oleh karena itu, diajukan hipotesis: H3
Kemampuan inovasi (innovativeness) berpengaruh positif terhadap performa inovasi produk
Walaupun tujuannya untuk memenuhi expressed needs, perusahaan dengan responsive market orientation tetap harus melakukan inovasi agar produk yang dihasilkan dapat memiliki keunggulan kompetitif (Li et al, 2008 dalam Zhang dan Duan, 2010). Perusahaan dengan proactive market orientation yang dihadapkan pada kebutuhan laten konsumen pun membutuhkan ide-ide kreatif dan inovatif (Lilien et al, 2002 dalam Zhang dan Duan, 2010) untuk mengantisipasi perkembangan pasar. Selanjutnya, perilaku ini akan memberikan efek positif terhadap pencapaian inovasi produk. Berdasarkan temuan ini, diajukan hipotesis: H4
Responsive market orientation berpengaruh positif terhadap performa inovasi produk
H5
Proactive market orientation berpengaruh positif terhadap performa inovasi produk
Responsive market orientation cenderung lebih diuntungkan di bawah kondisi lingkungan yang stabil karena pemahaman dan pengalaman atas kebutuhan konsumen saat ini membantu perusahaan untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi organisasi yang kemudian berpengaruh positif terhadap kesuksesan produk baru (Atuahene-Gima et al, 2005). Sedangkan dalam lingkungan yang turbulen atau bergejolak, yang ditandai dengan bervariasinya selera konsumen, perubahan teknologi, dan intensitas persaingan yang ketat, perusahaan kurang mampu mengikuti perubahan kondisi pasar (Zhang dan Duan, 2010). Oleh karena itu, hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: H6
Technological turbulence memoderasi negatif terhadap hubungan responsive market orientation dengan performa inovasi produk
H7
Market turbulence memoderasi negatif terhadap hubungan responsive market orientation dengan performa inovasi produk
Pengaruh Tipe ..., Noven Kusuma Nugraheni, FE UI, 2013
H8
Competitive intensity memoderasi negatif terhadap hubungan responsive market orientation dengan performa inovasi produk
Sebaliknya, lingkungan eksternal yang dinamis dimana teknologi, selera konsumen, dan intensitas persaingan yang selalu berubah akan memberikan keuntungan bagi perusahaan dengan proactive market orientation. Karena dalam lingkungan yang turbulen, perusahaan mencoba untuk memprediksi arah pasar di masa depan dan merespon perubahan tersebut dengan inovasi yang radikal untuk memenuhi latent needs konsumen (Li et al, 2008 dalam Zhang dan Duan, 2010). Oleh karena itu, hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: H9
Technological turbulence memoderasi positif terhadap hubungan proactive market orientation dengan performa inovasi produk
H10 Market turbulence memoderasi positif terhadap hubungan proactive market orientation dengan performa inovasi produk H11 Competitive intensity memoderasi positif terhadap hubungan proactive market orientation dengan performa inovasi produk Untuk mendapatkan gambaran dan kerangka konseptual yang mendalam atas penelitian ini, disusun model penelitian sebagai berikut:
Gambar 1. Model Penelitian Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah Structural Equation Modeling (SEM). Wijanto (2008) menyatakan bahwa SEM mempunyai dua model, yaitu: 1) Model pengukuran (measurement model) Model pengukuran digunakan untuk mengkonfirmasi apakah variabel-variabel teramati dalam suatu model memang merupakan refleksi dari sebuah variabel laten. Oleh karena itu,
Pengaruh Tipe ..., Noven Kusuma Nugraheni, FE UI, 2013
analisis model pengukuran ini disebut juga sebagai Confirmatory Factor Analysis (CFA). Analisis faktor konfirmatori diperoleh melalui analisis validitas model, uji kecocokan keseluruhan model dan analisis reliabilitas model. Analisis validitas dilakukan dengan memeriksa apakah t-value dari standardized loading factor (λ) dari variabel-variabel teramati dalam model telah memenuhi syarat ≥ 1.96 dan standardized loading factor (λ) dari variabelvariabel teramati dalam model bernilai ≥ 0.70 (Hair et al, 2010) atau jika menggunakan saran Igbaria et.al. (1997) adalah sebesar ≥ 0.50. Uji kecocokan model dilakukan dengan memeriksa apakah nilai dari Chi-square dan pvalue-nya, RMSEA, Standardized RMR, GFI, AGFI, NFI, NNFI, CFI, dan lain-lain yang tercetak sebagai Goodness of Fit Statistics memenuhi berbagai ukuran-ukuran yang menunjukkan kecocokan yang baik atau tidak. Sedangkan uji reliabilitas model pengukuran dilakukan dengan cara menghitung nilai construct reliability (CR) dan variance extracted (VE). Hair et al (2010) menyatakan bahwa sebuah konstruk mempunyai reliabilitas yang baik adalah jika nilai CR ≥ 0.70, dan VE ≥ 0.50. 2) Model struktural (structural model) Setelah melakukan perhitungan terhadap Confirmatory Factor Analysis (CFA) dalam model pengukuran, langkah selanjutnya adalah membentuk model struktural. Program SIMPLIS untuk model struktural dibentuk dengan menambahkan pernyataan-pernyatan yang berkaitan dengan hubungan antar variabel laten ke dalam program SIMPLIS hasil analisis model pengukuran. Analisis terhadap model struktural mencakup pemeriksaan terhadap signifikansi koefisien-koefisien yang diestimasi, yaitu dengan cara memeriksa t-value dan koefisien determinasi (R²). Nilai t-value ≥ 1,96 maka data mendukung hipotesis, sebaliknya t-value ≤ 1,96 berarti data tidak mendukung hipotesis. Koefisien determinasi (R²) diambil dari reduced form equations yang dapat dilihat pada output LISREL 8.51 (Wijanto, 2008). Menurut Bollen dan Long (1993) dalam Wijanto (2008), tahapan dalam SEM antara lain spesifikasi model (model specification), identifikasi (identification), estimasi (estimation), uji kecocokan (testing fit), dan respesifikasi (respecification). Penelitian ini menguji pengaruh tiga variabel moderasi terhadap hubungan antara orientasi pasar dengan performa inovasi produk. Variabel moderasi merupakan variabel yang mempengaruhi hubungan kausal antara sebuah variabel independen dengan variabel dependen. Untuk menganalisis pengaruh variabel moderasi ini dilakukan dalam berbagai tahapan. Pertama, sebelum dilakukan analisis struktural, terlebih dahulu model pengukuran dari variabel moderasi harus dinyatakan good fit.
Pengaruh Tipe ..., Noven Kusuma Nugraheni, FE UI, 2013
Setelah dinyatakan good fit, selanjutnya dilakukan reduksi data dari masing-masing variabel moderasi dengan menggunakan metode factor score atau laten variabel score. Laten variable score (LVS) ini menggunakan standardized loading factor pada masing-masing indikator sebagai pembobot untuk menghitung nilai (score) dari suatu variabel laten. LVS dihitung untuk masing-masing variabel moderasi sehingga diperoleh score variabel moderasi untuk technological turbulence, market turbulence dan competitive intensity. Kemudian score ini dikalikan dengan score indikator pada variabel yang dimoderasi, dalam hal ini responsive dan proactive market orientation, sehingga dihasilkan tiga data baru yang merupakan input data pada model struktural dengan pengaruh variabel moderasi, yaitu: •
Model variabel moderasi technological turbulence
•
Model variabel moderasi market turbulence
•
Model variabel moderasi competitive intensity
Analisis Data Analisis Deskriptif Menurut Biro Pusat Statistik, usaha mikro adalah entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja dibawah 5 orang, sedangkan usaha kecil memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang, dan usaha menengah memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99 orang. Dari 172 responden, dihasilkan sebanyak 68 responden (39.53%) adalah usaha mikro, 79 responden (45.93%) usaha kecil, dan 25 responden (14.53%) merupakan usaha menengah. Lama usaha menunjukkan tingkat kemapanan suatu usaha. Selain itu, dapat juga digunakan sebagai dasar untuk mengetahui UMKM mana yang lebih menerapkan responsive market orientation dibandingkan proactive market orientation. Hasil tabulasi silang (crosstab) yang menunjukkan UMKM mana yang bersikap lebih responsif atau lebih proaktif ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Tabulasi Silang Lama Usaha dengan Tipe Orientasi Pasar UMKM Lama Usaha 3 – 5 tahun 6 – 10 tahun 11 – 15 tahun 16 – 20 tahun Lebih dari 20 tahun Total
Lebih Responsive MO Jumlah UMKM % 27 24,5% 40 36,4% 18 16,4% 15 13,6% 10 9,1% 110 100%
Lebih Proactive MO Jumlah UMKM % 20 32,3% 17 27,4% 10 16,1% 8 12,9% 7 11,3% 62 100%
Pengaruh Tipe ..., Noven Kusuma Nugraheni, FE UI, 2013
Total 47 57 28 23 17 172
Berdasarkan Tabel 1. di atas, diketahui bahwa dari 172 UMKM yang menjadi responden, sebanyak 110 UMKM lebih menerapkan responsive market orientation dan sebanyak 62 UMKM lainnya lebih menerapkan proactive market orientation. Selain itu, dari 17 UMKM yang memiliki lama usaha lebih dari 20 tahun ternyata hanya 7 UMKM (11,3%) yang menerapkan proactive market orientation yang berarti lebih banyak UMKM yang menerapkan responsive market orientation sehingga tidak dapat disimpulkan bahwa semakin lama suatu usaha maka akan semakin proaktif dalam berorientasi pasar. Analisis Structural Equational Model Berdasarkan CFA pada model pengukuran diperoleh indikator yang telah memenuhi syarat validitas dan reliabilitas sebagaimana pada Tabel 2. Tabel 2. Uji Validitas Model Utama (Model Tanpa Moderasi) Indikator Responsive MO RM2 RM4 Proactive MO PM1 PM2 PM3 PM5 Innovativeness IN2 IN4 Product Innovation Performance PP2 PP3 PP4
t-value
SLF
Tingkat Validitas
6,14 8,70
0,52 0,85
Memenuhi Syarat Minimum Memenuhi Syarat Minimum
7,24 9,76 11,27 7,81
0,55 0,70 0,81 0,61
Memenuhi Syarat Minimum Memenuhi Syarat Minimum Memenuhi Syarat Minimum Memenuhi Syarat Minimum
6,18 5,29
0,59 0,47
Memenuhi Syarat Minimum Memenuhi Syarat Minimum
7,60 8,96 9,64
0,61 0,71 0,76
Memenuhi Syarat Minimum Memenuhi Syarat Minimum Memenuhi Syarat Minimum
Nilai construct reliability berkisar antara 0,45 hingga 0,77 sehingga reliabilitas model baik. Sedangkan indeks goodness of fit dinyatakan baik (good fit) dengan RMSEA = 0,072, GFI = 0,93, NNFI = 0,90, CFI = 0,93, IFI = 0,93. Selanjutnya dilakukan analisis model struktural untuk menguji hipotesis H1 hingga H5. Kecocokan model struktural dinyatakan good fit dengan RMSEA = 0,072, GFI = 0,93, NNFI = 0,90, CFI = 0,93, IFI = 0,93. Dua variabel endogen yaitu innovativeness dan product innovation performance dapat dijelaskan masing-masing 90% dan 24% oleh variabel eksogennya.
Pengaruh Tipe ..., Noven Kusuma Nugraheni, FE UI, 2013
Hasil pengujian mengindikasikan bahwa hanya jalur lintasan dari proactive market orientation ke innovativeness (H2) yang signifikan dengan t-value = 5,11. Sedangkan empat jalur lain tidak signifikan (t-value < 1,96). Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Path Diagram Uji Hipotesis H1-H5 Berdasarkan Gambar 2. diatas, diketahui bahwa responsive market orientation tidak berpengaruh terhadap innovativeness (t-value = -1,33) sehingga H1 ditolak. Hal ini karena terlalu fokus pada pemenuhan expressed needs tidak memberikan manfaat terhadap innovativeness. Akan tetapi hanya akan membatasi perusahaan dalam melayani pasar dan mengubah kapabilitas perusahaan menjadi suatu kekakuan (rigidity) yang menghalangi pengembangan nilai tambah (value added) dari inovasi tersebut (Baker dan Sinkula, 2007). Sedangkan proactive market orientation memberikan pengaruh signifikan terhadap innovativeness (H2) karena perusahaan dengan proactive market orientation senantiasa mengembangkan exploratory learning behaviour untuk menemukan latent needs dan latent solution konsumen. Exploratory learning behaviour ini berkaitan dengan pencarian informasi dan pengetahuan baru yang melebihi lingkup pengalaman yang dimiliki saat ini (AtuaheneGima et al, 2005). Hal inilah yang akan mendorong terciptanya innovativeness. Berdasarkan wawancara tidak terstruktur dengan responden, diketahui bahwa sebagian besar UMKM Kerajinan D.I. Yogyakarta menganut sistem made to order. Hal ini melemahkan potensi innovativeness dan perannya menjadi tidak cukup signifikan untuk mempengaruhi performa inovasi produk sehingga H3 ditolak. Hal yang menyebabkan tidak signifikannya pengaruh responsive market orientation terhadap inovasi produk UMKM (t-value = 0,26) adalah karena pemahaman atas konsep responsive market orientation belum sepenuhnya diimplementasikan dengan baik oleh para
Pengaruh Tipe ..., Noven Kusuma Nugraheni, FE UI, 2013
pelaku UMKM Kerajinan di D.I. Yogyakarta dan diartikan sebatas made to order. Made to order berarti bahwa implementasi orientasi pasar yang dilakukan hanya sebatas customer orientation, konstruk competitor orientation dan interfunctional coordination belum sepenuhnya diimplementasikan. Selain itu, produk kerajinan yang dihasilkan UMKM memiliki ciri khas kedaerahan yang merupakan warisan budaya (heritage) dan telah populer di kalangan pelanggan sehingga sebagian besar produk kerajinan sudah memiliki template dan selalu diproduksi sama dari tahun ke tahun. Produk kerajinan UMKM yang bersifat template ini mengakibatkan responsive market orientation tidak signifikan mempengaruhi dan mendorong performa inovasi produk yang dihasilkan sehingga H4 ditolak. Ketika innovativeness dikontrol maka pengaruh proactive market orientation menjadi tidak signifikan terhadap performa inovasi produk sehingga H5 ditolak. Hal ini berarti bahwa proactive market orientation akan memberikan pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan performa inovasi produk ketika ada mediating variable yaitu innovativeness sehingga pengaruh yang diberikan secara langsung menjadi tidak signifikan. Untuk mengetahui pengaruh dari variabel moderasi, dilakukan analisis SEM dengan interaksi antara market orientation dengan masing-masing tiga variabel moderasi. Hasil model pengujian menunjukkan bahwa koefisien interaksi antara responsive MO dengan technological turbulence adalah positif dan tidak signifikan sehingga H6 ditolak. Pengaruh variabel moderasi lain yaitu market turbulence dan competitive intensity juga menghasilkan signifikansi < 1,96 yang berarti H7 dan H8 ditolak. Hal serupa terjadi pada hubungan proactive MO dengan product innovation performance, dimana pengaruh yang diberikan oleh tiga variabel moderasi tidak signifikan sehingga H9, H10, dan H11 ditolak. Selain itu, baik pada responsive MO maupun proactive MO menghasilkan temuan hubungan yang berbanding terbalik dengan hipotesis yang diajukan. Untuk merangkum hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Pengujian atas Pengaruh Variabel Moderasi Hipotesis Pernyataan Hipotesis H1 Responsive MO => Innovativeness H2 H3 H4
Proactive MO => Innovativeness Innovativeness => Product Innovation Performance Responsive MO => Product Innovation Performance
+/- t-value + -1,33 + +
5,11 0,37
+
0,26
Keterangan Data Tidak Mendukung Hipotesis Data Mendukung Hipotesis Data Tidak Mendukung Hipotesis Data Tidak Mendukung Hipotesis
Pengaruh Tipe ..., Noven Kusuma Nugraheni, FE UI, 2013
Hipotesis Pernyataan Hipotesis H5 Proactive MO => Product Innovation Performance H6 Technological Turbulence memoderasi H4 H7 Market Turbulence memoderasi H4
+/- t-value + -0,26 -
0,17
-
0,29
H8
Competitive Intensity memoderasi H4
-
0,26
H9
+
-0,17
H10
Technological Turbulence memoderasi H5 Market Turbulence memoderasi H5
+
-0,31
H11
Competitive Intensity memoderasi H5
+
-0,38
Keterangan Data Tidak Mendukung Hipotesis Data Tidak Mendukung Hipotesis Data Tidak Mendukung Hipotesis Data Tidak Mendukung Hipotesis Data Tidak Mendukung Hipotesis Data Tidak Mendukung Hipotesis Data Tidak Mendukung Hipotesis
Kesimpulan Studi kasus pada UMKM Kerajinan di D.I. Yogyakarta menghasilkan bahwa responsive market orientation tidak berpengaruh terhadap innovativeness. Hal ini dikarenakan perusahaan yang terlalu fokus pada pemenuhan expressed needs hanya akan membatasi perusahaan dalam melayani pasar dan mengubah kapabilitas perusahaan menjadi suatu kekakuan (rigidity) yang menghalangi pengembangan nilai tambah (value added) dari inovasi tersebut. Sedangkan proactive market orientation berpengaruh positif terhadap innovativeness UMKM karena perusahaan senantiasa mengembangkan exploratory learning behaviour yang dapat mendorong terciptanya innovativeness. Akan tetapi ketika innovativeness dikontrol, pengaruh proactive market orientation manjadi tidak signifikan. Kondisi UMKM Kerajinan di D.I. Yogyakarta yang hampir sebagian besar menganut strategi made to order melemahkan potensi innovativeness sehingga perannya tidak cukup signifikan untuk mempengaruhi performa inovasi produk. Hal ini pula yang menyebabkan responsive market orientation tidak signifikan mempengaruhi dan mendorong performa inovasi produk yang dihasilkan UMKM. Produk kerajinan yang merupakan warisan budaya (heritage) dan sebagian besar berupa template juga menjadi alasan mengapa pengaruh responsive market orientation terhadap performa inovasi produk tidak signifikan. Ketiga variabel moderasi tidak signifikan mempengaruhi hubungan orientasi pasar dengan performa inovasi produk. Berdasarkan data rerata (mean), variabel moderasi memberikan kecenderungan turbulensi yang agak rendah. Pada technological turbulence yang rendah dan cenderung tidak mengalami perubahan, semakin tinggi tingkat responsive market
Pengaruh Tipe ..., Noven Kusuma Nugraheni, FE UI, 2013
orientation maka semakin tinggi pula performa inovasi produk UMKM. Sebaliknya, semakin tinggi tingkat proactive market orientation maka performa inovasi produk akan semakin rendah pada technological turbulence yang rendah. Perusahaan yang berada dalam lingkungan dengan turbulensi pasar yang tidak terlalu tinggi seperti pada UMKM Kerajinan D.I. Yogyakarta, akan lebih sedikit melakukan modifikasi produk karena perubahan preferensi konsumen tidak begitu besar. Oleh karena itu, market turbulence yang rendah akan memberikan efek moderasi positif terhadap hubungan responsive market orientation dengan performa inovasi produk. Sebaliknya UMKM yang bersikap proaktif dengan mendahului selera pasar namun ternyata selera pasar tidak banyak berubah akan menurunkan performa inovasi produk (efek moderasi negatif). Competitive intensity hanya menunjukkan adanya tindakan agresif dari kompetitor. Oleh karena itu, tanpa memperhatikan apakah UMKM beroperasi dalam lingkungan dengan intensitas persaingan yang tinggi atau rendah, pengaruh moderasi dari competitive intensity tidak memberikan efek signifikan terhadap hubungan responsive dan proactive market orientation dengan performa inovasi produk UMKM.
Saran Peneliti menyarankan agar para pelaku UMKM menerapkan strategi proactive market orientation yaitu dengan berusaha menemukan kebutuhan tambahan yang belum diperhatikan konsumen dan menciptakan solusi atas kebutuhan tersebut. Dengan demikian dapat mendorong kemampuan innovativeness dan pada gilirannya dapat meningkatkan performa inovasi produk UMKM dalam kondisi lingkungan yang turbulen. Variabel moderasi yang berupa turbulensi lingkungan dapat menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup UMKM. Dalam jangka panjang, pengaruh variabel moderasi ini dapat mengarah pada “kepunahan” bagi UMKM Kerajinan di D.I. Yogyakarta. Oleh karena itu, peran dan dukungan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, LSM, serta para pemangku kepentingan yang lain sangat penting guna mempertahankan dan mengembangkan eksistensi UMKM di Yogyakarta.
Referensi Atuahene-Gima, K. (1996). Market Orientation and Innovation. Journal of Business Research, Vol. 35 No. 2, pp. 93-103.
Pengaruh Tipe ..., Noven Kusuma Nugraheni, FE UI, 2013
Baker, W.E. dan Sinkula, J.M. (1999). The Synergistic Effect of Market Orientation and Learning Orientation on Organizational Performance. Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 27 No. 4, pp. 411-27. Bodlaj, Mateja. (2010). The impact of a responsive and proactive market orientation on innovation and business performance. Economic and Business Review. Vol. 12 No. 4, pp 241–261. Bodlaj, Mateja dan Rojsek, Ica (2010). The Market Orientation Of Slovenian Companies: Two-Group Comparisons. Economic and Business Review for Central and South - Eastern Europe. Cooper, Donald R. dan Schindler, Pamela S. (2006). Business Research Methods 9th Edition. New York: McGraw-Hill. Day, George S. (1994). The Capabilities of Market Driven Organization. Journal of Marketing Vol. 58, pp 3752. Day, George S. (1999). Market Driven Strategy: Process of Creating Value. The Free Press. Day, George (1999). Misconceptions about Market Orientation. Journal of Market-Focused Management Vol. 4, No. 1, pp: 5–16. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah D.I. Yogyakarta. Hair, Joseph F. Jr, Black, William C., Babbin, Barry J., dan Anderson, Rolph E. (2010). Multivariate Data Analysis (7th ed). New Jersey: Pearson Prentice Hall. Harris, L.C. (1996). Benchmarking against the theory of market orientation. Management Decision, Vol. 34 No. 2, pp. 25-9. Hill, Charles W. L. (2010). International Business: Competing in The Global Marketplace 9th Edition. New York: McGraw-Hill. Hurley, R. dan Hult, T. (1998). Innovation, Market Orientation, and Organizational Learning: An Integration and Empirical Examination. Journal of Marketing, Vol. 62 No. 3, pp. 42-54. Jaworski, B.J. dan Kohli, A.K. (1993). Market Orientation: Antecedents and Consequences. Journal of Marketing, Vol. 57 No. 3, pp. 53-70. Jaworski, B.J., Kohli, A.K. and Sahay, A. (2000). Market-Driven Versus Driving Markets. Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 28 No. 1, pp. 45-54. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. (2012). Sentra UKM Sebagai Daerah Wisata. September 17, 2012 http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=996:sentra-ukm-sebagaidaerah-wisata&catid=50:bind-berita&Itemid=97 Kohli, A.K. and Jaworski, B.J. (1990). Market Orientation: The Construct, Research Propositions and Managerial Implications. Journal of Marketing, Vol. 54 No. 2, pp. 1-18. Kotler, Philip. (2000). Marketing Management, 10th Edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Knowles, Christopher David . (2007). Measuring Innovativeness in the North American Softwood Sawmilling Industry. Dissertation presented at Oregon State University, Unites States.
Pengaruh Tipe ..., Noven Kusuma Nugraheni, FE UI, 2013
Milliken, F. J (1987). Three Type of Investigating about the Environmental Change; An Examination of College Administrators; Interpretation of Changing Demographics. Academy of Management Journal, Vol. 33 pp 42-63. Narver, J.C. dan Slater, S.F. (1990). The Effect of Market Orientation on Business Profitability. Journal of Marketing, Vol. 54 No. 4, pp. 20-35. Narver, J.C., Slater, S.F. dan MacLachlan, D.L. (2004). Responsive and Proactive Market Orientation and New Product Success. Journal of Product Innovation Management, Vol. 21 No. 5, pp. 334-47. Porter, Michael. (1985). Competitive Advantage. New York: The Free Press. Slater, S., dan Narver, J. C. (1998). Customer Led and Market-Oriented: Let’s Not Confuse The Two. Strategic Management Journal, 19, 1001–1006. Slater, S.F. and Narver, J.C. (1994). Does Competitive Environment Moderate the Market OrientationPerformance Relationship?. Journal of Marketing, Vol. 58 No. 1, pp. 46-55. The Asia Foundation (2001). Annual Report: Working to Build a Peaceful, Prosperous, and Open Asia-Pacific Community. Wijanto, S. H. (2008). Structural Equation Modeling dengan Lisrel 8.8: Konsep dan tutorial. Yogyakarta: Graha Ilmu. www.bps.go.id Zahra, S dan J. G. Covin (1995). Contextual Influences on the Corporate Entrepreneurship Performance: A Longitudinal Analysis. Journal of Business Venturing, Vol. 10, No. 1 pp. 43-58. Zhang, Jing and Duan, Yanling. (2010). The Impact of Different Types of Market Orientation On Product Innovation Performance: Evidence from Chinese Manufacturers. Journal of Management Decision, Vol. 48 No. 6, pp. 849-867.
Pengaruh Tipe ..., Noven Kusuma Nugraheni, FE UI, 2013