HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TERKAIT PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN MP-ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI DI DESA BATU 12 KECAMATAN DOLOK MASIHUL, SUMATERA UTARA
NOVANIA ANDRIANY SITORUS
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan antara Pengetahuan Ibu terkait Pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI dengan Status Gizi Bayi di Desa Batu 12, Kecamatan Dolok Masihul, Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016
Novania Andriany Sitorus NIM I14120002
ABSTRAK NOVANIA ANDRIANY SITORUS. Hubungan antara Pengetahuan Ibu Terkait Pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI dengan Status Gizi Anak di Desa Batu 12 Kecamatan Dolok Masihul, Sumatera Utara. Dibimbing oleh Dr. RIMBAWAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI dengan status gizi anak di Desa Batu 12 Kecamatan Dolok Masihul. Desain penelitian adalah Cross sectional study dengan contoh sebanyak 62 bayi usia 0-24 bulan. Hasil uji deskriptif menunjukkan bahwa persentase pemberian ASI eksklusif hanya 30.65%, pemberian kolostrum mencapai 80.65%, pemberian prelakteal mencapai 85.48% dan pemberian MP-ASI diatas usia 6 bulan hanya mencapai 36.07%. Pengetahuan ibu terkait pemberian ASI yang tergolong sedang sebanyak 66.13%, 17.74% tergolong baik dan 16.13% tergolong kurang. Hasil analisis bivariat menggunakan uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan (p<0.05) antara pengetahuan gizi tentang pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI dengan status gizi anak (PB/U). Hasil analisis lanjutan dengan regresi linier metode Backward menunjukkan bahwa sebesar 23.9% status gizi anak (PB/U) dipengaruhi secara stimultan oleh pengetahuan gizi ibu terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI serta frekuensi diare. Kata kunci : ASI eksklusif, Indikator status gizi bayi, MP-ASI, Pengetahuan ibu. ABSTRACT NOVANIA ANDRIANY SITORUS. Correlation between Mother’s Knowledge about Breastfeeding and Complementary Feeding on Infant’s Nutritional Status in Batu 12 Village, Dolok Masihul Subdistrict, North Sumatera. Supervised by Dr. RIMBAWAN. This study aims to examine the correlation between mother’s knowledge about breastfeeding and complementary food with nutritional status of infant in Batu 12 village, Dolok Masihul subdistrict, North Sumatera. The study design was Cross Sectional by taking the samples from 62 infants and aged 0-24 years. Result from descriptive analysis showed that 30.65% of subject had been given exclusive breastfed, 80.65% colostrum, 61.29% prelacteal and 38.71% complementary food before six months old. There were 66.13% of mothers have sufficient category of knowledge about breastfeeding and complementary feeding, 17.74% in good category and 16.13% in poor category. Spearman test showed that there was significant correlation (p<0.05) between mother’s knowledge about exclusive breasfeeding and complementary feeding with nutritional status of infant (HAZ). Linear regression analysis using Backward method showed that 23.9% nutritional status of infant (HAZ) were influenced by mother’s knowledge about exclusive breastfeeding and complementary food and frequency of diarrhea Key word : Exclusive breastfeeding and complementary food, Indicator of infant’s nutritional status, Mother’s knowledge
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TERKAIT PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN MP-ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI DI DESA BATU 12 KECAMATAN DOLOK MASIHUL, SUMATERA UTARA
NOVANIA ANDRIANY SITORUS
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari program studi ilmu gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Judul Skripsi
Nama NIM
: Hubungan antara Pengetahuan Ibu terkait Pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI dengan Status Gizi Anak di Desa Batu 12, Kecamatan Dolok Masihul, Sumatera Utara : Novania Andriany Sitorus : I14120002
Disetujui oleh
Dr. Rimbawan Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang penuh kuasa atas segala kasih dan karuniaNya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret 2016 di Desa Batu 12, Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara dengan judul Hubungan antara Pengetahuan Ibu terkait Pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI dengan Status Gizi Bayi di Desa Batu 12 Kecamatan Dolok Masihul, Sumatera Utara. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Rimbawan selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan masukan dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Ibu Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si atas kesediaannya sebagai dosen pemandu seminar dan penguji pada sidang skripsi serta atas saran dan masukan yang diberikan. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada: 1. Bapak, mama, kakak dan adik, atas segala doa dan semangat kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Kepala Pusksesmas Dolok Masihul, Kepala Poskesdes Bapak J. Sinaga dan Ibu Bidan Desa Br. Purba yang telah memberikan izin untuk pengambilan data di Desa Batu 12. 3. Masyarakat Desa Batu 12, kecamatan Dolok Masihul selaku pihak yang bersedia menjalin kerja sama dengan penulis selama pengambilan data. 4. Teman-teman Gizi Masyarakat angakatan 49, sahabat-sahabat gizi tercinta Arifatush Yuni, Nadia, Rifani, Tri Desfriana, Rulia, teman-teman satu bimbingan, terkhusus Putri Swastanti Pane serta sahabat-sahabat terkasih Levita, Sondang dan Amay yang senantiasa memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis. 5. Seluruh pihak yang belum dapat disebutkan satu per satu, atas doa dan dukungannya kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,
Agustus 2016
Novania Andriany Sitorus
i
DAFTAR ISI
PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan masalah Tujuan Tujuan Umum Tujuan Khusus Hipotesis Penelitian Manfaat Penelitian KERANGKA PEMIKIRAN METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Defenisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Karakteristik Ibu Karakteristik Anak Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Status Gizi Anak Hubungan antar Variabel Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Status Gizi Anak Pembahasan Umum SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
i ii ii iii 1 1 2 2 2 2 3 3 4 6 6 6 7 8 11 12 12 12 14 18 22 24 25 31 34 35 35 36 38 42
ii
DAFTAR TABEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Jenis dan teknik pengumpulan data Variabel dan kategori pengukuran data sekunder Sebaran contoh menurut karakteristik sosial ekonomi Sebaran contoh menurut kategori umur ibu Sebaran contoh menurut kategori pengetahuan, sikap, dan praktik ibu Sebaran contoh terkait akses informasi ibu Sebaran contoh karakteristik anak Sebaran contoh menurut kategori tingkat kecukupan energi dan zat gizi Sebaran contoh menurut status gizi berdasarkan z-score Hubungan karakteristik sosial ekonomi dengan pengetahuan ibu Hubungan karakteristik ibu dengan pengetahuan, sikap, praktik terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI Hubungan karakteristik ibu dengan pengetahuan, sikap, praktik terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI Hubungan variabel-variabel dengan status gizi Sebaran karakteristik contoh berdasarkan pengetahuan ibu Rata-rata nilai berdasarkan kategori pengetahuan, sikap dan praktik ibu terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI
8 9 12 14 15 17 18 22 24 26 26 27 28 34 36
DAFTAR GAMBAR
1
Kerangka pemikiran hubungan antara pengetahuan ibu terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI dengan status gizi anak di Desa Batu 12 Kecamatan Dolok Masihul, Sumatera Utara
5
iii
DAFTAR LAMPIRAN
1
Sebaran jawaban ibu terkait pertanyaan ASI eksklusif dan MP-ASI
41
2
Sebaran persepsi ibu terkait ASI eksklusif dan MP-ASI
42
3
Sebaran jawaban ibu terkait praktik ASI eksklusif dan MP-ASI
44
4
Tabulasi silang antara pengetahuan gizi dengan status gizi (PB/U)
44
5
Tabulasi siang antara kejadian diare dengan status gizi (PB/U)
45
6
Tabulasi silang antara kejadian diare dengan status gizi (BB/U)
45
7
Tabulasi silang antara tingkat kecukupan lemak dengan status gizi (BB/U)
45
8
Tabulasi silang antara pendapatan perkapita dengan status gizi
45
9
Hasil uji regresi linier pada SPSS
46
10
Kuesioner penelitian
50
ii
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Anak sehat dan cerdas merupakan impian dari setiap orang tua. Wujud dari kecerdasan dan kesehatan anak yang baik tidak luput dari perhatian, pengawasan, dan pola pengasuhan orang tua termasuk perhatian khusus terhadap tumbuh kembang anak. Periode dua tahun pertama digolongkan dalam golden age merupakan masa kritis karena terjadi perkembangan dan pertumbuhan yang pesat atau masa pertumbuhan cepat (growth spurt) (Jafar 2011). Status gizi anak merupakan hal penting yang perlu diperhatikan pada masa tumbuh kembangnya. Berdasarkan bagan UNICEF faktor utama munculnya masalah gizi adalah konsumsi pangan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi (WHO 1998). Hal tersebut erat kaitannya dengan kurangnya ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, pola pengasuhan yang buruk dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai. Faktor lain yang sangat berpengaruh terhadap status gizi anak adalah tingkat pengetahuan terkait gizi dan pentingnya pemeliharaan gizi sejak janin hingga periode emas atau periode dua tahun pertama kehidupan (Arkeredolu et al. 2004). Status gizi anak ditentukan berdasarkan umur, berat badan dan panjang badan, sehingga indikator pengukuran status gizi anak adalah berat badan berdasakan umur (BB/U), panjang badan berdasarkan umur(PB/U), dan berat badan berdasarkan panjang badan(BB/PB). Indikator BB/U rendah menggambarkan anak berat kurang (underweight), indikator PB/U rendah menggambarkan anak pendek (stunting), dan indikator BB/PB rendah menggambarkan anak kurus (wasting). Berdasarkan Riskesdas 2013, di Indonesia terdapat peningkatan prevalensi anak berat kurang (underweight), peningkatan prevalensi anak pendek (stunting) dari tahun 2007 dan 2010serta masih tingginya prevalensianak kurus (wasting) (Kemenkes 2013). Sumatera Utara merupakan provinsi yang mengalami permasalahan status gizi seperti underweight, stunting dan wasting kategori tinggi (Kemenkes 2013). Serdang Bedagai merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di provinsi Sumatera Utara. Status gizi masyarakat di Kabupaten Serdang Bedagai masih memprihatinkan. Prevalensi balita underweight pada tahun 2013 di Kabupaten Serdang Bedagai adalah 22.6%, balita stunting 44.7% dan balita wasting 14.9%. Target Indonesia Sehat tahun 2015-2019 untuk prevalensi underweight sebesar 19.6% dan stunting sebesar 32.9% (Kemenkes 2015) maka kabupaten Serdang Bedagai berada jauh dibawah angka tersebut. Desa Batu 12 merupakan salah satu desa pada Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai. Desa Batu 12 Kecamatan Dolok Masihul menurut data Statistik Kecamatan Dolok Masihul Dalam Angka (2014) terdiri dari 605 rumah tangga dan 66.9% mata pencaharian sebagai petani dengan status ekonomi menengah kebawah yang memungkinkan konsumsi pangan dan gizi balita rendah. Salah satu proses penting dalam pemenuhan gizi balita adalah pemberian air susu ibu (ASI) dan makanan pendamping ASI (MP-ASI). ASI adalah makanan yang paling sesuai untuk bayi karena mengandung zat-zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Pemberian ASI eksklusif bagi bayi
2
dianjurkan sejak usia 0 hingga 6 bulan kemudian di atas 6 bulan dilanjutkan dengan pemberian makanan pendamping namun pemberian ASI dilanjutkan hngga usia 2 tahun. Pemberian MP-ASI mulai dari praktik ibu dalam memberikannya, ketepatan waktu, jenis makanan, atau jumlah makanan yang diberikan berperan terhadap status gizi bayi. Kurangnya asupan zat gizi jangka panjang pada periode emas dapat menyebabkan gangguan kekurangan gizi tingkat buruk yang bersifat permanen (Jafar 2011). Pemberian ASI dan MP-ASI dipengaruhi oleh beberapa faktor penting diantaranya adalah pengetahuan gizi ibu (Pascale et al. 2007). Desa Batu 12 merupakan desa dengan mayoritas penduduk suku Batak yang memiliki kebiasaan mengonsumsi torbangun (Coleus amboinicius Lour) pada saat postpartum untuk meningkatkan produksi ASI (Damanik 2008). Dengan demikian, penelitian ini penting dilakukan untuk mempelajari hubungan antara pengetahuan ibu terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI dengan status gizi anak di Desa Batu 12.
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan dapat dirumuskan pokokpokok permasalahan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah ada hubungan antara karakteristik sosial ekonomi keluarga (pendidikan terakhir orang tua, pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua dan besar keluarga) dengan pengetahuan gizi ibu terkait pemberian ASI 2. Apakah ada hubungan antara pengetahuan gizi, sikap dan praktik ibu terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI dengan dengan pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI 3. Apakah ada hubungan antara karakteristik ibu terhadap pengetahuan gizi ibu terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI 4. Apakah ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI dengan status gizi contoh 5. Apakah ada hubungan antara penyakit infeksi yang diderita contoh (diare dan ISPA)dalam satu bulan terakhir dengan status gizi contoh 6. Apakah faktor-faktor yang memengaruhi status gizi contoh berdasarkan indikator BB/U, PB/U dan BB/TB.
Tujuan Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan ibu terhadap pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI dengan status gizi anak di Desa Batu 12 Kecamatan Dolok Masihul, Sumatera Utara. Tujuan khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi keluarga, mengidentifikasi karakteristik ibu dan karakteristik anak serta penyakit infeksi yang diderita anak yaitu diare dan ISPA.
3
2. Mengidentifikasi pengetahuan ibu, sikap dan praktik terkait ASI eksklusif dan MP-ASI (awal pemberian MP-ASI) serta pemberian ASI (kolostrum, prelakteal, lama pemberian ASI saja, durasi menyusui dan intensitas menyusui). 3. Mengidentifikasi status gizi contoh (indeks berat badan menurut umur, indeks panjang badan menurut umur dan indeks berat badan menurut panjang badan). 4. Menganalisis hubungan karakteristik sosial ekonomi dengan pengetahuan gizi ibu terkait ASI eksklusif dan MP-ASI. 5. Menganalisis hubungan karakteristik ibu (pendidikan ibu, umur ibu dan akses informasi) dengan pengetahuan, sikap dan praktik ibu terhadap pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI. 6. Menganalisis hubungan karakteristik sosial ekonomi keluarga (pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan pendapatan per kapita), pengetahuan ibu terkait ASI eksklusif dan MP-ASI, pemberian ASI (kolostrum, prelakteal, ASI eksklusif, lama pemberian ASI dan intensitas menyusui) dan MP-ASI (waktu awal diberi MP-ASI), asupan gizi contoh, serta penyakit infeksi yang diderita selama satu bulan terakhir dengan status gizi. 7. Menganalisi faktor-faktor yang memengaruhi status gizi contoh berdasarkan indeks BB/U, PB/U dan BB/PB.
Hipotesis Karakteristik sosial ekonomi dan karakteristik ibu berhubungan dengan pengetahuan ibu terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI. Pengetahuan, sikap dan praktik ibu berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI. Asupan anak seperti pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI serta penyakit infeksi berhubungan dengan status gizi anak. Status gizi anak juga dipengaruhi oleh faktor penting seperti pengetahuan ibu sehingga semakin tinggi pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI eksklusif bagi bayi selama 6 bulan dan MP-ASI bagi bayi diatas 6 bulan akan meningkatkan status gizi bayi.
Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai status gizi pada bayi khususnya di daerah yang diteliti. Penelitian ini juga bermanfaat untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu terkait ASI eksklusif dan MP-ASI dengan pemberian ASI dan MP-ASI dan pengaruhnya terhadap status gizi bayi. Selain itu hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak terkait seperti petugas kesehatan desa yang menangani masalah gizi bayi dalam menyusun solusi-solusi jangka panjang.
4
KERANGKA PEMIKIRAN
Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh pola pengasuhan orang tua. Pola pengasuhan yang diteliti dalam penelitian ini adalah pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif dan MP-ASI. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan hingga anak berumur 2 tahun sangat dianjurkan karena kandungan zat gizi pada ASI yang lengkap seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral, elektrolit, trace element, vitamin, dan air yang dibutuhkan oleh bayi terdapat dalam jumlah yang seimbang dalam ASI (Kent 2007). Pemberian ASI berdampak positif bagi status gizi dan kesehatan anak, hal tersebut disebabkan kandungan antibodi yang terdapat pada ASI sesuai dengan kondisi fisiologis anak. Selain itu pemberian ASI dapat meningkatkan perkembangan otak, anak yang diberikan ASI memiliki tingkat kecerdasan yang lebih baik dibandingkan anak yang tidak diberikan ASI (Riordan 2011). Beberapa faktor yang memengaruhi proses pemberian ASI eksklusif oleh ibu terhadap bayi yaitu karakteristik dari ibu seperti umur, pendidikan, tingkat pendapatan dan jumlah anak dan faktor lain seperti pengetahuan dan sikap ibu tentang ASI eksklusif. Kesadaran pemberian ASI akan meningkat seiring dengan tingkat pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI.Keuntungan yang didapat dari pemberian ASI adalah meminimalisir pengeluaran terhadap pembelian bahan makanan karena selama 0-6 bulan bayi diberikan ASI saja dan kandungan zat gizi yang lengkap dalam ASI terutama kandungan imunoglobulin dapat mencegah risiko penyakit sehingga tidak menggunaan jasa pelayanan kesehatan (Weimer 2001). Akses informasi baik dari keluarga, lingkungan sekitar dan media memegang peranan penting dalam meningkatkan pengetahuan terhadap tata laksana laktasi. Pengalaman ibu dalamhal ini dilihat dari jumlah anak yang dilahirkan. Ibu yang melahirkan anak lebih dari satu kali cenderung untuk memberikan ASI kepada bayinya.Pemberian ASI eksklusif akan berpengaruh terhadap status gizi anak. Riwayat pemberian ASI dapat dilihat dari pemberian kolostrum oleh ibu terhadap bayi sesaat setelah bayi lahir, pemberian ASI eksklusif, lama pemberian ASI saja, frekuensi ibu menyusui setiap harinya, jenis MP-ASI yang diberikan ibu kepada bayi serta waktu pemberian MP-ASI . Status gizi bayi selain dipengaruhi oleh karakteristik ibu dan riwayat pemberian ASI dan MP-ASI juga dipengaruhi oleh karakteristik anak. Hal yang termasuk didalamnya adalah umur, jenis kelamin, urutan anak dalam keluarga, berat badan lahir dan kelengkapan imunisasi. Umur dan jelas kelamin jelas akan memengaruhipenentuan status gizi dengan menggunakan z-score. Urutan anak akan memengaruhi pola pengasuhan ibu. Berat badan lahir akan memengaruhi status gizi anak untuk kedepannya. Berat badan lahir rendah akan memberikan dampak gizi kurang pada anak. Bagan kerangka pemikiran selengkapnya disajikan pada Gambar 1.
5
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga • Pendidikan terakhir orang tua • Pekerjaan orang tua • Penghasilan keluarga • Besar keluarga
Pengetahuan Gizi Ibu terkait ASI Ekslusif dan MP-ASI
Karakteristik Ibu • Umur • Akses Informasi
Sikap Ibu
Praktik Ibu
Pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI (Asupan Gizi)
Status Gizi (BB/U, PB/U dan BB/PB
Karakteristik Anak : • Umur • Jenis kelamin • Urutan kelahiran • Berat badan lahir
Penyakit Infeksi : • Diare • Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Keterangan : = Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang diteliti = Hubungan yang tidak diteliti Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan antara pengetahuan ibu terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI dengan status gizi anak di Desa Batu 12 Kecamatan Dolok Masihul, Sumatera Utara
6
METODE
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan di Desa Batu 12 Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive dengan pertimbangan belum pernah dilakukan penelitian serupa serta lokasi dapat dijangkau oleh peneliti. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2016.
Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Contoh penelitian adalah anak yang berusia 0-24 bulan dan berada di Desa Batu 12 Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai. Responden penelitian adalah ibu contoh. Sebanyak 62 balita dipilih secara acak dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi penelitian ini adalah: 1. Contoh berusia 0 hingga 24 bulan 2. Masih memiliki ibu dan tinggal serta diasuh oleh ibunya 3. Tinggal di Desa Batu 12 4. Responden penelitian bersedia diwawancarai Kriteri eksklusi penelitian ini adalah: 1. Contoh yang tidak tinggal di Desa Batu 12 2. Contoh dengan keterbelakangan mental Menurut Lemeshow et al. (1997) rumus penentuan jumlah sampel penelitian adalah: n=(z21-α/2 x p x (1-p) )/ d n=[(1.962)x0.227x(1-0.227)]/ (0.112) n=55.7+(0.10x55.7) n=61.27 ≈ 62 contoh Keterangan : n = besar contoh yang akan diteliti z21-α/2 = nilai z skor pada 1- α/2 dengan tingkat kepercayaan 95% ( 1.96) p = estimasi prevalensi malnutrisi di Sumatera Utara yaitu sebesar 22.7% (Riskesdas 2013) d = ketelitian atau presisi yaitu 11% Hasil perhitungan menunjukkan bahwa contoh minimal yang diperlukan adalah 56 anak dengan melebihkan 10% dari contoh minimal maka diambil sebanyak 62 contoh dalam penelitian ini. Penarikan contoh dilakukan dengan mengikuti kaidah simple random sampling.
7
Jenis dan Cara Pengambilan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner meliputi variabel karakteristik sosial ekonomi keluarga, karakteristik ibu, karakteristik anak, pengetahuan, sikap dan praktik ibu terkait pemberian ASI eksklusif dan MPASI, riwayat pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI, dan penyakit infeksi anak. Data primer seperti panjang badan dan berat badan diperoleh dengan cara pengukuran secara langsung. Data sekunder meliputi jumlah anak usia 0-24 bulan di desa Batu 12 yang diperoleh dari catatan kelahiran anak oleh bidan desa dan gambaran umum lokasi penelitian yang diteliti diperoleh dari kepala desa Batu 12. Data status gizi anak diperoleh melalui perhitungan berat badan berdasarkan umur, panjang badan berdasarkan umur dan berat badan berdasarkan panjang badan kemudian diklasifikasikan berdasarkan standar deviasi (Z-score). Panjang badan diukur menggunakan alat pengukur panjang badan dengan ketelitian 0.1 cm. Pengukuran berat badan menggunakan timbangan digital Camry Children Scaledengan ketelitian 0.01 kgdengan cara menimbang dahulu ibu kemudian menimbang bayi maka secara otomatis terlihat hasil berat badan bayi. Asupan zat gizi contoh diperoleh melalui metode 1x24 hour food recall. Berat (gram) makanan diperoleh dengan cara mengkonversi ukuran rumah tangga (URT) berdasarkan hasil wawancara. Asupan ASI eksklusif maupun secara parsial dihitung dengan melakukan recall ASI (frekuensi dan intensitas menyusui) selama 24 jam untuk hari sebelumnya (Soetjiningsih 1997). Karakteristik sosial ekonomi keluarga meliputi pendidikan terakhir orang tua, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga diperoleh melalui wawancara secara langsung. Riwayat sakit infeksi meliputi riwayat diare dalam satu bulan terakhir dan riwayat infeksi saluran pernapasan akut. Data riwayat diare diperoleh dengan cara menanyakan jumlah kejadian dan lama waktu per kejadian diare dalam satu bulan terakhir. Pengetahuan ibu terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI diukur dengan menggunakan kuesioner berisi 15 pertanyaan pilihan berganda terdiri atas empat pilihan, jika jawaban benar bernilai 1 dan jawaban salah bernilai 0. Sikap ibu diukur menggunakan kuesioner dengan 15 pertanyaan dengan 5 jenis jawaban pertanyaan seperti sangat setuju, setuju, biasa saja, tidak setuju, sangat tidak setuju. Praktik ibu diukur menggunakan kuesioner dengan 10 pertanyaan terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI dengan 5 alternatif jawaban seperti jelas iya, iya, mungkin, tidak, dan jelas tidak. Jika jawaban benar bernilai 5, jika kurang tepat bernilai 4-2 dan jika jawaban tidak tepat bernilai 1. Kuesioner dibuat berdasarkan sumber-sumber seperti buku dan jurnal. Kuesioner yang digunakan sebelumnya di uji validitas dan reabilitas dengan menyebarkan kuesioner kepada 11 ibu yang tidak termasuk dalam responden penelitian. Setelah itu, kuesioner disebarkan pada ibu yang sesuai dengan kriteria inklusi. Setelah selesai melakukan wawancara, dilakukan pengecekan kembali kuesioner untuk memastikan tidak ada pertanyaan atau data contoh yang tidak diisi.
8
Tabel 1 Jenis dan teknik pengumpulan data Variabel Data primer Karakteristik Keluarga
Karakteristik anak
Karakteristik ibu Penyakit infeksi
Antropometri Pengetahuan, sikap dan praktik ibu
Riwayat pemberian ASI dan MP-ASI
Data • Pendidikan terakhir orang tua • Pekerjaan orang tua • Penghasilan keluarga • Besar keluarga • Umur • Jenis kelamin • Urutan kelahiran • Berat badan lahir • Imunisasi • Umur • Akses informasi • Diare dalam 1 bulan terakhir • Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dalam 1 bulan terakhir • Berat badan • Panjang badan • Pengetahuan ibu terkait ASI eksklusif dan MP-ASI • Sikap ibu • Praktik ibu • Kolostrum • Asi eksklusif • Lama pemberian ASI • Intensitas menyusui • Durasi menyusui • MP-ASI • 1x 24hour food recall
Data sekunder Profil Desa Batu 12
Gambaran umum lokasi
Data bayi
Bayi berusia 0-24 bulan
Alat dan cara pengumpulan Wawancara dengan kuesioner
Wawancara dengan kuesioner
Wawancara dengan kuesioner Kuesioner
Pengukuran Pertanyaan dengan kuesioner
Wawancara dengan kuesioner
Pengambilan data-data yang berkaitan dengan penelitian Catatan kelahiran desa
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh berupa data nominal, ordinal dan rasio. Data nominal meliputi data jenis kelamin dan pekerjaan ibu. Data ordinal meliputi lama pendidikan orang tua, pendapatan perkapita, besar keluarga, pengetahuan, sikap, dan praktik ibu terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI, berat badan lahir, kelengkapan imunisasi, tingkat kecukupan zat gizi dan akses informasi. Data rasio meliputi data umur anak, dan status gizi. Pengategorian variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
9
Tabel 2 Variabel dan kategori pengukuran data sekunder Variabel Karakteristik sosial ekonomi kelurga
Karakteristik ibu
Karakteristik anak
Pengetahuan, sikap dan praktik ibu Lama pemberian ASI eksklusif Waktu pemberian MP-ASI Tingkat kecukupan gizi
Penyakit infeksi 1. Diare 2. ISPA
Kategori pengukuran Pendidikan terakhir 1. Tidak sekolah 2. SD/Sederajat 3. SLTP/Sederajat 4. SLTA/Sederajat 5. Diploma/D3 Sedeajat 6. S1/Sederajat 7. Dan lain lain Pekerjaan orang tua 1. Tidak bekerja 2. PNS/ABRI 3. Wiraswasta 4. Buruh 5. Jasa 6. Petani/Peternak 7. Lain-lain Pendapatan keluarga 1. Miskin (≤ Rp312 493/kapita/bulan) 2. Tidak Miskin (>312 493/kapita/bulan) Besar Keluarga 1. <4 (kecil) 2. 5-6 (sedang) 3. >7 (besar) Usia 1. 20-40 tahun (dewasa muda) 2. 40-65 tahun (dewasa) Umur 1. 0-6 bulan 2. 7-11 bulan 3. 12-24 bulan Berat badan lahir 1. <2500 gram (BBLR) 2. 2 500 -3 999 gram 3. ≥ 4 000 gram Mean, median dan standart deviasi, Inter quartile range (IQR) 1. 2. 1. 2.
<6 bulan ≥6 bulan <6 bulan ≥6 bulan 1. Zat gizi makro 1. Kurang (< 80%) 2. Cukup (80-110%) 3. Lebih (> 110%) 2. Zat gizi mikro 1. Kurang (< 77%) 2. Cukup (≥ 77%) 1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak
Dasar pengukuran
BPS Sumatera Utara 2014
BKKBN 1998
Kemenkes 2013
Kemenkes RI (2013)
Hastono (2006)
Kemenkes (2013)
WNPG (2004)
Gibson (2005)
10
Tabel 2 Variabel dan kategori pengukuran data sekunder (lanjutan) Variabel Status Gizi
Kategori pengukuran Indikator BB/U : 1. Gizi buruk < -3SD 2. Gizi kurang (≥-3 s/d <-2SD) 3. Gizi baik (-2 s/d 2 SD) 4. Gizi lebih (>2 SD) Indikator PB/U 1. Sangat pendek (<-3 SD) 2. Pendek (≥-3 s/d < -2 SD) 3. Normal (-2 s/d 2 SD) 4. Tinggi (>2 SD) Indikator BB/PB 1. Sangat kurus (<-3 SD) 2. Kurus (≥-3 s/d <-2 SD) 3. Normal (≥-2 s/d ≤-2 SD) 4. Gemuk (>2 SD)
Dasar pengukuran Kemenkes RI (2013)
Data yang diperoleh diolah kemudian dianalisis. Pengolahan data meliputi proses editing, cleaning dan analisis data. Program komputer yang digunakan untuk pengolahan dan analisis data adalah Microsoft Excel 2007dan SPSS versi 16.0 for windows. Uji normalitas dilakukan sebelum analisis data dengan menggunakan K-S Test (Kormogorov-Smirnov).Analisis statistik yang dilakukan berupa statisik deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif bertujuan untuk menggambarkan sebaran variabel berdasarkan persen dan rataan sedangkan statistik inferensia yang digunakan adalah uji korelasi dan regresi. Uji korelasi Pearson digunakan untuk menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan energi, tingkat kecukupan protein dan tingkat kecukupan karbohidrat dengan status gizi (BB/U). Uji Chi Square digunakan untuk menganalisis hubungan pekerjaan ibu dengan pengetahuan ibu dan status gizi anak. Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk menganalisis karakteristik sosial ekonomi keluarga seperti pendidikan orang tua, pendapatan per kapita dan besar keluarga dan karakteristik ibu dengan pengetahuan ibu, serta menganalisis hubungan karakteritik sosial ekomomi keluarga,karakteristik anak, penyakit infeksi dan pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI serta tingkat kecukupan zat gizi anak dengan status gizi. Perhitungan asupan zat gizi contoh didasarkan pada daftar komposisi makanan (DKBM) tahun 2007. Namun sebagai pelengkap digunakan referensi seperti ASEAN Food Composition Database 2014dan Japan Food Database. Uji regresi linier yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi status gizi menurut indeks BB/U, PB/U, dan BB/PB dilakukan dengan metode Backward. Variabel dependen yang dianalisis adalah status gizi sedangkan variabel independen yang dianalisis berupa karakteristik sosial ekonomi keluarga, pengetahuan gizi ibu terkait pemberian ASI eksklusif dan MPASI, karakteristik anak, dan tingkat kecukupan zat gizi anak dan penyakit infeksi yang diderita anak. Persamaan regresi dalam penelitian adalah: 𝑌𝑌 = 𝑋𝑋1 + 𝑋𝑋2 + 𝑋𝑋3 + 𝑋𝑋4 + 𝑋𝑋5 + 𝑋𝑋6 + 𝑋𝑋7 + 𝑋𝑋8 + 𝑋𝑋9 + 𝑋𝑋10 + 𝑋𝑋11 + 𝑋𝑋12 + 𝑋𝑋13 + 𝑋𝑋14 + 𝑋𝑋15 + 𝑋𝑋16 + 𝑋𝑋17 + 𝑋𝑋18 + 𝑋𝑋19 + 𝐶𝐶
Keterangan Y : Status gizi
11
𝑥𝑥1 𝑥𝑥2 𝑥𝑥3 𝑥𝑥4 𝑥𝑥5 𝑥𝑥6 𝑥𝑥7 𝑥𝑥8 𝑥𝑥9 𝑥𝑥10 𝑥𝑥11 𝑥𝑥12 𝑥𝑥13 𝑥𝑥14 𝑥𝑥15 𝑥𝑥16 𝑥𝑥17 𝑥𝑥18 𝑥𝑥19
: : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Pengetahuan ibu terkait ASI eksklusif dan MP-ASI Pemberian ASI eksklusif Pemberian MP-ASI Tingkat kecukupan energi Tingkat kecukupan protein Tingkat kecukupan lemak Tingkat kecukupan karbohidrat Tingkat kcukupan seng(Zn) Tingkat kecukupan zat besi (Fe) Tingkat kecukupan kalsium (Ca) Tingkat kecukupan vitamin C Tigkat kecukupan tembaga (Cu) Frekuensi diare Kejadian ISPA Imunisasi Pendapatan per kapita Pendidikan ibu Pekerjaan ibu Berat badan lahir
Defenisi Operasional Responden adalah ibu rumah tangga yang menyusui bayi berusia 0-36 bulan, tinggal di desa Batu 12 dan bersedia di wawancara. Contoh adalah anak yang berada pada cakupan Desa Batu 12. Pendapatanperkapita adalah jumlah pendapatan sebulan keluarga dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal bersama dalam satu rumah dalam jangka waktu lama. Pengetahuan Ibu tentangASI adalah kemampuan ibu dalam menjawab pertanyaan mengenai ASI. Tingkat pengetahuan ibu tentang ASI dihitung dalam persentase serta dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu kurang, sedang, dan baik. Sikap ibu adalah pandangan yang bersifat individual terhadap pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI kepada bayi. Praktik ibu adalah tindakan yang dilakukan dalam pemberian ASI ekslusif dan MP-ASI kepada bayi dan biasanya telah menjadi suatu kebiasaan. ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi yang berusia 0-6 bulan tanpa pemberian makanan atau minuman tambahan. MP-ASI adalah makanan pendamping yang diberikan kepada bayi setelah melewati tahap ASI eksklusif, diberikan pada bayi berumur diatas 6 bulan. Asupan gizi anak adalah jumlah energi, protein, lemak dan karbohidrat dan zat gizi mikro seperti vitamin A, vitamin C, kalsium (Ca), zat besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn) yang diasup oleh anak per hari. Status gizi adalah keadaan bayi menurut indikator berat badan berdasarkan umur, panjang badan berdasarkan umur, dan berat badan berdasarkan panjang badan.
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Batu 12 merupakan salah satu desa yang terletak di wilayah Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara dengan luas desa 4.32 Km2 dan terdiri dari 3 dusun. Desa Batu 12 memiliki jumlah penduduk sebesar2 308 jiwa dengan kepadatan penduduk 531 jiwa/Km2 sehingga merupakan desa keempat dengan kepadatan penduduk tertinggi di kecamatan Dolok Masihul. Total rumah tangga adalah sebesar 596 dengan rata-rata anggota rumah tangga 3.9 jiwa. Jumlah keseluruhan bayi dan anak-anak dari usia 0 tahun sampai dengan 4 tahun adalah 282 anak. Sarana kesehatan seperti puskesmas, poliklinik, balai pengobatan dan tempat praktik dokter tidak terdapat di Desa Batu 12 namun terdapat satu tempat praktik bidan dan satu pos kesehatan desa (Poskesdes). Sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah sebagai petani atau buruh tani. Luas daerah persawahan adalah 250 Ha dan perkebunan 275 Ha.
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Karakteristik sosial ekonomi keluarga yang diteliti meliputi pendidikan terakhir orang tua contoh, pekerjaan orang tua contoh, pendapatan per kapita, serta besar keluarga. Karakterisik tersebut disajikan secara rinci pada tabel 3. Tabel 3 Sebaran contoh menurut karakteristik sosial ekonomi Karakter sosial ekonomi Lama pendidikan formal orang tua Ayah <9 tahun ≥9 tahun Total Rata-rata ±SD Ibu <9 tahun ≥9 tahun Total Rata-rata ±SD Kategori pendapatan keluarga Miskin Tidak Miskin Total Min-maks Rata-rata ±SD Kategori besar keluarga Kecil Sedang Besar Total
Total n
%
18 44 58 8.4±3.55
29.03 70.97 100.00
28 34 62 8.75± 3.49
45.16 54.84 100.00
38 24 62 Rp60 000- Rp1 000 000 Rp347 108±Rp227 433
61.29 38.71 100.00
39 21 2 62
62.90 33.87 3.23 100.00
13
Pendidikan orang tua merupakan faktor penting untuk menentukan sikap dan praktik. Melalui pendidikan, informasi penting tersampaikan dan dapat mengubah perilaku bahkan dapat menurunkan angka kemiskinan, pengangguran, dan kejadian sakit dalam keluarga. Sebagian besar ayah memiliki riwayat lama pendidikan ≥9 tahun dengan persentase terbesar adalah SLTP/sederajat dengan rata-rata lama pendidikan 8.4±3.55 tahundan rentang antara 0-12 tahun. Pendidikan ayah menjadi salah satu faktor penting karena ayah sebagai pengambil keputusan dalam rumah tangga (Rahman 2008). Jadi, semakin tinggi pendidikan ayah akan menjamin status gizi anak yang lebih baik. Pendidikan ayah juga berhubungan terhadap pendapatan keluarga, sehingga dengan semakin baiknya pendidikan maka akan semakin tinggi pendapatan, sehingga ayah akan memberikan keputusan yang baik terhadap pelayanan kesehatan keluarga (Heatonet al.2004). Sebagian besar ibu contoh memiliki riwayat pendidikan ≥9 tahun. Namun persentase terbesar ibu contoh berdasarkan tingkat pendidikan adalah lulusan SD/sederajat (41.94%), lulusan SLTP/sederajat adalah 22.58% dan SLTA/sederajat 27.42% sisanya adalah lulusan S1 sebesar 4.84% dan tidak sekolah 3.23% dengan rata-rata lama pendidikan 8.75±3.49 tahun. Selain pendidikan ayah, pendidikan ibu juga merupakan faktor penting dalam memberikan perubahan yang baik bagi anak karena pengetahuan dan pengalaman yang baik yang didapat selama masa pendidikan akan diterapkan dalam keluarga (Basu dan Stephenson 2005). Pekerjaan dikelompokkan menjadi tujuh kategori yaitu tidak bekerja, pegawai negeri sipil (PNS), wiraswasta, buruh, jasa, petani/peternak dan lain-lain atau pekerjaan selain enam kategori yang disebutkan. Sebagian besar (64.52%) pekerjaan ayah contoh adalah petani. Penelitian Islam et al. (2014) juga menyatakan bahwa persentase pekerjaan ayah terbesar di daerah pedesaan adalah petani (44%). Sebagian besar ibu contoh adalah ibu rumah tangga atau tidak bekerja (59.68%), namun tidak sedikit ibu contoh yang bekerja sebagai petani (32.26%). Alasan sebagian ibu yang bekerja adalah membantu suami untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga mereka. Pendapatan perkapita didasarkan pada pendapatan anggota keluarga dan jumlah anggota rumah tangga. Pendapatan yang menggambarkan status ekonomi keluarga dikategorikan berdasarkan garis kemiskinan provinsi Sumatera Utara menurut BPS (2014) yaitu sebesar Rp312 493/kap/bulan. Jika pendapatan per perkapita di bawah garis kemiskinan makan termasuk dalam kategori miskin. Rata-rata pendapatan per kapita keluarga contoh sebesar Rp347 108 dengan standar deviasi sebesar Rp227 433 dan rentang pendapatan adalah Rp60 000 sampai dengan Rp100 0000. Sebagian besar contoh yaitu sebanyak 61.29% termasuk dalam kategori miskin. Jumlah pengeluaran untuk makanan atau pangan tergantung pada pendapatan keluarga. Berdasarkan data BPS (2015) tentang persentase rata-rata pengeluaran per kapita sebulan di daerah perdesaaan, provinsi Sumatera Utara pada tahun 2014 memiliki persentase sebesar 63.51% untuk pengeluaran makanan sedangkan untuk persentase pengeluaran bukan makanan adalah sebesar 34.69% . Menurut hukum Engel jika pendapatan meningkat, pengeluaran untuk makanan akan semakin kecil karena pembelanjaan akan dikombinasi dengan bukan makanan. Jika pendapatan meningkat, pola konsumsi pangan juga akan
14
semakin berkualitas, beragam dan bernilai gizi tinggi seperti meningkatnya konsumsi makanan protein hewani tinggi, vitamin tinggi dan mineral tinggi. Sedangkan jika pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk makanan akan semakin meningkat, permintaan pangan yang tinggi adalah terhadap pangan sumber padat energi yang berasal dari karbohidrat (Soekirman 2000). Besar keluarga menunjukkan jumlah anggota keluarga yang tinggal di dalam satu rumah. Sebaran besar keluarga contoh yaitu sebesar 4±1 orang dengan rentang 3-11 orang. Sebagian besar keluarga yaitu sebanyak 62.90% termasuk dalam kategori keluarga kecil dengan jumlah keluarga kurang dari empat orang. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Islam et al. (2014) yang menyatakan bahwa persentase paling banyak (44.4%) jumlah anggota keluarga untuk daerah pedesaan adalah 6-7 orang.
Karakteristik Ibu Karakteristik ibu contoh adalah gambaran ibu contoh yang merupakan responden dalam penelitian. Karakteristik ibu contoh meliputi umur, pengetahuan, sikap, dan praktik terkait ASI eksklusif dan MP-ASI serta akses informasi terkait ASI eksklusif dan MP-ASI. Umur Umur ibu merupakan salah satu karakteristik yang penting karena pada umumnya seorang ibu bertindak sesuai dengan usianya. Berikut merupakan tabel hasil penelitian terkait umur ibu. Tabel 4 Sebaran contoh menurut kategori umur ibu Variabel Umur (rata-rata ±SD) 20-40 tahun (dewasa muda) 40-65 tahun (dewasa ) Total
n 30.33±5.42 59 3 62
% 95.16 4.84 100.00
Tabel 7 menunjukkan rata-rata usia ibu contoh yaitu 30.33±5.42 tahun dengan rentang 20-41 tahun. Sebagian besar ibu yaitu sebanyak 95.16% memiliki usia dalam rentang 20-40 tahun sehingga termasuk dalam kategori dewasa muda. Ibu muda cenderung memiliki pengetahuan dan pengalaman yang kurang dalam pola perawatan dan pengasuhan anak, pada umumnya ibu muda merawat anak didasarkan pada pengalaman orang tua terlebih dahulu. Ibu muda juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap status gizi kurang pada anak karena kekurangnya pengalaman dalam pola asuh anak. Sebaliknya, ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima peranannya dengan sepenuh hati (Nakamori et al. 2010). Pengetahuan, Sikap dan Praktik Ibu Terkait Pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI Menurut Contento (2011) berdasarkan Theory of planned behavior (TPB), praktik dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pengetahuan, sikap, kepercayaan, sosial demgrafi dan lingkungan tempat kerja. Pengetahuan juga akan memperngaruhi sikap. Demikian halnya dengan praktik pemberian ASI eksklusif
15
dan MP-ASI pada bayi umumnya dpengaruhi oleh pengetahuan ibu dan sikap ibu terkait pentingnya pembrian ASI dan MP-ASI tepat waktu. Sebaran contoh menurut kategori pengetahuan, sikap dan praktik ibu disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran contoh menurut kategori pengetahuan, sikap dan praktik ibu Kategori Kurang Sedang Baik Total Rata-rata ±SD
Pengetahuan n % 10 16.13 41 66.13 11 17.74 62 100.00 9.47±2.76
Sikap n % 10 22.58 42 62.90 10 14.52 62 100.00 52.93±6.44
Praktik n % 14 29.03 39 58.06 9 12.90 62 100.00 30.87±5.16
Pengategorian terhadap pengetahuan berdasarkan median dan inter quartile range (IQR) dari sebaran data. Berdasarkan cut of point yang diperoleh dari hasil analisis statistik (Hartono 2006), pengetahuan ibu digolongkan menjadi 3 kategori yaitu kurang, sedang dan baik. Rata-rata skor penilaian ibu adalah 9.47±2.76 dengan rentang jawaban benar 4 sampai dengan 13. Sebagian besar pengetahuan ibu terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI tergolong sedang (66.13%). Hal ini sejalan dengan penelitian Akeredolu et al. (2004) yang dilakukan pada ibu di Lagoe, Nigeria. Sebagian besar ibu yaitu sebesar 52.3% memiliki pengetahuan gizi dalam kategori sedang mengenai pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI. Ibu dengan pengetahuan gizi yang baik cenderung akan mengatur dan menyediakan makanan untuk bayi sesuai dengan usianya sehingga kebutuhan zat gizi bayi terpenuhi dan bayi memiliki status gizi yang optimal. Pengetahuan ibu terkait ASI eksklusif dan MP-ASI diukur berdasarkan pertanyaan-pertanyaan terkait ASI eksklusif dan MP-ASI. Berdasarkan analisis jawaban pertanyaan terkait pengetahuan (Lampiran 1), sebagian besar ibu contoh yaitu sebanyak 51.61% tidak mengetahui defenisi dari kolostrum atau istilah dari ASI yang pertama kali keluar namun sebagian besar ibu yaitu sebanyak 85.48% mengetahui bahwa pemberian ASI saja selama 6 bulan tanpa makanan tambahan disebut dengan ASI eksklusif. Sebesar 80.65% ibu contoh mengetahui pemberian ASI pertama yang tepat yaitu setelah bayi lahir atau maksimal satu jam setelah lahir dan sebesar 72.58% mengetahui kegunaan pemberian ASI bagi bayi. Namun, sebagian besar ibu yaitu sebanyak 61.29% tidak mengetahui bahwa ASI memiliki komponen gizi yang lengkap bagi bayi, seperti mengetahui bahwa ASI protein, karbohidrat dan lemak dengan jenis asam lemak esensial yang baik untuk perkembangan otak. Sebanyak 59.68% ibu juga tidak mengetahui bahwa kolostrum merupakan makanan yang baik yang harus diberikan ketika bayi baru lahir walaupun volumenya sedikit namun kaya akan zat gizi yang dapat menmenuhi kebutuhan bayi seperti karbohidrat, protein, peptida anti mikrobial, vitamin A, mineral-mineral dan immunoglobulin. Sebagian besar ibu contoh yaitu sebanyak 77.42% mengetahui bahwa pemberian ASI eksklusif yang dianjurkan pemerintah berdasarkan Permenkes Nomor 450/Menkes/SK IV/2004 adalah selama 6 bulan. Sebagian besar ibu tidak mengetahui istilah dari makanan yang diberikan sebagai pendamping ASI yang diberikan saat bayi (MP-ASI) namun sebagian besar mengetahui bahwa pemberian makanan pendamping yang tepat yaitu pada bayi berusia diatas 6 bulan. Sebesar 59.68% mengetahui bahwa ASI yang diperah dan disimpan
16
merupakan hal yang perlu dipersiapkan ketika ibu akan meninggalkan bayi dan mengetahui bahwa ASI yang diperah disimpan pada suhu rendah namun sebagian besar ibu tidak mengetahui cara memerah ASI yang benar yaitu dengan memerah payudara sebelah kanan dan sebelah kiri secara bergantian setiap 3-5 menit. Menurut Siagian dan Halistijayani (2015) tingkatan pengetahuan gizi ibu berhubungan dengan status gizi anak. Ibu dengan pengetahuan baik cenderung memiliki anak dengan status gizi baik karena ibu mengetahui kebutuhan gizi anak, jenis dan sumber pangan untuk mencukupi kebutuhan gizi. Jika ibu mengetahui tentang manfaat ASI, kandungan zat gizi dalam ASI yang lengkap dan cukup memenuhi kebutuhan zat gizi bayi usia 0-6 bulan maka pandangan atau sikap ibu akan baik terhadap ASI eksklusif sehingga ibu akan memberikan bayi ASI eksklusif. Menurut Contento (2011), sikap merupakan pandangan seseorang baik atau tidaknya terhadap suatu tindakan. Pengategorian sikap ibu berdasarkan mean dan standar deviasi sebaran nilai contoh (Hastono 2006). Berdasarkan hasil analisis statistik normatik terdapat tiga kategori sikap ibu yaitu kurang, sedang, dan baik. Sebagian besar ibu contoh yaitu sebanyak 62.90% memiliki sikap yang tergolong sedang dalam pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI. Pengategorian didasarkan pada penilaian terhadap pertanyaan terkait sikap yang diajukan. Berdasarkan analisis terhadap jawaban pertanyaan (Lampiran 2) diketahui bahwa sebagian besar ibu telah memiliki persepsi yang baik terkait ASI seperti mengetahui bahwa ASI lebih mudah dan murah dibandingkan dengan susu formula, MP-ASI diberikan pada waktu yang tepat agar bayi sehat, ASI eksklusif bermanfaat untuk pertumbuhan dan perkembangan anak, mengonsumsi ikan tidak membuat ASI berbau amis serta setuju bahwa ASI lebih bermanfaat dibandingkan susu formula dan penambahan susu formula tidak baik bagi bayi. Selain itu sebagian besar ibu juga setuju bahwa ibu harus mengetahui pemberian ASI eksklusif yang benar, ibu menyiapkan ASI perah jika harus meninggalkan bayi, ibu setuju jika di tempat umum disediakan tempat menyusui yang memudahkan ibu untuk menyusui dan menyusui dengan tenang dan nyaman dapat meningkatkan produksi ASI. Sebagian besar ibu setuju dan sangat setuju bahwa mengonsumsi torbangun dapat mengingkatkan produksi ASI, hal ini sejalan penelitian Damanik (2008) bahwa suku Batak pada umumnya terbiasa mengonsumsi daun Bangunbangun atau Torbangun (Coleus amboinicius Lour) setelah melahirkan untuk meningkatkan produksi ASI. Namun sebagian besar ibu memiliki persepsi yang kurang tepat terkait pemberian prelakteal seperti madu dan air. Sebagian ibu memiliki persepsi bahwa pemberian prelakteal sangat penting bagi bayi yang baru lahir. Praktik pemberian ASI dan MP-ASI merupakan hal yang wajib dilakukan oleh ibu karena merupakan salah satu faktor penentu status gizi pada anak. Praktik yang diteliti dalam penelitian ini adalah praktik terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI dengan mengajukan pertanyaan kemudian dilakukan penilaian dan pengategorian.Pengategoriandilakukan berdasarkan mean dan standar deviasi sebaran nilai contoh (Hastono 2006). Berdasarkan hasil analisis statistik normatik terdapat tiga kategori praktik ibu yaitu kurang, sedang, dan baik. Sebagian besar ibu contoh yaitu sebanyak 58.06% memiliki praktik yang tergolong sedang dalam pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI.
17
Berdasarkan hasil analisis jawaban pertanyaan (Lampiran 3) diketahui bahwa sebagian besar ibu yaitu sebanyak 53.23% memberikan kolostrum kepada bayi dan sebagian besar ibu (67.74%)lebih sering menyusui bayi agar produksi ASI lancar serta hubungan ibu dengan bayi menjadi lebih dekat. Sebagian besar ibu tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayi dan memberikan bubur saring kurang dari 6 bulan kepada bayi karena bayi rewel serta memberikan makanan padat agar bayi gemuk dan sehat. Selain itu sebanyak 48.39% memberikan ASI beserta susu formula ketika bayi baru lahir dan 98.39% memiliki kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum menyusui, ibu tidak memberikan MP-ASI pada waktu yang tepat (>6 bulan), dan tidak memberikan MP-ASI secara bertahap. Namun sebagian besar ibu (72.58%) mengatakan salah satu alasan ibu tidak memberikan ASI eksklusif bukan karena produksi ASI yang kurang, produksi ASI ibu cenderung banyak. Sebagian besar ibu memiliki persepsi yang benar terkait ASI eksklusif dan MP-ASI, namun tidak sesuai dengan praktiknya. Hal ini sesuai dengan penelitian Ndiokwelu et al. (2014) yang menyatakan bahwa sebanyak 89% ibu mengetahui bahwa pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI tepat waktu sangat penting, namun praktiknya sangat sulit dilakukan disebabkan oleh beberapa faktor seperti tradisi yang dianut dan tergantung pada keadaan bayi itu sendiri. Akses Informasi Terkait ASI Eksklusif dan MP-ASI Pengambilan keputusan dapat dipengaruhi oleh informasi-informasi yang diperoleh dari berbagai sumber. Pengambilan keputusan dapat berupa pemberian ASI eksklusifdan MP-ASI kepada bayi atau penolakan terhadap pemberian ASI eksklusif dan pemberian MP-ASI pada usia bayi lebih dari 6 bulan. Hasil penelitian terkait akses informasi ibu disajikan pada Tabel 11. Tabel 6 Sebaran contoh terkait akses informasi ibu Variabel Akses informasi Tidak ada Ada Sumber informasi Keluarga Teman Televisi Dokter Bidan Buku
n
%
24 38
38.71 61.29
1 3 2 8 35 1
1.35 4.50 2.70 10.81 47.30 1.35
Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh yaitu sebanyak 61.29% mengatakan bahwa informasi tentang ASI diperoleh melalui sumber informasi. Namun sebesar 38.71% ibu contoh tidak pernah mendapatkan informasi sehingga kurang mengerti tentang ASI eksklusif dan MP-ASI. Media memberikan peran penting terhadap pemberian ASI. Media elektronik yang biasa digunakan adalah televisi. Melalui televisi, kebijakan terkait pemberian ASI eksklusif yang dianjurkan pemerintah dapat diinformasikan dan akan tersampaikan dengan mudah kepada masyarakat sehingga dapat memengaruhi persepsi ibu terhadap pemberian ASI dan MP-ASI (Contento 2011). Berdasarkan hasil penelitian terdapat sekitar 2.70% ibu contoh mendapatkan
18
informasi terkait ASI eksklusif dan MP-ASI melalui televisi. Buku merupakan media cetak yang juga dapat memuat informasi-informasi penting terkait ASI. Sebanyak 1.35% ibu mendapatkan informasi dari buku. Dukungan dari lingkungan sekitar juga memengaruhi pemberian ASI kepada bayi. Dukungan dapat berupa pemberian informasi terkait ASI eksklusif dan pemberian MP-ASI yang benar. Keluarga, teman dan tenaga kesehatan merupakan bagian dari lingkungan sosial yang dapat memberikan pengaruh kepada ibu dalam memberikan ASI eksklusif dan MP-ASI. Terdapat sebesar 1.35% ibu mendapatkan informasi melalui keluarga dan sebanyak 4.50% mendapatkan informasi dari teman. Terdapat sebesar 10.81% mendapatkan informasi dari dokter dan sebesar 47.30% mendapatkan informasi dari bidan. Tenaga kesehatan memberikan persentase terbesar sebagai sumber informasi. Menurut Bentley (2003) tenaga kesehatan berperan penting terhadap persepsi ibu tentang pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI yang benar karena dianggap memiliki pengetahuan dan wewenang yang lebih terkait kesehatan.
Karakteristik Anak Karakteristik anak adalah gambaran mengenai contoh yang memiliki kriteria berumur 0-24 bulan, dan bertempat tinggal di Desa Batu 12 Kecamatan Dolok Masihul. Karakteristik anak meliputi umur, jenis kelamin, urutan kelahiran, berat badan lahir dan kelengkapan imunisasi contoh berdasarkan umur. Hasil penelitian terkait karakteristik anak disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran karakterisik anak Variabel Umur (rata-rata ± SD) 0-6 bulan 7-11 bulan 12-24 bulan Total Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total Berat Lahir (rata-rata ±SD) < 2 500 gram (BBLR) 2 500- 3 999 gram ≥ 4 000 gram Total Imunisasi Tidak lengkap Lengkap Total Penyakit infeksi Diare Tidak Ya Infeksi pernafasan Tidak Ya
n 12.90±6.62 12 17 33 62 28 34 62 3 256±438 2 55 5 62
% 19.35 27.42 53.23 100 45.16 54.84 100 3.23 88.71 8.06 100
29 33 62
46.77 53.23 100
30 32
48.39 51.61
16 46
25.81 74.19
19
Tabel 7 Sebaran karakterisik anak (lanjutan) Variabel Kolostrum Tidak Ya Total Prelakteal Tidak Ya Total ASI Eksklusif Tidak Ya Total MP-ASI > 6 bulan Tidak Ya Total
n
%
12 50 62
19.35 80.65 100
24 38 62
38.71 61.29 100
43 19 62
69.35 30.65 100
38 24 62
61.29 38.71 100
Penentuan status gizi anak menggunakan indeks berat badan berdasarkan umur, panjang badan berdasarkan umur dan berat badan berdasarkan panjang badan sehingga umur merupakan indikator penting dalam penentuan status gizi. Selain umur, jenis kelamin juga merupakan faktor penting dalam penentuan status gizi. Hasil penelitian menunjukkan bahwarata-rata usia contoh adalah 12.90±6.62 bulan dengan rentang usia antara 1-23 bulan. Persentase terbesar contoh adalah usia 12-24 bulan yaitu sebesar 53.23%. Sebaran usia 0-6 bulan sebesar 19.35% dan usia 7-11 bulan sebesar 27.42%. Lebih dari setengah jumlah contoh yaitu 54.84% berjenis kelamin perempuan sedangkan jumlah contoh berjenis kelamin laki-laki sebesar 45.18%. Menurut Kemenkes (2013) berat badan lahir merupakan salah satu indikator kesehatan anak. Setiap bayi baru lahir dilakukan penimbangan kemudian pencatatan di buku KIA, KMS atau buku catatan kesehatan anak lainnya. Berat badan lahir dikategorikan menjadi tiga yaitu bayi yang lahir dengan berat <2 500 gram dikategorikan berat badan lahir rendah, 2 500- 3 999 gram dan ≥4 000 gram. Hasil penilitian menunjukkan bahwa rata-rata berat badan lahir contoh yaitu 3 256±438 gram dengan rentang 2400-4200 gram. Sebagian besar contoh (88.71%) memiliki riwayat berat badan lahir dalam rentang 2 500- 3 999 gram, dan sebanyak 8.06% memiliki berat badan lahir ≥4 000 gram sedangkan sebanyak 3.23% memiliki berat badan <2 500 gram sehingga tergolong dalam berat badan lahir rendah (BBLR). Menurut Kemenkes (2013), Sumatera Utara merupakan provinsi dengan tingkat BBLR terendah di Indonesia pada tahun 2010 (7.2%). Urutan kelahiran merupakan salah satu karakteristik contoh. Urutan kelahiran menunjukkan urutan anak yang dilahirkan oleh ibu contoh. Contoh diurutkan mulai dari urutan kelahiran pertama yang menandakan contoh merupakan anak pertama dan seterusnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 35.48% contoh memiliki urutan lahir pertama dengan demikian dapat diartikan bahwa sebagian besar contoh merupakan anak pertama. Sebanyak 30.65% contoh merupakan anak kedua, 24.19% contoh merupakan anak ketiga, dan dengan persentase yang sama yaitu sebesar 3.23% contoh merupakan anak
20
keempat, kelima dan keenam. Menurut Frost (2004) tidak adanya hubungan yang signifikan antara urutan kelahiran anak dengan status gizi. Imunisasi merupakan faktor penting dalam penunjang kesehatan anak. Menurut Frost (2004) kepedulian ibu terhadap terpenuhinya imunisasi berhubungan dengan pendidikan ibu. Semakin baik pendidikan ibu akan memengaruhi perilaku ibu untuk memberikan pelayanan kesehatan yang baik kepada anak salah satunya dengan pemberian imunisasi lengkap pada anak. Imunisasi dikategorikan lengkap jika contoh telah mendapatkan imunisasi yang dianjurkan pemerintah sejak usia 0 tahun hingga 1.5 tahun yaitu imunisasi jenis BCG, Hepatitis B I, Hepatitis B II, dan Hepatistis B III, Polio 1, Polio 2, Polio 3 dan Polio 4, DPT serta Campak. Sebagian besar contoh yaitu sebanyak 53.23% termasuk dalam kategori imunisasi lengkap dan contoh yang termasuk dalam kategori imunisasi yang tidak lengkap adalah sebesar 46.77%. Penyakit infeksi saluran pencernaan seperti diare dan infeksi saluran pernafasanmerupakan penyakit paling banyak ditemukan dan paling sering dialami anak-anak di negara berkembang (WHO 2013). Penyebab dari kedua penyakit tersebut adalah kontaminasi dari lingkungan fisik yang tidak baik seperti sanitasi dan higienitas dalam rumah tangga yang kurang baik (Basu dan Stephenson 2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar yaitu sebanyak 51.61% contoh mengalami diare dan sebagian besar contoh mengalami infeksi saluran pernapasan akut(74.19%).Kejadian diare yang dialami anak berdampak pada gangguan penyerapan zat gizi untuk pertumbuhan. Sehingga kejadian diare dapat mengakibatkan kekurangan gizi pada anak dan anak yang mengalami kurang gizi memiliki risiko yang besar terhadap kejadian diare (WHO 2013). Kejadian diare pada anak usia 0-2 tahun dapat diminimalisir dengan pemberian ASI (Kramer et al. 2001) Air susu ibu (ASI) eksklusif adalah pemberian ASI saja sejak bayi dilahirkan sampai bayi berusia enam bulan. Selama usia tersebut bayi diharapkan tidak mendapatkan tambahan cairan lain seperti susu formula, air teh, madu, dan air putih (Muchina et all. 2010). ASI pertama kali yang dihasilkan pasca melahirkan adalah kolostum. Warna khas dari kolostrum adalah kuning hingga hampir oranye, kolostrum dihasilkan sedikit namun kaya akan zat gizi seperti karbohidrat, protein dan antibodi yang dapat memelihara kesehatan bayi (Shrinivas et al.2010). Makanan yang diberikan pada saat bayi baru lahir baik berupa air putih, madu atau obat namun hanya diberikan beberapa kali dan tetap mendapat ASI setelahnya dinamakan prelakteal. Bayi memerlukan makanan tambahan atau makanan pendamping ASI (MP-ASI)diatas usia enam bulan tetapi pemberian ASI dapat dilanjutkan sampai bayi berumur dua tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebaran riwayat ASI berupa pemberian kolostrum dan ASI eksklusif serta pemberian prelakteal dan pemberian MP-ASI lebih dari 6 bulan dan kurang dari 6 bulan. Sebagian besar contoh yaitu sebanyak 80.65% mendapatkan kolostrum namun sebagian besar pula diberikan prelakteal atau makanan yang diberikan sebelum keluarnya ASI (61.29%). Prelakteal yang diberikan adalah air putih, madu dan kopi. Alasan pemberian prelakteal diantaranya adalah persepsi ibu bahwa ASI yang diberikan kepada bayi yang baru lahir tidak cukup dan bayi tidak merasa kenyang, pengalaman dari orang-orang sekitar yang menyatakan bahwa bayi yang baru saja lahir merasa sangat haus sehingga pemberian air putih sangat dianjurkan serta mengikuti tradisi
21
bahwa pemberian kopi sangat baik untuk mengurangi risiko penyakit step atau kejang alami pada anak. Hal tersebut sejalan dengan Burnham et al. (2015) yang menyatakan bahwa anak usia dibawah dua tahun diberikan kopi karena alasan tradisi atau budaya. Menurut Sofyani (2002) kopi mengandung kafein yang merupakan vasodilator yang dapat mengobati apnea dan denyut jantung yang tidak teratur yang biasa diberikan pada bayi yang baru lahir. Hal tersebut pada umumnya dilakukan oleh masyarakat di beberapa negara seperti Cambodia, Australia dan Ethiopia. Namun menurut Burnham et al. (2015) konsumsi kopi dan kafein pada masa anak-anak berhubungan dengan kejadian depresi, diabetes tipe 1, gangguan tidur, dan obesitas pada anak. Penelitian yang serupa menunjukkan bahwa pemberian prelakteal di wilayah pedesaan India Utara disebabkan oleh pengalaman pemberian prelakteal pada anak sebelumnya, persepsi tidak cukupnya pemberian ASI pada anak, tradisi sesuai kepercayaan yang dianut serta kurangnya pengetahuan ibu tentang pemberian ASI yang benar. Namun hal tersebut merupakan permasalahan yang membutuhkan penyelesaian, salah satunya dengan meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemberian ASI yang benar (Roy et al 2014). Sebagian besar contoh yaitu sebanyak 69.35% tidak mendapatkan ASI eksklusif, hanya sebagian kecil yaitu sebesar 30.65% contoh yang diberikan ASI eksklusif. Beberapa alasan tidak diberikannya ASI eksklusif kepada contoh adalah persepsi ibu tentang tidak cukupnya ASI bagi bayi hingga usia 6 bulan, bayi rewel dan ibu menduga bahwa bayi lapar sehingga diberi makan, ibu yang melahirkan dengan cara operasi dan dipisahkan dari bayi hingga usia 3 hari sehingga bayi diberikan susu formula dan tidak diberikan ASI lagi serta tradisi keluarga yang memberikan makanan langsung ketika bayi lahir agar bayi tampak gemuk. Hal ini sejalan dengan penelitian Akaredolu et al. (2004) yang menyatakan bahwa persentase pemberian ASI eksklusif hingga bayi usia 6 bulan sangat rendah yaitu sebesar 14.7%. Alasannya adalah bayi akan tidak merasa cukup kenyang dan akan cepat lapar jika diberikan ASI saja sehingga diperlukan makanan tambahan. Menurut Bentley et al.(2003) pemberian ASI dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor tingkat makro dan mikro. Faktor tingkat mikro yang menyebabkan pemberian ASI yang singkat diantaranya adalah budaya atau tradisi yang mempercayai bahwa ASI tidak cukup untuk bayi dan perlu adanya tambahan susu formula untuk membuat bayi kenyang. Alasan lain adalah air susu ibu yang dihasilkan sedikit dan ibu merasa payudara ibu yang terasa sakit saat menyusui sehingga bayi diberikan makanan tambahan atau susu formula serta pengalaman dari orangtua terdahulu yang memberikan makanan tambahan pada saat bayi baru lahir. Faktor tingkat makro yang menyebabkan pemberian ASI eksklusif pada bayi tidak sampai pada usia 6 bulan adalah media sosial yang memberikan publikasi terkait susu formula yang baik bagi bayi sehingga mengubah persepsi ibu untuk memberikan susu formula bagi bayi. Sebesar38.71%contoh diberikan MP-ASI pada usia diatas 6 bulan, artinya 61.29% contoh diberikan MP-ASI atau makanan yang diberikan sebagai tambahan ASI pada saat usia kurang dari 6 bulan. Rata-rata pemberian MP-ASI pada contoh adalah pada saat usia 3.76±2.42 bulan. Menurut WHO (2002) pemberian makanan pendamping ASI pada usia 3 bulan atau 4 bulan terjadi di negara berkembang. Hal tersebut disebabkan karena persepsi terhadap ASI yang tidak mencukupi kebutuhan zat gizi bayi. Namun pemberian MP-ASI yang terlalu
22
dini atau pada usia 3 bulan meningkatkan risiko terhadap terjadinya penyakit pada bayi seperti gangguan pencernaan. Jenis MP-ASI yang diberikan kepada contoh pada umumnya adalah bubur saring, bubur dengan tambahan sayur dan nasi dengan sayur serta lauk. Kemenkes RI (2005) menjelaskan bahwa makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan bergizi yang diberikan disamping ASI kepada bayi umur 6-11 bulan dalam bentuk bubur. Pemberian MP-ASIharus disesuaikan dengan usia anak. Menurut WHO (2002), pemberian MP-ASI sangat penting bertujuan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi anak karena semakin bertambahnya usia, semakin meningkat pula kebutuhan zat gizi untuk proses pertumbuhan serta perkembangan dan aktifitas fisik. Pemberian MP-ASI dilakukan secara bertahap dan bervariasi mulai dari bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembik dan makanan padat.
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Asupan gizi memiliki peranan penting untuk mendukung pertumbuhan yang optimal, mencegah gejala-gejala penyebab penyakit, dan mencegah terjadinya penyakit. Penentuan tingkat kecukupan energi dan zat gizi lain berdasarkan pada asupan dan dibandingkan dengan angka kecukupan zat gizi (AKG) tahun 2013. Tingkat kecukupan zat gizi contohdisajikan pada Tabel 17. Tabel 8 Sebaran contoh menurut kategori tingkat kecukupanenergi dan zat gizi Tingkat kecukupan gizi Energi Kurang Cukup Lebih Total Rata-rata ±SD Protein Kurang Cukup Lebih Total Rata-rata ±SD Lemak Kurang Cukup Lebih Total Rata-rata ±SD Karbohidrat Kurang Cukup Lebih Total Rata-rata ±SD Vitamin A Defisit Cukup Rata-rata ±SD
n
%
38 14 10 62 68.16±38.95
61.29 22.58 16.13 100
36 10 16 62 90.03±2
58.06 16.13 25.81 100
45 9 8 62 62.81±35.40
72.58 14.52 12.90 100
38 9 15 62 81.24±39.26
61.29 14.52 24.19 100
17 45 80.15±57.88
27.42 72.58
23
Tabel 8 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan gizi (lanjutan) Tingkat kecukupan gizi Seng (Zn) Defisit Cukup Total Rata-rata ±SD Zat besi (Fe) Defisit Cukup Total Kalsium (Ca) Defisit Cukup Total Rata-rata ±SD Vitamin C Defisit Cukup Total Rata-rata ±SD Vitamin D Defisit Cukup Total Rata-rata ±SD Tembaga (Cu) Defisit Cukup Total Rata-rata ±SD
n
%
29 21 62 62.48±47.83
58.00 42.00 100
37 13 50
59.67 20.96 100
52 10 62 47.93±65.00
83.87 16.13 100
53 9 62 29.22±34.05
85.48 14.52 100
62 0 62 0.31±1.80
100 0 100
25 37 62 131.18±128.20
40.32 59.68 100
Asupan gizi yang baik dapat mencegah risiko malnutrisi pada anak. Asupan yang diberikan harus tepat waktu, cukup, aman, dan responsif. Tepat waktu artinya pemberian makanan selain ASI diberikan saat anak berusia diatas 6 bulan dan diberikan ASI saja dari lahir hingga usia 6 bulan. Pemberian asupan gizi yang cukup berarti asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat serta zat gizi mikro yang berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan usia anak (Girma et al. 2002). Energi yang berasal dari makanan sebesar 35% diperlukan untuk pertumbuhan anak. Rata-rata tingkat kecukupan energi adalah 68.16±38.95%. Sebagian besar contoh mengalami defisit energi. Protein merupakan komponen esensial untuk pertumbuhan anak. Rata-rata tingkat kecukupan protein contoh adalah 90.03±2%. Sebagian besar contoh (58.06%) mengalami defisit protein. Rata-rata tingkat kecukupan lemak contoh adalah 62.81±35.40%. Sebagian besar contoh yaitu sebanyak 72.58% contoh tergolong dalam kategori defisit. Sebaran tingkat kecukupan karbohidrat contoh adalah 81.24±39.26%. Sebagian besar contoh yaitu sebesar 61.29% mengalami defisit karbohidrat. Sebagian besar contoh mengalami defisit terhadap tingkat kecukupan zat gizi makro. Demikian halnya dengan tingkat kecukupan zat gizi mikro, untuk tingat kecukupan Zn, Fe, Ca, vitamin C dan vitamin D, sebagian besar responden termasuk dalam kategori defisit. Hanya asupan vitamin A dan tembaga (Cu) yang tergolong cukup.
24
Menurut WHO (1998) di negara berkembang bayi usia 6-24 bulan yang telah mendapatkan makanan tambahan selain ASI rentan terhadap defisiensi zat gizi. Persentase terhadap tingginya defisiensi zat gizi mikro pada bayi disebabkan oleh kebutuhan yang tinggi namun asupan zat gizinya rendah. Hal tersebut pada umumnya disebabkan karena makanan pendamping yang diberikan adalah makanan yang tinggi energi dan karbohidrat saja seperti bubur atau sereal dan rendah pemberian pangan sumber protein hewani seperti daging (Lutter dan Rivera 2003). Beberapa contoh memiliki tingkat kecukupan zat gizi mikro sebesar 0.00%, hal tersebut disebabkan angka kecukupan zat gizi seperti Zn dan Fe untuk anak usia 0-6 bulan adalah 0. Menurut Domellof (2002) pemenuhan asupan zat besi (Fe) dan seng (Zn) pada bayi dimulai pada usia 6 bulan.
Status Gizi Anak Status gizi merupakan keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan tubuh untuk tumbuh kembang terutama untuk anak pada periode emas, melakukan aktifitas, pemeliharan kesehatan, penyembuhan penyakit dan proses biologis lain di dalam tubuh (Kemenkes RI 2010). Hasil penelitian status gizi contoh disajikan pada Tabel 18. Tabel 9 Sebaran contoh menurut status gizi berdasarkan z-score Status Gizi BB/U Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih Rata-rata±SD PB/U Sangat pendek Pendek Normal Tinggi Rata-rata±SD BB/PB Sangat kurus Kurus Normal Gemuk Rata-rata±SD
n
%
2 15 44 1 -1.49423±1.5271
3.23 27.42 67.74 1.61
2 21 36 3 -0.78545±1.77137
3.23 33.87 58.06 4.84
0 16 43 3 -0.8929±1.614445
0.00 25.81 69.35 4.84
Indikator untuk menentukan status gizi anak usia 0-24 bulan berdasarkan Kemenkes (2013) adalah dengan menggunakan indeks berat badan berdasarkan umur (BB/U), panjang badan berdasarkan umur (PB/U), dan berat badan berdasarkan panjang badan (BB/PB). Tabel 18 menujukkan sebaran status gizi contoh. Berdasarkan sebaran z-score BB/U (-1.49423±1.5271), sebagian besar anak yaitu sebanyak 67.74% memiliki status gizi baik namun terdapat anak yang memiliki status gizi buruk (3.23%) dan status gizi kurang (27.42%) serta status gizi lebih (1.61%). Hal ini sesuai dengan penelitian Islam et al (2014) bahwa didaerah pedesaan penilaian status gizi menurut indeks berat badan berdasarkan
25
umur, persentase gizi buruk dan gizi kurang paling banyak ditemui sedangkan persentase gizi lebih hanya sedikit. Indikator status gizi berdasarkan indeks PB/U menggambarkan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat dan pola asuh atau pemberian makan yang kurang baik dari sejak anak dilahirkan yang mengakibatkan anak menjadi pendek (Kemenkes 2013). Sebaran z-score PB/U menunjukkan bahwa sebagian besar contoh yaitu sebanyak 58.06% memiliki status gizi normal,namun terdapat sebanyak 3.23% contoh yang termasuk dalam kategori sangat pendek dan sebanyak 33.87% contoh termasuk dalam kategori pendek serta terdapat sebanyak 4.84% contoh yang tergolong tinggi. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara (2013), diketahui bahwa prevalensi anak sangat pendek di kabupaten Serdang Bedagai adalah 21.5% dan pendek 23.2%. Menurut Islam et al. (2004) persentase anak pendek dan sangat pendek sangat tinggi didaerah pedesaan. Indikator BB/PB memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama atau singkat (Kemenkes 2013). Sebaran z-score BB/PB menunjukkan bahwa sebagian besar contoh memiliki status gizi normal (69.35%), namun terdapat pula contoh dengan status gizi kurang (25.81%) dan status gizi gemuk (4.84%). Persentase kurus dan sangat kurus didaerah pedesaan memiliki persentasi yang tinggi dibandingkan anak yang memiliki berat badan berlebih (Islam et al. 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh dengan masalah gizi seperti gizi kurang, sangat pendek dan kurus memiliki presentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan data yang menunjukkan persentase bayi dan balitayang mengalami gizi kurang (14.1%), sangat pendek (22.7%) dan kurus (7.4%) di provinsi Sumatera Utara (Riskesdas 2013). Faktor penyebab langsung masalah gizi adalah asupan dan penyakit infeksi. Asupan contoh dilihat dari tingkat kecukupan energi dan zat gizi lain menunjukkan bahwa sebagian besar contoh mengalami defisit terhadap tingkat kecukupan zat gizi makro seperti energi, protein, lemak dan karbohidrat serta zat gizi mikro seperti seng (Zn), zat besi (Fe), kalsium (Ca), vitamin C dan vitamin D serta tingginya prevalensi penyakit infeksi seperti diare dan ISPA.
Hubungan antar Variabel Variabel yang di uji korelasi diantaranya adalah karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan pengetahuan gizi ibu, karakteritik ibu dengan pengetahuan, sikap, dan praktik ibu dalam pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI. Serta dilakukan uji hubungan antara karakteristik sosial ekonomi keluarga, karakteristik ibu, karakteristik anak, pengetahuan ibu terkait ASI eksklusif dan MP-ASI, penyakit infeksi serta tingkat kecukupan dengan status gizi anak. Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga dengan Pengetahuan Ibu Terkait Pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI Analisis statistik dengan uji bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh dengan pengetahuan gizi ibu terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI.
26
Tabel 10 Hubungan karateristik sosial ekonomi dengan pengetahuan ibu Variabel
Pengetahuan gizi
Pendapatan per kapita a) Besar keluarga a) Pekerjaan ibu b) a) Uji hubungan menggunakan Spearman b) Uji hubungan menggunakan Chi Square *Nyata pada 0.05
r 0.263 -0.153 -
p 0.039* 0.235 0.377
Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman ada hubungan yang signifikan (r=0.263, p=0.039) antara pendapatan perkapita keluarga contoh dengan pengetahuan gizi ibu. Semakin besar pendapatan maka semakin besar peluang untuk meningkatkan pengetahuan misalnya dengan melanjutkan pendidikan atau akan lebih mudah mendapatan akses terhadap sumber-sumber informasi untuk menambah pengetahuan (Christiaensen dan Alderman 2001). Hasil uji Chi square menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang nyata (p>0.05) antara pekerjaan ibu dengan pengetahuan gizi. Hal ini sesuai dengan Girma et al (2002) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status pekerjaan ibu dengan pengetahuan ibu. Hubungan Karakteristik Ibu dengan Pengetahuan, Sikap dan Praktik Ibu Terkait Pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI Analisis dilakukan untuk melihat hubungan antara karakteristik ibu seperti umur, pendidikan terakhir, dan akses informasi terhadap pengetahuan, sikap, dan praktik ibu contoh dalam memberikan ASI eksklusif dan MP-ASI. Tabel 11 Hubungan karakteristik ibu dengan pengetahuan, sikap,dan praktik terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI Variabel Umur ibu Pendidikan Ibu Akses informasi *Nyata pada 0.05
Pengetahuan ibu r P -0.135 0.294 0.192 0.134 0.312 0.014*
Sikap ibu R p -0.132 0.305 0.579 0.000* 0.119 0.358
Praktik Ibu r -0.057 0.554 0.176
p 0.472 0.000* 0.172
Pendidikan ibu tidak memiliki hubungan yang signifikan (p>0.05) dengan pengetahuan ibu. Hal tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Frost (2004) bahwa pendidikan merupakan media ibu untuk belajar mengenai penyebab, cara mencegah, merawat dan menyembukan penyakit, memenuhi kebutuhan zat gizi yang berdampak pada status gizi dan kesehatan anak yang baik. Pendidikan memiliki hubungan yang signifikan dengan sikap ibu(p<0.05). Menurut Frost (2004) pendidikan dapat memberikan ibu pemahaman yang baik tentang hal-hal yang berkaitan dengan pesan-pesan kesehatan dan rekomendasi hal-hal penting terkait kesehatan dari media dan sumber-sumber lain sehingga dapat memengaruhi sikap ibu. Pendidikan memiliki hubungan yang signifikan(p<0.05) dengan praktik ibu. Semakin tinggi pendidikan, semakin baik pula praktik ibu terkait pemberian pelayanan kesehatan anak, seperti memberikan perlindungan untuk mencegah penyakit infeksi pada anak, dan pemberian makanan disesuaikan dengan usia anak seperti memberikan ASI eksklusif hingga anak berusia 6 bulan serta memberikan
27
makanan pendamping yang tepat sesuai usia anak sehingga anak memiliki status gizi dan status kesehatan yang baik (Frost 2004). Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan PraktikIbu dengan Pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI Analisis hubungan dilakukan untuk melihat hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik ibu dengan pemberian ASI eksklusif dan pemberian MP-ASI. Hasil analisis hubungan antar variabel tersebut disajikan pada Tabel 21. Tabel 12 Hubungan pengetahuan, sikap, dan praktik ibu terkait pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI Variabel Pengetahuan ibu Sikap ibu Praktik ibu *Nyata pada 0.05
Pemberian ASI eksklusif r P 0.403 0.001* 0.370 0.003* 0.436 0.000*
MP-ASI r 0.211 0.237 0.262
p 0.099 0.063 0.039*
Hasil uji Rank Spearman menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan (r=0.403, p<0.05), sikap (r=0.370, p<0.05), dan praktik ibu (r=0.436, p<0.05) dengan pemberian ASI eksklusif. Menurut Contento (2011) pengetahuan dan sikap merupakan faktor intrapersonal yang akan memengaruhi praktik. Hasil uji Rank Spearman juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara praktik ibu dengan pemberian MP-ASI pada saat usia contoh lebih dari 6 bulan, namun tidak ada hubungan (p>0.05) antara pengetahuan dan sikap ibu terhadap pemberian MP-ASI. Hal tersebut tidak sejalan dengan Siagian dan Halistijayani (2015) yang menyatakan bahwa pengetahuan ibu memiliki korelasi dengan pemberian makanan bayi. Ibu dengan pengetahuan gizi yang baik akan memperhatikan asupan gizi bayi dengan cara memberikan makanan yang sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini dikarenakan selain pengetahuan dan sikap atau persepsi ibu, pemberian MP-ASI juga dipengaruhi oleh tradisi atau kebudayaan yang dianut. Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga, Karakteritik Ibu, Karakteritik Anak,Pengetahuan Ibu Terkait Pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI, Riwayat Pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI,Penyakit Infeksi,dan Tingkat Kecukupan Gizi dengan Status Gizi Analisis dilakukan untuk mengetahui hubungan antara sosial ekonomi keluarga, karakteristik ibu, karakteristik anak, pemberian ASI eksklusif dan MPASI, tingkat kecukupan zat gizi dengan status gizi contoh. Hasil uji antar variabel disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Hubungan variabel-variabel dengan status gizi Variabel Pengetahuan ibua) Pemberian ASI Eksklusif a) Pemberian MP-ASI >6 bulan a) Tingkat kecukupan energib) Tingkat kecukupan protein b) Tingat kecukupan lemak a)
BB/U R 0.203 0.010 0.252 0.223 0.036 0.294
P 0.113 0.409 0.048* 0.082 0.728 0.020*
PB/U r 0.260 0.004 0.167 0.364 0.338 0.228
p 0.041* 0.361 0.195 0.040* 0.007* 0.075
BB/PB r 0.195 0.300 0.196 0.202 0.029 0.242
p 0.129 0.018* 0.126 0.115 0.825 0.058
28
Tabel 13 Hubungan variabel-variabel dengan status gizi (lanjutan) BB/U r P Tingkat kecukupan karbohidrat b) 0.137 0.289 Tingkat kecukupanvitamin A a) -0.071 0.583 Tingkat kecukupan Zn a) -0.132 0.308 Tingkat kecukupan zat besi (Fe) a) -0.057 0.662 Tingkat kecukupan Ca a) 0.219 0.087 Tingkat kecukupan vitamin C a) 0.093 0.473 Tingkat kecukupan Cu a) -0.334 0.008* Kejadian diare a) -0.383 0.002* Kejadian (ISPA) a) -0.241 0.095 Pemberian imunisasi a) -0.099 0.442 Pendapatan per kapita a) 0.471 0.000* Pendidikan ibu a) 0.399 0.001* Berat badan lahir a) 0.256 0.045* Besar keluarga a) -0.381 0.002* Pemberian kolostrum a) -0.110 0.394 Pekerjaan ibu c) 0.205 a) Uji hubungan menggunakan Spearman b) Uji hubungan menggunakan Pearson c) Uji hubungan menggunakan Chi Square *Nyata pada 0.05 Variabel
PB/U r 0.272 0.069 0.065 -0.006 0.239 0.120 -0.218 -0.365 -0.108 -0.201 0.428 0.313 0.216 -0.269 0.014 -
p 0.032* 0.596 0.614 0.962 0.062 0.351 0.088 0.004* 0.402 0.117 0.001* 0.013* 0.920 0.034* 0.912 0.377
BB/PB r p 0.90 0.138 -0.136 0.290 -0.165 0.199 -0.072 0.577 0.554 0.678 0.018 0.888 -0.326 0.008* -0.224 0.080 -0.249 0.051 -0.195 0.129 0.328 0.009* -0.179 0.164 0.291 0.022* -2.272 0.033* -0.101 0.437 0.928
Data pada Tabel 13 menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan (r=0.260, p=0.041) antara pengetahuan ibu dengan status gizi indeks PB/U. Sebaran contoh berdasarkan status gizi (PB/U) dengan pengetahuan gizi menunjukkan bahwa ibu yang memiliki pengetahuan dengan kategori sedang dan baik cenderung memiliki anak dengan status gizi (PB/U) normal (Lampiran 4). Pengetahuan dan kemampuan kognitif yang baik seperti membaca dan berhitung memungkinkan ibu lebih mudah mengerti pola pengasuhan yang baik sejak bayi lahir yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan dan berdampak pada status gizi yang baik. Keterbatasan pengetahuan menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap status gizi anak karena dapat mengakibatkan penolakan terhadap pemberian bahan pangan yang dibutuhkan oleh anak walaupun makanan tersebut tersedia (Bharati 2010). Sebelumnya Siagian dan Halistijayani (2015) menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi ibu terhadap status gizi anak menurut indeks panjang badan berdasarkan umur (PB/U) di Puskesmas Pancoran, Jakarta Selatan. Pemberian ASI eksklusif memiliki hubungan yang signifikan (r=0.300, p<0.05) dengan status gizi menurut indeks BB/PB. Indikator BB/PB memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama atau singkat. Misalnya terjadi wabah penyakit dan kekurangan makan atau kelaparan yang mengakibatkan anak menjadi kurus (Kemenkes 2003). Hal ini menunjukkan bahwa kejadian malnutrisi pada bayi dapat disebabkan oleh kegagalan pemberian ASI eksklusif. Pemberian makanan atau minuman lain selain ASI memungkinkan bayi terpapar patogen sehingga meningkatkan risiko infeksi dan berdampak buruk bagi status gizi (Girma et al 2002). Hal tersebut juga sejalan dengan Nakamori et al. (2010) yang menyatakan bahwa bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif memiliki risiko yang tinggi terhadap kekurangan gizi.
29
Hasil penelitian ini menujukkan adanya hubungan yang signifikan (r=0.338, p=0.007) antara tingkat kecukupan protein dengan status gizi berdasarkan indeks PB/U. Hal ini sejalan dengan Prentice et al. (2006) yang menyatakan bahwa kegagalan pertumbuhan linier atau kejadian stunting disebabkan oleh kekurangan energi-protein yang bersifat kronis. Menurut Ministry Of Health New Zealand (2012) protein merupakan komponen esensial dalam pemenuhan zat gizi anak terutama dalam masa pertumbuhan. Protein yang terdiri dari asam-asam amino lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan seperti untuk membangun dan memperbaiki jaringan, sintesis hormon, enzim, serta antibodi dibandingkan untuk menghasilkan energi. Tingkat kecukupan lemak memiliki hubungan yang signifikan (r=0.294, p=0.02) dengan status gizi menurut indeks berat badan berdasarkan umur (BB/U). Menurut Ministry of Health New Zealand (2012), pada 2 tahun pertama kehidupan, anak membutuhkan energi yang lebih banyak untuk pertumbuhan serta metabolisme dalam tubuh sehingga membutuhkan densitas energi yang lebih besar dari asupan sehari-hari. Lemak berperan penting untuk menghasilkan energi. Anak dengan asupan lemak yang kurang berisiko terhadap kekurangan vitamin larut lemak dan energi yang tidak adekuat sehingga dapat menyebabkan kekurangan gizi. Tingkat kecukupan karbohidrat memiliki hubungan yang signifikan (r=0.272, p=0.032) dengan status gizi menurut indeks PB/U. Asupan makronutrien seperti karbohidrat yang tidak adekuat dapat menyebabkan kekurangan gizi. Kekurangan gizi dalam jangka paanjang (kronik) dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan terutama pertumbuhan linier. Dengan demikian tingkat kecukupan karbohidrat yang defisit dalam jangka waktu panjang dapat meningkatkan kejadian stunting (Prentice et al. 2006). Kejadian diare memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi anak berdasarkan indeks BB/U (r= -0.383, p=0.002) dan PB/U (r= -0.365, p=0.004). Kejadian diare di negara berkembang merupakan penyakit penyebab kematian terbesar pada anak-anak. Kejadian diare mengakibatkan proses utilisasi zat gizi menurun sehingga menyebabkan anak kekurangan gizi dalam jangka pendek dan akan berdampak pada terganggunya pertumbuhan liniear jika diare terjadi dalam jangka waktu panjang (Girma et al 2002). Berdasarkan hasil uji bivariat pendapatan per kapita memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi anak berdasarkan indeks BB/U (r=0.471, p=0.000), PB/U (r=0.428, p=0.001), dan BB/PB (r=0.328, p=0.009). Menurut Bharati (2010), salah satu faktor terjadinya malnutrisi pada anak adalah keterbatasan akses bahan pangan yang dibutuhkan karena pendapatan perkapita yang rendah atau kemiskinan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Glewwe et al. (2004) yang menyatakan bahwa meningkatnya pendapatan akan mengurangi angka anak yang mengalami kekurangan gizi. Ada hubungan yang signifikan (p<0.05) antara pendidikan ibu dengan status gizi anak menurut indeks BB/U (r=0.399, p=0.001) dan PB/U. Pendidikan orang tua terutama ibu merupakan elemen kunci untuk memperbaiki status gizi anak. Menurut Frost (2004) pendidikan ibu yang baik akan memengaruhi perilaku dan sikap ibu dalam memelihara kesehatan anak seperti pemberian makanan yang disesuaikan dengan usia anak, pola pengasuhan dan perawatan anak yang berdampak pada status gizi anak terutama berdasarkan indeks BB/U dan PB/U.
30
Hal ini sesuai dengan penelitian Bharati (2010) yang menyatakan bahwa di India prevalensi status gizi kurang yang tinggi pada anak-anak terdapat pada keluarga dengan tingkat pendidikan orang tua yang rendah, sehingga tingkat pendidikan berpengaruh secara langsung terhadap status gizi anak. Menurut (Christiansen dan Alderman 2001) meningkatnya pendidikan ibu akan mengurangi angka stunting sebesar 3-4%. Besar keluarga memiliki hubungan negatif dengan status gizi menurut indeks BB/U (r=-0.381, p=0.045), PB/U (r=-0.269, p=0.034) dan BB/PB (r=2.272, p=0.033). Hal tersebut sejalan dengan Islam et al (2014) yang menyatakan bahwa banyaknya anggota dalam satu rumah tangga memengaruhi status gizi, ketika jumlah anggota bertambah maka status gizi anak akan menurun. Menurut Sichona (2001), semakin besar jumlah anggota keluarga maka orang tua akan semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan dasar anak sehingga dapat menyebabkan anak mengalami kekurangan gizi. Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara berat badan lahir dengan status gizi indeks BB/U (r=0.256, p=0.045) dan BB/PB (r=0.291, p=0.022). Hal ini sejalan dengan Jain dan Singhal (2012) yang menyatakan bahwa bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki risiko malnutrisi yang lebih tinggi dibandingkan bayi yang lahir dengan berat badan normal. Hasil uji Chi Square antara pekerjaan ibu dengan status gizi menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p>0.05). Menurut Girma et al (2002) pekerjaan ibu tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap status gizi anak. Namun hal tersebut tidak sesuai dengan Vaida (2013) yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan status gizi anak. Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa tingkat kecukupan vitamin A, zat besi (Fe), seng (Zn), vitamin C, dan vitamin D tidak memiliki hubungan yang signifikan (p>0.05) dengan status gizi. Hal tersebut tidak sesuai dengan Prentice et al. (2006) yang menyatakan bahwa kelainan pertumbuhan linier dapat terjadi karena kekurangan zat gizi spesifik yang menunjang pertumbuhan linier seperti vitamin C, tembaga dan seng. Uji hubungan antara kelengkapan imunisasi contoh dengan status gizi tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna (p>0.05). Hal tersebut tidak sesuai dengan Yimer (2000) yang menyatakan adanya hubungan antara imunisasi dengan status gizi anak (PB/U). Pemberian kolostrum tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi contoh baik menurut indeks BB/U, PB/U, atau BB/PB. Hal tersebut tidak sejalan dengan Kumar et al. (2006) yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara pemberian kolostrum dan status gizi anak. Anak yang tidak diberikan kolostrum cenderung memiliki berat badan yang kurang dan berdampak pada status gizi yang kurang.
Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Status Gizi Anak Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Status Gizi Indeks BB/U Uji regresi linier dengan metode Backward digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi. Faktor-faktor yang memengaruhi status gizi menurut indeks berat badan berdasarkan umur (BB/U)
31
merupakan variabel independen diantaranya adalah pemberianMP-ASI,tingkat kecukupan lemak, tingkat kecukupan tembaga, kejadian diare,pendapatan keluarga, pendidikan ibu, berat badan lahir, dan besar keluarga. Variabel dependen yang dianalisa adalah status gizi menurut indeks berat badan berdasarkan panjang badan (BB/U). Model yang diperoleh berdasarkan uji regresi yaitu Y = −1.120 + 0.009 X6 − 0.004 X12 − 0.477 X13 + 0.001X16 Hasil uji regresi menunjukkan nilai Coefficient Determination (adjusted r2) sebesar 0.281 yang memberikan pengertian bahwa status gizi anak menurut indeks berat badan berdasarkan umur (BB/U) dipengaruhi oleh faktor-fator yang berpengaruh secara stimultan sebesar 28.1%, yaitu tingkat kecukupan lemak (X6) tingkat kecukupan tembaga (X12), frekuensi diare (X13) dan pendapatan per kapita (X16). Variabel tingkat kecukupan lemak dengan koefisien regresi sebesar 0.009 menunjukkan bahwa setiap kenaikan poin tingkat kecukupan lemak akan meningkatkan 0.009 poin status gizi (BB/U). Hasil uji tersebut juga didukung oleh data korelasi yang membuktikan bahwa tingkat kecukupan lemak memiliki hubungan yang signifikan (p<0.05) dengan status gizi (BB/U). Sebaran contoh menunjukkan bahwa contoh dengan status gizi normal dan status gizi lebih dominan memiliki tingkat kecukupan lemak yang cukup (Lampiran 7). Menurut Prentice et al. (2006) sumber energi yang berasal dari makronutrien seperti lemak sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan. Variabel tingkat kecukupan tembaga (Cu) memiliki korelasi regresi sebesar -0.004. Tanda negatif menunjukkan adanya hubungan yang berlawanan antara tingkat kecukupan Cu dengan status gizi (BB/U). Dengan demikian kenaikan 1 poin tingkat kecukupan Cu akan menurunkan 0.004 poin status gizi (BB/U).Hasil regresi menyatakan tingkat kecukupan tembaga memiliki korelasi yang negatif dengan status gizi. Bioavaibilitas atau tingkat penyerapan tembaga selain dipengaruhi oleh asupan tembaga juga dipengaruhi oleh mikro nutrien lain seperti zat besi (Fe) namun memiliki hubungan yang negatif.Zat besi (Fe) merupakan mikronutrien penting untuk pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan yang cepat yang terjadi dalam periode dua tahun pertama kehidupan membuat tingkat kecukupan terhadap zat besi meningkat sehingga diperlukan asupan Fe yang cukup. Jika asupan tembaga tinggi maka penyerapan Fe akan rendah dan berdampak pada gangguan hematologi yang dapat menimbulkan infeksi dan berdampak pada gangguan status gizi (Angelova et al 2011).Sebaran contoh pada tabel 22 menunjukkan bahwa terdapat sekitar 59.68% contoh memiliki tingkat kecukupan Cu yang cukup namun sebagian besar contoh yaitu sebanyak 72% mengalami defsit Fe. Pendapatan perkapita memiliki nilai korelasi 0.001 yang menunjukkan bahwa setiap kenaikan poin pendapatan keluarga akan meningkatkan 0.001 poin status gizi. Hasil uji tersebut didukung oleh data korelasi yang membuktikan bahwa pendapatan perkapita memiliki hubungan yang signifikan (p<0.05) dengan status gizi (BB/U). Menurut Stillman dan Thomas (2004) status gizi erat kaitannya dengan ketersediaan bahan pangan yang tidak hanya mengandung energi yang tinggi tetapi harus beragam dan berkualitas sehingga dapat memenuhi kebutuhan zat gizi lainnya. Ketersediaan bahan pangan dipengaruhi oleh kemampuan daya beli seseorang atau keadaaan ekonomi yang dapat diukur melalui pendapatan keluarga. Pendapatan meningkat berarti meningkatkan pula
32
ketersediaan bahan pangan yang mengandung makronutrien dan mikronutrien yang tinggi sehingga dapat meningkatkan status gizi anak. Kejadian diare dengan korelasi -0.477 yang menunjukkan bahwa setiap kenaikan poin angka anak yang mengalami diare akan menurunkan 0.477 poin status gizi (BB/U). Hasil uji tersebut juga didukung oleh data korelasi yang membuktikan bahwa kejadian diare memiliki hubungan yang signifikan (p<0.05) dengan status gizi (BB/U). Sebaran contoh menunjukkan bahwa contoh yang mengalami diare memiliki status gizi buruk dan gizi kurang sedangkan contoh yang memiliki status gizi normal cenderung tidak mengalami diare (Lampiran 6). Menurut Nel (2010) kejadian diare memiliki hubungan dua arah dengan kasus kekurangan gizi. Diare dapat menyebabkan kekurangan gizi dan kekurangan gizi dapat memperburuk kejadian diare pada anak. Berkurangnya zat gizi yang diserap tubuh akibat inflamasi dan meningkatnya volume kotoran yang dikeluarkan akan menyebabkan keseimbangan negatif dari protein, lemak, dan gula sehingga mengakibatkan berat badan menurun secara signifikan dan anak menjadi kekurangan gizi. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Status Gizi Indeks PB/U Faktor-faktor yang memengaruhi status gizi menurut indeks panjang badan berdasarkan umur (PB/U) dan merupakan variabel independen adalah pengetahuan gizi, tingkat kecukupan energi, tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan karbohidrat, kejadian diare, pendapatan keluarga, pendidikan ibu, dan besar keluarga. Model yang diperoleh berdasarkan uji regresi yaitu Y = −2.723 + 0.250 X1 − 0.232 X13 Hasil uji regresi menunjukkan nilai Coefficient Determination sebesar 0.239 yang memberikan pengertian bahwa status gizi contoh menurut indeks panjang badan berdasarkan umur (PB/U) dipengaruhi oleh faktor-fator yang berpengaruh secara stimultan sebesar 23.9%, yaitu pengetahuan ibu terkait asi eksklusif dan MP-ASI (X1) serta frekuensi diare (X13). Variabel pengetahuan gizi dengan koefisien regresi sebesar 0.250 menunjukkan bahwa setiap kenaikan poin pengetahuan gizi akan meningkatkan 0.250 poin status gizi (PB/U). Hasil uji tersebut juga didukung oleh data korelasi yang membuktikan bahwa tingkat pengetahuan gizi memiliki hubungan yang signifikan (p<0.05) dengan status gizi (PB/U). Pengetahuan ibu terkait dengan pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI yang baik akan memengaruhi status gizi anak (PB/U). Ibu dengan pengetahuan gizi yang baik akan lebih memperhatikan asupan makanan anak mulai dari dalam kandungan hingga lahir (Riordan 2011). Ibu akan memberikan ASI saja kepada anak hingga usia 6 bulan dan hal tersebut akan meminimalisir pengeluaran terhadap pembelian makanan pendamping atau pengganti ASI seperti susu formula. Praktik pemberian makanan anak oleh ibu dengan pengetahuan gizi yang baik juga akan memperhitungkan kesesuaian kuantitas dan kualitas makanan, waktu pemberian, dan usia anak. Contohnya, ibu akan memberikan MP-ASI secara bertahap mulai dari pemberian bubur kental, sari buah, makanan lumat, kemudian makanan keluarga sehingga asupan zat gizi anak tercukupi terutama pada satu tahun pertama kehidupan yang berdampak pada pertumbuhan linier anak (Kemenkes 2013).
33
Variabel kejadian diare dengan korelasi 0.232 menunjukkan bahwa setiap kenaikan poin anakyang mengalami diare akan meningkatkan 0.232 poin status gizi (PB/U). Hasil uji tersebut juga didukung oleh data korelasi yang membuktikan bahwa kejadian diare memiliki hubungan yang signifikan (p<0.05) dengan status gizi (PB/U). Sebaran contoh menunjukkan bahwa contoh yang cenderung tidak mengalami diare selama 1 bulan terakhir memiliki status gizi normal sedangkan contoh yang mengalami diare memiliki cenderung sangat pendek dan pendek (Lampiran 5). Menurut Nel (2010) terdapat hubungan antara kejadian diare dan pertumbuhan linier anak. Meningkatnya kasus diare pada anak dibawah usia dua tahun akan mengurangi panjang badan anak sebesar 3.6 cm pada saat anak berusia 7 tahun. Sebelumnya Girma et al (2002) menyatakan bahwa diare merupakan penyakit yang timbul akibat ketidakseimbangan antara asupan makanan dan pemanfaatannya oleh tubuh yang dapat menyebabkan efek negatif pada status gizi anak. Kejadian stunting paling tinggi terjadi pada anak yang mengalami diare. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Status Gizi Indeks BB/PB Faktor-faktor yang memengaruhi status gizi BB/PB dan merupakan variabel independen adalah pemberian ASI eksklusif, tingkat kecukupan tembaga (Cu), pendapatan keluarga, berat badan lahir, dan besar keluarga. Model yang diperoleh berdasarkan uji regresi yaitu Y = −1.009 − 0.003 X12 + 0.001 X16 Hasil uji regresi menunjukkan nilai Coefficient Determination (adjusted r2) sebesar 0.090 yang memberikan pengertian bahwa status gizi anak menurut indeks berat badan berdasarkan panjang badan (BB/PB) dipengaruhi oleh faktorfator yang berpengaruh secara stimultan sebesar 9%, yaitu tingkat kecukupan tembaga (X12) dan pendapatan per kapita (X16). Variabel tingkat kecukupan tembaga memiliki koefisien regresi sebesar -0.003. Tanda negatif menunjukan adanya hubungan yang berlawanan antara tingkat kecukupan Cu dengan status gizi dan setiap kenaikan poin tingkat kecukupan tembaga akan menurunkan 0.003 poin status gizi (BB/PB). Hasil uji tersebut didukung oleh data korelasi yang membuktikan bahwa tingkat kecukupan tembaga memiliki hubungan yang signifikan (p<0.05) dengan status gizi (BB/PB). Variabel pendapatan per kapita memiliki korelasi regresi sebesar 0.001 Hal tersebut menunjukkan bahwa kenaikan poin pendapatan per kapita akan menaikkan 0.001 poin status gizi (BB/PB). Hasil uji tersebut juga didukung oleh data korelasi yang membuktikan bahwa pendapatan per kapita memiliki hubungan yang signifikan (p<0.05) dengan status gizi (BB/PB). Sebaran contoh menunjukkan bahwa sebagian besar contoh yang termasuk dalam kategori tidak miskin memiliki status gizi (BB/PB) yang normal sedangkan contoh yang termasuk dalam kategori miskin cenderung memiliki status gizi sangat kurus dan kurus (Lampiran 9). Menurut Islam et al (2014) meningkatnya pendapatan suatu keluarga akan mengingkatkan status gizi anak pada keluarga tersebut karena semakin meningkatnya pendapatan berarti meningkat pula kemampuan keluarga untuk membeli sumber pangan yang baik untuk kesehatan dan tumbuh kembang anak.
34
Pembahasan Umum
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sebaran contoh dengan kategori pengetahuan ibu kurang, sedang dan baik terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI. Hasil penelitian disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Sebaran karakteristik contoh berdasarkan pengetahuan ibu Variabel Berat lahir < 2 500 2 599- 3 999 >= 4 000 Total Kelengkapan imunisasi Tidak lengkap Lengkap Total Kejadian Diare Iya Tidak Total Kejadian ISPA Iya Tidak Total Pemberian kolostrum Tidak Iya Total Pemberian prelakteal Tidak Iya Total Pemberian ASI eksklusif Tidak Iya Total Pemberian MP ASI >6 bulan Tidak Iya Total
Buruk n
Kategori pengetahuan ibu Sedang % n %
Baik n
%
2 8 0 10
20.00 80.00 0.00 100.00
0 41 0
0.00 100.00 0.00
0 10 1
0.00 90.91 9.09
7 3 10
70.00 30.00 100.00
18 23 41
43.90 56.10 100.00
4 7 11
36.36 63.64 100.00
7 3 10
70.00 30.00 100.00
23 18 41
56.10 43.90 100.00
2 9 11
18.18 81.82 100.00
8 2 10
80.00 20.00 100.00
33 8 41
80.49 19.51 100.00
5 6 11
45.45 54.55 100.00
1 9 10
10.00 90.00 100.00
10 31 41
24.39 75.61 100.00
1 10 11
9.09 90.91 100.00
0 10 10
0.00 10.00 100.00
21 20 41
51.21 48.78 100.00
3 8 11
27.27 72.73 100
10 0 10
100.00 0.00 100.00
29 12 41
70.73 29.27 100.00
4 7 11
36.36 63.64 100.00
6 4 10
60.00 40.00 100.00
27 14 41
65.85 34.15 100.00
5 6 11
45.45 54.55 100.00
Tabel 14 menunjukkan bahwa ibu dengan pengetahuan gizi yang sedang dan baik cenderung memiliki anak yang memiliki berat badan lahir normal (2 500- 3 900 gram). Hal yang sama juga dapat dilihat dari kelengkapan imunisasi contoh. Ibu dengan pengetahuan yang sedang dan baik peduli terhadap kelengkapan imunisasi anak dilihat dari persentase kelengkapan imunisasi anak yang lebih tinggi dibandingkan ibu dengan pengetahuan gizi yang kurang. Kejadian diare dan ISPA cenderung terjadi pada contoh yang memiliki ibu dengan pengetahuan yang kurang. Ibu dengan pengetahuan yang baik cenderung memiliki anak yang jarang mengalami diare dan ISPA. Hal tersebut dapat dilihat dari kepedulian ibu terkait asupan pada bayi yang dapat mengurangi risiko kejadian
35
penyakit infeksi. Menurut Pascale et al. (2007) pengetahuan ibu berhubungan dengan model pemberian makanan pada bayi. Ibu dengan pengetahuan yang baik akan memberikan makanan sesuai dengan usianya sehingga kebutuhan bayi terpenuhi. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ibu dengan pengetahuan gizi yang baik cenderung memberian ASI eksklusif pada contoh dari usia 0 hingga 6 bulan dan memberikan makanan pendamping pada saat usia contoh di atas 6 bulan. Namun pengetahuan ibu tidak mengambarkan pemberian prelakteal pada contoh. Artinya, walaupun ibu memiliki pengetahuan yang baik namun sebagian besar ibu memberikan prelakteal pada contoh dengan alasan kebudayaan dan tradisi yang dianut. Rata-rata nilai pengetahuan, sikap, dan praktik ibu mengambarkan status gizi contoh. Hasil penelitian terkait nilai pengetahuan, sikap dan praktik terhadap status gizi disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Rata-rata nilai berdasarkan kategori pengetahuan, sikap dan praktik ibu terkait pemberian ASI eksklusif dan MP ASI BB/U
Pengetahuan Sikap Praktik
Gizi Kurang 7.10 48.21 28.57
Gizi Baik 10.5 55.33 31.29
PB/U Gizi Lebih 10.00 42.00 30.00
BB/PB
Pendek
Normal
Tinggi
7.48 49.73 29.08
10.58 54.78 31.94
11.33 55.00 31.67
Gizi kurang 7.19 49.06 27.81
Normal
Gemuk
10.30 54.46 32.02
9.66 51.67 30.66
Tabel 15 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sebaran contoh dengan perbedaan nilai terkait pengetahuan, sikap dan praktik dengan status gizi contoh. Contoh dengan status gizi baik berdasarkan indikator BB/U, status gizi normal berdasarkan PB/U dan BB/PB cenderung memiliki nilai pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan contoh yang memiliki status gizi kurang, gizi lebih, pendek, gizi kurang dan gemuk. Demikian halnya dengan contoh yang memiliki status gizi baik (BB/U), status gizi normal (PB/U dan BB/PB) cenderung memiliki nilai sikap dan praktik yang lebih tinggi dibandingkan dengan contoh yang mengalami masalah gizi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ibu terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI memiliki keterkaitan dengan sebaran status gizi contoh.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Lama pendidikan ayah dan pendidikan ibu contoh adalah ≥9 tahun. Pekerjaan ayah sebagian besar (64.52%) adalah petani dan sebagian besar ibu tidak bekerja (59.68%). Sekitar 61.29% contoh termasuk dalam kategori miskin berdasarkan pendapatan per kapita dan sebagian besar (62.90%) tergolong dalam keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga kurang dari 4 orang. Umur contoh bekisar 0-24 bulan. Sebagian besar contoh memiliki berat badan lahir normal dan sebagian besar merupakan anak pertama (35.48%). Lebih dari separuh atau sekitar 53.23% contoh memiliki status imunisasi yang lengkap. Kejadian penyakit infeksi
36
seperti diare dan infeksi saluran pernapasan akut didalami oleh lebih dari separuh contoh. Hampir seluruh contoh diberikan kolostrum dan sebagian besar contoh diberikan prelakteal sesaat setelah lahir. Namun hanya 30.65% contoh yang diberikan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan dan sebesar 64.52% diberikan makanan pendamping ASI saat usia kurang dari 6 bulan. Sebagian besar ibu contoh tergolong dewasa muda dengan pengetahuan gizi, sikap dan praktik terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI termasuk dalam kategori sedang. Sebagian besar (61.29%) mengatakan bahwa informasi terkait ASI eksklusif dan MP-ASI diperoleh melalui sumber. Sumber informasi yang paling berperan adalah bidan (47.30%). Status gizi contoh menurut indeks berat badan berdasarkan umur (BB/U) sebagian besar adalah normal (67.74%) dan menurut indeks tinggi badan berdasarkan umur sebagian besar contoh memiliki status gizi normal (58.06%). Demikian halnya dengan indeks berat badan berdasarkan tinggi badan sebagian besar contoh tergolong normal (69.35%). Sebagian besar contoh tergolong dalam kategori defisit untuk kecukupan zat gizi makro dan mikro kecuali vitamin A dan tembaga. Berdasarkan uji bivariat karakteristik sosial ekonomi keluarga seperti pendapatan perkapita memiliki hubungan yang signifikan dengan pengetahuan gizi ibu. Hasil uji bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan pula antara pendidikan ibu dengan sikap dan praktik ibu dalam pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI serta akses informasi dengan pengetahuan ibu dan adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan, sikap dan praktik ibu terhadap pemberian ASI eksklusif. Penelitan ini menunjukkan bahwa status gizi anak usia 0-24 bulan di Desa Batu 12 kecamatan Dolok Masihul, Sumatera Utarasecara langsung dipengaruhi oleh faktor seperti asupan zat gizi (tingkat kecukupan energi, protein, dan lemak) serta penyakit infeksi seperti diare dan dipengaruhi oleh faktor tidak langsung yaitu pengetahuan gizi ibu terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI, pendidikan ibu, pendapatan per kapita keluarga, besar keluarga dan berat badan lahir. Uji lanjutan berupa uji regresi menunjukkan bahwa tingkat kecukupan lemak, tingkat kecukupan tembaga (Cu), dan kejadian diare dapat menjelaskan status gizi indeks BB/U sebesar 28.1%. Berdasarkan hasil uji regresi diketahui bahwa sebesar 23.9% status gizi menurut indeks PB/U dipengaruhi secara stimultan oleh pengetahuan gizi ibu dan kejadian diare. Hasil uji lanjutan terhadap status gizi indeks BB/PB menunjukkan bahwa status gizi (BB/PB) dipengaruhi sebesar 9% oleh pendapatan perkapita dan tingkat kecukupan tembaga (Cu). Saran Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara pengetahuan ibu terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI di Desa Batu 12 Kecamatan Dolok Masihulrekomendasi yang dapat diberikan yaitu peningkatan pengetahuan ibu gizi terutama terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI dilihat dari rendahnya persentase contoh yang diberikan ASI eksklusif dan tingginya persentase pemberian MP-ASI pada usia dibawah 6 bulan. Peningkatan pengetahuan ibu
37
dapat dilakukan dengan cara pemberian penyuluhan oleh bidan desa dikarenakan tingkat kepercayaan ibu kepada bidan sebagai tenaga medis pada saat pemberian imunisasi di pos kesehatan desa (Poskesdes). Penyuluhan dapat diberikan oleh bidan desa atau tenaga medis terkait hal : 1. Manfaat ASI eksklusif yaitu ASI mengandung energi dan zat gizi lain yang diperlukan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan selain itu dapat mencegah kejadian diare dan penyakit infeksi lainnya pada bayi. 2. Pemberian ASI diharapkan berlangsung selama 2 tahun 3. Pemberian makanan pendamping ASI diberikan pada saat usia bayi 6 bulan dan jenis serta konsistensinya disesuaikan dengan usia bayi. Syarat makanan pendamping ASI yang dapat diberikan yaitu mengandung energi dan zat gizi yang lengkap, bersih, dan aman, mudah disediakan, tersedia, dan dapat dijangkau. Peralatan yang digunakan untuk tempat ASI perah ataupun peralatan makanan bayi dipastikan bersih dan aman. 4. Orang tua harus memantau pertumbuhan bayi dengan cara melakukan penimbangan rutin. Pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI secara tepat juga merupakan salah satu upaya pencapaian status gizi normal pada bayi. Sehingga diharapkan melalui meningkatnya pengetahuan, sikap, dan praktik ibu terhadap pemenuhan asupan bayi yang tepat dapat mengurangi prevalensi gizi kurang dan kejadian stunting di Desa batu 12 Kecamatan Dolok Masihul, Sumatera Utara. Adapun saran untuk penelitian selanjutnya yaitu adanya penelitian tentang higienitas dan sanitasi yang merupakan salah satu faktor kejadian penyakit infeksi dikarenakan tingginya persentase penyakit infeksi seperti diare dan infeksi saluran pencernaan di Desa Batu 12 Kecamatan Dolok Masihul.
38
DAFTAR PUSTAKA
Akeredolu LA, Osisanya JO,Mosaddorun JSS, Okarafor U. 2004. Mother’s nutritional knowledge, infant feeding practices and nutritional status of children (0-24 Mo) in Lagoe States, Nigeria. European Journal of Nutrition and Food Safety. 4(4): 364-374 Angelova M, Asenova S, Nedkova V, Kolarova RK. 2011. Copper in the human organism. Trakia Journal of Sciences. 9 (1) : 88-89. Basu AM, Stephenson R. 2005. Low level of maternal education and the proximate determinants of childhood mortality: a little learning is not a dangerous thing. Social Science & Medicine. 60: 2011-2023. Bentley ME. Dee DL. Jensen JL. 2003. Breastfeeding among low income. African-America Women: Power. beliefs. and decision making. The Journal of Nutrition. 305-309 Bharati S, Chakrabarty S, Som S, Pal M, Bharati P. 2010. Socio-economic determinants of underweight children in West Bengal, India. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine : 322-327 [BKKBN] Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 1998. Gerakan Keluarga Berencana dan Keluraga Sejahtera. Jakarta : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara 2014. Berita Resmi Statistik Sumatera Utara No. 06/01/12/Th.XVIII. 2 Januari 2015. . 2010. Laporan Nasional Hasil Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta(ID): Depkes RI. Burnham L. Merewood A. Knapp BP. Braun N. Makrigiorgos G. Matlak S. 2015. Breastfeeding and coffee consumption in childern younger than 2 years in Boston. Massachusetts. USA. Journal of Human Lactatio. Christiaensen L, Alderman H. 2001. Children malnutrition in Ethiopia: Can maternal knowledge augment the role of income. Africa Region Working paper Series. 22: 1-25 Contento RI. 2011. Nutrition Education. Linking Research. Theory. and Practice. Canada: James & Barletlett. Second Edition Domellof M, Hernell O. 2002. Iron deficiency anemia during the first two years of life. Scandinavian Journal of Nutrition. 46(1): 20-30 Damanik R. 2008. Torbangun (Coleus amboinicus Lour) : a Bataknese traditional cuisine perceived as lactogogue by Bataknese lactating women in Simalungun, North Sumatera, Indonesia. J Hum Lact XX(X), XXXX: 19.doi:10.1177/0890334408326086. Frost BM. Forste R. Haas DW. 2004. Maternal education and child nurtritional status in Bolivia: finding the links. Social Science & Medicine. 60 (2005): 395-407
39
Gibson RS. 2005. Principles of Nutrition Assessment. Dunedin: University of Otago Girma W. Ganebo T. 2002. Determinants of Nutrition status of Women and Children in Ethiopia. Calverton. Maryland. USA: ORC Macro Glewwe P. S Koch. BL Nguyen. 2004. Children nutrition. economic growth and provision of healthcare service in Vietnam. Economic Growth. Porverty. and Household Welfare in Vietnam. The World Bank Washington DC. Hastono SP. 2006. Analisis Data. Fakultas Kesehatan Masyarakat. UI Heaton PB, Forste R, Hoffmann JP, Flake D. 2004. Cross-national variation in family influences on child health. Social Science & Medicine. 60 (2005) Islam S. Jothi JS. Islam M. Huq AKO. 2014. Nutritional Status of Rural and Urban Under-Five Children in Tangail District. Bangladesh. International Journal of Innovation and Applied Studies. 8(2): 841-848. Jafar N. 2011. ASI eksklusif [disertasi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin. Jain V. Singhal A. 2012. Catch up growth in low birth weight infants: striking a healthy balance. Rev Endocr Metab Disord 13(2): 141147.doi:10.1007/s11154-012-9216-6. Kamer MS et al. 2001. Promotion of breastfeeding intervention trial : a randomized trial in the Republic of Belarus. JAMA. 285: 413-420 Kent JC. How breastfeeding works. 2007. J Midwifery Womens Health. 52 [Kemenkes] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta (ID): Balitbangkes. . 2015. Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta (ID): Kemenkes . 2011. Keputusan Meteri Kesehatan RI No: 1995/MenkesSK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaia Status Anak. Jakarta (ID): Kemenkes RI. Kumar D, Agrawal N, Swarni HM. 2006. Social-demographic correlates of breastfeeding in urban slums of Chandirgarh. Indian Journal Med Science.60(6): 461 Lutter KC, Rivera JA. 2003. Nutritional status of infants and young children and characteristics of their diets. The Journal of Nutrition. 133(9): 2914S-2949S Ministry of Health. 2008. Food and Nutrition Guidelines for Healthy Infants and Toddlers (Aged 0-2): A background paper (4th Ed). Wellington: Ministry of Health Muchina EN. PM Waithaka. 2010. Relationship between breastfeeding practices and nutritional status of childen aged 0-24 month in Nairobi. Kenya. African Journal OfFood Agriculturure Nutrition And Development. 10(4). Nakamori M. Ninh NX. Khan Nc. Houng CT. Tuan NA. Mai LB. Hien VTH. Nhung BT. nakano T. Yoshiike N et al. 2010. Nutritional status. feeding practice and incidence of infectious diseases among children aged 6 to 18
40
months in northern mountainous Vietnam. The Journal of Medical Investigation. 57:45-53 Ndiokwelu CI,Maduforo AN, Amadi CA, Okwy CP. 2014. Breastfeeding and complementary feeding practices of mothers of childern (0-24 months) attending Infant Welfare Clinice (IWC) at Institute of Child Health (ICH). Journal of Bilogy, Agriculture and Healthcare. 4(11): 5-15 Nel ED. 2010. Diarrhoea and malnutrition. S Afr J Clin Nutr. 23 (1): 15-18 Pascale KNA, Laure NJ, Enyong Oj. 2007. Factors assosiated with breastfeeding as well as the nutritional status of infants (0-12) monthsPakistan Journal of Nutrition. 6(3): 259-263 Prentice A, Schoenmakers I, Laskey MA, Bono SD, Ginty F, Goldberg G. 2006. Nutrition in growth and development: Nutrition and bone growth development. Proceedings of Nutrition Society. 65(4): 348-360 Rahman M. Mustofa G. Nasrin S. 2008. Nutritional status among childern aged 24-59 months in rurall Bangladesh: An assesment measured by BMI index. The internet Journal of Biological Anthropology. 3(1) Riordan J. 2011. The biological specificity of breast milk. In: Breastfeeding and Human Lactation. Boston. USA: Jones and Bartlett. 118-20 Rohani. 2014. Kecamatan Dolok Masihul Dalam Angka 2014. Serdang Bedagai (ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai. Roy MP, Mohan U, Singh SK, Singh VK, Srivastava K. 2014. Determinants of prelacteal feeding in rural Northern India. International Journal of Preventive Medicine. 5(5): 658-663 Shrinivas B. Rajesh P. Manisha S. 2010. Colostrum: All-in-one medicine. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 2(1) Siagian CM, Halistijayani. 2015. Mother’s knowledge on balanced nutrition to nutritional status of children in Puskesmas (Public Health Center) in the district of Pancoran, Southern Jakarta 2014. International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences. 4(7): 815-826 Sichona FJ. 2001. Family structures and childern’s nutritional status in Tanzania. Tanzanian Journal of Population Studies and Development. 8(1): 91-109 Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Soetjiningsih. 1997. ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta (ID) EGC. Sofyani S. 2002. Peran vasodilator pada gagal jantung anak. Sari Pediatri. 3(4): 213-221. Stillmsn S, Thomas D. 2004. The effect of economic crises on nutritional status: Evidence from Rusia [ Disccussion Paper]. Bonn (DE): The institute for the Study of Labor (IZA) [UNICEF] United Nations Children Foundation.2011. Ringkasan Kajian, Gizi Ibu dan Anak. http://www.unicef.org (10 Maret 2016)
41
Vaida N. 2013. Impact of maternal occupation on health and nutritional status of preschooler (In Srinagar City). IOSR Journal of Humanitities and Social Sciece. 7(1): 9-12 Weimer J. 2001. The economic benefits of breastfeeding: A review and analysis. Economic Research Service. USDA [WHO] World Health Organization. 1998. Complementary feeding of young children in developing countries. A review of current scientific knowledge. Geneva : WHO .2002. Nutrient adequacy of exclusive breastfeeding for the term infant during the first six month of life. Geneva: WHO . 2008. Organization 86 (9) : 657-736
Diarrhoeal
diseases.
World
Health
. 2013. Estimating child mortality due to diarrhoeal in developing countries. Geneva: WHO Yimer G. 2000. Malnutrition among children in Southern Ethiopia: Level and risk factors. The Ethiopian Journal of Health Development. 14(3): 283-290
42
LAMPIRAN
Lampiran 1 Sebaran jawaban ibu terkait pertanyaan ASI eksklusif dan MP-ASI Variabel Mengetahui defenisi kolostrum
Mengetahui sebutan pemberian ASI saja selama 6 bulan tanpa makanan tambahan Mengetahui pemberian ASI pertama yang tepat
Mengetahui kegunaan pemberian ASI
Mengetahui kegunaan pemberian ASI bagi bayi
Mengetahui kandungan zat gizi dalam ASI
Mengetahui makanan yang terbaik yang diberikan pada bayi pada waktu lahir Mengetahui defenisi ASI eksklusif
Mengetahui anjuran pemerintah terhadap pemberian ASI eksklusif Mengetahui defenisi MP-ASI
Mengetahui usia yang benar dalam pemberian MPASI Mengetahui pemberian susu formula yang tepat
Mengetahui apa yang yang dipersiapkan ketika ibu meninggalkan bayi Mengetahui cara memerah asi yang benar
Mengetahui cara penyimpanan ASI perah yang tepat
Iya Tidak Total Iya Tidak Total Iya Tidak Total Iya Tidak Total Iya Tidak Total Iya Tidak Total Iya Tidak Total Iya Tidak Total Iya Tidak Total Iya Tidak Total Iya Tidak Total Iya Tidak Total Iya Tidak Total Iya Tidak Total Iya Tidak Total
n 30 32 62 53 9 62 50 12 62 45 17 62 59 3 62 24 38 62 25 37 62 44 18 62 48 14 62 24 38 62 46 16 62 38 24 62 37 25 62 25 37 62 18 44 62
% 48.39 51.61 100 85.48 14.52 100 80.65 19.35 100 72.58 27.42 100 95.16 4.84 100 38.71 61.29 100 40.32 59.68 100 70.97 29.03 100 77.42 22.58 100 38.71 61.29 100 74.19 25.81 100 61.29 38.71 100 59.68 40.32 100 40.32 59.68 100 29.03 70.97 100
43
Lampiran 2 Sebaran persepsi ibu terkait ASI eksklusif dan MP-ASI Variabel Susu formula lebih mudah dan murah diberikan kepada bayi dibandingkan ASI
Makanan tambahan atau prelakteal seperti madu dan air sangat penting diberikan kepada bayi yang baru lahir
Makanan tambahan selain ASI diberikan pada saat bayi berusia kurang dari 6 bulan agar bayi sehat
ASI eksklusif bermanfaat untuk pertumbuhan dan perkembangan anak
Memakan ikan pada saat menyusui akan membuat ASI menjadi berbau amis
Memakan daun bangun-bangun (Torbangun) akan membuat ASI semakin banyak
Susu formula sama manfaatnya dengan ASI
Ibu harus mengetahui tentang pemberian ASI eksklusif yang benar kepada bayi
ASI ditambahkan dengan pemberian susu formula sangat baik bagi bayi
Sangat setuju Setuju Biasa saja Tidak setuju Sangat tidak setuju Total Sangat setuju Setuju Biasa saja Tidak setuju Sangat tidak setuju Total Sangat setuju Setuju Biasa saja Tidak setuju Sangat tidak setuju Total Sangat setuju Setuju Biasa saja Tidak setuju Sangat tidak setuju Total Sangat setuju Setuju Biasa saja Tidak setuju Sangat tidak setuju Total Sangat setuju Setuju Biasa saja Tidak setuju Sangat tidak setuju Total Sangat setuju Setuju Biasa saja Tidak setuju Sangat tidak setuju Total Sangat setuju Setuju Biasa saja Tidak setuju Sangat tidak setuju Total Sangat setuju Setuju Biasa saja Tidak setuju Sangat tidak setuju Total
n 2 10 0 46 4 62 4 55 2 1 0 62 3 16 7 35 1 62 24 36 1 1 0 62 1 10 20 27 4 62 48 14 0 0 0 62 0 15 15 31 1 62 12 43 5 2 0 62 1 21 10 29 1 62
% 3.23 16.13 0 74.19 6.45 100 6.45 88.71 3.23 1.61 0 100 4.84 25.81 11.29 56.45 1.61 100 38.71 58.06 1.61 1.61 0 100 1.61 16.13 32.26 43.55 6.45 100 22.58 77.42 0 0 0 100 1.61 24.19 24.19 50.00 0 100 19.35 69.35 8.06 3.23 0.00 100 1.61 33.87 16.13 46.77 1.61 100
44
Lampiran 2 Sebaran persepsi ibu terkait ASI eksklusif dan MP-ASI (lanjutan) Variabel Ibu harus menyiapkan ASI seperti memerah ASI dan menyimpan ASI untuk persediaan bayi di rumah ketika ibu harus meninggalkan bayi di rumah karena ada kepentingan di luar
Di tempat umum seperti pusat perbelanjaan atau tempat kerja sebaiknya disediakan tempat menyusui
Ibu harus mengerti tentang proses inisiasi menyusui dini (IMD)
Menyusui dengan perasaan tenang dan nyaman dapat meningkatkan produksi ASI
Bayi di sapih ketika berusia 2 tahun keatas
Ibu yang bekerja tidak perlu memberikan ASI kepada bayi
Ibu akan memberikan ASI pertama (kolostrum) pada saat pertama bayi lahir
Ibu akan memberikan ASI saja tanpa tambaan makanan lain kepada bayi hingga bayi berusia 6 bulan
Sangat setuju Setuju Biasa saja Tidak setuju Sangat tidak setuju Total Sangat setuju Setuju Biasa saja Tidak setuju Sangat tidak setuju Total Sangat setuju Setuju Biasa saja Tidak setuju Sangat tidak setuju Total Sangat setuju Setuju Biasa saja Tidak setuju Sangat tidak setuju Total Sangat setuju Setuju Biasa saja Tidak setuju Sangat tidak setuju Total Sangat setuju Setuju Biasa saja Tidak setuju Sangat tidak setuju Total Jelas iya Iya Mungkin Tidak Jelas tidak Jelas Iya Iya Mungkin Tidak Jelas tidak
n 0 25 23 14 0 62 0 40 2 10 10 62 14 36 1 11 0 62 9 45 2 5 1 62 7 36 7 12 0 62 0 2 3 41 16 62 17 33 0 12 0 0 12 6 30 14
% 0.00 40.32 37.10 22.58 0.00 100 0.00 64.52 3.23 16.13 16.13 100 22.58 58.06 1.61 17.74 0.00 100 14.52 72.58 3.23 8.06 1.61 100 11.29 58.06 11.29 19.35 0.00 100 0.00 3.23 4.84 66.13 25.81 100 27.42 53.23 0.00 19.35 0.00 0.00 19.35 9.68 48,39 22,58
45
Lampiran 3 Sebaran jawaban ibu terkait praktik ASI eksklusif dan MP-ASI Variabel Ibu memberikan bubur saring pada bayi kurang dari 6 bulan karena bayi rewel
Ibu memberikan makanan padat (seperti nasi) kepada bayi pada usia 3 bulan agar bayi gemuk dan sehat
Ibu memberikan ASI dan susu formula pada saat bayi baru lahir
Ibu akan lebih sering menyusui agar produksi ASI lebih lancar serta hubungan ibu dan bayi menjadi lebih dekat
Ibu selalu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menyusui bayi
Ibu tidak memberikan ASI saja selama 6 bulan kepada anak karena ASI ibu tidak cukup
Ibu memberikan makanan pendamping ASI pada saat bayi berumur diatas 6 bulan
Ibu memberikan makanan pendamping ASI secara bertahap diawali dengan pemberian bubur kental, sari buah, makanan lumat (lembik) setelah itu makanan keluarga
n 5 24 15 17 1 13 29 6 13 1 1 30 8 18 5 13 42 6 1 0 0 0 1 61 0 0 17 14 26 5 0 13 1 45 3 0 0 2 60 0 62
Jelas iya Iya Mungkin Tidak Jelas tidak Jelas iya Iya Mungkin Tidak Jelas tidak Jelas iya Iya Mungkin Tidak Jelas tidak Jelas iya Iya Mungkin Tidak Jelas tidak Jelas iya Iya Mungkin Tidak Jelas tidak Jelas iya Iya Mungkin Tidak Jelas tidak Jelas iya Iya Mungkin Tidak Jelas tidak Jelas iya Iya Mungkin Tidak Jelas tidak Total
% 8.06 38.71 24.19 27.42 1.61 20.97 46.77 9.68 20.97 1.61 1.61 48.39 12.90 29.03 8.06 20.97 67.74 9.68 1.61 0.00 0.00 0.00 1.61 98.39 0.00 0.00 27.42 22.58 41.94 8.06 0.00 20.97 1.61 72.58 4.84 0.00 0.00 3.23 96.77 0.00 100
Lampiran 4 Tabulasi silang antara pengetahuan gizi dengan status gizi (PB/U) Kategori pengetahuan gizi Buruk Sedang Baik Total
Sangat pendek dan pendek n % 5 21.74 17 73.91 1 4.35 23 100.00
PB/U Normal
Tinggi
n 5 21 10 36
n 0 3 0 3
% 13.89 58.33 27.78 100.00
% 0 100.00 0 100.00
Nilai p
0.009
46
Lampiran 5 Tabulasi silang antara kejadian diare dengan status gizi (PB/U) Kejadian diare
Sangat pendek dan pendek n % 18 78.26 5 21.74 23 100.00
Iya Tidak Total
PB/U Normal n % 12 33.33 24 66.67 36 100.00
Tinggi n % 2 66.67 1 33.33 3 100.00
Nilai p 0.005
Lampiran 6 Tabulasi silang antara kejadian diare dengan status gizi (BB/U) BB/U Kejadian diare Iya Tidak Total
Gizi buruk dan Gizi kurang n % 15 46.9 4 13.3 19 30.6
Normal n % 17 53.1 25 83.3 42 67.7
Nilai p
Tinggi n % 0 0 1 3.3 1 1.6
0.003
Lampiran 7 Tabulasi silang antara tingkat kecukupan lemak dengan status gizi Kategori tingkat kecukupan lemak
Gizi buruk dan gizi kurang n % 19 100.00 0 0 19 100.00
Defisit Cukup Total
Status gizi (BB/U) Baik n 36 6 42
% 85.71 14.28 100.00
Lebih n 0 1 1
Nilai p
% 0 100.00 100.00
0.003
Lampiran 8 Tabulasi silang antara pendapatan perkapita dengan status gizi BB/PB Normal
Sangat kurus dan kurus n % 14 87.50 2 12.50 16 100.00
Pendapatan per kapita Miskin Tidak miskin Total
n 23 20 43
Gemuk
% 53.49 46.51 100.00
n 1 2 3
Nilai p
% 33.33 66.67 100.00
0.010
Lampiran 9 Hasil uji regresi linier pada SPSS Hasil uji regresi linier dengan variabel dependen BB/U Model (Konstan) MP-ASI Tingkat kecukupan lemak Tingkat kecukupan Cu Diare Pend. perkapita Pend.ibu Besar Kel BBL
Koefisien tidak Koefisien tersandar standar B Std. Eror Beta -3.229 1.579 -.333 .378
t
p
Kolinearitas statistik Toleransi VIF
-.105
-2.044 -.880
.046 .383
.839
1.192
.011
.006
.252
1.942
.057
.711
1.407
-.004
.001
-.367
-2.919
.005
.758
1.319
.821 1.039E-6 .039 -.106 .350
.365 .000 .057 .162 .403
.271 .155 .089 -.086 .100
2.250 1.137 .686 -.656 .868
.029 .261 .496 .514 .389
.827 .647 .714 .703 .895
1.209 1.545 1.400 1.422 1.117
47
Model
Koefisien tidak Koefisien tersandar standar B Std. Eror Beta t -3.783 1.328 -2.849 -.376 .371 -.119 -1.014
p .006 .315
1.917
(Konstan) MP-ASI Tingkat kecukupan .011 .006 .247 lemak Tingkat kecukupan -.005 .001 -.388 Cu Diare .820 .363 .270 Pend.perkapita 1.282E-6 .000 .191 Pend.Ibu .046 .055 .105 BBL .366 .400 .105 (Konstan) -3.676 1.318 MP-ASI -.326 .365 -.103 Tingkat kecukupan .012 .006 .265 lemak Tingkat kecukupan -.005 .001 -.388 Cu Diare .906 .347 .299 Pendapatan 1.447E-6 .000 .216 BBL .368 .399 .106 (Konstan) -3.852 1.301 Tingkat kecukupan .011 .005 .251 lemak Tingkat kecukupan -.005 .001 -.382 Cu Diare .873 .344 .288 Pendperkap 1.305E-6 .000 .194 BBL .323 .395 .093 (Konstan) -2.911 .606 Tingkat kecukupan .011 .005 .264 lemak Tingkat kecukupan -.004 .001 -.371 Cu Diare .937 .334 .309 Pend.perkap 1.224E-6 .000 .182 (Konstan) -2.692 .597 Tingkat kecukupan .014 .005 .330 lemak Tingkat kecukupan -.005 .001 -.395 Cu Diare 1.010 .335 .333 a. Dependent Variable: Status Gizi (BB/U)
Kolinearitas statistik Toleransi VIF .864
1.157
.061
.713
1.402
-3.203
.002
.809
1.236
2.259 1.542 .833 .916 -2.789 -.893
.028 .129 .409 .364 .007 .376
.827 .774 .742 .898
1.209 1.293 1.348 1.113
.888
1.126
2.090
.041
.733
1.363
-3.211
.002
.809
1.236
2.611 1.798 .924 -2.961
.012 .078 .360 .004
.900 .821 .898
1.111 1.219 1.113
2.001
.050
.744
1.344
-3.177
.002
.811
1.233
2.535 1.657 .818 -4.804
.014 .103 .417 .000
.910 .854 .913
1.099 1.171 1.095
2.121
.038
.755
1.324
-3.110
.003
.823
1.215
2.802 1.572 -4.509
.007 .122 .000
.960 .868
1.042 1.153
2.789
.007
.854
1.171
-3.305
.002
.838
1.194
3.014
.004
.979
1.022
48
Hasil uji regresi linier dengan variabel dependen PB/U Model
Koefisien tidak Koefisien terstandar standar B Std. Eror Beta -3.692 1.937 .244 .084 .380 -.009 .013 -.172
t -1.906 2.891 -.700
p .062 .006 .487
-.188
-.952
.411
(Konstan) Pengetahuan ibu TKE Tingkat kecukupan -.005 .006 protein Tingkat kecukupan .020 .011 karbohidrat Tingkat kecukupan .005 .004 kalsium Diare .523 .420 Pendperkap -1.274E-7 .000 BBL .143 .473 Besar Kel -.257 .191 (Konstan) -3.324 1.244 Pengetahuan ibu .240 .079 Tingkat kecukupan -.009 .013 energi Tingkat kecukupan -.005 .006 protein Tingkat kecukupan .020 .011 karbohidrat Tingkat kecukupan .005 .004 kalsium Diare .546 .405 Besar -.246 .171 keluarga (Konstan) -3.427 1.229 Pengetahuan ibu .228 .076 Diare .561 .402 Besar Kel -.231 .169 (Konstan) -3.462 1.239 Pengetahuan ibu .212 .076 Tingkat kecukupan .003 .003 kalsium Diare .612 .404 Besar Kel -.221 .170 (Konstan) -3.321 1.223 Pengetahuan ibu .208 .076 Diare .624 .402 Besar Kel -.248 .167 (Konstan) -4.616 .867 Pengetahuan ibu .232 .075 Diare .688 .404 a. Dependent Variable: Status Gizi (PBU)
Kolinearitas statistik Toleransi VIF .740 .211
1.352 4.729
.346
.327
3.059
1.843
.071
.257
3.887
.190
1.273
.209
.576
1.736
.149 -.016 .036 -.178
.219 .906 .763 .184 .010 .004
.895 .667 .933 .728
1.117 1.499 1.072 1.374
.374
1.244 -.118 .303 -1.345 -2.672 3.044
.816
1.225
-.167
-.694
.491
.213
4.697
-.188
-.969
.337
.328
3.051
.408
1.866
.067
.258
3.872
.189
1.308
.196
.592
1.690
.155
1.349
.183
.931
1.074
-.171
-1.436
.157
.874
1.144
.007 .004 .169 .177 .007 .007
.861 .933 .888
1.162 1.071 1.127
.330
-2.787 2.978 1.394 -1.368 -2.795 2.783
.881
1.136
.102
.822
.415
.811
1.232
.174 -.154
1.515 -1.302 -2.715 2.744 1.552 -1.485 -5.322 3.104 1.702
.135 .198 .009 .008 .126 .143 .000 .003 .094
.941 .889
1.062 1.125
.884 .943 .921
1.131 1.061 1.086
.927 .953
1.079 1.049
.355 .160 -.161
.324 .178 -.172 .362 .196
49
Hasil uji regresi linier dengan variabel dependen BB/PB Model
Koefisie tidak terstandar B Std. Eror -1.825 1.840 -.147 .475
(Konstan) ASI Eks Tingkat -.003 .002 kecukupan Cu Pend.perkap 1.479E-6 .000 BBL .474 .465 Besar kel -.118 .188 (Konstan) -1.899 1.810 Tingkat -.003 .002 kecukupan Cu Pend.perkap 1.344E-6 .000 BBL .457 .458 Besar kel -.123 .186 (Konstan) -2.533 1.527 Tingkat -.004 .002 kecukupan Cu Pend.perkap 1.631E-6 .000 BBL .472 .455 (Konstan) -1.009 .414 TKCu -.003 .002 Pendperkap 1.579E-6 .000 a. Dependent Variable: StatusGiziBBPB
Koefisien standar Beta
t -.992 -.309
p .325 .758
-.259 -1.981 .208 .129 -.090
-.042
Kolinearitas statistik Toleransi VIF .818
1.222
.052
.895
1.117
1.376 1.019 -.627 -1.049
.174 .312 .533 .299
.668 .959 .743
1.498 1.043 1.347
-.256 -1.980
.053
.900
1.111
.189 .124 -.094
1.379 .998 -.660 -1.660
.173 .323 .512 .102
.799 .972 .748
1.252 1.028 1.337
-.280 -2.270
.027
.978
1.022
.065 .304 .018 .037 .074
.996 .975
1.004 1.026
1.000 1.000
1.000 1.000
.230 .128
1.879 1.037 -2.437 -.261 -2.139 .222 1.821
50
Lampiran 11 Kuesioner penelitian HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TERKAIT PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN MP ASI DENGAN STATUS GIZI ANAK DI DESA BATU 12 KECAMATAN DOLOK MASIHUL
LEMBAR PERSETUJUAN (Informed Consent)
“Saya yang bertanda tangan di bawah ini bersedia menjadi subjek penelitian dan bersedia mengisi data berikut dengan sebenar-benarnya tanpa paksaan dari siapapun. Data yang telah diberikan oleh subjek akan dijaga kerahasiaannya dan tidak akan disebutkan namanya serta hanya digunakan untuk kepentingan dalam penyusunan skripsi”
Bogor, _______________ 2016
(…………………………….…)
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
50
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TERKAIT PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN MP ASI DENGAN STATUS GIZI ANAK DI DESA BATU 12 A. Halaman Muka 1. Nama Pewawancara 2. Nama Responden 3. Nama Kepala Keluarga 4. Nama Desa/Kelurahan 5. Kode responden/sampel 6. Tanggal wawancara
Sheet : HalMuk (A1) : (A2): (A3) : (A4) : (A5) : (A6) :
B. Sosial / Ekonomi
Sheet : Sosek
Isilah jawaban pada bagian yang disediakan sesuai dengan kondisi sebenarnya 1. Jumlah Anggota Keluarga B1 No
B2 Nama
Hub dgn KK
B3 Jenis Kela min
B4a
B4b
B5
B6
B7
B8
B9
bln
Pend. Terakhir
Pekerjaan
Keadaan Fisiologis
TB* (cm)
BB* (kg)
Usia
thn
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Keterangan : Hub. Kel : (1)=Suami/ayah,(2)= Istri, (3) = Anak, (4) = Orang Tua (kakek/nenek, (5) = Saudara lainnya Jenis Kelamin: 1 = Laki-laki, 2 = Perempuan Pendidikan Terakhir : 1= Tidak sekolah atau tidak tamat SD, 2=SD/Sederajat, 3= SLTP/sederajat, 4= SLTA/sederajat, 5= Diploma/D3 sederajat, 5= Sarjana/S1 sederajat, 6= dan lain lain Keadaan fisiologis 0=tidak hamil,menyusui ,1=hamil, 2=menyusui
Pekerjaan : 1= Tidak Bekerja, 2= PNS/ABRI, 3 = Wiraswasta, 4 = Buruh, 5 = Jasa 6 = Petani/ Peternak , dan 7= Lainnya (………………) *: Tinggi badan Ibu dan Berat badan Ibu
51
C. Pendapatan / Bulan 1. 2. 3. 4. 5.
Sheet : Pendapatan
Ayah (C1) = Rp _________________________ Ibu (C2) = Rp _________________________ Anak (C3) = Rp _________________________ Anggota keluarga lainnya (C4) = Rp _________________________ Total Pendapatan (C5) = Rp _________________________
D. Karakteristik Anak Sheet : KarakterAnak Isilah jawaban pada bagian yang disediakan sesuai dengan kondisi saat kehamilan 1. Berat badan anak (D1) : _________ kg/gram* 2. Panjang badan anak (D2)
:
3. Umur (D3)
:
4. Jenis imunisasi yang didapatkan a. BCG (D4)
:_________
b. Hepatitis B (D5)
: _________ , _________ , _________
c. Polio (D6)
: _______,_______._______,_____
d. DPT (D7)
: _________
e. Campak (D8)
: _________
5. Berat lahir anak (D9)
: _________ kg/gram*
6. Urutan kelahiran (D10)
:
7. Pemberian ASI pertama (kolostrum) ketika lahir (D11): Iya / Tidak 8. Pemberian prelakteal ketika baru lahir (D12): Iya/Tidak 9. Lama pemberian ASI eksklusif (ASI saja) selama(D13) :_____ bulan 10. Durasi pemberian ASI sekali menyusui (D14):_____ menit/jam 11. Intensitas menyusui sehari (D15)
: _____ kali
12. Pemberian makanan pendamping ASI dimulai saat bayi berusia (D16) : _____ bulan 13. Anak mengalami diare dalam sebulan terakhir (D17):Iya / Tidak 14. Frekuensi diare sebulan terakhir (D18) 15. Rata-rata lama diare (D19)
: _____ kali :_____ hari
16. Pernah menderita atau mempunyai riwayat sakit pernafasan (ISPA) tandatandanya seperti batuk dan atau pilek disertai demam atau tidak: (D20) 1. Ya 2. Tidak 3. Selama........hari
52
E.
PENGETAHUAN TERKAIT ASI EKSKLUSIF DAN MP ASI Sheet : Pengiz
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut sesuai dengan jawaban yang menurut anda paling benar No. E1
E2
E3
Pertanyaan ASI yang pertama kali keluar disebut
1. 2. 3. 4. Pemberian ASI saja 1. selama 6 bulan tanpa 2. makanan tambahan disebut 3. 4. Bayi harus diberikan ASI 1. pertamannya sejak... 2. 3.
E4
E5
E6
E7
E8
E9
E10
4. 1. 2. 3. 4. ASI memiliki banyak 1. manfaat karena ASI 2. mengandung 3. 4. Makanan terbaik yang 1. diberikan kepada bayi 2. yang baru lahir adalah 3. 4. Pemberian ASI bermanfaat 1. bagi 2. 3. 4. ASI eksklusif artinya 1. Kegunaan pemberian ASI bagi bayi yaitu
Sesuai dengan anjuran pemerintah, berapa lama ASI eksklusif sebaiknya diberikan Makanan pendamping ASI
2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 1.
Pilihan Jawaban Kasein ASI transisi Kolostrum ASI eksklusif Inisiasi menyusu dini ASI eksklusif MPASI ASI transisi Segera setelah bayi lahir atau maksimal 1 jam setelah lahir Menunggu ibu benar-benar siap memberikan ASI Setelah bayi diberikan susu formula untuk latihan menghisap setelah itu diberikan ASI Menunggu bayi menangis terus hingga kelaparan ASI merupakan makanan pokok bagi bayi Agar bayi gemuk Agar bayi tidak rewel Agar bayi tidak makan nasi Komponen gizi yang lengkap Vitamin saja Lemak saja Protein saja Air putih Susu formula Madu Kolostrum Ibu saja Bayi saja Petugas kesehatan Ibu dan bayi Bayi diberikan ASI bersamaan dengan susu formula Bayi diberikan ASI saja Bayi diberikan ASI dan makan bubur saring Bayi diberikan ASI dan air putih 0-12 bulan 4-6 bulan 0-6 bulan 4-12 bulan Makanan yang diberikan kepada bayi selain ASI
53
No.
Pertanyaan (MP ASI) artinya
E11
Makanan pendamping ASI (MP ASI) dapat diberikan pada bayi ketika berusia
E12
Kapan waktu yang tepat untuk memberikan susu formula kepada bayi
E13
Ketika ibu harus meninggalkan bayi ibu, maka yang harus ibu siapkan adalah
E14
Cara memerah ASI yang benar adalah dengan cara
2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 1.
2. 3.
E15
ASI tidak mudah basi dan tahan jika disimpan pada suhu
4. 1. 2. 3. 4.
Pilihan Jawaban Makanan pengganti ASI Makanan utama bayi Makanan khusus bagi bayi yang baru lahir 3 bulan di atas 6 bulan 4 bulan 5 bulan Sejak bayi lahir Saat bayi berusia 4 bulan Sejak bayi lahir sampai seterusnya Saat bayi berusia diatas 6 bulan Susu formula Bubur bayi ASI yang diperah dan disimpan sehingga bayi tetap menerima ASI Buah-buahan Memerah ASI pada payudara kiri sampai habis lalu memerah pada payudara kanan dan sebaliknya Memerah ASI secara bergantian setiap 3-5 menit pada payudara kiri dan kanan Memerah ASI sesuai kehendak dan keinginan ibu Tidak ada jawaban yang benar Suhu rendah (dalam lemari es/freezer) Suhu ruang Suhu tinggi (panas) Kedap udara
Pertanyaan terkait Persepsi (Sikap) Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif Jawablah dengan jujur dan seksama, berdasarkan apa yang ibu lakukan pada setiap pernyataan. Beri tanda silang (√) pada salah satu jawaban dari dua pilihan. No
Pernyataan
Jawaban Sangat Setuju
E16
E17
E18
Susu formula lebih mudah dan murah diberikan kepada bayi dibandingakan ASI Makanan tambahan atau prelakteal seperti madu dan air sangat penting diberikan kepada bayi yang baru lahir Makanan tambahan selain ASI diberikan pada saat bayi berusia kurang dari 6 bulan agar bayi sehat
Setuju
Biasa saja
Tidak setuju
Sangat tidak setuju
54
No
Pernyataan
Jawaban Sangat Setuju
E19
E20
E21
E22 E23
E24
E25
E26
E27 E28
E29 E30
ASI eksklusif bermanfaat untuk pertumbuhan dan perkembangan anak Memakan ikan pada saat menyusui akan membuat ASI menjadi berbau amis Memakan daun bangun-bangun (Torbangun) akan membuat ASI semakin banyak Susu formula sama manfaatnya dengan ASI Ibu harus mengetahui tentang pemberian ASI eksklusif yang benar kepada bayi ASI ditambahkan dengan pemberian susu formula sangat baik bagi bayi ibu harus menyiapkan ASI seperti memerah ASI dan menyimpan ASI untuk persediaan bayi di rumah ketika ibu harus meninggalkan bayi di rumah karena ada kepentingan di luar Di tempat umum seperti pusat perbelanjaan atau tempat kerja sebaiknya disediakan tempat menyusui Ibu harus mengerti tentang proses inisiasi menyusui dini (IMD) Menyusui dengan perasaan tenang dan nyaman dapat meningkatkan produksi ASI Bayi di sapih ketika berusia 2 tahun keatas Ibu yang bekerja tidak perlu memberikan ASI kepada bayi
Setuju
Biasa saja
Tidak setuju
Sangat tidak setuju
55
Pertanyaan terkait Perilaku Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif Jawablah dengan jujur dan seksama, berdasarkan apa yang ibu lakukan pada setiap pernyataan. Beri tanda silang (√) pada salah satu jawaban dari dua pilihan di kotak jawaban yang tersedia. No
Pernyataan Jelas Iya
E31 Ibu akan memberikan ASI pertama (kolostrum) pada saat pertama bayi lahir E32 Ibu akan memberikan ASI saja tanpa tambahan makanan lain kepada bayi hingga bayi berusia 6 bulan E33 Ibu memberikan bubur saring pada bayi kurang dari 6 bulan karena bayi rewel E34 Ibu memberikan makanan padat (seperti nasi) kepada bayi pada usia 3 bulan agar bayi gemuk dan sehat E35 Ibu memberikan ASI dan susu formula pada saat bayi baru lahir E36 Ibu akan lebih sering menyusui agar produksi ASI lebih lancar serta hubungan ibu dan bayi menjadi lebih dekat E37 Ibu selalu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menyusui bayi E38 Ibu tidak memberikan ASI saja selama 6 bulan kepada anak karena ASI ibu tidak cukup E39 Ibu memberikan makanan pendamping ASI pada saat bayi berumur diatas 6 bulan E40 Ibu memberikan makanan pendamping ASI secara bertahap diawali dengan pemberian bubur kental, sari buah, makanan lumat (lembik) setelah itu makanan keluarga
Iya
Jawaban Mungkin Tidak
Jelas Tidak
56
Pertanyaan terkait Akses informasi Ibu mengenai ASI Eksklusif dan MPASI Pilih jawaban dengan memberikan tanda (X) atau dilingkari. Jawaban boleh lebih dari satu E36. Ibu mengetahui tentang ASI Eksklusif dan MP ASI dari pihak 1. Keluarga 2. Teman 3. Tetangga 4. Televisi 5. Radio 6. Majalah atau surat kabar 7. Internet 8. Dokter 9. Bidan 10. Penyuluhan 11. Lain-lain................................... F. Formulir Quantitative 24 h Food Recall Sheet : RiwASI 1. Apakah anak Ibu masih diberikan ASI ? (G1)______ 1. Ya 2. Tidak (*Jika tidak lanjutkan ke food recall) 2. Jika Ya, bagaimanakah praktik pemberian ASI-nya? (G2)____ 1. ASI saja 2. ASI + MPASI 3. ASI + Susu Formula+MPASI 4. Susu Formula+MPASI (*Jika terdapat konsumsi MPASI dan Susu Formula wajib isi food recall) 3. Tuliskan frekuensi dan lama waktu menyusui anak Sheet : ASIRecall F31
F32
F33
No.
Waktu Menyusui (pukul)
Lama menyusui (menit)
57
Tuliskan semua jenis dan jumlah makanan atau minuman yang telah anak Ibu konsumsi terhitung 24 jam dari wawancara berlangsung Sheet : FoodRecall No. Acara Makan
1.
Sarapan Pukul 6.00 – 9.00
2.
Selingan/snack Pagi Pukul 9.0011.00
3.
Makan siang Pukul 11.00 15.00
4.
Selingan/snack sore Pukul 15.00 – 18.00
5.
Makan malam Pukul 18.00 – 22.00
Menu Makanan
Bahan Makanan
Kode Pangan (H4)
URT
Gram (H5)
58
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Novania Andriany Sitorus lahir pada tanggal 25 November 1994 di Bogor dari bapak A. Sitorus dan ibu N. Sipayung. Penulis merupakan putri ke-3 dari 4 bersaudara. Penulis mendapat pendidikan formal berawal dari SD Negeri Curug 3 Bogor (2001-2003), lulus pendidikan dasar di SD Negeri 105427 Pardomuan pada tahun 2006 dan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Dolok Masihul pada tahun 2009 serta menyelesaikan pendidikan menengah atas pada tahun 2012 di SMA Negeri 2 Tebing Tinggi. Penulis diterima masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan pada tahun 2012 pada mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Selama mengikuti perkuliahan, penulis melakukan Kuliah Kerja NyataKeprofesian (KKN-P) di Desa Rabak, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor pada tahun 2015 bidang Gizi Masyarakat dengan pelaksanaan program seperti revitalisasi posyandu, konseling gizi di Puskesmas, penyuluhan keamanan pangan pada anak sekolah dasar (SD), pendampingan lansia, serta pendampingan balita gizi kuirang. Penulis melakukanDietetics Internshipdi Rumah Sakit Khusus Kanker Dharmais (Jakarta) dengan penatalaksanaan 3 kasus yaitu penyakit dalam dengan kasus Chronic Kidney Disease (CKD) ecHidronefrosis Bilateral Kanker Kolon, penyakit bedah dengan kasus bedah mayor terhadap Tumor Otak (Retro Orbita) dengan tindakan Craniotomy Removal Tumorserta penyakit anak dengan kasus Acute Myeloid Leukimia (AML) pada pasien dengan status gizi kurang. Penulis juga menjadi asisten praktikum mata kuliah Gizi Olahraga dan Analisis Zat Gizi (AZG) pada semester ganjil tahun 2015. Penulis aktif dalam beberapa organisasi diantaranya adalah anggota Divisi Peduli Pangan dan Gizi (PPG) Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) pada tahun 2015, anggota dari Asosiasi Penerima Beasiswa Tanoto Foundation (TSA IPB) pada tahun 2014 hingga 2016, dan koordinator bidang pemerhati Komisi Pelayanan Anak (KPA) yang diselenggarakan oleh Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) pada tahun 2013. Penulis juga berkontribusi dalam kepanitiaan kegiatan Seminar Nasional Nutrition Fair 2015 sebagai anggota Divisi Sponsorship.