Nova Nurfauziawati 240210100003 Kelompok 11A V.
HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Kontak dengan peralatan pengolahan besi Pisau stainless steel
Sampel
Pisang
Terong
Warna
Tekstur
Warna
Tekstur
Putih kekuningan
Keras
Kuning
Keras
+++++
+
kecoklatan
++
Putih kecoklatan
Lunak
+
+
Salak
Kentang
Pisau berkarat
Coklat
Kuning kecoklatan ++
Putih kecoklatan +
Lunak ++
Keras
Coklat
Keras
+
++
+
Kuning Keras
kecoklatan
Keras
+++
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011
Tabel 2. Mengurangi kontak dengan oksigen Sampel
Pisang
Terong
Salak
Kentang
Tanpa perlakuan
Akuades
Garam 25%
Putih
Putih
kekuningan
kekuningan
+++
+++
Tekstur
Keras ++++
Keras ++++
Warna
Coklat +
Coklat ++
Coklat +
Tekstur
Keras +
Keras +
Lunak ++
Warna
Coklat ++
Coklat +
Tekstur
Keras ++
Keras ++
Warna
Coklat +++
Coklat ++
Coklat +
Tekstur
Keras ++
Keras +++
Keras +
Warna
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011
Gula 20% Putih
-
kekuningan +++ Keras ++++ Putih
-
kekuningan Keras ++++ -
Nova Nurfauziawati 240210100003 Kelompok 11A Tabel 3. Menonaktifkan enzim polifenoloksidase Blansing
Sampel
Diamkan 15’
Perendaman
(rebus 3’ sayur)
Na-
Asam
(kukus 2’
Bisulfit
sitrat
buah) Putih
Pisang Warna
kekuningan +++++
Tekstur
Terong
Warna
Keras +
Coklat +
Kuning
Kuning
pucat tua
pucat +++
Lunak ++
+++
+++
Putih
Kuning
kecoklatan
kecoklatan
++++
++
Keras +
Keras +
Warna
Coklat ++
Coklat +
Putih
Tekstur
Keras ++
Keras +
Keras +++
Kuning
Kuning
coklat
coklat
+++++
++++
Salak
Tekstur
Keras ++++
Lembek
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011
++ Lunak
Keras +
Kentang
pucat
Lunak
Tekstur
Warna
Kuning
Kuning coklat +++
Keras ++
Asam askorba t
Kuning pucat +
Lunak +
Coklat
Kuning
+
++
Keras +
Keras +
Putih
Kuning
cerah
cerah
Keras +++
Keras +
Kuning
Kuning
coklat
coklat
+
++
Keras +
Keras +++
Nova Nurfauziawati 240210100003 Kelompok 11A VI. PEMBAHASAN
Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim α-amilase hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa. Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu substrat, susu, keasaman, kofaktor, dan inhibitor. Enzim lengkap disebut holoenzim; bagian protein, apoenzim; dan bagian nonprotein, kofaktor. Senyawa yang diubah dalam reaksi yang dikatalisis enzim disebut substrat (deMan, 1997). Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Jika suhu dan pH tidak sesuai, maka enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya. Reaksi pencoklatan sering terjadi pada bahan pangan dikenal dua jenis pencoklatan yaitu pencoklatan enzimatis dan pencoklatan non-enzimatis. Reaksi pencoklatan enzimatis dapat terjadi karena adanya jaringan tanaman yang terluka, misalnya memar akibat pemotongan dan lain-lain. Bagian yang terluka
tersebut secara cepat menjadi berwarna gelap karena terjadi kontak
dengan udara. Sampel yang digunakan dalam praktikum kali ini ialah pisang, terong, salak dan kentang. Sedangkan uji yang dilakukan ialah pencegahan pencolatan enzimatis dengan mengurangi kontak dengan peralatan pengolahan besi, pencegahan pencolatan enzimatis dengan cara mengurangi kontak dengan
Nova Nurfauziawati 240210100003 Kelompok 11A oksigen, dan pencegahan pencolatan enzimatis dengan cara menonaktifkan enzim polifenoloksidase. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pencegahan pencolatan enzimatis dengan mengurangi kontak dengan peralatan pengolahan besi ialah sampel dikupas lalu diiris dengan menggunakan 2 buah pisau yang berbeda, yakni pisau stainless steal dan pisau berkarat. Selanjutnya didiamkan selama 15 menit lalu diamati tekstur dam warnanya. Adapun hasil pengamatan dari praktikum ini dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kontak dengan peralatan pengolahan besi Sampel
Pisang
Terong
Salak
Kentang
Pisau stainless steel
Pisau berkarat
Warna
Tekstur
Warna
Tekstur
Putih kekuningan
Keras
Kuning
Keras
+++++
+
kecoklatan
++
Putih kecoklatan
Lunak
+
+
Coklat
Kuning kecoklatan ++
Putih kecoklatan +
Lunak ++
Keras
Coklat
Keras
+
++
+
Kuning Keras
kecoklatan
Keras
+++
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011
Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa sampel yang iris menggunakan pisau berkarat memiliki warna yang lebih coklat dan tekstur yang lebih keras untuk pisang dan tektur yang lebih lunak untuk terong. Hal ini disebabkan pisau berkarat / tembaga mengandung ion Cu, mudah berkarat (oksidasi). Hal ini karena enzim polifenolase akan bereaksi dengan tembaga dan mempercepat warna coklat. Pencoklatan pada pengunaan pisau tembaga terjadi karena reaksi logam Cu yang dikandung pisau biasa dengan daging buah Cu membentuk protein Cu dan O.
Nova Nurfauziawati 240210100003 Kelompok 11A Protein + Cu2+ + O2 + monofenol
protein Cu2+ + o-quinon + H2O
Sedangkan sampel yang diiris dengan menggunakan pisau stainless seteal lebih lama mengalami proses pencoklatan, karena pisau stainless steel adalah jenis pisau besi yang dilapisi baja tahan asam dan basa sehingga tidak mudah bereaksi dengan oksigen diudara bebas sehingga tidak terjadi proses oksidasi. Kontak dengan besi akan memudahkan terjadinya oksidasi yang berujung pada pencoklatan atau browning, selain itu kecepatan browning juga dipengaruhi oleh luas permukaan pemotongan buah. Praktikum selanjutnya adalah pencegahan pencolatan enzimatis dengan cara mengurangi kontak dengan oksigen. Langkah-langkah yang dilalukan dalam praktikum ini ialah sampel diiris kemudian sebagian dari sampel yang telah diiris tersebut dimasukkan ke dalam mangkok kosong, mangkok berisi aquadest, mangkok berisi larutan garam 25% untuk sampel berupa sayuran dan mangkok berisi larutan gula 20% untuk sampel berupa buah. Sampel tersebut diletakkan didalam mangkok hinga terendam selama 15 menit lalu diamati perubahan warna dan teksturnya. Adapun hasil pengamatan dari praktikum ini dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Mengurangi kontak dengan oksigen Sampel
Pisang
Terong
Salak
Kentang
Tanpa perlakuan
Akuades
Garam 25%
Putih
Putih
kekuningan
kekuningan
+++
+++
Tekstur
Keras ++++
Keras ++++
Warna
Coklat +
Coklat ++
Coklat +
Tekstur
Keras +
Keras +
Lunak ++
Warna
Coklat ++
Coklat +
Tekstur
Keras ++
Keras ++
Warna
Coklat +++
Coklat ++
Coklat +
Tekstur
Keras ++
Keras +++
Keras +
Warna
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011
Gula 20% Putih
-
kekuningan +++ Keras ++++ Putih
-
kekuningan Keras ++++ -
Nova Nurfauziawati 240210100003 Kelompok 11A Secara enzimatis reaksi pencoklatan jaringan tanaman dalam udara terbuka disebabkan oleh reaksi oksidasi yang dikatalis oleh enzim fenolase, polifenol oksidase, tirosinase, atau katekolase. Reaksi pencoklatan pada buahbuahan karena hidroksilasi sekunder o-quinon/ kelebihan o-difenol. Kemudian senyawa trihidroksi
benzena
berinteraksi
dengan
o-quinon
membentuk
hidroksiquinon. Selanjutnya hidroksiquinon mengalami polimerisasi dan dengan cepat dikonversi menjadi polimer berwarna merah/merah coklat, dan akhirnya menjadi melanin berwarna coklat. Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa sampel tanpa perlakuan dan direndam dalam aquadest lebih mudah berwarna coklat dari pada sampel yang direndam dalam larutan gula dan garam. Hal ini terjadi karena sampel dapat dengan mudah teroksidasi pada udara bebas dari pada di dalam larutan, karena oksigen yang terdapat dalam larutan akan terperangkap sehingga memperlambat proses pencoklatan. Perendaman bahan / sampel dalam larutan dapat menyebabkan kontak bahan / sampel dengan udara khususnya oksigen dapat diminimalisasi. Pencoklatan enzimatis pada sayuran dan buah-buahan terjadi karena adanya enzim polifenoloksidase pada bahan yang bereaksi dengan oksigen. Salah satu cara untuk menghindari pencoklatan enzimatis adalah dengan menonaktifkan enzim polifenoloksidase dengan cara mencampurkan sampel dengan antioksidan, sehingga kontak antara sampel dan oksigen akan dapat diminimalisir, karena dengan penambahan anti oksidan oksigen akan bereaksi dahulu dengan antioksidan tersebut, tidak langsung dengan sampel. Antioksidan dinyatakan sebagai senyawa yang secara nyata dapat memperlambat oksidasi, walaupun dalam konsentrasi yang lebih rendah sekalipun dibandingkan dengan substrat yang dapat dioksidasi. Selain itu, senyawa kompleks logam juga dapat menginaktifkan enzim dengan mengikat logam yang diperlukan enzim itu. Oleh karena itu pada percoban kali ini sampel ditambahkan berbagai jenis antioksidan, diantaranya natrium bisulfit, asam askorbat (vitamin C), dan asam sitrat yang kemudian dibandingkan dengan sampel yang diblasing dan tanpa perlakuan . Pada praktikum ini antioksidan digunakan untuk menunda, memperlambat, dan
Nova Nurfauziawati 240210100003 Kelompok 11A mencegah proses oksidasi senyawa fenolik yang terdapat dalam sampel. Natrium bisulfit berperan sebagai inhibitor yang potensial untuk fenolase. Selain dengan penambahan antioksidan, pencegahan proses oksidasi yang menyebabkan pencoklatan enzimatis pun dilakukan dengan cara blansing, karena tujuan dari blansing adalah a). Menonaktifkan enzim terutama polifenoloksidase (penyebab pencokelatan enzimatis), lipoksigenase (penyebab ketengikan), ascorbic acid oxidase (penyebab penguraian vitamin C), serta katalase dan peroksidase (keduanya dipakai sebagai indikator kecukupan blansing); b). Menghilangkan kotoran yang melekat; c). Mengurangi jumlah mikroorganisme; d). Melenturkan jaringan hingga mudah masuknya ke dalam kemasan; dan e). Mengeluarkan udara dari jaringan untuk mencegah reaksi oksidasi, mencegah agar tekanan dalam kemasan sewaktu sterilisasi jangan terlalu tinggi, memudahkan sortasi berdasarkan berat jenis serta membuat jaringan yang hijau tampak lebih cerah (Tjahjadi, 2011). Langkah-langkah yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sampel diiris, kemudian sampel yang telah diiris tersebut dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama, untuk sampel tanpa perlakuan yang didiamkan selama 15 menit lalau diamati warna dan teksturnya. Bagian yang kedua adalah sampel yang dibansing rebus untuk sayuran dan blansing kukus untuk buah-buahan. Bagian yang terakhir adalah sampel yang direndam dalam 3 buah larutan yang berbeda yakni larutan Na-bisulfit 20%, Asam sitrat 2% dan asam askorbat 20%. Hasil pengamatan dari praktikum ini dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Menonaktifkan enzim polifenoloksidase Blansing
Sampel
Diamkan 15’
Perendaman
(rebus 3’ sayur)
Na-
Asam
Asam
(kukus 2’
Bisulfit
sitrat
askorbat
buah) Putih
Pisang Warna
kekuningan +++++
Kuning
Kuning
pucat tua
pucat +++
Kuning pucat ++
Kuning pucat +
Nova Nurfauziawati 240210100003 Kelompok 11A Tekstur
Keras +
Lunak ++ Putih
Terong
Warna
Coklat +
Lunak
Lunak
+++
+++
Kuning
kecoklatan kecoklatan ++++
++
Tekstur
Keras +
Keras +
Keras +
Warna
Coklat ++
Coklat +
Putih
Tekstur
Keras ++
Keras +
Keras +++
Kuning
Kuning
Kuning
coklat
coklat
coklat
+++++
++++
+++
Lembek
Keras ++
Salak
Warna Kentang Tekstur
Keras ++++
Lunak +
Coklat
Kuning
+
++
Keras +
Keras +
Putih
Kuning
cerah
cerah
Keras +++
Keras +
Kuning
Kuning
coklat +
coklat ++
Keras +
Keras +++
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sampel tanpa perlakuan mengalami pencoklatan yang lebih cepat dibandingkan dengan sampel yang mengalami perlakuan, baik perlakuan blansing maupun perlakuan perendaman dalam larutan natrium bisulfit, asam askorbat dan asam sitrat. Penambahan dengan senyawa asam, yaitu asam askorbat, asam sitrat dan natrium bisulfit terbukti dapat mencegah pencokelatan enzimatis pada sampel. Sedangkan pada proses blansing belum efektif untuk mencegah pencokelatan, Menurut literatur penggunaan asam askorbat atau vitamin C kurang baik dibandingkan dengan asam asetat, karena vitamin C paling mudah rusak dan mudah teroksidasi. Oksidasinya sangat cepat bila kondisinya alkalis, pada suhu tinggi, dan terkena sinar. Pada percobaan didapatkan bahwa sampel yang telah mengalami kerusakan atau pencoklatan tidak akan balik lagi mengalami kondisi yang lebih baik dari awal percobaan. Hal ini disebabkan karena senyawa antioksidan ini hanya bersifat mencegah atau menunda proses oksidasi, tidak memperbaiki senyawa yang telah rusak.
Nova Nurfauziawati 240210100003 Kelompok 11A Pada sampel yang mengalami proses blansing maka warna yang dihasilkan semakin cerah dan tekstur yang dihasilkan semakin lunak. Hal ini disebabkan oleh enzim yang terdapat dalam sampel tersebut dinonaktifkan, terutama enzim polifenoloksidasi yang merupakan penyebab pencokelatan enzimatis, dan enzim katalase dan peroksidase yang digunakan sebagai indikator kecukupan blansing. Selain itu, sampel yang telah diblansing kukus maupun diblansing rebus memiliki tekstur yang lebih lunak. Hal ini dikarenakan blansing dapat menyebabkan pelenturan jaringan.
Nova Nurfauziawati 240210100003 Kelompok 11A VII. KESIMPULAN
Buah-buahan dan sayuran yang dipotong menggunakan pisau berkarat lebih udah mengalami pencoklatan.
Buah-buahan dan sayuran ynag direndam dengan larutan garam atau gula lebih tahan lama mengalami pencoklatan dari pada buah dan sayuran tanpa perlakuan. Hal ini karena kontak bahan dengan udara sangat minim.
Penonaktifan enzim polifenoloksidase dapat dilakukan dengan cara melakukan proses blansing pasa buah dan sayuran, serta perendaman dalam asam askorbat, asam sitrat, natrium bisulfit.
Sampel tanpa pelakuan lebih cepat mengalami pencoklatan dibandingkan sampel bahan yang mengalami proses blansing dan perendaman. Karena polifenoloksidase pada sampel tanpa perlakuan masih aktif.
Nova Nurfauziawati 240210100003 Kelompok 11A DAFTAR PUSTAKA
De man, J. M. 1997. Kimia Makanan. Penerbit ITB. Bandung. Tjahjadi, Carmencita. 2011. Pengantar Teknologi Pangan (Volume I). Jurusan Teknologi Industri Pangan. Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Universitas Padjajaran. Jatinangor Tranggono dan Sutardi. 1989. Biokimia dan Teknologi Pascapanen. Pusat Antar Universitas-pangan dan Gizi. Universitas Gajah Mada: Yogyakarta. Winarno, F.G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia. Jakarta