1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Warna memainkan peranan penting dalam persepsi dan penerimaan konsumen terhadap makanan. Burrows (2009) menyebutkan bahwa warna menjadi faktor kualitas utama dan paling penting dibandingkan atribut lain seperti rasa dan tekstur. Selama proses pengolahan pangan warna suatu bahan pangan dapat mengalami degradasi. Hal ini mendorong produsen untuk menambahkan zat pewarna ke dalam makanan yang berfungsi untuk memberikan warna, meningkatkan warna alami produk, atau untuk mencapai konsistensi warna pada suatu produk makanan (Delgado-Vargas dan ParedesLópez, 2003). Secara umum, zat pewarna yang ditambahkan digolongkan menjadi dua yakni, pewarna sintetis dan pewarna alami (Nachay, 2009). Pewarna sintetis memiliki sifat stabil, mudah diproduksi, dan dapat digunakan pada hampir semua jenis makanan, namun pewarna ini berpotensi memiliki sifat negatif bagi kesehatan apabila dikonsumsi dalam dosis berlebih, sehingga penggunaanya diatur ketat melalui legislasi yang dikeluarkan oleh FDA (Delgado-Vargas dan Paredes-López, 2003). Berbeda dengan pewarna sintetik yang hanya memiliki fungsi tunggal sebagai pewarna, pewarna alami memiliki banyak fungsi. Selain sebagai pewarna, golongan pigmen klorofil, karotenoid, dan antosianin secara umum telah banyak diteliti dan diketahui
1
2
memiliki sifat fungsional.
Seiring dengan kesadaran masyarakat akan
kesehatan, preferensi konsumen untuk mengkonsumsi pangan dengan pewarna alami pun semakin meningkat, sehingga, penggunaan zat pewarna alami mulai dipilih sebagai alternatif bahan pewarna tambahan pada makanan. Salah satu pewarna alami yang digunakan adalah golongan antosianin. Antosianin merupakan pigmen vakuola dan bersifat larut air (Blank, 1947). Antosianin memberikan warna merah, merah jambu, ungu, dan biru (Jackman dan Smith, 1996) dan terdapat pada bunga, buah, daun, dan akar (DelgadoVargas dan Paredes-López, 2003). Menurut Lee et al. (2009), antosianin memiliki fungsi biologis aktif sebagai antioksidan, anti-inflamasi, antikanker, antimutagenik, aktivitas chemopreventive, dan penghambatan α-glukosidase. Joint Expert Committee on Food Additive menetapkan batasan ADI antosianin ekstrak anggur adalah 0-2,5 mg/kg (JECFA, 1975). Meskipun demikian, konsumsi antosianin dari buah dan sayur dapat jauh melebihi konsumsi antosianin sebagai bahan tambahan pangan (Parkinson dan Brown, 1981). Selain itu, tingginya konsentrasi relatif yang boleh diasup, menjadikan antosianin dapat dikembangkan sebagai pewarna alami yang aman pada makanan dan minuman (Santos dan Meireles, 2009). Beras merupakan makanan pokok bagi hampir setengah populasi dunia. Salah satu jenis beras adalah beras hitam. Dahulu, konsumsi beras hitam terbatas pada kalangan bangsawan sehingga beras ini dikenal pula dengan sebutan ‘forbidden rice’. Saat ini, manfaat beras hitam bagi kesehatan telah
3
banyak dipelajari, dan di Indonesia telah beredar pula minuman beras hitam. Beras hitam (Oryza sativa, L. indica) berwarna ungu pekat mendekati hitam pada bagian aleuron dan endospermia, bagian ini kaya akan kandungan antosianin. Sianidin 3-glukosida merupakan jenis antosianin paling banyak pada beras hitam, jenis antosianin ini berperan memberikan warna merah keunguan atau merah tua. Menurut Xu dalam 240th National Meeting of the American Chemical Society (ACS), beras hitam dapat dijadikan sebagai sumber antosianin yang lebih ekonomis dibandingkan blueberi (Woods, 2010). Saat ini, penelitian dan aplikasi antosianin beras hitam sebagai pewarna alami belum banyak dipublikasikan. Di sisi lain, penggunaan antosianin sebagai pewarna pangan masih terbatas dikarenakan stabilitas antosianin sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, konsentrasi, oksigen, cahaya, enzim, asam askorbat, gula dan sulfit (Cavalcanti et al., 2011). Oleh karena itu, diperlukan studi yang mempelajari mekanisme untuk meningkatkan kestabilan antosianin. Kopigmentasi merupakan salah satu cara untuk menstabilkan dan memperkuat warna antosianin. Brouillard (1983) menjelaskan, kopigmentasi intermolekuler merupakan interaksi antara antosianin yang berwarna dengan kopigmen yang tak berwarna melalui mekanisme ikatan non-kovalen. Gaya Van der Waals, efek hidrofobik, dan interaksi ionik merupakan driving force pada kopigmentasi intermolekuler yang ditandai dengan efek hiperkromik dan batokromik (Asen et al., 1972; Dangles et al., 1993). Kopigmentasi telah dipelajari dapat menstabilkan dan memperkuat warna antosianin pada anggur,
4
jus, dan produk buah-buahan dengan polifenol sebagai kopigmennya. Sumber kopigmen dapat berasal dari tumbuhan, misalnya pada daun bunga mawar (Shikov et al., 2008). Pada penelitian ini, sumber kopigmen di ekstrak dari daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L.) dan daun tempuyung (Sonchus arvensis, L.). Daun belimbing wuluh mengandung myricetin, luteolin, dan kuersetin (Miean dan Mohamed, 2001) serta asam ferulat, asam galat, dan tanin (Mukhlisoh, 2010) yang dapat berfungsi sebagai kopigmen. Daun tempuyung digunakan sebagai pembanding dikarenakan genus ini memiliki kandungan flavon yang dapat memberikan efek kopigmentasi yang tinggi. Berdasarkan penelitian Istiqamah (2011) ekstrak daun belimbing wuluh memiliki kandungan klorofil yang cukup tinggi yang dapat mengganggu kestabilan ekstrak terkopigmentasi selama penyimpanan. Oleh karena itu pada penelitian ini, ekstrak daun belimbing wuluh dan tempuyung yang diperoleh dipartisi dengan heksan, dilanjutkan pemurnian dengan kolom SepPak C18 untuk meminimalkan kandungan klorofil. Ekstrak ini kemudian digunakan untuk mengkopigmentasi antosianin yang diekstrak dari beras hitam. Ekstrak buah belimbing wuluh tidak digunakan sebagai kopigmen dikarenakan memiliki kandungan asam askorbat yang cukup tinggi. Asam askorbat memiliki efek negatif pada kopigmentasi dengan membentuk kondensasi pada atom C4 sehingga menyebabkan kehilangan warna (PoeiLangston dan Wrolstad, 1981). Selain itu, asam askorbat mudah teroksidasi,
5
oksidasi semakin cepat pada paparan cahaya yang dapat menyebabkan terbukanya cincin pirilium (Markakis, 1982). Mekanisme lain adalah asam askorbat berberkondensasi secara langsung pada atom C4 molekul antosianin yang menyebabkan degradasi kedua senyawa Hal tersebut didukung oleh penelitian Istiqamah (2011) yang membandingkan ekstrak daun dan buah yang menunjukkan bahwa ekstrak daun memberikan efek kopigmentasi yang lebih tinggi dibanding ekstrak buah belimbing wuluh. Enkapsulasi merupakan metode yang efektif untuk membawa komponen bioaktif termasuk pigmen alami antosianin. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pigmen antosianin dapat dienkapsulasi dengan teknik pengeringan spray dan maltodekstrin sebagai enkapsulannya (Ersus dan Yurdagel, 2007; Idham et al., 2012). Selain itu, enkapsulasi dapat meningkatkan stabilitas antosianin, menghasilkan bubuk yang stabil terhadap oksidasi, kemudahan dalam penanganan, dan kelarutan yang lebih baik. Proses pencampuran akan lebih mudah dilakukan dalam bentuk kering sehingga memiliki aplikasi yang lebih luas (Gibbs et al., 1999). Penelitian ini akan mengkombinasikan kopigmentasi dan enkapsulasi untuk menghasilkan antosianin yang stabil dan mudah untuk diaplikasikan. Antosianin yang stabil dapat diaplikasikan sebagai pewarna alami. Enkapsulasi perlu dilakukan untuk memudahkan dan memperluas aplikasi antosianin. Selain itu, studi awal mengenai stabilitas penyimpanan antosianin terkopigmentasi yang dibawa dalam suatu sistem enkapsulasi perlu dipelajari.
6
B. Rumusan permasalahan 1.
Bagaimana pengaruh rasio antosianin dan ekstrak flavonoid terhadap efek kopigmentasi
2.
Bagaimana pengaruh mikroenkapsulasi dengan metode spray drying terhadap retensi antosianin terkopigmentasi
3.
Bagaimana stabilitas penyimpanan antosianin terkopigmentasi yang dibawa dalam sistem enkapsulasi.
C. Tujuan penelitian Tujuan Umum: Mempelajari kopigmentasi pigmen antosianin beras hitam dengan kopigmen alami yang berasal dari daun belimbing wuluh dan daun tempuyung. Tujuan Khusus: 1.
Menentukan rasio antosianin dan ekstrak flavonoid yang efektif untuk kopigmentasi
2.
Melihat pengaruh mikroenkapsulasi dengan metode spray drying terhadap retensi antosianin terkopigmentasi
3.
Mengetahui stabilitas penyimpanan antosianin terkopigmentasi yang dibawa dalam sistem enkapsulasi.
D. Manfaat penelitian Penelitian ini akan memberikan informasi mengenai potensi daun belimbing wuluh dibandingkan dengan daun tempuyung sebagai sumber flavonoid untuk menstabilkan pewarna alami antosianin. Penelitian ini akan
7
memberikan informasi mengenai stabilitas antosianin terenkapsulasi dan menentukan kondisi penyimpanan yang sesuai. Selain itu, penelitian ini dapat menambah wawasan untuk memperluas aplikasi antosianin terkopigmentasi khususnya dalam penggunaannya sebagai pewarna alami.