Notulensi Diskusi Pararel “Hutan dan Sumber Daya Air” 6 Oktober 2015 Narasumber: 1. Hamong Santono (INFID) 2. Andriani Dahniar (HuMA) Fasilitator: Nurhidayati (Walhi)
Pengantar Fasilitator: Sumber daya air akan sagat berkaitan dengan hutan dan ekosistem. Ada pertanyaan menarik dari Yanuar Nugroho yang menyatakan “SDGs adalah agenda global yang sudah disepakati oleh negara-negara dunia dan harapannya tidak menegasikan perioritas nasional. Sehingga seharusnya Agenda Nasional harus lebih progresif dari Agenda Global. Dalam diskusi kali ada dua hal yang bisa jadi pemicu kita untuk berdiskusi nanti yaitu: 1. Isu-isu penting apa yang perlu dipertajam dari presentasi atau yang belum tercakup dalam presentasi tetapi dirasa sebaga isu prioritas. 2. Hal-hal apa yang kiranya yang perlu dilakukan oleh kita sebagai masyarakat sipil atau bagaiman kita ikut mendorong terwujudnya dari SDGs ini. Untuk pemerintahan Jokowi ini apa yang bisa kita dorong dalam pemerintahan ini.
Presentasi Narasumber: “Sumberdaya Air dalam SDGs” (tujuan 6) Pada waktu MDGS Air hanya menjadi salah satu target dalam goal 7, namum sekarang persoalan air dan sanitasi menjadi goal tersendiri, artinya ini merupakan persoalan krusial yang harus diselesaikan oleh masyarakat global. Dalam konteks itu saya ingin memberikan fakta soal air di Indonesia: • • •
Tahun 70 an 22 DAS rusak Pada tahun 80 an 36 DAS rusak 1990 hingga kini 60 DAS rusak
1
Artinya DAS semakin banyak yang mengalami kerusakan dan kita bisa mengecek bahwa setiap tahun isu kekeringan menjadi isu dimedia, yang lokasinya tidak jauh dari daerah yang mengalami kekeringan. Kalau terjadi setiap tahun dan dilokasi yang sama maka itu adalah kelalaian bukan bencana. Kalau kita mencek apa yang menjadi persoalan sumber daya air di Indoensia, ada dua lembaga yang menangani yaitu Kementrian PU dan Kementrian Lingkungan Hidup. Kalau kita mau ngecek persoalan Aqua itu di Kementrian ESDM. Untuk PDAM pengelolaannya ada Kementrian Dalam Negeri. Jadi Air itu dikelola secara parsial. Kalau kita mengecek lagi ketika masih berlaku UU Sumberdaya Air, yang mendorong partisipasi public dalam mengelola sumber daya air tetapi sebenarnaya tidak banyak yang tahu bahwa ada ruangan partisipasi yang dibuka oleh Kementrian PU sebagai leading sektor untuk implementasi UU Sumberdaya Air. Fakta yang lain tahun 2010 Cuma 44% penduduk yang memiliki akses air bersih yang layak (PAM, Ledeng, sumber air, sumur yang jaraknya 10 meter dari tempat pembuangan akhir) jadi bisa dibayangkan sebenarnya jika lokasi rumah kita berada dalam lingkungan yang padat, itu salah satu ukuran untuk melihat air bersih yang layak. Jika kita mendapatkan sumber dari Aqua maka bisa dikategorikan kita belum mendapatkan sumber air yang layak. Tahun 2012 aksesnya menurun. Perkembangan terbaru kalau dari konteks penyediaan air bersih ada 300 PDAM di Indonesia 167 PDAM sehat, 103 PDAM kurang sehat dan 74 PDAM sakit. Ukuran untuk menentukan sehat atau tidaknya adalah aspek keuangan 25%, layanan 25%, operasional 35% dan sdm 15%. Sehingga menilai sehat tidaknya PDAM adalah indikatornya adalah perusahaan bukan pada manusia. Salah satu kendala untuk cukup sulit mengandalkan penyediaan layanan air bersih hanya kepada PDAM ketika ukuran-ukuran yang digunakan masih seperti saat ini. Inilah beberapa fakta yang ada terkait dengan air di Indonesia saat ini. Air dalam SDGS: 1. 2. 3. 4. 5.
Akses universal untuk air bersih dan sanitasi Memperbaiki kualitas air Efisiensi penggunaan air (air untuk minum, irigasi dan industry) Mengimplementasikan IWRM (integrated water Menjaga ekosistem air – hutan rawa, pengunungan.
Dalam konteks itu Air dalam SDGs dikategorikan dalam 2: 1. Air sebagai sumber daya alam 2. Air sebagai layanan public (air bersih dan irigasi)
2
Indonesia menargetkan 100% akses terhadap air bersih dan sanitasi pada tahun 2019. Bagaimana itu akan dicapai? Itu akan menjadi pertanyaan besar saat ini, apalagi dengan ketiadaan peraturan perundangan untuk Sumberdaya Air. Kasus privatiasai air Jakarta sudah diputuskan menyalahi undang-undang. Untuk bisa mencover 100% air untuk warga dibutuhkan dana yang tidak terlalu besar. Seringkali yang dinyatakan coverage 100% itu belum tentu kualitasnya bagus sepanjang hari, sehingga bagaimana mengitegrasikan pengelolaan sumber daya air dan air berkualitas itu yang menjadi tantangan buat kita.
Sessi Tanggapan dan Diskusi: Nauli – Walhi Saya tidak bisa memastikan air dari kran bisa saya minum. Kalau air dalam masyarakat adalah barang mewah yang tidak perlu dibeli, sama seperti udara. Persoaalan kalau di daerah tempat air sudah banyak di konversi menjadi tambang, sawit. Padahal kalau dari sejarahnya air itu adalah penghubung antar penduduk. Bisa tidak kita menjadi bahan untuk mengembalikan fungsi air, jadi air bukan hanya PDAM tetapi air bersih adalah penyediaan alam terhadap air. Yonas (LBB Pontianak) Air persoalan yang luar biasa karena kebutuhan yang vital. Kalau kita sadari bahwa negara ini tidak mampu mengelola air secara bersih. Di Balikpapan air bersih itu tidak layak untuk dikonsumsi. Selain itu juga di hulu sungai Kapuas itu luar biasa ijin perkebunan sawit, sehingga hutan yang menjadi tempat penampungan air menjadi kebun-kabun sawit. Sehingga keinginan kita adalah stop ijin perkebunan air dan konversi air. Kebijakan ini harus ada. Air sudah menjadi barang yang komersil dengan harga yang mahal. Nila (Yayasan Mitra Aksi -Jambi) Saya ingin SDGs ada integrasiuntuk pengelolaan Sumberdaya air untuk pertanian (irigasi) dan pemerintah bisa membuat pemetaan untuk wilayah-wilayah yang rawan kekeringan. Misalnya di Jambi wilayah gambut banyak sekali dengan tingkat kekeringan yang tinggi. Mungkinkan pemerintah memetakan wilayah seperti itu solusinya apa? Air kebutuhan sangat penting bagi kebutuhan kita sehingga ketika air kurang perempuan yang paling menderita. Perempuan yang paling rentan adalah kesehatan reproduksi perempuan, bagaimana SDGs menjawab persoalan yang paling mendasar ini?
3
Saraleri (Pilar NTT) Persoalan manajemen pengelolaan sumberdaya air, karena di NTT di kota Kupang sumber daya air banyak tapi pengelolaan buruk. Saya sedikit traumatis soal implementasi, karena pengalaman kami selalu saja untuk bisa menwujudkan program pemenuhan Air itu bisa mengabaikan hak-hak lain, misalnya dengan MP3EI dengan pengadaan waduk telah menggusur masyarakat adat. Perlu ada perbedaan indikato antara wilayah perbatasan dan wilayah kota/kabupaten. Di wilayah perbatasan sulit air, yang berdampak pada angka kematian ibu yang tinggai. Kita perlu menyarankan berapa banyak konsumsi air manusia di perbatasan dan di perkotaan itu perlu indikator tersendiri.
Kris (Institut Daya Ekologi Pontianak) Kalau kita bicara air di kampong, yang sehari-hari kita lihat dan amati dalam masyarakat, misalnya beberapa tahun yang lalu air mudah di dapat, tetapi ketika perusahaan masuk air tidak bisa dikonsumsi lagi. Mata air ditukar dengan sumur bor. Sehingga sekarang karena orang terpengaruh nikmatnya sumur bor yang menyebabkan sungai-sunagi kecil tidak dirawat lagi oleh masyarakat. Saya tidak mengerti kalau melihat tujuan 6 dalam SDGs ini untuk 10 tahun yang akan dating, sementara dalam penelitian tahun 2020 air di Kalimantan sudah habis. Selain itu yang menjadi catatan ini perusahaan-perushaan Sawit itu siapa yang bisa menegakkan AMDAL karena tidak ada perkebunan sawit yang tidak menimbun sungai. Di beberapa tempat banyaknya pertambangan-pertambangan liar yang diorganisir dengan baik oleh pemerintah, saya setuju bahwa manajemen pengeloaan air kita sangat buruk.
Lin (Foker Papua) Antara air dan hutan itu penting sekali. Isu yang penting untuk hutan adalah kita perlu mendata secara nasional berapa luas hutan alam kita sehingga kalau ada pembukaan lahan kelapa sawit kita bisa tahu berapa yang sudah terpakai. Sampai kita mengalami perubahan iklim yang cukup drastis.
4
Program nasional perlu untuk pembukaan lahan untuk hal lain, kita harus memantau dengan tegas apakah mereka punya Amndal? Kebun Sawit itu tidak perlu, sehingga hutan tropis kita terancam, dan hutan konsumsi untuk masyarakat adat. Contoh di Merauke masyarakat mengkonsumsi dari hutan kemudian hutannya dibongkar untuk sawah/padi. Artinya kita mendatangkan orang kesana untuk mengambil milik orang papua. Pemerintah harus berpikir bagaimana mengelola sumber daya alam yang ada. Danau dan sungai di Indonesia sudah menjadi TPA, ini juga persoalan. Kalau untuk menaikkan volume air maka sumber airnya harus di jaga. Kami pernah punya pengalaman minum air langsung dari kran, tetapi sekarang sudah tidak lagi.
Peserta: Menyamakan masalah air dengan pipanisasi, ada berbagai macam cara untuk mendapatkan air, kalau pedesaan-pedesaan juga masih membangun pipa padahal tidak perlu. Realistis tidak bisa diselesaikan secara cepat, tetapi tidak bisa juga ditahan-tahan, artinya tidak ada planning yang jelas bahwa sumber air. Teknologi-teknologi sudah cukup banyak untuk mendapatkan air tetapi karena terpaku pada pipanisasi jadinya tidak kreatif. PAH untuk sementara ini menampung air secara besar-besaran dan konsumsi tidak aman sehingga teknologinya juga sudah ada.
Tanggapan Narasumber: Dengan melihat apa yang disampaikan teman-teman salah satu masalah terbesar tata kelola sumber daya aii dan siapa lembaga atau kementrian mana yang spesifik mengurus soal air. Ada satu usulan yaitu adanya kelembagaan khusus yang mengurusi sumber daya air. Ada kebijakan tentang bagaimana kita mengelola sumberdaya air dan biayanya, itu yang belum di kita. Apakah akan dibuat institusi baru menjadi sesuatu yang krusial terkait dengan 100% layanan ditahun 2019. Bagaimana kita bisa mendorong adanya institusi lembaga air untuk mengatasi persoalanpersoalan air.
Masukan peserta tentang apaa yang perlu lakukan oleh CSO: 1. Bagaimana upaya kita mengembalikan system pengelolaan air ke komunitas masingmasing.
5
2. Kita perlu menyelamatkan sumber-sumber air yang besar dan melakukannya secara partisipatif dan berkelanjutan. 3. Pada wilayah yang air lautnya dengan desimilasi. 4. Perlu adanya pemetaan wilayah krisis air. 5. Indonesia deforestasi paling tinggi di dunia, dan penyebabnya adalah Sawit, yang harus kita lakukan ada reboisasi dan tahan sawit. 6. Komunitas tidak tahu membedakan kualitas air, informasi tidak sampai ke bawah. 7. Melakukan pemetaan atau analisi kebijakan terkait air dan hutan, agar kita bisa melihat kebijakan mana yang tidak berpihak khususnya perempuan. Dan pada saat penyusunan dan implementasi jangan lupa menggunakan analisis gender. 8. Ada baiknya membuat sumur-sumur resapan untuk bisa agak membantu penyediaan air. 9. Jangan sampai gagal lagi SDGs. Saya ingin ada focus pada wilayah gambut dan ada pemetaan lahan gambut. Untuk kemarau panjang ini, sudah ada solusi untuk menghadapi Elnino. 10. Air, kebun, hutan dan tambang termasuk agrarian reform. Pertama mengidentifikasi beberapa hal, koordinasi antara kementrian yang tidak harmonis. Berangkat dari melihat sawit, pertama ada badan otoritas untuk melihat Amndal. Kedua, badan mengenai reformas agrarian, kalau kita mendorong secara konsisten berarti ada peta hambatanhambatan structural apa yang akan dihadapi. 11. Kita tidak pernah punya masterplan yang jelas tentang luas lahan maksimum yang kita punya. Dari 100% wilayah Indonesia, baru 20% yang bisa dikelola menjadi peta dasar, dan 35% satelit. Mengecek apakah masih ada sumber-sumber daya air, kalau ada dipertahankan dulu. 12. Mendorong dan bekerja sama dengan pemerintah untuk mendapatkan pemetaan. Melakukan bloking terhadap upaya-upaya untuk meneruskan sawit. 13. Mendorong pengamanan sumber-sumber daya air. Dedi 14. Mengumpulan data dalam setahun berapa ketersediaan untuk air secara nasional? Sampai derajat mana rakyat bisa mendapatkan akses air sehingga tahun 2016?Kemudia kita bisa lanching tentang kebutuhan air rakyat. 15. Kita sudah saatnya mengusulkan teknologi yang mudah diakses oleh masyarakat, ada pasokan mengolah air dengan sekita kubik per detik, yang bisa dikembangkan. 16. Eksplorasi sumber air tanah, 17. Audit untuk PDAM, karena ini menjadi persoalan di daerah. 18. Data tentang hutan asli kita diseluruh Indonesia. 19. Pengeloaan air kembali ke masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah dengan baik dan jujur. 20. Untuk Jakarta sampai pada air kran bisa di minum. 21. Infid perlu kampanye untuk hutan dan air dan laut. 22. Harus ada lembaga yang menangani air secara khusus karena di daerah kami sering terjadi konflik karena perebutan sumberdaya air.
6
23. Lembaga ini untuk memperjelas posisi air khususnya yang masuk dalam wilayah Perhutani. Selesai.
Rapporteur: Vivi Widyawati
7