BAB I LAPORAN KASUS I.1 Identitas Pasien Nama
: Tn. A
No. rekam medik
: 714179
Jenis kelamin
: Laki-laki
Tanggal lahir
: 05 Mei 1988
Umur
: 27 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Buruh
Alamat/no.telp
: Jl. Cendrawasih lorong 5 no.5
Status perkawinan
: Kawin
I.2 Anamnesis Keluhan utama
: Nyeri pada lengan bawah kiri
Anamnesis terpimpin
: Dialami sejak 1 minggu yang lalu. Riwayat jatuh saat bermain futsal. Pasien terjatuh saat bermain futsal dengan tangan kiri menumpu berat badan. Riwayat pingsan tidak ada. Riwayat muntah tidak ada. Demam tidak ada. Riwayat minum obat sebelumnya tidak ada. Pasien pernah melakukan foto rontgen di RS. Bhayangkara, tapi memutuskan untuk pulang dan berobat ke tukang urut.
I.3 Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum
: sakit sedang, gizi cukup
Kesadaran
: kesadaran GCS 15 E4M6V5
Tanda Vital Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
1
Suhu
: 36,7ºC
Skala nyeri
: VAS 2/10
Pernapasan
: 20 x/menit
Kepala dan Leher Mata
: Normal
Telinga
: Normal
Hidung
: Normal
Mulut
: Normal
Bentuk
: Normal
Paru Bunyi pernapasan
: Vesikuler
Bunyi tambahan
: Wheezing (-) Ronkhi (-)
Jantung Bunyi jantung
: BJ I/II murni regular
Bising
: Tidak ada
Abdomen : Bunyi peristaltik ada kesan normal, hepar dan lien tidak teraba Ekstremitas :Terdapat deformitas, hematom dan
nyeri tekan pada 1/3
proksimal radius-ulna I.4 Pemeriksaan Laboratorium: Tes
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Hemoglobin
13.61
g/dl
14.00 – 18.00
Hematokrit
39.1
%
40.00 – 54.00
Eritrosit
4.12
10^6/mm³
4.50 – 6.50
Leukosit
5.19
10^3/mm³
4.00 – 10.00
Basofil
0.06
10^3/ul
0.00–0.20
Neutrofil
13.92
10^3/ul
2.00-7.50
Darah Lengkap
Hitung jenis
2
Eosinofil
0.13
10^3/ul
0.00-0.50
Limfosit
1.10
10^3/ul
1.00-4.00
Monosit
0.72
10^3/ul
0.20-1.00
Waktu bekuan
8’00
menit
4-10
Waktu perdarahan
3’00
menit
1-7
Ureum
20
mg/dl
10-50
Kreatinin
1.07
mg/dl
L(<1.3); P(<1,1)
SGOT
21
U/L
<38
SGPT
28
U/L
<41
Hematologi
Kimia darah
Imunoserologi HBsAg (ICT)
Non reactive
Non reactive
I.5 Pemeriksaan Radiologi : o Foto Antebrachii AP + Lateral D/S
Foto antebrachii sinistra posisi AP/lateral Hasil pemeriksaan :
3
o Tampak fraktur oblik pada 1/3 proksimal os ulna sinistra dengan fragmen distal displaced ke posterolaterocranial, shortening 1,8 cm dan fraktur 1/3 medial os ulna sinistra, calus forming negatif, korteks belum intak. o Fraktur transversal pada 1/3 proksimal os radius sinistra dengan fragmen distal displaced ke posterolaterocranial, shortening 0,7 cm calus forming negatif, korteks belum intak o Mineralisasi tulang baik o Tidak tampak tanda-tanda osteomielitis o Celah sendi yang tervisualisasi kesan baik o Jaringan lunak sekitarnya swelling Kesan : o Fraktur oblik pada 1/3 proksimal os ulna dengan fragmen distal displaced ke posterolaterocranial dan fraktur inkomplit pada 1/3 medial os ulna sinistra o Fraktur transversal pada 1/3 proksimal os radius dengan fragmen distal displaced ke posterolaterocranial I.6 Diagnosis
: closed fracture 1/3 proksimal left radius closed fracture 1/3 proksimal left ulna
I.7 Terapi
: Ringer laktat 20 tetes permenit intravena Santagesic 1 gram per 8 jam intravena Pertahankan dorsal slab above elbow at left upper limb
I.8 Rencana terapi
: Open reduction internal fixation
BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA II.1
PENDAHULUAN Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur terjadi oleh kekerasan langsung atau tidak langsung. Yang disebut kekerasan langsung terjadi bila tenaga traumatik diberikan langsung pada tulang di tempat fraktur, apakah oleh suatu ledakan hebat atau oleh suatu crushing force. Compound fracture lebih sering terjadi setelah kekerasan langsung dan bisa transversal atau kominutif. Fraktur karenan kekerasan tidak langsung biasanya setelah trauma rotasional dan fraktur berbentuk oblik atau spiral.(1, 2) Lengan bawah merupakan struktur anatomi yang kompleks yang memiliki peran penting pada fungsi ekstremitas atas. Ketangkasan ekstremitas atas bergantung dari kombinasi fungsi lengan dan pergelangan tangan serta rotasi lengan bawah. Tulang pada lengan bawah dapat dikatakan menghubungkan dua sendi kondilus yaitu sendi radioulnar distal dan proksimal, sehingga perubahan geometris apapun terhadap radius atau ulna mengubah kesesuaian dan sudut pergerakan dari sendi-sendi ini.(3)
II.2
INSIDENS Provinsi Sulawesi Selatan mempunyai prevalensi cedera 8,3%, lebih tinggi dari angka nasional sebanyak 7,5%. Prevalensi tertinggi terdapat pada kabupaten Luwu Utara (19,1%), sedangkan yang terendah terdapat pada Wajo (3,4%). Ada 10 kabupaten yang prevalensi cederanya di atas angka prevalensi provinsi, selebihnya sama dengan atau lebih rendah. Penyebab cedera terbanyak yaitu jatuh (53,9%) dan kecelakaan transportasi darat (13,4%), dan penyebab cedera karena terkena benda tajam/ tumpul (31,5%).(4)(Riskesdas 2007) Secara umum, cedera terbanyak pada laki-laki dan penyebab cedera karena kecelakaan transportasi di darat juga terdapat pada laki-laki sedangkan penyebab cedera jatuh dan karena benda tajam terbanyak pada perempuan.(4)
5
Jika dilihat dari tingkat pendidikan, prevalensi cedera hampir merata pada semua tingkat pendidikan hanya sedikit lebih banyak pada responden yang tamat SMP. Penyebab cedera karena kecelakaan transportasi di darat meningkat setelah tamat SMP, dan berkurang setelah di PT. Sedang penyebab cedera karena jatuh berbanding terbalik dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Prevalensi cedera yang disebabkan benda tajam atau benda tumpul terlihat hampir merata, sedikit tinggi pada kelompok penduduk tamat SD. Penyebab cedera yang lain hampir sama pada semua tingkat pendidikan.(4) Bila dilihat dari jenis pekerjaan, diperoleh sebanyak 11,7% cedera terdapat pada mereka yang masih sekolah dan yang terendah pada ibu rumah tangga (5,0%). Sedangkan jika ditinjau dari lokasi tempat tinggal prevalensi cedera lebih tinggi di pedesaan dibanding di perkotaan.(4) II.3
ANATOMI
Gambar 1.1 Os Radius (Sobotta edisi 21, 2005)
Gambar 1.2 Os Ulna (Sobotta edisi 21, 2005)
6
Gambar 1.3 Articulatio Cubiti (Sobotta edisi 21, 2005)
Gambar 1.4 Sambungan-sambungan tulang lengan bawah (Sobotta edisi 21, 2005)
Radius Ujung proksimal radius membentuk caput radii, berbentuk roda, letak melintang. Ujung cranial caput radii membentuk fovea articularis yang serasi dengan capitulum radii. Caput radii dikelilingi oleh facies articularis, yang disebut circumferentia
articularis dan berhubungan
dengan incisura radialis ulnae. Caput radii terpisah dari corpus radii oleh collum radii. Di sebelah caudal collum pada sisi medial terdapat tuberositas radii.(5) Corpus radii di bagian tengah membentuk margo/ crista interossea, margo anterior, dan margo posterior.(5) Ujung distal radius melebar ke arah lateral membentuk processus styloideus radii, di bagian medial membentuk incisura ulnaris, dan pada facies dorsalis terdapat sulcus-sulcus yang ditempati oleh tendo. Permukaan ujung distal radius membentuk facies articularis carpi.(5)
7
Ulna Ujung proksimal ulna lebih besar daripada ujung distalnya. Hal yang sebaliknya terdapat pada radius. Pada ujung proksimal ulna terdapat incisura trochlearis, menghadap ke arah ventral, membentuk persendian dengan trochlea humeri. Tonjolan di bagian dorsal disebut olecranon. Di sebelah kaudal incisura trochlearis terdapat processus coronoideus, dan di sebelah caudalnya terdapat tuberositas ulnae, tempat perlekatan m. brachialis. Di bagian lateral dan incisura trochlearis terdapat incisura radialis, yang berhadapan dengan caput radii. Di sebelah caudal incisura radialis terdapat crista musculi supinatoris.(5) Corpus ulna membentuk facies anterior, facies posterior, facies medialis, margo interosseus, margo anterior dan margo posterior.(5) Ujung distal ulna disebut caput ulnae. Caput ulna berbentuk circumferential articularis, dan di bagian dorsal terdapat processus styloideus serta sulcus m. extensoris carpi ulnaris. Ujung distal ulna berhadapan dengan cartilago triangularis dan dengan radius.(5) Articulatio Radio-Ulnaris Antara radius dan ulna terbentuk tiga buah articulus, yaitu (a) articulatio radio-ulnaris proximal, (b) articulatio radio-ulnaris distalis dan (c) syndesmosis, di bagian tengah (membrane interossea antebrachii).(5) Articulatio radio-ulnaris proximalis dibentuk oleh capitulum radii dengan incisura radialis ulnae. Capitulum radii berada di dalam ligamentum anulare radii (dilingkari) sehingga capitulum radii dapat berputar dengan bebas. Incisura radialis ulna merupakan ¼ bagian dari sebuah lingkaran den ligamentum tersebut membentuk ¾ bagian selanjutnnya. Ligamentum anulare radii membentuk corong yang membesar di bagian proksimal dan mengecil di bagian distal, sehingga dengan demikian capitulum radii tidak terlepas daripadanya.(5) Antara corpus radii dan corpus ulna terdapat chorda obliqua dan membrana
interossea
antebrachii,
membentuk
persendian
berupa
syndesmosis. Chorda obliqua melekat pada tuberositas ulna, menuju ke
8
arah inferolateral dan melekat di bagian caudalis tuberositas radii.(5) Membrana interossea antebrachii melekat pada crista interossea radii dan pada crista interossea ulna, arahnya dari kraniolateral menuju ke inferomedial. Pada membrana interossea ini terdapat perlekatan dari otototot fleksor dan ekstensor lapisan profunda antebrachium.(5) Articulatio radio-ulnaris distalis (inferior) dibentuk oleh capitulum ulna dengan circumferentia articularisnya di satu pihak dengan incisura ulnaris radii di pihak lain mempunya articularis yang tipis. Pada articulus ini terdapat sebuah diskus articularis yang berbentuk segitiga, memisahkan ujung ulna daripada os carpalia. Apeks dari diskus melekat pada sisi lateral processus styloideus ulna, dan basisnya melekat pada margo lateralis incisura ulnaris radii. Fungsi discus articularis adalah menghindari pemisahan ujung radius daripada ujung ulna. Di bagian ventral dan dorsal discus articularis mengadakan perlekatan pada capsula articularis dari wrist joint.(5) Pergerakan Gerakan radius terhadap ulna menghasilkan gerakan rotasi dari antebrachium, yang terjadi pada axis longitudinalis. Pada gerakan rotasi ini radius berputar terhadap ulna dan humerus, gerakan yang dimaksud adalah pronasi dan supinasi. Kedua gerakan ini berada di antara 135-150 derajat, dan bervariasi secara individual. Axis dari gerakan ini dinamakan axis pronasi-supinasi, yang letaknya miring (oblik) melalui capitulum radii dan processus styloideus ulna. Gerakan pronasi dilakukan oleh m. pronator teres dan m. pronator quadrates. Gerakan supinasi dilakukan oleh m. biceps brachii dan m. supinator. Manus mengikuti gerakan radius.(5) Gerakan sendi radiokarpal adalah fleksi dan ekstensi pergelangan tangan serta gerakan deviasi radial dan ulnar. Gerakan fleksi dan ekstensi dapat mencapai 90º oleh karena adanya dua sendi yang bergerak yaitu sendi radiolunatum dan sendi lunatum-kapitatum dan sendi lain di korpus. Gerakan pada sendi radioulnar distal adalah gerak rotasi.(3)
9
II.4
PATOFISIOLOGI Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, atau tarikan.(2) Trauma dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.(2) Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik, tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi atau fraktur
dislokasi,
kompresi vertebra yang dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah misalnya badan vertebra, talus atau fraktur buckle pada anakanak, trauma langsung disertai dengan resistensi pada jarak tertentu yang akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z, fraktur karena remuk, maupun trauma karena tarikan pada ligament atau tendo yang akan menarik sebagian tulang.(2) Mekanisme jejas biasanya bevariasi. Penyebab tersering adalah tekanan langsung pada lengan bawah, yang menyebabkan suatu fraktur pada ulna, radius, atau keduanya. Mekanisme tersering selanjutnya ialah jatuh dengan tangan menumpu berat badan pada keadaan lengan bawah pronasi. Mekanisme jejas lainnya mencakup kecelakaan lalu lintas dan cedera atlet. Tekanan yang dihasilkan biasanya jauh lebih besar sehingga menyebabkan fraktur Colles. Kebanyakan fraktur lengan atas terjadi pada
10
atlet yang jatuh atau seseorang yang jatuh dari ketinggian.(3) Fraktur pada kedua tulang biasanya diklasifikasikan sesuai dengan tingkat fraktur, pola fraktur, derajat perpindahan/ pergeseran tulang, ada atau tidaknya segmen tulang yang hilang, maupun fraktur terbuka atau tertutup. Setiap faktor ini dapat mempengaruhi penanganan yang akan dipilih dan prognosis selanjutnya. Gangguan pada sendi radioulnar distal atau proksimal juga memiliki pengaruh penting terhadap penanganan dan prognosis. Menentukan ada tidaknya hubungan fraktur dengan jejas sendi sangat
penting
karena
efektifitas
penanganan
diharapkan
dapat
memperbaiki kondisi tulang maupun sendi yang terlibat.(3) II.5
KLASIFIKASI A. Berdasarkan penyebabnya fraktur dapat dibedakan menjadi 3 yaitu : o Fraktur yang disebabkan oleh trauma berat Trauma dapat bersifat :
Eksternal : tertabrak, jatuh, dan sebagainya
Internal : kontraksi otot yang kuat dan mendadak seperti pada serangan epilepsi, tetanus, renjatan listrik, keracunan striknin
Trauma ringan tetapi terus menerus Jenis fraktur yang mungkin terjadi sangat bervariasi dan bergantung pada berbagai faktor, misalnya :
Besar kuatnya trauma
Trauma langsung atau tidak langsung
Umur penderita
Lokasi fraktur. Bila trauma terjadi pada atau dekat sendi mungkin terdapat fraktur pada tungkai disertai dislokasi sendi yang disebut dislokasi.(6)
Fraktur patologik Fraktur yang terjadi pada tulang yang sebelumnya telah mengalami
11
proses patologik, misalnya tumor tulang primer atau multipel mieloma sekunder, kista tulang, osteomielitis dan sebagainya. Trauma ringan saja sudah dapat menimbulkan fraktur.(6,8,9)
Gambar 2. Fraktur patologik karena lesi displasia fibrosa pada radius proksimal(8)
Fraktur stress Fraktur yang disebabkan oleh trauma ringan tetapi terus menerus, misalnya fraktur march pada metatarsal, fraktur tibia pada penari balet, fraktur fibula pada pelari jarak jauh, dan sebagainya.(6,8,9)
Gambar 3.Fraktur stress pada korpus tibia memperlihatkan garis fraktur dan sklerosis disekitarnya.(8)
12
B. Secara garis besar, fraktur dapat diklasifikasikan menjadi:
Fraktur komplit yaitu tulang benar-benar patah menjadi dua fragmen atau lebih. Fraktur komplit dapat dibagi lagi menjadi:
Fraktur transversa.
Fraktur obliq/spiral : secara khas dapat disebabkan oleh stres rotasi.
Fraktur impaksi : fragmen fraktur yang satu tertancap kuat bersama menjadi satu.
Fraktur kominutif : terdapat lebih dari dua fragmen fraktur yang biasanya terpecah-belah.
Fraktur intra-artikular: fraktur mengenai permukaan sendi.(6, 8, 9)
13
Gambar 4. Jenis-jenis fraktur komplit (8)
14
o Fraktur inkomplit yaitu patahnya tulang hanya pada satu sisi saja. Fraktur inkomplit dapat dibagi menjadi
Fraktur greenstick, yang khas pada anak-anak. Tulang melengkung disebabkan oleh konsistensinya yang elastis. Periosteumnya tetap utuh. Fraktur ini biasanya mudah diatasi dan sembuh dengan baik.(6,8,9)
Fraktur kompresi, yang banyak pada orang dewasa dan khas mengenai korpus vetebra atau kalkaneus.(6,8,9)
Gambar 5. Greenstick fracture pada radius distal seorang anak. Perhatikan frakturnya tidak komplit dan tidak meluas ke korteks dorsal(8)
Gambar 6. Fraktur kompresi. Kompresi baji anterior korpus vetebra T12(8)
15
C. Klasifikasi fraktur Antebrachii Ada empat macam fraktur yang khas: o Fraktur Colles Penyebab tersering akibat jatuh dalam keadaan tangan terentang dengan lengan pronasi arah dorsofleksi, sehingga menyebabkan fraktur pada ujung bawah radius dengan pergeseran posterior dari fragmen distal. Pada pemeriksaan radiologi yang paling umum ditemukan adalah angulasi ke dorsal dengan hilangnya kemiringan normal (5-10 derajat) ke arah volar pada permukaan artikular dari radius, displasia fragmen distal fraktur ke arah dorsal, impaksi pada lokasi fraktur, displasia fragmen distal fraktur ke arah radial, dan kemiringan fragmen distal ke arah radial.(8, 10, 11)
Gambar 7. Fraktur colles sinistra posisi AP/Lateral. Impaksi pada sendi pergelangan tangan(8, 12)
16
o Fraktur Smith Fraktur ini biasanya akibat terjatuh pada punggung tangan atau pukulan keras secara langsung pada punggung tangan. Pasien datang dengan nyeri dan bengkak pada pergelangan tangan disertai dengan deformitas. Pada pemeriksaan radiologi sering sekali disebut sebagai fraktur reverse colles. Proyeksi AP dan lateral direkomendasikan karena gambarannya menyerupai fraktur colles jika hanya proyeksi AP yang diperiksa. Fraktur transversal melalui bagian distal dari metafisis radius yang disertai dengan angulasi ke arah volar dan pergeseran ke volar.(8, 10, 11)
17
Gambar 8. Peradangan lateral pergelangan tangan memperlihatkan fraktur smith (kebalikan dari fraktur colles)(8, 13)
18
o Fraktur Galeazzi Fraktur ini akibat jatuh dengan tangan terlentang dan lengan bawah dalam keadaan pronasi, atau terjadi karena pukulan langsung pada pergelangan tangan bagian dorsolateral. Gambaran radiologisnya fraktur pada radius umumnya terjadi pada perbatasan 1/3 tengan dengan 1/3 distal. Radius sering kali akan tampak memendek, nilai secara hati-hati sendi radioulna distal akan adanya pelebaram. Pada proyeksi lateral caput ulna biasanya akan terdorong ke dorsal. Fraktur prosesus stylodeus ulna merupakan hal yang umum sebagai pertanda adanya disrupis sendi radioulna distal(8, 10, 11)
Gambar 9. Fraktur Galeazzi pada radius dextra dengan dislokasi sendi radioulnar distal(8) o Fraktur Montegia Fraktur jenis ini disebabkan oleh pronasi lengan bawah yang di paksakan saat jatuh atau pukulan secara langsung pada bagian dorsal sepertiga proksimal lengan bawah. Gambaran radiologinya selalu curiga adanya dislokasi caput radius pada fraktur ulna yang terisolir. Periksa dengan seksama elbow view untuk kesegarisan yang normal. Sebuah garis yang digambar sepanjang sumbu radius harus melewati pertengahan
19
capitallum baik pada proyeksi AP maupun lateral. Ini dikenal sebagai radiocapitallar line. (8, 9, 11)
Gambar 10. Fraktur oblik pada proksimal ulna dextra dengan angulasi radiohumeral (14) II.6
PEMERIKSAAN RADIOLOGI Penggunaan x-ray sangat penting untuk melihat keadaan tulang. Sehingga dapat melihat jenis patahan. A. Tujuan pemeriksaan radiologis: o Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi o Untuk konfirmasi adanya fraktur o Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya o Untuk menentukan teknik pengobatan o Untuk menentukan fraktur itu baru atau tidak o Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstraartikuler o Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang o Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru Pada penggunaan x-ray ini ada hal yang penting yang harus diperhatikan, yaitu rules of two. Hal ini untuk mengurangi persentase kesalahan dalam
20
menegakkan diagnosis sekecil mungkin.(15)
B. Rules of two terdiri dari : o Dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada anteroposterior dan lateral o Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus di foto, di atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur o Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis o Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah tulang. o Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulangskafoid, foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian.(15)
Gambar 11. Foto AP antebrachii sinistra normal Pola ABCs dapat digunakan untuk menganalisis foto radiologis. Berikut adalah pola ABCs: (16) o A: Alignment : struktur tulang : menilai ukuran dan jumlah tulang kontur tulang : menilai permukaan dan kontinuitas garis
tulang Kedudukan tulang antar tulang : normal tidak ada dislokasi,
fraktur dan subluksasi o B: Bone Density Densitas tulang : menilai densitas tulang
21
Tekstur tulang: menilai struktur trabekula Perubahan densitas tulang : menilai ada tidaknya perubahan dalam densitas tulang
o C: Cartillage Space Menilai lebar celah sendi : menyempit atau melebar Tulang subchondral : menilai permukaannya Lempeng epifisis : menilai ukuran dan relativitasnya sesuai umur tulang. o S: Soft Tissue Otot : menilai ukuran dari gambaran jaringan lunak Kapsul sendi : normalnya tidak terlihat Periosteum : normalnya tidak terlihat, normal jika terlihat II.7
saat penyembuhan fraktur Temuan lain pada jaringan lunak
TERAPI A. Terapi fraktur diperlukan konsep ”4R” yaitu : o Rekognisi atau pengenalan adalah dengan melakukan berbagai diagnosa yang benar sehingga akan membantu dalam penanganan fraktur karena perencanaanterapinya dapat dipersiapkan lebih sempurna. o Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembalikan fragmenfragmen fraktur semirip mungkin dengan keadaan atau kedudukan semula atau keadaan letak normal. o Retensi
atau
mempertahankan
fiksasi atau
atau
imobilisasi
menahan
fragmen
adalah fraktur
tindakan tersebut
selama penyembuhan. o Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita fraktur tersebut dapat kembali normal.(2) B. Konservatif o Proteksi semata-mata (tanpa reduksi atau imobilisasi) o Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi)
22
o Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna, mempergunakan gips o Reduksi tertutup dengan fraksi berlanjut dengan imobilisasi o Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi(2) C. Tindakan Pembedahan o Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus dengan K-wire, setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang bersifat tidak stabil, maka reduksi dapat dipertahankan dengan memasukkan K-wire perkutaneus misalnya pada fraktur suprakondiler humeri pada anak-anak atau pada fraktur Colles.(2, 17) o Reduksi terbuka dengan fiksasi interna, tindakan ini bertujuan untuk mereposisi dan mempertahankan fragmen tulang yang patah melalui prosedur operasi dengan pemasangan implan di dalam lapisan kulit dan otot berupa plat, skrup, pin, dan paku.(2, 17) o Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna, tindakan ini dilakukan melalui proses operasi. Perbedaannya ialah alat fiksasi/ implan dipasang dari dalam hingga keluar lapisan otot dan kulit.(2, 17) II.8
KOMPLIKASI o Malunion (penyatuan pada posisi yang tidak tepat), disebabkan oleh reposisi fraktur yang kurang baik, timbul deformitas tulang. o Non-union
(tidak
menyatu/gagal
menyatu),
biasanya
karena
imobilisasi yang tidak sempurna. o Delayed union, umumnya terjadi pada orang tua karena aktivitas osteoblas menurun, distraksi fragmen-fragmen tulang karena reposisi kurang baik, misalnya traksi terlalu kuat atau fiksasi internal kurang baik, bisa disebabkan juga oleh defisiensi vitamin C da D, fraktur patologis dan infeksi. o Infeksi (osteomielitis), terumata pada fraktur terbuka o Nekrosis avaskuler, hilangnya/terputusnya supply darah pada suatu
23
bagian tulang sehingga menyebabkan kematian tulang tersebut.(6, 7) II.9
PROGNOSIS Penanganan lebih dini biasanya menghasilkan hasil yang baik. Ada fraktur-fraktur tertentu yang kurang stabil, dan klasifikasi yang tepat dapat membuat klinisi waspada terhadap fraktur yang memiliki risiko komplikasi
saat
penyatuannya.
Diantara
fraktur
komplit,
fraktur
transversal cenderung tetap berada di tempat, sesudah dilakukan reduksi, tidak seperti fraktur oblik dan spiral yang mempunyai kecenderungan untuk bergeser. Pergeseran sesudah reduksi dapat menyebabakn penyatuan yang lambat (delayed union), penyatuan pada posisi yang salah (malunion) atau bahkan tidak terjadinya penyatuan (nonunion). Hal yang sama, fraktur kominutif biasanya bersifat tidak stabil dan kemungkinan untuk sembuh dalam posisi yang kurang optimal karena reduksi fragmen fraktur sering sulit
dipertahankan.
Fraktur
transversal
membutuhkan
waktu
penyembuhan lebih lama dari pada fraktur spiral untuk sembuh. Fraktur yang terjadi pada anak-anak dan pada ekstremitas atas (dibandingkan ekstremitas bawah) cenderung sembuh lebih cepat. Pengetahuan mengenai hal-hal tersebut bermanfaat saat melakukan follow up terhadap suatu fraktur.(8)
24
BAB III DISKUSI III.1
RESUME Pasien Tn. A masuk ke rumah sakit pada tanggal 1 Juni 2015 dengan keluhan nyeri pada lengan bawah kiri. Keluhan dialami sejak 1 minggu yang lalu. Riwayat jatuh saat bermain futsal. Pasien terjatuh saat bermain futsal dengan tangan kiri menumpu berat badan. Riwayat pingsan tidak ada. Riwayat muntah tidak ada. Riwayat demam tidak. Riwayat minum obat sebelumnya tidak ada. Ada riwayat berobat ke tukang urut. Pada pemeriksaan fisik,di dapatkan deformitas, hematom dan nyeri tekan pada 1/3 proksimal radius ulna. Pada pemeriksaan radiologi foto anteroposterior dan lateral antebrachii sinistra, didapatkan hasil expertise dengan kesan fraktur oblik pada 1/3 proksimal os ulna dengan fragmen distal displaced ke posterolaterocranial dan fraktur inkomplit pada 1/3 medial os ulna sinistra, dan fraktur transversal pada 1/3 proksimal os radius dengan fragmen distal displaced ke posterolaterocranial. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, dan radiologi pasien didiagnosis dengan closed fracture 1/3 proksimal left radius dan closed fracture 1/3 proksimal left ulna. III. 2 PEMBAHASAN Pasien ini didiagnosis dengan closed fracture 1/3 proksimal left radius dan closed fracture 1/3 proksimal left ulna. Closed fracture adalah tidak terdapatnya hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
25
Gambar 12. Foto abnormal antebrachii sinistra posisi AP/lateral Penilaian radiologi terhadap gambar di atas: o Alignment : Tidak intak/ berubah. Terdapat fraktur dan dislokasi. o Bone : Tampak fraktur oblik pada 1/3 proksimal os ulna sinistra dengan fragmen distal displaced ke posterolaterocranial, shortening 1,8 cm. fraktur medial os ulna sinistra, callus forming negatif, korteks belum intak.Fraktur transversal pada 1/3 proksimal os radius sinistra dengan fragmen distal displaced ke posterolaterocranial, shortening 0,7 cm. Callus forming negatif, korteks belum intak. Mineralisasi tulang baik. Tidak tampak tanda-tanda osteomyelitis. o Celah sendi : Celah sendi yang tervisualisasi kesan baik. o
Soft tissue : Jaringan lunak sekitarnya swelling Bukti radiograf dari osteomielitis tidak akan muncul sampai kirakira dua minggu setelah onset dari infeksi. Gambaran Osteomielitis akut dapat dilihat jika terdapat soft tissue swelling, reaksi periosteal, sklerosis, dan dekstruksi tulang. Pada osteomielitis kronik tulang akan menjadi tebal dan sklerotik dengan gambaran hilangnya batas antara korteks dan medula. Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya miring membentuk sudut melintasi tulang. Callus forming negatif, calus biasanya terlihat pada 8-12 minggu setelah fraktur sesuai dengan proses/fase penyembuhan pada fraktur. Didapatkan pula gambaran soft tissue swelling yang terjadi karena
26
rusaknya jaringan sekitar akibat fraktur yang menyebabkan timbulnya tanda peradangan salah satunya pembengkakan jaringan lunak. Pasien diterapi dengan ringer laktat 20 tetes permenit intravena untuk memasukan obat, Santagesic 1 gram per 8 jam intravena untuk antiinflamasi dan anti-nyeri. Immobilisasi dilakukan dengan posisi dorsal slab above elbow at left upper limb. Rencana terapi untuk pasien adalah open reduction internal fixation. Tindakan ini di indikasikan untuk fraktur radius ulna terutama jika terdapat malposisi yang hebat atau fraktur yang tidak stabil. Komplikasi yang dapat terjadi adalah Nonunion dan Malunion. Nonunion adalah tidak menyatu atau tidak ada penyatuan tulang yang mengalami fraktur. Sedangkan
Malunion adalah dimana tulang yang
patah menyatu dalam waktu yang tepat (3-6 bulan) tetapi fragmen tulang menyatu dalam posisi yang abnormal dan menunjukkan adanya deformitas. Pada kasus ini belum ada tanda-tanda komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Aston J. N. Kapita Selekta Traumatologik dan Ortopedik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1996. p. 35.
2.
Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Penerbit Bintang
27
Lamumpatue; 1998. p. 334-78. 3.
Karakala G. Forearm Fracture2013:[1-5 pp.]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1239187-overview.
4.
Depkes. Riset Kesehatan Dasar: Laporan Sulawesi Selatan. Jakarta2008. p. 112-20.
5.
Diktat Anatomi Biomedik 1. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Unhas; 2011. p. 6-7, 94- 6.
6.
Ekayuda I. Radiologi Diagnostik: Pencitraan Diagnostik Edisi kedua. Jakarta: Divisi Radiodiagnostik RS dr. Cipto Mangunkusumo; 2005. p. 3146.
7.
Patel. Pradip R. Lecture Notes: Radiologi Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007. p. 221-3.
8.
Peh. Wilfred C. Goh. Lesley A. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik: Trauma Ekstremitas & Fraktur- klasifikasi, penyatuan dan komplikasi. 2001. p. 97-121.
9.
Carter. Michael A. Patofisiologi: Fraktur dan Dislokasi. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran; 2006. p. 1365-8.
10.
Murtala B. Radiologi Trauma dan Emergensi. Bogor: PT Penerbit IPB Press; 2013. p. 68-73.
11.
Soetikno RD. Radiologi Emergency. Bandung: PT Refika Editama; 2013. p. 180-7.
12.
Gaillard F. Radiology Case: Colles Fracture 2010. Available from: http://radiopaedia.org/cases/colles-fracture-1.
13.
Gerstenmaier J.F. Radiology Case: Smith Fracture 2013. Available from: http://radiopaedia.org/cases/smith-fracture-1.
14.
Hacking C. Radiology Case:Monteggia Fracture 2015. Available from: http://radiopaedia.org/cases/monteggia-fracture-2.
15.
Ezzedin H.P. Fraktur. Riau: Faculty of Medicine - Universitas Riau; 2009. p. 1-7.
16.
McKinnis LN. Radiologic Evaluation, Search Patterns, and Diagnosis. In: Fundamentals of Musculoskeletal Imaging. 3rded. Philadelphia: F.A. Davis
28
Company;2010. p. 40 17.
Adult Forearm Fractures: American Academy of Orthopaedic Surgeons; 2011. Available from: http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00584.
29