JURNAL NANGGROE ISSN 2302-6219 Volume 4 Nomor 1 (April 2015) Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
ARTIKEL LEPAS
Analisis Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tentang Status Anak Luar Kawin Hamdani1
Abstrak
Correspondence:
[email protected] 1.
Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
Kasus tentang penetapan status anak yang diajukan oleh Machica Mokhtar selaku pemohon kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap judicial review Pasal 2 dan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 atau Undang-Undang Perkawinan Pasal 28 huruf B UUD 1945 yang telah inkracht dengan keluarnya putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010. Mahkamah Konstitusi memenangkan pemohon karena hak masyarakat yang telah diatur dalam UUD 1945 yang seharusnya diperoleh masyarakat ternyata dihapus oleh Undang-Undang. Mahkamah Konstitusi menetapkan Mohammad Iqbal Ramadhan anak dari perkawinan Machica Mokhtar dengan Moerdiono yang dilakukan di bawah tangan mendapatkan pengakuan oleh Undang-Undang setelah dilakukan analisis dan pengujian tes DNA terbukti bahwa Moerdiono adalah bapak biologis dari anaknya. Sehingga MK menetapkan segala hak yang melekat pada anaknya harus dipenuhi berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan. Kata Kunci: Putusan, Mahkamah Konstitusi, Anak Luar Kawin
Analisis Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010… – Hamdani. (29-49)| 29
ISSN 2302-6219
Analisis Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010… – Hamdani. (29-49)
LATAR BELAKANG
Pasal
2
Perkawinan Perkawinan ikatan
antara
adalah
seorang
suatu laki-laki
Undang-Undang
bermakna
bahwa
perkawinan dapat dikatakan sah jika perkawinan
tersebut
dilakukan
dengan seorang perempuan sebagai
menurut agama dan kepercayaannya
pasangan
hidup
dan
bertujuan
masing-masing. Apabila perkawinan
sebuah
institusi
telah dilaksanakan menurut hukum
keluarga. Hal ini ditegaskan dalam
agama, langkah selanjutnya yang
Pasal 1 Undang-Undang Republik
diperlukan
Indonesia Nomor 1 Tahun 1974
perkawinan. Pencatatan perkawinan
tentang
bagi orang beragama Islam dilakukan
membentuk
Perkawinan
mendefinisikan
yang
perkawinan
di Kantor
adalah
pencatatan
Urusan Agama (KUA)
sebagai “ikatan lahir batin antara
sedangkan perkawinan bagi orang
seorang pria dengan seorang wanita
yang
sebagai suami isteri dengan tujuan
dilakukan di Kantor Pencatatan Sipil.
membentuk
Pencatatan
ini
tangga) yang bahagia dan kekal
legitimasi
perkawinan
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
hukum.
Esa.”49
perkawinan yang tidak mendapat
keluarga
(rumah
Undang-Undang Perkawinan juga mengatur sahnya perkawinan. adalah
sah,
beragama sebagai
Namun,
Islam bentuk secara
terdapat
pula
legitimasi hukum seperti perkawinan di bawah tangan.
Pasal 2 menyatakan bahwa: “(1) Perkawinan
bukan
Perkawinan di bawah tangan
apabila
adalah perkawinan yang sah secara
dilakukan menurut hukum masing-
agama tetapi tidak sah secara hukum
masing
negara.
agamanya
dan
Salah
satu
akibat
dari
kepercayaannya itu. (2) Tiap-tiap
perkawinan di bawah tangan atau
Perkawinan
menurut
pernikahan sirri adalah terhadap
peraturan
perUndang-Undangan
status anak yang dilahirkan dari
yang berlaku.”
50
49
dicatatkan
pernikahan tersebut. Oleh karena
Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1).
50
Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1).
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) | 30
ISSN 2302-6219
Analisis Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010… – Hamdani. (29-49)
itu, anak hasil dari pernikahan di
dan (3) Tidak dapat mendapatkan
bawah tangan dapat dikatakan anak
hak waris dari ayah biologisnya.
sah secara hukum agama tetapi tidak sah secara hukum negara sebagai
PERMASALAHAN
akibat tidak dicatatkan pernikahan kedua orang tuanya. Sehingga, anak hasil pernikahan di bawah tangan atau sirri dapat dikatakan sebagai anak luar kawin yang tidak sah secara negara. Akibatnya, banyak anak luar kawin tidak mendapatkan haknya
sebagai
Masyarakat
subyek
luas
hukum.
banyak
yang
Berdasarkan uraian di atas yang
menjadi
adalah
permasalahannya
apakah
Mahkamah
tepat
Putusan
Konstitusi
Nomor
46/PUU-VIII/2010
mengenai
anak
luar kawin dalam perspektif Hukum Islam? PEMBAHASAN
mengatakan bahwa anak luar nikah dan
anak
yang
lahir
di
luar
perkawinan adalah anak haram, karena
pernikahan
kedua
orang
tuanya tidak sah secara hukum negara. Tetapi hal ini tidak berlaku jika dilihat dari hukum agama, apabila
suatu
Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 oleh Mahkamah Konstitusi
perkawinan
yang
dilangsungkan memenuhi rukun dan syarat, maka perkawinan tersebut sah secara hukum agama.
Kewenangan Konstitusi
(MK)
prinsip checks and balances di mana menempatkan
semua
Negara
kedudukan
setara
dalam
lembaga
sehingga
keseimbangan
dalam
yang
timbullah pengaturan
diatur secara jelas dalam Pasal 24C
anak yang lahir diluar perkawinan
UUD
dan anak luar nikah secara negara
permasalahan
antara
diperuntukkan
(1)
melaksanakan
Negara. Adapun kewenangan MK
Akibat hukum diperoleh oleh
lain:
Mahkamah
Sulitnya
1945.
Salah
satu
negara bagi
bentuk yang
kepentingan
mendapatkan akta kelahiran karena
masyarakat yaitu pengujian Undang-
pernikahan
Undang atau disebut dengan judicial
orang
tuanya
tidak
terdaftar; (2) Sulitnya mendapat
review.
perlindungan hukum dari negara;
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015)| 31
ISSN 2302-6219
Analisis Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010… – Hamdani. (29-49)
Judicial review ini diajukan
kedudukan
hukum
atau legal
karena hak masyarakat yang telah
standing. Berdasarkan hukum acara
diatur
Mahkamah
dalam
seharusnya ternyata
UUD
diperoleh dihapus
1945
yang
masyarakat
oleh
Undang-
Konstitusi
hukum/Legal
Kedudukan
standing adalah
“kedudukan/hak
gugat
yang
Undang. Salah satu contoh putusan
menganggap hak atau kewenangan
MK
konstitusinya
tentang
pengajuan judicial
review terhadap pengujian Pasal 2
dirugikan
oleh
berlakunya Undang-Undang”.51
dan Pasal 43 Undang-Undang Nomor Artinya, berdasarkan hukum
1 Tahun 1974 atau Undang-Undang Perkawinan Pasal 28 huruf B UUD
acara
1945
kedudukan
yang
telah inkracht dengan
keluarnya
Putusan
MK
Nomor
Per-kawinan
Konstisusi hukum/legal
standing dapat
dikatakan
sebagai
pemohon yang hak konstitusinya
46/PUU-VIII/2010. Pengujian
Mahkamah
Undang-Undang
dilakukan
dirugikan
oleh
Undang-Undang.
Pemohon
yang
mengajukan legal
untuk
standing secara otomatis mewakili
mengetahui keabsahan dari suatu
kepentingan orang lain yang juga
perkawinan,
menganggap
karena
perkawinan
hak
dan/atau
adalah suatu ikatan antara laki-laki
kewenangan konstitusinya dirugikan
dan perempuan yang tidak sedarah,
oleh berlakunya Undang-Undang.52
dilakukan
menurut
agama
atau Pengajuan judicial
kepercayaan masing-masing secara sah. Pengajuan pengujian Undang-
review yang diajukan oleh Machica
Undang ini dilakukan karena adanya
Mochtar dalam putusan Mahkamah
ketidak kesesuaian Pasal 28B ayat (1)
Konstitusi Nomor 46/PUU- VIII/2010
UUD 1945 dengan Pasal 2 Undang-
tentang anak luar kawin kedudukan
Undang
hukum/legal
Perkawinan.
Salah
satu
syarat pengajuan pengujian UndangUndang Dasar 51
terhadap 1945
standingnya
adalah
Machica Mochtar dan Mohammad
Undang-Undang
adalah
terdapatnya
Bambang Sutiyoso, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hlm.49.
52
Bambang Sutiyoso, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hlm.49.
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) | 32
ISSN 2302-6219
Analisis Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010… – Hamdani. (29-49)
Iqbal Ramadhan (sebagai anak dari
dilakukan oleh Machica Mochtar
Machica Mochtar).
merupakan perkawinan yang sah, karena telah memenuhi rukun dan
Syarat
sebagai
pemohon
syarat perkawinan yang juga telah
tersebut harus terpenuhi karena
dijelaskan dalam Kompilasi Hukum
persyaratan
Islam (KHI).
permohonan
ajuan judicial
review tersebut
merupa-kan syarat materiil.
peng-
pengujian
53
Berdasarkan Pasal 28 ayat (1) UUD 1945 Machica Mochtar berhak membentuk
Isi dari Pasal 51 UndangUndang MK tentang syarat-syarat pengajuan
melanjutkan
keluarga keturunan
dan melalui
perkawinan yang sah.
legal
standing menjelaskan
bahwa
Machica
Warga
Mochtar
adalah
Sedangkan, Pasal 28 ayat (2) lebih
menegaskan
kepada
hak
Negara Indonesia yang dimana hak
Mohammad Iqbal Ramadhan (anak
konstitusionalnya
dirugikan
dari Machica Mochtar dan Alm.
Undang-Undang
Moerdiono) akan kelangsungan hidup
dengan
telah
adanya
Perkawinan. Hak konstitusional dari
dan
Machica Mochtar yang dirugikan oleh
serta
Undang-Undang Perkawinan yaitu
ketidak
Pasal 2 ayat (1) dimana “perkawinan
Machica Mochtar juga berakibat pula
adalah
dilakukan
kepada anaknya Mohammad Iqbal
masing-masing
Ramadhan. Berdasarkan Pasal 28B
agamanya dan kepercayaannya itu”.
ayat (2) UUD 1945 seharusnya hak di
Oleh karena itu, perkawinan yang
atas didapat oleh Mohammad Iqbal
dilakukan oleh Machica Mochtar
Ramadhan, ternyata sejak lahir tidak
dengan Alm. Moerdiono merupakan
didapatkan.
perkawinan yang sah karena telah
didapatkan oleh Mohammad Iqbal
dilakukan menurut agamanya yaitu
Ramadhan yaitu dihilangkannya asal-
Agama
usulnya
menurut
53
sah
apabila
hukum
Islam.
Perkawinan
yang
pelindungan
dari
diskriminasi. pastian
kekerasan
Akibat hukum
Diskriminatif
dengan
dari untuk
yang
hanya
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU-VIII/2010, angka 3, hlm.3.
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015)| 33
ISSN 2302-6219
Analisis Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010… – Hamdani. (29-49)
mencantumkan nama ibu (Machica
dilakukan
Mochtar) dalam akta kelahirannya.
negara hukum yang demokratis yang
Sehingga,
diatur
mengakibatkan
anak
pemohon kehilangan haknya untuk
sesuai dengan
serta
prinsip
dituangkan
dalam
peraturan perUndang-Undangan”.54
kelangsungan hidup, tumbuh dan Sedangkan
berkembang karena hanya memiliki hubungan
keperdataan
dengan
pencatatn
yang
secara
kedua
administratif
dari
dimaksudkan “dengan dimilikinya
pemohon tidak memiliki kekuatan
bukti otentik perkawinan, hak-hak
hukum untuk memelihara, mengasuh
yang
dan membiayai anak pemohon.
perkawinan dapat terlindungi dan
ibunya.
Sedangkan
suami
timbul
sebagai
akibat
terlayani dengan baik, karena tidak Setelah menimbang pokok permohonan
dan
faktor
menentukan
yang
perkawinan
permasalahan,
adalah
sahnya
syarat-syarat
yang ditentukan oleh agama dari masing-masing
pasangan
diperlukan proses pembuktian yang memakan waktu, uang, tenaga, dan pikiran yang lebih banyak, seperti pembuktian
mengenai
asal-usul
anak dalam Pasal 55 UU 1/1974”.55
calon
mempelai.
Sedangkan,
tentang
MK berpendapat bahwa tidak
pencatatan
perkawinan
tersebut
tepat dan tidak adil jika hukum
merupakan kewajiban administratif.
membebaskan
laki-laki
yang
Pentingnya
pencatatan
menyebabkan
kehamilan
dan
administratif
menurut
secara
Mahkamah
kelahiran anak tersebut. Mahmakah
Konstitusi dapat dilihat dari 2 (dua)
Konstitusi juga menjelaskan adanya
persperktif.
pencatatan
perkembangan teknologi yang dapat
secara administratif yang pertama
membuktikan bahwa anak tersebut
adalah
merupakan anak dari laki-laki yang
Maksud sebagai
“jaminan
perlindungan, pemajuan, penegakan
menghamili
dan pemenuhan hak asasi manusia
hubungan anak dengan seorang laki-
yang bersangkutan yang merupakan
laki tidak hanya tergantung akan
tanggung jawab negara dan harus
hubungan perkawinan tetapi, juga
54
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU-VIII/2010, hlm.33.
55
ibunya.
Walaupun
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU-VIII/2010, hlm.34.
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) | 34
ISSN 2302-6219
dapat
Analisis Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010… – Hamdani. (29-49)
didasarkan
dengan
keluarga
sehingga
mendapat
pembuktian hubungan darah anatar
perlindungan dari negara karena
anak
memiliki peranan besar di masa yang
dengan
bapaknya.
laki-laki
Oleh
sebagai
karena
itu,
akan datang. Permasalahan yang
pengajuan judicial review ini yang
sering berbangkit pada kelahiran
dirugikan
yang
anak, misalnya faktor “lingkungan,
dilahirkan dari pernikahan tersebut.
pendidikan, kemapanan ekonomi,
Sehingga, Mahmakah Konstitusi lebih
dan kemapanan sosial”.58
adalah
anak
melindungi anak dalam perlindungan Salah
hukum.
satu
permasalahan Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010
yang
contoh berbangkit
adalah anak luar kawin. Oleh karena itu, penjelasan dari D.Y Witanto
Undang-Undang
dapat dipahami mengandung dua
Nomor 23 Tahun 2002 menjelaskan
pengertian yakni anak lahir dari
bahwa anak merupakan “seorang
perkawinan kedua orang tuanya yang
yang
tahun,
tidak sah secara hukum dan/atau
termasuk anak yang masih dalam
anak luar kawin yang lahir akibat
kandungan”.56 D.Y.
dari pemerkosaan atau perzinahan.
Pasal
1
belum
berusia
18
Witanto
menjelaskan bahwa anak merupakan “sosok yang akan memikul tanggung
Anak Luar Kawin Berdasarkan Proses Kelahiran
jawab di masa yang akan datang, sehingga negara
tidak
berlebihan
memberikan
Anak
jika suatu
dilahirkan
luar dari
kawin
akibat
yang
hubungan
perlindungan bagi anak-anak dari
seorang laki-laki dengan seorang
perlakuan-perlakuan
wanita, yaitu:
yang
dapat
menghancurkan masa depannya”.57 Dengan merupakan 56
demikian,
penerus
dari
- anak luar kawin - anak hasil perkawinan di bawah
anak
tangan/ siri
suatu
Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109).
57
D.Y. Witanto, Hukum Kekeluargaan Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin, (Jakarta: Pustakaraya, 2012), hlm.4.
58
Ibid, hlm.9.
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015)| 35
ISSN 2302-6219
Analisis Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010… – Hamdani. (29-49)
- anak yang lahir tanpa adanya ikatan perkawinan
Anak luar kawin yang telah dijelaskan
oleh
D.Y.
Witanto
dibedakan menurut bagaimana anak D.Y.Witanto kemudian menjelaskan
lebih
lanjut
luar kawin tersebut dilahirkan.
mengenai
macam-macam anak luar kawin, yaitu:
Undang-Undang Perkawinan secara jelas mengatur bahwa suatu perkawinan
1. “Anak luar kawin yang dapat
harus
sah
secara
agama/kepercayaan
dan
dicatat
diakui, yaitu anak yang dapat
secara administrasi negara yang
diakui oleh orang tua biologisnya
berguna mendapat legitimasi hukum
sehingga
(Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-
memiliki
hubungan
keperdataan dengan kedua orang
Undang
tuanya.
tersebut
Perkawinan).
Pengaturan
berakibat
sebagian
2. Anak Mula’nah yaitu anak yang
pelaksanaan penikahan di Indonesia
dilahirkan oleh seorang wanita
tidak sah karena perkawinan mereka
yang di li‟an oleh suaminya,
hanya dilakukan menurut hukum
maka
masing-masing
status
anak
tersebut
agama.
Indonesia
berubah menjadi anak tidak sah
adalah
(mula’nah)
memenuhi ketertiban hukum maka
dan
kedudukan
negara
dimata hukum sama dengan anak
perkawinan
zina
dicatatkan.
yang
hanya
memiliki
hukum,
untuk
tersebut Oleh
harus
karena
itu,
hubungan keperdataan dengan
perkawinan yang dilakukan menurut
ibunya.
hukum masing-masing agama atau
3. Anak Syubhat yaitu anak yang
perkawinan dibawah tangan akan
lahir dari suatu hubungan badan
mengakibatkan pada status anak
seorang laki-laki dengan seorang
hasil
perempuan atas dasar kekeliruan
menjadi tidak sah.
dan
bukan
direkayasa”.
59
disengaja
dari
perkawinan
tersebut
atau Status anak yang lahir dari perkawinan menurut hukum masingmasing agama dan kepercayaannya
59
Ibid, hlm.45-48.
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) | 36
ISSN 2302-6219
Analisis Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010… – Hamdani. (29-49)
juga dialami oleh anak Machica Mochtar
yaitu
Muhammad
Sebelum keluarnya Putusan
Iqbal
MK tentang anak luar kawin yang
Ramadhan bin Moerdiono. Status
telah dijelaskan di atas bahwa, anak
Iqbal sebagai anak yang lahir karena
luar kawin dapat mencangkup anak
perkawinan kedua orang tuanya yang
luar kawin yang lahir dari pernikahan
menikah menurut hukum agama dan
dibawah tangan dan anak hasil
kepercayaanya
perzinahan.
dijelaskan
dalam
Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 dalam alasan-alasan permohonan uji
Permasalahannya status anak
materil Undang-Undang Perkawinan,
yang tidak sah baik anak luar kawin
yakni :
akibat pernikahan di bawah tangan dan/atau perzinahan/pemerkosaan
“sejak lahirnya anak Pemohon telah mendapatkan perlakuan diskrimi-natif yaitu dengan dihilangkannya asal-usul dari anak Pemohon dengan hanya mencantumkan nama Pemohon dalam Akta Kelahirannya dan negara telah menghilangkan hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang karena dengan hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya menyebabkan suami dari Pemohon tidak mempunyai kewajiban hukum untuk memelihara, mengasuh dan membiayai anak Pemohon”.60 Alasan menjelaskan pemohon
tersebut bahwa,
yang
juga
di
atas
anak
dari
menjadi
pemohon tidak mendapatkan haknya sebagaimana yang dijelaskan dalam 28D ayat (1) UUD 1945.
60
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU-VIII/2010, hlm.9.
memberikan dampak bagi kehidupan anak tersebut. Salah satu dampak yang ditimbulkan dari status anak yang tidak sah adalah kesulitan mendapatkan akta kelahiran. Putusan
MK
tersebut
berbunyi “Anak yang dilahirkan di luar
perkawinan
mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan pengetahuan
berdasarkan dan
ilmu
teknologi
dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”.61
61
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU-VIII/2010, hlm.37.
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015)| 37
ISSN 2302-6219
Analisis Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010… – Hamdani. (29-49)
Maksud dari putusan tersebut
biologisnya
sebagaimana
anak
adalah anak luar kawin akan menjadi
sumbang. Anak sumbang yaitu anak
anak yang sah jika terbukti setelah
yang lahir dari perhubungan seorang
dilakukan sebuah pembuktian baik
lelaki dan perempuan, sedangkan
melalui
dan
diantara mereka terdapat larangan
teknologi. Pembuktian melalui ilmu
kawin, karena masih sangat dekat
pengetahuan dan tehnologi adalah
hubungan kekeluargaanya.63
ilmu
pengetahuan
dengan
melakukan
darah
atau
tes
DNA
golongan Anak luar kawin hasil dari
(Deoksiribo
Nuklead Acid). Tes golongan darah
perzinahan
(DNA)
dibawah
tersebut
berguna
untuk
atau
perkawinan
tangan
tidak
dan
hubungan
mengetahui apakah ada kesamaan
dapat mewarisi
golongan darah anak dengan ayah
lainnya
dan keluarga ayahnya.
perkawinan.64 Pengaturan anak luar
termasuk
wali
dalam
kawin hasil dari perzinahan menurut Selain, anak luar kawin yang
hukum
dilahirkan dari pernikahan sirri, tes
dengan
DNA juga dapat digunakan untuk
menjelaskan bahwa anak luar kawin
pembuktian hubungan biologis anak
dapat
luar kawin dari hasil perzinahan.
keperdataan
Anak
luar
perzinahan
Islam
bertolak
Putusan
belakang
MK
mempunyai dengan
yang
hubungan ayah
dan
kawin
dari
hasil
keluarganya apabila terbukti setelah
oleh
masyarakat
dilakukan tes DNA. Hal ini tentunya
dipandang
sebagai
kelompok
yang
“anak paling
dalam
akan berpengaruh kepada kewajiban
rendah
pemenuhan hak keperdataan lain
kedudukannya dibandingkan dengan
yang
semestinya
tidak
menjadi
golongan anak-anak yang lain”.62
kewajiban seperti perwalian nikah dan waris. Jika tetap dipaksakan
Menurut Ali Afandi anak zina
ayah biologis menjadi wali nikah
tidak dapat diakui oleh orang tua
anaknya tentunya berakibat pada
62
D.Y. Witanto, Hukum Kekeluargaan Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin, (Jakarta: Pustakaraya, 2012), hlm. 40.
63
Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm.42-43.
64
Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2005). hlm.147-148.
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) | 38
ISSN 2302-6219
tidak
Analisis Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010… – Hamdani. (29-49)
sahnya
pernikahan
anak
tersebut.
Undang Perkawinan dimana berguna untuk tertib administrasi dan juga berguna untuk perlindungan hukum
Pendapat
Hakim
Mahkamah
Konstitusi
bagi istri dan anak. Sedangkan dalam amar
“Pemenuhan hak-hak anak yang terlahir dari suatu perkawinan, terlepas dari sah atau tidaknya
putusan
menjelaskan tidaknya
MK
belum/tidak
akan
penting
pencatatan
atau suatu
perkawinan.
perkawinan tersebut menurut hukum
Sepakatnya
Maria
Farida
negara, tetap anak luar kawin harus
Indrati dikarenakan masih banyak
memiliki hubungan darah dengan
masyarakat Indonesia yang masih
ayah
melakukan
kandung/biologis.
Setelah
perkawinan
dibawah
memiliki hubungan darah maka anak
tangan, dimana anak sebagai pihak
luar kawin menjadi kewajiban kedua
yang
orang tua kandung atau kedua orang
perkawinan
sirri
tua biologisnya”.65
tangan.
Berdasarkan disenting
Artinya, pemenuhan hak atas anak luar kawin harus dipenuhi oleh orang tua biologis atau orang tua kandung terlepas dari bagaimana cara
anak
tersebut
dilahirkan,
apakah melalui perkawinan yang sah maupun tidak sah, tetap mendapat hubungan keperdataan dengan ayah kandung Sementara
atau itu,
ayah
biologisnya.
dalam desenting
opinion Maria Farida Indrati salah seorang hakim juga sepakat dengan adanya Pasal 2 ayat (2) Undang-
65
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU-VIII/2010, hlm. 44.
dirugikan
dengan
adanya
atau
dibawah
oponion dari Maria Farida Indriati menjadikan
ketidak
konsistenan
pendapat yang dia berikan untuk masalah anak luar kawin. Sehingga, pendapatnya
tetap 66
memberikan stigma haram
pada
anak luar kawin dan secara otomatis anak luar kawin tetap memiliki hubungan keperdataan dengan ibu dan keluarga ibunya. Stigma yang diberikan kepada anak menjadikan anak tersebut memiliki “kerugian secara
sosial-psikologis,
yang
sebenarnya dapat dicegah dengan 66
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU-VIII/2010, baris ke-5, hlm. 44.
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015)| 39
ISSN 2302-6219
tetap
Analisis Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010… – Hamdani. (29-49)
mengakui
hubungan
anak
dengan bapak biologisnya”.67
dalam perkawinan yang sah secara agama, tetapi duluan hamil sebelum pernikahan yang sah orang tuanya.
Hukum
Islam
menjelaskan
anak mempunyai hak mulai dari dalam “kandungan sampai lahir dan
Pembagian Anak Luar Kawin Berdasarkan Proses Kelahiran
besar”.68
Hukum
Islam
menjelaskan
anak luar kawin yang berasal dari Jumni bahwa
Nelly
anak
luar
menjelaskan kawin
dibagi
menjadi 2 (dua) kategori yaitu “anak luar kawin yang dibuahi tidak dalam perkawinan dilahirkan
yang
sah,
namun
perkawinan69.
dalam
Anak luar kawin yang dijelaskan oleh Jumni Nelly adalah anak luar kawin karena perzinahan dan anak luar kawin dalam perkawinan yang sah. Menurut Fiqh Islam anak luar kawin adalah “anak zina”.70 Penjelasan
perkawinan kedua orang tuanya yang sah dan telah memenuhi syarat dan ketentuan yang ada. Hanya saja ada suatu persoalan yang menyebabkan perkawinan dari kedua orang tuanya awalnya sah menjadi tidak sah. Misalnya dalam hukum di Indonesia selain
harus
menikah
menurut
masing-masing agama, perkawinan tersebut harus didaftarkan kepada lembaga pencatat perkawinan yang telah disediakan oleh pemerintah.
di
atas
memberikan pengertian bahwa anak luar kawin yang ada dalam Hukum Islam dapat dibedakan menjadi anak luar kawin karena perzinahan dan
Hukum
Islam
juga
menjelaskan
bahwa anak luar kawin merupakan anak
yang 71
perzinahan
lahir
dari
suatu
dan “bukan
pula
karena kepemilikan (budak)”.72
anak luar kawin yang dilahirkan 67
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUUVIII/2010, baris ke-6, hlm.44.
68
Indah Purbasari, Hukum Perkawinan Islam “Sebagai Hukum Positif di Indonesia”,(Surabaya: Imsa Media Utama, 2008), hlm.61.
69
D.Y. Witanto, Hukum Kekeluargaan Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin,
(Jakarta: Pustakaraya, 2012), hlm. 7879. 70
Perzinahan merupakan “hubungan badan antara laki-laki dan perempuan di luar nikah”.
71
M Nurul Irfan, Nasab & Status Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta: AMZAH, 2012), hlm.114.
72
Ibnu Rusyd diterjemahkan oleh Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun, 2007,
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) | 40
ISSN 2302-6219
Analisis Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010… – Hamdani. (29-49)
Berdasarkan penjelasan di atas, maka ada tiga situasi anak yang dilahirkan
dari
hasil
tetap harus bernasab kepada kedua bapak dan ibunya”.73
hubungan Istilah ‘anak yang lahir di
seorang laki-laki dengan wanita,
luar perkawinan’, tepat untuk kasus
yaitu:
Machica, mengingat anak yang lahir -
anak lahir diluar perkawinan
itu
-
anak
dengan memenuhi syarat dan rukun
lahir
dari
hasil
secara
perzinahan -
sebagai
hasil
agama,
namun
tercatat.
anak lahir dari pernikahan
persepsi Berbeda halnya dengan anak
bukan
berkembangnya
yang
menganggap
tidak
Jadi
sebagaimana
yang sah secara agama
perkawinan
salah
kasus
yang
anak
dari
luar kawin yang kedua orang tuanya
Machica dengan Moerdiono sebagai
telah melakukan perkawinan yang
anak hasil zina. Kasus tersebut
sah dengan anak luar kawin karena
merupakan anak yang dilahirkan ‘di
perzinahan.
Islam
luar
kawin
perkawinannya
memandang
Hukum anak
luar
perkawinan’ hanya
karena memenuhi
tersebut adalah berbeda karena
Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun
dilihat dari hubungan kedua orang
1974, dan tidak memenuhi Pasal 2
tuanya
ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1974.
tersebut.
Berdasarkan
penjelasan Nurul Irfan saksi ahli dalam kasus Machica Mochtar bahwa
Pada dasarnya perkawinan
“Islam mengenal konsep anak zina
di Indonesia harus dilaksanakan
yang hanya bernasab kepada ibu
dengan prosedur
kandungnya, namun ini bukan anak
Pasal 2 ayat 1 dan 2 Undang-
dari perkawinan sah (yang telah
Undang Nomor 1 Tahun
memenuhi syarat dan rukun). Anak
Tentang Perkawinan, itulah yang
yang lahir dari perkawinan sah
dimaksud dengan perkawinan yang
secara
tidak
sesungguhnya menurut UU No. 1
dicatatkan pada instansi terkait,
Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Islam,
meskipun
Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid 3, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hlm. 600.
73
sesuai
dengan 1974
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU-VIII/2010, Point 10, hlm. 13.
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015)| 41
ISSN 2302-6219
Analisis Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010… – Hamdani. (29-49)
Jika perkawinan dilakukan hanya
Terdapat
tujuh
hak-hak
mengikuti Pasal 2 ayat 1 saja, maka
seorang anak yang harus dipenuhi
perkawinan
‘luar
orang tuanya demi kelangsungan
perkawinan’, oleh karena itu Pasal
hidupnya. Apabila salah satu hak di
43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1
atas
Tahun 1974 Tentang Perkawinan itu
menimbulkan
tidak
perkembangan anak tersebut.
itu
berdiri
disebut
sendiri,
sangat
tidak
terpenuhi,
akan
dampak
bagi
berkaitan
dengan
adanya
perkawinan
sebagaimana diatur
Salah
satu
oleh Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974
terpenuhinya
hak
tentang Perkawinan.
adalah tidak terpenuhinya hak anak menurut
Disebut
luar
perkawinan,
bentuk anak
Hukum
pertama,
tersebut
Islam,
hak
tidak
yaitu
mendapatkan
karena perkawinan itu dilakukan di
persusuan, Kedua, hak mendapatkan
luar prosedur pada Pasal 2 ayat 2.
perlindungan untuk hidup, ketiga,
Tidak bisa ‘luar perkawinan’ itu
hak
diartikan sebagai perzinaan, karena
dalam segala bentuk diskriminasi,
perbuatan zina itu dilakukan sama
keempat, hak mendapatkan nama
sekali tanpa ada perkawinan, beda
baik,
sekali
nasab, Keenam, hak mendapatkan
antara
luar
perkawinan
mendapatkan
kelima,
dengan tanpa perkawinan. Oleh
pendidikan
karena
ketujuh,
itu
‘perkawinan’
jika
hak
mendapatkan
dan
pengajaran,
hak
mendapatkan
pasti
perlindungan dari segala macam
perkawinan itu sudah dilakukan
bentuk diskriminasi. Anak luar kawin
minimal sesuai
tidak
ayat 1
sudah
disebut
perlindungan
dengan
Undang-Undang
Pasal
2
Nomor 1
mendapatkan
menjadi
haknya
apa
yang
sebagai
anak.
Tahun 1974 Tentang Perkawinan,
Seperti diskriminasi akibat stigma
itulah
negatif
yang
disebut
‘luar
masyarakat,
perkawinan’, sedangkan perzinaan
terjaminnya
sama sekali tidak tersentuh dengan
terjaminnya pendidikan.
penafkahan,
tidak tidak
term ‘perkawinan’. Anak Hak Anak Menurut Hukum Islam
luar
kawin
yang
dijelaskan dalam Putusan MK Nomor 46/PUU- VIII/2010, bahwa anak yang
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) | 42
ISSN 2302-6219
Analisis Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010… – Hamdani. (29-49)
lahir karena perkawinan sirri atau
tuanya.
dibawah tangan dapat diakui sebagai
menjelaskan
anaknya. Dengan ketentuan sebagai
sebagai “sandaran yang kokoh untuk
berikut: “Anak yang dilahirkan di
meletakkan
luar
kekeluargaan berdasarkan kesatuan
perkawinan
mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya
Wahbah
al-Zuhaili nasab
suatu
hubungan
darah atau pertimbangan”.74
dan keluarga ibunya serta dengan Menurut Wahbah nasab akan
laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan
berdasarkan
ilmu
diberikan
kepada
anak
apabila
teknologi
memiliki hubungan darah atau suatu
dan/atau alat bukti lain menurut
pertimbangan tertentu yang telah
hukum mempunyai hubungan darah,
ditentukan.
termasuk hubungan perdata dengan
menurut
keluarga ayahnya”.
percampuran air antara seorang
pengetahuan
dan
Sedangkan
nasab
‘Arabi
yaitu:
Ibn
laki-laki dengan seorang perempuan Dengan demikian, anak yang lahir dari perkawinan di bawah
menurut
keturunan-keturunan
syar’i.75
tangan atau perkawinan sirri tidak Ibn
perlu adanya tes golongan darah karena
menjelaskan
diketahui
ayah
bahwa nasab akan diperoleh apabila
Perkawinan
sirri
adanya suatu percampuran antara
telah
biologisnya.
‘Arabi
merupakan perkawinan yang sah,
laki-laki dan perempuan dan telah
hanya saja perkawinan tersebut
memenuhi syarat-syarat yang telah
tidak
ditentukan dalam Hukum Islam.
dicatatkan
sebagai
tertib
administrasi selaku warga negara yang tersebut
menjadikan menjadi
perkawinan tidak
sah.
Meskipun anak luar kawin dianggap anak yang tidak sah tetapi anak luar kawin memiliki nasab dari orang
74
Pemberian
nasab
kepada
anak luar kawin timbul akibat dari masa
kehamilan.
Sesuai
pendapat para fuqaha
dengan
juga dari
golongan Syi‟ah yang menyepakati
D.Y. Witanto, Hukum Kekeluargaan Hak dan Kedudukan Anak Luar
Kawin, (Jakarta: hlm.78. 75
Pustakaraya,
2012),
Ibid, hlm.78.
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015)| 43
ISSN 2302-6219
batas
Analisis Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010… – Hamdani. (29-49)
minimal
masa
kehamilan
adalah enam bulan.76
tegas,
sehingga
menimbulkan
berbagai macam kontradiksi dan perbedaan pemahaman. Pendapat
Pendapat
batas
minimal
akan batas
maksimal
kehamilan
tersebut berdasarkan pada firman
dimunculkan
Allah SWT dalam surah Al-Ahqaf (46)
mazhab karena bersifat temporer
ayat 15 yang artinya “mengadungnya
dan kasuistik, sehingga tidak ada
sampai menyapihnya adalah tiga
standar pasti yang dapat di pegang
puluh bulan”77 dan Surah Luqman
sebagai
(31) ayat 14 yang artinya “dan
Artinya,
78
menyapihnya selama dua tahun”.
Firman Allah SWT diperkuat oleh pendapat Ibnu Abbas yang berkata kepada Khalifah Utsman: “seandainya
aku
para
pendapat batas
kehamilan kawin
oleh
benar.80
yang
maksimal
khususnya
timbul
ulama
suatu
anak
akibat
luar suatu
permasalahan pada suatu kasus yang umumnya terjadi.
diminta
Adapun pendapat dari ulama
menyelesaikan masalah kalian atas
mazhab yang dijelaskan oleh Syekh
dasar
niscaya
al-Mufid yakni “seorang perempuan
akan
dan seorang laki-laki menikah, lalu
terselesaikan, betapa Allah telah
melahirkan seorang anak dalam
berfirman ‘mengandungnya sampai
keadaan
menyapihnya
Alqur‟an
permasalahan
bulan‟
kalian
adalah
sehingga
hidup
dan
sempurna
tiga
puluh
bentuknya sebelum enam bulan,
waktu
yang
anak tersebut tidak bisa dikaitkan
dibutuhkan untuk mengadung cukup
(nasabnya) dengan suaminya”.81
dengan enam bulan”.79 Maksudnya, anak yang lahir Selain batas minimal, adapun
sebelum 6 (enam) bulan setelah
pendapat maksimal yang dijelakan
berhubungan
berdasarkan nash al-Qur’an secara
tersebut tidak dapat memiliki nasab
76
M. Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), hlm. 34.
77
Ibid.
78
Ibid.
badan
maka
anak
79
Ibid, hlm.35.
80
Ibid, hlm. 38.
81
D.Y. Witanto, Hukum Kekeluargaan Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin, (Jakarta: Pustakaraya, 2012), hlm.80.
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) | 44
ISSN 2302-6219
Analisis Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010… – Hamdani. (29-49)
dengan ayahnya. Apabila suami istri
anak li’an adalah anak tersebut
bersengketa tentang lama waktunya
secara langsung tidak ada hubungan
berhubungan badan “maka ucapan
nasab dengan ayahnya bahkan tidak
istri yang akan digunakan sebagai
wajib
82
bukti atau petunjuk”.
memberikan
nafkah
dan
“hanya memiliki hubungan secara manusiawi saja”.85
Pendapat sependapat
tersebut
dengan
ulama
dari
Karena
tidak
memiliki
kalangan Hanafi “apabila kelahiran
hubungan nasab dengan ayahnya
anak itu kurang dari enam bulan,
maka tidak dapat mewarisi dan
maka menurut kesepakatan ulama
apabila anak tersebut perempuan
fiqh, anak yang lahir itu tidak bisa
maka ayahnya tidak dapat “menjadi
dinasabkan kepada suami wanita
wali dalam perkawinan juga tidak
tersebut.83
dalam hubungan lainnya”86, kecuali hubungan sesama manusia.
Anak
luar
kawin
dalam
Hukum Islam masuk dalam kategori
Pendapat
ini
diperjelas
yang kedua bersama dengan anak
dengan adanya hadis nabi yang
li’an. Anak li’an disebut dengan anak
disepakati oleh para ulama dari
mula’nah, dimana “anak yang lahir
berbagai kalangan mazhab. Adapun
dari istri yang telah di li’an oleh
sabda nabi yang dijelasakan oleh
suamianya, apabila li’an tersebut
hadits
terbukti maka status anak tersebut
yakni dari
menjadi tidak sah (mula’nah) dan
sesungguhnya
dimata hukum sama dengan anak
bersabda:
zina”.
84
yang
diriwatkan Abu
Muslim Hurairah
Rasulullah
SAW
“Anak itu bagi yang
meniduri istri (secara sah) yaitu suami, sedangkan bagi pezina ia
Akibat hukum dari status
hanya berhak mendapatkan batu.”87
yang didapat oleh anak zina dan 82
Ibid, hlm.80-81.
83
M. Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), hlm. 81.
84
Op. Cit, hlm. 46.
85
Ibid, hlm.79.
86
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm.147-148.
87
M. Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), hlm.115.
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015)| 45
ISSN 2302-6219
Analisis Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010… – Hamdani. (29-49)
Sementara
itu
adapula
pendangan paling keras disampaikan
ketentuan yang berlaku dan menurut peraturan perUndang-Undangan.
oleh ulama Syi’ah Ismailah yang Salah
berpendapat bahwa “anak zina tidak
satu
perkara
yang
mewarisi dan tidak pula mewariskan
sering kali diajukan di Pengadilan
baik dari ayah dan kerabatnya
Agama
maupun dari ibu kerabatnya. Wali
nikah. Itsbat nikah menurut bahasa
nikah bagi anak perempuan zina
mengandung arti yaitu “penetapan”.
adalah wali hakim. Perempuan anak
Penetapan yang dimaksud didalam
zina digolongkan ke dalam mar’ah
Pengadilan Agama adalah penetapan
dani’ah
suatu
(perempuan
yang
adalah
perkawinan,
perkawinan
martabatnya rendah).”88
melakukan
di
tersebut
Itsbat
mana
dilakukan
secara sirri atau di bawah tangan. Setelah keluarnya putusan
Melakukan Itsbat nikah selain untuk
MK memberikan suatu dampak akan
mendapatkan pengakuan dari negara
nasab yang didapat oleh anak luar
juga
kawin.
kelengkapan
Putusan
MK
tidak
digunakan
untuk dari
menjelaskan bahwa anak luar kawin
tersebut.
Itsbat
sebagaimana
sebagai
syarat
yang
dimaksud.
mengurus perkawinan
nikah
berfungsi
utama
akta
Berdasarkan kasus yang diajukan
mendapatkan
oleh Machica Mochtar, anak luar
digunakan untuk mengurus berbagai
kawin yang dimaksud adalah anak
macam
yang lahir dari pernikahan sirri.
perkawinan tersebut telah memiliki
keperluan.
nikah
untuk
Jika
yang dalam
seorang anak maka membutuhkan Proses
pencatatan
adalah
sebuah
akta
kelahiran
guna
suatu prosedur yang wajib dilakukan
kepentingan anak tersebut. Apabila
oleh setiap warga negara Indonesia
anak tersebut tidak memiliki akta
guna tertibnya hukum dan mendapat
kelahiran dan orang tuanya tidak
suatu jaminan dari negara. Proses
memiliki akta nikah maka anak
pencatatan bagi anak luar kawin
tersebut dapat dikatakan sebagai
dapat
anak luar kawin. Sehingga anak luar
88
dilakukan
sesuai
dengan
Ibid, hlm. 117.
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) | 46
ISSN 2302-6219
kawin
Analisis Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010… – Hamdani. (29-49)
tersebut
tidak
dapat
dikatakan sebagai anak yang sah.
memaknai
anak
luar
kawin
sebagai anak luar kawin hasil perkawinan sirri maupun anak
PENUTUP
luar kawin hasil perzinahan. Oleh
1. Putusan
Mahkamah
Konstitusi
Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang anak luar kawin menjelaskan bahwa anak luar kawin dapat memiliki hubungan keperdataan dengan
ayah
ayahnya
dan
dengan
keluarga
pembuktian
menggunakan ilmu pengetahuan dan
tehnologi
(tes
DNA).
Keluarnya Putusan MK dilatar belakangi judicial terhadap
review
Pasal 2 ayat (2)
Undang-Undang Perkawinan dan Pasal 43 ayat (1) UUD 1945, dimana merasa tidak
pemohon hak
Macicha
konstitusionalnya
terpenuhi
akibat
pengaturan mengategorikan
yang Mohammad
Iqbal Ramadhan sebagai anak luar kawin dikarenakan anak yang lahir dari perkawinan sirri. Anak luar kawin dalam perspektif Hukum Islam merupakan anak hasil zina sedangkan menurut Undang-Undang mencangkup
Perkawinan anak
karena itu, putusan MK ini tidak membedakan anak luar kawin hasil pernikahan sirri dan hasil zina. Namun, pengesahan ini justru
akan
ketertiban
melanggar
hukum
pencatatan Sehingga,
dalam
perkawinan. adanya
penafsiran
putusan MK bahwa anak luar kawin
hasil
zina
mendapatkan
boleh
seperti/sama
dengan anak hasil pernikahan sirri. 2. Putusan
MK
apabila
tidak
dilaksanakan akan menimbulkan dampak
kebingungan
dalam
pencatatan anak khususnya anak luar
kawin.
Selain
itu,
kekhawatiran yang ditimbulkan yakni mengenai keabsahan anak yang
akan
Sedangkan, bertujuan
dicatatkan. putusan
untuk
MK
melindungi
status anak dan Undang-Undang perkawinan
bertujuan
untuk
melindungi suatu perkawinan.
hasil
perkawinan sirri dan anak hasil zina.
Amar
Putusan
MK
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015)| 47
ISSN 2302-6219
Analisis Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010… – Hamdani. (29-49)
DAFTAR PUSTAKA Buku/Jurnal/Makalah Afandi, Ali. 2000. Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian. Jakarta: Rineka Cipta. Amiruddin dan Zainal Askin. 2012. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Ibrahim, Johny. 2011. Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Cetakan ke-4. Malang: Bayumedia Publishing. Latif, Abdul. 2007. Fungsi Mahkamah Konstitusi dalam Upaya Mewujudkan Negara Hukum Demokratis. Yogyakarta: Kreasi Total Media. Martiman, MR Prodjohamidjojo. 2011. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing. Nurul, M Irfan. 2012. Nasab & Status Anak dalam Hukum Islam. Jakarta: Amzah. Penetapan Pengadilan Agama Tanggerang Nomor 46/Pdt.P/2008/PA.Tgrs tentang Itsbat Nikah.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2009. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Saingkat. Cetakan ke-11. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sutiyoso, Bambang. 2006. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi. Bandung: Citra Aditya Bakti. Syarifuddin, Amir. 2005. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Prenada Media. Thontowi, Jawahir. 2006. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Witanto, D.Y. 2012. Hukum Keluarga Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin. Jakarta: Prestasi Pustakaraya. Perundang-Undangan Instrusi Presiden Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata/BW). Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.
Purbasari, Indah. 2008. Hukum Perkawinan Islam (Sebagai Hukum Positif diIndonesia). Surabaya: Imsa Media Utama.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Rusyd, Ibnu. 2007. (Penerjemah, Imam Ghazali Said, dan Achmad Zaidun), Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid 3. Jakarta: Pustaka Amani.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang Anak Luar Kawin. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) | 48
ISSN 2302-6219
Analisis Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010… – Hamdani. (29-49)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109). Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98). Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 22).
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015)| 49