NILAI NUTRISI RANSUM BERBASIS LIMBAH INDUSTRI PERTANIAN PADA SAPI PERAH LAKTASI (Nutritive Value of Agriculture Byproduct Based Diets in Lactating Dairy Cows) E. Pangestu1, T. Toharmat2 dan U.H. Tanuwiria3 Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang 2 Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor 3 Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung
1
ABSTRAK Evaluasi nutrisi terhadap ransum sapi perah laktasi yang berbasis pada limbah pertanian dan industri pertanian telah dilakukan di demplot peternakan milik Koperasi Unit Desa Tandangsari Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering dan nutrien dari ransum secara umum telah melebihi kebutuhan sapi, tetapi pengaruhnya terhadap tingkat produksi susu masih di bawah standar. Demikian pula pengaruhnya terhadap kualitas susu, yang dicerminkan dari kandungan bahan padat dan lemak susu masih rendah. Namun jumlah sel somatik dalam air susu, yang dijadikan indikator imunitas terhadap mastitis, menunjukkan dalam kadar yang normal. Kata kunci : limbah industri pertanian, ransum, sapi laktasi
ABSTRACT Fibrous residues and agroindustry byproduct based diet for lactating dairy cow were evaluated at dairy farm of ‘Koperasi Unit Desa’ Tandangsari, Sumedang Regency, West Jawa Province.The results showed that nutritients consumption was over from the requirement for milk production, but its effect on milk yield, total solid and milk fat were below standard. Somatic cell count as immunity indicator for mastitis event was in normal range. Keywords : fibrous residue, agroindustry byproduct, diet, lactating cow PENDAHULUAN Usaha dan populasi sapi perah di Indonesia sebagian besar terdapat di pulau Jawa yang umumnya terkonsentrasi pada daerah dataran tinggi dengan daya dukung sumber daya alam yang cukup (Sutardi, 1997). Namun, sempitnya lahan tanaman pakan dan berkurangnya lahan tanaman pangan mengakibatkan produksi pakan hijauan menjadi tidak memadai. Dengan demikian hijauan rumput dan limbah pertanian yang menjadi makanan
166
pokok bagi sapi perah menjadi kendala dalam mensuplai kebutuhan nutrien, akibatnya produksi susu akan berkurang. Rendahnya kualitas hijauan dan limbah pertanian yang dicerminkan dengan rendahnya kandungan nitrogen (N) dan beberapa mineral esensial seperti P, Cu, Zn ( Ibrahim et al., 1998, McDowell et al., 1983, Gihad, 1976) serta tingginya kandungan serat NDF/ADF (Nari, 1985, Leng dan Preston, 1985, Kanjanapruthipong et al, 2001) berpengaruh pula terhadap rendahnya produksi susu di daerah tropis. Dari aspek makanan
J.Indon.Trop.Anim.Agric.28(3) September 2003
apabila diinginkan produksi susu yang maksimal sesuai potensi genetiknya, pemenuhan nutrien sapi perah yang bersumber dari hijauan dan limbah pertanian saja tidak akan tercukupi. Oleh karena itu penambahan nutrien selain dari hijauan perlu dilakukan melalui pemberian pakan konsentrat. Pakan konsentrat umumnya disusun atas biji bijian dan limbah agroindustri. Bahan-bahan pakan penyusun konsentrat sapi perah tersebut, seperti jagung, sorghum, dedak dan bungkil juga diberikan pada ternak non ruminansia (unggas), sehingga
menurunkan tingkat konsumsi bahan kering maupun nutrien yang diperlukan bagi produksi sapi perah. Sebaliknya kandungan serat ransum yang terlalu rendah akan mengubah produk metabolik rumen, khususnya rasio asetat/ propionat yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kadar lemak susu (Wikantadi, 1977). Dengan demikian pemberian ransum pada sapi perah tidak hanya perlu memperhatikan jumlah atau volume pakan yang diberikan namun kandungan dan kualitas nutrien dalam ransum juga perlu mendapatkan perhatian. Hal
Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan Jadi dan Konsentrat Produksi KUD Tandangsari Bahan Pakan
Pakan komplit (%) a)
Konsentrat (%) a)
26 20 4,4 1,1 10 0,4 6 10 8 8 3 2,6 0,1 -
20 10 1 3,7 13,6 10 5 0,6 1,66 0,33 5,0 5,0 6,0 16,6 1,6
Pucuk Tebu Polar Dedak Kasar/halus Molases Limbah beras Minyak goreng Kulit coklat Bungkil kacang Bungkil kelapa Ampas kecap Tepung ikan Mineral komersial Probiotik Kulit kacang Bungkil sawit Pokphan Onggok Suplemen konsentrat a) : persentase atas dasar ‘as fed’
keberadaan bahan bahan pakan tersebut menjadi langka. Bahan-bahan pakan limbah agro-industri tersebut mempunyai kandungan serat NDF yang cukup tinggi, sehingga pemberiannya pada ternak non ruminansia dibatasi. Meskipun ternak ruminansia di dalam rumennya mampu mencerna dan memanfaatkan serat, namun pemberian pakan berserat tinggi pada sapi perah juga perlu dibatasi. Hal tersebut mengingat pakan berserat mempunyai sifat volumius atau “bulkiness”, sementara itu kapasitas isi rumen terbatas. Pemberian pakan berserat dalam jumlah besar, baik yang berasal dari hijauan maupun limbah agro-industri, dapat
ini mengingat bahwa ransum tidak hanya mempengaruhi produksi susu tetapi juga mempengaruhi kualitas bahan padat susu. Pertimbangan lain adalah bahwa harga susu hingga saat ini masih ditentukan oleh kadar bahan padat dan lemak susu. Kedua variabel tersebut sangat dipengaruhi oleh perubahan/ pasokan nutrien yang terkandung di dalam ransum. Sebagai tambahan, ransum yang disusun dengan komposisi bahan pakan yang sama, dengan adanya sentuhan teknologi berupa pengolahan terhadap bahan pakan akan memberikan hasil produksi dan kualitas susu yang berbeda.
Nutritive Value of Agriculture Byproduct Based Diets in Lactating Dairy Cows (Pangestu et al.)
167
Penelitian ini dilakukan guna mengevaluasi ransum berbasis limbah pertanian dan agroindustri serta pemberiannya terhadap produksi dan kualitas susu sapi perah.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di demplot percobaan ternak milik Koperasi Unit Desa (KUD) Tandangsari Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang Jawa Barat pada bulan Januari – Februari 2002. Sapi perah yang diamati sebanyak 16 ekor sapi Frisian Holstein pada masa laktasi kedua dengan umur laktasi 110 + 63 hari. Pakan yang diberikan adalah jerami padi, ubi singkong, ampas tahu, konsentrat komersial dan pakan komplit buatan KUD Tandangsari. Pakan diberikan pagi hari setelah pemerahan (jam 06.30) dengan urutan pemberian pakan konsentrat dan pakan komplit diberikan bersamaan, kemudian diberikan jerami padi/hijauan. Pada siang hari diberikan ampas tahu dan ubi singkong. Pada sore hari setelah pemerahan diberikan pakan jadi dan jerami padi. Bahan pakan penyusun konsentrat dan pakan komplit disajikan pada Tabel 1. Koleksi data konsumsi dan produksi susu mengikuti petunjuk Harris (1970), pengamatan jumlah sel somatik pada air susu mengikuti petunjuk Sudarwanto dan Lukman (1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN Evaluasi Ransum Penyusunan pakan komplit dan konsentrat di KUD Tandangsari bahan pakan yang digunakan berasal dari limbah pertanian dan agro-industri yang dapat dikelompokkan ke dalam : 1. bahan pakan sumber protein, yakni bungkil kacang, bungkil kelapa, ampas kecap, tepung ikan dan bungkil sawit. 2. bahan pakan sumber energi, yakni polar, dedak kasar/halus, molases, limbah beras, minyak goreng, kulit coklat, suplemen konsentrat, onggok, pokphan dan kulit kacang. 3. bahan pakan sumber mineral dan suplemen probiotik. Dalam menyusun ransum, penggunaan bahan pakan sumber protein berkisar 20-25% dengan komposisi sumber protein nabati 10-20% dan sumber protein hewani 3-10%, sedangkan untuk bahan makanan sumber energi dalam ransum dapat menyusun 50-75% dan untuk mix mineral dalam ransum sebanyak 5% ( Kamal, 1990). Pakan komplit buatan KUD Tandangsari tersebut, bahan pakan sumber protein menyusun sebesar 29,4%, dengan sumber protein nabati 26,4% dan sumber protein hewani 3%, bahan makanan sumber energi sebesar 41,9%. Apabila pucuk tebu dianggap sebagai pakan sumber energi maka pakan sumber energi
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Pakan komplit dan Konsentrat Produksi KUD Tandangsari Nutrien Bahan kering, % Protein kasar, % Lemak, % Serat kasar, % Abu , % BETN, % Karbohidrat, % TDN, % Energi, kkal/g NDF, % ADF, % ADL, % Ca, % P, % Zn, ppm Cu, ppm
168
Pakan komplit
Konsentrat
88,60 12,11 6,00 24,81 10,69 46,39 71,20 65,54 387,24 64,94 27,12 3,18 1,04 0,60 77,20 14,44
86,58 13,82 6,47 18,19 11,84 49,82 67,88 71,83 62,29 -
J.Indon.Trop.Anim.Agric.28(3) September 2003
menyumbang sebesar 67,9% dan mix mineral hanya menyusun sebesar 2,7%. Dengan demikian proporsi bahan pakan sumber protein terlalu tinggi dan proporsi bahan makanan sumber energi dan mix mineral terlalu rendah. Namun apabila pucuk tebu hanya dianggap sebagai sumber serat, pakan sumber energi tersebut masih kurang. Susunan ransum tersebut dirasa kurang efisien dan efektif untuk sapi perah laktasi. Untuk konsentrat bahan pakan sumber protein nabati menyusun sebesar 33,6%, sumber hewani 0,6%, sumber energi 63,9% dan suplemen 1,99%. Hasil analisis kimiawi terhadap kandungan nutrisi pakan jadi KUD Tandangsari tersaji dalam Tabel 2. Kandungan protein kasar (12,11%) dan energi/ TDN (65,54%) tampaknya cukup untuk sapi laktasi produksi 7 – 8 kg susu dengan bobot badan 400 – 500 kg (NRC, 1988). Namun kadar serat kasar dan NDF terlalu tinggi dibanding standart NRC tersebut. Sumbangan serat terbesar berasal dari pakan sumber energi dan sumber protein karena NDF dari pucuk tebu menyumbang sebesar 19,06% dari total NDF ransum (64,94%). Hal tersebut berarti mutu dari bahan pakan penyusun konsentrat sumber energi maupun protein cukup rendah, karena kandungan NDFnya cukup tinggi. Perbandingan NDF pakan kasar (pucuk tebu) dengan NDF konsentrat sangat tinggi, yakni 29 : 61. NRC (1988) menganjurkan rasio NDF pakan kasar dengan
konsentrat 75 : 25 dengan harapan energi neto untuk produksi susu cukup tersedia. Kandungan energi (TDN) pada konsentrat sudah cukup baik sebesar 71,83%, tetapi kandungan proteinnya masih kurang. Kandungan mineral makro dan mikro ransum produksi KUD Tandangsari dalam kisaran cukup hingga berlebihan dari standart NRC. Mineral Ca, P dan Zn sangat berlebih meski rasio Ca : P normal, sedangkan mineral Cu cukup. Evaluasi Tampilan Produksi Ternak Kebutuhan dan konsumsi nutrisi sapi berdasarkan atas bobot badan dan produksi susu ditampilkan dalam Tabel 3. Pakan yang diberikan pada sapi pengamatan meliputi konsentrat, pakan jadi “complete feed”, ampas tahu, ubi singkong, rumput gajah/ jerami padi. Konsumsi nutrien (bahan kering, protein kasar dan TDN) secara keseluruhan sudah berlebih dibandingkan dengan kebutuhannya. Tingginya konsumsi tersebut sebagai akibat dari pemberian pakan yang berlebih dan bentuk fisik pakan yang cukup lembut/ halus, baik pada pakan konsentrat maupun pakan komplit, sehingga waktu tinggal pakan dalam rumen relatif singkat. Tingginya ‘rate of passage’ dalam saluran pencernaan berakibat rumen cepat kosong dan merangsang ternak untuk makan. Bentuk fisik dan kualitas pakan yang diberikan berpengaruh terhadap produksi dan
Tabel 3. Tampilan Produksi Sapi Laktasi Kebutuhan : kg Bahan kering Protein kasar TDN
13,30 + 0,80 1,55 + 0,43 7,87 + 1,55
Konsumsi : kg Bahan kering Protein kasar TDN
12,93 1,58 8,99
Produksi : Susu, kg 4% FCM, kg Total solid, % Kadar lemak susu, % Solid non fat, % Berat jenis
12,87 + 3,02 11,19 + 3,13 11,48 + 0,95 3,18 + 1,25 8,31 + 1,67 1,0266 + 0,01
Nutritive Value of Agriculture Byproduct Based Diets in Lactating Dairy Cows (Pangestu et al.)
169
kualitas susu. Ransum yang diberikan tampaknya mempunyai efisiensi yang rendah. Untuk memproduksi susu sebesar 12,87 + 3,02 kg diperlukan/ dikonsumsi nutrisi untuk bahan kering sebesar 14,66 + 1,58 kg; protein kasar 2,10 + 0,21 kg dan TDN 9,44 + 0,94 kg, sementara berdasarkan perhitungan untuk memproduksi susu sebesar 14,15 + 5,11 kg dibutuhkan nutrisi untuk bahan kering sebesar 13,30 + 0,80 kg; protein kasar 1,55 + 0,43 kg dan TDN 7,87 + 1,55 kg. Efisiensi penggunaan protein dan energi yang rendah tersebut diduga berkaitan dengan kualitas protein dan karbohidrat yang rendah. Ketersediaan protein dan energi dari bahan pakan yang berasal dari limbah pertanian dan agro-industri pada ransum yang diberikan tampaknya berkaitan dengan tingginya kandungan serat NDF. Sebagian N yang terikat bersama NDF akan sulit dirombak oleh mikrobia rumen, lebih lebih jika rate of passage ransum tersebut tinggi, akibatnya penyediaan N-NH3 berkurang sehingga berpengaruh terhadap proliferasi dan aktivitas mikrobia rumen. Berkurangnya aktivitas mikrobia rumen dapat pula mengurangi kemampuannya mencerna/ merombak komponen karbohidrat dari NDF, sehingga asam lemak volatil (VFA) yang dihasilkan sebagai sumber energi utama ternak ruminansia juga berkurang. Perolehan nutrien yang kurang pada kelenjar susu akan mempengaruhi kualitas “output” atau air susu. Rendahnya “total solid” (11,48 + 0,95%) dan “solid non fat” (8,31 + 1,67%) serta berat jenis air susu (1,0266 + 0,01) diduga sebagai akibat rendahnya perolehan nutrien, khususnya protein, sedangkan kadar lemak susu (3,18 + 1,25%) yang rendah berkaitan dengan bentuk fisik pakan berserat. Kandungan NDF ransum yang tinggi seharusnya menghasilkan kadar lemak susu yang tinggi, karena serat di dalam rumen akan didegradasi oleh mikrobia rumen menghasilkan proporsi asetat (C2) yang lebih tinggi dibanding propionat (C3). Terdapat 2 hal yang menjadikan fenomena tersebut. Pertama NDF konsentrat yang berbentuk fisik halus akan menjadi “bypass” dari rumen sehingga langsung dikeluarkan bersama feses. Kedua, kecernaan NDF rendah sehingga suplai C2 ke dalam darah rendah, akibatnya uptake C2 ke dalam kelenjar susu rendah. Telah diketahui bahwa suplai C2 dalam sintesis asam lemak de novo susu cukup besar, mencapai 70 – 90%
170
(Wikantadi, 1977), sehingga rendahnya bahan baku tersebut di dalam kelenjar susu berakibat pada rendahnya kadar lemak susu. Jumlah sel somatik pada air susu sebagai indikator imunitas ternak dari serangan mastitis masih dalam kisaran normal. Kecukupan mineral esensial dalam ransum, khususnya Zn dalam menjaga imunitas ternak tampaknya telah tercukupi.
KESIMPULAN 1. Limbah pertanian dan agro-industri pertanian dapat digunakan sebagai penyusun ransum komplit sapi perah dengan memperhatikan bentuk fisik bahan pakan dan kandungan serat NDF 2. Penyusunan ransum sebaiknya memperhatikan kandungan serat NDF serta rasio NDF hijauan dengan konsentrat.
DAFTAR PUSTAKA
Beauchemin, K.A. 1996. Using NDF and ADF in dairy cattle diet formulation- a western Canada perspective. Anim. Feed Sci. Technol. 58 : 101 – 111. Chalupa, W., D.T. Glligan and J.D. Fergusson. 1996. Animal nutrition in 21st century : dairy cattle. Anim. Feed Sci. Technol. 58 : 1-18. Gihad, E.A. 1976. Intake, digestibility and nitrogen utilization of tropical natural grasshay by goats and sheep. J. Anim. Sci. 43 : 879-883. Harris, L.E. 1970. Nutrition Research Techniques for Domestic and Wild Animals. Animal Sci. Dept. Utah State Univ. Logan. Utah. Kamal, M. 1990. Kontrol Kualitas Pakan dan Menyusun Ransum Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Kanjanapruthipong, J., N. Buatong and S. Buaphan. 2001. Effects of roughage detergent fiber on J.Indon.Trop.Anim.Agric.28(3) September 2003
dairy performance under tropical conditions. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14:1400-1404.
Program of Australian Universities and Colleges. Canberra. P. 3-10
Ibrahim, M.N.M., G. Zemmelink and S. Tamminga. 1998. Release of mineral element from tropical feeds during degradation in the rumen. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 11:530-537.
National Research Council (NRC) 1988. Nutrient Requirement of Dairy Cattle. 6th revised Edition. National Academic Press. Washington.
Leng, R.A. and T.R. Preston. 1985. Constraints to the efficient utilization of sugar-cane and its by-products as diets for production of large ruminants. In R.M. Dixon (Ed.) Ruminant Feeding Systems Utilizing Fibrous Agriculture Residues. International Development Program of Australian Universities and Colleges. Canberra. P. 2748.
Ruiz, T.M., E. Bernal, C.R. Staples, L.E. Sollenberger and R.N. Gallaher. 1995. Effect of dietary neutral detergeny fiber concentration and forage source on performance of lactating cows. J. Dairy Sci. 78: 305-319.
McDowell, L.R., J.H. Conrad, G.L. Ellis and J.K. Loosli. 1983. Mineral of Grazing Ruminants in Tropical Region. Departement of Animal Science, Center for Tropical Agriculture. University of Florida. Gainsville. Nari, J. 1985. Fibrous feed residues and their potential in livestock feeding systems in Indonesia. In : R.M. Dixon (Ed.), Ruminant Feeding Systems Utilizing Fibrous Agriculture Residues. International Development
Sudarwanto, M. dan D.W. Lukman. 1991. Petunjuk Laboratorium Pemeriksaan Susu dan Produk Olahannya. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sutardi, T. 1997. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu Ilmu Nutrisi Ternak. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Nutrisi Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Wikantadi, B. 1977. Biologi Laktasi. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Nutritive Value of Agriculture Byproduct Based Diets in Lactating Dairy Cows (Pangestu et al.)
171