NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM NOVEL AYAT-AYAT CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam.
Disusun oleh Rian Martini Nim : 208011000066
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013
LEMBAR PERNYATAAN PENULIS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Rian Martini
Nim
: 208011000066
Jurusan
: Kependidikan Islam
Fakultas
: Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Dengan ini saya menyatakan : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang saya ajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh Gelar Strata Satu (SI) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya hasil sendiri atau merupakan jiblakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi berdasarkan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 8 Januari 2013
Rian Martini
ABSTRAK NILAI-NILAI AYAT-AYAT SHIRAZY
PENDIDIKAN AKHLAK DALAM NOVEL CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL-
Kata Kunci : Nilai-nilai Pendidikan akhlak dalam keluarga dan masyarakat Sikap manusia dapat dianggap baik jika sudah memiliki sikap yang terpuji. Tanpa sikap yang terpuji derajat manusia akan lebih rendah dari pada hewan. Untuk menumbuhkan sikap terpuji diperlukan secara terus menerus melalui bimbingan dan pendidikan yang baik sehingga tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif. Faktor yang menjadikan sikap terpuji adalah pendidikan akhlak, keluarga, dan masyarakat yang terdapat dalam karya sastra novel Ayat-ayat Cinta yang sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan karena novel Islami sangat digemari oleh kalangan remaja. Salah satu bentuk karya sastra yang berkembang pesat dan populer yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia salah satunya adalah novel yang berjudul Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy. Novel tersebut merupakan sebuah novel yang sarat dengan pesan nilai-nilai pendidikan yang disampaikan oleh para tokoh di dalamnya. Dalam skripsi ini mengambil judul “ Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy”. Skripsi ini menggunakan jenis kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Dalam melakukan penelitian lapangan menggunakan penelitian riset kepustakaan (library research) yaitu buku-buku tentang pendidikan yang berada diperpustakaan yang isinya bersangkutan dengan novel Ayat-ayat Cinta. Adapun sumber primer adalah wawancara langsung dengan penulis novel Habiburrahman el-Shirazy serta novel Ayat-ayat Cinta itu sendiri. Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu metode yang membahas obyek penelitian secara apa adanya sesuai dengan datadata yang diperoleh. Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman elShirazy meliputi : dalam lingkup nilai-nilai pendidikan akhlak tersebut meliputi akhlak terhadap Allah dan Rasul-Nya, bentuk perilaku yang ditampilkan adalah takwa, syukur, sabar dalam taat kepada Allah Swt, memelihara kesucian diri, menghargai waktu, ikhlas, tawaduk. Dalam lingkup nilai-nilai pendidikan terhadap keluarga, bentuk perilaku yang ditampilkan adalah birrul walidain, berkata halus dan mulia, silaturrahmi dengan karib kerabat. Dalam lingkup nilainilai pendidikan terhadap masyarakat, bentuk perilaku yang ditampilkan adalah bertamu dan menerima tamu, nasihat kepada sesama kaum muslimin, toleransi, musyawarah. Rian Martini (PAI) i
KATA PENGANTAR
Alhamdullilah Rabb al-‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan kekuatan lahir dan batin sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya. Skripsi berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy” ini merupakan tugas akhir yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I). Selesainya skripsi ini tidak lepas dari sumbangsing berbagai pihak yang telah membantu dan memberi dukungan baik moril maupun materil. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua penulis, Sarjuni dan Murdiati serta adiku tersayang yang telah merawat, mendidik, membimbing dan mendukung penulis dengan kasih sayang tulus sepanjang masa. 2. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. Rif’at Syauqi Nawawi. MA. beserta para pembantu dekan dan segenap jajarannya. 3. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam, Bapak Bahrissalim, M.Ag. dan Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam, Bapak Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag. yang telah memberikan nasehat, arahan, dan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Dosen Pembimbing I dan II, Ibu Marhamah shaleh, Lc.,MA dan Ibu Dra. Mahmudah Fitriyah, M.Pd. dengan penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu Dosen dan pegawai perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan Utama yang telah memberikan ilmu dan tuntunan kepada penulis dan membantu melengkapi literature yang penulis perlukan dalam penyelesaian skripsi ini.
iii
6. Teman-teman Mahasiswa PAI, khususnya Non reguler kelas B angkatan 2008, atas pengalaman dan pembelajaran berharga yang penulis dapatkan saat berinteraksi dengan mereka. Terima kasih secara khusus penulis sampaikan kepada Leily Amalus Shalihah, S.Pd.I, Suci Nurhayati, S.Pd.I, Siti Maspupah, S.Pd.I, Isma Wirda Fitriyani, S.Pd.I, Yusie Nilam Sari,S.Pd.I, yang telah membantu memberikan masukan dalam skripsi ini. 7. Teman-teman PPKT SMP Darul Ma’arif dan Guru-guru SMP Darul Ma’arif, Cipete angkatan Februari-Mei 2012. Yang telah memberikan motivasi
dan
semangat
kepada
penulis
sehingga
penulis
bisa
menyelesaikan tugas ini dan semoga persahabatan yang terbina selama ini akan selalu menjadi kenangan yang tak terlupakan dan rasa cinta dan hormat kepada semua pihak yang banyak membantu dan dapat menyelesaikan tugas ini. 8. Teristimewa kepada Lusgianto, atas cinta, memberikan dukungan, pengertianmu selama ini, yang selalu membantu mengumpulkan bahanbahan skripsi ini terutama saat proses penyelesaian skripsi. Terima kasih atas bantuan selama penyelesaian skripsi ini, semoga mereka mendapat imbalan yang sesuai dari Allah Swt. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi seluruh pembaca.
Jakarta, 08 Januari 2013
Penulis
iv
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PERNYATAAN PENULIS LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ABSTRAKS ....................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ...................................................................................
iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
iv
BAB I
: PENDAHULUAN
BAB II
BAB III
A. Latar Belakang Masalah ..........................................................
1
B. Identifikasi Masalah ................................................................
9
C. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah ..........................
9
D. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ...........................
10
: KAJIAN TEORI A. Pendidikan Akhlak dalam Islam .............................................
12
1. Pengertian Pendidikan Akhlak ..........................................
12
2. Dasar Pendidikan Akhlak .................................................
16
3. Tujuan Pendidikan Akhlak ................................................
17
4. Macam-macam Akhlak .....................................................
19
B. Hakikat Novel Dalam Sastra Islami ........................................
27
1. Pengertian Novel ...............................................................
27
2. Sastra Islami dan Karakteristik Sastra Islami ....................
28
C. Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan ..............................
32
: METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Penelitian .....................................................................
34
B. Sumber Penelitian ...................................................................
34
C. Metode Penelitian ....................................................................
35
D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................
35
E. Instrumen Pengumpulan Data .................................................
37
F. Analisis Data ...........................................................................
37
iv
BAB IV
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Habiburrahman dan Karya-karyanya ............................
39
1. Profil Habiburrahman el-Shirazy ......................................
39
2. Karya-karya Habiburrahman el-Shirazy ...........................
42
3. Sinopsis, Karakter, Kelebihan, dan kekurangan Novel Ayat-ayat Cinta Karya Habiburrahman el-Shirazy ...........
43
B. Nilai-nilai Pendidikan yang terdapat dalam novel Ayat-ayat Cinta Karya Habiburrahman el-Shirazy ..................................
46
1. Nilai Pendidikan Akhlak Tehadap Allah dan Rosul-Nya .
46
a. Takwa ..........................................................................
47
b. Syukur .........................................................................
49
c. Sabar Dalam Taat Kepada Allah Swt ..........................
50
d. Memelihara Kesucian Diri ..........................................
52
e. Menghargai Waktu ......................................................
53
f. Ikhlas ...........................................................................
54
g. Tawaduk ......................................................................
56
2. Nilai Pendidikan Akhlak Terhadap Keluarga ....................
57
a. Birrul Walidain ............................................................
57
b. Berkata Halus dan Mulia .............................................
59
c. Silaturrahmi dengan Karib Kerabat ............................
61
3. Nilai Pendidikan Akhlak Terhadap Masyarakat ...............
63
a. Bertamu dan Menerima Tamu ....................................
63
b. Nasihat Kepada Sesama Kaum Muslimin ...................
66
c. Toleransi ......................................................................
67
d. Musyawarah ................................................................
68
Bab V : PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................
07
B. Saran .......................................................................................
71
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
72
LAMPIRAN-LAMPIRAN
v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia mepunyai peranan bagi individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung kepada bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik, maka sejahteralah lahir dan batinnya, apabila akhlaknya rusak, maka rusaklah lahir dan batinnya.1 Agama mengajarkan kepada kita untuk meraih keutamaan-keutamaan bagi diri kita sendiri, dan agar kita berakhlak dengan akhlak yang baik menghiasi diri kita dengan sifat-sifat yang baik. Ia mengajar kita agar patuh kepada kewajiban, manusiawi,
berbudi,
setia,
berwatak
baik,
riang
gembira,
dan
jujur,
mempertahankan hak-hak kita tapi tidak melampaui batas hak-hak tersebut dan tidak merampas hak milik, kehormatan, ataupun nyawa orang lain.2 Dilihat dari segi agama dan kehidupan zaman dahulu sampai zaman sekarang bahwa pendidikan akhlak adalah modal utama yang harus dimiliki oleh setiap manusia atau pola manusia. Soal pendidikan akhlak dalam ajaran Islam banyak mendapatkan perhatian yang sangat besar, masuknya ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhamad SAW sangat didasarkan oleh Al-Qur‟an dan Hadist. Segala perbuatan yang dilakukan manusia tidak terlepas dari akhlak. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ruang lingkup akhlak sangat luas. 1
M. Yatimin Abdullah, Study Akhlak Dalam Perspektif Al-qur’an, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2007), cet. 1, h. 1 2 Al-„Allamah Sayyid Muhammad Husain Thabathaba‟i, Terj. dari Islamic Theachings: An Overview oleh Ahsin Muhammad, (Bandung : Pustaka Hidayah, 1989),cet. 1, h. 25
1
2
Akhlak tidak hanya membahas masalah etika pergaulan dan sopan santun saja, tetapi meliputi pola pikir, selera, pandangan, sikap, perilaku, kecenderungan, dan keinginan yang ada pada seseorang. Akhlak terbentuk dari kebiasaan yang sudah lama hingga mendarah daging menjadi tabiat atau watak. Sikap atau perilaku yang disebut akhlak akan muncul secara spontan (tidak dibuat-buat) dan terus menerus. Semua yang dilakukan dan di ajarkan oleh Rasulullah SAW menjadi teladan bagi umatnya. Karena itulah, kita harus meneladani akhlak Rasulullah. Allah SWT, dengan tegas memerintahkan hal ini dalam Al-Qur‟an sebagai berikut:3
ن يَرْجُوْااّلّلَ َه وَاّلْيَوْ َم اّلْآخِ َر وَذَكَ َر اّلّلَ َه َ ل اّلّلَ ِه أُسْوَ ٌة حَسَنَ ٌة ّلِّمَهْ كَا ِ ن ّلَكُمْ فِي رَسُو َ ّلَقَ ْد كَا كَثِيرًا “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah”. (Q.S. Al-Ahzab ayat 21) Dalam hal ini akhlakul karimah Rasulullah SAW adalah teladan yang paling sempurna dimuka bumi ini, selayaknya kita meneladani akhlak beliau, Rasulullah menjadi sumber teladan bagi semua manusia terutama bagi umat Islam, akhlak Rasulullah SAW menjadi pedoman bagi masyarakat sejak dahulu hingga sekarang. Sifat beliau merupakan suatu tenaga yang mempertalikan antara anggota-anggota masyarakat itu dengan suatu ikatan yang teguh, dan pimpinan beliau menjadi sumber ilham kebaikan umat Islam sejak dahulu hingga sekarang. Dalam pandangan Islam, akhlak merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak, yang baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan dalam perilaku nyata sehari-hari. Sebagaimana yang dikutip oleh Ihwanul muslimin di antara aspek pendidikan yang terpenting menurut Yusuf Al-Qardhawy ialah aspek kejiwaan 3
Saiful Amin Ghofur, Bahaya Akhlak Tercela, (Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani, 2007), h. 1-3
3
atau akhlak. Mereka sangat mementingkan dan mengutamakannya serta menganggapnya sebagai tonggak pertama untuk perubahan masyarakat.4 Islam memandang akhlak utama sebagian dari iman atau sebagian dari buahnya yang matang. Sebagaimana iman begitu pula Islam tergambar pada keselamatan akidah dan kemantapan akhlak. Sedangkan menurut Al-Farabi, sebagaimana yang di kutip nilai-nilai akhlak/budi pekerti karangan Moh. Ardani, ia menjelaskan bahwa akhlak itu bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan yang merupakan tujuan tertinggi yang dirindui dan diusahakan oleh setiap orang.5 Pada kenyataan di lapangan, usaha-usaha pembinaan akhlak melalui berbagai lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus di kembangkan. Ini menunjukan bahwa akhlak memang perlu dibina, dan pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, hormat kepada ibubapak, sayang kepada sesama makhluk Tuhan dan seterusnya. Sebaliknya keadaan juga menunjukan bahwa anak-anak yang tidak dibina akhlaknya, atau dibiarkan tanpa bimbingan, arahan dan pendidikan, ternyata menjadi anak-anak yang nakal, mengganggu masyarakat, melakukan berbagai perbuatan tercela dan seterusnya. Ini menunjukan bahwa akhlak memang perlu dibina. 6 Maka berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan oleh penulis bahwa akhlak sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Akhlak sebagai panutan diri sendiri untuk selalu berbuat baik dan mawas diri terhadap keburukan. Terutama dalam lingkungan sebab lingkungan sangat rentan dengan keburukan. Jadi, akhlak sangat dibutuhkan untuk mengatur hidup manusia dengan segala sifat keburukannya. Keluarga disebut sebagai lingkungan pertama karena dalam keluarga inilah anak pertama kalinya mendapatkan pendidikan dan bimbingan. Dan keluarga 4
Yusuf Al-Qardhawy, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna, Ter. dari AtTarbiyyatul Islamiyyah wa Madrasatu Hasan Al-Banna oleh Bustami A. Gani dan Zainal Abidin Ahmad, (Jakarta: Bulan Bintang, t.t), h. 47-50 5 Moh. Ardani, Nilai-nilai Akhlak / Budi Pekerti Dalam Ibadat, (tt.p : PT Suhada Insan Perkasa, 2001), cet. 1, h. 29 6 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), cet 10, h. 157
4
disebut sebagai lingkungan pendidikan yang utama karena sebagaian besar hidup anak berada dalam keluarga, maka pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah di dalam keluarga. Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarga yang lain.7 Terutama pendidikan Islam dalam keluarga ini sangat besar pengaruhnya terhadap kepribadian anak didik, karena itu suasana pendidikan yang telah dialaminya pertama-tama akan selalu menjadi kenangan sepanjang hidupnya. Pendidikan Islam di dalam keluarga ini diperlukan pembiasaan dan pemeliharaan dengan rasa kasih sayang dari kedua orang tuanya terutama. Orang tua yang menyadari akan mendidik anaknya kearah tujuan pendidikan Islam, yaitu anak dapat berdiri sendiri dengan kepribadian muslim.8 Masyarakat adalah sekumpulan orang atau sekelompok manusia yang hidup bersama di suatu wilayah dengan tata cara berfikir dan bertindak yang relatif sama yang membuat warga masyarakat itu menyadari diri mereka sebagai satu kelompok. 9 Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Corak dan ragam pendidikan yang di alami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertian-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.10
7
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta : Raja GrafindoPersada, 2006), cet. 5,
8
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, ((Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. 5, hal. 178-179 M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), cet. 1,
h. 38 9
h. 30 10
5, h. 55-56
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta : Raja GrafindoPersada, 2006), cet.
5
Krisis akhlak itu berakar pada menurunnya keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, tetapi sistem pendidikan kita belum juga mengantisipasi hal iu. Pendidikan kita belum juga menyediakan kurikulum yang mampu mempertebal keimanan siswa. Teriakan bahwa akhlak remaja merosot memang sering dilontarkan oleh para pejabat, tetapi antisipasinya dibidang pendidikan belum ada. Pendidikan keimanan semestinya menjadi inti (core) sistem pendidikan nasional, dan ini sering diteriakan para ahli tetapi mengambil keputusan belum juga mengantisipasinya secara memadai. Apabila diamati bagaimana keadaan dunia pendidikan dewasa ini, tampak adanya gejala-gejala yang menunjukan rendahnya kualitas akhlak para peserta didik. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa kasus, misalnya narkotika, pelecehan seksual, pencurian dan pembunuhan. Sementara itu ketua Komisi Perlindungan Anak Aris Merdeka Sirait mengungkapkan, saat ini setidaknya terdapat sekitar 7.000 lebih anak yang mendekam di penjara. Ada empat kasus yang kebanyakan melibatkan mereka, yaitu narkotika, pelecehan seksual, pencurian dan pembunuhan. Untuk kasus pembunuhan sendiri, terdapat 12 kasus sepanjang tahun 2012.11 Dalam hal tersebut merupakan pengaruh dalam bidang komunikasi massabaik media massa cetak maupun elektronik-kemajuan itu sangat menonjol. Tahuntahun terakhir ini mulai di sadari pengaruh buruk yang di timbulkan televisi terhadap perkembangan jiwa anak-anak, mengingat bahwa anak-anak usia SD atau SMP pada dasarnya bersikap peniru. Seperti dikatakan Richard E Palmer, Presiden AMA, bahwa televisi pada hakikatnya telah menimbulkan masalahmasalah kesehatan mental dan lingkungan. Maka dapat di simpulkan adanya pengaruh buruk yang cukup serius terhadap remaja, dari peran media massa. Contohnya televisi sangat berpengaruh negatif, antara lain12 : 1. Acara-acara TV dapat membuyarkan konsentrasi dan minat belajar anak. 2. Kerusakan moral anak, akibat menonton acara yang sebenarnya belum pantas untuk ia saksikan. 11
Al-Islam, PenerapanSyari‟ahIslam,2012,http://www.al-khilafah.org/2012/07/penerapansyariah-islam-selamatkan.html 12 Azyumardi Azra, Esai-esai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1998), cet.1, h. 169-174
6
3. Timbul kerenggangan timbal balik antara orang tua dan anaknya. 4. Kesehatan mata anak dapat terganggu. 5. Timbulnya kecenderungan untuk meniru gaya hidup mewah seperti yang sering diperlihatkan para artis televisi. Dalam masa remaja awal seorang anak bukan hanya mengalami ketidaksetabilan perasaan dan emosi, dalam waktu bersamaan mereka mengalami masa kritis. Dalam masa kritis ini seorang anak berhadapan dengan persoalan apakah dirinya mampu memecahkan masalahnya sendiri atau tidak. Jika mampu memecahkan dengan baik, maka akan mampu pula untuk menghadapi masalah selanjutnya, hingga dewasa. Jika dirinya tidak mampu memecahkan masalahnya dalam masa ini, maka ia akan menjadi orang dewasa yang senantiasa menggantungkan diri kepada orang lain.13 Sebagai
karya
kreatif,
karya
sastra
yang
mengangkat
masalah
kemanusiaan, yang bersandarkan kebenaran, akan menggugah nurani dan memberikan kemungkinan pertimbangan baru pada diri pembacanya. Hal itu tentu ada kaitannya dengan tiga wilayah fundamental yang menjadi sumber penciptaan karya sastra : kehidupan agama, sosial, dan individual. Oleh karena itu, cukup beralasan apabila sastra dapat berfungsi sebagai peneguh suasana batin pembaca dalam menjalankan keyakinan agamanya.
14
Novel dapat dijadikan sebagai salah satu media pendidikan. Meski ceritanya fiktif, namun hal ini justru menjadi daya tarik bagi para pembaca. Saat membaca cerita fiktif, pembaca biasanya akan terbawa arus cerita yang dialami oleh para tokoh dalam cerita. Dengan demikian, pesan-pesan pendidikan yang terkandung dalam cerita secara tidak langsung juga akan terserap oleh para pembaca dan menjadi sebuah pelajaran yang diikutinya dalam kegiatan seharihari. Salah satu novel yang dapat dijadikan sebagai media pembelajaran adalah novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy. Salah satu novel yang sangat bagus responnya di kalangan remaja adalah novel dengan judul Ayat-ayat Cinta. Novel ini ditulis oleh Habiburrahman el13 14
h. 115
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Rineka Cipta, 1991), cet. 2, h. 16 Dendy Sugono, Buku Praktis Bahasa Indonesia Jilid 2, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2003),
7
Shirazy, Habiburrahman el-Shirazy adalah alumnus Universitas al-Azhar Kairo. Fakultas Ushuluddin, Jurusan Hadist. Habiburrahman el-Shirazy juga kemudian menempuh program pascasarjana dalam ilmu yang sama di The Institute for Islamic Studies in Cairo, lulus pada tahun 2002. Ketika novel tersebut diterbitkan dan dijual dipasar buku, para remaja sangat meminati novel penggugah jiwa tersebut. Terbukti sejak terbit perdana pada Desember 2004 hingga juni 2005 dan hingga 2012, novel ini sudah mengalami tujuh belas kali cetak ulang. Dalam Komunitas Forum Lingkar Pena, sebuah organisasi kepenulisan yang diikuti oleh Habiburrahman el-Shirazy, novel ini mendapatkan Anugrah Pena Awward‟ pada Februari 2005. Penilaian utama yang membuat Forum Lingkar Pena memberi anugrah tersebut adalah karena novel ini memiliki pesan moral yang sangat positif terhadap para remaja (pembaca). Dalam novel tersebut, Habiburrahman el-Shirazy mengisahkan seorang Mahasiswa Indonesia yang belajar di Mesir. Melalui tokoh utama (Fahri) dalam novel tersebut, Habiburrahman el-Shirazy berusaha menyampaikan berbagai pesan moral Islami (akhlak) kepada para pembaca, khususnya para remaja. Melalui tokoh Fahri, bagaimana gambaran insan kamil terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari. Untuk sementara ini, sebagian remaja menggandrungi novel tersebut. Mereka bahkan sangat mengidolakan tokoh Fahri yang Perfect dalam novel tersebut. Berbagai pendapat pembaca yang telah membaca novel ini memiliki pandangan yang berbeda, berikut ini kutipan pembaca yang berpendapat : Anna R. Nawaning, Cerpenis dan Penulis Sastra Islami :”Membaca novel ini, nutrisi cinta seakan mengalir memenuhi jiwa. Dan pikiran kita terpenuhi oleh berbagai pengetahuan dan wawasan. Inilah karya fiksi yang tidak „mengelabui‟. Sangat bagus sekali.” Nashruddin Baidan, Rektor STAIN Surakarta.”Nuansa Islam yang amat kental mengukuhkan novel ini sebagai media dakwah. Banyak hikmah yang dapat dipetik, terutama mengenai bagaimana berinteraksi dengan sesama manusia, baik muslim maupun non muslim, muhrim dan bukan muhrim. Tersusun dalam bahasa yang indah dan halus. Tiap kejadian tersusun secara kompak, satu kejadian akan berhubungan dengan kejadian selanjutnya. Nyaris tidak ada kejadian yang
8
sia-sia. Tiap babnya menghadirkan kejutan kejutan tersendiri, hingga pembaca dibuat penasaran untuk terus mengikuti kisahnya dari awal hingga akhir”.15 Dari dua pendapat di atas, novel Ayat-ayat Cinta dapat digambarkan bahwa novel ini mampu memberikan motivasi kepada generasi muda dan bangsa untuk terus berjuang dalam menghadapi hidup dalam keadaan tersakiti hati dalam hidup harus tetap dijalani, karena cinta membutuhkan pengorbanan yang mungkin bisa menyakiti hati bisa juga menyenangi hati, selain itu, merupakan novel yang mendidik. Novel ini hanya sekian dari novel religi yang menyuguhkan pesanpesan yang bernilai tinggi, bermanfaat bagi diri sediri setelah membaca, orang lain yang membacanya dan mudah-mudahan dapat menambah keimanan kepada sang pencipta. Maka berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan oleh penulis bahwa novel Ayat-ayat Cinta banyak sekali nilai-nilai akhlak yang dapat kita ambil pelajarannya. Terutama bagi pelajar yang sedang menuntut ilmu supaya tidak pantang menyerah, saling toleransi terhadap perbedaan agama. Dari sini Karya sastra yang baik senantiasa mengandung nilai. Nilai ini dikemas dalam wujud struktur karya sastra, yang secara implisit terdapat dalam alur, latar, tokoh, tema, dan amanat atau di dalam larik, kuplet, rima, dan irama. Nilai yang terkandung dalam karya sastra itu, antara lain, adalah sebagai berikut:16 1. Nilai hedonik, yaitu nilai yang dapat memberikan kesenangan secara langsung kepada pembaca. 2. Nilai artistik, yaitu nilai yang dapat memanifestasikan suatu seni atau keterampilan dalam melakukan suatu pekerjaan. 3. Nilai kultural, yaitu nilai yang dapat memberikan atau mengandung hubungan yang mendalam dengan suatu masyarakat, peradaban, atau kebudayaan. 4. Nilai etis, moral, dan agama, yaitu nilai yang dapat memberikan atau memancarkan petuah atau ajaran yang berkaitan dengan etika, moral, atau agama. 15 16
h. 111
Habiburrahman el-Shirazy, Ayat-ayat Cinta, (Jakarta: Republika, 2004), cet. 1, h. 4 Dendy Sugono, Buku Praktis Bahasa Indonesia Jilid 2, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2003),
9
5. Nilai praktis, yaitu nilai yang mengandung hal-hal praktis yang dapat diterapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana kandungan pesan moral (akhlak) dalam novel tersebut dan manfaatnya bagi para peserta didik disekolah, dalam skripsi ini penulis akan membahas hal tersebut, dengan judul : “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Ayat-ayat Cinta Karya Habiburrahman elShirazy”. B. Identifikasi masalah Masalah yang akan di bahas dalam skripsi ini adalah baik untuk dijadikan sebagai motifasi atau pembelajaran yang bisa diambil dari novel Ayat-ayat Cinta yaitu : 1. Banyaknya kemerosotan akhlak yang terjadi di lingkungan keluarga dan masyarakat saat ini, mulai dari generasi muda hingga tua. 2. Banyaknya anak atau peserta didik usia sekolah yang terlibat pelecehan seksual, penyalah gunaan narkotika, pencurian dan pembunuhan di karenakan kurangnya pemahaman mereka terhadap nilai-nilai pendidikan akhlak terpuji. 3. Dari sekian banyak novel yang beredar, tidak semua novel mengandung tema pendidikan. Novel Ayat-ayat Cinta tampil sebagai salah satu novel yang bertema pendidikan. C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah Kajian sebuah novel memiliki cakupan yang sangat luas. Sebuah novel bisa dikaji dalam tataran nilai-nilai estetika. Ia juga mungkin dibedah dalam hal konsep etika. Ia biasa ditelaah dalam bidang gramatika bahasa. Bahkan ia juga sering diteliti tentang ideologi si penulis novel dan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi si penulis novel dalam proses lahirnya novel yang bersangkutan. Adapun dalam skripsi ini, penulis membatasi kajian mengenai konsep nilai-nilai pendidikan yang tertuang dalam novel Ayat-ayat Cinta tersebut. Agar permasalahan tidak melebar, maka pada penulisan skripsi ini dibatasi hanya pada “Kajian Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Ayat-ayat Cinta
10
Karya Habiburrahman el-Shirazy yang mencakup Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Keluarga dan Masyarakat”. Pembahasan dalam skripsi ini akan berusaha menjawab beberapa permasalahan. Permasalahan tersebut secara gamblang dan secara langsung akan terjawab dengan sendirinya dari pokok-pokok kajian dalam skripsi ini. Sehingga kebermanfaatan novel Ayat-ayat Cinta dalam dunia pendidikan dapat tergali. Adapun beberapa perumusan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah : “Bagaimanakah Konsep Nilai-nilai Pendidikan Akhlak (Nilainilai Pendidikan Akhlak dalam Keluarga dan Masyarakat) yang terkandung dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy”.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Secara sederhana, tujuan merupakan target yang diharapkan akan tercapai setelah melakukan sebuah pekerjaan tertentu. Jika target itu tercapai, maka pekerjaan tersebut layak dikatakan berhasil. Adapun tujuan dari penulisan skripsi yang mengambil bahasan sastra ini, diantaranya adalah untuk : 1. Mengetahui
Nilai-nilai
Pendidikan
Akhlak
dalam
Keluarga
dan
Masyarakat yang terkandung dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy. 2. Mengetahui Nilai-nilai pendidikan dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy. Manfaat penelitian dari penulisan skripsi yang mengambil tema etika dalam sastra ini adalah untuk memberi masukan kepada dunia pendidikan Islam tentang karya sastra yang mengandung nilai-nilai konstruktif terhadap dunia pendidikan Islam. Dari itu, mungkin juga novel yang dikaji dalam skripsi ini layak menjadi bahan bacaan para remaja secara nasional. Penelitian ini di harapkan berhasil dengan baik dan dapat mencapai tujuan penelitian secara optimal, mampu menghasilkan laporan yang sistematis dan bermanfaat secara umum. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Diharapkan dapat memberikan tambahan masukan atau sumbangan bagi pembaca dalam mengaplikasikan Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam
11
Keluarga dan Masyarakat
dalam novel Ayat Ayat Cinta karya
Habiburrahman el-Shirazy dalam kehidupan yang tentram dan bijak, walaupun banyak rintangan yang harus dilalui. 2. Diharapkan pembaca dapat mengambil manfaat Nilai-nilai pendidikan Akhlak dalam Keluarga dan Masyarakat dalam novel Ayat Ayat Cinta karya Habiburrahman el- Shirazy.
BAB II KAJIAN TEORI A. Pendidikan Akhlak dalam Islam 1. Pengertian Pendidikan Akhlak Bila kita akan melihat pengertian Pendidikan dari segi bahasa, maka kita harus melihat kepada kata Arab kerena ajaran Islam itu diturunkan dalam bahasa tersebut. Kata “Pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang, dalam Bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah”, dengan kata kerja “Rabba”. Kata “Pengajaran” dalam Bahasa Arabnya adalah “Ta‟lim”, dengan kata kerjanya “Allama”. Pendidikan dan pengajaran dalam Bahasa Arabnya “Tarbiyah wa Ta‟lim” sedangkan “Pendidikan Islam” dalam Bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah Islamiyah”.1 Kata kerja “ Rabba” (mendidik) sudah digunakan pada zaman Nabi Muhamad SAW seperti terlihat dalam ayat Al-Qur‟an dan Hadist Nabi. Dalam ayat Al-Qur‟an kata ini digunakan dalam susunan sebagai berikut:
ٍ غَفُوسًا َ ٌٍِ نِهْأَّوَاّب َ سَّبُكُ ْى أَعْهَ ُى ّبًَِب فًِ َُفُوسِكُىْ ۚ إٌِ تَكُوَُوا صَبنِحٍٍَِ فَإَِ ُه كَب “Ya Tuhan, sayangilah keduanya (Ibu Bapakku) sebagaimana mereka telah mengasuhku (mendidikku) sejak kecil”. (Q.S. 17 Al-Isra‟ 24) Dalam bentuk kata benda, kata “Rabba” ini digunakan juga untuk “Tuhan”, mungkin karena Tuhan juga bersifat mendidik, mengasuh, memelihara, malah mencipta. 1
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, t.t), h. 137 . Lihat juga Ahmad Warson, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 967 dan Zakiah Daradjat, Imu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), cet. 7, h. 25-27
12
13
Dalam ayat lain kata ini digunakan dalam susunan sebagai berikut:
ٌٍٍَِ انْكَبفِش َ ِك انَتًِ فَعَهْتَ ّوَأََتَ ي َ َّوَفَعَهْتَ فَعْهَت “Berkata (Fir‟aun kepada Nabi Musa), bukankah kami telah mengasuhmu (mendidikmu) dalam keluarga kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu”. (Q.S. 26 Asy-Syura 18) Kata Ta‟lim dengan kata kerjanya “ „allama” juga sudah digunakan pada zaman Nabi. Baik dalam Al-Qur‟an, Hadist atau pemakaian sehari-hari, kata ini lebih banyak digunakan dari pada kata “Tarbiyah” tadi. Dari segi bahasa, perbedaan arti dari kedua kata itu cukup jelas. Bandingkanlah penggunaan dan arti kata berikut ini dengan kata “Rabba”, “Addaba”, “Nasyaa” dan lain-lain yang masih kita ungkapkan tadi. Firman Allah :
ّوَعَهَ َى آدَ َو انْأَسًَْب َء كُهَهَب “Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama semuanya”. (Q.S. Al-Baqarah : 31) Firman-Nya lagi :
ِق انطٍَْش َ ِس عُهًَُِّْب يَُط ُ ل ٌَب أٌَُهَب انَُب َ ّوَقَب “Berkata (Sulaiman) : Wahai manusia, telah diajarkan kepada kami pengertian bunyi burung”. (Q.S. An-Naml : 16) Kata “Allama” pada kedua ayat tadi mengandung pengertian sekedar memberitahu atau memberi pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan kepribadian, karena sedikit sekali kemungkinan membina kepribadian Nabi Sulaiman melalui burung, atau membina kepribadian Adam melalui nama benda-benda. Lain halnya dengan pengertian “Rabba”, “Adabba”, dan selainya
tadi.
Disitu
jelas
terkandung
kata
pembinaan,
pimpinan,
pemeliharaan, dan sebagainya. Pendidikan dalam pengertian yang lebih luas dapat diartikan sebagai suatu proses pembelajaran kepada peserta didik (manusia) dalam upaya mencerdaskan dan mendewasakan peserta didik tersebut.
14
Pengertian pendidikan adalah secara umum, pendidikan berarti suatu proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang (peserta didik) dalam usaha mendewasakan manusia (peserta didik) melalui upaya pengajaran dan latihan, proses, perbuatan, dan cara-cara mendidik. Secara khusus, penggunaan istilah pendidikan Islam dalam konteks ini berarti proses pentransferan nilai yang dilakukan oleh pendidik, yang meliputi proses pengubahan sikap dan tingkah laku serta kognitif peserta didik, baik secara kelompok maupun individual kearah kedewasaan yang optimal dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya, sehingga diharapkan peserta didik mampu mengfungsikan dirinya sebagai hamba maupun khalifah fil ardh dengan tetap berpedoman kepada ajaran Islam. 2 Ki Hajar Dewantara, sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata, menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditunjukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia. Pendidikan tidak hanya bersifat pelaku pembangunan tetapi sering merupakan perjuangan. Pendidikan berarti memelihara hidup kearah kemajuan, tidak boleh melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin. Pendidikan adalah usaha kebudayaan berasas peradaban, yakni memajukan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan.3 Salah satu diantara ajaran Islam tersebut adalah mewajibkan kepada umat Islam untuk melaksanakan pendidikan. Karena menurut ajaran Islam, pendidikan adalah juga merupakan kebutuhan hidup manusia yang mutlak harus di penuhi, demi untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Demikian pendidikan itu pula manusia akan mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan untuk bekal dan kehidupannya.4 Dari pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan adalah merupakan proses mendidik, membina, mengendalikan, mengawas, mempengaruhi, dan mentransmisikan ilmu pengetahuan yang dilaksanakan oleh para pendidik kepada anak didik untuk membebaskan kebodohan, 2
A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Sinar Gratika Offset, 2009), cet. 1, h. 3 Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (tt.p : Bandung: Angkasa, 2003), h. 11 4 Zaini Muchtarom, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. 5, h. 9 3
15
meningkatkan pengetahuan, dan membentuk kepribadian yang lebih baik dan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Pendidikan juga merupakan usaha dan upaya para pendidik yang bekerja secara interaktif dengan para peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan serta memajukan kecerdasan dan keterampilan semua orang yang terlibat dalam pendidikan. Dengan demikian, yang dikembangkan dan ditingkatkan ilmu pengetahuandan kecerdasannya bukan hanya anak didik, melainkan para pendidik dan semua orang yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam pendidikan. Sebagai ilustrasi, orang tua hanya mengembangkan ilmu pengetahuannya agar dalam mendidik anak-anaknya sejalan dengan tujuan pendidikan secara umum, yaitu pencerdasan anak bangsa. Guru harus ditingkatkan ilmu pengetahuannya supaya ilmu yang diberikan kepada anak didiknya merupakan ilmu yang baru dan mengikuti perkembangan zaman. Demikian seterusnya, apabila dunia pendidikan menghendaki kemajuan yang maksimal dan kondisional.5 Sebagaimana dikutip Saiful Amin Ghafur, Akhlak berasal dari bahasa Arab akhlak. Kata dasar (mufrad) adalah khulqu berarti perangai (al-sajinah), tabiat atau tingkah laku (ath-thabi-ah), kebiasaan (al-adat), dan adab yang baik (al-muru‟ah).6 Sebagaimana dikutip Yunahar Ilyas berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata Khaliq (pencipta), makhluq (yang diciptakan)
dan
Khalq
(penciptaan).
Kesamaan
akar
kata
diatas
mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluk (manusia), atau dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlak yang hakiki manakala tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak Khalik (Tuhan). Akhlak bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun.7 5
Anas Salahudin, Filsafat Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 22 Saiful Amin Ghofur, Bahaya Akhlak Tercela, (Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani, 2007), h. 3 7 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2011), cet. XI, h. 1 6
16
Imam Ghazali sebagaimana dikutip oleh Ahmad Muhammad Al-Hufy “Bahwasanya Akhlak adalah hal ihwal yang melekat dalam jiwa, dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa dipikir dan diteliti”.8 Hamzah Ya‟kup sebagaimana dikutip oleh M. Yatimin Abdullah mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut : 9 a. Akhlak ialah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin. b. Akhlak ialah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka. 2. Dasar Pendidikan Akhlak Dasar diartikan sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu. Fungsi dasar ialah memberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai.10 Dasar adalah landasan tempat berpijak atau tegaknya sesuatu agar sesuatu tersebut tegak kokoh berdiri. Dengan adanya dasar ini maka pendidikan Islam akan tegak berdiri dan tidak mudah diombang-ambingkan oleh pengaruh oleh pengaruh luar yang mau merobohkan atau pun mau mempengaruhinya.11 Dasar pendidikan adalah pandangan hidup yang melandasi seluruh aktivitas pendidikan. Karena dasar menyangkut masalah ideal dan fundamental, maka diperlukan landasan pandangan hidup yang kokoh dan komprehensif, serta tidak mudah berubah. 12 Akhlak pada dasarnya adalah sikap yang melekat pada diri seseorang 8
Ahmad Muhammad Al-Hufy, Akhlak Nabi Muhammad Saw, (Jakarta: Bulan Bintang),
h. 15 9
Yatimin Abdullah, Study Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur‟an, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2007), cet. 1, h. 3 10 Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), cet. 3, h. 107 11 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam 1, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), cet. 1, h. 19 12 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Edisi Baru), (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), cet. 1, h. 59
17
yang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Apabila perbuatan spontan itu baik menurut akal dan agama, maka tindakan itu disebut akhlak yang baik atau akhlakul karimah. Sebaliknya, akhlak yang buruk disebut akhlakul mazmumah. Baik dan buruk didasarkan kepada sumber nilai, yaitu Al-Qur‟an dan Sunnah Rasul.13 3. Tujuan Pendidikan Akhlak Tujuan adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau kelompok yang melakukan suatu kegiatan. Karena itu, tujuan ilmu pendidikan Islam, yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau kelompok orang yang melaksanakan pendidikan Islam.14 Yang dimaksud tujuan pendidikan adalah target yang ingin dicapai suatu proses pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan dapat mempengaruhi performance manusia.15 Tujuan yang ingin dicapai oleh orang-orang yang berakhlak yang mulia ialah kebahagiaan yang dapat dirasa serta dinikmati dan inilah yang dikehendaki oleh Imam Al-Gazali sebagaimana dikutip oleh Ahmad Muhammad Al-Hufy mengatakan bahwa : “Dan tujuan dari pada akhlak ini ialah supaya amal yang dikerjakan itu menjadi enak maka seseorang yang dermawan akan merasakan lezat dan lega ketika memberikan hartanya, berbeda dengan seseorang yang memberikan hartanya karena terpaksa, dan seseorang yang merendahkan diri merasakan lezatnya tawadhu.16 Menurut Imam Al-Gazali sebagaimana dikutip oleh Yatimin Abdullah menyebutkan bahwa ketinggian akhlak merupakan kebaikan tertinggi. Kebaikan-kebaikan dalam kehidupan semuanya bersumber pada empat macam: 17
13
Srijanti, Purwanto S.K, Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), cet. 2, h. 10 14 Djamaluddin dan Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), cet. 2 (Revisi), h. 14 15 Asrorun Niam Shaleh, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Elsas, 2006), cet. 1-4, h. 78 16 Djumransyah & Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam Menggali “Tradisi”, Meneguhkan Eksistensi, (UIN-Malang Press, 2007), cet. 1, h. 73-74 17 Yatimin Abdullah, Study Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur‟an, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2007), cet. 1, h. 11
18
a. Kebaikan jiwa, yaitu pokok-pokok keutamaan yang sudah berulang kali disebutkan, yaitu ilmu, bijaksana, suci diri, dan adil. b. Kebaikan dan keutamaan badan. Ada empat macam, yakni sehat, kuat, tampan, dan usia panjang. c. Kebaikan eksternal (al-kharijiah), seluruhnya ada empat macam juga, yaitu harta, keluarga, pangkat, dan nama baik (kehormatan). d. Kebaikan bimbingan (taufik hidayah), juga ada empat macam, yaitu petunjuk Allah, bimbingan Allah, pelurusan, dan penguatannya. Jadi, tujuan akhlak diharapkan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat bagi pelakunya sesuai ajaran Al-Qur‟an dan Hadist. Ketinggian akhlak terletak pada hati yang sejahtera (qalbun salim) dan pada ketentraman hati (rahatul qalbi). Tujuan sebenarnya dari pendidikan adalah mencapai suatu akhlak yang sempurna. Maka tujuan pokok dan terutama dari pendidikan Islam ialah mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa. Menurut Al-Gazali sebagaimana dikutip oleh Muhammad „Athiyah Al-Abrasjy berpendapat : Tujuan dari pendidikan ialah mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan pangkat dan bukan bermegah-megah, dan janganlah hendaknya seorang pelajar itu belajar untuk mencari pangkat, harta, menipu orang-orang bodoh atau bermegahmegah dengan kawan. Jadi pendidikan itu tidak keluar dari pendidikan akhlak.18 Sedangkan
tujuan
pendidikan
menurut
M.
Djunaidi
Dhany,
19
sebagaimana dikutip oleh Armai Arief adalah sebagai berikut : a. Pembinaan kepribadian anak didik yang sempurna. 1) Pendidikan harus mampu membentuk kekuatan dan kesehatan badan serta pikiran anak didik. 2) Sebagai individu, maka anak harus dapat mengembangkan kemampuannya semaksimal mungkin. 18
Muhammad „Athiyah Al-Abrasjy, Dasar-dasar pokok Pendidikan Islam, Terj. dari Attarbijatul Islamijah dari oleh Bustami A. Gani dan Djohar Bahri L.I.S, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), cet. 1, h.15 19 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), cet. 1, h. 23-24
19
3) Sebagai anggota masyarakat, anak harus dapat memiliki tanggung jawab sebagai warga negara. 4) Sebagai pekerja, anak harus bersifat efektif dan produktif serta cinta akan kerja. b. Peningkatan moral, tingkah laku yang baik dan menanamkan rasa kepercayaan anak terhadap agama dan kepada Tuhan. c. Mengembangkan intelegensi anak secara efektif agar mereka siap untuk mewujudkan kebahagiaannya di masa mendatang. Tujuan dari akhlak adalah membuat amal yang dikerjakan menjadi nikmat. Seseorang yang dermawan akan merasakan lezat dan lega ketika memberika hartanya dan ini berbeda dengan orang yang memberikan hartanya karena terpaksa. Seseorang yang merendahkan hati, ia merasakan lezatnya tawadhu.20 Selanjutnya Mustafa Zahri sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata mengatakan bahwa tujuan perbaikan akhlak itu, ialah untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan.21 Tujuan itu tampaknya didasarkan pada salah satu sifat dasar yang terdapat dalam diri manusia, yakni sifat dasar yang cenderung menjadi orang yang baik, yakni kecencerungan untuk melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.22 4. Macam-macam Akhlak Bahwa nilai-nilai yang hendak dibentuk atau diwujudkan dalam pribadi anak didik sehingga fungsional dan aktual dalam perilaku muslim adalah nilai Islami yang melandasi moralitas. Nilai adalah suatu seperangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan keterikatan maupun perilaku. Oleh karena itu sistem nilai 20
Bambang Trim, Meng-Install Akhlak Anak, (Jakarta : Hamdalah, 2008), cet. 1, h. 7 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011), cet. 10, h. 13-14 22 Abuddin Nata, Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur‟an, (UIN-Jakarta Press, 2005), cet. 1, h. 166 21
20
dapat merupakan standar umum yang diyakini, yang diserap dari keadaan obyektif maupun diangkat dari keyakinan, sentimen (perasaan umum) maupun identitas yang diberikan atau diwahyukan oleh Allah SWT, yang pada gilirannya merupakan sentimen (perasaan umum), kejadian umum, identitas umum yang oleh karenanya menjadi syariat umum.23 Nilai-nilai dalam Islam dilihat dari segi normatif, yaitu baik dan buruk, benar dan salah, hak dan batil, diridhai dan dikutuk oleh Allah SWT. Nilai-nilai yang tercakup di dalam sistem nilai Islami yang merupakan komponen atau subsistem adalah sebagai berikut24: a. Sistem nilai kultural yang senada dan senapas dengan Islam. b. Sistem nilai sosial yang memiliki mekanisme gerak yang berorientasi kepada kehidupan sejahtera di dunia dan bahagia di akhirat. c. Sistem nilai yang bersifat psikologis dari masing-masing individu secara terkontrol oleh nilai yang menjadi sumber rujukannya, yaitu Islam. d. Sistem nilai tingkah laku dari makhluk yang mengandung interrelasi atau interkomunikasi dengan yang lainnya. Tingkah laku ini timbul karena adanya tuntutan dari kebutuhan mempertahankan hidup yang banyak diwarnai oleh nilai-nilai yang motivatif dalam pribadinya. A. Akhlak Terhadap Allah dan Rasul-Nya Pendidikan akhlak mestinya menjadi care pendidikan nasional. Para murid berakhlak mulia, sopan santun, di rumah, di masyarakat, di sekolah, di jalan raya, dan dimanapun, itu yang memang sangat di idamkan. Salah seorang penyair besar Islam, Syauqi Bey, sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir, mengatakan bahwa bangsa adalah akhlaknya, hilang akhlak hilanglah bangsa itu. Bahwa pendidikan akhlak memang tidak mungkin terpisah dari pendidikan agama karena akhlak itu basisnya adalah keimanan dan dipihak lain akhlak itu merupakan bagian dari agama bahkan intinya agama (Islam). 23
Abu Ahmad dan Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), cet. 4, h. 202 24 Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), cet. 1, h. 127-128
21
Dan jika budi pekerti tadi diajarkan terlepas dari agama, maka ia akan kehilangan sanksi “dalam” yang justru paling penting dalam keberkahan seseorang.25 Menurut Al-Abrasyi, sebagaimana dikutip oleh Dede Makbuloh pendidikan akhlak adalah jiwa dari pendidikan Islam. Usaha maksimal untuk mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari proses pendidikan Islam. Oleh karena itu, pendidikan akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam pendidikan Islam, sehingga setiap aspek proses pendidikan Islam selalu dikaitkan dengan pembinaan akhlak yang mulia.26 Adapun hal-hal yang perlu dibiasakan sebagai akhlak terpuji dalam Islam, antara lain: a. Berani dalam kebaikan, berkata benar serta menciptakan manfaat, baik bagi diri maupun orang lain. b. Adil dalam memutuskan hukum tanpa membedakan kedudukan, status sosial ekonomi, maupun kekerabatan. c. Arif dan bijaksana dalam mengambil keputusan. d. Pemurah dan suka menafkahkan rezeki baik ketika lapang maupun sempit. e. Ikhlas dalam beramal semata-mata demi meraih ridha Allah. f. Cepat bertobat kepada Allah ketika berdosa. g. Jujur dan amanah. h. Tidak berkeluh kesah dalam menghadapi masalah hidup. i. Penuh kasih sayang. j. Lapang hati dan tidak balas dendam. k. Menjaga diri dari perbuatan yang tidak baik. l. Rela berkorban untuk kepentingan umat dan dalam membela agama Allah. Maka berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan oleh penulis bahwa pendidikan akhlak sebagai pondasi dalam setiap langkah manusia dan selalu 25
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2010), cet. 4, h. 124-128 26 Deden Makbuloh, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012) cet. 2, h. 142
22
dibiasakan untuk berperilaku baik sehingga menjadi manusia yang berakhlak mulia. B. Akhlak Terhadap Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat. Baik tidaknya suatu masyarakat ditentukan oleh baik tidaknya keadaan keluarga umumnya pada masyarakat tersebut. Oleh karena itu apabila kita menghendaki terwujudnya suatu masyarakat yang baik, tertib dan diridhai Allah mulailah dari keluarga.27 Pendidikan dalam keluarga oleh orang tua adalah merupakan dasar atau pondasi dari pendidikan anak selanjutnya. Di dalam keluargalah tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian anak yang masih usia muda, karena pada usia ini biasanya anak-anak sangat peka terhadap pengaruh lingkungan keluarga dan masyarakat. Di dalam keluarga, maka orang tua yang terdiri dari ayah, ibu atau orang yang diserahi tanggung jawab dalam satu keluarga memegang peranan yang sangat penting terhadap pendidikan anak-anak. Oleh karena itu, orang tualah yang merupakan pendidikan utama dan pertama bagi anak-anak, karena memang merekalah yang mula-mula dikenal oleh anak-anak sejak lahir.28 Keluarga merupakan masyarakat alamiah yang pergaulan diantara anggotanya bersifat khas. Dalam lingkungan ini terletak dasar-dasar pendidikan. Di sini pendidikan berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan tatanan pergaulan yang berlaku di dalamnya, artinya tanpa harus diumumkan atau dituliskan terlebih dahulu agar diketahui dan diikuti oleh seluruh anggota keluarga. Di sini diletakkan dasar-dasar pengalaman melalui rasa kasih sayang dan penuh kecintaan, kebutuhan akan kewibawaan dan nilai-nilai kepatuhan. Justru pergaulan yang demikian itu berlangsung dalam hubungan yang bersifat pribadi dan wajar, maka penghayatan terhadapnya mempunyai arti yang amat penting. 29 27
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), cet. 1,
h. 43 28
Djumransyah & Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam Menggali “Tradisi”, Meneguhkan Eksistensi , (UIN-Malang Press, 2007), cet. 1, h. 84 29 Zakiyah Darazjat, Ilmu Pendidikan Islam, ((Jakarta: Bumi Aksara, 2012), cet. 10, h. 66
23
Keluarga adalah ladang terbaik dalam menyemaian nilai-nilai agama. Orang tua memiliki peranan yang strategis dalam mentradisikan ritual keagamaan sehingga nilai-nilai agama dapat ditanamkan ke dalam jiwa anak. Kebiasaan orang tua dalam melaksanakan ibadah, misalnya seperti shalat, puasa, infak, dan sadaqah menjadi suri teladan bagi anak untuk mengikutinya. Di sini nilai-nilai agama dapat bersemi dengan suburnya di dalam jiwa anak. Kepribadian yang luhur agamis yang membalut jiwa anak menjadikannya insan-insan yang penuh iman dan takwa kepada Allah SWT. Dalam Al-Quran Allah SWT berfirman :
ٍ آيَُُوا قُوا أََفُسَكُ ْى ّوَأَهْهٍِكُىْ ََبسًا َ ٌٌَِب أٌَُهَب انَز “Wahai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (Q.S. At-Tahrim: 6) Keluarga dan pendidikan tidak bisa dipisahkan. Karena selama ini telah diakui bahwa keluarga adalah salah satu dari Tri Pusat Pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan secara kodrati. Menurut Kamrani Buseri.30 Pendidikan di lingkungan keluarga berlangsung sejak anak lahir, bahkan setelah dewasa pun orang tua masih berhak memberikan nasihatnya kepada anak. Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur‟an Allah berfirman:
ٰ ٍ إِحْسَبًَب ّوَّبِزِي انْقُشْ َّبىٰ ّوَانٍَْتَب َي ى ِ ٌَّْوَاعْبُذُّوا انهَ َه ّوَنَب تُشْشِكُوا ّبِهِ شٍَْئًب ۖ ّوَّبِبنْوَانِذ ٍِ انسَبٍِم ِ ْب ّبِبنْجَُبِ ّوَاّب ِ ِّوَانًَْسَبكٍٍِِ ّوَانْجَب ِس رِي انْقُشّْبَىٰ ّوَانْجَب ِس انْجُ ُبِ ّوَانّصَبح ]٦٣:٤[ خوسًا ُ َب يٍَ كَبٌَ يُخْتَبنًب ف ُ ٌِ انهَ َه نَب ٌُح َ ِت أًٌََْبَُكُىْ ۗ إ ْ َّوَيَب يَهَك Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karibkerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (Q.S.An-Nisa: 36) Oleh karena itu, keluarga memiliki nilai strategis dalam memberikan pendidikan nilai kepada anak, terutama pendidikan nilai Ilahiyah. Keluarga dituntut untuk merealisasikan nilai-nilai yang positif nilai-nilai keagamaan sehingga terbina kepribadian anak yang baik pula. 30
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), cet. 1, h. 19-22
24
Oleh karena itu seorang anak diharapkan berbakti berakhlak kepada orang tuanya. Bentuk aktualisasinya akhlak anak kepada orang tua yang masih hidup adalah31 : a. Tidak mengucapkan kata “ah” kepada kedua orang tua. b. Tidak boleh membentaknya atau memarahi orang tua. c. Mengucapkan kata yang memuliakan dan menghormati orang tua. d. Dan merendahkan diri dihadapan orang tua. Adapun bentuk aktualisasi akhlak kepada orang tua yag sudah meninggal di antaranya : a. Mendo‟akan kedua orang tua yang telah meninggal. b. Meminta ampunan untuk kedua orang tua. c. Mengingat dan melaksanakan nasehat-nasehatnya. d. Menjalin persahabatan dengan sahabat orang tua ketika masih hidup. e. Menziarahi kubur oarang tua, dan lainya. Maka berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan oleh penulis bahwa keluarga merupakan peran penting terhadap pendidikan akhlak anak-anak tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian diri seorang anak terutama agama karena agama merupakan pendidikan akhlak yang utama yang sangat positif sehingga terbina kepribadian anak yang baik. C. Akhlak Terhadap Masyarakat Dari lahir sampai mati manusia hidup sebagai anggota masyarakat. Hidup dalam masyarakat berarti adanya interaksi sosial dengan orang-orang di sekitar dan dengan demikian mengalami pengaruh dan mempengaruhi orang lain. Interaksi sosial sangat utama dalam tiap masyarakat. Manusia adalah makhluk sosial. Ia hidup dalam hubungannya dengan orang lain dan hidupnya bergantung pada orang lain. Karena itu manusia tak mungkin hidup layak di luar masyarakat.32 Masyarakat adalah suatu kelompok
31
Kasmuri Selamat, Ihsan Sanusi, Akhlak Tasawuf Upaya Meraih Kehalusan Budi dan kedekatan, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), cet. 1, h. 74-75 32 S. Nasution, Sosiologi Nasution, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet. 5, h. 60
25
manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat yang sama-sama ditaati dalam lingkungannya.33 Masyarakat adalah sebagai kumpulan individu dan kelompok yang di ikat oleh kesatuan budaya, agama, dan pengalaman-pengalaman yang sama serta memiliki sejumlah penyesuaian dalam ikut memikul tanggung jawab pendidikan secara bersama-sama. Jadi, tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan adalah bagaimana masing-masing anggota masyarakat ikut menciptakan suatu sistem pendidikan dalam masyarakat sehingga mendorong masing-masing anggota masyarakat untuk mendidik dirinya sendiri
agar
bersedia mendidik anggota masyarakat lainnya.34 Masyarakat turut serta memikul tanggung jawab pendidikan. Secara sederhana masyarakat dapat diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan, dan agama. Setiap masyarakat mempunyai cita-cita, peraturan-peraturan, dan sistem kekuasaan tertentu. Masyarakat, besar pengaruhnya dalam memberi arah terhadap pendidikan anak, terutama pemimpin masyarakat atau penguasa yang ada di dalamnya. Pemimpin masyarakat muslim tentu saja menghendaki agar setiap anak dididik menjadi anggota yang taat dan patuh menjalankan agamanya, baik dalam lingkungan keluarganya, anggota sepermainannya, kelompok kelasnya dan sekolahnya. Bila anak telah besar diharapkan menjadi anggota yang baik pula sebagai warga desa, warga kota, dan warga negara. 35 Pendidikan dalam pendidikan masyarakat ini boleh dikatakan pendidikan secara tidak langsung, pendidikan yang dilaksanakan dengan tidak sadar oleh masyarakat. Dan anak didik sendiri secara sadar atau tidak mendidik dirinya sendiri, mencari pengetahuan dan pengalaman sendiri, mempertebal keimanan serta keyakinan sendiri akan nilai-nilai kesusilaan dan keagamaan di dalam masyarakat. Oleh karena itu bagi anak-anak didik Islam, 33
Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), cet. 1, h. 97 Djumransyah & Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam, Menggali “Tradisi”, Meneguhkan Eksistensi, (UIN-Malang Press, 2007), cet. 1, h. 98-99 35 Zakiyah Darazjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), cet. 10, h. 45 34
26
sudah sewajarnya masuk lembaga-lembaga pendidikan masyarakat yang berdasarkan ajaran Islam. Hal ini dapat dimengerti, karena dengan organisasi yang berdasarkan Islam itu anak-anak didik akan mendapat pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam. 36 Tanggung jawab kemasyarakatan dapat dilakukan dengan kegiatan pembentukan hubungan sosial melalui upaya penerapan nilai-nilai akhlak dalam pergaulan sosial. Langkah-langkah pelaksanaannya mencakup : 1. Melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan keji dan tercela seperti menipu, membunuh, menjadi renternir, menghalalkan harta orang lain, makan harta anak yatim, menyakiti sesama anggota masyarakat dan lain sebagainya. 2. Mempererat hubungan kerja sama dengan cara menghindarkan diri dari perbuatan yang dapat mengarah kepada rusaknya hubungan sosial seperti membela kejahatan, berkhianat, melakukan kesaksian yang palsu, mengisolasi diri dari masyarakat, dan lain-lain sebagainya. 3. Menggalakan perbuatan-perbuatan yang terpuji dan memberi manfaat dalam kehidupan bermasyarakat seperti memaafkan kesalahan, menepati janji, memperbaiki hubungan antar manusia, dan lain-lain. 4. Membina hubungan sesuai dengan tata tertib, seperti berlaku sopan, meminta izin ketika masuk rumah, dan masih banyak contoh lain.37 Akhlak kepada masyarakat atau tetangga berati ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan seseorang yang masyarakat dan hak-hak yang diterimanya dari masyarakat. Diantara aktualisasi akhlak terhadap masyarakat adalah :38 a. Tolong menolong antara sesama masyarakat. b. Meminjamkan sesuatu yang dibutuhkan tetangga, jika seseorang memilikinya.
36
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. 5, h. 180 Said Agil Husin Al Munawar, Aktualisasi Nilai-nilai Qur‟an dalam Sistem Pendidikan Islam, (tt.p : PT. Ciputat Press, 2005), cet. 2, h. 8-9 38 Kasmuri Selamat, Ihsan Sanusi, Akhlak Tasawuf Upaya Meraih Kehalusan Budi dan kedekatan, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), cet. 1, h. 76-77 37
27
c. Menjenguk masyarakat yang sakit. d. Saling memberi nasehat sesama masyarakat. Jadi, pendidikan sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari terutama akhlak sebagai landasan atau pondasi untuk kehidupan. Akhlak sebagai ujung tombak yang harus dimiliki oleh manusia supaya menjadi manusia yang baik. Dalam lingkungan masyarakat merupakan pendidikan setelah keluarga sehingga akan tercapai suasana yang harmonis, saling menghargai perbedaan yang terdapat di masyarakat. B. Hakikat Novel dalam Sastra Islami 1. Pengertian Novel Novel diartikan sebagai karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Biasanya novel menceritakan peristiwa pada masa tertentu. Bahasa yang digunakan lebih mirip bahasa sehari-hari.39 Novel merupakan karya fiksi tulis yang diceritakan secara panjang lebar, novel mengungkapkan berbagai karakter dan menceritakan kisah yang kompleks dengan menampilkan sejumlah tokoh dalam berbagai situasi yang berbeda.40 Novel adalah cerita, dan cerita digemari manusia sejak kecil. Bahasa novel juga bahasa denotatif tingkat kepadatan dan makna gandanya sedikit. Jadi novel “Mudah” dibaca dan dicernakan. Juga novel kebanyakan mengandung suspense dalam alur ceritanya, yang gampang menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya.41 Dalam upaya memahami suatu karya sastra, khususnya prosa fiksi, terdapat dua cara pendekatan, yakni pendekatan terhadap unsur-unsur intrinsik yang merupakan perwujudan dari pendekatan objektif dan pendekatan melalui unsur-unsur ekstrinsik karya.42 39
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 141 Agus Trianto, Pasti Bisa Pembahasan Tuntas Kompetensi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Esis, 2007), h. 118 41 Jakob Sumardjo, Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977, (Bandung: Alumni, 1999), cet. 1, h. 11-12 42 Harry D. Fauzi, Sastra Indonesia, (tt.p : Yudhistira, 2005), h. 44 40
28
Memahami karya sastra dengan menggunakan unsur-unsur intrinsik adalah upaya memahami karya sastra dengan menerapkan teori-teori atau kaidah-kaidah sastra dalam penguasaan karya sastra. Cara pendekatan terhadap unsur intrinsik berarti menganalisis aspek-aspek struktur cerita yang meliputi tema, alur, dan plot, latar (setting), penokohan dan karakterisasi, sudut pandang, serta gaya penuturan. Pendekatan melalui unsur-unsur ekstrinsik merupakan suatu cara pendekatan dengan mempergunakan berbagai ilmu kerabat yang bukan sastra, seperti ilmu sosial kemasyarakatan, ilmu agama, ilmu jiwa, ilmu politik, tegnologi dan sebagainya. Pengupasan karya sastra dengan mempergunakan ilmu-ilmu sosial, misalnya, bermanfaat apabila kita ingin melihat hubungan karya sastra dengan sistem sosial yang berlaku pada zamannya. Begitu pula apabila kita ingin menelaah hubungan pengarang dengan tokoh-tokoh yang diciptakannya harus menggunakan ilmu jiwa (psikologi) sebagai alat pembantunya. 2. Sastra Islami dan Karakteristik Sastra Islam Sastra Islam itu artinya memperkatakan sesuatu menurut feeling Islam. Menurut kaca mata Islam dan ada tanda-tanda bahwa watak-watak itu Islam harta walaupun dengan satu dua saranan pendek saja, bukan pada nama watak tetapi perwatakan dan kehidupan watak itu.43 Sastra Islam adalah isu akademik yang tidak mudah untuk dijabarkan karena mengandung makna yang kompleks dan berpotensi polemik. Dikatakan demikian karena fenomena sastra Islam. Apalagi rumusan teorinya dalam dunia sastra pada umumnya masih belum mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari para peneliti dan para pemerhati sastra. Pada fakta masyarakat sastra di dunia Islam pada umumnya terdapat dua kecenderungan pandangan tentang sastra Islam, yaitu kecenderungan puritanistik dan kecenderungan liberalistik. Kelompok pertama mewakili para ahli sastra dan sastrawan yang berpandangan bahwa sastra Islam harus mengacu pada tauhid (keimanan), akhlak, dan sejarah Islam dan segala
43
Yahya M. S, Asas-asas Kritik Sastera, (tt.p : Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei, 1983), cet. 1, h. 93
29
dimensinya. Kelompok ini memandang sastra Islam harus tekstual-formalistik yang membawa misi ibadah dan dakwah Islam. Adapun kelompok kedua mewakili para ahli sastra dan sastrawan yang berpendapat bahwa sastra Islam harus kontekstual-substansialistik yang membawa misi kemanusiaan dan kebudayaan secara universal sesuai dengan hakikat Islam itu sendiri yang bersifat universal.44 Ada satu fenomena yang menarik dalam khazanah sastra Indonesia beberapa tahun terakhir ini, yaitu munculnya sejumlah novel yang ditulis oleh para pendatang baru, yang dengan tiba-tiba menjadi sangat populer, tidak hanya di kalangan penikmat sastra maupun para kritikus, tetapi juga di masyarakat umum. Paling tidak, ada tiga novel yang dapat disebutkan sebagai contoh, yaitu Ayat-ayat Cinta (2006) karya Habiburrahman el-Shirazy, Laskar Pelangi (2006) karya Andrea Hirata, Hafalan Shalat Delisa (2008) karya Tele-liye. Ketiga novel tersebut dalam waktu singkat telah mengalami cetak ulang lebih dari lima kali, bahkan dalam waktu satu tahun dengan label best seller. Sebuah fenomena yang tidak pernah dialami oleh novel-novel karya Putu Wijaya, Budi Darma, atau Y.B. Mangunwijaya, dan Ahmad Tohari maksud disini tidak mencapai best seller.45 Fiksi berlabel “Islami” melimpah ruah. Rak-rak toko buku penuh sesak. Setiap bulan selalu muncul cerpenis atau novelis baru, disertai diskusi, talk show, dan “upacara” peluncuran buku. Bersitumbuh bagai cendawan musim hujan. Cukup menggembirakan, buku-buku jenis itu mampu membangunkan kelesuan pasar terhadap buku-buku sastra. Sebuah pertanda, geliat fiksi Islami mulai bangkit dan beroleh ruang diranah sastra Indonesia mutakhir. Cerpen Jaring-jaring Merah karya Helvy Tiana Rosa, terpilih sebagai salah satu cerpen terbaik dari sepuluh cerpen terbaik versi majalah sastra Horison (2000). Selain itu, fiksi Islami juga beroleh penghargaan istimewa diajang Adhi Karya IKAPI yang diadakan tiap tahun. Seperti dicatat Ekky Malaky, buku remaja terbaik nasional tahun 2001 adalah Rembulan di 44
Fadlil Munawwar Manshur, Perkembangan Sastra Arab dan Teori Sastra Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), cet. 1, h. 147-148 45 Anwar Efendi, Bahasa dan Sastra dalam berbagai perspektif, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), cet. 1, h. 275
30
Mata Ibu, sedangkan Dialog Dua Layar menjadi satu dari 3 buku remaja terbaik Adhi Karya IKAPI tahun 2002. Keduanya diterbitkan oleh penerbit Islam.46 Karya-karya kesusastraan Indonesia adalah pengaruh Islam yang di tuliskan oleh penulis Indonesia Islam dengan tujuan untuk menjadi media penyampaian
pengajaran
Islam
kepada
pembacanya.
Pengembang-
pengembang budaya Islam juga mengambil kesempatan yang sama untuk menyalurkan unsur-unsur pemikiran Islam dalam masyarakat Indonesia. Penulis-penulis Islam menyalurkan karya-karya dari sumber peradaban Islam yang diterapkan di dalamnya ide-ide keislaman. Karya-karya tersebut di jadikan media untuk berdakwah. Dengan itu prosa yang berkembang sesudah kedatangan agama Islam menekankan tentang tema-tema yang digalakan oleh agama Islam. Para juru dakwah Islam juga menekankan bahwa semua bidang kebudayaan manusia termasuk seni sastra harus di galakan untuk meninggikan syiar Islam.47 Digunakannya sarana karya sastra jelas oleh karena sastra jelas oleh karena karya-karya tersebut sarat dengan unsur-unsur keindahan, dalam hubungan ini keindahan bahasa. Seperti diketahui, untuk mendekati kebesaran Illahi, maka cara yang dapat dilakukan adalah melalui kata-kata pujian, sedangkan kata-kata yang dimaksudkan terkandung dalam karya sastra. Oleh karena itu, khususnya dalam masyarakat tradisional hampir tidak ada perbedaan antara sistem religi dengan sastra. Tujuannya agar proses pembacaan dan penafsiran dapat dilakukan secara benar. Tujuan lain yang diduga bersifat politis adalah mempertahankan legimitasi kelompok tertentu, kelompok penguasa. Baru kemudianlah kitab suci dapat dibaca, diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa sehingga dapat dipahami oleh masyarakat pada umumnya. 48.
46
Damhuri Muhammad, Darah Daging Sastra Indonesia, (Yogyakarta: Jalan Sutra, 2010), cet. 1, h.15 47 Ismail Hamid, Kesusastraan Indonesia Lama Bercorak Islam, (Jakarta: Pustaka AlHusna, 1989), cet. 1, h. 1-9 48 Nyoman Kutha Ratna, Antropologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), cet. 1, h. 432
31
Akidah dan akhlak adalah karakteristik utama dari sastra Islam yang menjadi dasar dari semua tema genre sastra Islam. Adapun komitmen sastra Islam adalah pada penggunaan bahasa yang baik dan indah yang berisi seruan pada kebaikan dan larangan untuk berbuat kejahatan. Hal ini didasarkan pada satu keyakinan bahwa masyarakat Islam dibangun diatas pondasi yang kuat, yaitu akidah dan akhlak. Jadi, para sastrawan muslim mempunyai kewajiban untuk menjaga prinsip akidah dan akhlak ini dalam proses penciptaan karyakarya sastra mereka. Prinsip ini harus ditetapkan pada segala situasi dan kondisi dan karena sastrawan yang sejati hidup dalam masyarakat yang harus selalu diarahkan ke jalan Islam. Derajat yang tertinggi dan paling agung keadaannya bagi seseorang sastrawan muslim adalah menampakan nila-nilai akidah dan akhlak kepada masyarakat mukmin, yang bersumber dari Islam. Sastrawan muslim wajib beriman dan menyeru kepada kebenaran akidah dan kemuliaan akhlak, dan wajib menjalankan akidah dan akhlak ini dalam kehidupan dan mengamalkan dalam karya sastranya. Sastra Islam harus menjauhkan diri dari gelombang keraguan yang menerpa umat Islam, dan sebaliknya harus menawarkan kepada pembaca muslim untuk berkomitmen pada keyakinan Islam. Sastra Islam harus mengingatkan para pembacanya bahwa Islam itu adalah sesuatu yang harus diamalkan, bukan hanya diucapkan dengan lisan. Para pembaca karya sastra Islam juga harus menyadari bahwa sastra bukanlah tujuan, tetapi hanyalah alat untuk memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Namun demikian, tujuan bersastra dalam Islam adalah untuk menjaga akidah, menghambakan diri kepada Allah Yang Maha Tinggi, mendidik manusia, mengembangkan pikiran, memelihara tradisi baik dan norma-norma mulia yang hidup dalam masyarakat. 49 Sastra Islam memiliki pandangan dasar yang dijadikan acuan dalam berkarya, yaitu Al-Qur‟an yang harus dijadikan sumber inspirasi. Jika ada
49
Fadlil Munawwar Manshur, Perkembangan Sastra Arab dan Teori Sastra Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), cet. 1, h. 165-169
32
sastrawan muslim yang mengajak pembacanya agar tidak berkomitmen dengan Islam, maka dia termasuk orang yang sesat, seperti yang diisyaratkan oleh Allah. Allah SWT berfirman:
ٌ يَب نَب َ ّوَأَ َهُ ْى ٌَقُونُو.ٌَ أَنَ ْى تَ َش أََهُ ْى فًِ ُكمِّ ّوَا ٍد ٌَهًٍُِو.ٌَّوَانشُعَشَا ُء ٌَتَبِعُهُ ُى انْغَبّوُّو ٍِت ّوَرَكَشُّوا انهَ َه كَثٍِشًا ّوَاَتَّصَشُّوا ي ِ ٍ آيَُُوا ّوَعًَِهُوا انّصَبنِحَب َ ٌِ إِنَب انَز.ٌٌََفْعَهُو .ٌَب ٌَُقَهِبُو ٍ َّبَعْذِ يَب ظُهًُِوا ۗ ّوَسٍََعْهَ ُى انَزٌٍَِ ظَهًَُوا أَيَ يُُقَه “Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap- tiap lembah, dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan(nya)? kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut Allah dan mendapat kemenangan sesudah menderita kezaliman. Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali”.50 (Q.S. AsySyua‟ra: 224-227) Kutipan ayat Al-Qur‟an itu justru lebih mengukuhkan bahwa moralitas-baik karya sastra mestilah diikuti moralitas baik penciptanya. Hal ini menjadikan sastrawan muslim lebih berhati-hati dalam mencipta karyanya.51 C. Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan Adapun penelitian ini beranjak dari hasil penelitian mengenai novel dari nilai-nilai terdahulu yang relevan, diantaranya adalah : Hena Khaerunnisa, dalam skripsinya yang berisi “ Nilai Moral Dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman el-Shirazy ”, (Study kasus terdapat di buku Novel Ketika Cinta Bertasbih). Yang ditulis pada tahun 2006 di UIN Jakarta. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa nilai pesan moral dalam novel Ketika Cinta Bertasbih ada delapan nilai moral yang terdapat dalam novel Ketika Cinta Bertasbih yaitu nilai optimis, toleransi, santun, memelihara lisan, sabar, tanggung jawab, kuasai emosi, dan tolong menolong. 50
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Tajwid 12 Warna dan Terjemah, (Jakarta: PT. Suara Agung, 2008), h. 728-729 51 Abdul Wachid, Sastra Pencerahan, (Yogyakarta: Centra Grafindo, 2005), cet. 1, h. 154
33
Kemudian, Antique Ihsanurrahmah, yang berjudul “Analisis Isi Pesan Pendidikan Dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andre Hirata Dan ImplikasinyaTerhadap Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia”, (Study kasus terdapat di buku Novel Sang Pemimpi). Yang di tulis pada tahun 2007 di UIN Jakarta. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa nilai pesan pendidikan yang terkandung dalam novel Sang Pemimpi adalah pesan pendidikan agama, sosial, dan budaya. Pesan pendidikan agama yang terkandung berupa ajaran agama Islam dalam bentuk syariah, akhlak, dan aqidah. Selanjutnya, Nursida Azhari Rumeon, “Relevansi Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara Dengan Konsep Pendidikan Islam”, (Study kasus terdapat di buku Ki Hajar Dewantara). Yang ditulis pada tahun 2005 di UIN Jakarta. Nursida menyimpulkan bahwa prinsip pendidikan Islam juga ditegakan di atas dasar yang sama dan berpangkal dari pandangan Islam secara filosofis terhadap jagad raya, manusia, masyarakat, ilmu pengetahuan, dan akhlak. Sistem pendidikan yang terdapat seperangkat unsur yang beroreantasi pada ajaran Islam yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu kesatuan dalam mencapai tujuan yaitu membentuk kepribadian yang utama. Metode pendidikan Islam adalah jalan yang dapat ditempuh untuk memudahkan pendidikan dalam membentuk pribadi muslim yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh Al-Qur‟an dan Hadist. Serta tujuan pendidikan Islam adalah menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakat. Sehingga dapat terlihat dimana kesamaan dan perbedaan dalam pengkajiannya, serta skripsi yang akan disusun ini dapat relevan dan menjadi sumber bacaan yang dapat dijadikan dasar pengetahuan atau referensi.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu Penelitian Penelitian yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El-Shirazy” ini dilaksanakan sejak tanggal 23 maret 2012 digunakan untuk mengumpulkan data mengenai sumbersumber tertulis yang diperoleh dari teks books yang ada di perpustakaan, internet. Terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan. Pada tanggal 17 juli 2012 dilaksanakan wawancara dengan Habiburrahman el-Shirazy data ini sebagai pelengkap untuk skripsi.
B. Sumber Penelitian Sumber penelitian dalam skripsi ini adalah menggunakan novel Ayat-Ayat Cinta serta wawancara dengan pengarang Habiburrahman El-Shirazy. Didukung oleh buku-buku yang lain yang berhubungan dengan pendidikan dan wawancara. Sumber primer merupakan data yang di dapat dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan seperti hasil dari wawancara yang biasa dilakukan oleh peneliti,1 sumber primer antara lain : buku-buku perpustakaan seperti, Filsafat Pendidikan Islam, Akhlak Tasawuf, Pemikiran Pendidikan Islam, Fikih Pendidikan, Akhlak yang Mulia, Etika Islam, Perkembangan Sastra Arab dan Teori Sastra Islam, dan lain-lain, Fhoto bersama bapak Habiburrahman el-Shirazy. 1
Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), cet. 11, h. 42
34
35
Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain seperti, wawancara secara langsung terhadap bapak Habiburrahman el-Shirazy, dan internet.
C. Metode Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif, metode penelitian kualitatif
adalah
metode
penelitian
yang
berlandaskan
pada
filsafat
postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.2 Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sedangkan dipilihnya metode diskriptif, karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan bukan angka-angka. Selain itu semua yang dikumpulkan kemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah atau dokumen lainnya.Sedangkan yang dijadikan responden dalam wawancara ini adalah pihak yang terkait langsung serta mengetahui novel Ayatayat Cinta, yaitu Habiburrahman el-Shirazy.
D. Teknik Pengumpulan Data Dalam melakukan penelitian lapangan ini, penulis menggunakan beberapa teknik untuk mengumpulkan data sesuai dengan permasalahan yang sudah ada. Adapun teknik pengumpulan data tersebut berupa : 1. Riset Kepustakaan (library research) memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya. Tegasnya riset pustaka membatasi 2
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & D, (Bandung : Alfabet, 2011), cet. 14, h. 9
36
kegiatannya hanya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan saja tanpa memerlukan riset lapangan.3 Kajian Pustaka adalah proses pendalaman, penelaahan, dan pengidentifikasian pengetahuan yang ada dalam kepustakaan (sumber bacaan, buku-buku referensi, atau hasil penelitian lain) yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.4 Buku yang di riset seperti buku-bukunyang terdapat di perpustakaan seperti : Dimensidimensi pendidikan Islam, pemikiran pendidikan Islam, kapita selekta pendidikan Islam, pengantar ilmu dan metodologi pendidikan Islam, pendidikan agama Islam, dan lain-lain. Riset ini dimaksudkan untuk mendapatkan acuan teori dalam melengkapi data yang ada. Dengan cara membaca buku-buku teks, internet, mempelajari literatur sesuai dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. Agar yang diperoleh benar-benar memiliki landasan teori dan acuan yang jelas. 2. Dokumentasi digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.5 Hal ini penulis menelusuri dokumen-dokumen yang terdapat di novel Ayat-ayat Cinta yang diperlukan oleh peneliti dalam mengumpulkan data. Data yang diperoleh dari dokumentasi akan ditulis kedalam Bab IV gambaran hasil penelitian. 3. Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan kepada responden dan mencatat atau merekam jawabanjawaban responden. Wawancara dapat dilakukan secara langsung mauapun tidak langsung dengan sumber data. Wawancara langsung diadakan dengan orang yang menjadi sumber data dan dilakukan tanpa perantara, baik tentang dirinya maupun tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Adapun 3
Mestika Zed, Metodologi Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), cet. 1, h. 1-2 4 Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), cet. 10, h. 121 5 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kulitatif,(Bandung : Rosdakarya, 2007), cet. 24, h. 217
37
wawancara tidak langsung dilakukan terhadap seseorang yang dimintai keterangan tentang orang lain.6 Adapun yang menjadi narasumber dalam wawancara ini adalah Habiburrahman el-Shirazy. E. Instrumen Pengumpulan Data 1. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditunjukan pada subjek penelitian, tetapi melalui dokumen. Dokumen adalah catatan tertulis yang isinya merupakan pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa, dan berguna bagi sumber data, bukti, informasi, kealamiahan yang sukar diperoleh, sukar ditemukan, dan membuka kesempatan untuk lebih memperluas pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.7 Berupa bukti-bukti yang kongkrit seperti fhoto yang tentunya berkaitan dengan penelitian. 2. Pedoman wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keteranganketerangan.8 Berupa pertanyaan-pertanyaan untuk Bapak Habiburrahman el-Shirazy yang telah dibuat oleh penulis yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Yaitu, nilai-nilai yang terkandung dalam novel Ayat-ayat Cinta. F. Analisis Data Analisis data adalah mengubah data mentah menjadi data yang bermakna yang mengarah pada kesimpulan.9 Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, langkah selanjutnya yaitu pengolahan data. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan beberapa metode pengumpulan data antara lain , riset kepustakaan (library research), dokumentasi, dan wawancara yang digunakan penulis untuk 6
Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), cet. 10, h. 173 Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), cet. 10, h. 183 8 Cholid Narbuko, Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Bumi Aksara, 2005), cet. 7, h. 83 9 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), cet. 14, h. 53 7
38
mendapatkan informasi-informasi yang diperoleh dari buku-buku, dan novel. Untuk menganalisa data-data yang telah terkumpul maka dapat digunakan analisa kualitatif. Teknik analisa merupakan suatu cara untuk menguraikan keteranganketerangan data-data yang diperoleh agar data-data tersebut dapat dipahami bukan hanya oleh orang yang menelitinya, akan tetapi juga oleh orang yang ingin mengetahui hasil penelitian itu. Langkah-langkahnya sebagai berikut : 1. Pengumpulan Data Peneliti dalam hal ini mengumpulkan data dengan riset kepustakaan (library research), dokumentasi, dan wawancara. Data riset kepustakaan (library research) berupa buku-buku perpustakaan yang berkaitan dengan buku-buku pendidikan, dan internet. Data dokumentasi berupa fhoto sebagai bahan bukti penguat. Data wawancara berupa pertanyaanpertanyaan seputar novel Ayat-ayat Cinta. Tujuannya adalah untuk mempermudah penulis skripsi dan para pembaca skripsi. 2. Reduksi Data Dalam reduksi data ini, data yang diperoleh dari riset kepustakaan (library research), dokumentasi, dan wawancara. Untuk memperoleh hasilnya di fokuskan pada novel Ayat-ayat Cinta. 3. Penyajian Data Setelah melalui reduksi data, langkah selanjutnya dalam analisis data adalah penyajian data atau sekumpulan informan yang memungkinkan peneliti melakukan penarikan kesimpulan. Bentuk penyajian data yang umum dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah teks naratif yang menceritakan secara panjang lebar temuan penelitian. 4. Kesimpulan Setelah data yang terkumpul direduksi dan selanjutnya disajikan, maka langkah yang terakhir dalam menganalisis data adalah menarik kesimpulan. Maksudnya hasil riset kepustakaan (library research), dokumentasi, dan wawancara di sini adalah sumber-sumber belajar yang sedemikian banyak direduksi untuk dipilih mana yang paling tepat untuk disajikan. Proses pemilihan data difokuskan pada data yang mengarah
39
untuk memecahkan masalah, penemuan, pemaknaan, atau untuk menjawab pertanyaan penelitian yang terkait dengan fokus penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Habiburrahman Dan Karya-Karyanya 1. Profil Habiburrahman el-Shirazy Habiburrahman El Shirazy, lahir di Semarang, pada hari Kamis, 30 september 1976, Memulai pendidikan menengahnya di MTs Futuhiyyah 1 Mrangen sambil belajar kitab kuning di pondok Pesantren Al-Anwar, Mrangen, Demak di bawah asuhan KH. Abdul Bashir Hamzah. Pada tahun ia merantau ke Kota Budaya Surakarta untuk belajar di Madrasah Aliayah Program Khusus (MAPK) Surakarta, lulus pada tahun 1995. Setelah itu melanjutkan pengembaran intelektualnya ke Fakultas Usuluddin, Jurusan Hadist, Universitas Al-Azhar, Cairo dan selesai pada tahun 1999, Telah merampungkan Postgraduate Diploma (Pg. D) S2 di The institute for Islamic Studies in Cairo yang didirikan oleh Imam Al-Baiquri (2001). Kang abik demikian novelis muda ini biasa di panggil adik-adiknya semasa di SLTA pernah menulis naskah teatrikal puisi berjudul “Dzikir Dajjal” sekaligus menyutradarai pementasannya bersama Teather Mbambung di Gedung seni Wayang Orang Sriwedari Surakarta (1994). Pernah meraih Juara 11 lomba menulis artikel se-MAN 1 Surakarta (1994). Pernah menjadi pemenang Juara 1 dalam lomba baca puisi religius tingkat SLTA se-Jateng (diadakan oleh panitia Book Fair (1994) dan ICMI Orang Wilayah Jawa tengah. Pemenang 1 lomba pidato tingkat remaja se-eks Karisidenan Surakarta (diadakan oleh jama‟ah Masjid Nurul Huda, UNS Surakarta,1994).
39
40
Kang abik juga pemenang juara 1 lomba pidato Bahasa Arab tingkat Nasional yang diadakan IMABA UGM Jogjakarta (1994). Pernah mengudara di Radio JPI Surakarta selama satu tahun (1994-1995) mengisi acara Syarhil Qur‟an setiap jum‟at pagi. Pernah menjadi pemenang terbaik ke-5 dalam lomba KIR ingkat SLTA se-Jatengyang diadakan oleh Kanwil P dan K Jateng (1995) dengan judul tulisan, Analisis Dampak Film Laga Terhadap Kepribadian Remaja. Ketika menempuh studi di Cairo, Mesir, Kang Abik pernah memimpin kelompok kajian MISYKATI (Majelis Intensif Study Yurisprudens dan Kajian Pengetahuan Islam) di Cairo (1996-1997). Pernah terpilih menjadi duta Indonesia untuk mengikuti ”Perkemahan Pemuda Islam Internasional Kedua” yang diadakan oleh WAMY (The WordAssembly of MoslemYouth) selama sepuluh hari di kota Ismailia, Mesir (Juli 1996). Dalam perkemahan, ia berkesempatan memberikan orasi yang berjudul “Tahqiqul Amni Was Salam Fil „Alam Bil Islam”(Realisasi Keamanan dan Perdamaian di Dunia dengan Islam). Orasi tersebut terpilih sebagai oarasi terbaik kedua dari semua orasi yang disampaikan peserta perkemahan berskala internasional tersebut. Pernah aktif di Majelis Sinergi Kalam (Masika) (1998-2000 dan 2000-2002). Satrawan muda ini juga pernah dipercaya untuk duduk dalam Dewan Asaatidz Pesantren Virtual Nahdathul Ulama yang berpusat di Cairo dan sampai memprakarsai berdirinya Forum Lingkar Pena (FLP) dan Komunitas Sastra Indonesia (KSI) di Cairo. Selain itu, Kang Abik, telah menghasilkan beberapa naskah drama dan menyutradarai pementasanya di Cairo, diantaranya: Wa Islama (1999), Sang Kyai dan Sang Durjana (gubahan atas Karya Dr. Yusuf Qardhawi yang berjudul „Alim Wa Thaghiyyah, 2000), Darah Syuhada (2000). Tulisanya berjudul, Membaca Insaniyyah al Islam terkodifikasi dalam buku Wacana Islam Universal (diterbitkan oleh Kelompok Kajian MISYKATI Cairo, 1998). Berkesempatan menjadi Ketua Tim Kodifikasi dan EditorAntologi Puisi Negeri Seribu Menara” NAFAS PERADABAN “ (diterbitkan oleh ICMI Orsat Cairo, 2000).
41
Kang Abik, telah menghasilkan beberapa karya terjemahan, seperti ArRasul (GIP, 2001), Biografi Umar bin Abdul Aziz (GIP, 2002), Menyucikan Jiwa (GIP, 2005), Rihlah Ilallah (Era Intermedia, 2004), dll. Cerpencerpennya dimuat dalam antologi Ketika Duka Tersenyum (FBA, 2001), Merah di Jenin (FBA, 2002), dan Ketika Cinta Menemukanmu (GIP, 2004). Sebelum pulang ke Indonesia, di tahun 2002, Kang Abik diundang Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia selama lima hari (1-5 Oktober) untuk membacakan pusinya dalam momen Kuala Lumpur World Poetry Reading ke-9, bersama penyair-penyair negara lain. Puisinya juga dimuat dalam Antologi Puisi Dunia PPDKL (2002) dan Majalah Dewan Sastera (2002) yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia dalam dua bahasa, Inggris dan Melayu. Bersama penyair negara lain, puisi Kang Abik juga dimuat kembali dalam Imbauan PPDKL (1986-2002) yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia (2004). Pada media pertengahan Oktober 2002, Kang Abik tiba di Tanah Air, saat itu juga, ia langsung diminta oleh Pusat Pengembangan Mutu Pendidikan (P2MP) Jakarta untuk ikut mentashih Kamus Populer Arab-Indonesia yang disusun oleh KMNU Mesir dan diterbitkan oleh Diva Pustaka Jakarta. (Juni 2003). Ia juga diminta menjadi kontributor penyusunan Ensiklopedia Intelektualisme Pesantren; Potret Tokoh dan Pemikirannya, (terdiri atas tiga jilid dan diterbitkan oleh Diva Pustaka Jakarta, 2004). Mengikuti panggilan jiwa, antara tahun 2003-2004, Kang Abik memilih mendedikasikan ilmunya di MAN 1 Jogjakarta. Selanjutnya, sejak tahun 2004-2006 ini, Kang Abik tercatat sebagai Dosen diLembaga Pengajaran Bahasa Arab dan Islam Abu Bakar Ash-Shiddiq UMS Surakarta. Selain menjadi Dosen di USM Surakarta, kini Kang Abik sepenuhnya mendedikasikan dirinya di dunia dakwah dan pendidikan lewat karyakaryanya, lewat Pesantren Karya dan Wirausaha BASMALA INDONESIA, yang sedang dirintisnya bersama dengan adik tercinta, Anif Sirsaeba dan budayawan kondang Prie GS di Semarang, dan lewat Wajihah dakwah lainnya.
42
Beberapa karya populer yang telah terbit antara lain, Ketika Cinta Berbuah Surga (cetakan ke-2 MQS Publishing, 2005), Pudarnya Pesona Cleopatra (cetakan ke-2Republika, 2005), Ayat-Ayat Cinta (RepublikaBasmala, 2004), Diatas Sajadah Cinta (cetakan ke-3, Basmala, 2005, telah disinetronkan Trans TV, 2004), Ketika Cinta Bertasbih (Republika-Basmala, 2007), Ketika Cinta Bertasbih 2 (Republika-Basmala, 2007) dan Dalam Mihrab Cinta (Republika-Basmala, 2007). Kini sedang merampungkan Langit Makkah Berwarna Merah, Bidadari Bermata Bening, dan Dalam Mihrab Cinta.1 2. Karya-Karya Habiburrahman el-Shirazy Selama di Kairo Selama di Kairo, ia telah menghasilkan beberapa naskah drama dan menyutradarainya, di antaranya: 1. Wa Islama (1999), Sang Kyai dan Sang Durjana (gubahan atas karya Dr. Yusuf Qardhawi yang berjudul 'Alim Wa Thaghiyyah, 2000), 2. Darah Syuhada (2000). Tulisannya berjudul Membaca Insanniyah al Islam dimuat dalam buku Wacana Islam Universal (diterbitkan oleh Kelompok Kajian MISYKATI Kairo, 1998). 3. Berkesempatan menjadi Ketua TIM Kodifikasi dan Editor Antologi Puisi Negeri Seribu Menara Nafas Peradaban (diterbitkan oleh ICMI Orsat Kairo). Beberapa karya terjemahan yang telah ia hasilkan seperti: 1.
Ar-Rasul (GIP, 2001)
2. Biografi Umar bin Abdul Aziz (GIP, 2002) 3. Menyucikan Jiwa (GIP, 2005) 4. Rihlah Ilallah (Era Intermedia, 2004), dll. Cerpen-cerpennya dimuat dalam antologi: 1. Ketika Duka Tersenyum (FBA, 2001) 1
470-410
Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h.
43
2.
Merah di Jenin (FBA, 2002)
3. Ketika Cinta Menemukanmu (GIP, 2004). Karya Puisi Sebelum pulang ke Indonesia, di tahun 2002, Kang Abik diundang Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia selama lima hari (1-5 Oktober) untuk membacakan pusinya dalam momen Kuala Lumpur World Poetry Reading ke9, bersama penyair-penyair negara lain. Puisinya juga dimuat dalam Antologi Puisi Dunia PPDKL (2002) dan Majalah Dewan Sastera (2002) yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia dalam dua bahasa, Inggris dan Melayu. Bersama penyair negara lain, puisi Kang Abik juga dimuat kembali dalam Imbauan PPDKL (1986-2002) yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia (2004). Karya Sastra Populer Beberapa karya populer yang telah terbit antara lain: 1.
Ketika Cinta Berbuah Surga (cetakan ke-2 MQS Publishing, 2005)
2.
Pudarnya Pesona Cleopatra (cetakan ke-2Republika, 2005)
3.
Ayat-Ayat Cinta (Republika-Basmala, 2004)
4.
Diatas Sajadah Cinta (cetakan ke-3, Basmala, 2005, telah disinetronkan Trans TV, 2004)
5.
Ketika Cinta Bertasbih (Republika-Basmala, 2007)
6.
Ketika Cinta Bertasbih 2 (Republika-Basmala, 2007)
7.
Dalam Mihrab Cinta (Republika-Basmala, 2007). Kini sedang merampungkan Langit Makkah Berwarna Merah, Bidadari Bermata Bening, dan Dalam Mihrab Cinta.
Sinopsis dari Novel Ayat-ayat Cinta. Ini adalah kisah cinta. Tapi bukan hanya sekedar kisah cinta yang biasa. Ini tentang bagaimana menghadapai turun-naiknya persoalan hidup dengan cara Islam. Fahri bin Abdillah adalah pelajar Indonesia yang berusaha menggapai gelar masternya di Al-Azhar. Berjibaku dengan panas-debu Mesir. Berkutat
44
dengan berbagai macam target dan kesederhanaan hidup. Bertahan dengan menjadi penerjemah buku-buku agama. Semua target dijalani Fahri dengan penuh antusias kecuali satu : menikah. Fahri adalah laki-laki taat yang begitu “ lurus ”. dia tidak mengenal pacaran sebelum menikah. Dia kurang artikulatif saat berhadapan dengan mahkluk bernama perempuan. Hanya ada sedikit perempuan yang dekat dengannya selama ini. Neneknya, Ibunya dan saudara perempuannya. Pindah ke Mesir membuat hal itu berubah. Tersebutlah Maria Girgis. Tetangga satu flat yang beragama Kristen Koptik tapi mengagumi Al-Qur'an. Dan mengagumi Fahri. Kekaguman yang berubah menjadi cinta. Sayang, cinta Maria hanya tercurah dalam diari saja. Lalu ada Nurul. Anak seorang kyai terkenal yang juga mengeruk ilmu di AlAzhar. Sebenarnya Fahri menaruh hati pada gadis manis ini. Sayang rasa mindernya yang hanya anak keturunan petani membuatnya tidak pernah menunjukkan rasa apa pun pada Nurul. Sementara Nurul pun menjadi ragu dan selalu menebak-nebak. Setelah itu ada Noura. Juga tetangga yang selalu disiksa Ayahnya sendiri. Fahri berempati penuh dengan Noura dan ingin menolongnya. Sayang hanya empati saja. Tidak lebih. Namun Noura yang mengharap lebih. Dan nantinya ini menjadi masalah besar ketika Noura menuduh Fahri memperkosanya. Terakhir muncullah Aisha. Si mata indah yang menyihir Fahri. Sejak sebuah kejadian di metro, saat Fahri membela Islam dari tuduhan kolot dan kaku, Aisha jatuh cinta pada Fahri. Dan Fahri juga tidak bisa membohongi hatinya.
Karakter Fahri bin Abdullah Shiddiq Mahasiswa yang sedang menyelesaikan studi S2-nya di Universitas tertua di dunia, Al-Azhar Seorang pemuda bersahaja yang memegang teguh prinsip hidup dan kehormatannya. Cerdas dan simpatik hingga membuat beberapa gadis jatuh hati. Dihadapkan pada kejutan-kejutan menarik atas pilihan hatinya.
45
Aisha Greimas Mahasiswi asing bercadar keturunan Jerman dan Turki, cerdas, cantik dan kaya raya. Latar belakang keluarganya yang berliku mempertemukan dirinya dengan Fahrin. Maria Girgis Gadis Kristen Koptik yang jatuh cinta pada Islam. Ia sangat mencintai Fahri, namun cintanya hanya diungkapkannya lewat diarinya yang selanjutnya membuat dia menderita karena cinta itu. Noura Bahadur Siksa telah menjadi bagian dalam hidupnya. Janin yang dikandungnya menjadikannya terobsesi pada Fahri untuk menjadi ayah dari calon bayinya. Nurul Azkiya binti Ja'far Abdur Razaq Anak kyai besar di Jawa Timur. Dengan aura yang menenangkan, kecerdasan dan kualitasnya menyatukan segala kelebihannya, dia sangat percaya diri untuk meminang Fahri sebagai suaminya. Kelebihan dari Novel Ayat-ayat Cinta. a. Ceritanya begitu menyentuh dan mengalir seakan pembaca mengalami berbagai problema yang melilit sang tokoh. b. Penulis mengajak pembaca mendalami Islam dengan bahasanya yang menyejukkan. c. Kisah-kisah hubungan antar manusia (kisah cinta) digambarkan secara menarik dan utuh tanpa harus terasa vulgar. Kekurangan dari Novel Ayat-ayat Cinta. a. Terdapat istilah-istilah familiar ditelinga orang Indonesia pada umumnya, yang mungkin “lupa” di beri catatan kaki, seperti zafaf dan akh. b. Perjalanan hidup tokoh utama yang awalnya tampak amat realistis menjadi laksana mimpi : menikah dengan perempuan berakhlak mulia,
46
cerdas, cantik, dan kaya; dicintai oleh banyak wanita yang rela mati untuknya; menimba ilmu langsung dari pakarnya; bahkan kemudian juga memiliki dua orang istri walaupun diakhir cerita pengarang „membunuh‟ istri kedua; semuanya tampak seperti dream come true, terlalu bagus hingga terlihat tidak realistis. c. Pemakaian term. “Ayat-ayat Cinta” jika diartikan ayat Al-Qur‟an maka kesannya membuat nilai Al-Qur‟an jatuh, sebab menurut saya. “Cinta” disini acapkali lebih menunjuk pada “cinta biasa” antara dua anak manusia laki-laki dan perempuan, bukan cinta beramal dan mengabdi kepada Allah SWT. Jadi, semangat cintanya lebih bersifat duniawi dari pada ukhrawi.2 B. Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terdapat Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El-Shirazy 1. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya. akhlak terhadap Allah SWT adalah pengakuan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji, demikian agung sifat agung itu, yang jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikat-Nya. Mahasuci engkau wahai Allah kami tidak mampu memuji-Mu, pujian atas-Mu, adalah yang Engkau pujikan kepada diri-Mu, demikian ucapan para Malaikat.3 Al-Qur‟an secara garis besar-tetapi mendasar–menyebutkan bahwa diciptakannya manusia dan jin agar mereka mengabdi (beribadah) kepada Allah SWT. Beribadah kepada Allah SWT berciri tunduk, taat, dan patuh atas dasar cinta kepada Allah dalam segala aspek kehidupan. Dalam aspek akidah, manusia wajib beriman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, kitabkitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan hari akhir. Beragama Islam juga merupakan kewajiban yang datang dari Allah SWT kepada umat manusia yang harus dipatuhi dengan sikap rela. Dalam aspek akhlak, harus berpegang teguh
h. 21-22
2
Anif Sirsaeba el-Shirazy, Fenomena Ayat-ayat Cinta, (Jakarta: Republika, 2007), cet. 2,
3
Kahar Masyhur, Membina Moral Dan Akhlak, (Jakarta : Kalam Mulia, 1985)
47
kepada ajaran-ajaran wahyu. Dalam aspek kemasyarakatan pun harus berpegang teguh kepada ajaran wahyu Allah SWT pula, kecuali dalam hal-hal yang memang diberikan kewenangan kepada manusia untuk mengaturnya. Beribadah kepada Allah SWT yang merupakan induk akhlak terhadap-Nya itu secara garis besar dapat dirumuskan dengan melaksanakan hidup sesuai dengan petunjuk yang diberikan Allah SWT, untuk memperoleh ridha-Nya, sehingga dapat dicapai nilai hidup tertinggi di hadirat Allah SWT, yakni takwa. Al-Qur‟an mengajarkan yang terdapat di dalam Al-Qur‟an.4 Firman Allah dalam Al-Qur‟an:
ٌ َ ِم نِخَعَاسَفُٕا ۚ إ َ ط إََِا خَهَقَُْاكُى يٍِّ رَكَشٍ َٔأَُ َثٰٗ َٔجَعَهَُْاكُىْ شُعُٕبًا َٔقَبَا ِئ ُ يَا أَيَُٓا انَُا ٌٌ انهَ َّ عَهِي ٌى خَبِيش َ ِأَكْشَيَكُ ْى عُِ َذ انهَ ِّ أَحْقَاكُىْ ۚ إ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. Al-Hujuraat: 13). Kajian nilai-nilai pendidikan akhlak kepada Allah SWT dan RasulNya, yang dapat di ambil dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy ini akan mencakup tiga hal utama, yaitu : takwa, syukur, sabar, memelihara kesucian diri, menghargai waktu, ikhlas, tawaduk. a. Takwa Takwa adalah menjaga hubungan diri dengan Allah SWT, dengan melaksanakan perintah Allah SWT dan meninggalkan larangan-Nya. Orang yang bertakwa niscaya beriman dan taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, memperoleh petunjuk Allah SWT dan keberhasilan dalam hidup. Orang yang bertakwa menegakan shalat, berpuasa, tabah, dan sabar dalam penderitaan, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, menjauhi riba dan bertawakal kepada Allah SWT, mengeluarkan zakat dan membagi rezeki
4
Ahmad Azhar Basyir, Refleksi Atas Persoalan KeIslaman Seputar Filsafat, Hukum, Politik, dan Ekonomi, (Bandung: Mizan, t.t.), cet. 2, h. 231
48
untuk kesejahteraan orang lain, mengajak kepada kebaikan, menyuruh orang berbuat benar, melarang berbuat munkar dan berlaku adil. Takwa adalah himpunan kebajikan.5 Konsep takwa dapat di lihat dalam Al-Qur‟an :
ٌ َ ِم نِخَعَاسَفُٕا ۚ إ َ ط إََِا خَهَقَُْاكُى يٍِّ رَكَشٍ َٔأَُ َثٰٗ َٔجَعَهَُْاكُىْ شُعُٕبًا َٔقَبَا ِئ ُ يَا أَيَُٓا انَُا ]ٗ١:ٖٔ[ ٌٌ انهَ َّ عَهِي ٌى خَبِيش َ ِأَكْشَيَكُ ْى عُِ َذ انهَ ِّ أَحْقَاكُىْ ۚ إ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. Al-Hujurat:13) Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan konsep nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya, terutama tentang sikap takwa. Sebagai gambaran, berikut penulis tampilkan bagian dalam novel Ayat-ayat Cinta
karya
Habiburrahman el-Shirazy yang mengetengahkan nilai-nilai pendidikan akhlak tentang sikap takwa. Beliau meminta agar cintanya kepada Allah melebihi cintanya pada air yang dingin, yang sangat dicintai, disukai, dan diingini oleh siapa saja yang kehausan di musim panas. Di daerah yang beriklim panas, cinta pada air yang sejuk dingin dirasakan oleh siapa saja, oleh semua manusia. Jika cinta kepada Allah telah melebihi cintanya seseorang yang sekarat kehausan ditengah sahara pada air dingin, maka itu adalah cinta yang luar biasa. Sama saja dengan melebihi cinta sejati kepada Allah Azza Wa Jalla. Jika direnungkan benar-benar, Baginda Nabi sejatinya telah mengajarkan idiom cinta yang begitu indah dan dahsyat.6 Meskipun cuma terlelap satu jam setengah, itu sudah cukup untuk meremajakan seluruh syaraf tubuhku. Setelah satu rumah shalat Subuh berjamaah di Masjid, kami membaca Al-Qur‟an bersama. Tadabbur sebentar, bergantian. Teman-teman sangat melestarikan kegiatan rutian tiap pagi ini. Selama ada di rumah, membaca Al-Qur‟an dan Tadabbur tetap berjalan, meskipun pagi ini kulihat mata Saiful dan Rudi melek merem menahan kantuk.7
Dalam bagian ini tampak jelas bahwa Habiburrahman el-Shirazy menekankan nilai-nilai pendidikan terhadap takwa yang digambarkan diatas 5
Muchlis M. Hanafi, Spiritualitas dan Akhlak, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf AlQur‟an, 2010), cet. 1, h. 75 6 Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h. 61 7 Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h. 79
49
adalah cinta hamba atau manusia seharusnya hanya kepada Allah SWT bukan kepada manusia yang selalu mengingkari janji, walupun katuk terasa berat tapi jangan pernah melupakan rahmat Allah SWT karena membaca Al-Qur‟an dan shalat itu lebih baik dari pada tidur. b. Syukur Syukur ialah memuji si pemberi nikmat atas kebaikan yang telah dilakukannya. Syukurnya seseorang hamba berkisar atas tiga hal, yang apabila ketiganya tidak berkumpul, maka tidaklah dinamakan bersyukur, yaitu : mengakui nikmat dalam batin, membicarakannya secara lahir, dan menjadikannya sebagai sarana untuk taat kepada Allah SWT. Jadi syukur itu berkaitan dengan hati, lisan, dan anggota badan. Hati untuk ma‟rifah dan mahabbah, lisan untuk memuja dan menyebut nama Allah SWT, dan anggota badan untuk menggunakan nikmat yang diterima sebagai sarana untuk menjalankan ketaatan kepada Allah SWT dan menahan diri dari maksiat kepada-Nya.8 Manusia diperintahkan bersyukur kepada Allah SWT bukanlah untuk kepentingan Allah SWT itu sendiri, karena Allah SWT ghaniyun „anil „alamin (tidak memerlukan apa-apa dari alam semesta), tapi justru untuk kepentingan manusia itu sendiri. Allah menyatakan dalam Al-Qur‟an :
ٌَ اشْكُ ْش نِهَِّ ۚ َٔيٍَ يَشْكُشْ فَئًََِا يَشْكُ ُش نَُِفْسِِّ ۖ َٔيٍَ كَفَش ِ ٌَ انْحِكًَْ َت أ َ َٔنَقَ ْذ آحَيَُْا نُقًَْا ]ٖٔ:ٕٔ[ ٌّي حًَِيذ ٌ ُِ ٌَ انهَ َّ غ َ ِفَئ Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji."(Q.S. Al-Lukman: 12). Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya, terutama tentang sikap syukur. Sebagai gambaran, berikut penulis
8
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2011), cet. XI, h. 50
50
tampilkan bagian dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman elShirazy yang mengetengahkan nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap sikap syukur. Tahun ini, setelah melalui ujian ketat beliau hanya menerima sepuluh orang murid. Aku termasuk sepuluh orang yang beruntung itu. Lebih beruntung lagi, beliau sangat mengenalku. Itu karena sejak tahun pertama kuliah aku sudah menyetorkan hafalan Al-Qur‟an pada beliau diserambi Masjid Al-Azhar. Juga karena diantara sepuluh orang terpilih itu ternyata hanya diriku seorang yang bukan orang Mesir. Aku satu-satunya oarang asing, sekaligus satu-satunya yang dari Indonesia. Tak heran jika beliau menganakemaskan diriku. Dan teman-teman dari Mesir tidak ada yang merasa iri dalam masalah ini. Mereka semua simpati padaku.9 Aku merasa seperti ada hawa dingin turun dari langit. Menetes deras ke dalm ubun-ubun kepalaku lalu menyebar ke seluruh tubuh. Seketika itu aku sujud syukur dengan berlinang air mata. Aku merasa seperti dibelai-belai tangan Tuhan. Setelah puas sujud syukurku aku mengungkapkan rasa gembirau pada teman-teman satu rumah. Mereka semua menyambut dengan riang gembira. Dengan tasbih, tahmid, dan istigfar. Dengan mata yang berbinar-binar. Kukatakan pada mereka.10 Aku mengucap syukur berkali-kali kepada Allah atas anugrah ini. Kudengar Tuan Bountros memuji Tuhannya; Bapa, Yesus dan Roh Kudus. Kuminta kepada Saiful dan Mishbah untuk sujud syukur. Madame Nahed masih melihat foto CT Scan. Dia membandingkan foto pertama dan foto kedua. Bibirnya berdesis, Maha Besar Kekuasaan Tuhan, ini Mukjizat!” 11
Dalam bagian ini tampak jelas bahwa Habiburrahman el-Shirazy menekankan nilai-nilai pendidikan syukur. Tokoh Fahri yang ia gambarkan, memiliki nilai-nilai pendidikan bersyukur terhadap Allah SWT, yaitu berterima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang tiada tara. Nikmat yang berupa dapat mengaji dengan orang sholeh yang berada di Mesir, bersyukur atas lulusnya tesis dan bersyukur telah diberikan kesembuhan tanpa harus melalui oprasi. c. Sabar Dalam Taat Kepada Allah SWT. Sabar dalam arti bahasa adalah menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, dan tabah). Adapun secara istilah adalah menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridha dari Allah SWT. 9
Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h. 17 Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h. 69-70 11 Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h. 190 10
51
Dalam beribadah kepada Allah SWT juga di perlukan kesabaran yang berlipat ganda mengingat banyaknya rintangan yang menggoda, baik dari dalam maupun luar diri kita, seperti rasa malas, mengantuk, dan kesibukan yang menyita waktu kita untuk beribadah. Firman Allah Swt dalam AlQur‟an.12
َُّث َٔانْأَسْضِ َٔيَا بَيًََُُْٓا فَاعْبُذْ ُِ َٔاصْطَبِ ْش نِعِبَادَحِِّ ۚ َْمْ حَعْهَ ُى ن ِ ّب انسًََأَا ُ َس ]ٔ١:ٙ٘[ سًِيًا َ Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)? (Q.S. Maryam : 65). Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan nilai-nilai pendidikan akhlak kepada Allah dan RasulNya, terutama tentang sikap sabar dalam taat kepada Allah SWT. Sebagai gambaran, berikut penulis tampilkan bagian dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy yang mengetengahkan tentang nilai-nilai pendidikan akhlak sikap sabar dalam taat kepada Allah SWT . “Ya jama‟ah, shalli „alan nabi, shalli „alan nabi!” ucapku pada mereka sehalus mungkin. Cara menurunkan amarah orang Mesir adalah dengan mengajak membaca shalawat. Entah riwayatnya dulu bagaimana. Dimana-mana, diseluruh Mesir, jika ada orang bertengkar atau marah, cara melerai dan meredamnya pertama-tama adalah dengan mengajak membaca shalawat. Shalli „allan nabi, artinya bacalah shalawat keatas nabi, cara ini biasanya sangat manjur.13 Pemuda Mesir malah menukas sengak,”Orang Indonesia, kautahu apa sok mengajari kami tentang Islam, heh ! Belajar bahasa Arab saja baru kemaren sore. Juz amma entah hafal entah tidak. Sok pintar kamu ! Sudah kau diam saja, belajar baik-baik selama di sini dan jangan ikut campur urusan kami !” Aku diam sesaat sambil berfikir bagaimana caranya meghadapi anak turun Fir‟aun yang sombong dan keras kepala ini. Aku melirik Ashraf. Mata kami bertatapan. Aku berharap dia berlaku adil. Dia telah berkenalan denganku tadi. Kami pernah akrab meskipun Cuma sesaat. Kupandangi dia dengan bahas mata mencela. 14
Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap Allah SWT dan 12
Multahim, Penuntun Akhlak, (Jakarta : Yudhistira, 2007), cet. 2, h. 59 Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h. 44 14 Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h. 45 13
52
Rasul-Nya, terutama tentang sikap sabar dalam tokoh Fahri walaupun sudah dicaci maki tapi tetap sabar dalam menghadapinya. Orang yang sedang emosi yang sangat tinggi tidak boleh dilawan dengan emosi lagi tapi harus dilawan dengan suara yang halus tapi bijaksana dalam menjawabnya. Emosi dikendalikan oleh setan, setan itu terbuat dari api dengan itu memadamkan api harus dengan air. Jadi jangan pernah melawan setan dengan emosi tapi dengan cara tetap tenang hatinya atau menyejukan hati dengan berwhudu.
d. Memelihara Kesucian Diri Memelihara kesucian diri termasuk dalam rangkaian fadillah atau akhlakul karimah yang dituntut dalam ajaran Islam. Menjaga diri dari segala keburukan dan memelihara kehormatan hendaklah dilakukan pada setiap waktu. Dengan penjagaan diri secara ketat, maka dapatlah diri dipertahankan untuk selalu berada pada status kesucian. Hal ini dilakukan mulai dari memelihara hati (qalbu) untuk tidak membuat rencana dan angan-angan yang buruk.15 Allah berfirman dalam Al-Qur‟an:
]١ٔ:١[ ح يٍَ صَكَاَْا َ َقَ ْذ أَفْه “Berbahagialah orang yang membersihkan jiwanya”. (Q.S. AsSyams : 9) Demikian juga memelihara lidah dan anggota dari segala perbuatan yang tercela, karena sadar bahwa segala gerak-gerik itu tidak lepas dari penglihatan Allah, termasuk akhlak luhur. Allah berfirman dalam Al-Qur‟an :
ِم انَْٕسِيذ ِ ّْب إِنَيْ ِّ يٍِْ حَب ُ ٍَ أَقْش ُ ْط بِ ِّ َفْسُُّ ۖ َٔ َح ُ ِٕ ٌْ َٔ َعْهَىُ يَا حَُٕس َ َٔنَقَ ْذ خَهَقَُْا انْئَِسَا ]٘ٓ:ٔٙ[ Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat leher. (Q.S. Qaf : 16 ) Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan konsep nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap Allah 15
Hamzah Ya‟kub, Etika Islam, (Bandung: Diponegoro, 1983), cet. IV. h. 109
53
SWT dan Rasul-Nya, terutama tentang sikap memelihara kesucian diri dalam taat kepada Allah SWT. Sebagai gambaran, berikut penulis tampilkan bagian dalam novel Ayat-ayat Cinta
karya Habiburrahman el-Shirazy yang
mengetengahkan konsep nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap sikap memelihara kesucian diri dalam taat kepada Allah SWT . “Kau membuatku menangis Fahri. Kau mengigau terus menerus bibir bergetar membaca ayat-ayat suci. Wajahmu pucat. Air matamu meleleh tiada henti. Melihat keadaanmu itu apa aku tidak menangis,”serak Maria sambil tangan kanannya bergerak hendak menyentuh pipiku yang kurasa basah. “Jangan Maria tolong, ja....jangan sentuh!”16
Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya, terutama tentang sikap memelihara kesucian diri sebagai mana yang digambarkan bahwa tokoh Fahri tidak mau disentuh karena bukan muhrimnya. Bahwa Fahri sangat menghargai wanita dengan cara dia tidak mau menyentuh atau disentuh wanita. e. Menghargai Waktu Salah satu akhlak Islami yang mendorong sukses peribadi umat Islam adalah menghargai waktu. Waktu terus berjalan dan tidak pernah kembali. Oleh sebab itu, setiap detik waktu harus dapat dimanfaatkan untuk kebaikan dan keberhasilan. Untuk dapat memanfaatkan secara optimal dari waktu, maka perlu waktu adanya manajemen waktu yaitu aktifitas untuk memanfaatkan waktu yang tersedia dan potensi-potensi yang tertanam dalam diri kita guna mewujudkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dengan menyeimbangkan tuntutan kehidupan pribadi, masyarakat, serta kebutuhan jasmani, rohani dan akal.17 Terkait dengan menghargai waktu, Allah SWT berfirman dalam AlQur‟an:
]ٖٔٓ:ٕ[ ٌٍ نَفِّي خُسْش َ ٌ انْئَِسَا َ ِٖٓٔ] إ:ٔ[ َِٔانْعَصْش ِث َٔحََٕاصَْٕا بِانْحَقِّ َٔ َحَٕاصَْٕا بِانصَبْش ِ ٍ آيَُُٕا َٔعًَِهُٕا انصَانِحَا َ إِنَا انَزِي 16
Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h. 176 Srijanti, Purwanto S.K, Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), cet. 2, h. 95
17
54
]ٖٔٓ:ٖ[ Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Q.S. Al-Ashr:1-3) Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan konsep nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya, terutama tentang sikap menghargai waktu dalam taat kepada Allah SWT. Sebagai gambaran, berikut penulis tampilkan bagian dalam novel Ayat-ayat Cinta
karya Habiburrahman el-Shirazy yang
mengetengahkan konsep nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap sikap menghargai waktu diri dalam taat kepada Allah SWT. Ah, kalau tidak ingat bahwa kelak akan ada hari yang lebih panas dari hari ini dan lebih gawat dari hari ini. Hari ketika manusia digiring di padang Mahsyar dengan matahari hanya satu jengkal di atas ubun-ubun kepala. Kalu tidak ingat, bahwa keberadaanku di kota seribu menara ini adalah amanat. Dan amanat akan dipertanggungjawabkan dengan pasti, kalau tidak ingat, bahwa masa muda yang sedang aku jalani ini akan dipertanyakan kelak. Kalau tidak ingat, bahwa tidak semua orang diberi nikmat belajar di bumi para nabi ini. Kalau tidak ingat, bahwa aku belajar di sini dengan menjual satu-satunya sawah warisan dari kakek. Kalau tidak ingat, bahwa aku dilepas dengan linangan air mata dan selaksa doa dari ibu, ayah, dan sanak saudara. Kalu tak ingat bahwa jadwal adalah janji yang harus di tepati.18 Yang kutempel memang arah hidup sepuluh tahun kedepan. Target-target yang harus kudapat dan apa yang harus aku lakukan. Lalu peta hidup satu tahun ini. Kutempel di depan tempat belajar untuk penyemangat. Dan memang kutulis dengan bahasa Arab. 19
Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya, terutama tentang sikap menghargai waktu jadi dalam setiap waktu jadwal belajar, mengaji harus melalui jadwal yang sudah tertata rapi dan peta kehidupan itu untuk menyemangatkan semangat belajar supaya tidak ada rasa malas. f. Ikhlas Ikhlas artinya membersihkan maksud dan tujuan bertaqarrub kepada 18 19
Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h. 20-21 Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h. 142
55
Allah SWT dan berbagai maksud dan niat lain. Atau mengesahkan dan mengkhususkan Allah Azza wa Jalla sebagai tujuan dalam berbuat taat kepada-Nya. Dengan kata lain, ikhlas adalah mengabaikan pandangan (perhatian) manusia dengan senantiasa berkonsentrasi pada Allah SWT semata-mata. Ikhlas adalah syarat diterimanya amal saleh yang dilaksanakan sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW.20 Firman Allah dalam Al-Qur‟an :
]ٖ١:ٕ[ ٍَك انْكِخَاّبَ بِانْحَقِّ فَاعْبُ ِذ انهَ َّ يُخْهِصًا نَ ُّ انذِّي َ ْإََِا أََضَنَُْا إِنَي Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. (Q.S. Az-Zumar :2) Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan konsep nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya, terutama tentang sikap ikhlas dalam taat terhadap Allah SWT. Sebagai gambaran, berikut penulis tampilkan bagian dalam novel Ayatayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy yang mengetengahkan konsep nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap sikap ikhlas diri dalam taat kepada Allah SWT. Aku merenungkan penjelasan Maria. Sungguh bijak dia. Kata-kata adalah cerminan isi hati dan keadaan jiwa. Kata-kata Maria menyinarkan kebersihan jiwanya. Sebesar apa pun keikhlasan untuk menolong tapi masalah aqidah, masalah keimanan dan keyakinan seseorang harus dijaga dan dihormati. Menolong seseorang tidak untuk menarik seseorang mengikuti pendapat, keyakinan atau jalan hidup yang kita anut. Menolong seseorang itu karena kita berkewajiban untuk menolong. Titik. Karena kita manusia, dan orang yang kita tolong juga manusia.21 Setelah berbincang dengan Madame Nahed, Aisha mengajaku berbicara empat mata. Matanya berkaca-kaca. “Fahri, menikahlah dengan Maria. Aku Ikhlas.” “Tidak Aisha, tidak ! Aku tidak bisa.”22
Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya, terutama tentang sikap ikhlas karena akan mendapatkan pahala 20
Moh. Amin, Sepuluh Induk Akhlak Terpuji, (Jakarta: Kalam Mulia, 1997), cet. 1, h. 12 Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h. 83 22 Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h. 376 21
56
dari Allah SWT dengan kita ikhlas setulus hati dan ikhlas berbagi suami karena nyawa taruhannya supaya sembuh dari sakitnya dan menjadi saksi sidang Fahri. g. Tawaduk
Tawaduk secara bahasa adalah rendah hati. Secara istilah tawaduk adalah sikap merendahkan hati, baik dihadapan Allah SWT. Maupun sesama manusia. Sikap tawaduk merupakan bagian dari akhlakul karimah sehingga sikap dan perilaku manusia akan menjadi lebih baik. Manusia yang sadar akan hakikat kejadian dirinya tidak akan pernah mempunyai alasan untuk merasa lebih baik antara yang satu dan yang lainnya.23 Firman Allah SWT dalam Al-Qur‟an:
ٌَُٕض ًََْْٕا َٔإِرَا خَاطَبَُٓ ُى انْجَاِْه ِ ٌْ عَهَٗ انْأَس َ ٍُٕ انَزِيٍَ يًَْش ِ ًََْٰٔعِبَا ُد انشَح ]ٕ٘:ٖٙ[ قَانُٕا سَهَايًا Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orangorang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orangorang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (Q.S. Al-Furqan : 63) Berdasarkan ayat diatas, Allah SWT, memerintahkan umatnya untuk merendahkan hati terhadap sesama dengan cara mengucapkan kata-kata yang baik dan lemah lembut. Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan konsep nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya, terutama tentang sikap tawaduk dalam taat kepada Allah swt. Sebagai gambaran, berikut penulis tampilkan bagian dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy yang mengetengahkan konsep nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap sikap tawaduk diri dalam taat kepada Allah SWT. Aku lebih memilih mencurahkan seluruh rindu dendam, haru biru rindu dan deru cintaku untuk belajar dan menggandrungi Al-Qur‟an. Telah kusumpahkan dalam diriku, aku tak akan mengulurkan tangan kepada seorang gadis kecuali gadis itu yang menarik tanganku. Aku juga tak akan membukakan hatiku untuk mencintai seorang gadis kecuali gadis itu yang membukanya. Bukan suatu keangkuhan tapi
23
Multahim, Penuntun Akhlak, (Jakarta : Yudhistira, 2007), cet. Ke-2, hal. 51
57
karena rasa rendah diriku yag selalu menggelayut di kepala.24
Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya, terutama tentang sikap tawaduk karena merasa tokoh Fahri ini orang yang tidak sepantasnya mengejar cinta dikarenakan Fahri disini tidak memiliki apa-apa. Jodoh di tangan Allah SWT. Ilmu yang harus Fahri kejar bukan cinta.
2.
Nilai-nilai Pendidikan akhlak dalam Keluarga Akhlak kepada keluarga adalah mengembangkan kasih sayang
diantara anggota keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komunikasi melalui kata-kata maupun perilaku. Komunikasi yang didorong oleh rasa kasih sayang yang tulus akan dirasakan oleh seluruh anggota keluarga. Apabila kasih sayang yang telah mendasari komunikasi orang tua dengan anak, maka kan lahir kepercayaan orang tua pada anak. Oleh karena itu kasih sayang harus menjadi muatan utama dalam keluarga. Dari komunikasi semacam itu akan lahir saling keterkaitan batin, keakraban, dan keterbukaan di antara anggota keluarga dan menghapuskan kesenjangan diantara mereka. Dengan demikian rumah bukan hanya menjadi tempat menginap (house), tetapi betul-betul menjadi tempat tinggal (home) yang damai dan menyenangkan, menjadi surga bagi para penghuninya.25 Kajian nilai-nilai pendidikan terhadap keluarga, yang dapat di ambil dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy ini akan mencakup birrul walidain, berkata halus dan mulia dan silaturrahmi dengan karib kerabat. a. Birrul Walidain Birrul
24
Waalidain
artinya
berbakti
kepada
orang
tua.
Islam
Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h. 222 Srijanti, Purwanto S.K, Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), cet. 2, h. 13 25
58
memposisikan orang tua kedalam posisi yang sangat terhormat dan mulia. Untuk itu di dalam Al-Qur‟anul Karim banyak ayat-ayat yang menjelaskan manusia agar selalu berbakti dan memuliakan kepada kedua orang tua.26 Dalam firman Allah SWT dalam Al-Qur‟an. Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (Q.S. An-Nisa : 36). Dalam ayat ini menjelaskan bahwa orang tua mempunyai posisi “kedua” yang harus diperlakukan baik oleh setiap manusia yang sedangkan yang pertama adalah Allah SWT yang diwujudkan dalam bentuk ibadah. Berbakti kepada orang tua merupakan salah satu wujud syukur yang harus selalu di junjung tinggi oleh setiap insan. Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan nilai-nilai pendidikan terhadap keluarga, terutama tentang sikap birrul walidain. Sebagai gambaran, berikut penulis tampilkan bagian dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy yang menjelaskan tentang nilai-nilai pendidikan terhadap keluarga birrul walidain. Aku telpon ke Indonesia. Ayah dan Ibu tinggal jauh di desa. Tak ada telpon di sana. Aku menelpon ke rumah Pak Zainuri, mertua paman yang pemilik sekolah dan tinggal di kota kecamatan. Rumah paman tak jauh dari beliau. Selama ini, jika aku ingin menghubungi ayah dan ibu caranya memang lewat Pak Zainuri dulu. Pak Zainuri akan menghubungi paman, dan paman akan menghubungi ayah ibu. Kalau aku mengirim surat pun aku lebih suka mengalamatkannya kerumah Pak Zainuri lebih cepat sampainya. Sebab jika dialamatkan ke desa, suratku bisa berupa bisa bertapa dulu di balai desa, atau di rumah Pak RW dalam waktu tak tentu. Masalah
26
Ridwan Asy-Syirbaany, Membentuk Pribadi Lebih Islami, (Jakarta: Intimedia Ciptanusantara, t.t.), h. 99
59
transportasi dan komunikasi global memang agak susah jika hidup di desa.27
Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan nilai-nilai pendidikan terhadap keluarga utama tentang sikap tokoh Fahri walaupun jauh dari orang tua harus tetap berbakti dengan kedua orang tua dengan cara mendo‟akan kedua orang tua dan selalu memberikan kabar melalui surat atau telpon. Dalam bagian lain, Habiburrahman el-Shirazy juga bagaimana sosok seorang Fahri terhadap orang tuanya. Aku harus shalat Isya. Malam terasa sunyi. Aku teringat ayah bunda dikampung sana. Ditanah air tercinta. Terbayang mata bening bunda. Selalu saja kurindu Abad-abad terus berlalu Berjuta kali berganti baju Nun jauh di sana mata bening menatapku haru Penuh rindu Mata bundaku Dalam sujud kumenangis kepada Tuhan, memohonkan rahmat kesejahteraan tiada berpenghabisan untuk bunda, bunda, bunda dan ayah tercinta. Usai sholat Isya dan Witir aku tidur lagi. Aku bermimpi lagi. Bertemu ayahanda dan 28 bunda tercinta. Kami berpelukan dan menangis haru dalam samudra cinta.
Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan. nilai-nilai pendidikan terhadap keluarga terutama tentang sikap tokoh Fahri yang sangat menyayangi kedua orang tuanya. Rasa kangen terhadap orang tua yang jauh di Indonesia. Perjuangan anak untuk jauh dari orang tua dengan tujuan menuntut ilmu. Pesannya jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan yang sudah diberikan orang tua. Jangan pernah kecewakan orang tua tapi bahagiakanlah kedua orang tua. b. Berkata Halus dan Mulia Firman Allah SWT dalam Al-Qur‟an :
27
Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h.
28
Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h.
203-204 146
60
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (Q.S. Al-Isra : 23-24) Dari ayat diatas tersebut si anak berkewajiban berbuat baik kepada ibu dan ayahnya, yaitu dengan mematuhinya dengan sebaik-baiknya dan berkata tidak menyinggung perasaan kedua orang tua. Anak berkewajiban berkata mulia baik bahasanya, isi perkataannya maupun cara mengungkapkannya, berkata kepada orang tua dengan lemah lembut, sopan, supaya hati keduanya bahagia.29 Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan nilai-nilai pendidikan terhadap keluarga, terutama tentang sikap berkata halus dan mulia. Sebagai gambaran, berikut penulis tampilkan bagian dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman elShirazy yang menjelaskan tentang nilai-nilai pendidikan terhadap keluarga tentang berkata halus dan mulia. Dua hari kemudian, pada waktu yang dijanjikan aku menelpon ke tanah air. Aku mendengar suara ibu. “Jika istrimu nanti mau diajak hidup di Indonesia, tidak terlalu jauh dari ibu, maka nikahlah dan ibu merestui, ibu yakin akan penuh berkah. Tapi jika tidak bisa di bawa ke Indonesia tidak usah, cari saja gadis salehah yang dari Indonesia !” Air mataku meleleh mendengar keputusan ibu. Sebuah keputusan yang bijaksana. Aku memang tidak mungkin hidup dan berjuang selain ditanah air tercinta. Hari itu juga aku menemui Syaikh Utsman dan memberitahukan keputusanku. Beliau berpesan agar hari berikutnya datang ketempat beliau lagi, untuk mengetahui kabar selanjutnya. Hari berikutnya aku datang Syaikh Utsman menyambutku dengan senyum dan pelukan penuh kehangatan. Aku seperti seorang
29
Moh. Ardani, Akhlak-Tasawuf, (tt.p : Karya Mulia, 2005), cet. 2, h. 81-82
61
cucu yang beliau sayangi. 30 Kurasa ibuku adalah wanita paling mulia di dunia. Ia muslimah sejati yang menempatkan ibadah dan dakwah di atas segalanya. Dan aku sangat berutung terlahir dari rahimnya. Ketika berumur 22 tahun ibuku mejadi lulusan terbaik fakultas kedokteran Univesitas Istambul. Saat itu beliau dilamar anak pejabat yang menjanjikannya akan membuatkan rumah sakit terbesar di Turki. Tapi beliau tolak., sebab anak pejabat sangat sekuler dan sama sekali tidak menghargai ajaran agama.31
Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan nilai-nilai pendidikan terhadap keluarga. Terutama tentang sikap tokoh Fahri sangat menghargai orang tuanya. Jangan pernah berkata “ah” karena keberkahan seorang anak terdapat pada orang tua terutama seorang ibu dimana surga berada dibawah telapak kaki ibu. Dan ibu juga yang mengandung, melahirkan, menjaga serta merawat. c. Silaturrahmi dengan Karib Kerabat Istilah silaturrahmi (shillatu ar-rahimi) terdiri dari dua kata : shillah (hubungan, sambungan) dan rahim (peranakan). Istilah ini adalah sebuah simbol dari hubungan baik penuh kasih sayang antara sesama karib kerabat yang asal usulnya berasal dari satu rahim. Dikatakan simbol karena rahim (peranakan) secara materi tidak bisa di sambung atau dihubungkan dengan rahim lain. Rahim yang di maksud di sini adalah qarabah atau nasab yang disatukan oleh rahim ibu. Hubungan antara satu sama yang lain diikat dengan hubungan rahim. 32 Dalam bahasa Indonesia sehari-hari juga dikenal istilah silaturrahmi (shilatu ar-rahmi) dengan pengertian yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada hubungan kasih sayang antara sesama karib kerabat, tetapi uga mencakup masyarakat yang lebih luas. Dari segi bahasa, istilah tersebut tidak salah, karena rahmi
juga berarti
kasih
sayang.
Jadi
silaturrahmi
berarti
menghubungkan tali kasih sayang antara sesama anggota masyarakat. Tetapi silaturrahim yang kita maksudkan dalam fasal ini adalah hubungan kasih sayang yang terbatas pada hubungan dalam sebuah keluarga besar atau 30
Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h.
31
Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h. 255 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2011), cet. XI, h. 183
204-205 32
62
qarabah. Keluarga dalam konsep Islam bukanlah keluarga kecil seperti konsep barat (nuclear famili) yang hanya terdiri dari bapak, ibu dana anak, tetapi keluarga besar; melebar keatas, kebawah dan kesamping. Disamping anggota inti keluarga (bapak, ibu, dan anak) juga mencakup kakek, nenek, cucu, kakak, adik, paman, bibi, keponakan, sepupu, dan lain-lain seterusnya. Yang lebih dekat dengan keluarga inti disebut keluarga dekat dan yang lebih jauh di sebut keluarga jauh. Keluarga besar itulah yang di sebut oleh Al-Qur‟an. Firman Allah dalam Al-Qur‟an:
Bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q.S. An-Nisa : 1). Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan nilai-nilai pendidikan keluarga, terutama tentang sikap saling silaturrahmi dengan karib kerabat. Sebagai gambaran, berikut penulis tampilkan bagian dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman elShirazy yang menjelaskan tentang nilai-nilai pendidikan terhadap keluarga tentang silaturrahmi dengan karib kerabat. Menjelang Isya, Syaikh Utsman benar-benar datang bersama beberapa teman Mesir yang mengaji qiraah sab‟ah pada beliau. Syaikh Utsman mengusap kepalaku, persis seperti ayahku mengusap kepalaku. Beliau tersenyum padaku.Beliau meminta kepada semuanya untuk keluar sebentar. Beliau ingin bicara hanya berdua denganku. Saiful, Misbah dan teman-teman Mesir keluar meninggalkan kami. Syaikh Ustman duduk di kursi dekat dadaku.33 Sampai di kamar sudah ada Maria dan keluarganya. Maria menatapku dengan wajah sedih, juga Yoesef, Tuan Boutros, dan Madame Nahed. Mereka tahu kalau pagi ini aku akan dioperasi maka mereka datang untuk melihatku sebelum masuk ke ruang operasi. Maria menitikan air mata. Aia takut terjadi apa-apa padaku. Aku bilang pada mereka semua, insya Allah, tidak akan terjadi apa-apa dan aku akan sembuh seperti sedia kala.34
Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy 33
Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h. 184-
34
Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h. 189
185
63
banyak menampilkan nilai-nilai pendidikan terhadap keluarga. Terutama tentang sikap silaturahmi walaupun dalam keadaan sakit dalam tokoh Fahri di sini banyak sekali yang datang untuk menjenguk. Silaturrahmi dapat dilakukan
kapan
saja
terutama
dalam
keadaan
sakit
yang
dapat
menyenangkan yang sedang jatuh sakit. 3.
Nilai-nilai Pendidikan akhlak Dalam Masyarakat Manusia sejak lahir membutuhkan orang lain, oleh sebab itu manusia
perlu bersosialisasi dengan orang lain dalam hidup bermasyarakat. Hidup sosial bermasyarakat seringkali membuat kita harus waspada dan menahan diri. Hal ini karena dengan sejumlah sejumlah orang lain yang masing-masing mempunyai keinginan, keyakinan, dan pendapatnya berbeda-beda. Dalam pandangan Islam, sebuah masyarakat adalah kumpulan individu yang berinteraksi secara terus menerus, yang memiliki satu pemikiran, satu perasaan dan dibawah aturan yang sama. Sehingga diantara mereka akan terjalin hubungan yang harmonis. Bila ada sebagian anggota masyarakat yang menderita, serta merta individu yang lain menolongnya dengan sekuat tenaga. Begitupun ketika ada salah seorang anggota masyarakat yang melakukan tindak kriminal, serta merta pula individu yang lain menegur dan menasehtinya dan negara berhak memberikan sanksi bila itu menyebabkan teraniayanya individu lain. 35 a. Bertamu dan Menerima Tamu Dalam kehidupan bermasyarakat, kita tidaka akan pernah terlepas dari kegiatan bertamu dan menerima tamu. Adakalanya kita yang datang mengunjungi sanak saudara, teman-teman atau para kenalan, dan lain waktu kita yang di kunjungi. Supaya kegiatan kunjung mengunjungi tersebut tetap berdampak positif bagi kedua belah pihak, maka Islam memberikan tuntunan bagaimana sebaiknya kegiatan bertamu dan menerima tamu tersebut dilakukan. 35
Srijanti, Purwanto S.K, Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), cet. 2, h. 117-118
64
Bertamu Sebelum memasuki rumah seseorang, hendaklah yang bertamu terlebih dahulu meminta izin dan mengucapkan salam kepada penghuni rumah. 36Allah SWT berfirman dalam Al-Qur‟an: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. (Q.S. An-Nur : 27 ) Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan nilai-nilai pendidikan masyarakat. Terutama sikap bertamu. Sebagai gambaran, berikut penulis tampilkan bagian dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy yang menjelaskan tentang nilai-nilai pendidikan terhadap masyarakat tentang bertamu. “Maafkan kami Madame, jika kedatangan kami mengganggu. Kami datang untuk mengungkapkan rasa cinta dan hormat kami pada keluarga ini. Kebetulan kami telah menyiapkan hadiah ala kadarnya. Ini untuk Madame dan yang satunya untuk Yousef. Hadiah sederhana untuk ulang tahun Madame dan Yousef. Kami mendo‟akan semoga Madame dan Yousef bahagia dan berjaya. Aku menjelaskan maksud kedatanganku dan teman-teman. 37
Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan nilai-nilai pendidikan terhadap masyarakat. Terutama tentang sikap saling sayang menyayangi dengan cara mengingat ulang tahun tetangga. Walaupun berbeda agama, tetangga juga saudara walaupun bukan sedarah sekandung karena tetangga sebagai pengganti orang tua jika orang tua jauh dari kita. Menerima Tamu Menerima dan memuliakan tamu tanpa membeda-bedakan status sosial mereka adalah salah satu sifat terpuji yang sangat dianjurkan dalam Islam. Bahkan Rasulullah SAW mengaitkan sifat memuliakan tamu itu 36 37
113-114
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2011), cet. XI, h. 195 Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h.
65
dengan keimanan terhadap Allah SWT dan Hari Akhir. Beliau bersabda :
هلل ِ ٍ بِا ا ٌ ٍِ كَاٌَ يٌؤْي ْ َ َٔي.ٍْ بِا اهللِ َٔاْنيَْٕ ِو اْآلخِشِ فَهْيَ ُقمْ خَيْشًا أَْنِيَصًُْج ٌ ٌِ يٌؤْي َ يٍَْ كَا ُّ ٍَ بِا اهللِ َٔاْن َيْٕ ِو اْآلخِشِ فَهْيُكْشِ ْو ضَيْف ٌ ٌِ يٌؤْي َ ٍ كَا ْ َ َٔي.ََُِٔاْنيَْٕ ِو اْآلخِشِ فَهْيُكْشِ ْو خَاس )(سٔاِ انبخشٖ ٔيسهى “ Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya.” (H.R. Bukhari dan Muslim) Memuliakan tamu dilakukan antara lain dengan menyambut kedatangannya dengan muka manis dan tutur kata yang lemah lembut, mempersilahkannya duduk ditempat yang baik. Kalau perlu disediakan ruangan khusus untuk menerima tamu yang selalu dijaga kerapian dan keasriannya.38 Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan nilai-nilai pendidikan masyarakat. Terutama sikap menerima tamu. Sebagai gambaran, berikut penulis tampilkan bagian dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy yang menjelaskan tentang nilai-nilai pendidikan terhadap masyarakat tentang menerima tamu. Bel berbunyi, Yousef mencari aku. Hamdi membawanya masuk ke kamarku. Yousef menyentuh tanganku. Ia ragu mengatakan sesuatu. Ia tersenyum dan mendoakan semoga tidak apa-apa dan segera pulih dan lalu kembali ke rumahnya. Tak lama kemudian bel kembali berbunyi. Hamdi beranjak membukanya. Hamdi melongok di pintu kamar dan bilang, “Tuan Boutros sekeluarga Mas. Bagaimana ? Apa mereka boleh masuk kemari ?39
Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan nilai-nilai pendidikan terhadap masyarakat. Terutama tentang sikap tolong menolong dalam bertetangga walaupun berbeda keyakinan atau berbeda agama saling menghargai dan rukun dalam bertetangga.
38 39
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2011), cet. XI, h. 198 Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h. 141
66
b. Nasihat Kepada Sesama Kaum Muslimin Ini adalah salah satu keharusan seorang muslim terhadap sesama muslim lainnya. Bahkan Nabi SAW sendiri telah membaiat sejumlah sahabatnya untuk mengingatkan sesama muslim. Dalam Shahih Muslim, dari Tamim ad-Dari r.a., dari Nabi SAW :
ٍْ َٔعَا يَخِِٓى َ ْل نِه ِّ َٔنِكِخَا بِ ِّ َٔنِ َش سُْٕ نِ ِّ َٔ آلِئًَِ ِت انًُْسْهًِِي َ ٍ نًٍَِْ قَا َ ٍْ انَُصِيْحَتُ قُه ُ ْانذِي “ Agama itu adalah nasihat (mengingatkan).” Kami bertanya, “Untuk siapa ?” Nabi menjawab, “ Untuk Allah, Kitab-Nya, Utusan-Nya, para pemimpin, dan seluruh kaum muslimin.” Oleh karena itu, setiap muslim harus harus mengedepankan prinsip saling mengingatkan ini kepada sesamanya dalam berbagai hal yang berkaitan dengan urusan agama maupun dunia. Jika prinsip saling mengingatkan ini tidak dipegang kuat, maka yang akan terjadi adalah kehancuran besar. Dan jika prinsip ini baru disadari kelak ketika segalanya sudah terlambat, maka yang terjadi adalah kehancuran lebih besar. Saat itu orang baru akan menyadari
pentingnya
saling
mengingatkan.
Allah
tidak
menyukai
kehancuran. Usahakan agar tidak menyinggung perasaan orang lain ketika mengingatkan.40 Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan nilai-nilai pendidikan masyarakat. Terutama sikap nasihat kepada sesama kaum muslimin. Sebagai gambaran, berikut penulis tampilkan bagian dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman elShirazy sebagai berikut. Justru tindakan kalian yang tidak dewasa seperti anak-anak ini akan menguatkan opini media massa Amerika yang selama ini beranggapan orang Islam kasar dan tidak punya perikemanusiaan. Padahal Baginda Rosul mengajarkan kita menghormati tamu. Apakah kalian lupa, beliau bersabda, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hormatilah tamunya. Mereka bertiga adalah tamu di bumi Kinanah ini. Harus dihormati sebaik-baiknya. Itu jika kalian merasa beriman kepada Allah dan hari akhir. Jika tidak, ya terserah! Lakukanlah apa yang ingin kalian lakukan. Tapi jangan sekali-kali kalian menanamkan diri kalian bagian dari umat Islam. Sebab tindakan kalian yang tidak menghormati tamu itu jauh dari
40
324-325
Syaikh Musthafa al-„Adawy, Fiqh Akhlak, (Jakarata: Qisthi Press, 2010), cet. 15, h.
67
ajaran Islam.41
Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan nilai-nilai pendidikan terhadap masyarakat. Terutama tentang sikap sebagai kaum muslim harus saling menasehati, mengarahkan yang salah menjadi benar, dan menjadi panutan. c. Toleransi Toleransi dalam bahasa Arabnya disebut “tasamuh”. Arti tasamuh ialah bermurah hati yaitu bermurah hati dalam pergaulan. Kata lain dari tasamuh ialah “tasahul”, yang berarti : bermudah-mudah. Bahwa toleransi mengajarkan, hendaknya kita mempunyai ciri-ciri atau sifat-sifat seperti : lapang dada, besar jiwa, luas paham, pandai menahan diri, bertenggang rasa, menjauhi cara-cara kekerasan, tidak suka memaksakan pendapat sendiri, memberikan kesempatan orang lain mengemukakan pendapatnya (secara sopan) sekalipun pendapatnya itu berbeda dengan pendapat kita, dan semuanya itu adalah dalam rangka untuk menciptakan kerukunan hidup beragama dalam masyarakat. Toleransi yang demikian adalah suatu keharusan dalam hidup bermasyarakat, lebih-lebih kalau masyarakat dimana kita hidup, anggotaanggotanya menganut agama atau keyakinan yang berbeda-beda, sebab tanpa toleransi, tidak mungkin dapat diciptakan kerukunan dan kedamaian hidup dalam masyarakat.42 Islam membenarkan kaum muslimin bersifat toleransi, berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang yang diluar. Firman Allah dalam Al-Qur‟an:
َط إََِا خَهَقَُْاكُى يٍِّ رَكَشٍ َٔأَُ َثٰٗ َٔجَعَهَُْاكُىْ شُعُٕبًا َٔقَبَا ِئم ُ يَا أَيَُٓا انَُا ]ٗ١:ٖٔ[ ٌٌ انهَ َّ عَهِي ٌى خَبِيش َ ٌِ أَكْشَيَكُ ْى عُِ َذ انهَ ِّ أَحْقَاكُىْ ۚ إ َ ِنِخَعَاسَفُٕا ۚ إ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah 41 42
Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h. 48 Humaidi Tatapangarsa, Akhlaq Yang Mulia, (Surabaya: Bina Ilmu), h. 168-169
68
orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S.Al-Hujurat : 13) Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan nilai-nilai pendidikan masyarakat. Terutama sikap toleransi. Sebagai gambaran, berikut penulis tampilkan bagian dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy yang menjelaskan tentang nilai-nilai pendidikan terhadap masyarakat tentang toleransi. “Akh Rudi, kamu jangan berprasangka yang bukan-bukan. Kamu kan tahu. Maria berbuat begitu atas nama keluarganya. Atas petunjuk ayahnya yang baik hati itu. Dan karena kepala keluarga di rumah ini adalah aku, maka tiap kali memberi makanan, minuman atau menyampaikan sesuatu ya selalu lewat aku, as a leader here. Dia menyampaikan sesuatu atas nama keluarganya dan aku dianggap reprentasi kalian semua. Jadi ini bukan hanya hanya interaksi dua person saja, tapi dua keluarga. Bahkan lebih besar dari itu, dua bangsa dan dua penganut keyakinan yang berbeda. Inilah keharmonisan hidup sebagai umat manusia yang beradap di muka bumi ini. Sudahlah kau jangan memikirkan hal yang terlalu jauh. Tugas kita di sini adalah belajar. Kita belajar sebaik-baiknya. Di antaranya adalah belajar bertetangga yang baik.karena kita telah diberi, ya nanti kita gantian memberi sesuatu pada mereka. Wa idza buyyitum bi tahiyyatin fa hayyu bi ahsana minhal !43
Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan nilai-nilai pendidikan terhadap masyarakat. Terutama tentang sikap saling menghargai, menghormati antara kedua bangsa dan beda agama sehingga tidak saling bermusuhan sehingga yang terjadi saling menyayangi, menghormati dan menjunjung nilai-nilai persaudaraan antar bangsa dan agama. d. Musyawarah Musyawarah atau syura adalah sesuatu yang sangat penting guna menciptakan peraturan didalam masyarakat manapun. Setiap negara maju yang menginginkan kamanan, ketentraman, kebebasan dan kesuksesan bagi rakyatnya, tetap memegang prinsip musyawarah ini. Firman Allah SWT dalam Al-Qur‟an.
]ٕٗ:ٖ٤[ ٌ َ ُٔش َٔإِرَا يَا غَضِبُٕا ُْىْ َيغْ ِفش َ ٌِ كَبَا ِئ َش انْئِثْىِ َٔانْفََٕاح َ ٍُٕ يَجْخَُِب َ َٔانَزِي
ٍْ اسْخَجَابُٕا نِشَبِِّٓىْ َٔأَقَايُٕا انصَهَا َة َٔأَيْشُُْىْ شُٕ َسٰٖ بَيَُُْٓىْ َٔيًَِا سَصَقَُْاُْى َ َٔانَزِي 43
Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h. 60
69
]ٕٗ:ٖ٤[ ٌَُٕيُُفِق Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.44 (Q.S. Asy-Syura: 37-38) Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan nilai-nilai pendidikan masyarakat. Terutama sikap musyawarah. Sebagai gambaran, berikut penulis tampilkan bagian dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy yang menjelaskan tentang nilai-nilai pendidikan terhadap masyarakat tentang musyawarah. “Oh ya aku ada ide,” kataku “Apa ini?” tuan Boutros dan Maria menyahut bareng.45 “Bagaimana kalau sementara waktu Noura tinggal di salah satu rumah mahasiswa Indonesia di Nasr City. Usai dari masjid aku mengajak musyawarah teman-teman satu rumah. Tak lama lagi aku akan meninggalkan mereka. Iuran sewa rumah bulan depan aku bayar sekalian. Jadi mereka tidak bertambah beban meskipun aku tidak lagi satu rumah dengan mereka. Namun aku minta tolong kepada mereka agar bulan berikutnya sudah ada yang menggantikan aku. Teman-teman rela melepaskan aku dan mendo‟akan semoga hidup bahagia. Mereka minta agar aku tidak segan dan masih sering main ke Hadayek Helwan. Mereka bertanya aku tinggal di mana. Aku menjawab,” belum tahu. Semua yang mengurus istri tercinta!”. Kontan mereka menyahut bareng, Enaknya punya istri gadis Turki yang shalehah seperti Aisha !” Aku tersenyum mendengarnya.46
Dalam novel Ayat-ayat Cinta, tampaklah Habiburrahman el-Shirazy banyak menampilkan nilai-nilai pendidikan terhadap masyarakat. Terutama tentang sikap musyawarah yang harus dilakukan setiap orang dalam keadaan apapun karena dengan musyawarah solusi akan di dapat. Di karenakan musyawarah juga dapat menjadi jalan saling silaturrahmi.
44
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2011), cet. XI, h.
45
Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h. 84 Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republik, 2008), cet. XIX, h. 243
229-230 46
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari hasil kajian yang dilakukan penulis mengenai nilai-nilai pendidikan akhlak, keluarga, dan masyarakat dalam novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman el-Shirazy, di jelasakan bahwa pendidikan akhak merupakan faktor yang dapat meluruskan tabiat yang menyimpang dan memperbaiki jiwa kemanusiaan. Tanpa pendidikan akhlak, maka perbaikan, ketentraman, dan moral tidak akan tercipta. Akhlak merupakan faktor mutlak dalam menegakan keluarga sejahtera, rumah tangga itu harus dihiasi dengan akhlakul karimah dan bahagialah rumah tangga yang dirangkum dengan keindahan akhlak. Pendidikan masyarakat ini merupakan manifestasi perilaku dan watak yang mendidik untuk menjalankan kewajiban, tata krama, dan pergaulan yang baik bersama orang lain. Dalam lingkup nilai-nilai pendidikan akhlak, keluarga dan masyarakat disini sangat dianjurkan saling menghargai dalam perbedaan agama dan status sosial. Setiap perbuatan dalam pendidikan akhlak sebagai pedoman kehidupan yang sangat diperlukan, karena akhlak adalah sebagai tonggak pribadi muslim yang baik untuk ditiru terutama dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sehingga tercipta suasana yang harmonis di dalam keluarga dan masyarakat. Novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy merupakan novel yang sangat religius yang sangat bagus untuk dibaca. Novel ini menceritakan perjalan kehidupan yang berpegang teguh dengan agamanya yang dianutnya dan novel ini sangat menerapkan akhlak terpuji yang sangat dianjurkan dalam
70
71
kehidupannya. Melalui kisah yang di sampaikan pengarang dalam novel ini, para pembaca novel ini diharapkan dapat mengambil pelajaran dari kisah para tokoh terutama akhlak terpuji.
B. Saran Dari kesimpulan diatas, penulis memberikan beberapa saran yang diharapkan dapat menjadi salah satu upaya mengembangkan konsep pendidikan akhlak di manapun terutama di Indonesia. 1. Hendaknya nilai-nilai pendidikan akhlak, keluarga, dan masyarakat dalam novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan sekolah. 2. Hendaknya tema pendidikan bisa mendominasi novel di Indonesia. 3. Masyarakat pembaca, khususnya pelajar, mudah-mudahan pintar / arif memilih bahan bacaan baik novel, majalah, dan sebagainya yang bersifat mendidik.
DAFTAR PUSTAKA
al-‘Adawy, Syaikh Musthafa. Fiqh Akhlak, (Jakarata: Qisthi Press, 2010), cet. 15 Al-Abrasjy, Muhammad ‘Athijah. Dasar-dasar pokok Pendidikan Islam. Ter. dari Attarbijatul Islamijah dari oleh Bustami A. Gani dan Djohar Bahri L.I.S, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), cet. 1 Al-Munawar, Said Agil Husin. Aktualisasi Nilai-nilai Qur’an dalam Sistem Pendidikan Islam, (tt.p : PT. Ciputat Press, 2005), cet. 2 Al-Qardhawy, Yusuf. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna, Ter. dari At-Tarbiyyatul Islamiyyah wa Madrasatu Hasan Al-Banna oleh Bustami A. Gani dan Zainal Abidin Ahmad, (Jakarta: Bulan Bintang, t.t) Asy-Syirbaany, Ridwan. Membentuk Pribadi Lebih Islami, (Jakarta: Intimedia Ciptanusantara) Abdullah, M. Yatimin. Study Akhlak Dalam Perspektif Al-qur’an, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2007), cet. 1 Ahmad, Abu & Salimi, Noor. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), cet. 4 Ahmadi, Abu. Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), cet. 1 Amin, Moh. Sepuluh Induk Akhlak Terpuji, (Jakarta: Kalam Mulia, 1997), cet. 1 Ardani, Moh. Akhlak-Tasawuf, (tt.p : Karya Mulia, 2005), cet. 2 --------------------------------. Nilai-nilai Akhlak / Budi Pekerti Dalam Ibadat, (tt.p : PT Suhada Insan Perkasa, 2001), cet. 1 Arief, M. Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), cet. 1 Arifin, Muzayyin. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), cet. 1 Arifin, M. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), cet. 1 Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), cet. 14
72
73
Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru,(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002), cet. IV --------------------------------. Esai-esai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1998), cet. 1 Basyir, Ahmad Azhar. Refleksi Atas Persoalan KeIslaman Seputar Filsafat, Hukum, Politik, dan Ekonomi, ( Bandung: Mizan, t.t), cet. 2 Daradjat, Zakiah. Imu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), cet. 7 --------------------------------. Ilmu Pendidikan Islam, ((Jakarta: Bumi Aksara, 2012), cet. 10 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid 12 Warna dan Terjemah, (Jakarta: PT. Suara Agung, 2008) Djumransyah & Amrullah, Abdul Malik Karim. Pendidikan Islam Menggali “Tradisi”, Meneguhkan Eksistensi, (Malang: UIN-Malang Press, 2007), cet. 1 Djamaluddin & Aly, Abdullah. Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), cet. 2 (Revisi) Djamarah, Syaiful Bahri. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), cet. 1 Djamarah, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008) el-Shirazy, Anif Sirsaeba. Fenomena Ayat-ayat Cinta, (Jakarta: Republika, 2007), cet. 2 el-Shirazy, Habiburrahman. Ayat-ayat Cinta, (Jakarta: Republika, 2004), cet. 1 Efendi, Anwar. Bahasa dan Sastra dalam berbagai perspektif, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), cet. 1 Fauzi, Harry D. Sastra Indonesia, (Yudhistira, 2005) Ghofur, Saiful Amin. Bahaya Akhlak Tercela, (Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani, 2007) Hamid, Ismail. Kesusastraan Indonesia Lama Bercorak Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989), cet. 1
74
Hanafi, Muchlis M. Spiritualitas dan Akhlak, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2010), cet. 1 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta : Raja GrafindoPersada, 2006), cet. 5 Ilyas, Yunahar. Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2011), cet. XI Jalaluddin & Said, Usman Said. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), cet. 2 Mahmud. Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), cet. 10 Makbuloh, Deden. Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012) cet. 2 Manshur, Fadlil Munawwar. Perkembangan Sastra Arab dan Teori Sastra Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), cet. 1 Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kulitatif, (Bandung : Rosdakarya, 2007), cet. 24 M. S, Yahya. Asas-asas Kritik Sastera, (tt.p : Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei, 1983), cet. 1 Muchtar, Heri Jauhari. Fikih Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), cet. 1 Muchtarom, Zaini. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. 5 Muhammad, Damhuri. Darah Daging Sastra Indonesia, (Yogyakarta: Jalan Sutra, 2010), cet. 1 Muhammad, Al-Hufy Ahmad , Akhlak Nabi Muhammad Saw, (Jakarta: Bulan Bintang) Multahim, Penuntun Akhlak, (Jakarta : Yudhistira, 2007), cet. 2 Narbuko, Cholid & Achmadi, Abu. Metodologi Penelitian, (Jakarta : Bumi Aksara, 2005), cet. 7 Nasution, S. Sosiologi Nasution, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet. 5 Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam (Edisi Baru), (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), cet. 1
75
--------------------------------. Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa, 2003) --------------------------------. Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an, (UINJakarta Press, 2005), cet. 1 --------------------------------. Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), cet 10 Ramayulis & Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), cet. 3 Ratna, Nyoman Kutha. Antropologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), cet. 1 Sabri, M. Alisuf. Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), cet. 1 Selamat, Kasmuri, Ihsan Sanusi, Akhlak Tasawuf Upaya Meraih Kehalusan Budi dan kedekatan, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), cet. 1 Salahudin, Anas. Filsafat Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2011) Shaleh, Asrorun Niam. Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Elsas, 2006), cet. 1-4 Shaleh, Abdul Rachman. Pendidikan Agama dan Keagamaan, (PT Gemawindu Pancaperkasa, 2000), cet. 1 Shofan, Moh. Pendidikan Berparadigma Profetik, (Yogyakarta: UGM Press, 2004), cet. 1 Srijanti, S.K, Purwanto, Pramono Wahyudi. Etika Membangun Masyarakat Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), cet. 2 Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (tt.p : Rineka Cipta, 1991), cet. 2 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & D, (Bandung : Alfabet, 2011), cet. 14 Sugono, Dendy. Buku Praktis Bahasa Indonesia Jilid 2, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2003) Sumardjo, Jakob. Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977, (Bandung: Alumni, 1999), cet. 1
76
Susanto, A. Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Sinar Gratika Offset, 2009), cet. 1 Tafsir,
Ahmad. Filsafat Pendidikan Rosdakarya,2010), cet. 4
Islam,
(Bandung:
PT.
Remaja
Tatapangarsa, Humaidi. Akhlaq Yang Mulia, (Surabaya: Bina Ilmu) Thabathaba’i, Al-‘Allamah Sayyid Muhammad Husain. Terj. dari Islamic Theachings: An Overview, (Bandung : Pustaka Hidayah, 1989), cet. 1 Trim, Bambang, Meng-Install Akhlak Anak, (Jakarta : Hamdalah, 2008), cet. 1 Trianto, Agus. Pasti Bisa Pembahasan Tuntas Kompetensi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Esis, 2007) Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam 1, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), cet. 1 Wachid, Abdul. Sastra Pencerahan, (Yogyakarta: Centra Grafindo, 2005), cet. 1 Warson, Ahmad. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997) Ya’kub, Hamzah. Etika Islam, (Bandung: Diponegoro, 1983), cet. IV Yasin, A. Fatah. Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (UIN-Malang Press, 2008), cet. 1 Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung) Zed, Mestika, Metodologi Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), cet. 1 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, ((Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. 5 Posted by Admin on 7/25/2012 11:31:00 PM in Al Islam, artikel, Headline, http://www.al-khilafah.org/2012/07/penerapan-syariah-islamselamatkan.html
WAWANCARA Bapak Habiburrahman el-Shirazy
1. Nilai-nilai pendidikan apa yang terdapat dalam novel Ayat-ayat Cinta ? Jawaban : Nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Ayat-ayat Cinta tersebut banyak sekali seperti nilai pendidikan terhadap akhlak sesama keluarga, masyarakat, dan lain-lain.
2. Apakah ada pengaruh seseorang setelah membaca novel Ayat-ayat Cinta akan mendapatkan nilai-nilai positif ? Jawaban : Ada, karena novel ini sangat bagus buat para remaja yang sedang mencari jati diri. Di dalam novel banyak sekali hal positif yang harus di contoh seperti tokoh Fahri yang sangat rajin dalam belajar dan menghargai wanita. 3. Ibaroh (pelajaran) apa yang di dapat setelah membaca novel Ayat-ayat Cinta ? Jawaban : Banyak sekali, seperti saling tolong menolong terhadap teman, tetangga dan lingkungan sekitar serta saling menghargai dalam perbedaan agama. 4. Apa yang melatar belakangi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam keluarga dan masyarakat ? Jawaban : Yang melatar belakangi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam keluarga dan masyarakat yakni lingkungan, karena lingkungan sangat berpengaruh terhadap pendidikan akhlak sebab jika lingkungannya baik akan baik pula lingkungannya jika lingkungannya buruk sekelilingnya pun akan buruk. 5. Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam keluarga dan masyarakat itu seperti apa ? Jawaban : Nilai-nilai pendidikan akhlak itu seperti sopan santun, bijaksana, ikhlas, jujur, rajin dan lain-lain. Kalau dalam keluarga nilai-nilai pendidikannya seperti menghormati kedua orang tua, menyayangi orang tua, silaturrahmi terhadap
keluarga dan lain-lain. Dan dalam lingkungan masyarakat nilai-nilai pendidikan seperti menghargai perbedaan agama, toleransi, tenggang rasa dan lain-lain. 6. Apakah nilai-nilai pendidikan akhlak sangat diperlukan dalam keluarga dan masyarakat ? Jawaban : Sangat diperlukan karena akhlak sebagai pedoman hidup dalam keluarga dan masyarakat serta tolak ukur berhasil tidaknya dalam membina anak di lingkungan keluarga dan masyarakat. 7. Bagaimana cara menerapkan nilai-nilai pendidikan dalam keluarga dan masyarakat ? Jawaban : Cara menerapkannya dengan nilai-nilai agama ditanamkan ke dalam jiwa anak. Di dalam keluarga tersebut anak di didik dengan perhatian dan kasih sayang sehingga anak secara tidak sadar akan mengikuti tingkah laku dalam keluarga. Dan nilainilai pendidikan dalam masyarakat diterapkan dengan pendidikan secara tidak langsung, pendidikan yang disampaikan dengan tidak sadar oleh masyarakat, mencari pengetahuan dan pengalaman sendiri, mempertebal keimanan sendiri akan nilai-nilai kesusilaan dan keagamaan. 8. Apakah nilai-nilai pendidikan tersebut sudah di terapkan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat ? Jawaban : Sudah diterapkan karena pendidikan keluarga dan masyarakat itu sangat penting. 9. Sepenting apakah nilai-nilai pendidikan itu ketika sudah diterapkan dalam lingkungan keluarga dan masyarakat ? Jawaban : Sangat penting karena pendidikan keluarga dan masyarakat itu sangat berkaitan erat, jika pendidikan keluarga sudah baik dan lingkungan tidak mendukung maka sangat bisa dipastikan anak akan berbuat buruk, jadi keluarga dan masyarakat harus saling mendukung dalam segala hal sehingga tercipta suasana yang harmonis baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. 10. Apa manfaat pendidikan akhlak dalam keluarga dan masyarakat ?
Jawaban : Manfaatnya seperti anak menghargai orang tua, menghargai pendapat orang lain, menghargai perbedaan agama, toleransi, tenggang rasa, dan lain-lain.
Jakarta, 17-07-2012 Interviewer
interview
Habiburrahman el-Shirazy
Rian Martini