NILAI-NILAI KONVENSIONAL DALAM IMPLEMENTASI SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL PADA PEMBIAYAAN MUSYARAKAH: SEBUAH STUDI FENOMENOLOGI Silviana Putriandini ALUMNI MAGISTER AKUNTANSI UNIVERSITAS BRAWIJAYA Jl. Dr. Wahidin Sudiro Husodo No. 223 Pasuruan 67117 Abstract: Conventional Values on Internal Control Sistem Implementation of Musyarakah Financing: A Phenomenology Study. This study aims to reveal the values contained in the internal control system implementation of musharakah financing in syariah banking. The research took place in BRI Syariah, Malang. This research is a qualitative research that uses a phenomenological approach. The result shows that the conventional valuesare stillinherent in the Musharakah financing which is syariah banking product. There are three conventional valuesfound: unbelief (su’udzon), vigilance, and dishonesty (lies). These valuesare (still) present becauseof the desire ofbankstoachievemaxim umprofit(profitoriented). Abstrak: Nilai-Nilai Konvensional dalam Implementasi Sistem Pengendalian Internal Pada Pembiayaan Musyarakah: Sebuah Studi Fenomenologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung dalam sistem pengendalian internalpada pembiayaan musyarakahdi perbankan syariah.Penelitian ini dilakukan di BRI Syariah Cabang Malang.Penelitian ini merupakan sebuah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai konvensional (masih) melekat pada pembiayaan musyarakahyang berbasis syariah.Nilai-nilai konvensional tersebut yaitu nilai ketidakpercayaan (su’udzon), nilai kewaspadaan dan nilai ketidakjujuran.(Masih) melekatnya ketiga nilai tersebut disebabkan oleh keinginan bank untuk mencapai laba maksimal (profit oriented). Kata Kunci: Nilai-Nilai Konvensional, Sistem Pengendalian Internal, Pembiayaan Musyarakah, Fenomenologi.
Salah satu faktor berkembangnya perbankan syariah di Indonesia adalah diberlakukannya kebijakan sistem perbankan ganda (dual banking system).Berdasarkan Undang-Undang Perbankan yang baru, sistem perbankan di Indonesia terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah (Dual Banking System).Pada dasarnya, fungsi
Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah sama yaitu sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit atau lainnya (Kasmir, 2004: 11). Namun adanya sejumlah perbedaan cukup mendasar dalam operasional bank syariah menuntut adanya perbedaan pengaturan 1
Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL Volume 3 Nomor 1 Halaman ..... Malang, April 2012 ISSN 2086-7603
2
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 3, Nomor 1, April 2012, Hlm.....
dan pengawasan bagi bank syariah. Perbedaan mendasar tersebut terutama: (1) perlunya jaminan pemenuhan ketaatan pada prinsip syariah dalam seluruh aktivitas bank; (2) perbedaan karakteristik operasional, khususnya akibat dari pelarangan bunga yang digantikan dengan skema Profit-Lost Sharing (PLS) dengan instrumen nisbah bagi hasil. Diskusi mengenai prespektif syariah pada dunia perbankan menjadi topik yang sangat menarik untuk diangkat.Berbagai penelitian di dunia menunjukkan perkembangan pemikiran syariah telah menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan. Khan (1999); Gerrard dan Cunningham (1997); Naser et. al(1999) menemukan bahwa kesadaran masyarakat serta kemajuan produk perekonomian yang berbasis syariah atau hukum Islam semakin meningkat. Perkembangan ini tidak hanya terjadi pada negara yang mayoritas penduduknya muslim ataupun negara muslim, bahkan untuk negara yang bukan negara muslim dan mayoritas warganya bukan muslim.Dibandingkan bank umum konvensional, bank syariah memiliki produk yang lebih bervariasi, bersifat kemitraan, kemudahan dalam fasilitas yang ditawarkan dan lebih memberikan nilai-nilai kemanusiaan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Di dalam organisasi bisnis, salah satu fungsi dasar manajemen adalah menjalankan fungsi pengendalian yang akan menjamin tujuan organisasi dapat tercapai. Sistem pengendalian internal yang dirumuskan COSO memiliki orientasi keuangan maupun nonkeuangan. Komponen yang ada di dalamnya meliputi lima kategori sebagai berikut : lingkungan pengendalian, pengukuran resiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan (Wilkinson, 2000: 234-235). Jika sistem pengendalian internal suatu satuan usaha lemah, maka kemungkinan terjadinya kesalahan, ketidakakuratan ataupun kecurangan dalam perusahaan sangat besar. Kebutuhan akan sistem pengendalian internal adalah suatu hal yang wajar, karena dengan adanya praktik pengendalian internal yang baik merefleksikan adanya praktik manajerial yang baik. Adanya praktik manajerial yang baik akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan itu sendiri (Triyuwono dan Roekhuddin,2000). Pemahaman akan praktik sistem pen-
gendalian internal akan sangat menarik bila dipandang dalam prespektif syariah. Hal ini dikarenakan akuntabilitas bisnis syariah berbeda dari akuntabilitas bisnis konvensional.Akuntansi syariah tidak dapat dipahami melalui pendekatan konvensional, karena ini merupakan instrumen bisnis yang terkait dengan Tuhan, manusia, dan alam.Adanya keterkaitan dengan Tuhan, manusia, dan alam ini telah membedakan akuntansi syariah dengan akuntansi modern, baik nilai yang terkandung di dalamnya maupun pada bentuk teori dan tujuan dasarnya. Berbagai penelitian yang berkaitan dengan sistem pengendalian internal baik pada bank syariah maupun bank konvensional telah banyak dilakukan.Telaah terhadap jejak penelitian terdahulu ini perlu dilakukan guna memperoleh gambaran yang nyata tentang posisi penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan menjadi penguat alasan penelitian dengan topik ini dilakukan. Penelitian tentang sistem pengendalian internal pada bank syariah dilakukan oleh Rosalina (2004), Jusuf (2005), Syahputra (2005), Lutfitriansah (2007), Prasetyo (2008), Anggadini (2008) dan Amira (2009) menyimpulkan bahwa masih adanya pelanggaran-pelanggaran terhadap pembagian tugas dan tanggung jawab setiap karyawan, sehingga sistem pengendalian internal dapat dikatakan belum efektif karena masih ditemukan adanya perangkapan jabatan sehingga diindikasikan adanya praktek kerja yang tidak sehat dan juga ditemukan beberapa prosedur yang dijalankan masih menganut sistem induk bank konvensional. Penelitian lain oleh Suprayogi (2006) juga membahas aktivitas pengendalian internal yang terdapat pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah. Beberapa penelitian tentang sistem pengendalian internal pada bank umum Konvensional dilakukan oleh Aryani (2006) dan Rachmat (2006) yang menyimpulkan bahwa sistem pengendalian internal secara keseluruhan sudah cukup baik hanya saja ada kelemahan sedikit pada pengendalian dalam penyaluran kredit yang masih kurang efektif. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perangkapan tugas administrasi kredit yang menangani register, pemeriksa dokumen dan pembuat offering letter.Permadi (2005) dan Sari (2009) meneliti sistem pengendalian internal pemberian kredit mikro, hasil penelitiannya menunjukan bahwa fungsi bagian yang terdapat padabank tidak terjadi
Rahman, Fitriasari, ..........3
perangkapan tugas dan wewenang. beberapa penelitian yang membandingkan bank syariah dengan bank umum konvensional dilakukan oleh Thoyibatun (2008) yang meneliti BPR Syariah dan BPR Konvensional menemukan bahwa Sistem Pengendalian Internal BPR Syariah masih fleksibel berdasarkan nilai keyakinan yang diikuti dan pagar-pagar yang dikembangkan hampir tanpa batas yang jelas, sehingga ditengarai masih seringnya terjadi kecurangan. Berkembang persepsi di masyarakat bahwa bank konvensional lebih unggul daripada bank syariah sehingga beredar anggapan di masyarakat bahwa bank syariah menganut sistem operasional bank konvensional. Pada obyek penelitian yang lain, Purnomo (2004) mengemukakan suatu pandangan bahwa pengendalian internal cukup dijalankan dengan mengandalkan kesadaran diri semata sebagai pengendali perilaku tanpa perlu kerangka khusus yang diwujudkan menjadi suatu sistem. Bertentangan dengan Purnomo (2004), Yuniati (2009) mengemukakan bahwa dalam penerapan sistem pengendalian internal perlu dibuat suatu kerangka khusus yang harus dipatuhi oleh semua karyawan agar perusahaan berjalan dengan efektif, terkendali, dan sesuai dengan tanggung jawab masing-masing karyawan untuk menghindari perangkapan jabatan. Erwin (2006) juga menekankan bahwa dengan adanya struktur organisasi dan sistem wewenang yang sudah terbagi sesuai dengan tugas dan tanggungjawab masing-masing karyawan dan dijalankan oleh karyawan sesuai dengan amanah merupakan perwujudan sistem pengendalian internal yang baik bagi bank syariah, sehingga menunjang kinerja perusahaan. Pada beberapa penelitian yang membahas tentang sistem pengendalian internal tersebut pada dasarnya pelaksanaan operasional perbankan syariah baik sistem maupun prosedur yang dijalankan masih menganut sistem induk bank konvensional, dengan kata lain bahwa perbankan syariah masih melekatkan nilai-nilai konvensional dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan dalam penerapan sistem pengendalian internal bank syariah masih melekatkan nilai-nilai konvensional di dalamnya. Dengan demikian, perlu diungkap, dengan adanya resiko yang tinggi pada sistem bagi hasil ini, mengapa perbankan syariah masih menggunakan nilai-nilai konvensional yang menganut sistem ekonomi
kapitalis dalam pelaksanaan pengendalian internalnya, yang seharusnya perbankan syariah memiliki mekanisme sistem pengendalian yang lebih baik agar tidak terjadi fraud yang lebih ditekankan pada etika dan moralitas yang merupakan tanggung jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang akan mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan Allah SWT. Berdasarkan temuan-temuan dari penelitian terdahulu, maka peneliti ingin mengetahui seperti apa sistem pengendalian internal BRI Syariah Cabang Malang. Pilihan terhadap pembiayaan musyarakahpada BRI Syariah Cabang Malang disebabkan oleh masih banyaknya persoalan yang menyeruak pada pembiayaan ini berdasar interviu awal dengan informan. Ada beberapa pertimbangan peneliti dalam memilih Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Cabang Malang sebagai obyek penelitian ini yaitu 1) BRI Syariah merupakan unit usaha syariah dari BRI Konvensional yang merupakan bank umum berskala nasional dan berstatus BUMN. Sehingga, BRI Syariah merupakan bank yang terpercaya dalam mengelola sektor perbankan, 2) BRI Syariah telah memiliki banyak cabang hampir di seluruh Indonesia. Dengan kondisi ini, maka sistem perbankan dalam BRI Syariah telah mapan dan stabil, sehingga sasaran penelitian ini dapat terpenuhi yaitu memiliki sistem yang kompleks (karena berskala besar).Keberadaan BRI Syariah Cabang Malang sebagai objek penelitian oleh peneliti sudah tidak asing lagi, peneliti sering berkunjung untuk mencari informasi yang berkaitan dengan penelitian. Seringnya berinteraksi sehingga hubungan keakraban dengan beberapa karyawan sudah terjalin erat. Kedekatan dan aksesibilitas sangat penting dan diperlukan dalam penelitian kualitatif. Berdasarkan pernyataan awal para informan yang notabene adalah karyawan BRI Syariah Cabang Malang, peneliti menangkap makna bahwa sebenarnya terlepas dari apakah itu bank syariah ataukah bank konvensional yang membedakan disini adalah bagaimana sumber daya manusia memaknai sebuah peraturan yang diterapkan oleh perusahaan tempat mereka bekerja dan melaksanakan tanggungjawabnya dengan baik. Pengendalian internal ini lebih kepada bagaimana seseorang bisa mengendalikan dirinya dalam situasi dan kondisi apapun. Pengendalian bisa dikatakan kompleks jika
4
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 3, Nomor 1, April 2012, Hlm.....
tidak terbatas pada peraturan yang mengikat saja tetapi yang lebih penting adalah pengendalian terhadap diri sendiri. Berdasarkan pernyataan Dimas(SME&Commercial Marketing Manager),terlihat adanya nilai-nilai konvensional dimana evaluasi kelayakan investasi baik itu BRI Syariah maupun BRI Konvensional menggunakan 5C, hanya saja terdapat tambahan pada BRI Syariah yaitu 5C+MAGHRIB (maysir, gharar, riba, dan bathil). Diperoleh indikasi adanya nilai ketidakpercayaan (su’udzon) BRI Syariah terhadap BRI Konvensionalbahwa usaha yang dibiayai oleh BRI Konvensional masih mengandung hal-hal yang bersifat MAGHRIB (maysir, gharar, riba, dan bathil). Oleh karena itu, penambahan tersebut dilakukan untuk memperkuat prinsip-prinsip syariah pada BRI Syariah dan untuk menghindari hal-hal yang bisa menimbulkan kemaksiatan. Berdasarkan pernyataan Gunawati (Operating Manager)dapat diketahui bahwa Pmpinan Cabang BRI Syariah Cabang Malang berasal dari BRI Konvensional, sehingga peneliti bertanya-tanya akankah sistem pengendalian internal yang diterapkan pada BRI Syariah Cabang Malang juga masih terdapat nilai-nilai konvensional di dalamnya? Dari pernyataan awal informan tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam sistem pengendalian internal pembiayaan musyarakah. Permasalahan berikutnya adalah mempertanyakan mengapa nilai-nilai konvensional masih melekat dengan melihat fenomena yang dijumpai peneliti selama di lapangan. METODE Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Secara paradigmatik, penelitian ini merupakan jenis penelitian yang termasuk dalam paradigma interpretif. Menurut Sudikin (2002), paradigma interpretif menempatkan subjek terteliti sebagai subjek yang kritis dan problematik, artinya menyertakan pengetahuan yang dimiliki oleh subjek terteliti. Dengan menggunakan paradigma interpretif, kita dapat melihat fenomena dan menggali pengalaman dari objek penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologidengan lokasi penelitian di PT. Bank Rakyat Indonesia Syariah Cabang Malang. Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah sistem pengendalian internal pada pembiayaan musyarakah khususnya pada 2 komponen yaitu komponen penaksir-
an resiko dan komponen pengawasan (prinsip keadilan) yang tercermin dari 5 Tahapan Proses Standar Pembiayaan Musyarakah. Pendekatan fenomenologi mengakui adanya kebenaran empiris etik yang memerlukan akal budi untuk melacak dan menjelaskan serta berargumentasi.Akal budi disini mengandung makna bahwa kita perlu menggunakan kriteria lebih tinggi lagi dari sekedar truth or false (Muhadjir, 2000: 116).Pandangan fenomenologi dipengaruhi oleh pemikiran Edmund Husserl, Alferd Schultz, dan Weber yang memberi tekanan verstehen (pemahaman), yaitu pengertian interpretif terhadap pemahaman manusia. Inkuiri fenomenologis dimulai dengan diam. Diam merupakan tindakan untuk menangkap pengertian sesuatu yang sedang diteliti. Yang ditekankan oleh kaum fenomenologis ialah aspek subjektif dari perilaku seseorang. Mereka berusaha masuk ke dalam dunia konseptual para subjek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan di sekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-harinya. Kaum fenomenolog percaya makhluk hidup melakukan berbagai cara menginterpretasikan pengalaman mereka melalui interaksi dengan orang lain, dan pengertian pengalaman kitalah yang membentuk kenyataan (Moleong, 2004: 9). Secara metodologi, fenomenologi bertugas untuk menjelaskan things in themselves, mengetahui apa yang masuk sebelum kesadaran, dan memahami makna dan esensinya, dalam intuisi dan refleksi diri. Menurut Husserl, dengan fenomenologi kita dapat mempelajari bentuk-bentuk pengalaman dari sudut pandang orang yang mengalaminya secara langsung, seolah-olah kita mengalaminya sendiri.Fenomenologi adalah ilmu tentang hakikat dan bersifat a priori. Selama ini setiap organisasi bisnis, pengukuran kinerja manajemen hanya selalu diukur (didominasi) dengan perspektif keuangan dengan menggunakan rasio keuangan baik dengan menggunakan tolok ukur tradisional, kontemporer (balanced scorecard), dan juga CAMEL yang hanya dapat melihat sisi paling luar dari prestasi suatu perbankan, baik bank umum konvensional maupun bank syariah. jika bank umum konvensional dan bank syariah dihayati sebagai pribadi, sebagaimana yang dikatakan oleh Husserl bahwa dunia tidak dipahami sebagai dunia obyektif dalam pengertian fisik material, tetapi dihayati oleh subyek sebagai pribadi,
Rahman, Fitriasari, ..........5
maka ruh dari bank umum konvensional dan bank syariah itu berbeda. Namun, bentuk pengawasan (penilaian) terhadap perbankan syariah dan perbankan konvensional samasama menggunakan CAMEL, hal inilah yang dipandang oleh peneliti sebagai sebuah kesengajaan dan nilai-nilai konvensional yang melekat pada bank syariah.Oleh karena itu, peneliti menggunakan pemikiran Husserl sebagai dasar dalam memaknai fenomenologi. Tujuan utama dari pendekatan fenomenologi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami secara jelas dan nyata mengenai fenomena implementasi sistem pengendalian internal pembiayaan musyarakah pada PT. BRI Syariah yang masih menggunakan nilai-nilai konvensional. Daymon dan Holloway (2008: 231) menjelaskan bahwa inti dari riset fenomenologi adalah gagasan yang berhubungan dengan pemahaman realitas kehidupan masing-masing individu yang berbeda melalui perspektif bersama, sehingga tugas peneliti untuk mengakses ’pemikiran akal sehat’ orangorang dengan tujuan menafsirkan motif-motif, tindakan, dan dunia sosial dari sudut pandang individu. Dalam upaya memahami sebuah fenomena seorang peneliti harus memiliki pemahaman yang cukup tentang objek yang akan ditelitinya. Sanders (1982) menjelaskan beberapa prinsip dalam fenomenologi. Pertama, prinsip yang berdasarkan pada sumber-sumber intuition dan insight yang tidak dapat digeneralisasikan. Dalam ranah ini tugas peneliti melakukan investigasi deskriptif berkaitan dengan fenomena consciousness (kesadaran) antara yang obyektif dan subyektif atau kesadaran itu sendiri, seperti bentuk kesadaran atas apa yang dilihat yang berhubungan dengan deskripsi budaya dan simbol-simbol. Kedua, pendekatan fenomenologi dilakukan dengan tribal language phenomenology, yang meliputi intentionality (kesadaran), epoche (prosedur), eidos (ide atau bentuk), eidetic reduction (esensi atau hakikat), noesis (pemahaman subyektif), noema (objek yang dipersepsikan), dan apodictic (intuisi murni tanpa tercampur akal).Ketiga, sebagai implikasi dari prinsip pertama dan kedua, maka metode riset yang dilakukan adalah metode kualitatif. Dimulai dari pengujian pengalaman kesadaran individual (phenomena), kemudian dilakukan analisis “how meanings develop in the continuing restructuring process of the consciousness”, dan terakhir pada “the
individual’s critical reviewing of experience” (Sanders, 1982). Singkatnya, fenomenologi sebenarnya merupakan pertemuan antara kejadian dan kesadaran. Alat utama penelitian fenomenologi adalah intuisi dan refleksi yang subyektif atas hasil analisis intensional dari subjek yang dilakukan dengan proses epoche dengan menyertakan ekstensi atau proses pemahaman, yaitu dengan memperhatikan makna hal-hal yang bersifat subyektif dibalik apa yang terlihat. Menurut Sanders (1982) langkah yang perlu dilakukan dalam metode fenomenologi meliputiintentional analysis, epoche, dan eidetic reduction. Penelitian ini menggunakan kombinasi dua jenis data, yaitu hasil wawancara dengan informan dan database hasil dokumentasi yang berkaitan dengan penelitian ini. Data primer pada dasarnya adalah berupa data kualitatif yang diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara mendalam dengan informan (Rasyid, 1997: 14-15). Informan yang akan dijadikan sumber data dalam kajian ini berjumlah enam orang yang terdiri dari staf Operating Manager, SME & Commercial Marketing Manager, AO, Appraisal and Investigation, Administrasi Pembiayaan(ADP), dan Legal Officeryang terlibat langsung dalam pembiayaan musyarakah di BRI Syariah Cabang Malang. Penentuan enam informan yang disebutkan diatas kalau dikaitkan dengan lima kriteria yang diajukan oleh Kuswarno (2009: 60-61),secara teoritis telah terpenuhi. Hal ini dilandasi oleh pemahaman enam orang informan tentang fenomena yang terjadi pada BRI Syariah Cabang Malang. Alasan digunakannya perspektif ini adalah agar peneliti dapat memahami secara mendalam makna dan pemahaman yang dimiliki oleh masingmasing informan pada variabel yang penulis kaji. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dokumentasi dimana data diperoleh bukan dari sumbernya secara langsung melainkan dari pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini. Arikunto (2002:206) menyatakan bahwa teknik pengumpulan data dengan teknik dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah dan notulen rapat. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berhubungan dengan pembiayaan musyarakah karena fenomena yang diteliti oleh peneliti berkaitan dengan pembi-
6
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 3, Nomor 1, April 2012, Hlm.....
Gambar 1 Skema Teknik Analisis Data ayaan musyarakah. Pada dasarnya kedudukan data sekunder dalam kajian ini memiliki kedudukan yang sama dengan data primer sebagaimana dijelaskan di atas. Sumber data sekunder meliputi: (1) Gambar Alur Proses Standar Pembiayaan;(2) Surat Edaran No. 03-DIR-COM/FRS/01/2010 tentang Syarat Realisasi Pembiayaan; (3) Struktur Organisasi BRI Syariah Cabang Malang; (4) Hasil penelitian dan kajian terdahulu yang dianggap relevan dalam penelitian ini dan layak untuk kajian. Berdasarkan pemahaman ini maka proses analisis data penelitian dilakukan melalui beberapa langkah, seperti yang dapat
dilihat pada gambar di bawah ini: Mengikuti Sanders (1982), langkah awal peneliti melakukan intentional analysis dengan menggabungkan objek yang dipersepsikan (noema) dan pemahaman subjektif (noesis) pada objek penelitian (PT. BRI Syariah Cabang Malang) melalui catatan dan laporan-laporan, individu yang bekerja pada organisasi, aktivitas organisasi, dan persepsi masyarakat mengenai bank syariah. Langkah kedua peneliti melakukan epoche, berkaitan dengan perilaku peneliti dalam melakukan penggalian data lapangan secara personal menggunakan pertanyaan yang berkaitan dengan masalah yang terikat dalam mental individu.Langkah ketiga melakukan eidetic
Rahman, Fitriasari, ..........7
Gambar 2 Rerangka Penelitian reduction untuk mengabstraksi esensi dari kesadaran atau pengalaman dengan menggunakan intuisi dan refleksi peneliti. Terakhir, peneliti menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan temuan peneliti selama di lapangan seperti terlihat pada Gambar 2.2 di bawah ini: HASIL DAN PEMBAHASAN BRI Syariah Cabang Malang merupakan Kantor Cabang kelima yang membawahi 3 Kantor Cabang Pembantu yang berada di Kepanjen, Pasuruan, dan Banyuwangi. Kantor Cabang BRI Syariah Malang juga memiliki 1 jaringan Kantor Kas yang berada di Pandaan. Dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya memberikan pelayanan jasa di bidang keuangan berbasis syariah kepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya untuk wilayah Malang. Menurut Adelia (Customer Service) jumlah karyawan BRI Syariah Cabang Malang sebanyak 65 orang, 40 orang diantaranya sebagai karyawan tetap, 15 orang sebagai karyawan kontrak, dan 10
orang sebagai karyawan outsourcing. Berdasar jenisnya, BRI Syariah melaksanakan operasinya berdasarkan nilai-nilai syariah.Nilai-nilai syariah inilah yang membedakan dengan praktik pada bank konvensional.Dalam kaitan dengan pertanggungjawaban yang diemban oleh karyawan dalam mematuhi kebijakan/prosedur perusahaan, karyawan bank syariah terikat pada tanggung jawab yang tidak hanya kepada sesama manusia saja tapi juga kepada Tuhan. Pernyataan tersebut diungkap oleh Lina (Supervisior Adm.Internal): “Hal tersebut idealnya memang seperti itu dan telah disadari oleh semua karyawan, namun mereka tetap menyadari bahwa selalu saja ada kemungkinan manusia untuk berbuat kecurangan, sama saja dengan bisnis konvensional.” Gunawati (Operating Manager) menambahkan bahwa: “Bank syariah mana saja dapat
8
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 3, Nomor 1, April 2012, Hlm.....
memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, namun ada suatu unsur yang mernbedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, yang bertindak sebagai internal auditor pada BRI Syariah yaitu bagian Operation Quality Assurance dibawah naungan Dewan Pengawas Syariah, pimpinan cabang BRI Syariah Cabang Malang saja dulunya adalah orang dari BRI Konvensional.” Dengan adanya pemahaman ini, maka diperoleh kesimpulan bahwa sistem pengendalian internal BRI Syariah sama saja dengan BRI Konvensional, yang membedakan disini hanyalah bagaimana sumber daya manusia memaknai dan melaksanakan tanggungjawabnya dengan baik. Pengendalian bisa dikatakan kompleks jika tidak terbatas pada peraturan yang mengikat saja tetapi yang lebih penting adalah pengendalian terhadap diri sendiri. Sebagai langkah awal mendapatkan pemahaman, peneliti melakukan wawancara dengan beberapa informan terkait dengan Sistem Pengendalian Internal BRI Syariah Cabang Malang secara menyeluruh.Proses Pengendalian Internal suatu organisasi terdiri dari lima elemen menurut COSO yaitu lingkungan pengendalian, penaksiran resiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi dan pengawasan. Lingkungan Pengendalian Organisasi adalah komponen pertama dari lima komponen pengendalian internal, dan merupakan fondasi dari komponen-komponen pengendalian sistem yang lain. Lingkungan pengendalian merupakan dampak kumulatif atas faktor-faktor untuk membangun, mendukung dan meningkatkan efektivitas kebijakan dan prosedur tertentu. Pada pembiayaan musyarakah, faktor -faktor pengendalian lingkungan terlihat pada : 1) Struktur Organisasi; Struktur Organisasi pada BRI Syariah Cabang Malang didefinisikan sebagai pola otoritas dan tanggung jawab yang ada dalam organisasi, 2) Cara memberikan wewenang dan tanggung jawab; metode
pemberian wewenang dan tanggung jawab pada karyawan BRI Syariah Cabang Malang menggunakan dua metode yaitu informal atau lisan dan formal dengan mengunakan dokumen tertulis atau memo tertulis. 3) Kebijakan dan sumber daya manusia; BRI Syariah Cabang Malang mengharuskan pegawainya kompeten, memiliki kemampuan dan mendapat pelatihan yang cukup terkait dengan pekerjaan yang harus mereka lakukan agar mereka mengerti apa saja yang menjadi tanggung jawabnya. 4) Pemisahan Tugas dan berdasarkan bagian-bagian yang ada; Tanggung jawab untuk tugas dalam pembiayaan BRI Syariah Cabang Malang secara jelas dirancang dalam deskripsi pekerjaan sedangkan detail prosedur dituliskan dalam buku pedoman pembiayaan yang mengungkapkan secara eksplisit tugas yang menjadi tanggung jawab setiap individu dan karyawan per departemen. 5) Etika Budaya Kerja; Etika budaya kerja yang ditanamkan BRI Syariah Cabang Malang adalah KTPP DKI yang artinya Komitmen, Team Work, Profesional, Pelayanan, Disiplin, Kerja Keras dan Integritas, dan nilai-nilai dari budaya kerja tersebut terdapat dalam buku panduan perilaku budaya kerja yang ada pada BRI Syariah Cabang Malang. Dengan terpenuhinya faktorfaktor pengendalian lingkungan yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komponen lingkungan pengendalian ini sudah memadai. Penaksiran Resiko merupakan komponen kedua, terdiri dari proses indentifikasi, menganalisis, dan mengelola risiko yang mempengaruhi tujuan perusahaan. Tahapan yang paling kritis dalam menaksir risiko adalah mengidentifikasi tindakan yang diperlukan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih sering terjadi kasus penunggakan nasabah pembiayaan khususnya nasabah pembiayaan musyarakah. Pada prosedur pemberian pembiayaan musyarakah BRI Syariah Cabang Malang, analisis pembiayaan merupakan landasan utama kegiatan pembiayaan yang berguna untuk menilai kelayakan usaha, mengukur besar, jenis dan sifat keperluan keuangan, serta menetapkan stuktur pembiayaannya. Penaksiran resiko pembiayaan musyarakah BRI Syariah Cabang Malang ini terlihat pada Alur Proses Standar Pembiayaan Musyarakah. Dengan ditemukannya kasus penunggakan yang dilakukan oleh nasabah, maka dapat disimpulkan bahwa komponen penaksiran resiko ini masih terdapat kelema-
Rahman, Fitriasari, ..........9
han dan perlu untuk dilakukan pendalaman untuk menelusuri nilai-nilai yang terkandung dalam setiap Tahapan Proses Standar Pembiayaan Musyarakah tersebut. Komponen ketiga, aktivitas pengendalian, merupakan kebijakan dan prosedur yang dibangun untuk membantu memastikan bahwa arahan manajemen dilaksanakan dengan baik. Pada aktifitas pengendalian pembiayaan musyarakah yang ada di BRI Syariah Cabang Malang terlihat dari : a) Ada berbagai macam wujud dokumen dan catatan, mulai dari dokumen yang berupa soft copy dan hard copy; b) Pengecekan akuntabilitas dan tinjauan kinerja oleh pihak Independen, dan c) Persetujuan, merupakan penerimaan bahwa permohonan pembiayaan musyarakah boleh diproses lebih lanjut. Persetujuan ini terjadi setelah otorisasi dan digunakan untuk mendeteksi transaksi yang tanpa otorisasi. Dengan ditemukannya faktor-faktor aktivitas pengendalian yang baik, maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas pengendalian ini sudah memadai. Komponen keempat adalah informasi dan komunikasi.Informasi mengacu pada sistem akuntansi organisasi, yang terdiri dari metode dan catatan yang diciptakan untuk mengidentifikasi, merangkai, menganalisis, mengelompokan, mencatat, dan melaporkan transaksi perusahaan dan untuk memelihara akuntabilitasnya. Komunikasi terkait dengan memberikan pemahaman yang jelas mengenai semua kebijakan dan prosedur yang terkait dengan pengendalian. Komunikasi yang dimaksud pada pembiayaan musyarakah BRI Syariah Cabang Malang yaitu dengan memberikan pemahaman yang jelas mengenai prosedur pemberian pembiayaannya, salah satunya adalah dengan teknik dokumentasi yang mengambarkan prosedur dan alur dokumen untuk memudahkan pengerjaan bagi tiap bagian yang terkait. Pada aspek ini, dapat disimpulkan bahwa pada komponen informasi dan komunikasi sudah memadai. Komponen terakhir adalah pengawasan (monitoring). Aspek ini melibatkan proses yang berkelanjutan untuk menaksir kualitas pengendalian internal dari waktu ke waktu serta untuk mengambil tindakan koreksi yang diperlukan. Untuk memastikan apakah pembiayaan musyarakah pada BRI Syariah Cabang Malang telah memenuhi prinsipprinsip bank syariah, maka hal ini dapat terlihat dari: a) prinsip pengharaman riba; prinsip ini tercermin dari produk-produk yang
ada serta penyaluran pembiayaannya harus dalam usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariah. Berdasarkan pernyataan Dimas (SME&Commercial Manager),bisa dikatakan bahwa produk pembiayannya BRI Syariah Cabang Malang sudah dapat sesuai dengan aturan dan prinsip syariah yaitu prisip pengharaman riba/ bunga, b) prinsip keadilan; prinsip ini tercermin dari pengambilan keuntungan berdasarkan hasil kesepakatan dua belah pihak yang disepakati di akad. Berdasarkan pernyataanArianto (Account Officer). ternyata di lapangan masih ditemukan beberapa kesulitan yang berkaitan dengan pembiayaan musyarakah yaitu kesulitan menarik kembali dana apabila terjadi wanprestasi dan kesulitan perhitungan keuntungan/bagi hasil karena cicilan pengembalian dana yang tidak pasti dan disesuaikan dengan pendapatan usaha nasabah yang bervariasi. Sehingga dalam pembiayaan musyarakah, dapat disimpulkan bahwa prinsip keadilannya belum terpenuhi, c) prinsip kesamaan; prinsip ini tercermin dengan menempatkan posisi nasabah serta bank pada posisi yang sederajat. Kesamaan ini terwujud dalam hak, kewajiban, dan risiko. Berdasarkan penjelasan Nurina (Administrasi Pembiayaan/ADP) dimana masing-masing pihak terdapat kesamaan yaitu dalam hak dan kewajiban yang harus dipenuhi serta kesamaan resiko, maka dapat disimpulkan bahwa prinsip kesamaan pada BRI Syariah Cabang Malang telah terpenuhi. Berdasarkan hasil observasi, peneliti menemukan bahwa masih terdapat kelemahan pada prinsip keadilan, sehingga peneliti harus melakukan pendalaman lebih lanjut untuk mengungkap nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dari hasil observasi dengan mengunakan rekomendasi COSO (Committee of Sponsoring Organizations of Tradeway Commission) yang terdiri dari 5 elemen dapat diketahui bahwa sistem pengendalian internalnya belum sepenuhnya dikatakan baik, walaupun sudah terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertanggung jawab atas jalannya oprasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan prinsip syariah. Pada praktiknya tetap saja ditemukan kelemahan berupa belum diterapkannya prinsip bank syariah secara menyeluruh. Hal ini terlihat pada penaksiran resiko dan prinsip keadilan yang belum terpenuhi pada pembiayaan musyarakah. Oleh karena itu, peneliti akan menyoroti dua komponen tersebut yang ter-
10
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 3, Nomor 1, April 2012, Hlm.....
Gambar 3 Tahapan Proses Standar Pembiayaan Musyarakah diri dari komponen penaksiran resiko dan pengawasan (prinsip keadilan) yang tercermin dari tahapan proses standar pembiayaan musyarakah. Langkah selanjutnya adalah mengungkap nilai-nilai yang terkandung dalam lima tahapan proses standar pembiayaan musyarakahdan juga mengungkap penyebab melekatnya nilai-nilai konvensional dalam tahapan proses standar pembiayaan musyarakah. Dari pemaparan beberapa informan tersebut, maka diperoleh kesimpulan bahwa secara garis besar struktur pengendalian internal BRI Syariah sama dengan BRI Konvensional Perbedaaannya terdapat beberapa perbedaan pada BRI Syariah yaitu suatu keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, tugas Account Officer, dan pemisahan unit dalam bagan alur proses standar pembiayaan. Pemisahan tugas tersebut dilakukan untuk memperkecil resiko dan menghilangkan sisi subyektifitas karyawan. Diperoleh anggapan bahwa manusia itu “jahat”, mereka akan menggunakan kesempatan yang ada untuk memupuk keuntungan yang sifatnya pribadi. Untuk menghindari hal tersebut, maka dilakukan pemisahan tugas/fungsi antara Account Officer(AO), Appraisal Unit, dan Debt Collector. Hal ini juga didukung oleh Gunawati (Operating Manager) yang mengatakan bahwa “Bank syariah mana saja dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, namun ada suatu unsur yang mernbedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah pada bank syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, yang bertindak sebagai internal auditor pada BRI Syariah yaitu bagian Operation Quality Assurance (OQA) dibawah naungan Dewan Pengawas Syariah.” Operation Quality Assurance (OQA) merupakan pejabat independen yang bertindak sebagai internal auditor BRI Syariah Cabang Malang dibawah Dewan Pengawas Syariah yang akan mengawasi jalannya operasional perusahaan agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Termasuk yang dilakukan oleh seorang AO yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan pembiayaan musyarakah. Ada Ketentuan Umum Operasi (KUO) tentang mekanisme operasi pembiayaan yang harus dipatuhi oleh AO sebagai bentuk pengendalian dalam aktivitas pembiayaan. Tugas seorang AO tidak selalu berada di kantor BRI Syariah Cabang Malang. AO adalah pejabat Bank yang berhubungan langsung dengan nasabah dan tugas utamanya adalah berkaitan langsung dengan proses dan persetujuan pembiayaan serta pengelolaan nasabah (account management).AO akan kembali ke kantor jika sudah memperoleh semua data dari nasabah pembiayaan baik data keuangan maupun data non keuangan. Setelah semua data yang dibutuhkan tersebut telah terpenuhi, maka AO akan segera melakukan analisis yang dibantu oleh tim reviewer. Alur proses standar pembiayaan musyarakah BRI Syariah Cabang Malang terdapat limatahapan yang harus dikendalikan oleh seorang AO.Kelima tahap tersebut secara ringkas sebagai berikut: Tahap permohonan fasilitas pembiayaan musyarakah merupakan tahap pertama dimana nasabah pembiayaan bertemu langsung dengan AO BRI Syariah Cabang Malang untuk pertama kalinya. Tahap pertama ini merupakan tahap yang penting dimana AO
Rahman, Fitriasari, ..........11
menentukan bahwa nasabah pembiayaan masuk dalam target marketBRI Syariah Cabang Malang karena tahap ini AO harus mengetahui jenis usaha nasabah pembiayaan. Ada beberapa nilai yang dituangkan oleh peneliti yang akan dibahas berikut ini. Tahap ini merupakan tahap awal dimana AO harus turun lapangan untuk memeriksa kembali kebenaran, keabsahan, kelengkapan dan kekinian data/dokumen yang diberikan oleh nasabah. Data yang diperlukan ada 2 jenis yaitu data legalitas: akte pendirian perusahaan, SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan), SITU (Surat Ijin Tempat Usaha), IG (Ijin Dagang), TDP (Tanda Daftar Perusahaan), NPWP (Nilai Pokok Wajib Pajak), fotokopi KTP seluruh pengurus perusahaan, NPWP, dokumen jaminan; dan data finansial yang terdiri dari laporan keuangan perusahaan; berkas permohonan dari nasabah. Ada beberapa nilai yang terkandung dalam tahap permohonan fasilitas pembiayaan musyarakahini. Pertama, nilai ketidakpercayaan (su’udzon).Ketidakpercayaan (su’udzon) ini tercermin pada proses awal yang dilakukan oleh AO dalam memastikan kebenaran, keabsahan, kelengkapan, dan kekinian data/dokumen yang diberikan oleh nasabah pembiayaan saat nasabah mengajukan permohonan pembiayaan. AO harus bekerja keras pada tahap awal ini karena data yang dikumpulkan merupakan data keuangan dan non keuangan. BRI Syariah Cabang Malang berasumsi bahwa data-data yang diberikan oleh nasabah pembiayaan pada saat pengajuan permohonan bisa direkayasa. Oleh karena itu, AO harus turun lapangan untuk memastikan kebenaran, keabsahan, kelengkapan, dan kekinian data/dokumen yang diberikan oleh nasabah pembiayaan karena berdasarkan fakta yang didapat oleh peneliti bahwa BRI Syariah Cabang Malang beberapa kali sering mengalami masalah penunggakan (Side Streaming) atas nasabah pembiayaan musyarakah dan juga faktor ketidakjujuran nasabah dalam menyampaikan berapa besar pendapatan yang diperoleh nasabah tiap tahunnya. AOsebagai perpanjangan tangan dari BRI Syariah Cabang Malang harus memantau pengembalian dana pembiayaan yang diberikan oleh bank agar tidak terjadi kecurangan. Nilai kedua yang muncul adalah kepatuhan. Ini tercermin dari nilai-nilai Islam yang dijunjung tinggi oleh BRI SyariahCabang Malang dalam menetapkan segmentasi nasabah yang artinya tidak semua usaha bisa dibi-
ayai oleh BRI Syariah Cabang Malang, maka AOsebagai perpanjangan tangan dari BRI Syariah Cabang Malang harus bekerja keras untuk memastikan bahwa nasabah pembiayaan musyarakah tersebut termasuk dalam target market BRI Syariah Cabang Malang. Kepatuhan tersebut merupakan wujud kesetiaan BRI SyariahCabang Malang dalam menjunjung tinggi nilai-nilai Islam. Tahap kedua adalahtahap penyelidikan atas analisis pembiayaan musyarakah.Tahapan ini merupakan tahap analisis data.Analisis data tidak hanya dilakukan oleh AO tapi juga oleh bagian Administrasi Pembiayaan (ADP), Legal, dan Appraisal Unit yang disebut sebagai tim reviewer. Dengan kata lain terdapat dua lapis pengendalian yang tercermin dalam pembiayaan musyarakah pada tahap kedua ini. Pengendalian pertama dilakukan oleh AO terhadap nasabah pembiayaan dan pengendalian kedua dilakukan oleh tim reviewer terhadap AO. Beberapa nilai yang terkandung dalam tahap penyelidikan atas analisis pembiayaan musyarakah adalah nilai ketidakpercayaan (su’udzon), nilai kewaspadaan, dan nilai kepatuhan. Nilai pertama, ketidakpercayaan (su’udzon),tercermin pada saat timreviewer (ADP, Legal, Appraisal Unit) memeriksa kembali laporan yang dihasilkan oleh AO dengan tujuan untuk mengidentifikasi ada tidaknya kecurangan yang bisa dilakukan oleh AO. Kecurangan tersebut bisa berbentuk persekongkolan antara AO dan nasabah pembiayaan. Persekongkolan tersebut juga bisa terjadi antara tim reviewer dengan AO, kecurangan tersebut juga bisa terjadi jika tidak ada pemisahaan antara tugas AO dengan tim reviewer. Nilai kedua, kewaspadaan, tercermin pada pemisahan tugas/fungsi saat proses analisis ulang laporan yang dikumpulkan oleh AO. Pemisahan tugas/fungsi yang dimaksud disini adalah dibentuknya tim reviewer yang terdiri dari tiga bagian yaitu Administrasi Pembiayaan (ADP), Legal, dan Appraisal Unit. Pada tahap ini terlihat bahwa terdapat penilaian BRI Syariah Cabang Malangyang sangat ketat terhadap nasabah pembiayaan. Nilai ketiga, kepatuhan, tercermin pada saat proses analisis ulang yang dilakukan oleh timreviewersebagai perpanjangan tangan dari BRI Syariah Cabang Malang. Kepatuhan yang tercermin pada tim reviewer ini lebih mengarah pada kepatuhan terhadap prosedur yang dijalankan oleh BRI Syariah Cabang Malangyang menjunjung
12
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 3, Nomor 1, April 2012, Hlm.....
tinggi prinsip-prinsip syariah. Tahapan ketiga pembiayaan musyarakah adalah tahap keputusan atas permohonan fasilitas pembiayaan musyarakah. Tahap ini merupakan tahap paling rumit, dimana tahap ini merupakan tahap penentuan apakah permohonan fasilitas pembiayaan musyarakah yang diajukan oleh nasabah pembiayaan diterima oleh BRI Syariah Cabang Malang atau bahkan ditolak. Pihak-pihak yang terlibat pada tahap ini bukan saja melibatkan Komite Kantor Cabang BRI Syariah Malang saja tetapi juga Komite Kantor Pusat/Kantor Cabang Induk. Pada tahap ini, hasil analisis dari tim reviewer akan dikembalikan kepada AO untuk dibuatkan MUP (Memorandum Usulan Pembiayaan) dan kemudian dibuatkan lembar persetujuan pembiayaan dan diberikan limit putusan pembiayaan oleh Pimpinan Cabang (PINCA) yang akan diajukan ke Kantor Pusat (KP)/Kantor Cabang Induk (KCI) untuk diputuskan limit pembiayaan yang akan diberikan kepada nasabah. Setelah melalui proses reviewer KP/ KCI dan kesesuaian limit maka KP/KCI akan segera memberikan persetujuannya atau bahkan menolaknya. Beberapa nilai yang terkandung dalam tahap ketiga ini antara lain: 1) Nilai kewaspadaan. Nilai initercermin dari hasil analisis dari tim reviewer Kantor Cabang (KC) yang diberikan kembali kepada AO dan dibuatkan MUP (Memorandum Usulan Pembiayaan) yang kemudian diajukan kepada Pimpinan Cabang (PINCA) dan oleh PINCA akan dianalisis ulang terlebih dahulu sebelum pada akhirnya diajukan kepada Kantor Pusat (KP)/Kantor Cabang Induk (KCI) untuk segera diberi keputusan atas permohonan pembiayaan musyarakah. Tetapi sebelum dikeluarkannya putusan akan dilakukan review lagi oleh Komite Kantor Pusat (KP)/ Kantor Cabang Induk (KCI). Pada tahap ini terlihat ada empat tahap pengendalian BRI Syariah yaitu pengendalian AO terhadap nasabah, pengendalian tim reviewer Kantor Cabang terhadap AO, pengendalian Pimpinan Cabang (PINCA) terhadap tim reviewer dan AO, dan pengendalian Komite Kantor Pusat (KP)/Kantor Cabang Induk (KCI) terhadap Komite Kantor Cabang (KC). Tahap pengendalian yang ditunjukkan semakin kuat karena tahap ini merupakan tahap dimana BRI Syariah akan menitipkan hartanya kepada nasabah pembiayaan yang tepat. 2) Nilai kepatuhan; tercermin pada ketaatan setiap karyawan baik itu karyawan Kantor Cabang
(KC) maupun karyawan Kantor Pusat (KP)/ Kantor Cabang Induk (KCI) yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip syariah dalam menjalankan setiap prosedur.3) Nilai kepercayaan; tercermin pada saat Komite Kantor Pusat (KP)/Kantor Cabang Induk (KCI) menyetujui permohonan nasabah pembiayaan. Kepercayaan ini meliputi kepercayaan yang diberikan oleh Komite Kantor Pusat (KP)/ Kantor Cabang Induk (KCI) kepada Komite Kantor Cabang (KC) dan nasabah. Kepercayaan ini muncul ketika seseorang merasa bahwa orang yang diberi amanah telah mampu mengemban amanah yang diberikan. Sama halnya dengan kepercayaan yang diberikan oleh Komite Kantor Pusat (KP)/ Kantor Cabang Induk (KCI) kepada Komite Kantor Cabang (KC) yang dirasa mampu memenuhi amanah yang diberikan dan 4) Nilai keadilan;tercermin pada saat akad pembiayaan dan jaminan telah ditandatangani oleh kedua belah pihak yaitu nasabah dan bank (BRI Syariah Cabang Malang). Keadilan ini tercermin dengan menempatkan posisi nasabah dan bank (BRI Syariah Cabang Malang ) pada posisi yang sederajat/sama. Kesamaan ini terwujud dalam hak, kewajiban, dan risiko. Tahapan keempat adalah pencairan fasilitas pembiayaan musyarakah.Tahap ini bisa dibilang merupakan tahap terakhir bagi nasabah pembiayaan dalam proses permohonan pembiayaan yang diajukan kepada BRI Syariah Cabang Malang karena pada tahap ini nasabah pembiayaan akan memperoleh dana pembiayaan dari BRI Syariah Cabang Malang jika permohonannya diterima. Pada tahap ini, permohonan pembiayaan musyarakah telah disetujui oleh KP/KCI maka AO segera memberikan konfirmasi mengenai biaya-biaya administrasi kepada nasabah dan segera dibuatkan SP3 (Surat Penawaran Putusan Pembiayaan). Setelah mendapat konfirmasi balasan dari nasabah maka AO akan segera membuatkan instruksi atas pelaksanaan akad beserta file pembiayaan (MUP, legalitas, dll) dan dokumen jaminan untuk nasabah. Sebelum berkas tersebut diserahkan kepada nasabah terlebih dahulu akan diperiksa oleh bagian Legal dan Administrasi Pembiayaan (ADP) dan Teller, bagian Legal juga mengajukan 2 syarat yang harus dipenuhi oleh nasabah yaitu syarat-syarat sebelum pencairan dan syarat-syarat sebelum penandatanganan akad. Bagain ADP akan melakukan analisis kelengkapan lanjutan. Setelah proses ini selesai, maka proses beri-
Rahman, Fitriasari, ..........13
Gambar 4 Penyatuan Nilai-Nilai Konvensional pada Tahapan Proses Standar Pembiayaan Musyarakah
kutnya adalah pencairan dana pembiayaan yang dilakukan oleh teller. Pada tahap ini, peneliti menemukan tiga nilai yaitu nilai kepatuhan, nilai kepercayaan, dan nilai pertanggungjawaban. Nilai kepatuhan tercermin pada saat penerbitan dokumen Instruksi Penyediaan Fasilitas (IPF) yang dibuat oleh AO dimana dokumen ini bisa dibuat dan diterbitkan seletah nasabah memberikan konfirmasi atas SP3 (Surat Putusan Penawaran Pembiayaan).Dokumen IPF tersebut sebagai simbol bahwa nasabah sudah memenuhi kriteria pembiayaan musyarakah BRI Syariah Cabang Malang. Nilai kedua, kepercayaan, tercermin pada tahap ini dimana permohonan nasabah pem-
biayaan telah disetujui dan anasabah pembiayaan akan segera mendapatkan fasilitas pembiayaan. Dengan disetujuinya permohonan tersebut berarti bahwaBRI Syariah Cabang Malang telah menaruh kepercayaannya kepada nasabah pembiayaan.Nilai ketiga, pertanggungjawaban, tercermin dari syarat-syarat yang diajukan oleh bagian Legal kepada nasabah pembiayaan. Nilai dari sebuah pertanggungjawaban terkait erat dan berhubungan langsung dengan hak dan kewajiban bagi setiap individu. Pertanggungjawaban dalam konteks muamalah adalah sejauh mana seseorang dapat melaksanakan kewajibannya dengan baik berdasarkan prosedur atau aturan yang telah ditetapkan
14
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 3, Nomor 1, April 2012, Hlm.....
dan disepakati di dalam akad sebelum transaksi berlangsung. Tahap terakhir proses pembiayaan musyarakah ini adalah tahap pelunasan. Pada tahap ini, pihak yang berperan aktif dalam mengelola nasabah pembiayaan adalah AO dan yang berperan pasif adalah bagian teller.Beberapa nilai yang menyeruak pada tahapan ini antara lain: a) kepatuhan; tercermin pada kepatuhan nasabah untuk menggunakannya sesuai dengan kebutuhan agar tidak melanggar perjanjian/kesepakatan awal dengan BRI Syariah Cabang Malang. Kepatuhan juga tercermin dari persyaratan yang diberikan oleh BRI Syariah Cabang Malang kepada nasabah pembiayaan karena BRI Syariah Cabang Malang ingin nasabah pembiayaan mematuhi semua persyaratan yang berlaku sebagai bentuk pengendalian BRI Syariah Cabang Malang terhadap na-
sabah pembiayaan, b) nilai ketidakjujuran (dusta). Ini tercermin saat nasabah pembiayaan menyampaikan nominal pendapatannya. Nasabah bisa saja menyampaikan nominal pendapatannya tidak jujur kepada BRI Syariah Cabang Malang, c) nilai pertanggungjawaban, tercermin pada tanggung jawab nasabah dalam proses pelunasan fasilitas pembiayaan musyarakah. Pertanggungjawaban BRI Syariah Cabang Malang tercermin pada tanggung jawab seorang AO dalam memantau pengembalian dana yang ditanamkan BRI Syariah Cabang Malang pada kegiatan usahanasabah sesuai yang disepakati; mengelola nasabah dalam rangka menjaga kualitas pembayaran, kelengkapan dokumen dan analisis kinerja nasabah; membina hubungan baik dengan nasabah atas dasar rasa saling menghargai dan saling menguntungkan; dan mengelola nasabah berma-
Gambar 5 Alasan Melekatnya Nilai-Nilai Konvensional
Rahman, Fitriasari, ..........15
salah untuk diusahakan kembali lancar, sebelum diserahterimakan pengelolaannya kepadaSpecial Asset Management (SAM). Berdasarkan penggalian makna terhadap keseluruhan implementasi sistenm pengendalian internal pada proses pembiayaan musyarakah BRI Syariah Cabang malang, maka dapat dikupas perpaduan makna atas nilai yang muncul. Makna perpeaduan antara nilai-nilai konvensional dan nilai-nilai syariah pada tahapan proses standar pembiayaan musyarakahdibutuhkan untuk mendapatkan satu pemahaman yang utuh untuk mengungkap penyebab melekatkan nilai-nilai konvensional tersebut dalam setiap tahapan proses standar pembiayaanmusyarakah. Berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dari 5 tahapan dalam proses standar pembiayaan musyarakah yang telah dikupas oleh peneliti, ditemukan adanya perpaduan antara nilai-nilai konvensional dan nilai-nilai syariah. Oleh karena itu, peneliti menghasilkan suatu kesimpulan dan menyajikannya dalam bentuk gambar berikut ini: Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa terdapat tiga nilai-nilai konvensional yang melekat yaitu nilai ketidakpercayaan (su’udzon), nilai kewaspadaan, dan nilai ketidakjujuran (dusta). Langkah peneliti selanjutnya adalah menemukan alasan nilai-nilai konvensional tersebut melekat pada dua elemen Sistem Pengendalian Internal yang direkomendasikan oleh Committee of Sponsoring Organizations of Tradeway (COSO) yaitu pada elemen penaksiran resiko dan elemen pengawasan (prinsip keadilan). Oleh karena itu, peneliti menghasilkan suatu kesimpulan dan menyajikannya dalam bentuk gambar berikut ini: Nilai konvensional pertama yang muncul adalah ketidakpercayaan (su’udzon). Nilaiini muncul pada tahap pertama yaitu tahap permohonan fasilitas pembiayaan musyarakah dan tahap kedua yaitu tahap penyelidikan atas analisis pembiayaan musyarakah.Ada beberapa penyebab melekatnya nilai ketidakpercayaan (su’udzon) ini: Pertama, Bank tidak ingin rugi. Nilai ketidakpercayaan (su’udzon) ini timbul karena adanya keinginan BRI Syariah Cabang Malang untuk melindungi harta perusahaan.Arianto (Account Officer) menyatakan bahwa: “..jelaslah nominalnya pembiayaan musyarakah kan bisa sampe ratusan juta, mana ada bank yang mau rugi kan...orang aja kalo diu-
tangi yo pengennya cepet-cepet dilunasi, sama aja dengan bank yang gak mau rugi...makanya kalau bank gak mau rugi yo harus terus dipantau kan usahanya... dan pekerjaan itu ya aku sendiri yang turun lapangan buat mantau.” Berdasarkan pernyataan tersebut, maka diperoleh kesimpulan bahwa terlepas itu bank syariah maupun bank konvensional semuanya menghindari adanya kerugian. Melekatnya nilai ketidakpercayaan (su’udzon) ini sebagai wujud keinginan BRI Syariah Cabang Malang untuk melindungi hartanya. Alasan kedua adalah penggunaan dana pembiayaan tidak tepat sasaran. Nilai ketidakpercayaan (su’udzon) ini timbul karena BRI Syariah Cabang Malang mencegah adanya nasabah pembiayaan yang dapat melakukan kecurangan dalam bentuk memanfaatkan dana pembiayaan tidak tepat pada sasarannya atau tidak sesuai dengan perjanjian. Hal ini terlihat dari pernyataan Arianto (Account Officer) bahwa: “Masih sering terjadi penunggakan yang biasanya karena nasabah menggunakan dana pembiayaan tidak tepat sasaran... yah,begitulah,susah juga mengendalikan nasabah karena kan keinginan setiap orang berbedabeda dan kebutuhannyapun juga tidak sama,jadi ya ditunggu saja bagaimana nasabah bisa melunasinya, nunggak apa gak.” Berdasarkan pernyataan tersebut, maka diperoleh kesimpulan bahwa dengan adanya nasabah pembiayaan yang menggunakan dana pembiayaan tidak tepat pada sasarannya atau tidak sesuai dengan perjanjian maka akan menyebabkan masalah penunggakan yang berakibat pemakaian harta perusahaan yang tidak efisien. Alasan ketiga adalah meminimalisasi resiko kecurangan.Kecurangan yang dilakukan pada BRI Syariah Cabang Malang bisa berbentuk persekongkolan. Persekongkolan ini bisa terjadi dimana-mana dalam situasi dan kondisi yang memungkinkan. Persekongkolan itu terjadi karena adanya kelemahan seseorang dalam mengendalikan diri sendiri dan situasi dan kondisi yang mendesak seseorang untuk melakukan hal tersebut. Hal
16
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 3, Nomor 1, April 2012, Hlm.....
ini terlihat dari pernyataan Arianto (Account Officer) yang menceritakan pengalamannya: “Aku pernah berhadapan dengan nasabah pembiayaan...dia gak biasa mencatat transaksinya seperti Accounting...dia minta ke aku untuk dibuatkan laporan keuangan yang penting dia tau beres dengan imbalan yang besar...itu sama saja aku menyalahi prosedur donk kalau seperti itu, aku gak mau...jadi ya aku terapkan sesuai dengan prosedurnya aja...” Terkadang timbul godaan pada AO untuk meloloskan permohonan pembiayaan nasabah dengan iming-iming imbalan yang pantas diterima oleh AO. Nasabah berusaha mencari celah kelemahan dari seorang AO untuk diajak bekerjasama. Disinilah kepatuhan seorang AO kepada BRI Syariah Cabang Malang diuji. Nilai ketidakpercayaan (su’udzon) ini tidak sepenuhnya dipandang sebagai prasangka yang negatif. Nilai ketidakpercayaan (su’udzon) ini ada karena suatu alasan yang kuat dan tidak semata-mata dimunculkan tanpa tujuan yang jelas. Jika manusia memiliki sisi negatif dan juga sisi positif, maka sama saja dengan nilai ketidakpercayaan (su’udzon) ini juga memiliki sisi negatif dan sisi positif. Nilai ketidakpercayaan (su’udzon) dipandang sebagai sisi negatif karena su’udzon atau berburuk sangka dapat membuat hati kita menjadi busuk karena apapun yang kita sangka akan mempengaruhi cara kita berfikir, cara kita bersikap dan cara kita mengambil keputusan.Tetapi nilai ketidakpercayaan (su’udzon) ini juga mempunyai sisi positif yaitu berdasarkan fenomena yang terjadi di lapangan bahwa masih sering ditemukan nasabah pembiayaan musyarakah yang menunggak ketika membayar kewajibannya kepada BRI Syariah Cabang Malang sehingga mengakibatkan kerugian bagi BRI Syariah Cabang Malang, maka melekatnya nilai ini sebagai suatu bentuk yang bertujuan untuk meminimalisir atau bahkan menghilangkan resiko kerugian tersebut karena dalam dunia bisnis perbankan adanya resiko kerugian tersebut sangatlah tinggi. Nilai konvensional kedua yang menyeruak adalah nilai kewaspadaan.Nilai ini muncul pada tahap tahap kedua yaitu tahap penyelidikan atas analisis pembiayaan musyarakah dan tahap ketiga yaitu tahap keputusan atas permohonan fasilitas pem-
biayaan musyarakah.Terdapat beberapa penyebab melekatnya nilai kewaspadaan ini.Pertama, kerja lebih terfokus untuk pemenuhan target.BRI Syariah Cabang Malang menginginkan masing-masing divisi bekerja sesuai dengan tanggungjawabnya masingmasing agar hasil yang diperoleh dari pekerjaan mereka bisa maksimal, dalam hal ini AO dan tim reviewer (ADP, Legal, dan Appraisal Unit). Oleh karena itu, BRI Syariah Cabang Malang melakukan pemisahan fungsi pada tugas AO. Hal ini terlihat dari pernyataan Lina (Supervisior Adm. Intern)yang mengatakan bahwa: “Pemisahan fungsi ini dikarenakan oleh sifat dasar manusia yang dalam bahasa jawa “teledor” yang artinya kurang bisa berhati-hati atau kurang waspada. Data yang dibutuhkan oleh bank kan meliputi data-data keuangan maupun non keuangan, makanya kalau diurus oleh 1 orang saja pasti kesulitan...dan paling juga sering terjadi kesalahan kan.” Berdasarkan pernyataan Lina tersebut diperoleh anggapan bahwa sifat dasar manusia itu “teledor”, jadi dengan adanya pemisahaan fungsi maka setiap orang bisa fokus dengan apa yang menjadi tanggung jawabnya sendiri. Alasan kedua, penggunaan dana pembiayaan tidak tepat sasaran. Kenyataan di lapangan menunjukkan masih terdapat kasus penunggakan yang terjadi untuk pembiayaan musyarakah ini karena nasabah menggunakan dana pembiayaan tidak tepat pada sasaran, maka untuk mencegah timbulnya masalah ini lagi BRI Syariah Cabang Malang melakukan pengendalian pada nasabah pembiayaan. Hal ini dinyatakan oleh Arianto (Account Officer ) bahwa: “Masih sering terjadi penunggakan yang biasanya karena nasabah menggunakan dana pembiayaan tidak tepat sasaran... yah,begitulah,susah juga mengendalikan nasabah karena kan keinginan setiap orang berbedabeda dan kebutuhannyapun juga tidak sama,jadi ya ditunggu saja bagaimana nasabah bisa melunasinya, nunggak apa gak.” Alasan ketiga yaitu membentengi Komite Kantor Cabang dalam pengambilan
Rahman, Fitriasari, ..........17
keputusan pembiayaan.Nominal dari pembiayaan musyarakah ini bisa mencapai ratusan juta bahkan milyaran. Jika Komite Kantor Cabang tidak waspada terhadap pengambilan keputusannya maka akan berakibat fatal bagi kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini tampak dari pernyataan Bayu (Reporting&Custody) yang mengatakan bahwa : “Dengan semakin banyaknya reviewer bukan saja kecurangan yang bersifat subyektif dapat dihindari tetapi juga bisa membentengi Komite Kantor Cabang untuk tidak berbuat salah dalam pengambilan keputusan pembiayaan.” Berdasarkan pernyataan tersebut disimpulkan bahwa dengan adanya tim reviewer maka diharapkan kecurangan dalam bentuk apapun yang bisa menyebabkan kerugian bagi perusahaan dapat dihindari. Alasan keempat adalah meminimalisasi resiko kecurangan.Kecurangan bisa terjadi antara AO dengan nasabah pembiayaan. Hal ini terlihat dari pernyataan Syamsul (Apprai sal&Investigation) yang mengatakan bahwa: “Dengan adanya pemisahan tugas antara Account Officer dan Appraisal Unit diharapkan dapat meminimalisasi resiko kecurangan yang bisa dilakukan oleh AO.” Berdasarkan pernyataan tersebut diketahui bahwa pemisahan fungsi/tugas merupakan bentuk dari kewaspadaan BRI Syariah Cabang Malang untuk meminimalisasi resiko kecurangan yang bisa dilakukan oleh AO. Kecurangan tersebut bisa timbul ketika AO memiliki dan menggunakan kesempatan yang ada. Melekatnya nilai kewaspadaan pada BRI Syariah Cabang Malang dikarenakan oleh BRI Syariah Cabang Malang ingin menghindari kerugian dan juga untuk pencapaian laba maksimal. Dasar melekatnya nilai kewaspadaan ini adalah adanya nilai ketidakpercayaan (su’udzon).Jika nilai ketidakpercayaan (su’udzon) memiliki nilai positif bagi BRI Syariah Cabang Malang, sama halnya dengan nilai kewaspadaan ini juga memiliki nilai positif. Nilai kewaspadan lebih membawa nilai positif bagi BRI Syariah Cabang Malang karena manfaat yang diperoleh BRI Syariah Cabang Malang juga banyak, selain ingin menghindari kerugian, hubungan in-
ternal antar karyawan BRI Syariah Cabang Malang juga semakin erat, bisa menghindari konflik internal antar karyawan sehingga menciptakan suasana yang nyaman dalam bekerja. Nilai konvensional ketiga yang muncul adalah nilai ketidakjujuran (dusta).Ini muncul pada tahap tahap kelima yaitu tahap pelunasan fasilitas pembiayaan musyarakah. Penyebab melekatnya nilai ketidakjujuran (dusta) ini ada beberapa. Pertama, bagian keuntungan yang tidak ingin dibagi dengan bank.Ketidakjujuran (dusta) ini terlihat ketika nasabah menggunakan sisi subyektifitasnya untuk memupuk keuntungan yang sifatnya pribadi (egois). Ada bagian keuntungan yang tidak ingin dibagi dengan bank. Hal ini bisa timbul karena manusia memiliki sifat egois.Cara ini dapat berakibat buruk bukan hanya pada nasabah pembiayaan saja tapi juga bagi pihak BRI Syariah Cabang Malang. Cara ini merupakan cara yang tidak halal karena hanya mementingkan duniawi semata. Arianto (Account Officer)mengatakan bahwa: “...tapi kenyataan di lapangan dengan teori memang berbeda, di lapangan masih sering kita jumpai nasabah pembiayaan yang tidak jujur dalam menyampaikan pendapatannya, hal ini mereka lakukan dari sisi subyektifitas nasabah mereka ingin ada bagian keuntungan yang tidak harus mereka bagi dengan bank meskipun selisihnya tidak banyak tapi hal ini merupakan tindakan nasabah yang tidak jujur...” Memupuk keuntungan pribadi tidak hanya terlihat dari bagaimana nasabah pembiayaan menginginkan bagian keuntungan yang tidak ingin dibagi dengan bank tetapi juga terlihat ketika nasabah pembiayaan tidak menggunakan dana pembiayaan tepat sasaran atau sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Hal ini karena kepentingan masing-masing orang berbeda, kebutuhannyapun juga berbeda. Nilai ketidakjujuran (dusta) ini lebih bersifat subyektifitas nasabah pembiayaan musyarakah. Nilai ketidakjujuran (dusta) ini muncul karena kepentingan pribadi dari nasabah pembiayaan musyarakah yang ingin memupuk keuntungan pribadi atau dengan kata lain menghindari kerugian sehingga dilakukan suatu cara yang membawa dampak
18
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 3, Nomor 1, April 2012, Hlm.....
positif bagi nasabah pembiayaan musyarakah sendiri. Nilai ketidakjujuran (dusta) ini lebih membawa dampak negatif bagi BRI Syariah Cabang Malang. Melekatnya nilai ketidakpercayaan (su’udzon), nilai kewaspadaan, dan nilai ketidakjujuran (dusta) sebenarnya bersumber dari keinginan untuk pencapaian laba maksimal atau profit oriented. Nilai ketidakpercayaan (su’udzon) dan nilai kewaspadaan bersumber pada profit oriented yang dibawa oleh BRI Syariah Cabang Malang. Sedangkan nilai ketidakjujuran (dusta) juga bersumber pada profit oriented yang dibawa oleh subyektifitas nasabah pembiayaan musyarakah. Terlepas dari itu bank syariah maupun bank konvensional, atau individu maupun kelompok, keduanya sama-sama tidak ingin dirugikan dan akan berlomba-lomba untuk pencapaian laba maksimal. Pencapaian laba maksimal ini bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, tidak hanya dilakukan oleh pihak internal bank tetapi juga pihak eksternal bank. Ketiga nilai tersebut tidak selalu diartikan sebagai nilai yang membawa dampak negatif bagi BRI Syariah Cabang Malang. Kehidupan atau segala sesuatu di dunia ini mempunyai dua sisi yaitu sisi positif dan sisi negatif atau sisi baik dan sisi buruk, sama saja dengan ketiga nilai tersebut.Jika ingin mengetahui apakah ketiga nilai tersebut membawa dampak negatif atau positif, maka tidak cukup hanya dengan melihat nilai-nilai tersebut hanya berdasarkan artinya saja tetapi juga harus mengungkap makna yang sebenarnya dan alasan mengapa nilai-nilai tersebut muncul. Bukan tanpa alasan yang kuat mengapa ketiga nilai tersebut muncul. Berdasarkan hasil observasi, nilai-nilai tersebut lebih membawa nilai positif bagi BRI Syariah Cabang Malang karena dalam dunia bisnis perbankan resiko kerugian yang bisa terjadi sangat tinggi. Oleh karena itu, melekatnya ketiga nilai tersebut bertujuan sebagai solusi alternatif untuk meminimalisasi segala jenis resiko dalam dunia bisnis perbankan yang berlomba-lomba untuk mencapai laba maksimal. SIMPULAN Sistem Pengendalian Internal pembiayaan musyarakah yang diteliti tercermin pada alur proses standar pembiayaan musyarakah yang mengandung lima tahapan. Lima tahapan inilah yang diteliti oleh peneliti. Berdasarkan lima tahapan tersebut, peneliti mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung
pada setiap tahapan tersebut. Kemudian peneliti memadukan nilai-nilai tersebut dan menggolongkannya menjadi nilai-nilai konvensional dan nilai-nilai syariah, selanjutnya peneliti mengungkap penyebab melekatnya nilai-nilai konvensional tersebut. Ditemukan adanya penyatuan nilainilai konvensional dan nilai-nilai syariah yang terkandung dalam lima tahapan proses standar pembiayaan musyarakah. Nilai-nilai konvensional yang melekat tidak harus diartikan sebagai nilai-nilai yang membawa dampak negatif karena segala sesuatu yang ada di dunia ini memiliki dua sisi yaitu sisi positif dan juga sisi negatif, sama saja dengan nilai-nilai konvensional yang melekat juga mempunyai sisi positif dan alasan yang kuat mengapa nilai-nilai konvensional tersebut muncul. Berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dari 5 tahapan dalam proses standar pembiayaan musyarakah yang telah dikupas oleh peneliti ditemukan adanya nilai-nilai konvensional yang melekat. Tiga nilai konvensional yang ditemukan yaitu nilai ketidakpercayaan (su’udzon), nilai kewaspadaan, dan nilai ketidakjujuran (dusta). Nilai ketidakpercayaan (su’udzon) ini melekat disebabkan oleh (1) bank tidak inginrugi; (2) penggunaan dana pembiayaan tidak tepat sasaran; (3) meminimalisasi resiko kecurangan.Nilai ketidakpercayaan (su’udzon) memiliki sisi positif bagi BRI Syariah Cabang Malang yaitu untuk menghindari kerugian berdasarkan fenomena yang terjadi di lapangan bahwa masih sering ditemukan nasabah pembiayaan musyarakah yang menunggak ketika membayar kewajibannya kepada BRI Syariah Cabang Malang sehingga mengakibatkan kerugian bagi BRI Syariah Cabang Malang, maka melekatnya nilai ini sebagai suatu bentuk yang bertujuan untuk meminimalisir atau bahkan menghilangkan resiko kerugian tersebut karena dalam dunia bisnis perbankan adanya resiko kerugian tersebut sangatlah tinggi. Nilai kewaspadaan ini melekat disebabkan oleh (1) kerja lebih terfokus untuk pemenuhan target; (2) penggunaan dana pembiayaan tidak tepat sasaran; (3) membentengi Komite Kantor Cabang dalam pengambilan keputusan pembiayaan; (4) meminimalisasi resiko kecurangan.Nilai kewaspadaan ini melekat dikarenakan oleh BRI Syariah Cabang Malang ingin menghindari kerugian dan juga untuk pencapaian laba maksimal. Nilai Ketidakjujuran (dusta) ini melekat
Rahman, Fitriasari, ..........19
disebabkan olehbagian keuntungan yang tidak ingin dibagi dengan bank. Dengan kata lain bahwa adanya sisi subyektifitas nasabah pembiayaan untuk memupuk keuntungan pribadi (egois). Nilai ketidakjujuran (dusta) ini melekat karena nasabah pembiayaan musyarakah ingin menghindari kerugian. Nilai ketidakjujuran (dusta) ini lebih membawa dampak negatif bagi BRI Syariah Cabang Malang. Melekatnya nilai ketidakpercayaan (su’udzon), nilai kewaspadaan, dan nilai ketidakjujuran (dusta) sebenarnya bersumber dari keinginan untuk pencapaian laba maksimal atau profit oriented. Terlepas dari itu bank syariah maupun bank konvensional, atau individu maupun kelompok, keduanya sama-sama tidak ingin dirugikan dan akan berlomba-lomba untuk pencapaian laba maksimal. Tetapi ketiga nilai tersebut tidak harus selalu diartikan sebagai nilai-nilai yang membawa dampak negatif bagi bank. Segala hal yang ada dalam kehidupan ini memiliki dua sisi yaitu sisi positif dan sisi negatif, atau sisi baik dan sisi buruk, atau hitam dan putih. Kesempurnaan hanya milik Allah SWT begitu pula dengan penelitian ini, walau semaksimal apapun usaha yang diberikan oleh peneliti untuk memberikan hasil yang terbaik, masih ditemukan ketidaksempurnaan di dalamnya. Keterbatasan pertama adalah peneliti lebih menyoroti elemen pengendalian internal pada prosedur pengendaliannya saja karena berdasarkan fakta di lapangan yang ditemukan oleh peneliti bahwa masih terdapat kasus kecurangan pada elemen tersebut. Keterbatasan kedua adalah peneliti lebih menyoroti dua elemen Sistem Pengendalian Internal yaitu pada penaksiran resiko dan pengawasan (prinsip keadilan) karena dua elemen ini berdasarkan hasil observasi peneliti masih terdapat kelemahan.Keterbatasan ketiga adalah peneliti hanya meneliti produk pembiayaan musyarakah saja karena berdasarkan kenyataan di lapangan dan hasil wawancara dengan informan, produk pembiayaan musyarakah masih sering ditemukan kasus penunggakan yang dilakukan oleh nasabah pembiayaan. Peneliti selanjutnya dapat meluaskan penelitian ini dengan membandingkan situs penelitian ini dengan bank konvensional sehingga data dan informasi akan lebih komprehensif. Peneliti selanjutnya juga bisa menambah dan meluaskan informan-informan terpilih agar mendapatkan lebih banyak
masukan dan pandangan sehingga pemahaman yang diperoleh oleh peneliti juga semakin kompleks. Disamping itu, peneliti selanjutnya juga bisa menambahkan perspektif dengan meluaskan elemen pengendalian internal yang digunakan untuk mengungkap Sistem Pengendalian Internal pembiayaan musyarakah bank syariah yang tidak hanya dilihat dari sisi non keuangannya dan pada elemen prosedur pengendaliannya saja tapi juga bisa dibandingkan dengan sisi keuangannya untuk mencapai keselarasan dalam pemahaman peneliti selanjutnya. Jika peneliti selanjutnya mengungkap Sistem Pengendalian Internal bank syariah dari sisi keuangan dan non keuangannya maka Insya Allah akan diperoleh suatu pemahaman yang utuh. DAFTAR RUJUKAN: Amira. 2009. Evaluasi Sistem Pengendalian Intern Pembiayaan Musyarakah pada PT. BPRS Bhakti Haji Malang, Skripsi, Universitas Muhammadiyah, Malang. Anggadini, S.D. 2008. Bentuk Kecurangan pada Lembaga Keuangan Syariah. http://majalah ilmiah unicom. com/2008/bentuk-kecurangan-padalembaga-keuangan-syariah. 17 Juni 2011. Alqur`an dan Terjemahannya. Departemen Agama Republik Indonesia. Proyek Pengadaan Kitab Suci Alqur`an. Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian. Edisi Revisi V. PT.Rineka Cipta, Jakarta. Aryani, S. 2006. Analisis Sistem Pengendalian Intern dalam Penyaluran Kredit pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Malang, Skripsi, Universitas Muhammadiyah, Malang. Bodnar, G.H dan W.S. Hopwood. 2006. Sistem Informasi Akuntansi (Edisi 9). Diterjemahkan oleh Julianto Agung Saputro dan Lilis Setiawati. Penerbit Andi, Yogyakarta. Daymon, C. dan I.Holloway. 2008. MetodeMetode Riset Kualitatif. PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta. Erwin, D. 2006. Analisis Sistem Pengendalian Internal atas Pembiayaan Mudharabah pada BMT-MMU Sidogiri Pasuruan, Skripsi, Universitas Muhammadiyah, Malang. Fikri, A. 2010. Studi Fenomenologi Akuntabilitas Non Governmental Organization WWF (World Wide Fund for Nature). Disertasi. Universitas Brawijaya,
20
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 3, Nomor 1, April 2012, Hlm.....
Malang. Hall, J.A. 2001. Sistem Informasi Akuntansi. Salemba Empat, Jakarta. Hariadi, B. 2006.Akuntansi Manajemen: Suatu Sudut Pandang. Edisi Keempat. BPFE, Yogyakarta. Hardiman, F. B. 2007. Filsafat Fragmentaris. Kanisius, Jakarta. Indriantoro, N. dan B.Supomo. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis: untuk Akuntansi dan Manajemen. BPFE, Yogyakarta. Gerrard, P. dan J. B.Cunningham, 1997. ”Islamic Banking: A Study in Singapore”, International Journal of Bank Marketing page 204-21. Jusuf, A.H. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Dipertimbangkan dalam Penentuan Nisbah Bagi Hasil atas Pembiayaan Musyarakah pada Bank Syariah, Tesis, Universitas Airlangga, Surabaya. Kasmir. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Rajawali Pers, Jakarta. Khan. M.F 1999. “Financial Modernization in 21st Century And Challenge For Islamic Banking”, International Journal of Islamic Financial Service Vol.1 No.3 Kuswarno, E. 2009.Metodologi Penelitian Komunikasi, Fenomenologi (Konsep, Pedoman, dan Contoh Penelitian). Widya Padjajaran UNPAD, Bandung. Lutfitriansah, E. 2007.Evaluasi Sistem Pengendalian Intern Pembiayaan Murabahah pada PT. BPRS Bhakti Haji Malang, Skripsi, Universitas Muhammadiyah, Malang. Maharani, S.N. 2010.Mereduksi Agency Problem pada Kontrak Mudharabah melalui Bingkai Metafora Amanah, Tesis, Universitas Brawijaya, Malang. Mardi. 2011. Sistem Informasi Akuntansi. Ghalia Indonesia, Bogor. Moleong, L.J. 2004.Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Muhadjir, N. 2000.Metodologi Penelitian Kualitatif.Edisi keempat. Penerbit Rake, Yogjakarta Muhamad. 2002. Dasar-dasar Keuangan Islami. Ekonisia, Yogyakarta. Naser, K, A.Jamal dan K.A Khatib. 1999. “Islamic Banking: A Study of Customer Satisfaction and Preferences in Jordan”, International Journal of Bank Marketing page 135-150. Nurhayati, S. dan Wasilah. 2009. Akuntansi Syariah di Indonesia. Salemba Empat,
Jakarta. Permadi, A.R. 2005. Analisis Pengendalian Intern Pemberian Kredit Mikro pada PT. BRI Unit Yosowilangun, Lumajang, Skripsi, Universitas Muhammadiyah, Malang. Prasetyo, E. 2008.Evaluasi Sistem Pengendalian Intern Pembiayaan Murabahah pada PT.BTN Kantor Cabang Syariah Malang,Skripsi, Universitas Muhammadiyah, Malang. Purnomo, A.W. E. 2004. Sistem Pengendalian Internal dalam Gereja: Antara Katolisme dan Budaya Jawa, Tesis, Universitas Brawijaya, Malang. Rachmat, S. 2006. Analisis Kondisi Lingkungan Pengendalian (Control Environment) dalam Sistem pengendalian Intern Bank BTN, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang. Rosalina, A. 2004.Sistem Pengendalian Intern Pembiayaan dalam Penyaluran Pembiayaan Kepada Masyarakat (Studi Kasus pada Bank BRI Syariah Malang, Skripsi, Universitas Muhammadiyah, Malang. Sanders, P. 1982. Phenomenology: A New Way of Viewing Organizational Research. Academy of Management Review. Vol. & (3) pp. 353-360. Sari, LM. 2009. Penerapan Implementasi Pengendalian Internal dalam Sistem Pemberian Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (Studi Kasus pada PT.BRI Tbk.), Skripsi, Universitas Gunadarma, Jakarta. Sawarjuwono, T. 1997. Filosofi Bahasa Sebagai Ontologi dalam Riset Akuntansi,Media Akuntansi, No. 21 Th. IV, Hal : 11 – 20. Siregar, H.R. 2003. Evaluasi Efektivitas Sistem Pembiayaan Musyarakah pada Bank Syariah Mandiri Cabang Medan, Skripsi, Universitas Sumatra Utara, Medan. Siregar, G.L. 2005.Menyingkap Subjektivitas Fenomena. Universitas IndonesiaPress, Jakarta. Sudikin, B. 2002.Metode Penelitian Kualitatif. Perspektif Mikro. Grounded Theory, Fenomenology, Ethnometodologi, Etnografi, dramaturgi, Interaksi simbolik, Hermeneutik, Konstruk Sosial, Analisis Wacana dan Metodologi Refleksi. Insan Cendekia, Surabaya. Suhardjono. 2003. Manajemen Pengkreditan: Usaha Kecil dan Menengah.UPP
Rahman, Fitriasari, ..........21
AMP YKPN, Jogjakarta. Suprayogi, N. 2006. “Aktivitas Pengawasan Internal Syariah pada Bank Syariah(Studi Kasus pada BPRS Bhakti Makmur Indah Sidoarjo)”, Tesis, Magister Akuntansi, Universitas Airlangga, Surabaya. Syahputra, H. 2005.Analisis Struktur Pengendalian Intern terhadap Sistem Pemberian dan Pengembalian Kredit pada Bank Syariah, Skripsi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Thoyibatun, S. 2008. Struktur Pengendalian Intern Bank Perkreditan Rakyat Syariah dan Konvensional, Tesis, Universitas Negeri Malang, Malang. Triyuwono, I. 2006. Perspektif, Metodologi, dan Teori Akuntansi Syariah. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta. Triyuwono, I dan Roekhuddin. 2000. “Konsistensi Praktik Sistem Pengendalian Intern dan Akuntabilitas pada Lazis”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol.3 No.2, pp 12. Wahyudi, I. 1997. Does Accounting Need A New Methodology.Kelola. Edisi No. 16/ VI, pp. 116-123. Wilkinson, J.E., JC. Michael J.C., R. Vvasant dan W.O.W.Bernard. 2000. Accounting Information System: Essential Concept and Application 4th edition. John Wiley and Sons, New York. Yuniati, W. 2009.Analisis Sistem pengendalian internal Bank Syariah di dalam Penyaluran Pembiayaan kepada Masyarakat.Skripsi. Universitas Muhammadiyah, Malang.