Tinjauan Pustaka
Nicotine Replacement Therapy Anggi Gayatri *, Agus Dwi Susanto**, Arini Setiawati *
* Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, ** Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RS Persahabatan, Jakarta, Indonesia PENDAHULUAN Rokok mengandung berbagai zat kimia berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan, seperti nikotin, tar dan zat alkaloid lain. Bahan-bahan kimia tersebut dapat menimbulkan gangguan kesehatan di berbagai organ seperti kardiovaskuler, pulmonal, gastrointestinal, reproduksi, mulut dan sebagainya. Gangguan yang ditimbulkan juga dapat berakibat fatal, seperti kerentanan terkena infeksi, penyakit jantung koroner, hingga kanker pada berbagai organ.1 Walaupun demikian, jumlah perokok di Indonesia masih terus meningkat tiap tahunnya. Indonesia merupakan negara dengan konsumsi rokok terbesar nomor 3 setelah Cina dan India yaitu sekitar 28% jumlah penduduk atau sekitar 65 juta orang. Angka ini meningkat 0,9% dalam periode 2000-2008.2,3 Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah dan pihak swasta untuk mengurangi angka tersebut, salah satunya dengan pendirian klinik berhenti merokok. Klinik tersebut akan membantu para perokok agar dapat lepas dari ketergantungan terhadap rokok melalui berbagai cara, seperti konseling dan farmakoterapi.4 FARMAKOKINETIK NIKOTIN Absorpsi nikotin melalui membran sel bergantung pH. Nikotin tidak dapat menembus membran pada lingkungan asam karena pada lingkungan tersebut nikotin akan terionisasi. Nikotin dapat cepat menembus membran pada pH darah fisiologis karena pada pH tersebut 31% nikotin tidak terionisasi. Nikotin paling mudah diabsorpsi pada lingkungan basa terutama melalui membran mukosa oral dan nasal karena epitel daerah tersebut tipis dan kaya suplai darah. Nikotin juga mudah diserap melalui kulit. Melalui tiga jalur absorpsi tersebut, kadar nikotin darah akan meningkat
CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012
bermakna karena nikotin tidak melewati metabolisme di hati. Nikotin yang ditelan diabsorpsi melalui usus halus, melalui sirkulasi vena portal mengalami metabolisme pre-sistemik oleh hati. Keadaan ini menyebabkan bioavailabilitas nikotin per oral sekitar 30-40%.5,6 Nikotin didistribusikan cepat dan ekstensif ke seluruh jaringan tubuh. Konsentrasi nikotin darah arteri dan otak akan meningkat tajam setelah pajanan, turun setelah 20-30 menit karena nikotin terdistribusi ke jaringan lain. Kadar nikotin tertinggi dalam organ hati, ginjal, limpa, dan paru; dan paling rendah dalam jaringan lemak. Dalam beberapa menit setelah absorpsi, kadar nikotin lebih tinggi di arteri daripada vena. Konsentrasi nikotin dalam vena akan menurun lebih perlahan. Hal ini menggambarkan redistribusi dari jaringan tubuh dan kecepatan eliminasi. Rasio konsentrasi nikotin di otak terhadap konsentrasi dalam vena tertinggi selama dan pada akhir periode pajanan dan akan menurun secara perlahan karena memasuki fase eliminasi. Absorpsi melalui oral, nasal atau transdermal menghasilkan peningkatan konsentrasi nikotin dalam otak secara bertahap dengan rasio terhadap dalam vena relatif rendah dengan disekuilibrium arteriovenosa yang kecil.5,6 Sebagian besar nikotin dimetabolisme di hati dan sebagian kecil dimetabolisme di paru dan ginjal. Metabolit utamanya adalah kotinin (70%) dan nikotin-N-oksida (4%). Kotinin dibentuk di hati dalam dua tahap yang melibatkan sitokrom P450 dan enzim aldehid oksidase. Sitokrom P450 yang terutama berperan adalah CYP2A6. Isoenzim lain yang juga memetabolisme nikotin adalah CYP2B6, CYP2D6, dan CYP2E1. Waktu paruh kotinin yang panjang (16 jam) menyebabkan metabolit ini dapat dijadikan penanda biokimia penggunaan nikotin. Sebagian kecil nikotin diekskresikan melalui
urin, yaitu sekitar 5-10% dari eliminasi total. Waktu paruh eliminasi nikotin rata-rata 2 jam.5,6 Pada seseorang yang merokok secara regular, kadar nikotin dalam darah akan meningkat dalam 6-8 jam. Kadar nikotin dalam darah yang diambil pada siang hari (dalam keadaan kadar mantap) berkisar antara 1050 ng/mL. Tiap batang rokok akan menghasilkan konsentrasi nikotin dalam darah sekitar 5-30 ng/mL, tergantung cara rokok dihisap. Pada malam hari kadar nikotin akan menurun dan hanya tersisa sedikit di dalam darah ketika bangun pada pagi harinya.5 FARMAKODINAMIK NIKOTIN Nikotin bekerja pada reseptor kolinergik nikotinik di otak, ganglia autonom, medula adrenal dan sambungan neuromuskuler.1,5,7 Reseptor kolinergik nikotinik memiliki dua subunit yaitu subunit α dan subunit β . Nikotin akan berikatan dengan reseptor nikotinik yang terdapat di badan sel, pada terminal saraf dan akson.1,5 Respons terhadap stimulasi reseptor nikotinik melibatkan sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Efek simpatis terutama dimediasi oleh stimulasi reseptor nikotinik di medula adrenal yang menyebabkan pelepasan epinefrin dan norepinefrin. Efek simpatis dominan pada sistem kardiovaskuler yaitu hipertensi, takikardi dan vasokontriksi perifer. Efek parasimpatis terutama pada sistem saluran cerna dan saluran kemih yaitu menimbulkan gejala mual, muntah, diare dan peningkatan pembentukan urin. Efek muntah juga dapat disebabkan oleh stimulasi chemoreceptor trigger zone di area postrema medula oblongata.7 Efek nikotin yang dapat menimbulkan kecanduan adalah efeknya pada reseptor kolinergik nikotinik di otak. Nikotin diserap dari asap rokok ke sirkulasi dalam paru, lalu melalui arteri karotis internal akan mencapai otak. Di dalam otak, nikotin akan be-
25
Tinjauan Pustaka kerja pada reseptor kolinergik nikotinik dalam waktu 10-15 detik setelah menghisap rokok. Ikatan antara nikotin dengan reseptor nikotiniknya di area tegmental ventral otak menyebabkan pelepasan dopamin di nukleus akumbens, yang akan menimbulkan perasaan nyaman (pleasure). Timbulnya rasa nyaman akibat nikotin dalam hitungan detik inilah yang menyebabkan ketergantungan pada rokok. Selain itu, nikotin juga menyebabkan pelepasan neurotransmiter lain seperti norepinefrin, β -endorfin, asetilkolin dan serotonin yang akan meningkatkan kemampuan kognitif, kewaspadaan dan memori serta menurunkan ketegangan dan kecemasan.1,7 Respon stimulasi reseptor nikotinik di otak diperlihatkan pada gambar 1.
Nikotin
dopamin
Rasa nyaman, supresi nafsu makan
norepinefrin
Peningkatan kewaspadaan, supresi nafsu makan
asetilkolin
Peningkatan kemampuan kognitif
GABA
Mengurangi rasa cemas dan tegang
serotonin
Modulasi mood, supresi nafsu makan
beta-endorfin
Mengurangi rasa cemas dan tegang
tan (tanpa bantuan tenaga kesehatan).1,8 Nasihat sederhana dari tenaga kesehatan dapat meningkatkan angka keberhasilan menjadi 3%. Bantuan program intervensi yang minimal dapat meningkatkan angka keberhasilan menjadi 5-10% dan terapi yang lebih intensif, termasuk klinik berhenti merokok, dapat meningkatkan angka keberhasilan hingga 25-30%. Karena itulah kalangan kesehatan mengembangkan berbagai usaha untuk menghentikan kebiasaan merokok.1 Strategi utama yang dapat dilakukan adalah konseling, intervensi farmakologis, atau kombinasi keduanya. Banyak pero-
kok telah mencoba obat yang dijual bebas untuk menghentikan kebiasaan merokok sebelum berdiskusi dengan petugas kesehatan. Penggunaan obat bebas terkadang tidak memuaskan karena pemilihan dan penggunaan yang kurang tepat. Berbagai faktor juga turut mempengaruhi hasil usaha menghentikan kebiasaan merokok seperti kontak dengan orang-orang yang masih merokok atau keadaan lain yang dapat menimbulkan relapsnya kebiasaan merokok.1 Berbagai panduan mengenai penghentian kebiasaan merokok telah dibuat oleh beberapa pihak. Salah satunya adalah berdasarkan hasil panel Delphi tahun 2008, (Gambar 2).9
Tanya pasien: apakah ingin berhenti merokok
tidak
ya Berikan nasihat penggunaan obat & konseling Ya
Berikan konseling motivasi ya
keduanya Menginginkan konseling
Ingin menggunakan farmakoterapi
Gambar 1. Efek neurokimia nikotin 1 Penggunaan nikotin, baik akut maupun kronik, dapat menimbulkan toleransi. Toleransi akut terjadi akibat desensitisasi reseptor. Ketika nikotin berikatan dengan reseptor nikotinik, akan terjadi perubahan alosterik dan reseptor menjadi tidak sensitif terhadap nikotin untuk beberapa waktu. Penggunaan kronik akan meningkatkan jumlah reseptor nikotinik hingga 50% yang mungkin merupakan akibat dari desensitisasi reseptor.5 Pada keadaan tersebut jika nikotin tidak tersedia, maka pelepasan dopamin dan neurotransmiter lainnya akan menurun di bawah kadar normal, sehingga akan menimbulkan efek putus zat. Beberapa gejala yang akan timbul pada putus nikotin adalah rasa cemas, iritabilitas, sulit berkonsentrasi, sulit beristirahat, peningkatan nafsu makan, gangguan tidur dan depresi.1,7 BERHENTI MEROKOK Di antara seluruh perokok, 70% ingin berhenti merokok dan 46% perokok berusaha berhenti merokok tiap tahunnya.1 Namun hanya 1-3% yang berhasil berhenti spon-
NRT
bupropion
varenicline
Pilih monoterapi atau kombinasi
Pilih tipe farmakoterapi berdasarkan pada: 1. bukti 2. pilihan pasien 3. pengalaman pasien 4. kebutuhan pasien 5. riwayat pasien 6. potensiasi efek samping dan interaksi obat
Pilih kombinasi farmakoterapi berdasarkan pada: 1. gagal dengan monoterapi 2. sangat ingin merokok 3. derajat ketergantungan 4. kegagalan multipel 5. pengalaman gejala putus nikotin
Perhatian Pasien dengan dua diagnosis, pertimbangkan: 1. kontraindikasi 2. farmakoterapi spesifik yang bermanfaat untuk keadaan komorbid 3. medikasi dengan dua manfaat
Kombinasi spesifik yang dapat digunakan: 1. 2 atau lebih bentuk NRT x Transdermal + permen karet x Transdermal + inhaler x Transdermal + tablet hisap 2. bupropion + NRT x bupropion + transdermal x bupropion + permen karet
Lakukan pengawasan berkala Frekuensi pengawasan tergantung pada kebutuhan pasien dan jenis farmakoterapi
Gambar 2. Algoritma tata laksana berhenti merokok9 Gambar 2. Algoritma tata laksana berhenti merokok (9)
26
CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012
Tinjauan Pustaka FARMAKOTERAPI UNTUK BERHENTI MEROKOK Secara umum farmakoterapi untuk menghentikan kebiasaan merokok dapat dibagi menjadi dua, yaitu lini pertama dan lini kedua. Tiga obat yang termasuk dalam lini pertama yaitu: a. Bupropion, antidepresan yang bekerja menghambat ambilan kembali dopamine dan norepinephrine. b. Nicotine c. Varenicline agonis parsial reseptor nikotin. Obat-obat yang termasuk lini kedua adalah clonidine dan nortryptiline.1 Nicotine Replacement Therapy Efek berbahaya rokok ditimbulkan oleh zatzat selain nikotin yang terkandung dalam
rokok. Sementara itu, efek ketergantungannya disebabkan oleh nikotin yang jumlahnya dalam rokok relatif kecil dan cukup aman. Oleh karena itu salah satu cara untuk menghentikan kebiasaan merokok adalah dengan memberikan nikotin dengan cara bukan melalui rokok, yaitu nicotine replacement therapy (NRT). Nicotine replacement therapy adalah farmakoterapi yang paling banyak diteliti untuk menghentikan kebiasaan merokok.8,10 Penggunaan NRT bertujuan untuk menggantikan nikotin yang sebelumnya diperoleh dari rokok. Tiga mekanisme kerja utama NRT adalah mengurangi gejala putus nikotin, mengurangi efek penguatan nikotin dan memberikan efek yang sebelumnya didapatkan dari rokok.10 Penggunaan NRT
efektif, dapat ditoleransi dengan baik dan efek sampingnya ringan.8 Nicotine replacement therapy terdiri dari enam bentuk sediaan, yaitu nikotin transdermal, permen karet (gum), tablet hisap (lozenge), tablet sublingual, inhaler dan obat semprot nasal (nasal spray).11 Semua bentuk memiliki efikasi yang hampir sama dengan tingkat kepatuhan pengguna paling tinggi pada bentuk transdermal, lebih rendah untuk permen karet dan sangat rendah untuk sediaan semprot hidung dan inhaler.1 Bentuk sediaan dan cara penggunaan NRT dalam berbagai bentuk sediaan tercantum pada tabel 1. Nikotin Transdermal Nikotin transdermal adalah unit dengan
Tabel 1. Bentuk Sediaan Nikotin11 Dosis
Transdermal
Permen karet
Tablet hisap
Tablet sublingual
Inhaler
Semprot hidung
Transdermal 16 jam >10cpd atau lebih: 15 mg selama 8 minggu 10 mg selama 2 minggu 5 mg selama 2 minggu <10 cpd atau kurang: 10 mg selama 6 minggu 5 mg selama 2 minggu
2 kekuatan: 4 mg dan 2 mg
3 kekuatan: 4 mg/2 mg/ 1 mg
1 kekuatan: 2 mg
Cartridge 10 mg
Sediaan: 10 mg/ml
Maksimal digunakan 15 buah setiap hari
Maksimal 15 tablet hisap sehari
Maksimal 80 mg per hari
Maksimal 12 kaps per hari
>20 cpd atau lebih: 4 mg <20 cpd atau kurang: 2 mg
>20 cpd atau lebih: 4 mg <20 cpd atau kurang: 2 mg
>20 cpd atau lebih: 4 mg per jam <20 cpd atau kurang: 2 mg per jam
1 cartridge digunakan selama 20 menit (penggunaan intensif)
Maksimal 64 semprot per hari
Turunkan dosis secara perlahan setelah 3 bulan
1 tiap 1-2 jam selama 6 minggu, lalu 1 tiap 2-4 jam selama 3 minggu, lalu 1 tiap 4-8 jam selama 3 minggu
Transdermal 24 jam >10 cpd atau lebih: 21 mg selama 6 minggu 14 mg selama 2 minggu 7 mg selama 2 minggu < 10 cpd atau kurang: 14 mg selama 6 minggu 7 mg selama 2 minggu
Terapi tidak boleh lebih dari 6 bulan
Turunkan dosis secara perlahan setelah 3 bulan Tinjau ulang terapi jika dalam 9 bulan abstinens tidak tercapai
Penggunaan awal antara 6-12 cartridge sehari selama lebih dari 8 minggu, lalu setengahnya selama 2 minggu kemudian, lalu setengahnya lagi
Turunkan dosis secara perlahan setelah 3 bulan
Gunakan 1 semprot ke tiap lubang hidung Maksimal 2 semprot per jam dalam 16 jam sehari selama 8 minggu Secara bertahap turunkan dosis dalam 4 minggu Lama pengobatan maksimal 3 bulan
Terapi tidak boleh lebih dari 6 bulan Penggunaan
Gunakan pada kulit yang kering dan tidak berambut pada tubuh bagian atas Hindari penggunaan pada tempat yang sama selama 7 hari
1 permen karet harus dikunyah secara perlahan dan letakkan antara gusi dan dinding bagian dalam pipi selama 30 menit Gunakan secara teratur
1 tablet hisap harus dihisap lalu letakkan antara gusi dan bagian dalam pipi selama 30 menit
Letakkan tablet di bawah lidah, lalu biarkan terlarut Gunakan secara teratur
Gunakan secara teratur
Puff atau hisap inhalator Ganti cartridge secara teratur
Semprot sesuai keperluan Gunakan secara teratur
Gunakan secara teratur
Keuntungan
Mudah digunakan
Pengaturan dosis mudah. Tersedia berbagai rasa
Pengaturan dosis mudah
Pengaturan dosis mudah.
Jaga aksi hand-tomouth.
Dapat pulih dengan cepat
Kerugian
Dapat mengiritasi tempat aplikasi
Harus digunakan dengan tepat
Harus digunakan dengan tepat
Harus digunakan dengan tepat
Tidak boleh mengganggu aksi hand-to-mouth
Transdermal 24 jam dapat menyebabkan gangguan tidur
Hindari penggunaan dengan gigi palsu
Dapat menyebabkan iritasi pada mulut atau tidak tercerna
Dapat menyebabkan iritasi pada mulut atau tidak tercerna
Dapat menyebabkan iritasi nasal; hindari pada penderita sinusitis
cpd (cigarettes per day) = jumlah rokok yang dihisap per hari
CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012
27
Tinjauan Pustaka beberapa lapisan yang dapat menghantarkan nikotin setelah pemakaian pada kulit. Diperkirakan 68% nikotin yang dilepaskan oleh sistem transdermal akan masuk ke dalam sirkulasi.7 Nikotin transdermal tersedia dalam berbagai kekuatan, tergantung dari lama pemakaian dan kekuatan dosis. Berdasarkan lama waktu pemakaian, dapat dibedakan menjadi dua yaitu sediaan yang digunakan selama 16 jam dan 24 jam. Sediaan yang digunakan selama 16 jam, terdiri dari beberapa sediaan dosis yaitu 5 mg, 10 mg dan 15 mg. Sementara itu, untuk sediaan yang digunakan selama 24 jam terdiri dari 3 sediaan dosis yaitu 7 mg, 14 mg dan 21 mg.10,11 Sifat farmakokinetik nikotin transdermal berbeda dengan bentuk sediaan NRT lain. Komponen yang membatasi penyerapannya adalah keadaan kulit tempat transdermal digunakan. Nikotin transdermal dapat digunakan pada semua kulit yang bersih, kering, dan tidak berambut. Waktu paruh eliminasinya cukup panjang, yaitu sekitar 3-6 jam.12 terutama disebabkan oleh penyerapan nikotin secara terus menerus dari sediaan transdermal, sehingga waktu paruhnya panjang dan kadarnya dalam darah menetap lebih lama dibandingkan bentuk sediaan lain.10,12 Dosis dan lama penggunaan nikotin transdermal ditentukan oleh banyaknya rokok yang dihisap setiap hari. Seorang perokok berat dapat menggunakan transdermal dosis terkuat dan perokok ringan-sedang dapat menggunakan transdermal dosis lebih rendah (tabel 1). Dosis dapat diturunkan secara perlahan untuk mengurangi ketergantungan terhadap nikotin.10,11 Efek samping yang dapat timbul relatif ringan, sehingga sediaan ini dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang sering timbul yaitu iritasi di bagian kulit tempat ditempelkannya nikotin transdermal. Risiko iritasi kulit dapat dikurangi dengan mengubah tempat penempelan setiap hari. Gangguan tidur kadang terjadi pada penggunaan nikotin transdermal selama 24 jam (termasuk pada malam hari ketika tidur).7,11 Kadar nikotin yang dapat bertahan lebih lama, efek samping yang ringan dan penggunaannya yang mudah membuat kepatuhan pasien pengguna
28
bentuk sediaan ini paling tinggi dibandingkan bentuk sediaan lain.10,12 Permen Karet Nikotin Permen karet nikotin mengandung nikotin yang terikat pada kompleks resin. Nikotin permen karet tersedia dalam dua dosis yaitu 2 mg dan 4 mg.7,10,11 Bagi orang yang merokok lebih dari 20 batang per hari dapat menggunakan sediaan 4 mg dan bagi orang yang merokok kurang dari 20 batang per hari dapat menggunakan sediaan 2 mg.10,11 Pengguna sediaan ini diinstruksikan untuk menggunakan permen karet tiap 1-2 jam pada 6 minggu pertama, lalu dikurangi tiap 2-4 jam selama 3 minggu, dan tiap 4-8 jam selama 3 minggu.10 Penggunaan permen karet nikotin berbeda dengan permen karet biasa, sebab permen karet nikotin sulit dikunyah hingga dapat memberikan rasa nyeri pada rahang. Selain itu rasanya tidak terlalu enak, walaupun saat ini telah dikembangkan permen karet nikotin dengan rasa buah. Permen karet dikunyah hingga melunak kemudian ditempatkan di antara pipi dan gusi. Ulangi cara ini tiap beberapa menit.7,10 Mengunyah akan mentitrasi dosis nikotin yang diterima secara perlahan. Mengunyah secara intermiten juga akan memperlambat absorpsi melalui mukosa bukal dan mengurangi jumlah nikotin yang tertelan, sebab nikotin yang tertelan tidak diserap dengan baik melalui saluran cerna dan dapat menimbulkan iritasi saluran cerna.7 Lima puluh persen dari dosis 2 mg dan 4 mg akan diserap melalui mukosa bukal. Absorpsinya tidak konsisten, tetapi lebih cepat dibandingkan bentuk transdermal. Absorpsi nikotin melalui mukosa bukal menurun jika digunakan bersamaan dengan minuman yang bersifat asam, seperti kopi, minuman bersoda atau jus jeruk. Karena itu, minuman-minuman ini harus dihindari 15 menit sebelum menggunakan nikotin permen karet.7,10 Penggunaan nikotin permen karet yang mudah membuat kepatuhan penggunanya cukup tinggi, walaupun masih lebih rendah dibandingkan pengguna nikotin transdermal. Tablet Hisap Nikotin Tablet hisap nikotin tersedia dalam formulasi 1 mg, 2 mg dan 4 mg. Bagi perokok
yang merokok lebih dari 20 batang sehari dapat menggunakan sediaan 4 mg dan bagi yang merokok kurang dari 20 batang per hari dapat menggunakan sediaan 2 mg.11 Beberapa ahli menetapkan formulasi yang akan digunakan berdasarkan pada seberapa cepat setelah bangun tidur di pagi hari seseorang merokok. Waktu pertama kali merokok di pagi hari merupakan indeks yang kuat untuk menentukan ketergantungan terhadap nikotin dan merupakan cara yang dapat digunakan untuk mengukur kebutuhan nikotin tiap perokok.1,10 Bagi perokok yang mulai merokok dalam waktu 30 menit disarankan menggunakan sediaan 4 mg dan bagi perokok yang mulai merokok dalam waktu lebih dari 30 menit disarankan menggunakan sediaan 2 mg. Sediaan tablet hisap dapat digunakan tiap 1-2 jam.1 Nikotin tablet hisap diabsorpsi secara perlahan (dalam waktu 30 menit) melalui mukosa bukal. Sediaan ini tidak boleh dikunyah. Jumlah nikotin yang diserap dari sediaan tablet hisap lebih besar daripada permen karet. Pada suatu studi dosis tunggal, diperoleh kadar maksimum sediaan tablet hisap 8-10% lebih tinggi daripada sediaan permen karet.11 Dari studi lain didapatkan bahwa potensi nikotin tablet hisap 1 mg sama dengan permen karet nikotin 2 mg. Selain itu, jika dibandingkan dengan permen karet, nikotin tablet hisap memiliki beberapa keunggulan yaitu dapat digunakan walaupun terdapat keterbatasan kesehatan mulut, penerimaan sosial yang lebih baik, dan tidak perlu dikunyah seperti permen karet. Sediaan tablet hisap dapat memenuhi kebutuhan dosis akut jika pasien tiba-tiba ingin sekali merokok.13 Tablet Sublingual Nikotin Satu tablet sublingual nikotin memiliki kekuatan 2 mg. Cara penggunaan sediaan ini adalah dengan menempatkannya di bawah lidah dan membiarkannya hingga terlarut. Kecepatan absorpsi nikotin meningkat pada pH mulut alkali dibandingkan dengan pH asam. Profil farmakokinetik tablet sublingual nikotin 2 mg setara dengan permen karet nikotin 2 mg. Perokok yang menggunakan kurang dari 20 rokok sehari dapat menggunakan 1 tablet sublingual tiap jam dan untuk perokok yang
CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012
Tinjauan Pustaka menggunakan 20 rokok atau lebih sehari dapat menggunakan 2 tablet sublingual tiap jam. Penggunaan dalam satu hari tidak boleh dari 40 tablet. Dosis ini dapat digunakan hingga 12 minggu. Setelah 12 minggu, dosis harus diturunkan secara bertahap.10,14 Inhaler Nikotin Inhaler nikotin terdiri dari mouthpiece dan cartridge plastik berisi nikotin. Ketika inhaler disemprotkan, nikotin akan melalui mouthpiece masuk ke dalam mulut. Tiap cartridge inhaler mengandung nikotin 10 mg. Dari 10 mg tersebut, 4 mg akan masuk ke dalam mulut dan 2 mg akan diabsorpsi.7,10 Sediaan ini bukan inhaler sebenarnya karena nikotin yang disemprotkan tidak masuk ke dalam bronkus atau paru, tapi terdeposit dan diabsorpsi melalui mulut. Sebagian besar nikotin akan masuk ke dalam kavitas oral (36%), esofagus dan lambung (36%), serta sebagian kecil (4%) mencapai paru.10 Jumlah nikotin yang diabsorpsi dari inhaler bergantung pada suhu-suhu lingkungan yang tinggi akan meningkatkan absorpsi, sedangkan suhu rendah akan menurunkan absorpsi. Efek terbaik diperoleh jika digunakan selama 20 menit. Penggunaan sediaan ini direkomendasikan selama 3 bulan, setelah itu dosis dapat diturunkan secara bertahap selama 6-12 minggu.10 Jumlah nikotin yang diperoleh melalui sediaan ini paling kecil dibandingkan sediaan lainnya. Sediaan ini terutama berguna untuk perokok dengan tingkat ketergantungan rendah, sebagai terapi tambahan pada nikotin transdermal untuk menangani keinginan merokok tiba-tiba atau dalam kombinasi dengan bupropion.7 Semprot Hidung Nikotin Semprot hidung nikotin dirancang untuk memberikan dosis nikotin pada perokok lebih cepat daripada NRT lain; karena itu nikotin semprot hidung dapat digunakan untuk memenuhi keinginan merokok yang tiba-tiba. Sediaan ini akan mengantarkan nikotin langsung ke membran nasal dan lalu akan diserap ke dalam pembuluh darah. Peningkatan kadarnya dalam darah lebih lambat dibandingkan dengan rokok, tapi lebih cepat dibandingkan dengan bentuk NRT lain.7,10
CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012
Alat semprot hidung adalah botol multidosis dengan pompa yang akan mengeluarkan 0,5 mg nikotin tiap semprotan. Satu dosis artinya adalah dua kali semprotan (mengeluarkan 1 mg nikotin). Dosis yang diperlukan tiap pasien berbeda-beda tergantung derajat ketergantungan nikotin. Pasien dapat mulai dengan 1 atau 2 dosis per jam dan dapat ditingkatkan hingga maksimum 40 dosis per hari. Efek samping yang sering timbul adalah iritasi hidung, bersin-bersin, batuk dan mata berair.7,10 Penggunaan Nicotine Replacement Therapy pada Keadaan Khusus Nicotine replacement therapy relatif aman digunakan pada keadaan tertentu seperti pada remaja, kehamilan dan masa menyusui, perokok dengan penyakit kardiovaskular, perokok dengan diabetes mellitus dan perokok dengan gangguan fungsi hati. Nicotine replacement therapy dapat digunakan oleh remaja berusia 12-18 tahun dengan perhitungan dosis sama dengan orang dewasa. Penggunaannya harus dalam pengawasan dokter atau tenaga kesehatan lain.11 Nicotine replacement therapy dapat digunakan dengan aman pada ibu hamil dan menyusui, walaupun ibu hamil sebaiknya menghentikan kebiasaan merokok tanpa NRT. Penggunaan NRT pada ibu hamil harus mempertimbangkan manfaat bagi ibu dan risiko timbulnya efek samping pada bayi. Nikotin dari NRT dapat keluar ke air susu, walaupun jumlahnya sangat kecil. Pada dua keadaan ini sebaiknya digunakan bentuk sediaan NRT intermiten.11 Penggunaan NRT pada pasien penyakit jantung telah disetujui. Tidak seperti rokok, NRT bukan faktor risiko bermakna untuk kejadian kardiovaskular. Perokok dengan penyakit kardiovaskular disarankan menggunakan NRT kerja singkat. Nicotine replacement therapy juga aman digunakan pada perokok dengan diabetes mellitus, walaupun perlu pemeriksaan kadar glukosa darah lebih sering karena nikotin merangsang pelepasan katekolamin yang dapat mempengaruhi metabolisme karbohidrat. Penggunaan NRT pada perokok dengan penyakit hati
juga perlu perhatian khusus atau bahkan hingga mengurangi dosis, karena nikotin dimetabolisme di hati.11 Farmakoterapi Kombinasi Penggunaan farmakoterapi kombinasi untuk penghentian kebiasaan merokok dapat lebih efektif daripada terapi dengan modalitas tunggal, terutama jika mengkombinasikan farmakoterapi kerja panjang (misalnya nikotin transdermal atau bupropion) dengan NRT kerja pendek yang dapat digunakan ketika tiba-tiba sangat ingin merokok. Farmakoterapi yang biasa digunakan sebagai kombinasi adalah nikotin transdermal dan bupropion, yang dikombinasikan dengan NRT bentuk lain. Suatu studi menyimpulkan bahwa terapi kombinasi 2-3 kali lebih efektif dibandingkan dengan farmakoterapi tunggal.1,10 Farmakoterapi kombinasi diindikasikan pada beberapa keadaan berikut: a. Gagal menghentikan kebiasaan merokok dengan satu jenis farmakoterapi b. Pasien yang seringkali merasa tiba-tiba sangat ingin merokok c. Derajat ketergantungan d. Kegagalan usaha yang multipel e. Perokok dengan gejala putus nikotin SIMPULAN 1. Salah satu jenis farmakoterapi yang dapat digunakan untuk menghentikan kebiasaan merokok adalah nicotine replacement therapy dengan enam bentuk sediaan yaitu nikotin transdermal, permen karet, tablet hisap, tablet sublingual, inhaler dan obat semprot nasal. 2. Efikasi keenam bentuk sediaan NRT hampir setara, walaupun masing-masing bentuk sediaan memiliki kelebihan dan kekurangan. 3. Nicotine replacement therapy juga dapat digunakan sebagai kombinasi dengan farmakoterapi lain atau dengan bentuk sediaan NRT yang berbeda. Penggunaan kombinasi bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan.
29
Tinjauan Pustaka DAFTAR PUSTAKA 1. Benowitz NL, Brunetta PG. Smoking hazards and cessation. In: Mason RJ, Murray JF, Broaddus VC, Nadel JA, editors. Murray and Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine. 4th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005. p. 2453-68. 2. World Health Organization. WHO report on the global tobacco epidemic, 2008. The MPOWER Package. 2008. Available from: http://www.who.int/tobacco/ mpower/mpower_report_full_2008_pdf 3. 10 negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia. [cited 2010 Feb 7]. Available from: http://nusantaranews.wordpress.com/2009/05/31/10-negara-jumlah-perokok-terbesar-di-dunia/. 4. Pakai pendekatan farmakologi dan nonfarmakologi. [cited 2010 Feb 7]. Available from: http://bataviase.co.id/node/43092?page=1. 5. Houezec JL. Role of nicotine pharmacokinetics in nicotine addiction and nicotine replacement therapy: a review. Int J Tuberc Lung Dis. 2003; 7(9):811–9. 6. Hukkanen J, Jacob P, Benowitz NL. Metabolism and disposition kinetics of nicotine. Pharmacol Rev 2005; 57:79–115. 7. Rau JL. Selected agents used in respiratory disease. In: Rau JL, ed. Respiratory care pharmacology. 6th ed. New York: Mosby; 2002. p. 321-5. 8. Moore D, Aveyard P, Connock M, Wang D, Fry-Smith A, Barton P. Effectiveness and safety of nicotine replacement therapy assisted reduction to stop smoking: systematic review and meta-analysis. BMJ 2009; 338:b1024. 9. Bader P, McDonald P, Selby P. An algorithm for tailoring pharmacotherapy for smoking cessation: results from a Delphi panel of international experts. Tobacco Control. 2009;18:34–42. 10. Henningfield JE, Fant RV, Buchhalter AR, Stitzer ML. Pharmacotherapy for nicotine dependence. CA Cancer J Clin. 2005;55;281-99. 11. Manchester City Council. Guideline for the use of nicotine replacement therapy (NRT) only; 2009. Available from: http://www.manchester.gov.uk/ 12. Lewis S, Subramanian G, Pandey S, Udupa N. Pharmacokinetic evaluation of a developed nicotine transdermal system. Indian J Pharmaceut Sci. 2007;69(2):309-12. 13. Dautzenberg B, Nides M, Kienzler J, Callens A. Pharmacokinetics, safety and efficacy from randomized controlled trials of 1 and 2 mg nicotine bitartrate lozenges (Nicotinell®). BMC Clin Pharmacol. 2007; 7:1-15. 14. Molander L, Lunell E. Pharmacokinetic investigation of a nicotine sublingual tablet. Eur J Clin Pharmacol. 2001; 56: 813-9.
30
CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012