NGANGGUR PASCA WISUDA, NGGA BANGET...! Oleh: Atikah Mumpuni, S.Pd (27/05/2012; 17:23)
A. MAHASISWA Selepas seorang anak menggunakan seragam putih abu-abu, jika melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi anak itu berubah sebutannya dari siswa menjadi mahasiswa. “Mahasiswa berasal dari kata maha dan siswa, secara arti kata bisa diartikan orang yang memiliki kemampuan lebih dibanding siswa di sekolah”, kata dosen. Kamampuan lebih, maksudnya? Ya sebuah kemampuan akademis yang lebih tinggi dibanding siswa di sekolah. Tidak mungkin masyarakat mengatakan seorang mahasiswa bodoh dan goblok, masyarakat pasti akan memandangnya sebagai sosok yang berilmu. Kalau ada yang pernah menonton film Gie, berikut pendapat Gie mengenai sarjana: “.... Bidang seorang sarjana adalah berpikir dan mencipta yang baru. ....” Ya, mahasiswa sebagai calon sarjana bukan lagi harus belajar seperti siswa pada umumnya, tapi harus berani menciptakan perubahanperubahan yang bermanfaat bagi lingkungan sosialnya. Inilah sesungguhnya beban terberat bagi mahasiswa. Mahasiswa yang dianggap pandai oleh lingkungannya, seharusnya
bisa
menciptakan
perubahan-perubahan
yang
sudah
berarti di
masyarakat. Mahasiswa ada bukan untuk ajang pamer dengan lingkungannya. “Iniloh saya di universitas anu jurusan anu, keren kan? Jurusan anu lagi top sekarang masuknya aja sulit”, begitu celoteh orang yang berlabel mahasiswa.
Bukan sekedar jurusan unggulan dan universitas ternama yang seharusnya membuat orang bangga, tapi kontribusinya dalam masyarakat. Pernah mendengar Tri Dharma Perguruan tinggi? Tri Dharma perguruan tinggi meliputi tiga bidang yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Sangat salah jika mahasiswa hanya berurusan pada akademis saja. Tapi, akademis seorang mahasiswan harus diikuti dengan rasa ingin tahu yang tinggi, melihat permasalahan dari berbagai sudut sehingga ilmu yang didapatnya tidak kosong, tapi dapat diaplikasikan dalam masyarakat.
B. JENIS MAHASISWA Dalam perjalanan selanjutnya, mahasiswa bisa di golongkan menjadi tiga, yaitu mahasiswa akademis, mahasiswa organisasi dan mahasiswa ideal. Berikut ini adalah penjelasan dari ketiganya:
1.
Mahasiswa Akademis Mahasiswa jenis ini bagus, IPK selalu di atas rata-rata. Catatannya sangat rapi dan lengkap, tugasnya selalu sempurna. Lulus comlaude dengan waktu yang singkat sudah menjadi hal biasa untuk mahasiswa jenis ini. Ada yang menyebut mahasiswa jenis ini dengan sebutan kopasus (kampus, koskosan, pacaran, kos-kosan, perpus). Ya memang pekerjaan mereka seperti itu, ke kampus kuliah mendengar ceramah dosen sampai titik komanya. Lalu setelah itu pulang ke rumah atau kos-kosan ganti baju, makan, tidur. Kalau
ada waktu senggang ya nongkrong bareng teman-temannya atau pacaran. Lalu pulang lagi ke rumah atau kos-kosan, terus langsung lari ke perpus kalau kekurangan referensi. Begitu seterusnya mereka, hanya mengisi waktunya dengan akademis dan bersenang-senang. Nyaman sekali sepertinya mahasiswa jenis ini. Mahasiswa akademis biasanya jadi kebanggaan dosen. Mereka rajin kuliah dan lebih banyak diam dan mengikuti semua kemauan dosen, tanpa pernah memberontak. Mereka seringkali tak mengenal orang dilingkungannya, sehingga tidak punya jaringan yang baik. Ini tentu akan memepersulit mereka ketika sudah wisuda dan mencari kerja. Mereka hanya berbekalkan IPK yang tingginya selangit tanpa berbekal keterampilan apapun. Sering kali saya mendengar seseorang yang selalu membicarakan grafik kenaikan IPK dalam setiap pidatonya. Seringkali saat itu juga ingin saya robek-robek mulutnya yang sedang berbusa mengeluarkan kata. Saya ingin berteriak kencang, “IPK yang tinggi tanpa dibarengi keterampilan yang memadai tidak ada artinya, Pak!”
2.
Mahasiswa Organisasi Mahasiswa organisasi kebalikan dari mahasiswa akademis. Mereka menghabiskan banyak waktunya untuk kegiatan organisasi kemahasiswaan. Siang malam mereka banyak menghabiskan waktunya di kampus. Makanya, mahasiswa jenis ini sering kali disebut sebagai mahasiswa abadi. Sanking cintanya di kampus, mereka betah bertahun-tahun di kampus. Ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:
a.
Jadwal mereka sebagai aktivis sangat padat. Terkadang mereka harus rela mengorbankan waktu kuliah karena ada kegiatan yang benar-benar membutuhkan mereka dan tidak bisa ditinggalkan.
b.
Ada diantara mereka yang rela menunda waktu wisudanya demi kelangsungan organisasi dibawah naungannya. Mereka menunda waktu kelulusan
sampai
ada
generasi
yang
benar-benar
mampu
menggantikannya. c.
Terkadang, mereka sering adu argumen dengan dosen. Mahasiswa jenis ini memang berani berargumen, mereka tidak akan berhenti berbicara jika mereka belum mendapat jawaban atau pendapat yang menurut mereka logis. Meski tidak semua dosen tapi sebagian dosen merasa tidak suka berdebat dengan mahasiswanya, ya dosen anti kritik yang langsung menandai dengan sepidol merah mahasiswa yang berani mendebatnya. Dibalik catatan merah di dunia akademis, mahasiswa ini telah
mempunyai jaringan yang bagus. Banyak chenel di mana-mana, mereka tidak akan kebingungan setelah wisuda. Meski hanya berbekal IPK yang sangat minim, tapi mereka punya berbagai keterampilan yang memadai. Juga keterampilan berbicaranya bisa meyakinkan orang percaya dengan kebisaannya.
3.
Mahasiswa Ideal Betapa harmonisnya mahasiswa jenis ini. Akademik dan organisasi berjalan berdampingan tanpa ada ketimpangan diantara keduanya. Banyak
orang yang mengaku sebagai mahasiswa ideal, IPK mereka bagus organisasi mereka juga jalani. Tapi, ternyata setelah ditelusuri mereka belum bisa dikatakan ideal. Mereka tidak memberikan sumbangsih apa-apa terhadap organisasi yang digeluti. Atau mereka bisa mendapatkan IPK bagus hanya karena di backup oleh teman-teman mereka dibelakang. Mahasiswa paling ideal menurut saya adalah Soe Hok Gie. Dengan jelas dalam film Gie, sosok seorang Gie yang selalu berjuang untuk perubahanperubahan yang lebih baik. Perjuangannya, bukan semata-mata ingin menaikkan pamor biar dirinya terkenal. Tapi, perjuangannya murni dilakukan untuk membuat perubahan yang lebih baik. Gie dalam film itu, yang lahir di tahun 1942 saat keadaan Indonesia sedang tidak menentu. Gie sebagai sosok yang berani selalu menuliskan setiap kejadian yang dialami bangsa ini dalam catatan hariannya. Saat Gie sekolah seorang guru yang merasa tidak terima dengan kritik yang dilontarkan Gie membuat nilainya buruk dan tinggal kelas, Gie bersikukuh tidak mau mengulang dan meminta Ibunya untuk menyarikan sekolahan lain.Gie kecil begitu cepat tumbuh menjadi besar, saatsaat kuliah Gie banyak menghabiskan waktunya untuk naik gunung dan nonton film. Namun, sekali waktu bersama teman-temannya Gie menghantam pemerintahan yang kala itu sedang kacau. Memang dalam film itu banyak diceritakan mengenai sisi perjuangan Gie dalam menghantam pemerintahan, jarang sekali menyinggung mengenai sisi akademiknya. Tapi, tetap saja Gie sosok yang cerdas dan ulet, dia banyak membaca dan kritiknya begitu tajam. Hal ini dibuktikan dengan Gie menjadi dosen di almamaternya setelah
menyelesaikan pendidikannya. Berarti, disamping perjuangannya yang begitu gigih, Gie tidak mengalami masalah yang begitu berarti dalam akademisnya.
C. RENCANA SAAT MAHASISWA “Selagi masih bisa merencanakan, rencanakanlah sesuatu dengan detail”, begitu pesan Ibu saya. Mahasiswa sebagai sosok yang cerdas sudah seharusnya dapat memetakan kemana mereka setelah lulus jauh-jauh hari sebelum wisuda. Saya mau kemana setelah wisuda, bekerja di dalam kota atau di luar kota, apa positif dan negatifnya bekerja didalam dan di luar kota, bagaimana masuk ke sana, kualifikasi apa saja yang seharusnya di miliki, siapa saja yang harus saya kenal untuk dapat ditanyai informasi, jika tidak diterima saya harus kemana dan masih banyak lagi yang harus dipetakan. Jika ini sudah dilakukan, saat wisuda pasti akan berjalan dengan tegap melangkah ke arah yang pasti. Tidak perlu menghabiskan banyak transkip hanya untuk mendaftar kerja sana-sini yang tidak sesuai dengan hati. Kaki ini bisa melangkah kemana saja, tapi perlu arah yang jelas agar tidak tersesat kemudian. Percayalah akan rencana yang kamu tuliskan dengan pasti. Karena rencana adalah bagian dari mimpi, dan mimpi itu akan benar menjadi kenyataan jika kita tuliskan. Seperti yang dikatakan oleh Danang A. Prabowo dalam film “jejak-jejak mimpi” yang dibuatnya. Film motivasi yang luar biasa dan mengguggah inspirasi. Dia menuliskan 100 target dalam lembaran kertas dan memasangnya di dinding. Sekalipun itu menjadi bahan ejekan teman-temannya, tapi dia tetap memasangnya karena dia yakin akan kekuatan
mimpi. Dan kenyataannya satu persatu mimpi yang dulu dia tuliskan sebagai jejak mimpi kini hanya menjadi coretan.
D. WISUDA ....! Setelah melalui proses bimbingan yang panjang dan menjemukan, seorang mahasiswa akan mengalami yang namanya wisuda. Meski saya tidak tahu, sejak kapan mulai diadakan wisuda sebagai tanda selesainya seorang sarjana belajar. Atau kenapa saat wisuda selalu mengenakan toga warna hitam, topi segi lima yang ada talinya, terus bagi kaum hawa khususnya sejak kapan mereka mulai menampakkan dandanan (yang menurut saya agak berlebihan) saat wisuda, saya ataupun kalian semuanya tentu tidak tahu jawaban objektif atas pertanyaan itu. ya begitulah wisuda, sebuah prosesi yang dilaksanakan oleh pihak birokrasi. Prosesi wisuda seakan-akan disetting begitu sempurna, Mars Universitas mengawali terdengar begitu merdu menyambut kedatangan rektor dan jajaran senat. Kemudian sebagai wujud cinta tanah air lagu Indonesia Raya dikumandangkan. Begitu bangganya jajaran birokrasi berceloteh tentang jumlah mahasiswa yang diwisuda pada periode itu. Tidak ketinggalan mereka juga berceloteh tentang grafik kenaikan IPK yang telah dicapai oleh mahasiswanya sampai mulut mereka berbusa. Tapi, kemana setelah wisuda? Sebuah pertanyaan yang hanya bisa dijawab dan diselesaikan oleh mereka yang sudah mempunyai rencana yang matang. “Nduk... kamu mau dandan dimana?”, tanya teman saya beberapa hari sebelum wisuda. Ah, kenapa mereka begitu ribet mempersiapkan hari wisuda.
Sebelum wisuda sudah keluar uang banyak, untuk biaya kuliah. Toh, saat wisuda hanya sebuah prosesi untuk menerima ijasah. Yang seharusnya dipersiapkan bukan saat wisuda, tapi hari setelah wisuda mau apa dan bagaimana itu yang terpenting.
E. THE NEXT? Kamu kira, setelah wisuda seperti kita lulus SD, SMP atau SMA? Ibaratkan kita naik ke puncak gunung, saat wisuda itulah masa di mana kita sudah ada di puncak gunung. Paling banter hanya senang sehari setelah itu, harus ada usaha untuk mencari jalan pulang. Sama halnya dengan wisuda, setelah wisuda mau nganggur, maluu donk! Liat tuh anak SMA juga banyak yang udah kerja. Sama seperti naik gunung, setelah wisuda pun kita harus mulai mencari jalan untuk menghidupi diri kita sendiri. Saya pun merasakan psikologis saya agak terganggu ketika sempat menganggur beberapa bulan pasca wisuda. Orang-orang pasti selalu menanyakan, “Sekarang kerja dimana mbak?”, atau “Sedang sibuk apa mbak?”, dengan tersipu malu saya hanya bisa menjawab, “Belum, masih mencari”. Malunya minta ampun ketika menjawab demikian, lebih malu dari pada nginjek kokosan di tampah. Makanya, buat kalian yang belum wisuda harus dipersiapkan betul, mau apa dan bagaimana setelah wisuda. Ada berbagai cara yang akan saya sajikan, sebagian berdasarkan pengalaman orang lain, sebagian berdasarkan kajian pengalaman pribadi.
1.
Rajin Membaca Informasi Namanya juga sarjana, masa ngga gaul sama yang namanya informasi. Informasi itu bagai penjual pulsa banyak di mana-mana. Tinggal jeli-jelinya kita aja membeca kesempatan dan peluang (Saya jadi ingat materi matematika SMA, peluang wwkwkwwk). Awalnya terasa sulit, tapi lamalama kita akan terbiasa membaca. Carilah yang sesuai dengan suara hati kita. Kenapa harus suara hati? Suara hati akan selalu jujur terhadap kita. Sekalipun kita mengatakan tidak, suara hati pasti akan merengek seolah mengatakan aku pingin kerja disitu. Informasi biasanya banyak tersebar di mana-mana seperti di kantor pos, departemen tenaga kerja (depnaker), kampus dan masih banyak lagi. Jangan heran saya menyebut kampus sebagai sumber informasi. Ya benar sekali, sekalipun kita sudah wisuda jangan segan untuk datang ke kampus. Datangi papan informasi, biasanya di situ banyak tertempel info-info pekerjaan. Memang sepertinya sangat mudah untuk masuk kedalam pekerjaan yang di pajang di kampus ketika kita telah wisuda. Hal ini karena ukuran pekerjaan yang dipasang biasanya untuk mahasiswa yang mencari sampingan. Tapi jangan khawatir, itu tantangan tersendiri bagi sarjana untuk dapat menunjukkan kinerja yang lebih baik.
2.
Ikuti Kata Hati Kata hati adalah sahabat kita yang paling jujur. Sekalipun kita tampis dengan kata TIDAK, kata hati akan tetap mengatakan YA dengan tegas.
Jangan ragu untuk bekerja di luar jalur kita seandainya itu memang benar datangnya dari keinginan hati kita.
3.
Berani Mencoba “Kesempatan tidak akan datang dua kali”, begitu ucap dosen saya saat saya tanyakan kepada beliau mengenai lowongan guru di Papua. Ahh... menyesal... menyesal... menyesal...! seharusnya saya tak banyak berpikir ini itu. Seharusnya saya coba dulu, menanyakan syarat-syaratnya, memcoba mengetakan saya pasti bisa! Tapi, itu tidak saya lakukan, akhirnya menyesal ketika lowongan sudah ditutup. Padahal jika saya dulu menyanggupi tantangan itu, sekarang tentu saya sudah di Papua. Saya akan banyak pengalaman yang tak semua orang bisa memilikinya. Saya akan kaya cerita nyata tentang Papua, yang tidak semua orang bisa menceritakan keadaan disana secara detail.
4.
Jangan Ajak yang Lain Dulu Ini yang biasanya menghambat kita untuk mendapatkan pekerjaan yang sedang kita idam-idamkan. Pertemanan penting, tapi ingat teman seangkatan adalah rival kita. Jangan ajak mereka dulu sebelum kita benar – benar masuk kedalamnya. Ini bukan untuk membunuh rival, tapi hanya berusaha agar rival kamu juga jeli membaca informasi disekelilingmu. Kenapa hal ini sangat saya sarankan? Ya kalau teman yang di ajak itu menggunakan cara yang sportif untuk bersaing. Kenyataannya, banyak juga
yang menggunakan jalur belakang. Kalau kita masih diterima karena kemampuan kita sudah tentu masih beruntung. Tapi, kerapkali kita yang justru malah terpental. Ingat jangan ajak teman, karena temanmu adalah sainganmu. Kita tidak akan membunuh mereka, tapi biarkan mereka membaca sendiri adanya peluang.
5.
Melakukan yang Bisa Dilakukan Selagi menunggu lamaran kita diproses, jangan biarkan otak kita berhenti untuk berpikir. Cari hal-hal yang kiranya bisa dilakukan yang dapat membantu otak untuk berpikir. Menulis, misalnya banyak kata yang bisa kita rangkai sehingga menghasilkan gagasan. Jika sempat kirimkan ke korankoran di seluruh Indonesia, dapat memberikan nilai plus untuk kita. ‘Aku bisanya online, gimana?’ teringat kata-kata kawan saya. Kalau bisanya online ya tak masalah, cari hal-hal baru di internet yang belum dilakukan oleh orang lain. Misalnya, membuat tampilan facebook yang unik yang belum pernah dipakai oleh orang lain. Jika berhasil, ini bisa menjadi cerita mahal yang memiliki nilai jual.
6.
Peran Chenel Baru tanggal 14 Mei 2012 lalu, opiniku yang berjudul ‘Jalur Belakang Jadi Prioritas’ dimuat di koran lokal. Kini, harus kuakui tanpa chenel, sarjana seperti kerupuk yang mlempem. Mendirikan usaha, butuh modal yang tidak sedikit, butuh ide cemerlang juga. Ya kalau tergolong cerdas dan kalangan
menengah
atas,
berbagai
usaha
dengan
mudahnya
digeluti
bagai
membalikkan telapak tangan. Yang jadi masalah, tergolong otak pas-pasan ekonomi pas-pasan pula. Disinilah peran chenel sangat membantu kita. Bukan maksud menghalalkan jalur belakang. Namun, setidaknya kehadiran chanel ini akan memberikan informasi yang akurat mengenai kebutuhan tenaga kerja yang sedang kita cari. Dengan begitu, kita tidak perlu repot-repot keliling kota mencari pekerjaan. Cukup mengetikkan kata, ‘Mas, Mbak di situ ada loker ga??’ sent... ‘Ada, sini tinggal masukin lamaran aja’, berangkatlah kita pada tujuan yang pasti dengan membawa lamaran kerja yang lengkap. Hal ini tentu sulit bagi mahasiswa akademis, yang tidak pernah mengenal orang lain hanya berkutat pada akademisnya saja. Jaringan yang bagus ini tentu saja tidak muncul seperti hujan yang turun dari langit. Harus mulai di bangun sejak awal masuk bangku perkuliahan. Di organisasilah jaringan itu mulai terbangun. Jalinan komunikasi dan keakraban yang terbentuk saat berorganisasi menjadikan kita banyak wawasan dan informasi. Chenel sangat berperan memberikan informasi mengenai pekerjaan yang sedang kita cari.
7.
Rajin Berlatih Psikotes Sampai saat ini, saya belum begitu mengerti kenapa harus ada psikotes. Soalnya begitu banyak, membutuhkan ketelitian harus dikerjakan dalam waktu yang sangat singkat sungguh menyiksa! Orang banyak yang gagal dalam menghadapi psikotes (termasuk saya hehehhe). Menurut saya, psikotes
adalah sebuah keterampilan yang membutuhkan latihan secara berkala agar dapat mengerjakannya. Jadi, perlu adanya latihan yang terus-menerus tentang psikotes. Pernah saya berpikir, kalau harus ada psikotes setiap mendaftar kerja kenapa tidak ada mata kuliah psikotes dalam proses perkuliahan. Walaupun tidak jadi jaminan, tapi tentu saja hal ini sangat membantu. Namun, itu hanyalah pemikiran saya yang pasti akan ditertawakan oleh kebanyakan orang.
8.
Jangan Gengsi Mengulang Materi Kuliah Ya seharusnya memang seperti itu. Sekalipun sudah wisuda jangan sekali-kali menyimpan seluruh catatan di almari dan menguncinya rapatrapat. Bukalah kembali, ingat-ingat materi yang pernah disampaikan barangkali kita akan menemukan pencerahan dari satu mata kuliah. Kita bisa mengembangkan satu mata kuliah dan mendalaminya sebagai jembatan awal kita dalam mengembangkan karir.
9.
Ciptakan Suasana ‘Kepepet’ Pernah membaca bukunya Wiwid Prasetyo yang judulnya “Mental Kepepet For Success”? didalamnya berisi kisah-kisah orang sukses yang diawali dengan keadaan kepepet. Sungguh saya sangat membenarkan buku ini. Kepepet seringkali menjadi penyelamat untuk terselesainya sebuah tugas. Saat saya menjadi mahasiswa, saya seringkali menyelesaikan tugas-tugas dalam waktu yang memet. Sulit rasanya menyelesaikan tugas jauh-jauh hari
sebelum dateline. Mahasiswa juga seringkali memanfaatkan suasana kepepet untuk dapat menyelesaikan tugas akhir atau skripsinya. Begitu juga dalam hal pekerjaan, ciptakan suasana butuh dan mendesak untuk bisa mendapatkan sebuah pekerjaan.
Referensi : Riri Riza. Gie. Miles Film bekerjasama dengan Sinema Art. (Film interpretasi pembuat fim atas kehidupan Soe Hok Gie) Prasetyo, W. 2011. Mental Kepepet For Success. Realbooks: Yogyakarta Danang A. Prabowo. 2008. Jejak-Jejak Mimpi. (Film Motivasi)