rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter #6 | desember 2013
opini Anggota DPR Mewakili Siapa? Oleh AGUNG WARSONO
Representasi menjadi isu terpenting dari banyak perdebatan pembentukan lembaga perwakilan di Indonesia. Perdebatan inilah yang kemudian menghasilkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai lembaga baru yang mempunyai fungsi mewakili daerah pada level propinsi.... » Hlm. 5
Afirmasi Pemuda di Pemilu, Mungkinkah? Oleh USEP HASAN SADIKIN
n
editorial
Memberitakan dengan Baik Pemilu yang Dinilai Buruk Penting mengklarifikasi pernyataan “bad news is a good news”. Berita buruk sebagai berita baik cenderung dimaknai untuk melihat sisi negatif suatu kejadian. Biasanya bertujuan pragmatis. Biar banyak pembaca tertarik sehingga menaikan oplah, “view”, atau rating. Ditambah judul yang bombastis, kejadian yang diberitakan malah cenderung dimaknai publik sebagai masalah pelik. Pengkonsumsi berita menjadi pesimistis dan apatis terhadap pemerintah dan negara.
» Selengkanya di hlm. 2
Apa tujuan pemuda memilih di pemilu? Sederhananya, komune usia 17 sampai 30 tahun ini ingin orang yang dipilihnya memperjuangkan aspirasi pemuda. Berjumlah 30-an persen dari total pemilih, pemuda mempengaruhi keterpilihan di pemilu.... » Hlm. 8
Kaleidoskop pemilu 2014: November 2013. » Hlm. 11
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | #6 | desember 2013
n
editorial
Memberitakan dengan Baik Pemilu yang Dinilai Buruk Oleh USEP HASAN SADIKIN
Penting mengklarifikasi pernyataan “bad news is a good news”. Berita buruk sebagai berita baik cenderung dimaknai untuk melihat sisi negatif suatu kejadian. Biasanya bertujuan pragmatis. Biar banyak pembaca tertarik sehingga menaikan oplah, “view”, atau rating. Ditambah judul yang bombastis, kejadian yang diberitakan malah cenderung dimaknai publik sebagai masalah pelik. Pengkonsumsi berita menjadi pesimistis dan apatis terhadap pemerintah dan negara.
dimiliki pimpinan partai. Alih-alih publik dididik menyukai dan peduli pemilu, makin kuatlah alur pikir “pemilu adalah partai dan partai berarti buruk sehingga pemilu pun buruk”. Pimpinan partai yang memiliki dan mengintervensi media pun berdampak pada tak dipercayanya pers sebagai lembaga netral dan berkepentingan kepada publik.
Bisa dibayangkan jika pemilu yang sudah dinilai buruk masyarakat pun diberitakan dengan “bad news is a good news”. Contohnya pemberitaan bertajuk “Nilai 5 untuk KPU”, “Bubarkan Bawaslu”, “90 Persen Caleg Incumbent Tak Layak Dipilih”, “Pemilu Tak Janjikan Perubahan”, atau “Pemilu, Mahal dan Gagal”. Ditambah ada kecenderungan tingkat memilih yang menurun (1999: 90%; 2004: 80%; 2009: 70%), pemberitaan negatif mendorong masyarakat makin menjauhi pemilu.
Menilai pemilu dengan pendekatan positif akan menemukan banyaknya perbaikan dari pemilu kita. Secara sistem, Pemilu 1999 mendorong partisipasi rakyat, bukan mobilisasi. Lalu, sejak 2004 Indonesia menerapkan pemilihan presiden secara langsung. Capaian ini menguatkan pemerintahan Indonesia yang di dalam konstitusinya merupakan pemerintahan presidensial. Rakyat, partisipasi, dan pemimpin.
Pemilu Indonesia terus membaik
Di tahap penyusunan daftar pemilih Pemilu 2014, judul “Kisruh Dafar Pemilih” berdampak ke publik yang tak jernih menilai keadaan. Bila kita mau menambah pengetahuan, sebetulnya daftar pemilu sama sekali tak kisruh. Ada masalah memang. Tapi menekankan kisruh pada daftar pemilu cenderung mau menghitamkan pemilu. Kecenderungan ini tak menyertakan kompleksitas permasalahan penduduk dan rendahnya melek pemilu dan politik di masyarakat.
Kebijakan afirmasi (penguatan) perempuan di pemilu beserta penerapannya berhasil bukan hanya pada tataran prosedur tapi juga substansi. Partisipasi sebagai inti demokrasi di sini berwujud makin aktifnya identitas warga yang lama didomestikan menjadi aktif di partai dan parlemen. Secara substansi, caleg perempuan berkualitas hasil pemilu, menghasilkan undang-undang KDRT, antitrafiking, pembelaan buruh migran, perlindungan saksi/korban, juga status kewarganegaraan perempuan dan anak.
Keadaan diperburuk dengan media popular (televisi) yang
Melalui afirmasi perempuan yang lebih kuat, Parlemen
2
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | #6 | desember 2013
2009-2014 hasil Pemilu 2009 lebih banyak diisi perempuan. Komisi II-nya, menghasilkan Undang-Undang No. 8/2012 yang mensyaratkan keanggotaan partai dan pencalonan legislator minimal 30 persen perempuan.
Pemilu 2014 yang terbaik Membaiknya penyelenggaraan pemilu pun terjadi di Pemilu 2014. Jika harus dipaksa menyebutkan satu kata mewakili Pemilu 2014, kata itu adalah “transparansi”. Dimulai dari perekrutan komisioner, pemilu keempat pasca-Reformasi ini paling terbuka dan kompetitif. Ada ribuan orang ikut seleksi anggota Komisi Pemilihan Umum. Hasilnya, pengamat pemilu ada yang menilai tujuh komisioner terpilih merupakan “The Dream Team”. Tujuh orang sebagai tim impian ini lah yang kuat mengupayakan transparansi pemilu. Transparansi dari komisioner pertama kali diupayakan melalui perbaikan kesekretariatan KPU. Pleno putusan KPU diselenggarakan terbuka. Lalu profil caleg dan daftar pemilih dipublikasikan secara online. Belum lagi pengupayaan laporan keuangan dan dana kampanye partai beserta caleg yang dalam UU pemilu tak bersanksi. Memang itu semua belum sempurna. Tapi yang terpenting, pemilu sebagai proses publik bisa diakses keterbukaannya untuk lebih mendapatkan keterpercayaan yang sebenarnya. Mungkin tak ada media yang memberitakan itu semua secara khusus. Dan mungkin tak ada yang menjadikan capaian baik itu menjadi perspektif positif peliputan Pemilu 2014. Perlu menjadi catatan, pemilu merupakan barang baru bagi Indonesia. Pasca-Reformasi, Indonesia baru tiga kali secara “benar” melaksanakan pemilu (1999, 2004, dan 2009). Sebelumnya selama 30-an tahun pemerintahan Soeharto, Indonesia pura-pura melaksanakan pemilu untuk pengesahan dominasi Golkar di parlemen yang kembali memilih Soeharto. Saat rezim tirani ini, akademisi
3
menyimpulkan untuk apa mempelajari pemilu kalau setiap pemilu pemenangnya sudah diketahui. Banyak yang menilai Indonesia pernah berhasil dengan Pemilu 1955 merupakan pemilu terbaik. Tapi penulis menilai, Pemilu 1955 menjadi terbaik hanya dalam tataran peserta. Saat itu ideologi dan massa, aktif sebagai kekuatan partai. Tapi dalam tataran penyelengaraannya, Pemilu 2014 lebih baik.
Percepatan demokrasi oleh pers Sebagai pilar demokrasi, pers bertanggung jawab menopang demokrasi berdasar masyarakat. Pers menjadi penentu keterkaitan pemilu dengan pilar eksekutif dan pilar legislatif. Pemilu merupakan media pemilihan orang di dalam eksekutif dan legislatif. Seiring pemberitaan pers, kedua pilar itu lalu memilih orang-orang di pilar yudikatif. Jika ada percepatan demokrasi dalam transisinya (yang biasa dilakukan partai), pers pun bertanggunggungjawab melakukan percepatan. Melalui fungsi menyampaikan informasi dan pendidikan kepada masyarakat, pers sebaiknya memberitakan pemilu secara positif sehingga pembaca pun positif berdemokrasi. Judul “Bawaslu Belum Optimalkan Fungsi Pengawasan” lebih positif dibandingkan judul “Bubarkan Bawaslu”. Judul “KPU Lakukan Terobosan, Publikasikan Profil Caleg” lebih berdampak baik dibandingkan “Publikasi Profil Caleg Terkesan Formalitas”. Atau judul “Partisipasi Warga Melapor akan Sempurnakan Daftar Pemilih” akan mendorong masyarakat peduli hak pilihnya dibandingkan “DPT Pemilu 2014 Ulangi Keburukan DPT Pemilu 2009”. Kita tahu, kebebasan pers baru dipenuhi Pasal 28 UUD 1945 dengan redaksi, “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya”. Tanpa terma “kemerdekaan pers”, semangat kebebasan harus disertakan perspektif positif dalam pewartaan.
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | #6 | desember 2013
Pers harus bertanggung jawab saat masyarakat masih bingung menjawab “pilih partai apa di 9 April 2014?” atau “pilih caleg siapa?”. Kebingungan yang tak dipenuhi dengan upaya dan akses mengetahui akan mendorong golput. Dengan gampang massa menyimpulkan, partai tak ada yang bagus. Korup, kolot, malas, dan jauh dari rakyat merupakan gambaran anggota dewan.
perang dunia. Jurnalisme damai berupaya menuliskan keburukan perang dengan memunculkan harapan masih mungkinnya pilihan berdamai. Sehingga dampak yang ditimbulkan dari bacaan adalah tetap positifnya publik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Usep Hasan Sadikin Redaktur
Percepatan demokrasi dari pers dengan pemberitaan positif mirip pendekatan jurnalisme damai di tengah keadaan
4
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | #6 | desember 2013
n
opini
Anggota DPR Mewakili Siapa? Oleh AGUNG WARSONO
telah manjalankan fungsi-fungsinya tersebut dalam kerangka representasi rakyat? Kalau belum, bagaimanakah caranya agar representasi itu bisa dijalankan oleh setiap anggota DPR?
Representasi menjadi isu terpenting dari banyak perdebatan pembentukan lembaga perwakilan di Indonesia. Perdebatan inilah yang kemudian menghasilkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai lembaga baru yang mempunyai fungsi mewakili daerah pada level propinsi karena Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai tidak mampu lagi menjadi wakil dari masyarakat akan tetapi tidak lebih sebagai perpanjangan tangan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai politik mereka masingmasing. Kehadiran DPD sebenarnya menjadi kritik bagi DPR, meskipun demikian, karena peran dan fungsi DPD yang terbatas, maka DPR masih menjadi satu-satunya lembaga perwakilan yang bisa berbuat banyak untuk melakukan perubahan.
Reses anggota DPR Beberapa kewajiban anggota DPR yang terkait dengan fungsi representasi terdapat pada UU Nomor 27 Tahun 2009 pasal pasal 79 huruf i, j, k yakni menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala, menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat, dan memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.
DPR adalah lembaga negara yang secara mentereng berhak menggunakan nama “Perwakilan Rakyat”. Tapi apakah benar setiap anggota yang duduk sebagai wakil rakyat itu benar-benar mampu menjalankan fungsi sebagai wakil rakyat dan tidak sekedar mengandalkan kepiawaian pribadi masing-masing dalam menyusun undang-undang, anggaran, maupun dalam melakukan pengawasan?
Pasal diatas adalah dasar dilaksanakannya reses yang dilakukan yang secara rutin 4 kali dalam satu tahun dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit setiap resesnya. Jumlah uang reses berkisar 40 Juta rupiah untuk setiap kali reses, namun apakah benar bahwa uang tersebut digunakan sebaik-baiknya oleh anggota DPR untuk membuka ruang partisipasi publik di dapilnya masingmasing dan menyusun pertanggungjawaban kepada konstituen? Faktanya lebih banyak anggota DPR yang hanya mengantongi uang tersebut untuk keperluan pribadinya masing-masing dan lebih sedikit lagi anggota DPR yang berani mempertanggungjawabkan uang reses kepada publik.
Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat pada pasal 69 UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD pada ayat (1) adalah legislasi, anggaran, dan pengawasan. Tiga fungsi inilah yang selalu diingat oleh seluruh anggota DPR, namun sepertinya mereka lupa bahwa ayat (1) tersebut tidak berdiri sendiri, ada ayat (2) yang berbunyi “Ketiga fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam kerangka representasi rakyat”. Kata “representasi” sendiri berasal dari bahasa inggris “represent” yang juga berarti: mewakili.
Reses tidak lebih diartikan sebagai masa berlibur bagi sebagian besar anggota DPR. Uang reses memang tidak terkontrol penggunaan maupun pertanggungjawabannya, karena dari awal memang tidak pernah disusun aturan
Pertanyaannya kemudian, apakah saat ini anggota DPR 5
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | #6 | desember 2013
kembali di negara-negara demokrasi maju yang mencapai rata-rata 85%, sedangkan di Amerika Serikat angka keterpilihan kembali senatornya mencapai 90% (www. opensecrets.org). Hal ini sangat mungkin terjadi karena senator di Amerika Serikat dikenal sangat dekat dengan konstituen di districtnya masing-masing.
ketat penggunaan uang reses. Bahkan banyak anggota DPR menggunaakan uang reses untuk membeli mobil (Kompas. com 9/7/2013). Ini sangat memprihatinkan, karena reses selama ini menjadi satu-satunya instrument yang diharapkan bisa mempertemukan wakil rakyat dengan konstituennya di daerah pemilihannya masing-masing, ternyata tidak lebih dimanfaatkan sebagai instrument untuk menambah pundipundi pribadi alih-alih digunakan semaksimal mungkin untuk menyerap aspirasi konstituen untuk selanjutnya menjadi masukan bagi perdebatan penyusunan kebijakan.
Pemilu 2014 nanti, dengan 90,5% atau 507 dari 560 anggota DPR kembali mencalonkan diri sebagai anggota legislative (Kompas.com, 28/04/2013), nampaknya pola tahun 2009 yang lalu akan kembali terjadi, artinya hanya sedikit dari 507 anggota DPR yang saat ini kembali nyaleg akan terpilih kembali. Masyarakat cenderung akan memilih muka baru karena toh wakil mereka di DPR tidak pernah berkunjung di dapil, berdiskusi, menyampaikan informasi, apalagi menyalurkan aspirasi mereka sebagai konstituen.
Hubungan DPR dengan konstituen Sudah bukan rahasia lagi kalau anggota DPR seringkali mendapatkan proposal-proposal permohonan bantuan dana dari berbagai macam pihak, bisa dari organisasi masyarakat di dapilnya, organisasi mahasiswa, pantia seminar, panitia pembangunan tempat ibadah, dan masih banyak lagi proposal yang masuk dari lingkup desa sampai nasional. Tumpukan proposal permohonan bantuan dana ini adalah pemandangan lumrah yang terlihat di setiap ruangan anggota DPR di Senayan.
Pendidikan politik Perilaku sebagian masyarakat yang menjadikan anggota DPR seperti mesin ATM bila ditelusuri tidak lepas dari cara masing-masing calon anggota legislative ketika berkampanye dan kurangnya pemahaman anggota DPR terhadap peran dan fungsinya. Janji kampanye yang muluk-muluk dan politik transaksional menjadikan masyarakat tidak lagi menaruh harapan jangka panjang terhadap anggota DPR. Bagi sebagian masyarakat, mendapatkan kostum dan sepatu olahraga untuk satu tim olahraga di kampungnya adalah hal yang konkrit yang bisa didapatkan dari seorang anggota DPR.
Anggota DPR juga seringkali dimintai dana oleh kelompok masyarakat di dapilnya mulai dari permintaan kostum dan sepatu olahraga sampai permintaan untuk pengerasan jalan kampung. Alasan warga cukup sederhana: mereka sedang menagih janji anggota DPR ketika dulu berkampanye. Hal ini menyebabkan banyak anggota DPR takut untuk bertemu dengan konstituen, sehingga mereka memilik untuk tetap berada di Jakarta ketika masa reses.
Oleh karena itu, pendidikan politik untuk calon anggota legislative dan masyarakat agar benar-benar memahami peran dan fungsi DPR sangat penting untuk dilakukan. Karena tanpa kesamaan pemahaman antara anggota DPR dengan konstituennya, maka akan terus terjadi salah paham. Masyarakat akan mengira bahwa setiap anggota DPR bisa dimintai proposal permohonan dana yang uangnya bisa berasal dari APBN atau kantong pribadi dan
Fakta ini menjelaskan kenapa tingkat keterpilihan kembali (re-election) anggota DPR incumbent pada pemilu 2009 hanya 36% saja. Artinya mayoritas anggota DPR yang maju kembali pada pemilu 2009 yang lalu ternyata tidak dikehendaki oleh konstituennya untuk duduk lagi sebagai wakil mereka. Bandingkan dengan angka keterpilihan
6
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | #6 | desember 2013
website yang dimanfaatkan secara maksimal untuk melaporkan kepada masyarakat luas hasil-hasil rapat, kegiatan reses, statemen, sampai laporan rekening dan keuangan anggota DPR seperti laporan penggunaan dana reses. Facebook dan twitter adalah media termurah dan termudah yang dapat dipakai anggota DPR untuk berinteraksi dengan konstituen. Sayang, dari survey yang dirilis Uvolution Indonesia, dari 560 anggota DPR saat ini, 71,7% memiliki akun facebook namun 28% diantaranya dikelola orang lain, dan hanya 25,6% yang mempunyai akun twitter. Itupun, hanya sedikit dari yang memiliki akun facebook dan twitter tersebut yang secara maksimal memanfaatkan media social sebagai alat berkomunikasi dan menampung aspirasi dari konstituen dan masyarakat umum.
masyarakat mengira itu menjadi salah satu tanggungjawab dan fungsi DPR, sementara anggota DPR juga akan salah paham kepada konstituennya, mereka tidak mau turun ke dapil ketika masa reses karena takut dijadikan mesin ATM. Menyambungkan tali representasi Lantas bagaimana seharusnya kita menyambungkan tali representasi anggota DPR terhadap konstituennya yang selama ini putus? Sebenarnya UU No. 27 Tahun 2009 pasal 70 dijelaskan tata cara pelaksanaan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Namun sayang, pada pasal tersebut sama sekali tidak disebutkan bagaimana menjalankan kerangka representasi rakyat. Penjelasan mengenai “representasi rakyat” hanya disebutkan dalam penjelasan pasal yang jarang dibaca anggota DPR. Pada penjelasan pasal 69 ayat (2) disebutkan bahwa “Pelaksanaan fungsi DPR terhadap kerangka representasi rakyat dilakukan antara lain melalui pembukaan ruang partisipasi publik, transparansi pelaksanaan fungsi, dan pertanggungjawaban kerja DPR kepada rakyat”.
Pertanggungjawaban kerja DPR kepada rakyat hanya bisa dievaluasi setiap 5 tahun melalui Pemilu, oleh karena itu masyarakat sebagai pemilih harus cermat dan berhati-hati. Janganlah memilih kembali anggota DPR yang selama ini mengabaikan konstituennya di daerah pemilihan. Pilihlah anggota DPR yang tidak hanya sering tampil di TV atau Koran, tetapi yang benar-benar turun ke konstituen dan menyuarakan aspirasi mereka.
Partisipasi publik dapat diciptakan melalui Rapat Dengar Pendapat (RDPU) dalam pembahasan legislasi, namun partisipasi publik secara lebih luas dan massif hanya bisa diciptakan dengan memaksimalkan masa reses dengan turun berdiskusi dan menyerap aspirasi masyarakat pada lapisan paling bawah (grass root), berikutnya transparansi pelaksanaan fungsi anggota DPR dapat dilakukan dengan website dan media sosial (facebook dan twitter misalnya).
Agung Warsono Penulis adalah Program Manager Democratic and State Governance Unit, Partnership for Governance Reform (Kemitraan).
Saat ini hanya segelintir anggota DPR yang mempunyai
7
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | #6 | desember 2013
n
opini
Afirmasi Pemuda di Pemilu, Mungkinkah? Oleh USEP HASAN SADIKIN
Belajar dari afirmasi perempuan
Apa tujuan pemuda memilih di pemilu? Sederhananya, komune usia 17 sampai 30 tahun ini ingin orang yang dipilihnya memperjuangkan aspirasi pemuda. Berjumlah 30-an persen dari total pemilih, pemuda mempengaruhi keterpilihan di pemilu. Sayangnya, kebijakan yang dihasilkan pemerintah tepilih sering tak berpihak kepada pemuda. Terakhir, lembaga produk Reformasi, Mahkamah Konstitusi (MK), menolak gugatan terhadap privatisasi perguruan tinggi.
Jika partisipasi pemuda memilih di pemilu tak berdampak dikabulkannya aspirasi pemuda oleh pemerintahan terpilih, pemuda bisa belajar dari afirmasi perempuan. Afirmasi perempuan di pemilu ada dan cukup berhasil diterapkan beserta kemajuan capaian. Wujudnya bisa melalui persentase minimal perempuan dalam keanggotaan partai, pencalonan legislator, bahkan kuota kursi di parlemen. Abad ke-19 merupakan masa awal gerakan perempuan (feminisme) terlibat di pemilu. Sebelumnya, perempuan tak dilibatkan sama sekali dalam pemilihan pemerintahan berkala. Pergerakan perempuan di Eropa dan Amerika Serikat dimulai dengan memperjuangkan hak perempuan dalam bentuk hak pilih di pemilu. Lalu berkembang menuntut keterwakilan perempuan di parlemen melalui pencalonan di pemilu. Feminisme sadar, menghasilkan kebijakan yang berpihak pada perempuan, tak cukup dengan banyak perempuan datang ke TPS, tapi juga mendorong tubuh bervagina ke parlemen.
Padahal, pemuda menjadi aktor massa penumbangan rezim tua Orde Lama dan Orde Baru. Diwakili mahasiswa, pemuda menyadarkan bahwa bergantinya pemerintahan merupakan “sunatullah”. Oligarki, kolusi, nepotisme, feodalisme, dan “asal bapak senang”, harus dihilangkan dengan pembaruan. Sayangnya, gerakan pemuda masih bergaya Koboi. Pemuda hanya beraksi saat bandit pemerintah tak bisa ditangani hukum. Mahasiswa turun kejalan, menumbangkan, lalu kembali ke peternakan kampusnya. Kini, gaya Koboi berbentuk aksi menembak jauh melalui klik aktivisme. Nyaring menembak pemerintah dengan kritik dan tawaran solusi, tapi tak mau dan tak berkesempatan masuk ke “Kantor Walikota”.
Verdhi Adhanta pada Jurnal Perempuan 46 melaporkan telaah referensinya (Community Agency of Social Enquiry, Debbie Budlender), eksistensi perempuan menyertai perspektif feminisme memang signifikan menghasilkan kebijakan yang sensitif gender. Pada tahun 1984, Australia menjadi negara pertama yang menerapkan audit gender terhadap anggaran nasionalnya yang dilakukan feminis dari partai buruh. Pada 1997 sampai 2000, di Kanada, Bangladesh, Brasil dan Vietnam, organisasi perempuan
Alhasil pemerintahan kembali diduduki kalangan tua. Pemilu sebagai sarana pergantian pemerintahan hanya menjadikan komune pemuda sebagai objek suara. Harapan dan aspirasi yang tersirat dalam kertas suara terbakar kursi panas.
8
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | #6 | desember 2013
lebih dari 30 tahun).
yang terhubung dengan partai politik bisa mendorong aturan dan anggaran sensitif gender yang diintegrasikan pada semua lembaga pemerintahan.
Beberapa tahun setelah Reformasi, wacana dukung dan pilih pemimpin muda beralasan karena kaum muda bebas dari keterkaitan pemerintahan korup Orde Baru. Orang tua berkuasa merupakan pelaku atau terlibat dalam rezim 30-an tahun yang otoriter (monopoli) tanpa transparansi dan akuntabiltas publik. Pemaknaan orang tua=koruptor merupakan kesimpulan dari Soeharto yang oleh Transparency International dinilai sebagai Presiden Terkorup di Dunia (2004).
Di Indonesia kebijakan yang mendukung keadilan perempuan dihasilkan anggota dewan perempuan berperspektif feminis. Parlemen 2004-2009 membuktikan sistem Pemilu 2004 yang semi terbuka dengan memprioritaskan caleg perempuan berkualitas, menghasilkan undang-undang KDRT, antitrafiking, pembelaan buruh migran, perlindungan saksi/korban, juga status kewarganegaraan perempuan dan anak. Melalui afirmasi perempuan yang lebih kuat, Parlemen 2009-2014 lebih banyak diisi perempuan. Anggota dewan hasil pemilu ketiga pasca-Reformasi ini melalui komisi II-nya, menghasilkan Undang-Undang No. 8/2012 yang mensyaratkan keanggotaan partai dan pencalonan legislator minimal 30 persen perempuan.
Maka tak heran jika Indonesia yang sudah melakukan tiga kali pemilu nasional pasca-Reformasi masih dihadapkan pemerintahan korup. Orang-orang yang terpilih memimpin merupakan bagian dari kuasa Orde Baru. Fakta ini membuat kita teringat, dan sayangnya tak mengiyakan, pernyataan “Gerakan Kiri”: Revolusi sampai mati! Potong satu generasi (tua)!
Soal kualitas pemuda
Urgensi afirmasi pemuda
Jika afirmasi pemuda diupayakan, tantangannya berupa keraguan kualitas dari warga. Ini sama halnya dengan afirmasi perempuan. Tertangkapnya anggota dewan yang usianya tak jauh dari muda seperti M. Nazaruddin (kelahiran 1978), Angelina Sondakh (1977), Anas Urbaningrum (1969), dan Andi Mallarangeng (1963), disimpulkan dengan penilaian buruk kaum muda di parlemen.
Kenapa afirmasi pemuda penting? Sebagaimana dengan keadaan perempuan yang ditulis di awal pemaran tulisan ini. Pemuda pun mengalami dominasi dan diskriminasi. Bukan dari laki-laki atau patriarki tapi dari politik kaum tua. Oligarki partai dan parlemen lebih memandang penting modal uang dan ketokohan elite. Selain itu, berdasarkan perspektif politik representatif, jika jumlah penduduk usia 17-30 tahun adalah 30 persen dari seluruh jumlah penduduk, jelas terjadi ketimpangan besar keterwakilan pemuda di parleman. Lembaga perwakilan idealnya terdiri atas berbagai karakter kelompok berdasarkan seks, ras, kelas, dan usia.
Padahal, kesimpulan tersebut bisa diklarifikasi. Keempat orang Partai Demokrat itu sudah melampaui rentang usia 17-30 tahun. Sudah tak muda lagi. Klarifikasi kualitas pemuda pun bisa berupa pertanyaan balik. Jika pemuda dituntut berkualitas, kenapa tak ada tuntutan kualitas terhadap anggota dewan yang justru mendominasi parlemen. Kita bisa sadari, dewan perwakilan rakyat yang elitis, korup, miskin ideologi, dan rendah empatik pada rakyat selalu dikuasai kaum tua (usia
Keadaan parlemen yang tak mewakili semua kelompok menyebabkan parlemen sering berkebijakan diskriminatif terhadap kelompok yang diklaim diwakilinya. Artinya, jika pemuda Indonesia hanya diwakili beberapa orang saja, maka sebanyak 30 persen pemuda Indonesia 9
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | #6 | desember 2013
terdiskriminasi oleh kebijakan dewan.
Optimisme afirmasi pemuda
Konstitusi bisa menjamin pengupayaan afirmasi pemuda. Dinyatakan dalam UUD 1945 Pasal 28 (2), setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
Pentingnya mengupayakan afirmasi pemuda, jawabannya mirip dengan afirmasi perempuan. Aktivis perjuangan perempuan menjelaskan pentingnya afirmasi hanya manusia bervagina yang bisa mengerti utuh pengalaman perempuan sebagai korban. Pengalaman korban lah yang melahirkan aspirasi perempuan. Ini makna politik keterwakilan yang seutuhnya. Perempuan hanya bisa diwakili perempuan, tak bisa dengan lelaki.
Jika identitas perempuan mendapat afirmasi di pemilu karena dinilai mengalami dominasi dan diskriminasi dari patriarki, lalu bagaimana identitas penyandang cacat (disabilitas/difabel) yang juga mengalami dominasi dan diskriminasi dari normalisme tubuh? Lalu bagaimana dengan identitas kaum LGBTIQ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Interseks, dan Questioning/Querr) yang mengalami dominasi dan dikriminasi dari norma heteroseksual? Lalu bagaimana dengan identitas kaum minoritas agama/keyakinan yang juga mengalami dominasi dan diskriminasi dari kaum mayoritas? Jika pemuda dan identitas terdominasi dan terdiskriminasi tak mendapatkan afimasi di pemilu layaknya afirmasi perempuan, perlu ada gugatan bahwa regulasi pemilu telah diskriminatif terhadap identitas lain. Jika identitas perempuan mendapatkan afirmasi, pemuda dan identitas lain perlu mendorong kebijakan afirmasi di pemilu. Bukan hanya untuk perempuan, tapi juga untuk pemuda serta semua identitas yang mengalami dominasi dan diskriminasi. Sebelum Reformasi, Indonesia di parlemen mempunyai “Unsur Golongan” yang sayangnya dimonopoli militer (ABRI). Afirmasi perempuan di pemilu berbentuk kuota minimal 30 persen sebaiknya menjadi afirmasi unsur golongan minimal 50 persen. Jadi, masuk parlemen bisa melalui jalur umum berkuota 50 persen dan jalur khusus (afirmasi) berkuota 50 persen. Jalur khusus tak hanya diperuntukan unsur perempuan dan pemuda, tapi juga semua identitas yang mengalami dominasi dan diskriminasi.
Jika pemuda menyimpulkan secara kolektif pemuda mengalami diskriminasi atau ketaksesuaian kebijakan negara, jika pemuda menjadi korban dalam proses tumbuhnya, pemuda bisa mengupayakan afirmasi. Aspirasi tubuh berusia 17-30 tahun tak akan dimengerti utuh oleh tubuh yang tua. Pemuda saat ini tak sama dengan pemuda masa lalu. Menyerta konteks keaktualannya, hanya pemuda saat ini yang mengerti kebutuhannya. Banyak sejarah diciptakan pemuda. Soekarno dan Hatta beserta founding parents lainnya, memerdekakan negara ini diusia muda. Tan Malaka mendirikan Partai Murba dan mendeklarasikan Indonesia di usia awal 20 tahun. Rohana Koedoes membentuk pers perempuan pertama di Indonesia di awal 1900-an saat usianya belum 30 tahun. Reformasi digerakan kaum muda yang mayoritas mahasiswa. Berdasarkan konstitusi, perempuan mendapatkan kekhususan jalan ke politik struktural melalui kuota minimal 30 persen di keanggotaan partai dan pencalonan setiap daerah pemilihan (dapil). Jika perempuan bisa, kenapa pemuda tak bisa?
Usep Hasan Sadikin Penggiat di Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Terlibat di #project596
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | #6 | desember 2013
n
kaleidoskop pemilu 2014
November 2013 1/11
8/11
Mayoritas fraksi di Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat meminta Komisi Pemilihan Umum kembali menunda penetapan daftar pemilih tetap nasional. Penundaan diperlukan agar DPT benar-benar valid dan akurat sehingga tidak ada warga negara yang kehilangan hak pilih pada Pemilu 2014.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi kembali menegaskan, Kemendagri sudah menerbitkan NIK untuk 252 juta warga. Namun, dia mengakui ada warga yang tidak memperbarui KTP sehingga mungkin tak memiliki KTP dengan NIK standar. Menurutnya ini kepentingan warga sendiri, apabila dibaca di UU No 23 (tahun 2006), yang aktif rakyat, pemerintah sifatnya pasif. Sekarang seolah-olah dibalikkan, pemerintah yang salah.
Ada lima yang menolak yaitu, Fraksi Partai Demokrat, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gerakan Indonesia Raya, dan Partai Hati Nurani Rakyat. Sementara Fraksi Partai Golongan Karya, Partai Amanat Nasional, dan Partai Kebangkitan Bangsa minta DPT tetap ditetapkan sesuai jadwal. Adapun Fraksi Partai Persatuan Pembangunan tidak hadir dalam rapat.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengemukakan, pilkada pada era otonomi daerah menelan biaya besar, tetapi belum mampu menghasilkan pemimpin yang berkualitas. Menurut Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, ketidakpuasan terhadap otonomi daerah tidak serta-merta bisa ditimpakan pada mekanisme pilkada. Yang salah bukan sistem pemilihannya, melainkan kinerja kepala daerah dan jajarannya. Namun, menurut Titi, menyalahkan pilkada memang lebih mudah karena itulah yang paling mudah diakses.
4/11
KPU menetapkan DPT Pemilu 2014 sebanyak 186.612.255 orang dan 2.010.280 warga yang berada di luar negeri. Rapat pleno dimulai pukul 15.00 dan baru berakhir menjelang pukul 21.00. Jumlah pemilih lakilaki 93.439.610, sedangkan pemilih perempuan 93.172.645. Pemilih tersebar di 545.778 tempat pemungutan suara di 81.034 desa/kelurahan.
12/11
KPU mengusulkan tambahan anggaran untuk membiayai pemutakhiran data pemilih. Sementara itu, anggaran yang sudah dialokasikan untuk pemutakhiran data pemilih sudah mencapai Rp 3,7 triliun dan hingga kini data pemilih masih banyak masalah.
7/11
Anggota KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, menyatakan, dari 10,4 juta data pemilih dengan NIK invalid, 3,3 juta di antaranya berhasil dilengkapi NIK-nya. Hal ini dilakukan melalui pengecekan ke dinas kependudukan dan pencatatan sipil daerah, kelurahan atau desa, ataupun dari DP4. Dengan demikian, tinggal 7,1 juta data yang masih harus dicek ulang.
Permintaan tambahan anggaran disampaikan KPU melalui surat KPU bernomor 758/KPU/ XI/2013. Surat tertanggal 8 November tersebut ditujukan kepada Menteri Keuangan M Chatib Basri dan ditembuskan ke Komisi II DPR. Namun, surat permohonan revisi anggaran itu tidak mencantumkan besaran nilainya.
Adapun untuk pemilih yang sudah terdaftar dalam DPT tetapi NIK yang tercantum salah atau ganda dengan pemilih lain, hak pilih warga tidak akan hilang. Orang tersebut saat pemilu bisa memberikan suara dengan membawa surat undangan dan/atau KTP.
Permintaan tambahan anggaran tersebut langsung dipertanyakan DPR. Menurut Wakil Ketua Komisi II
11
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | #6 | desember 2013
Pemerintahan serta jumlah TPS dan desa/kelurahan yang diajukan KPU daerah. Hadar mengatakan, KPU akan menyesuaikan SK KPU No 630/2013 jika diperlukan.
Arif Wibowo, anggaran sebesar Rp 3,7 triliun saja belum dipertanggungjawabkan. Sementara itu, anggota KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, membantah anggaran pemutakhiran data KPU lebih dari Rp 3 triliun. Menurut dia, kebanyakan alokasi anggaran pemutakhiran ada pada honorarium Pantarlih, yaitu Rp 400.000 per bulan. Untuk dua bulan kerja pemutakhiran data di 545.778 tempat pemungutan suara, biaya yang dikeluarkan Rp 436,6 miliar.
Terkait pemilih yang masih menggunakan kartu keluarga atau kartu tanda penduduk lama, Mendagri Gamawan Fauzi, kemarin, mengatakan, warga itu semestinya sudah memiliki NIK standar. Namun, NIK itu perlu dicek pada DP4 (daftar penduduk potensial pemilih pemilu) atau di dinas kependudukan dan pencatatan sipil daerah.
13/11
18/11
14/11
Kemendagri menargetkan rancangan undang-undang usulan pemerintah soal pilkada disetujui lebih cepat lagi pada Desember tahun ini. Menurut Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, sebagian besar fraksi sudah setuju untuk meneken rancangan tersebut.
Anggota KPU, Hadar Nafis Gumay menjelaskan, masukan partai, khususnya soal DPT, tidak memiliki nomor induk kependudukan, harus dibuat secara rinci dan tertulis kepada KPU daerah hingga 19 November 2013. Kemudian, informasi dari partai itu akan diverifikasi di setiap tempat pemungutan suara. Hadar melanjutkan, bisa juga diserahkan ke KPU pusat, nanti KPU Pusat akan menyerahkan ke daerah, daripada hanya protes ke media.
Sejumlah fraksi partai di Komisi Pemerintahan DPR masih mempersoalkan empat pasal dalam Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Mayoritas fraksi masih belum bulat pendapatnya.
Sebanyak 13.503 tempat pemungutan suara, 424 desa atau kelurahan, dan 14 kecamatan diduga ”hilang” karena tidak tercantum di berita acara daftar pemilih tetap. Jika satu TPS terdapat 500 pemilih, berarti terdapat 6,7 juta pemilih yang terancam kehilangan hak pilihnya.
Sementara itu, Komisi Penyiaran Indonesia akan menertibkan kampanye pemilihan umum di televisi menjelang Pemilu 2014. KPI ingin melindungi frekuensi siaran milik publik agar tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau sebuah partai politik. Anggota KPI, Fajar Isnugroho mengatakan pihaknya sedang menyusun draf peraturan pemanfaatan lembaga penyiaran untuk kepentingan politik. Intinya melindungi kepentingan publik dari kepentingan pemilik media yang beberapa di antaranya berafiliasi dengan partai politik.
Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Arif Wibowo, Kamis (14/11), di Jakarta, menuturkan, dugaan hilangnya TPS itu muncul karena dalam berita acara penetapan DPT tertulis ada 545.778 TPS. Namun, dalam Surat Keputusan KPU Nomor 630/Kpts/KPU/Tahun 2013 tentang Perkiraan Badan Penyelenggara dan Pelaksana Pemilu DPR, DPD, dan DPRD disebut ada 559.281 TPS.
Menurut Fajar, meski tidak secara langsung berkampanye, pemilik stasiun televisi yang berafiliasi dengan parpol menggunakan frekuensi milik publik untuk kepentingan dirinya atau partai mereka. Hal tersebut menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lain yang tidak punya stasiun televisi.
15/11
Anggota KPU, Hadar N Gumay menunjukkan ketidaksinkronan antara daftar dalam administrasi pusat dan daerah serta perencanaan KPU daerah. Sebab, SK KPU No 630/2013 itu ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 18/2013 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi 12
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | #6 | desember 2013
20/11
bertuliskan nama partai peserta Pemilu 2014. Sebanyak 12 tenda menjadi ”markas” partai peserta pemilu nasional dan satu tenda dipakai oleh tiga partai lokal Provinsi Aceh.
KPU menolak permintaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) agar KPU mewajibkan calon legislator melaporkan rekeningnya. Anggota KPU, Arief Budiman, mengatakan lembaganya hanya berhak mewajibkan partai politik dan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah melaporkan secara rinci transaksi rekeningnya, bukan calon anggota DPR dan DPRD.
25/11
Dalam uji publik draf Peraturan KPU tentang Pemungutan Suara dan Penghitungan Suara di depan partai politik yang digelar KPU di Jakarta, menyatakan, mobilisasi pemilih lintas daerah pemilihan secara administratif ternyata memungkinkan dalam Pemilu 2014 karena dibolehkannya mencoblos dalam lintas daerah pemilihan. Semua pihak diharapkan bisa mengawasi penggunaan formulir A5 yang akan digunakan pindah daerah untuk mencoblos.
Sementara itu, Ketua Bawaslu, Muhammad enggan melaporkan percobaan suap yang dilakukan seorang kader partai politik ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurutnya, dia tidak memiliki cukup bukti. Muhammad mengaku pernah ditawari satu unit Toyota Camry oleh seorang kader partai politik beberapa waktu sebelum verifikasi partai peserta pemilu. Dia menolak pemberian itu.
Terkait logistik, KPU meluluskan dua perusahaan yang memiliki rekam jejak bermasalah pada tahap kualifikasi tender surat suara. Dua perusahaan tersebut adalah PT Pura Barutama, Kudus; dan CV Aneka Ilmu, Semarang. Kepala Biro Logistik KPU Boradi mengatakan, Pura Barutama dan Aneka Ilmu lolos karena mesin mereka memenuhi persyaratan.
21/11
Anggota KPU, Hadar Nafis Gumay menjamin 10,4 juta data pemilih yang bermasalah nomor induk kependudukannya bukan pemilih fiktif. Jumlah itu tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap pada 4 November lalu.
26/11
KPU diperkirakan tak jadi menggunakan e-rekapitulasi karena mepetnya waktu persiapan. Sebelumnya, KPU sudah antusias akan menggunakan teknologi pelaporan rekapitulasi suara secara elektronik menggunakan layanan pesan pendek atau SMS terenkripsi dengan bantuan teknologi BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi).
Sementara itu, pemilih yang tak ada di alamat yang tertera, menurut anggota Bawaslu, Daniel Zuchron, adalah salah satu varian baru kesalahan administrasi Daftar Pemilih yang ditemukan Badan Pengawas Pemilu. Jumlah alamat semacam itu, menurut catatan Bawaslu, mencapai 5,4 juta jiwa. Secara keseluruhan, lembaga itu mencatat ada 17,6 juta kasus kesalahan administrasi per 31 Oktober lalu.
Anggota KPU, Hadar N Nafis memaparkan, KPU akan bersikap realistis dan tak perlu memaksakan diri. Namun, KPU telah menyiapkan cara agar hasil pemilu segera bisa diketahui dengan cara memindai formulir C1 atau formulir rekapitulasi perhitungan suara ke situs KPU sehingga bisa diketahui publik.
24/11
KPU menyelenggarakan Senam Sehat Menyongsong Pemilu 2014 di Lapangan Silang Timur Laut Monas, Jakarta, Peserta senam adalah masyarakat umum, simpatisan partai, dan tamu undangan. Senam dimulai pukul 06.40 hingga pukul 08.00. Unsur pimpinan KPU yang hadir, antara lain Ketua KPU Husni Kamil Manik, Ida Budhiati, dan Sigit Pamungkas. Dari Bawaslu ada Nelson Simanjuntak.
27/11
Bawaslu masih menemukan jutaan data pemilih tanpa dilengkapi nomor induk kependudukan (NIK) hingga sepekan menjelang batas akhir penetapan Daftar Pemilih Tetap pada 4 Desember 2013. Ketua Bawaslu, Muhammad, mengatakan data
Di sisi kiri dan kanan arena senam terdapat 13 tenda 13
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | #6 | desember 2013
Husni mengatakan, keputusan baru itu diambil setelah mencermati perkembangan dua bulan terakhir, menyangkut pendapat, saran, dan ide dari multipihak, baik partai, DPR, dan publik. KPU dan Lemsaneg menyepakati sejumlah klausul.
pemilih tanpa nomor induk tersebut sebagian besar ditemukan di Sumatera Barat, Kalimantan Timur, Maluku Utara, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia enggan menyebutkan angka persis data pemilih tanpa NIK tersebut. Namun ia memastikan jumlahnya sudah menyusut dari 10,4 juta data tanpa NIK yang diumumkan bulan lalu.
Dua klausul penting yang dituangkan adalah penghentian kesepahaman dan kompensasi. Para pihak sepaham dan memutuskan tidak melanjutkan nota kesepahaman pengamanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Pemilu 2014. Husni mengatakan, setiap pihak tidak menuntut kompensasi.
Anggota KPU, Ferry Kurnia mengatakan, hingga kemarin Kementerian Dalam Negeri sudah membersihkan 5,6 juta data pemilih tanpa NIK sehingga tertinggal 4,8 juta data lagi. Ia optimistis pemberesan keakuratan data ini rampung pada 1 Desember 2013. Tapi jumlah DPT bisa berkurang karena ada pencoretan DPT ganda atau ada pemilih meninggal.
29/11
Nota Kesepahaman KPU dan Lemsaneg Batal. Berbagai pihak melihat keputusan itu tepat dan pada waktunya.
KPU menegaskan, wacana kuat takkan memakai rekapitulasi suara secara elektronik (e-rekapitulasi) tak terkait mundurnya Lembaga Sandi Negara dalam kerja sama pengamanan teknologi informasi dan komunikasi Pemilu 2014. Dua keputusan itu tak saling terkait.
Kepastian pengunduran diri Lemsaneg tersebut dituangkan dalam nota kesepahaman baru antara Kepala Lemsaneg Djoko Setiadi dan Ketua KPU Husni Kamil Manik, di kantor KPU. Acara disaksikan pejabat kedua lembaga.
Anggota KPU, Hadar N Gumay mengatakan, sebenarnya dua keputusan itu tak terkait satu sama lain. Pembatalan kerja sama dengan Lemsaneg lebih pada pertimbangan KPU lebih memperhatikan masukan masyarakat.
28/11
14