ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMAJAKAN FRINGE BENEFITS/NATURA (STUDI KASUS PT TELKOM) PAWIT MUHAMAD MAHRUR GUNADI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI FISKAL Abstrak Penelitian ini membahas tentang implementasi pemajakan atas fringe benefits/natura yang berlaku di Indonesia, khususnya PT Telkom Indonesia. PT Telkom telah melaksanakan pemajakan fringe benefits sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif berdasarkan teknik pengumpulan data studi literatur dan studi lapangan. Hasil dari penelitian ini adalah melihat proses implementasi pemajakan atas fringe benefits/natura di PT Telkom sesuai dengan ketentuan perundangundangan.
This research analyzes the implementation of the taxation of fringe benefits / benefit in kind prevailing in Indonesia, particularly PT Telkom Indonesia. PT Telkom has implemented taxation of fringe benefits in accordance with the Income Tax Act (Income Tax). This study used qualitative research methods based on literature data collection techniques and field studies. The results of this study is to look at the process of implementing the taxation of fringe benefits / natura in PT Telkom in accordance with statutory provisions.
Kebijakan; Fringe benefits; Implementasi
Pendahuluan/Latar Belakang Saat ini di Indonesia telah hadir 11 operator yaitu Telkom, Telkomsel, Indosat, XLAsiata (XL), Hutchison (3), Sinar Mas Telecom, Sampoerna Telecommuication, Bakrie Telecom (ESIA), Smartfren, Natrindo Telepon Selular, AXIS. Hingga saat ini Telkom masih menduduki posisi dominan dalam industri ini. Menurut struktur lapangan pekerjaan hingga Februari 2012, sektor industri telekomunikasi masih menjadi salah satu penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di
Analisis implementasi ..., Pawit Muhamad Mahrur, FISIP UI, 2013
Indonesia. Tenaga kerja yang berhasil diserap oleh industri telekomunikasi hingga Februari 2012 mencapai 5,2 juta orang. (BPS, 2012, hal.72). Tabel 1.1
Sumber: BPS Edisi 29, Oktober 2012
Berdasarkan data BPS untuk periode Februari 2011- Februari 2012, jumlah penduduk yang bekerja bertambah sekitar 1,52 juta orang dari total sebelumnya sebesar 111,28 juta orang menjadi 112,8 juta orang. Sementara itu, jumlah angkatan kerja pada Februari 2012 mencapai 120,4 juta orang, bertambah sekitar 3,1 juta orang dibanding angkatan kerja Agustus 2011 sebesar 117,4 juta orang atau bertambah sebesar 1,0 juta orang dibanding Februari 2011 (BPS, 2012, hal.70). Kebijakan tentang natura sejak lama telah diterapkan dalam perundang-undangan tentang Pajak Penghasilan diberlakukan yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir melalui Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh). Dalam ketentuan tersebut, natura tidak dapat dibiayakan oleh perusahaan. Sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh, seluruh biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan dalam bentuk natura/kenikmatan/fringe benefits, tidak dapat dibiayakan (non deductible expense). Namun demikian, natura dapat dijadikan biaya bagi pemberi natura. Natura yang dapat dijadikan biaya bagi pihak pemberi, diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2009, seperti Pemberian atau penyediaan makanan dan atau minuman bagi seluruh Pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan. Khusus untuk pegawai yang tidak dapat menikmati makanan dan atau minuman tersebut di tempat kerja maka dapat diberikan dalam bentuk kupon, meliputi pegawai bagian pemasaran, transportasi, serta pegawai dinas luar lainnya. Pemberian natura dan kenikmatan sebagaimana telah disebutkan di atas, bukan merupakan penghasilan bagi pihak yang menerimanya. Natura/fringe benefits dapat dikenakan objek
Analisis implementasi ..., Pawit Muhamad Mahrur, FISIP UI, 2013
pajak penghasilan bagi pihak yang menerima apabila natura dan atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh: 1. Bukan Wajib pajak; 2. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau 3. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
Sumber: BPS Edisi 29, Oktober 2012
Gambar 1.1 Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Penganggur Tahun 20102012 (juta orang)
Selain menyerap tenaga kerja, industri telekomunikasi pun turut menjamin kesejahteraan seluruh karyawannya. Hal ini dilakukan pula oleh PT Telkom Indonesia. Perusahaan yang memiliki lebih dari tiga ribu orang yang tersebar di seluruh Indonesia ini memberikan berbagai fasilitas dan kenikmatan kepada pegawai baik cash maupun non cash demi menjamin kesejahteraan pegawainya (sumber PT Telkom). Fringe benefits/natura bukan merupakan objek pajak penghasilan bagi pegawai yang menerimanya, seperti yang ditetapkan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, namun demikian kebijakan natura yang telah diatur selama ini tidak sesuai dengan konsep penghasilan yang berlaku secara umum. Oleh karena itu, kini Direktorat Jenderal Pajak (http://kontan.com, diunduh tanggal 1
Analisis implementasi ..., Pawit Muhamad Mahrur, FISIP UI, 2013
Agustus 2012), tengah mengkaji untuk mengenakan natura/fringe benefits untuk dikenakan pajak demi meningkatkan penerimaan negara. Direktorat Jenderal Pajak berharap penerimaan dari sektor PPh akan bertambah seiring dengan meningkatnya jumlah objek pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan. Namun demikian, pengusaha yang diwakilkan oleh Kamar Dagang Indonesia (KADIN) keberatan dengan rencana penerapan natura menjadi objek pajak. KADIN berpendapat bahwa akan menimbulkan pajak berganda apabila rencana tersebut jadi diterapkan. Wahyu Priyanto, menjelaskan pajak berganda yang dimaksud adalah pajak atas natura yang nantinya apabila diberlakukan akan dikenakan kepada para pegawai yang menerimanya dan dikenakan di sisi perusahaan dengan tidak boleh dibiayakan oleh perusahaan yang memberikan natura tersebut (Wawancara, 14 Desember 2012). Rencana pengenaan natura/fringe benefits menjadi objek pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak, menurut Gunadi harus memperhatikan dampak yang akan terjadi, kebijakan tersebut tidak boleh sampai menurunkan pendapatan negara dari sektor Pajak Penghasilan. Gunadi menjelaskan bahwa kebijakan atas natura harus diteliti terlebih dahulu apakah nantinya PPh atas fringe benefits ini akan meningkatkan penerimaan negara atau malah sebaliknya. Hal ini dikarenakan apabila PPh atas natura dikenakan di pihak pegawai, maka apakah di sisi perusahaan dapat dibiayakan? Jika pihak perusahaan boleh membiayakannya, maka apakah nantinya PPh atas natura yang dipungut kepada pegawai dapat melebihi PPh atas natura yang boleh dibiayakan di sisi perusahaan? Jadi harus benar-benar dikaji secara mendalam kebijakan atas natura ini (http://kontan.com, diunduh tanggal 1 Agustus 2012). Mengacu akan pentingnya fenomena tentang natura dalam menambah pemasukan pajak bagi negara, penulis merumuskan dan membatasi masalah yang akan dibahas sebagai berikut: 1. Bagaimanakah implementasi Pajak Penghasilan atas fringe benefits di PT Telkom Indonesia (PT Telkom)? 2. Apakah hambatan-hambatan yang terjadi saat implementasi Pajak Penghasilan atas fringe benefits di PT Telkom Indonesia (PT Telkom)? Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Untuk menganalisis implementasi Pajak Penghasilan atas fringe benefits di PT Telkom. 2. Untuk mengetahui hambatan yang mungkin muncul dalam implementasi pemajakan atas fringe benefits di PT Telkom.
Analisis implementasi ..., Pawit Muhamad Mahrur, FISIP UI, 2013
Tinjauan Teoritis Implementasi kebijakan merupakan faktor yang penting bagi keberhasilan sebuah kebijakan. Tanpa diimplementasikan, kebijakan hanya akan menjadi sebuah dokumentasi belaka. Hal lain yang penting dalam implementasi kebijakan adalah tidak semua kebijakan yang telah diambil dan disahkan oleh pemerintah dengan sendirinya akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan kebijakan ini. Menurut Pressman dan Wildavsky yang dikutip oleh Parsons, implementasi adalah sebuah proses interaksi antara penentuan tujuan dan tindakan untuk mencapai tujuan tersebut. Implementasi yang efektif membutuhkan tujuan yang didefinisikan dengan jelas dan rantai komando yang baik yang dapat menyatukan dan mengontrol sumber daya (Parsons, 2008, Hal.466-467). Van Meter dan Van Horn menjelaskan mengenai definisi implementasi kebijakan sebagai sebuah tindakan yang dilakukan baik oleh individu atau pejabat-pejabat maupun kelompok-kelompok pemerintah atau swasta, yang diarahkan untuk tercapainya tujuan yang telah digariskan (Nawawi, 2009, hal.131) Implementasi kebijakan pada prinsipnya merupakan cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya (dwijowijoto, 2003, hal.158). Implementasi juga dapat dimulai dari kondisi abstrak dan sebuah pertanyaan tentang apakah syarat agar implementasi kebijakan dapat berhasil. Dalam mengkaji implementasi kebijakan publik, Edward III memulainya dengan mengajukan dua pertanyaan, yakni: 1) What are the precondition for successful policy implementation? 2) What are the primary obstacles to successful policy implementation? (Edward, 1980, hal.9) Edward berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas melalui empat variabel kritis dalam implementasi kebijakan publik atau program yang diantaranya adalah: komunikasi (communications), ketersediaan sumber daya dalam jumlah dan mutu tertentu (resources), sikap dan komitmen dari pelaksana program atau kebijakan birokrat (dispotition), dan struktur birokrasi atau standar operasi yang mengatur tata kerja dan tata laksana (bureaucratic structure) (Edward, 1980, hal.10).
Analisis implementasi ..., Pawit Muhamad Mahrur, FISIP UI, 2013
KOMUNIKASI
SUMBER DAYA
IMPLEMENTASI
DISPOSISI
STRUKTUR BIROKRASI
Sumber: George C. Edward III,1980, hal.148
Gambar 2.2 Faktor Penentu Implementasi Kebijakan
Gambar 2.2 di atas menjelaskan bahwa implementasi ditentukan oleh empat faktor, berikut ini penjelasan atas keempat faktor tersebut: 1. Faktor pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan adalah komunikasi. Implementasi yang efektif baru akan terjadi apabila para pembuat keputusan (decision makers) sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan baru dapat berjalan manakala komunikasi berlangsung dengan baik sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus ditransmisikan (atau dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat. Selain itu, kebijakan yang dikomunikasikan pun harus tepat, akurat, dan konsisten. Komunikasi (atau pentransmisian informasi) diperlukan agar para pembuat keputusan dan para implementor semakin konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan.
Analisis implementasi ..., Pawit Muhamad Mahrur, FISIP UI, 2013
Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai dalam mengukur keberhasilan faktor komunikasi, yaitu: a. Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi adalah adanya salah pengertian (miskomunikasi), hal tersebut disebabkan komunikasi telah melalui beberapa tingkat birokrasi sehingga apa yang diharapkan terdistorsi tengah jalan. b. Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan (street-levelbureuacrats)
harus
jelas
dan
tidak
membingungkan
(tidak
ambigu).
Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi, tetapi pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Pada tataran yang lain, hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan. c. Konsistensi; perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi harus konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau dijalankan). Karena jika perintah yang diberikan sering berubah – ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana dilapangan. 2. Faktor kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan adalah sumber
daya.
Sumber
daya
merupakan
hal
penting
lainnya
dalam
mengimplementasikan kebijakan dengan baik. Indikator – indikator yang digunakan untuk melihat sejauhmana sumber daya dapat berjalan dengan baik dan rapi, yaitu: a. Staf; sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf atau pegawai atau lebih tepatnya street-level bureaucrats. Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak cukup menyelesaikan persoalan ketidakberhasilan implementasi kebijakan, tetapi diperlukan pula kecukupan staf dengan keahlian dan
kemampuan
yang
diperlukan
(competent
and
capable)
dalam
mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri. b. Informasi; dalam implementasi kebijakan informasi mempunyai dua bentuk, yaitu: a) Informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Implementor haru mengetahui apa yang harus mereka lakukan di saat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan.
Analisis implementasi ..., Pawit Muhamad Mahrur, FISIP UI, 2013
b) Informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. Implementor harus mengetahui apakah orang lain yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap hukum. c. Wewenang; pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang itu nihil, maka kekuatan para implementor di mata publik tidak terlegitimasi sehingga dapat menggagalkan proses implementasi kebijakan. Dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersebut ada seringkali terjadi kesalahan dalam meihat ekfektivitas kewenangan. Di satu pihak, efektifitas kewenangan diperlukan dalam pelaksanaan implementasi kebijakan tetapi di sisi lain, efektifitas akan menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demi kepentingan sendiri atau demi kepentingan kelompok. d. Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin memilki staf yang mencukupi, mengerti apa yang harus dlakukannya dan memilki wewenang untuk melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya sarana dan prasarana pendukung maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil. 3. Faktor ketiga yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik, bagi George C. Edward III adalah disposisi. Disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor penting dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias. Hal–hal penting yang perlu dicermati pada faktor disposisi menurut Edward adalah: a. Pengangkatan birokrat; disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan – hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan – kebijakan yang diinginkan oleh pejabat – pejabat tinggi. Karena itu pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang – orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, khususnya pada kepentingan warga.
Analisis implementasi ..., Pawit Muhamad Mahrur, FISIP UI, 2013
b. Insentif; Edward menyatakan menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi insentif. Pada umumnya seseorang bertindak menurut kepentingan mereka maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu, memungkin untuk jadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau organisasi. 1. Faktor keempat yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Walaupun sumber – sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia atau para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan tetapi kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau terealisasi masih tetap ada karena terdapat kelemahan dalam struktur birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia maka hal ini akan menyebabkan sumber daya menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik. Dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi atau organisasi ke arah yang lebih baik adalah melakukan Standard Operating Procedurs (SOPs) dan melakukan fragmentasi. SOPs adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinan para pegawai atau pelaksana kebijakan/ adiministrator/ birokrat untuk melaksanakan kegiatan–kegiatan setiap hari sesuai dengan standar yang ditetapkan atau standar minimum yang dibutuhkan warga. Sedangkan pelaksanaan fragmentasi adalah upaya penyebaran tanggung jawab kegiatan–kegiatan atau aktivitas–aktivitas pegawai diantara beberapa unit kerja. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan berawal dari beberapa konsep dan teori yang digunakan sebagai dasar untuk membuat pertanyaan penelitian. Dalam penelitian skripsi ini, peneliti menggunakan jenis penelitian deksriptif. Studi ini bersifat cross sectional karena dalam melakukan penelitian peneliti mewawancarai berbagai pihak terkait
Analisis implementasi ..., Pawit Muhamad Mahrur, FISIP UI, 2013
dengan tema dalam satu waktu tertentu. Penelitian yang dilakukan ini dilaksanakan dari Agustus 2012 hingga bulan Desember 2012. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif. Dalam hal ini peneliti akan melakukan analisis data dari hasil wawancara mengenai implementasi kebijakan fringe benefits di Indonesia, khususnya di PT Telkom Indonesia kepada para informan dan menggunakan data, serta analisis yang sesuai dengan pertanyaan penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara sebagai berikut: Studi literatur (Library Research) dan Studi lapangan (Field Research).
Hasil Penelitian Berdasarkan observasi peneliti secara langsung dalam pelaksanaan pemajakan fringe benefits di PT Telkom telah berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari komunikasi yang baik, sumber daya manusia yang mumpuni, adanya reward kepada pegawai dalam disposisi dan struktur birokrasi yang tertata rapi dengan masing-masing SOP-nya dan rantai komando yang jelas. Selain terpenuhinya keempat faktor di atas, keberhasilan PT Telkom dalam menjalankan kebijakan PPh atas fringe benefits juga terlihat dari tidak adanya Surat Ketetapan Pajak (SKP) dari Ditjen Pajak. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Wahyu Priyanto sebagai berikut: “Tidak pernah ada sama sekali (SKP), karena kami menggunakan sistem yang terintegrasi seluruhnya”. (Wawancara, 14 Desember 2012) Tidak adanya SKP ini tidak menandakan bahwa PT Telkom telah menjalankan kebijakan perpajakan dengan baik, ada kemungkinan bahwa PT Telkom belum pernah dilakukan pemeriksaan pajak. Hal ini dijelaskan oleh Heri sebagai berikut: “Suatu perusahaan apabila belum pernah mendapatkan SKP, ada dua kemungkinan. Memang benar WP menjalankan pemajakan dengan baik atau WP tersebut memang belum pernah diperiksa pajaknya”. (Wawancara, 14 Desember 2012)
Pembahasan Dalam analisis pemajakan atas fringe benefits ini dibagi menjadi dua bagian utama, bagian pertama akan dibahas mengenai Pemajakan fringe benefits di PT Telkom, sesuai teori Edward III. Yakni:
Analisis implementasi ..., Pawit Muhamad Mahrur, FISIP UI, 2013
a. Komunikasi, dalam faktor ini dikaitkan dengan bagaimana Peraturan Direksi dibuat dan dipahami oleh pihak-pihak yang berkompeten untuk dilaksanakan. Dalam komunikasi antar divisi, terjalin dengan baik dan sesuai dengan apa yang diatur dalam Peraturan Direksi. b. Sumber Daya, sumber daya di sini yang dimaksud adalah sumber daya manusia yaitu para staf yang berperan aktif untuk melaksanakan kebijakan pemajakan atas natura, yakni staf di HR Center, Staf di Divisi Pajak dan Staf di Divisi Accounting. SDM yang mumpuni dan mampu dalam melaksanakan kebijakan merupakan hal yang sangat penting. Selain itu, dibutuhkan fasilitas sarana dan prasarana seperti komputer dan sistem guna mendukung pelaksanaan pemajakan atas natura. c. Disposisi, dalam disposisi perusahaan memberikan perhatian lebih kepada para pegawai. Pegawai memiliki kemampuan yang baik akan mendapatkan reward berupa kenaikan pangkat dan bagi pegawai yang kurang mumpuni akan ditingkatkan kualitasnya dengan diikuti pelatihan-pelatihan. d. Struktur Birokrasi, pelaksanaan pemajakan fringe benefits telah memiliki garis komando dan pola koordinasi yang baik, hal ini dibuktikan dari keterkaitan pihakpihak yang terlibat dalam Peraturan Direksi. Dan yang kedua, peneliti akan menjelaskan mengenai hambatan-hambatan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan pemajakan atas fringe benefits.
Kesimpulan: Implementasi Kebijakan Pemajakan atas fringe benefits di PT Telkom secara keseluruhan telah berjalan dengan baik sesuai dengan teori implementasi yang dijabarkan oleh Edward III. Menggunakan empat faktor dalam mengukur keberhasilan suatu implementasi, maka berikut kesimpulan implementasi pemajakan fringe benefits di PT Telkom: e. Komunikasi, dalam faktor ini dikaitkan dengan bagaimana Peraturan Direksi dibuat dan dipahami oleh pihak-pihak yang berkompeten untuk dilaksanakan. Dalam komunikasi antar divisi, terjalin dengan baik dan sesuai dengan apa yang diatur dalam Peraturan Direksi. f. Sumber Daya, sumber daya di sini yang dimaksud adalah sumber daya manusia yaitu para staf yang berperan aktif untuk melaksanakan kebijakan pemajakan atas natura, yakni staf di HR Center, Staf di Divisi Pajak dan Staf di Divisi Accounting. SDM
Analisis implementasi ..., Pawit Muhamad Mahrur, FISIP UI, 2013
yang mumpuni dan mampu dalam melaksanakan kebijakan merupakan hal yang sangat penting. Selain itu, dibutuhkan fasilitas sarana dan prasarana seperti komputer dan sistem guna mendukung pelaksanaan pemajakan atas natura. g. Disposisi, dalam disposisi perusahaan memberikan perhatian lebih kepada para pegawai. Pegawai memiliki kemampuan yang baik akan mendapatkan reward berupa kenaikan pangkat dan bagi pegawai yang kurang mumpuni akan ditingkatkan kualitasnya dengan diikuti pelatihan-pelatihan. h. Struktur Birokrasi, pelaksanaan pemajakan fringe benefits telah memiliki garis komando dan pola koordinasi yang baik, hal ini dibuktikan dari keterkaitan pihakpihak yang terlibat dalam Peraturan Direksi.
Hambatan Implementasi Pemajakan Fringe benefits
Hambatan-hambatan yang terjadi dalam implementasi pemajakan fringe benefits di PT Telkom lebih kepada masalah teknis yaitu, lambannya penanganan masalah teknis dalam sistem yang digunakan. Meskipun terlambat, namun hal ini tidak sampai mengganggu implementasi pemajakan atas fringe benefits secara keseluruhan. Karena setelah sistemnya pulih kembali, maka semua pekerjaan yang tertunda langsung dikerjakan dalam tempo yang cepat.
Saran Berdasarkan pada simpulan di atas, maka peneliti berupaya untuk memberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Diharapkan
terjadi
alih
teknologi
terhadap
sistem
yang
digunakan,
apabila
memungkinkan, PT Telkom menggunakan sistem buatan dalam negeri. Sehingga dalam pelaksanaannya tidak lagi menemui hambatan lambannya teknisi datang, yang dapat mengganggu pelaksanaan pemajakan atas fringe benefits di PT Telkom. 2. Implementasi pemajakan atas fringe benefits sudah berjalan sangat baik, khususnya di PT Telkom. Apabila pemerintah selaku regulator ingin menjadikan fringe benefits menjadi objek PPh, maka perlu kajian secara mendalam terhadap dampak yang akan ditimbulkan nanti.
Analisis implementasi ..., Pawit Muhamad Mahrur, FISIP UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Buku Referensi: Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT Rineka Cipta. Anderson, James E. (2006). Public Policy Making : An Introduction. Boston : Houghton Mifflin Company. Bungin, Burhan. (2001). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Cresswell, John W. (1994). Research Design: Qualitative and Quantitative Approach. London : Sage Publication Inc. Dye, Thomas R. (1985). Understanding Public Policy, Englemood Cliffis. N.J: Prentice Hall.Inc Dunn, William N. (2003). Public Policy Analysis: An Indroduction second edition (terjemahan). Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Dwijowijoto, Riant N. (2004). Kebijakan Publik Formulasi, implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. . (2007). Analisis Kebijakan. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. . (2008). Public Policy. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Edward III, George. (1980). Implementing Public Policy. Washington DC: Congressional Quaterly Press. Gunadi. (1997). Perpajakan Buku I KUP, PBB dan Bea Materai. Jakarta: Lembaga Pendidikan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Hasan, Iqbal. (2003). Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Harahap, Sofyan Syafri. (2002). Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hasibuan, M.S.P. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi. Jakarta : Bumi Aksara. Holmes, Kevin. (2001). The Concept of Income a Multidisciplinary Analysis. Amsterdam: IBFD Publication BV. Humaidi. (1993). Mengenal Ilmu Kebijakan Publik. Pasuruan: Garuda Buana Indah.
Analisis implementasi ..., Pawit Muhamad Mahrur, FISIP UI, 2013
Kountur, Ronny. (2004). Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Cetakan Ketiga. Jakarta : Penerbit PPM. Lauddin, Marsuni. (2006). Hukum dan Kebijakan Perpajakan di Indonesia. Yogyakarta : UII Pres. Laswell, Harold and Abraham Kaplan. (1965). Power and Society a Framework for Political Inquiry, New Haven and London : Yale University Press.
Mansury, R. (1999). Kebijakan Fiskal. Jakarta : Yayasan pengembangan dan penyebaran Pengetahuan Perpajakan (YP4). _____________. (1994). Panduan Konsep Utama Pajak Penghasilan di Indonesia Jilid I. Jakarta: Bina Rena Pariwisata. _____________. (1996). Pajak Penghasilan Lanjutan. Jakarta : Ind-Hill Co. Mardiasmo. (1995). Perpajakan, edisi 3. Yogyakarta : Penerbit ANDI. Muhadjir, Neong. (1992). Metodologi Penelitian Kualitatif , Yogyakarta: Rake Sarasin. Nawawi, Ismail (2009). Public Policy: Analisis, Strategi Advokasi Teori dan Praktik. Surabaya: PMN Neuman, William. Lawrence. (2003). Social Research Methods Qualitative and Quantitative Approches 4th ed. Boston : Allyn and Bacon. Nurmantu, S. (2003). Pengantar Perpajakan, Jakarta: Granit Rosdiana, Haula dan Rasin Tarigan. (2005). Perpajakan: Teori dan Aplikasi. Jakarta PT Raja Grafindo Persada. Setiawan, Agus dan Basri Musri. (2006). Perpajakan Umum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Soemitro, Rochmat. (1988). Pajak dan Pembangunan. Bandung : PT Eresco. _____________. (1963). Dasar-Dasar Hukum Padjak dan Pajak Pendapatan 1944. Bandung: NV Eresco. Soewadji, Jusuf. (2012). Pengantar Metodologi Penelitian. Bogor: Mitra Wacana Media. Winarno, Budi. (2012). Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus. Yogyakarta: Caps Publishing. Wahab, SA.(1997). Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Edisi Kedua. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Analisis implementasi ..., Pawit Muhamad Mahrur, FISIP UI, 2013
Subarsono, A.G. (2005). Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori, dan Aplikasi. Cetakan 1. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Subiantoro, Heru dan Singgih Riphat. (2003). Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi. Jakarta: Kompas.
Jurnal dan Karya Ilmiah: Rinaldy, Deddy. Skripsi. (2002). Analisis Perlakuan Perpajakan atas Pemberian dalam Bentuk Natura/Kenikmatan kepada Karyawan, serta Pengaruhnya terhadap Pajak Terhutang (Studi Kasus Pada PT. RTI). Edward, Tommy. Skripsi. (2003). Analisis Kebijakan Pemberian Fasilitas Tunjangan Tunai dan Tunjangan Berupa Natura/Kenikmatan Setelah Pemberlakuan UU No. 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan (Studi Kasus di PT Knife and Saw Indonesia). Reza, Muhammad. Skripsi. (2008). Pengaruh Mutasi dan Promosi Jabatan Terhadap Pengembangan Karir Pegawai (Studi Kasus Kejaksaan Tinggi Jawa Barat). Tirsono, Tesis (2008). Analisis Faktor Pajak Dan Faktor-Faktor Lain Yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Utang Pada Perusahaan- Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta Ningrum, Vanda. (2008). Penanaman Modal Asing dan penyerapan Tenaga Kerja Di Sektor Industri. Jurnal Kependudukan Indonesia.Vol.III, No.2.
Artikel/Web http://nasional.kontan.co.id/news/pemerintah-akan-pajaki-fringe-benefit-dividen/2012/04/10, diunduh tanggal 1 Agustus 2012 http://bps.go.id. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. Edisi 29, Oktober 2012, diunduh tanggal 6 September 2012 http://telkom.co.id, diunduh tanggal 20 November 2012 http://www.antaranews.com/berita/347866/telkom-sabet-empat-penghargaan-bumn-award2012, diunduh tanggal 7 Desember 2012 http://www.kpppma2.pajak.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=129&Ite mid=87, diunduh tanggal 31 Agustus 2012
Analisis implementasi ..., Pawit Muhamad Mahrur, FISIP UI, 2013
Peraturan: Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
83/PMK.03/2009 Tentang
Penyediaan Makanan Dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai Serta Penggantian Atau Imbalan Dalam Bentuk Natura Dan Kenikmatan Di Daerah Tertentu Dan Yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja
Analisis implementasi ..., Pawit Muhamad Mahrur, FISIP UI, 2013