UPAYA MENGATASI MISKONSEPSI SISWA MELALUI METODE PEMBELAJARAN DELIKAN (DENGAR, LIHAT, KERJAKAN) PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP MUHAMMADIYAH 2 SURAKARTA
NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Matematika
Disusun oleh: ERSAM MAHENDRAWAN A410080046
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012
UPAYA MENGATASI MISKONSEPSI SISWA MELALUI METODE PEMBELAJARAN DELIKAN (DENGAR, LIHAT, KERJAKAN) PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP MUHAMMADIYAH 2 SURAKARTA
Oleh Ersam Mahendrawan1, Budi Murtiyasa2, dan Masduki3 1
Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UMS,
[email protected] 2
Staf Pengajar UMS Surakarta,
[email protected]
3
Staf Pengajar UMS Surakarta,
[email protected]
ABSTRACT This research aims at describing on how to overcome student misconception on mathematics learning through delikan learning method. The approach of the research is qualitative with class action as the research design and carried out within three cycles. The action giving subject in this research is mathematics teacher in class VIII A at Junior High School Muhammadiyah 2 of Surakarta, while the receiving subjects are 31 students of the class. Data collecting techniques are observation, testing method, field note and documentation. Data analysis is qualitative description using sequence method, that is, analyzing the data since learning performance is carried out and developed in certain stages in the whole process of the learning in the class. Several points that can be concluded from the research on the class performance are 1) Students ability to answer questions from their teacher increases from 12,9% to 58,06% ; 2) Students willingness to answer questions in front of class also increases from 16,12% to 51,61% ; 3) Students ability to answer questions according to the concept which has already been studied increases from 25,8% to 80,65%. Based on the research, conclusion can be drawn that the application of the delikan learning method has ability to overcome student misconception in mathematics learning.
Keywords : Student Misconception, Mathematic Learning, Delikan Learning Method.
PENDAHULUAN Di dalam suatu kegiatan pembelajaran sering kali terdapat berbagai macam hambatan yang membuat kegiatan belajar mengajar menjadi terganggu. Salah satu hambatan yang terjadi dalam proses pembelajaran adalah konsep-konsep yang disampaikan oleh guru tidak dapat diterima oleh peserta didik dengan baik atau sering disebut miskonsepsi. Miskonsepsi yang dialami setiap siswa dalam satu kelas bisa berlainan satu dengan yang lain dengan penyebab yang berbeda-beda pula. Oleh karena itu, sangat penting bagi guru untuk mengenali miskonsepsi dan penyebabnya yang terjadi pada siswa. Miskonsepsi dapat berbentuk konsep awal, kesalahan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep, gagasan atau pandangan yang salah. Novak (Suparno, 2005) menyatakan bahwa miskonsepsi merupakan suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima. Sementara itu, Brown (Suparno, 2005) menyatakan bahwa miskonsepsi merupakan penjelasan yang salah dan suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang diterima para ahli. Feldshine (Suparno, 2005) menemukan miskonsepsi sebagai suatu kesalahan dan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep. Secara rinci menurut Fowler (Suparno, 2005) miskonsepsi dapat merupakan pengertian yang tidak akurat tentang konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah tentang penerapan konsep, pemaknaan konsep yang berbeda, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hierarkis konsepkonsep yang tidak benar. Menurut pandangan konstruktivisme, siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri (Syaiful Sagala, 2006 : 88). Proses
konstruksi tersebut diperoleh melalui interaksi dengan benda, kejadian dan lingkungan. Pada saat siswa berinteraksi dengan lingkungan belajarnya, siswa mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalamannya. Oleh karena itu, ketika proses konstruksi pengetahuan terjadi pada siswa, sangat besar kemungkinan terjadinya kesalahan dalam proses mengkonstruksi karena secara alami siswa belum terbiasa mengkonstruksi pengetahuan sendiri secara tepat. Apalagi jika tidak didampingi sumber informasi yang jelas dan akurat. Konstruksi pengetahuan siswa tidak hanya dilakukan sendiri tetapi juga dibantu oleh konteks dan lingkungan siswa, diantaranya teman-teman di sekitar siswa, buku teks, guru dan lainnya. Jika aspek-aspek tersebut memberikan informasi dan pengalaman yang berbeda dengan pengertian ilmiah, maka sangat besar kemungkinan akan menimbulkan terjadinya miskonsepsi pada siswa. Berdasarkan paparan diatas, bisa dirumuskan bahwa aspek-aspek yang dapat menyebabkan terjadinya miskonsepsi diantaranya adalah siswa itu sendiri, guru, dan metode pembelajaran yang digunakan guru di kelas. Namun demikian dari teori konstruktivisme yang disampaikan di atas, faktor paling dominan yang menimbulkan terjadinya miskonsepsi paling banyak disebabkan oleh siswa itu sendiri sebab
secara alami seseorang mengalami
proses pembentukan
pemahamannya sendiri. Banyak siswa yang memiliki konsep awal atau prakonsepsi tentang suatu konsep sebelum siswa tersebut mengikuti pembelajaran di sekolah. Konsep awal tersebut diperoleh siswa dari pengalaman sehari-hari dan informasi dari lingkungan sekitar siswa. Konsep awal itulah yang mempengaruhi pemahaman siswa dan menyebabkan terjadi miskonsepsi.
Konsep awal yang dimiliki siswa menunjukkan bahwa pikiran siswa sejak lahir tidak kosong atau diam. Selama melakukan interaksi dengan lingkungannya siswa terus aktif mencari informasi untuk memahami sesuatu. Siswa yang baru belajar secara formal di sekolah pada usia 6-7 tahun sudah memiliki konsepsi awal sesuai dengan pengalaman dan informasi yang diterimanya dari orang tua dan lingkungan sekitarnya. Pengetahuan awal yang dimiliki seorang anak sebelum jenjang pendidikan sekolah bisa benar atau salah. Hal ini disebabkan pengetahuan awal tersebut diperoleh dari pengalaman yang berbeda-beda dan sumber informasi yang tidak akurat. Padahal penguasaan pengetahuan awal yang dimiliki seseorang sangat berpengaruh terhadap perolehan pengetahuan di sekolah. Banyak hal yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi yang ditimbulkan oleh siswa itu sendiri. Diantaranya adalah tahap perkembangan kognitif yang tidak sesuai dengan konsep yang dipelajari, penalaran siswa yang terbatas dan salah, kemampuan siswa menangkap dan memahami konsep yang dipelajari, dan minat siswa untuk mempelajari konsep yang diberikan dan diajarkan. Setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Pada umumnya siswa belajar melaui visual (apa yang dilihat atau diamati), auditori (apa yang dapat didengar) atau kinestetik ( apa yang dapat digerakkan). Setiap siswa memerlukan perlakuan yang berbeda sesuai dengan gaya belajarnya. Maka tugas utama seorang guru adalah menyelenggarakan pembelajaran yang baik dan berkualitas. Hal yang perlu dilakukan seorang guru adalah mengenali dan memahami gaya belajar seluruh siswa yang diampunya dan menentukan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Metode pembelajaran sangat
menentukan tingkat penyerapan dan pemahaman siswa terhadap materi atau konsep yang disampaikan oleh guru. Di samping itu, metode pembelajaran yang tepat dan menarik akan membuat suasana belajar mengajar menjadi nyaman sehingga memungkinkan setiap peserta didik untuk mendapatkan sebuah situasi yang menjadikan mereka dapat menerima materi dan konsep tersebut dengan benar. Salah satu metode pembelajaran yang bisa diterapkan untuk mengatasi miskonsepsi siswa adalah metode pembelajaran delikan (dengar, lihat, kerjakan). Metode pembelajaran delikan menekankan kegiatan belajar siswa, dimulai dari kegiatan mendengar, disusul dengan kegiatan melihat, dan diakhiri dengan kegiatan mengerjakan. Tiga hal tersebut ada dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu sama lain. Dalam metode ini, tugas guru adalah memberi stimulasi auditif (pendengaran), stimulasi visual (penglihatan), dan stimulasi motorik (pekerjaan) (Nana Sudjana, 1989 : 97). Dengan memperhatikan ketiga hal tersebut
pembelajaran
akan
berlangsung
efektif
dan
efisien
sehingga
meminimalkan kemungkinan terjadinya miskonsepsi. Di dalam penerapan metode pembelajaran delikan pada pokok bahasan kubus dan balok, tugas guru adalah memberi stimulasi auditif (pendengaran), stimulasi visual (penglihatan), dan stimulasi motorik (pekerjaan). Sehingga pembelajaran akan memberi kesan yang mendalam dan bermakna karena ditangkap oleh tiga indera yaitu penglihatan, pendengaran, dan tentunya juga indera motorik. Dengan memperhatikan ketiga hal tersebut pembelajaran akan
berlangsung efektif dan efisien sehingga meminimalkan kemungkinan terjadinya miskonsepsi. Memperhatikan uraian di atas, penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mendeskripsikan teratasinya miskonsepsi siswa melalui penerapan metode pembelajaran delikan.
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas bercirikan perbaikan terus menerus terhadap praktik-praktik pembelajaran sehingga peneliti merasa proses pembelajaran mengalami peningkatan yang lebih baik. Penelitian tindakan merupakan kegiatan pemecahan masalah yang dimulai dari : 1) perencanaan, 2) pelaksanaan, 3) observasi, 4) refleksi, dan 5) evaluasi (Sutama, 2010:76). Perencanaan dan penyusunan yang dilakukan unuk mengadakan tindakan adalah mengidentifikasi masalah yang terjadi di dalam proses pembelajaran matematika, terutama yang berkaitan dengan miskonsepsi siswa, kemudian merumuskan permasalahan tersebut. Berdasarkan perencanaan yang ada, proses pembelajaran diimplementasikan dengan menerapkan metode pembelajaran delikan. Sedangkan untuk mengetahui efektifitas metode pembelajaran yang digunakan peneliti, penelitian ini menggunakan : (1) metode observasi untuk mendapatkan gambaran secara langsung tentang kegiatan belajar matematika siswa di kelas, (2) metode tes dilakukan sebagai dasar untuk mengetahui subjek
penelitian dalam kemampuan penguasaan materi pelajaran serta digunakan dalam upaya untuk mendapatkan data teratasinya miskonsepsi siswa
di dalam
pembelajaran matematika sebelum dan sesudah pemberian tindakan, (3) catatan lapangan digunakn untuk mencatat semua temuan selama pembelajaran, bentuk temuan ini berupa miskonsepsi siswa dan permasalahan lain yang berkaitan dengan miskonsepsi yang dihadapi oleh siswa selama proses pembelajaran berlangsung, (4) dokumentasi digunakan untuk memperoleh atau mengetahui sesuatu melalui buku-buku maupun arsip yang berhubungan dengan yang akan diteliti, dan (5) wawancara dilakukan dengan sistem tanya jawab diluar jam pelajaran sebelum dilakukan tindakan dan setiap selesai dilakukan tindakan. Analisis hasil ditekankan pada kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru, kemauan siswa dalam mengerjakan soal di depan kelas, dan kemampuan siswa dalam mengerjakan soal sesuai dengan konsep yang telah dipelajari. Analisis hasil juga akan didukung dengan analisis deskriptif kualitatif tentang pendapat guru terhadap penerapan metode pembelajaran delikan di dalam pembelajaran matematika yang diujicobakan pada pokok bahasan kubus dan balok.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penerapan metode pembelajaran delikan mendapat tanggapan positif dari guru, hal ini dikarenakan adanya peningkatan indikator-indikator yang ditekankan dalam upaya mengatasi miskonsepsi siswa pada pokok bahasan kubus dan balok.
Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan dapat dituliskan pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Teratasinya Miskonsepsi Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 2 Surakarta Sebelum dan Sesudah Penelitian NO
Sesudah Penelitian Putaran II Putaran III
Indikator yang Diamati
Sebelum Penelitian
Putaran I
A
4 siswa (12,9%)
10 siswa (32,26%)
12 siswa (38,7%)
18 siswa (58,06%)
B
5 siswa (16,12%)
8 siswa (25,8%)
12 siswa (38,7%)
16 siswa (51,61%)
C
8 siswa (25,8%)
14 siswa (45,16%)
21 siswa (67,74%)
25 siswa (80,65%)
1.
2.
3.
Keterangan indikator : A : kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru B : kemauan siswa untuk mengerjakan soal di depan kelas C : kemampuan siswa untuk mengerjakan soal sesuai dengan konsep yang telah dipelajari Tabel 1 di atas menunjukkan data hasil observasi kelas
sebelum dan
sesudah penelitian. Data tersebut dapat disimpulkan bahwa : a. Mulai putaran I sampai putaran III miskonsepsi siswa mengalami penurunan sesuai dengan yang diinginkan. b. Pada akhir penelitian, kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru mencapai 18 siswa (58,06%).
c. Pada akhir penelitian, kemauan siswa untuk mengerjakan soal di depan kelas mencapai 16 siswa (51,61%). d. Pada akhir penelitian kemampuan siswa untuk mengerjakan soal sesuai dengan konsep yang telah dipelajari mencapai 25 siswa (80,65%). Data penelitian di atas berkaitan dengan miskonsepsi siswa dalam pembelajaran matematika, data di atas dapat dilihat secara grafis. Gambar di bawah ini menunjukkan grafik teratasinya miskonsepsi siswa dalam pembelajaran matematika. Profil kelas sebelum dan sesudah penelitian dalam miskonsepsi siswa pada gambar 1 berikut : 30 25 20
menjawab pertanyaan guru
15
mengerjakan soal di depan kelas
10
mengerjakan soal sesuai konsep
5 0 sebelum
putaran I
putaran II
putaran III
Gambar 1 Teratasinya Miskonsepsi Siswa Gambar 1 di atas menunjukkan bahwa perubahan tindak mengajar yang berkaitan dengan miskonsepsi siswa dalam pembelajaran matematika setelah dilaksanakan tindakan kelas selama III putaran. Miskonsepsi siswa dalam pembelajaran matematika dibatasi dalam hal kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru, kemauan siswa untuk mengerjakan soal di
depan kelas, kemampuan siswa untuk mengerjakan soal sesuai dengan konsep yang telah dipelajari. Miskonsepsi siswa dapat diminimalisasi dengan menerapkan metode pembelajaran delikan. Hal tersebut dapat dilihat dari meningkatnya aspekaspek berikut : 1) kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru mencapai 18 siswa, 2) kemauan siswa untuk mengerjakan soal di depan kelas mencapai 16 siswa, 3) kemampuan siswa untuk mengerjakan soal sesuai dengan konsep yang telah dipelajari mencapai 25 siswa. Berdasarkan peningkatan aspek-aspek tersebut menunjukkan bahwa miskonsepsi siswa dalam pembelajaran matematika pada pokok bahasan kubus dan balok dapat diatasi dengan menggunakan metode pembelajaran delikan. Hasil penelitian para ahli yang dapat mendukung penelitian yang dilakukan oleh peneliti, diantaranya : yang dikemukakan oleh Soni Irianto dan Karma Iswasta Eka (2011) dalam jurnalnya menyimpulkan bahwa : (1) ada dampak pembelajaran delikan pada hasil belajar matematika siswa, yang mana hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran delikan lebih tinggi dari pada hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan metode konvensional, (2) tinggi atau rendahnya motivasi tidak memberi dampak pada hasil belajar matematika siswa, (3) tidak ada interaksi yang signifikan antara hasil belajar matematika yang disebabkan oleh pembelajaran delikan, pembelajaran konvensional, dan tingkat motivasi. Siswa dengan motivasi tinggi cenderung tampil lebih baik dalam matematika dari pada siswa dengan motivasi rendah, dan kelas eksperimen yang belajar dengan pembelajaran delikan mencapai skor yang lebih baik dari pada kelas yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan peneliti sejalan dengan penelitian para ahli, dimana dengan penerapan metode pembelajaran yang berpusat pada siswa di dalam suatu proses pembelajaran dapat memberi kontribusi penting bagi siswa dalam pemahaman konsep. Hal itulah yang membuat miskonsepsi siswa di dalam suatu pembelajaran dapat diatasi.
SIMPULAN Penerapan metode pembelajaran delikan dalam pembelajaran matematika pada pokok bahasan kubus dan balok mampu mengatasi miskonsepsi siswa. Teratasinya
miskonsepsi
siswa
ditunjukkan oleh hasil penelitian
yang
dilaksanakan selama tiga putaran. Selain itu, teratasinya miskonsepsi siswa juga didukung oleh pendapat dari guru kelas yang terlibat dalam penelitian. Pembelajaran dengan menerapkan metode pembelajaran delikan
ini
memiliki peran utama dalam kaitannya dengan upaya mengtasi miskonsepsi siswa. Dalam upaya mengatasi miskonsepsi siswa ini, ada baiknya menyentuh pengembangan kreatifitas guru. Hal ini dapat dilakukan melalui kerja kolaboratif guru dengan peneliti untuk mengatasi masalah-masalah pembelajaran matematika yang selalu dihadapi di kelas. Sementara itu, faktor siswa yang ikut mendukung upaya mengatasi miskonsepsi siswa antara lain adalah kemampuan dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru, kemauan dalam mengerjakan soal di depan kelas, dan kemampuan dalam mengerjakan soal sesuai dengan konsep yang telah dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA Irianto, Soni dan Iswasta Eka. 2011. The Impact of DELIKAN Learning towards Mathematics Achievement in Terms of Students Motivation: An Experiment at the State Elementary Schools of Banyumas, Central Java, Indonesia. International Journal for Educational Studies : Volume 3, Nomor 2. Ruganda. 2009. Peningkatan Hasil Pembelajaran Menulis Deskripsi Melalui Model Delikan di Kelas V SD Kalikoa, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon. Metalingua : Volume 7, Nomor 2. Sagala, Syaiful. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta. Sudjana, Nana. 1989. Model-model Mengajar CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Bandung : Sinar Baru. Sutama. 2010. Penelitian Tindakan. Surakarta : CV. Citra Mandiri Utama. http://fahrurrozi.com/hakikat-metode-pembelajaran/ (diakses 31 Oktober 2011) http://repository.upi.edu/operator/upload/s_d035_046169_chapter2.pdf (diakses 5 November 2011) http://tpardede.wikispaces.com/file/view/ipa_unit_6_practicum.pdf (diakses 31 Oktober 2011)