1
NASKAH PUBLIKASI
SEMANGAT BERDAKWAH BIL HIKMAH (STUDI EKSPLORATIF TERHADAP MOTIVASI AKTIVIS DAKWAH KAMPUS)
Oleh : Guntur Gunawan Emi Zulaifah
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008
2
NASKAH PUBLIKASI
SEMANGAT BERDAKWAH BIL HIKMAH (STUDI EKSPLORATIF TERHADAP MOTIVASI AKTIVIS DAKWAH KAMPUS)
Telah Disetujui Pada Tanggal
Dosen Pembimbing Utama
(Emi Zulaifah, Dra., M. Sc)
3
SEMANGAT BERDAKWAH BIL HIKMAH (STUDI EKSPLORATIF TERHADAP MOTIVASI AKTIVIS DAKWAH KAMPUS)
Guntur Gunawan Emi Zulaifah
INTISARI Dengan menggunakan desain penelitian kualitatif grounded theory, penelitian ini bertujuan untuk memahami fenomena semangat berdakwah bil hikmah pada mahasiswa yang berkiprah sebagai aktivis da’wah kampus Subjek penelitian ini enam orang mahasiswa yang statusnya aktif secara akademik terdiri dari 50% pria dan 50% wanita dengan karakteristik beragama Islam, berusia antara 20 sampai 24 tahun, terdaftar dan aktif di lembaga dakwah kampus atau LDK, memiliki pengalaman sebagai pengurus lembaga dakwah kampus. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam atau indepth interview. Data dianalisis dengan teknik analisis tematik dengan langkah-langkah berupa penggolongan tematema untuk kemudian memasukkannya ke dalam sub kategori dan kategori serta mengintegrasikanya. Selanjutnya diperoleh model yang menggambarkan fenomena para aktivis dakwah dalam menjaga semangat berdakwah bil hikmah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semangat berdakwah bil hikmah ini muncul dari beberapa faktor yaitu niat karena Allah, adanya kewajiban berdakwah sesama manusia dan adanya role model yang mempunyai karakteristik yang kuat seperti sabar, tidak mamaksakan dan tulus. Untuk bisa menjaga semangat berdakwah bil hikmah ini terdapat enam komponen yang membentuknya. Komponen yang pertama adalah faktor konteks situasional yaitu adanya orientasi keislaman yang dilaksanakan oleh pihak kampus berupa kegiatan-kegiatan keislaman. Kemudian kondisi masyarakat yang masih belum mengenal Islam secara menyeluruh seperti kurangnya pengetahuan dasar tentang ajaran Islam. Adanya kebutuhan regenerasi organisasi dakwah agar nantinya kegiatan dakwah yang dilakukan akan terus berlangsung dari tahun ke tahun. Komponen pembentuk yang kedua adalah adanya dukungan sosial yang berasal dari keluarga baik berupa dukungan emosional maupun dukungan material. Dukungan sosial juga berasal dari masyarakat dan teman berupa pengakuan atas eksistensi diri serta partisipasi dalam kegiatan keagamaan. Komponen yang ketiga adalah tantangan dalam berdakwah. Di dalam aktivitasnya, aktivis dakwah kampus selalu dihadapkan dengan berbagai situasi yang menantang baik dari internal maupun eksternal. Hambatan ini berupa naik turunnya keimanan, kemampuan komunikasi, masalah organisasi serta manajemen diri. Komponen yang keempat adalah ketrampilan dalam mengatasi tantangan. Dengan adanya tantangan, aktivis dakwah kampus memiliki kesempatan untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, seperti
4
mendekatkan diri kepada Allah, introspeksi diri, mendatangi orang-orang sholeh, memperbanyak ibadah sunnah, memperbaiki komunikasi antara anggota dan bidang, serta membuat kegiatan bersama. Komponen yang kelima adalah strategi dalam berdakwah bil hikmah berupa dakwah personal dan dakwah melalui organisasi. Dakwah personal dilakukan dengan silaturahmi dan mengajak orang lain secara langsung kepada kebaikan. Kemudian dakwah organisasi melalui lembaga dakwah kampus dengan mengadakan kegiatan-kegiatan keislaman berupa pengajian, kajian, outbond, rihlah, serta mentoring. Komponen keenam yang terungkap adalah adanya tujuan/outcome yang jelas dan spesifik yang ingin dicapai dari dakwah bil hikmah yaitu berupa usaha untuk perbaikan diri serta masyarakat sekitar secara terusmenerus sesuai tuntunan Islam dengan mengajak orang lain untuk ikut dan merasakan indahnya Islam. Dakwah menjadi sarana untuk mengembangkan potensi diri, serta profesionalitas antara kuliah dan semangat berdakwah. Setelah melalui proses mencapai tujuan dakwah tersebut, ternyata ada hubungan saling mempengaruhi dan saling menguatkan antara tujuan menegakkan agama Allah dengan semangat berdakwah bil hikmah. Karena pada akhirnya tujuan dakwah tadi akan selalu menguatkan semangat berdakwah bil hikmah dan dengan semangat berdakwah bil hikmah pulalah tujuan dakwah akan bisa tercapai. Begitu pula dengan tujuan berdakwah dengan faktor pendorong ada proses menguatkan diantaranya. Proses ini berjalan secara terus-menerus secara berulang-ulang
Kata kunci : Semangat berdakwah bil hikmah, Aktivis dakwah kampus
5
Pengantar Latar Belakang Masalah Mahasiswa Aktivis selalu identik dengan demonstrasi turun ke jalan, menyuarakan dan membela kepentingan rakyat. Mahasiswa adalah aktor-aktor penting kebangkitan bangsa. Di belahan bumi mana pun, mahasiswa selalu tampil sebagai agen pembaharu. Sikap kritis dan kepedulian terhadap kondisi riil masyarakat terus dimiliki mahasiswa sehingga tak segan-segan melakukan pengorbanan demi kejayaan bangsanya. Tentu kita masih ingat peristiwa 1966. Pada waktu itu mahasiswa meneriakkan Tritura dan berimbas pada kejatuhan Soekarno dari tampuk kepemimpinan. Tidak jauh berbeda saat Mei 1998, di mana mahasiswa begitu heroiknya menyuarakan reformasi. Sumpah Pemuda 1928 dan Proklamasi 1945 juga tak telepas dari peran kaum intelektual muda saat itu (www.kabarindonesia.com.22/05/08) Namun mahasiswa aktivis di balik sikap kritis dan kepedulianya, juga identik dengan nilai akademis yang rendah atau sering mendapat gelar nasakom (nasib satu koma), bolos kelas, sering terlambat masuk kelas, kuliah yang tidak beres, jarang hadir di kerja kelompok, tidak lulus mata kuliah (www. Mayapala. com.29/02/08/). Masa studi yang lama juga selalu melekat dalam jati diri mahasiswa aktivis. Ancaman droup out selalu menghampiri setiap mahasiswa aktivis. Tak jarang sebutan mapala (mahasiswa paling lama) atau mahasiswa abadi selalu lekat dengan citra mahasiswa aktivis. Mahasiswa aktivis juga sering digambarkan sebagai mahasiswa yang aktif diorganisasi tetapi ber-IPK rendah dari rata-rata. Sedangkan mahasiswa non-aktivis sering digambarkan dengan
6
mahasiswa yang selalu ber-IPK baik, diatas rata-rata, tapi tak punya kepedulian dengan hal-hal diluar akademis. Apa yang telah disebutkan di atas tadi menyebabkan
munculnya
pandangan
negatif
mengenai
aktivis
lembaga
kemahasiswaan dan bahkan terhadap lembaga kemahasiswaan itu sendiri. Aktivis itu identik dengan pengangguran, kurang kerjaan, malas kuliah. Secara tidak langsung, kredibilitas lembaga kemahasiswaan pun menjadi turun di mata mahasiswa. Sederhananya, bagaimana mungkin mahasiswa bisa percaya terhadap mereka yang duduk di lembaga kemahasiswaan, apabila di kelas (kegiatan perkuliahan) saja mereka tidak mampu menunjukkan bahwa mereka adalah mahasiswa yang baik dan layak untuk menjadi wakil mahasiswa di lembaga kemahasiswaan (www. mayapala. com.29/02/08/). Namun tidak semua mahasiswa aktivis identik dengan hal yang negatif seperti yang dituliskan oleh penulis di atas. Ada golongan mahasiswa aktivis yang ternyata akademisnya luar biasa, minimal rata-rata memuaskan, lulus tepat pada waktunya, bahkan mendapat penghargaan dalam bidang akademis. Hal ini tidak hanya berlaku pada sisi akademis saja, melainkan pada sisi aktivitasnya sebagai mahasiswa aktivis juga terlaksana dengan baik. Mahasiswa aktivis ini adalah aktivis dakwah kampus. Aktivis dakwah kampus adalah mahasiswa yang aktif berdakwah melalui lembaga dakwah di kampus. Dakwah yang dilakukan adalah mengajak seluruh civitas akademika yang ada di kampus untuk lebih memahami dan merasakan indahnya Islam. Aktivis dakwah kampus juga konsisten dalam memperjuangkan masalah sosial dan perbaikan kehidupan masyarakat baik tingkat nasional maupun
internasional. Berbagai macam aksi dan kegiatan
7
dilakukan untuk mewujudkan pencapaian tujuan dakwah secara umum, yakni: transformasi menuju masyarakat Islami (Fathurrahman, 2004) . Terungkap dalam wawancara pra penelitian pada tujuh responden mahasiswa sebuah perguruan swasta di Yogyakarta bahwa dakwah sangat penting dilakukan karena masih banyak orang yang belum memahami Islam secara menyeluruh. Para responden menyatakan dengan adanya peran dari aktivis dakwah kampus walaupun hanya sedikit akan tetapi memberikan pengaruh yang banyak. Seperti adanya kegiatan-kegiatan di mushola atau masjid kampus. aktivis dakwah kampus juga menjadi contoh bagi mahasiswa lainnya. Karena disamping beraktivitas sebagai da’i, secara akademik aktivis dakwah kampus juga dapat dijadikan contoh. Aktivis dakwah kampus ini bergerak dalam satu wadah yaitu lembaga dakwah kampus. Saat ini sudah banyak bermunculan lembaga dakwah kampus di seluruh nusantara yakni dimulai pada tahun 1998 atau yang sering disebut fase anak mushola (Sandhiyudha, 2006). Hal ini dibuktikan dengan semaraknya kegiatan keagamaan di berbagai kampus yang dikelola oleh lembaga dakwah kampus. Sebagai contoh kampus Universitas Islam Indonesia sudah mempunyai lembaga dakwah kampus sejak tahun 1999 dengan nama Korps Dakwah Universitas Islam Indonesia yang kemudian sering dikenal sebagai KODISIA. Berbagai macam kegiatan dakwah dan sosial telah dilaksanakan. Menurut data dari bidang pengembangan sumber daya manusia KODISIA, jumlah anggota mereka hingga saat ini sebanyak 361 orang (per-Juni 2007). Total keseluruhan dari tahun 1999-2007 sebanyak 723 orang (PSDM KODISIA). Keberadaan lembaga dakwah kampus semakin kuat dengan terbentuknya suatu
8
forum bersama yaitu kumpulan dari beberapa lembaga dakwah kampus di bawah naungan forum silahturahmi lembaga dakwah kampus atau yang disingkat dengan FSLDK. Masjid atau mushola kampus adalah rahim dari para aktivis dakwah kampus yang siap diterjunkan di medan dakwah yang karakteristiknya sangatlah berliku-liku penuh dengan kesusahan dan kesulitan namun harapannya pada saat ending dari perjalannan dakwah ini adalah Ridho Allah SWT berupa jannah atau syurga, sebuah tempat yang diidam-idamkan bagi para aktivis dakwah kampus (Rakhmat dan Najib, 2001). Menurut Dzakiey (2007), secara fitrah manusia mempunyai motivasi spiritual yaitu dorongan fitrah manusia untuk memenuhi kebutuhan ruhaninya. Seperti, mengharapkan keridhaan, kecintaan dan perjumpaan dengan penciptanya Zat Yang Maha Pencipta yang telah menciptakan dirinya dan mencukupkan kebutuhan-kebutuhan yang menunjang kehidupanya. Manusia diturunkan di muka bumi dijadikan Allah sebagai khalifah dan beribadah kepada Allah. Dalam rangka menjalankan tugas-tugas inilah dakwah tidak dapat dipisahkan dari tugas-tugas ini yaitu menegakkan Kalimatullah di bumi Allah ini. Hal ini menjadi menarik untuk dikaji oleh peneliti bahwa di dunia barat, peran penyebar agama dilakoni oleh para pendeta atau para misionaris sedangkan di Indonesia yang mayoritas Islam siapapun bisa mempunyai peran menjadi penyebar agama. Hal ini didukung oleh teori church theory dari Weber dan Troelsch (Aziz, 2006) bahwa di dalam agama protestan ada pemisahan yang suci
9
dan yang sekuler termasuk pemisahan politik dan agama. Berbeda dengan Islam tidak ada pemisahan seperti ini. Yang tidak bisa kita pungkiri adalah status mahasiswa sebagai penuntut ilmu selalu melekat pada diri aktivis dakwah kampus, mau tidak mau para aktivis dakwah kampus ini harus bisa memberikan porsi yang proposional antara statusnya sebagai mahasiswa yang mempunyai kewajiban menuntut ilmu dengan cita-citanya sebagai penyeru dakwah. Apalagi pada saat ini dakwah bagi kalangan mahasiswa pada umumnya sangat tidak populer karena sebagian besar masyarakat memahami dakwah adalah tanggung jawab para da’i dan para alim ulama saja (Maskyur, 2005). Hal inilah yang banyak membuat permasalahan sekaligus tantangan
dalam diri aktivis dakwah kampus. Permasalahan dan tantangan
tersebut dapat kita jabarkan menurut Thahan (2001) sebagai berikut: 1. Dari dalam diri mahasiswa a. Pembagian waktu antara kuliah dan dakwah b. Faktor ekonomi keluarga dan tingginya biaya kuliah menyebabkan mahasiswa harus segera menyelesaikan masa kuliahnya sehingga mahasiswa tidak dapat berinteraksi dengan permasalahan agama, umat dan negara. 2. Dari lingkungan a. masyarakat yang tidak mendukung dakwah b. mahasiswa yang apatis
10
c. situasi politik, seperti kebijakan yang tidak berpihak kepada kebebasa, berkekpresi dalam hal ini mengekspresikan kegiatan keagamaan seperti era ORBA. d. isu global yaitu terorisme yang sengaja dihembuskan oleh kaum imperialis barat dalam hal melemahkan umat islam. Dampak yang nyata terjadi adalah kecenderungan mencurigai Islam yang disamakan sebagai teroris sehingga dalam penyebarannya nanti akan menimbulkan penolakanpenolakan. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik mengambil topik ini. Faktor –faktor apa saja yang membuat aktivis dakwah bersedia terjun ke dunia dakwah? Lalu faktor apa pula yang
membuat para aktivis dakwah tetap bertahan
menjalankan dakwah di kampus dengan segudang tantangan dan hambatan yang akan dihadapinya. Metode Penelitian Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini mengambil enam orang responden sebagai subjek penelitian dan menggunakan wawancara sebagai metode pengumpulan data. Wawancara adalah pertemuan antara dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suau topik tertentu (Esterberg dalam Sugiyono, 2005). Metode Analisis Data Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
11
lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengkoordinasikan data kedalam kategori, menjabarkannya kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2005). Jorgensen (Poerwandari, 2005) menjelaskan yang dimaksud analisis adalah memecah, memisahkan, atau menguraikan materi penelitian ke dalam potongan-potongan, bagian-bagian, elemen-elemen atau unit-unit. Setelah data dipecah, peneliti memilah dan menyaring data untuk memperoleh tipe, kelas, pola atau gambaran yang menyeluruh. Hasil Penelitian Setelah melakukan proses pengumpulan data dengan wawancara dengan seluruh responden ditemukan hasil penelitian seperti yang digambarkan melalui bagan berikut ini :
12
13
Pembahasan Berdasarkan model gambar dapat dijelaskan bahwa dinamika psikologis fenomena semangat berdakwah bil hikmah dimana terdapat 7 komponen yang terlibat dalam proses pembentukannya yaitu, faktor pendorong, strategi dakwah, tujuan dakwah, konteks situasional, dukungan sosial, tantangan dalam berdakwah serta kiat mengatasi tantangan. Ketujuh komponen tersebut sangat erat kaitannya dalam pembentukan mengapa mahasiswa berdakwah dan bertahan di dalamnya dengan semangat berdakwah sepanjang hayat melalui dakwah bil hikmah sebagai fenomena utama Lebih lanjut, pola antar hubungan faktor itu dapat dijelaskan demikian: Dimulai dari faktor pendorong, faktor
pendorong ini terdiri dari niat karena
Allah, kewajiban setiap manusia serta adanya role model. Ketiga faktor ini yang mendasari atau yang menyebabkan mahasiswa terjun berdakwah, karena mereka meyakini bahwa dakwah adalah kewajiban setiap manusia dan dilakukan atas dasar niat karena Allah, takut karena Allah dan ingin mendapatkan ridho Allah. Menurut Jalaluddin (2007), agama berpengaruh sebagai motivasi dalam mendorong individu untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai mempunyai unsur kesucian, serta ketaatan. Agama juga sebagai nilai etik yang membatasi mana yang benar dan mana yang salah, agama juga sebagai pemberi harapan bagi orang yang melaksanakannya karena ada harapan terhadap pengampunan, kasih sayang dari sesuatu yang ghaib (supernatural)
14
Role model sendiri adalah perwujudan dari dakwah, karena dengan adanya orang yang mempunyai akhlaq yang baik maka mendorong orang lain berbuat yang sama dalam hal ini berdakwah. Hal ini terjadi karena tidak hanya interaksi antara individu dan lingkungannya saja yang mempengaruhi perilaku, tetapi perilaku juga akan mempengaruhi individu dan lingkungannya (Walgito 2005). Ketiga faktor pendorong tadi membuat para responden mempunyai semangat berdakwah sepanjang hayat yang diwujudkan melalui dakwah bil hikmah yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain dakwah bil al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif. Dakwah bil hikmah yang dilakukan oleh aktivis dakwah kampus diwujudkan dengan dua strategi yaitu dakwah personal dan dakwah organisasi. Dakwah personal adalah mengajak orang lain menuju kebaikan dengan sendiri-sendiri. Syaikh Ali Mahfuz (Jumantoro, 2001) menuliskan bahwa dakwah adalah mendorong manusia untuk melakukan kebaikan dan mengikuti petunjuk, memerintahkan berbuat ma’ruf dan mencegahnya dari perbuatan mungkar agar memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Imron 104 : “ dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuru pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orangorang yang beruntung”. Sedangkan Jumantoro (Masykur, 2005) sendiri mendefinisiskan dakwah sebagai daya upaya menyebarluaskan ajaran agama
15
Islam dengan segala lapangan
kehidupan manusia untuk mendapatkan
kebahagian hidup di dunia dan di akhirat. Bentuk dakwah ini berupa dakwah fadiyah, halaqoh, mengajak solat dan besilahturahmi Kemudian dakwah organisasi. Dakwah ini dilakukan menggunakan lembaga dakwah kampus. Secara garis besar memang tidak ada bedanya dengan organisasi biasa namun yang membedakan adalah orientasi. Orientasi lembaga dakwah kampus adalah dakwah, Menurut Fathurrahman (2004), dakwah kampus adalah implementasi dakwah Ilallah dalam lingkup perguruaan tinggi. Dimaksudkan untuk menyeru civitas akademika sebagai objek dakwah ke jalan Islam dengan memanfaatkan sarana formal dan informal
yang ada di dalam
kampus. Dakwah kampus bergerak di lingkungan masyarakat ilmiah yang mengedepankan intelektual dan profesionalisme. Aktivitas dakwah kampus merupakan tiang dari dakwah secara keseluruhan, puncak aktivitasnya serta medan yang paling banyak hasil dan pengaruhnya dalam masyarakat. Bentuk dakwah organisasi ini adalah kajian, pengajian, mentoring atau pengajian kelompok kecil, PHBI, training-training, outbond dan rihlah Kemudian proses dakwah ini terjadi dalam beberapa konteks situasional. Konteks situasional yang dimaksud adalah situasi tempat atau lingkungan yang memunculkan proses semangat berdakwah bil hikmah. Konteks ini berupa adanya orientasi keislaman di fakultas, kemudian adanya kondisi masyarakat kampus yang masih belum memahami Islam secara menyeluruh, lalu adanya kebutuhan organisasi dakwah yaitu proses regenerasi untuk menjamin konsistensi dakwah setiap tahunnya. Artinya para aktivis dakwah melakukan proses rekrutmen,
16
penjagaan, pengkaryaan atau kaderisasi untuk meregenerasi dirinya agar proses dakwah tetap berjalan. Kemudian konteks yang terakhir adalah adanya lembaga dakwah kampus sebagai sarana melaksakan dakwah kampus. Menurut Fathurrahman (2004), dakwah kampus adalah implementasi dakwah Ilallah dalam lingkup perguruaan tinggi. Dimaksudkan untuk menyeru civitas akademika sebagai objek dakwah ke jalan Islam dengan memamfaatkan sarana formal dan informal yang ada di dalam kampus. Dakwah kampus bergerak di lingkungan masyarakat ilmiah yang mengedepankan intelektual dan profesionalisme. Proses
semangat berdakwah bil hikmah ini juga dipengaruhi oleh
dukungan sosial. Dukungan ini berasal dari keluarga, teman, serta lingkungan. Ketiga komponen ini sangatlah kuat meningkatkan keyakinan para aktivis dakwah untuk terus bersemangat berdakwah bil hikmah. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya keluarga, teman serta lingkungan menempatkan sosok aktivis dakwah kampus ini di tempat yang terhormat, menjadi contoh, menjadi tauladan, tempat bertanya hal ini adalah sebuah pengakuan atas eksistensi aktivis dakwah kampus. Yang ini semua memicu semangat para aktivis untuk terus meningkatkan kemampuan berdakwah serta semakin meneguhkan keyakinan untuk semangat berdakwah bil hikmah. Maslow (Jalaluddin, 2007)) mengemukakan “Need Hierarchy Theory” pada kebutuhan aktualisasi diri (Self actualization needs). Kebutuhan ini mengarah pada dorongan individu untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki dirinya agar maksimal. Hal ini juga dilakukan oleh para aktivis dakwah kampus untuk melakukan dan mengembangkan kemampuan berdakwah yang dimilikinya agar maksimal. Dan yang menarik adalah pencapaian
17
aktivis dakwah kampus pada tahap self actualization pada tingkat usia yang masih muda. Hal ini melampaui apa yang di kemukakan Maslow bahwa untuk mencapai tahap tahap ini terdapat pada kelompok usia dewasa akhir. Namun ini harus bisa ditelaah secara mendalam dalam penelitian yang lain. Dalam menjalankan strategi dakwah ini para aktivis dakwah tidaklah selalu lancar. Banyak tantangan-tantangan yang membuat aktivitas dakwah terganggu. Tantangan itu ada dua macam. Yang pertama adalah tantangan internal berupa kondisi keimanan yang naik turun, masalah kemampuan komunikasi yang tidak baik, kemudian masalah manajemen diri, seperti manajemen waktu, manajemen prioritas. Yang kedua adalah tantangan eksternal berupa masalah internal organisasi seperti masalah komunikasi antar bidang, kemudian masalah interpersonal anggota, dan masalah kebijakan kampus yang terkadang menyulitkan seperti jadwal kuliah yang ketat. Hal inilah yang menghambat aktivis dakwah kampus untuk bergerak. Seiring dengan banyaknya tantangan, para aktivis memiliki ketrampilan mengatasi tantangan tersebut, sehingga melancarkan kembali aktivitas dakwah mereka. Hal-hal yang dilakukan seperti meluruskan niat, memperbanyak amalanamalan, mendekatkan diri dengan Allah, belajar memperdalam ilmu lalu untuk masalah eksternal dengan mengkomunikasikan tiap bidang, saling menasehati, silaturahmi. Kesemuanya membuat hambatan tidak begitu berarti bagi aktivis dakwah kampus. Akhirnya sampailah pada hasil dan tujuan dari semangat berdakwah bil hikmah yang dilakukan oleh para aktivis dakwah kampus. Tujuan dan hasil ini
18
berupa tujuan dan hasil pribadi, tujuan dan hasil organisasi, tujuan dan hasil masyarakat, dan tujuan dan hasil agama. Tujuan dan hasil pribadi ini berupa perbaikan
diri,
dengan
berdakwah
aktivis
dakwah
kampus
senantiasa
memperbaiki diri dari waktu ke waktu. Dakwah juga merupakan salah satu cara untuk mengisi dan mengasah potensi diri aktivis dakwah kampus. Dengan dakwah aktivis dakwah kampus mampu meningkatkan kemampuan komunikasi, kemampuan kepemimpinan. Dakwah juga membentuk sikap profesionalisme dalam diri aktivis dakwah kampus. Walaupun berdakwah, aktivis dakwah kampus tetap beprestasi dalam bidang akademik tanpa harus meninggalkan dakwah. Aktivis dakwah kampus menyadari bahwa kuliah dan dakwah tidak harus dibenturkan, justru bisa mendukung satu sama lain. Sehingga aktivis dakwah kampus dituntut profesional baik dalam berdakwah maupun dalam bidang akademik sebagai mahasiswa pada umumnya. Tujuan dan hasil selanjutnya adalah tujuan dan hasil organisasi berupa proses regenerasi para aktivis dakwah yang berkesinambungan. Hal ini dilakukan agar nantinya kegiatan dakwah kampus terus berjalan sepanjang masa. Lalu tujuan masyarakat adalah memperbaiki masyarakat nantinya agar sesuai dengan nilainilai Islam. Sedangkan yang terakhir berupa tujuan agama yaitu menegakkan agama Allah seiriing tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi. Menurut hasil disertasinya mengenai “Studi tentang Elemen Psikologi dari Al-Quran”, Baharuddin (2007) mengungkapkan bahwa kebutuhan dasar manusia terbagi dalam enam tingkatan. Peneliti tidak akan membahas keenamnya, hanya akan
19
mengambil kebutuhan
perwujudan diri/aktualisasi diri. Kebutuhan ini berada
dalam dimensi jiwa “al-Ruh” yang memiliki sifat dasar spiritual. Kebutuhan ini berada pada tingkatan kelima. Eksistensi manusia di muka bumi merupakan ‘wakil’ (khalifah) Allah. Untuk itu, manusia telah dibekali dengan sejumlah potensi. Potensi utama, dalam hal ini adalah al-ruh yang berasal secara langsung dari Allah. Sebagai potensi ia berusaha untuk menjadi aktual sebagai khalifah sejalan dengan tingkat perkembangan jiwa manusia secara keseluruhan. Dengan kata lain khalifah merupakan puncak tingkat tertinggi perkembangan kemanusiaan manusia di muka bumi. Untuk itu manusia harus menguasai ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi. Serta kebutuhan akan keyakinan/agama/ibadah kebutuhan ini berada dalam dimensi jiwa “al-Fitrah” yang memiliki sifat dasar suci (Quds). Kebutuhan ini berada pada tingkatan keenam, yaitu tingkatan tertinggi dan terakhir. Bentuk kebutuhan pada agama dalam hal ini diartikan sebagai kebutuhan beribadah sebagai salah satu tuhan manusia. Allah dalam Al-Quran surat alZariyat ayat 56 berfirman : “… tidak Ku-ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” Tugas beribadah ini berhubungan erat dengan tugas sebagai khalifah. Ibadah sebagai implementasi hubungan vertikal, sedangkan khalifah sebagai implementasi hubungan ke bawah dengan alam. Ibadah merupakan implementasi ketundukan dan kepatuhan kepada atasan, sementara khalifah merupakan implementasi kekuasaan yang bertanggung jawab dan pengelolaan. Melalui dakwah, para aktivis dakwah berusaha untuk menjadi khalifah di muka bumi ini.
20
Setelah mencapai tujuan dakwah tersebut, ternyata ada hubungan saling mempengaruhi dan saling menguatkaan antara tujuan berdakwah dengan ternyata ada hubungan saling mempengaruhi dan saling menguatkan antara tujuan dan hasil berdakwah dengan semangat berdakwah bil hikmah. Karena pada akhirnya tujuan dakwah tadi akan selalu menguatkan semangat berdakwah bil hikmah dan dengan semangat berdakwah bil hikmah pulalah tujuan dakwah akan bisa tercapai. Begitu pula dengan tujuan dan hasil berdakwah dengan faktor pendorong ada proses menguatkan diantaranya. Karena pada dasarnya aktivis dakwah kampus memperjuangkan menegakkan agama Islam yang dalam hal ini terdapat juga pada faktor yang mendorong aktivis dakwah kampus untuk berdakwah bil hikmah. Proses ini berjalan secara terus-menerus secara berulang-ulang. Demikianlah penelitian ini menggambarkan dinamika psikologis fenomena semangat berdakwah bil hikmah pada mahasiswa sebagai aktivis dakwah kampus. Gambaran ini juga menjelaskan bagaimana proses tersebut terjadi dan faktorfaktor apa saja yang membangun proses tersebut terjadi. Penelitian ini masih banyak memiliki kekurangan, diantaranya proses pemilihan sample yang masih kurang banyak serta wawancara yang dilakukan masih kurang mendalam, sehingga masih ada pertanyaan-pertanyaan dalam interview guide yang belum tergali secara optimal. Belum adanya data dari significant other untuk memperdalam penelitian serta analisis yang lebih matang.
21
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, Berdasarkan model gambar dapat dijelaskan bahwa dinamika psikologis fenomena semangat berdakwah bil hikmah dimana terdapat 7 komponen yang terlibat dalam proses pembentukannya yaitu, faktor pendorong, strategi dakwah, tujuan dakwah, konteks dakwah, dukungan sosial, tantangan dalam berdakwah serta kiat mengatasi tantangan. Ketujuh komponen tersebut sangat erat kaitannya dalam pembentukan mengapa mahasiswa berdakwah dan bertahan di dalamnya dengan semangat berdakwah sepanjang hayat melalui dakwah bil hikmah sebagai fenomena utama Dari faktor pendorong berupa niat karena Allah, menjadikan dakwah sebagai kewajiban manusia, serta adanya role model, membentuk semangat berdakwah sepanjang hayat. Semangat ini juga dipengaruhi beberapa hal yaitu adanya
konteks
situasional
kemudian
adanya
dukungan
sosial.
Untuk
mewujudkan cita-cita dakwah atau tujuan dakwah maka dibuatlah strategi-strategi dakwah dimana dalam perjalanannya sering menemui banyak hambatan, baik hambatan yang berasal dari internal ataupun dari eksternal. Kehadiran hambatan ini membuat para aktivis dakwah kampus memiliki ketrampilan mengatasi hambatan tersebut sehingga strategi dakwah dapat berjalan lancar demi terwujudnya tujuan dakwah. Setelah melalui proses mencapai tujuan dakwah tersebut, ternyata ada hubungan saling mempengaruhi dan saling menguatkan antara tujuan berdakwah dengan semangat berdakwah bil hikmah. Karena pada akhirnya tujuan dakwah tadi akan selalu menguatkan semangat berdakwah bil hikmah dan dengan semangat berdakwah bil hikmah pulalah tujuan dakwah akan
22
bisa tercapai. Begitu pula dengan tujuan dan hasil berdakwah dengan faktor pendorong ada proses menguatkan diantaranya. Karena pada dasarnya aktivis dakwah kampus memperjuangkan menegakkan agama Islam yang dalam hal ini terdapat juga pada faktor yang mendorong aktivis dakwah kampus untuk berdakwah bil hikmah. Proses ini berjalan secara terus-menerus secara berulangulang. Saran 1. Bagi Responden Aktivis dakwah kampus diharapkan tetap terus menjaga konsistensi dalam berdakwah, agar nantinya akan terwujud cita-citanya yaitu menjadikan Islam sebagai rahmatan lil a’lamin. Dan juga hendaknya para aktivis dakwah kampus bisa mengatur waktu dan prioritas dengan baik ditengah padatnya kegiatan dakwah 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi para peneliti selanjutnya, penelitian ini masih terdapat kekurangan dalam hal informasi tambahan dari orang-orang terdekat yang berhubungan langsung dengan responden yang
dapat menguatkan data yang diperoleh
Peneliti yang tertarik pada permasalahan yang sama disarankan untuk mencari responden lebih banyak serta menarik kiranya apabila diteliti pada konteks pengambilan keputusan antara prioritas berdakwah dengan kuliah yang pada penelitian ini belum banyak terungkap. Serta menarik kiranya apabila diteliti lebih mendalam tentang proses perkembangan pada aktivis dakwah kampus.
23
DAFTAR PUSTAKA Adz-Dzakiey. 2006. Psikologi Kenabian Seri 4: Motivasi. Yogyakarta: Daristy
Al-Banna, Hasan. 2004. Risalah Pergerakan Ihwanul Muslimin, Jilid 1, Solo: penerbit Intermedia Anoraga, P. 1992. Psikologi Kerja. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Arifin, HM. 1991. Psikologi Dakwah, Suatu Pengantar Studi. Jakarta: Bumi Aksara Aziz, Abdul. 2006. Varian-Varian Fundamentalisme Islam Indonesia. Jakarta: Diva Pustaka’ Aziz, JAA. 1998. Fiqh Dakwah. Solo: Intermedia
Baharuddin. 2004. Paradigma Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Cobb, N. J. 2007. Adolescene (Continuity, Change, and Diversity). New York: McGraw Hill Damanik, A. S. 2002. Fenomena Partai Keadilan. Transformasi Menuju 20 Tahun Gerakan Tarbiyah di Indonesia. Bandung: Penerbit Teraju. Echols & Shadily. 2000. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia
Himam, F. Dr. 2008. Pengantar Matode Kualitatif. Handout Mata Kuliah. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia http://www.fsldkn.org//21/07/07 http://www.kabarindonesia.com//22/05/08 http//www. Mayapala. Com//29/02/08
Hurlock, E.B. 1997. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga (terjemahan)
24
Jalaluddin, H. 1996. Psikologi Agama. Jakarta: Rajagrafindo Perkasa.
Komariah, K. 2003. Perbandingan Antara Mahasiswa Aktivis Dan Bukan Aktivis Dalam Sikap Terhadap Kuliah Dan Perilaku Asertif di UIN Jakarta. Tazkiyah, 3, 66-78 Kuntowijoyo. 1999. Remaja Tanpa Masjid. http: //www.Republika.co.id.09/04/99
Linbekk, T. 1971. Book Reviews : Student-aktivist. http://asj.sagepub.com//
Mansyur, Syaikh Musthafa, 2001. Fiqh Dakwah, jilid 1, Jakarta: Al –I’tishom cahaya umat Masykur, A. M. 2005. Psikologi Dakwah sebuah tantangan Khaira Ummah. Temu Ilmiah Nasional 1 Psikologi Islami. 24 September, Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia Monks, F.J. 2004. Psikologi Perkembangan ( Pengantar dari Berbagai Bagian). Yogyakarta: Gajah Madha University Press Olii, R. 2004. Profil Berorganisasi Pada Mahasiswa Aktivis. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia Poerwandari, K. 2005. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Fakultas Psikologi UI. Rahmat, A. & Najib, M. 2001. Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus. Solo Februari: penerbit Purimedia. Rice, F.P. 2008. The Adolescene (Development, Relationship, and Culture). Twelfth Edition. Boston: Pearson Sandhiyudha, A. 2006. Renovasi Dakwah Kampus. Jakarta: CV. Kalimatun ‘Anil Fityah Siagian, SP. 1989. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Bina Aksara.
Sidiq, Mahfud. 2003. Kammi dan Pergulatan Reformasi, Solo:Penerbit Intermedia
25
Siswandhi, M.P. 2002. Kematangan Kepribadian Pada Aktivis Gerakan Mahasiswa dari Pespektif Kebutuhan Aktualisasi Diri ( Studi Kasus Pada Aktivis Gerakan Mahasiswa Front Perjuangan Pemuda Indonesia). Anima, Indonesian Psychology Journal, 17, 257-258 Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindo.
Strauss, A dan Corbin, J. 2003. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, Yogyakarta:. Pustaka Pelajar. Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Thahan, Muh. Musthafa. 2002. Risalah Pergerakan Pemuda Islam. Jakarta: penerbit VISI Walgito, B. 2002. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Andi Offset.
Wahyuningsih, H. 2008. Peran Orang Tua dalam Proses Pembentukan Identitas Agama. Laporan Penelitian Dosen Muda. (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia Yandianto. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Bandung: Penerbit M2S
26
Identitas Penulis
Nama
: Guntur Gunawan
Alamat
: Jl. Sidobali UH 2 No. 416A Kelurahan Muja-muju, Kecamatan Umbulharjo, DI. Yogyakarta 55165
Nomor telepon / HP : (0274)544574 / 081578514525 e-mail
:
[email protected]