IMPLEMENTASI PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN DI PERKOTAAN (P2KP) DALAM PROGRAM BEDAH KAMPUNG OLEH PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2014-2015
NASKAH PUBLIKASI
OKY YANHAR NIM : 090565201036
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DANILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016
IMPLEMENTASI PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN DI PERKOTAAN (P2KP) DALAM PROGRAM BEDAH KAMPUNG OLEH PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2014-2015 OKY YANHAR Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Danilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji ABSTRAK Bedah Kampung adalah model pengembangan Pemberdayaan Keluarga Miskin melalui rehabilitasi rumah tidak layak huni. Organisasi pelaksana Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP) merupakan suatu bagian dari pengelolaan program nasional PNPM Mandiri yang telah diatur dalam Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri yang diterbitkan oleh Tim Pengendali PNPM Mandiri. Fenomena yang terjadi adalah sampai saat ini program in belum dapat berjalan dengan baik, Pemerintah Kota Tanjungpinang telah melakukan pengusulan kembali program Bedah Kampung. Hal ini karena dinilai masih banyak rumah masyarakat di kawasan pesisir Tanjungpinang yang belum terbantu. Tujuan penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mengetahui Implementasi Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP) Dalam Program Bedah Kampung Oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang Tahun 2014-2015 dan untuk Mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi Implementasi Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP) Dalam Program Bedah Kampung Di Kota Tanjungpinang. Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian Deskriptif Kualitatif. Adapun informan dalam penelitian ini adalah pihak Kelurahan yang daerahnya menjadi sasaran bedah kampung yaitu Kelurahan Kampung Bugis, Tanjung Unggat dan Teluk kriting, dan tokoh masyarakat sebagai para pelaksana dalam dalam Implementasi Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP) Dalam Program Bedah Kampung Di Kota Tanjungpinang. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan maka dapat dianalisa bahwa Implementasi Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP) Dalam Program Bedah Kampung Oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang Tahun 2014-2015 sudah berjalan dengan baik. Namun permasalahan yang terjadi adalah kerjasama memang belum berjalan dengan baik. Perlu adanya kerjasama dan perbaikan perbatasan kewenangan antara berbagai pihak agar program ini dapat dijalankan dengan baik. Karena agak kesulitan untuk menjalin kerjasama dalam menjalankan program ini. Seperti antara pihak P2KP dengan kelurahan dalam hal pendataan.
Kata Kunci : Implementasi, Program, Peningkatan Kualitas Permukiman
1
ABSTRACT Bedah kampung is a model empowerment of the development of unprosperous family through rehabilitations of not livable houses. Implementing organization of (P2KP) Program of Quality Improvement in Urban Settlement is a part of national program supervision PNPM Mandiri which have been set in General guidelines of independent community national empowerment which is published by controller team of PNPM Mandiri. The phenomenom still happen untill now is that program not running well as what it should be, The Goverment of Tanjungpinang city has do re-proposing this "Bedah Kampung" program. This is because there still got many houses in coastal area of Tanjungpinang community that hasn't helped yet. The purpose of this research is basically want to know (P2KP) Program of Quality Improvement in Urban Settlement in Bedah Kampung program do by the Goverment of Tanjungpinang city by 2014-2015 and to know any factors to influence (P2KP) Program of Quality Improvement in Urban Settlement in "Bedah Kampung" program in Tanjungpinang city. In this research, the author using Qualitative Descriptive research. As for the informant in this research is of subjected subdistrict side for Bedah Kampung, that is Sub-district of Kampung Bugis, Tanjung Unggat and Teluk Keriting, and community leader as implementer in (P2KP) Program of Quality Improvement in Urban Settlement in "Bedah Kampung" in Tanjungpinang city. Based on the result of interview with the informant , so it can be analyzed that (P2KP) Program of Quality Improvement in Urban Settlement in "Bedah Kampung" program by the Goverment of Tanjungpinang city by 2014-2015 is already going well. But the problems that happened is cooperation has not been going well. Here needed cooperation and improvement of border authorities between some parties so this program can be run well. because got difficulty to do partnership in running this program. as between P2KP and territory party in term of logging.
Keywords: Implementation, Programming, Improving The Quality Of Settlements
2
I A.
Kementerian Perumahan Rakyat. Bedah Kampung harus ditempatkan sebagai bagian tidak terpisahkan dari program penanggulangan kemiskinan, sebagai program unggulan Kementerian Sosial. Untuk itu, selain kegiatan rehabilitasi rumah tidak layak huni, dalam program ini dilakukan pula kegiatan bimbingan sosial dan penyuluhan sosial yang dilakukan oleh pekerja sosial dan penyuluhan sosial. Tenaga Kesejahteraan Sosial yang ada di tingkat lokal dilibatkan dalam kegiatan Bedah Kampung ini. Dalam program ini tidak hanya rumah warga secara pribadi yang diperbaiki tetapi lingkungan sekitar yang tadinya kumuh kembali diperbaiki. Bedah kampung melibatkan unsur masyarakat, pemuda dan masyarakat. Dengan dicanangkan program ini maka setiap orang akan saling berkenalan, saling mencintai satu dengan yang lain, dan saling menghormati. Sehingga dapat saling menjaga lingkungan tempat tinggalnya. Bantuan Program Terpadu Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Bedah Kampung segera disalurkan kepada masyarakat penerima. Program Bedah Kampung langsung dirasakan manfaatnya oleh sasaran program. Rumah-rumah yang tadinya tidak layak huni, langsung berubah menjadi lebih sehat dan layak ditempati. Kondisi rumah tinggal merupakan salah satu indikator kemiskinan. Rehabilitasi rumah tidak layak huni dianggap berdampak positif memutus salah satu rantai kemiskinan efeknya terasa seketika itu juga. Kementerian Sosial RI sudah menjalankan program Bedah Kampung sejak tahun 2012. Bedah Kampung adalah model pengembangan Pemberdayaan Keluarga Miskin melalui rehabilitasi rumah tidak
PENDAHULUAN Latar Belakang
Salah satu kebutuhan yang fundamental pada diri manusia adalah tempat tinggal atau rumah. Banyak terdapat rumah tidak layak huni dikarenakan warga hidup dalam kekurangan sehingga tidak mampu menyediakan tempat tinggal yang layak. Karena itu pelaksanan bedah kampung diarahkan untuk mendorong munculnya kemandirian keluarga miskin. Program dari Kementerian Sosial ini, merupakan salah satu pilot project untuk menyelesaikan permasalahan sosial, dan program tersebut untuk mendorong seluruh komponen masyarakat agar berperan aktif dalam perencanaan, pengelolaan, pengawasan, serta pelaksanaan dilapangan. Program bedah kampung ini, adalah upaya pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan di kota Tanjungpinang. Program Bedah Kampung yang dicanangkan oleh Pemerintah Pusat dan dijalankan oleh Dinas Sosial dan tenaga Kerja Kota Tanjungpinang. Selain daerah pesisir, ada klasifikasi persyaratan lainnya yang harus dimiliki oleh masyarakat untuk bisa memperoleh bantuan tersebut. Program bedah kampung ini juga melibatkan organisasi yaitu Program Peningkatan Kualitas Permukiman di Perkotaan atau P2KP dalam upaya pencapaian Visi dan penanganan permukiman kumuh di perkotaan. Bedah Kampung adalah model pengembangan pemberdayaan keluarga miskin melalui rehabilitasi rumah tidak layak huni. Bedah kampung ini berbeda dengan bedah rumah yang dilaksanakan
3
layak huni. Konsepnya sangat berbeda dengan program Bedah Rumah yang dilaksanakan kementerian perumahan rakyat. Bedah kampung ditempatkan sebagai bagian tidak terpisahkan dari program penanggulangan kemiskinan. Hasil akhir yang di harapkan, selain mendapatkan rumah yang layak huni, keluarga miskin mengalami perubahan pada pola pikir, sikap mental dan prilaku sosial. Kementerian Sosial merencanakan melakukan Bedah Kampung di 1.000 titik yang tersebar diseluruh Indonesia. Dalam Bedah Kampung melekat ciri khas Kemensos yang dalam paradigma pembangunan berpusat rakyat (People Center Development). Kemensos lebih berperan sebagai stimulator. Program ini diharapkan dapat menstimulasi para Pemerintah Daerah dan semua elemen masyarakat untuk berpatisipasi mengentaskan kemiskinan didaerahnya masing-masing. Bantuan yang diberikan bisa berupa dana maupun tenaga. Sebagai sebuah pengembangan model pelaksanaan kegiatan Penanggulangan Kemiskinan, Bedah Kampung dirancang untuk meninggkatkan capaian hasil upaya pengentasan kemiskinan secara sinergi, transparan, dan akuntabel. Model ini di harapkan menjadi gerakan nasional yang dapat menyentuh akar masalah kemiskinan dan mengembangakan modal sosial dimasyarakat yang berciri bridging social capital. Tantangan yang paling nyata adalah kegotong-royongan di masyarakat berindikasi semakin melemah, sedangkan roh dari kegiatan bedah kampung adalah gotong-royong. Salah satu yang paling berpengaruh untuk menggerakan partisipasi masyarakat adalah yang adanya pemimpin yang terpecaya sebagai
motor penggerak. Selain itu tingkat kepercayaan (trust) antar warga masyarakat, kelompok-kelompok sosial yang ada juga harus berada pada level yang tinggi dan pandangan bahwa bantuan yang diberikan menjadi bagiaan yang memberi manfaat secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat secara keseluruhan. Pemerintah daerah dan tokoh masyarakat harus dapat menggerakan seluruh komponen baik aparatur, warg amasyarakat, organisasi kepemudaan dan kekuatan lainnya untuk meyakinkan kepada masyarakat bahwa kegiatan ini memberikan manfaat dan tergerak untuk mensuksekkan kegiatan bedah kampung, termasuk bagian yang terpenting dari proses ini adalah memelihara dan mengembangkan hasil dari kegiatan ini sehingga menjadi gerakan untuk menciptakan “Kampung Layak Huni”. Organisasi pelaksana Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP) merupakan suatu bagian dari pengelolaan program nasional PNPM Mandiri yang telah diatur dalam Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri yang diterbitkan oleh Tim Pengendali PNPM Mandiri. Penyelenggaraan Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP) Perkotaan dilakukan secara berjenjang dari tingkat nasional sampai tingkat kelurahan. P2KP adalah singkatan dari Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan. P2KP merupakan salah satu proyek nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka menanggulangi berbagai persoalan kemiskinan yang terjadi di masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang
4
tinggal di wilayah perkotaan (urban). Pemerintah Indonesia selanjutnya menugaskan Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman sebagai pelaksana proyek (executing agency) dari P2KP. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya dalam penanggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat terbangun "gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan", yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip universal. (Dikutip dari : Buku Pedoman Umum P2KP-3, Edisi Oktober 2005). Karakteristik kemiskinan dan krisis ekonomi yang terjadi telah menyadarkan semua pihak bahwa pendekatan dan cara yang dipilih dalam penanggulangan kemiskinan selama ini perlu diperbaiki, yaitu ke arah pengokohan kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat ini dibutuhkan dalam rangka membangun organisasi masyarakat warga yang benar-benar mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin, yang mandiri dan berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi serta kebutuhan mereka dan mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik di tingkat lokal, baik aspek sosial, ekonomi maupun lingkungan, termasuk perumahan dan permukiman.
Penguatan kelembagaan masyarakat yang dimaksud terutama juga dititikberatkan pada upaya penguatan perannya sebagai motor penggerak dalam ‘melembagakan' dan ‘membudayakan' kembali nilai-nilai kemanusiaan serta kemasyarakatan (nilai-nilai dan prinsip-prinsip di P2KP), sebagai nilai-nilai utama yang melandasi aktivitas penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat setempat. Melalui kelembagaan masyarakat tersebut diharapkan tidak ada lagi kelompok masyarakat yang masih terjebak pada lingkaran kemiskinan, yang pada gilirannya antara lain diharapkan juga dapat tercipta lingkungan kota dengan perumahan yang lebih layak huni di dalam permukiman yang lebih responsif, dan dengan sistem sosial masyarakat yang lebih mandiri melaksanakan prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan. Kepada kelembagaan masyarakat tersebut yang dibangun oleh dan untuk masyarakat, selanjutnya dipercaya mengelola dana abadi P2KP secara partisipatif, transparan, dan akuntabel. Dana tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membiayai kegiatan-kegiatan penanggulangan kemiskinan, yang diputuskan oleh masyarakat sendiri melalui rembug warga, baik dalam bentuk pinjaman bergulir maupun dana waqaf bagi stimulan atas keswadayaan masyarakat untuk kegiatan yang bermanfaat langsung bagi masyarakat, misalnya perbaikan prasarana serta sarana dasar perumahan dan permukiman. Model tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk penyelesaian persoalan kemiskinan yang bersifat multi dimensional dan struktural, khususnya yang terkait dengan dimensi-dimensi politik, sosial,
5
dan ekonomi, serta dalam jangka panjang mampu menyediakan aset yang lebih baik bagi masyarakat miskin dalam meningkatkan pendapatannya, meningkatkan kualitas perumahan dan permukiman meraka maupun menyuarakan aspirasinya dalam proses pengambilan keputusan. Untuk mewujudkan hal-hal tersebut, maka dilakukan proses pemberdayaan masyarakat, yakni dengan kegiatan pendampingan intensif di tiap kelurahan sasaran. (http://www.p2kp.org/aboutdetil diakses pada tanggal 6 Agustus 2016) Melalui pendekatan kelembagaan masyarakat dan penyediaan dana bantuan langsung ke masyarakat kelurahan sasaran, P2KP cukup mampu mendorong dan memperkuat partisipasi serta kepedulian masyarakat setempat secara terorganisasi dalam penanggulangan kemiskinan. Artinya, Program penanggulangan kemiskinan berpotensial sebagai “gerakan masyarakat”, yakni; dari, oleh dan untuk masyarakat. P2KP merupakan suatu upaya pemerintah yang bermuara kepada program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan melalui strategi pemberdayaan (empowerment) sebagai investasi modal sosial (social capital) menuju pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Artinya proyek yang diprakarsai pemerintah ini pada akhirnya diharapkan dapat menjadi program penanggulangan kemiskinan yang tumbuh atas inisiatif dan prakarsa masyarakat sendiri, dan didukung oleh pemerintahnya maupun kelompokkelompok peduli, organisasi-organisasi masyarakat sipil dan dunia usaha yang ada.
Pengorganisaian masyarakat dalam Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP) adalah upaya terstruktur untuk menyadarkan masyarakat akan kondisi yang dihadapi , potensi yang mereka miliki , dan peluang yang ada pada mereka. Pengorganisasian masyarakat tidak diartikan sebagai membentuk wadah organisasi , tetapi lebih merupakan kesepakatan bersama untuk bersatu sebagai sesama warga masyarakat di suatu kalurahan untuk bersama-sama menanggulangi kemiskinan sebagai gerakan moral. Untuuk memimpin gerakan penaggulangan kemiskinan inilah diperlukan pimpinan yang dapat diterima oleh semua pihak yang tidak parsial, tidak mewakili golongan tertentu dan juga tidak mewakili wilayah tertentu. Program Penanggulangan Kemiskinan di Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP) dilaksanakan dengan tujuan mencapai keberlanjutan perbaikan kesejahteraan masyarakat miskin melalui proses pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan dengan menerapkan pendekatan pengokohan kelembagaan masyarakat. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya dalam penanggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat terbangun "gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan", yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip universal. (Dikutip dari :
6
Buku Pedoman Umum P2KP-3, Edisi Oktober 2005). Pemerintah bersama masyarakat sebagai pelaku utama upaya penanggulangan kemiskinan, tentu saja dituntut kapasitas dan kapabilitas yang mendukung. Dalam hal inilah peran pemerintah, salah satunya melalui P2KP, berupaya untuk mendorong proses pengembangan atau pemberdayaan dan penguatan kapasitas masyarakat (community empowerment) agar mampu menanggulangi persoalan kemiskinan di wilayahnya secara mandiri dan berkelanjutan. Pemberdayaan masyarakat tersebut sesungguhnya sangat berkaitan erat dengan proses transformasi sosial di masyarakat miskin. Dalam cara pandang P2KP, kompleksitas kemiskinan yang menyangkut berbagai dimensi sosial, politik, ekonomi, dan asset; penanganannya harus dimulai dari aspek sosial kemanusiaannya secara mendasar. Akar persoalan kemiskinan yang tidak semata-mata persoalan ekonomi namun lebih pada persoalan ketidak-adilan, akibat runtuhnya nilainilai kemanusiaan dan diabaikannya prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik mejadi dasar pijakan P2KP untuk membangun sosial kapital dan memulai suatu perubahan sosial di masyarakat secara berkelanjutan. Adapun kegiatan yang dilaksanakan pada kegiatan P2KP berdasarkan keputusan dari direktur Pengembangan Kawasan Permukiman Dirjen Ciptakarya Kementerian pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. UM-01.11-CK/678 pada tanggal 03 September 2015, perihal penetapan daftar lokasi Kegiatan Program Peningkatan Kualitas Kawasan
permukiman (P2KKP) tahun 2015. sebagai berikut : 1. Kegiatan pendampingan masyarakat untuk menyusun profil kumuh Tahun Anggaran 2015 yang dilaksanakan di 269 Kabupaten/Kota. 2. Pencairan dan pemanfaatan DIP PKP2B provinsi untuk kegiatan : 3. Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK) di 223 kelurahan di 89 Kabupaten/Kota. 4. Peningkatan Penghidupan Masyarakat berbasis Komunitas (PPMK) di 845 Kelurahan di 96 Kabupaten/Kota. 5. Pengurangan Resiko Bencana berbasis Komunitas (PRBBK) di 10 Kelurahan di 2 Kota. 6. Pilot Business Development Center (BDC) di 15 Kabupaten/Kota. 7. Pelatihan Masyarakat di 11.067 Kelurahan di 269 Kabupaten/Kota. 8. Pengadaan komputer dan piranti lunak di 11.067 Kelurahan di 269 Kabupaten/Kota. 9. Pencairan dan Pemanfaatan DIPA PIP Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2015 di 4.076 Kelurahan di 91 Kabupaten/Kota. Penanganan masalah kemiskinan struktural dan multidimensi harus dimulai dari sisi aspek moral manusianya secara mendasar dan mendorong terwujudnya pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk
7
menyediakan permukiman dan perumahan yang layak bagi masyarakatnya sesuai amanat Undangundang Nomor 01 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pemerintah kabupaten/kota diwajibkan untuk melakukan peningkatan kualitas permukiman kumuh. Untuk penaganan permukiman kumuh ada dua bentuk penanganan yang bisa dilakukan yaitu pencegahan dan peningkatan kualitas. P2KP di bantu oleh Badan Keswadayaan Masyarakat. BKM adalah dewan pimpinan kolektif masyarakat warga penduduk kelurahan, dan sebagai lembaga BKM dapat bertindak sebagai representasi masyarakat warga penduduk kelurahan. BKM berkedudukan sebagai lembaga pimpinan masyarakat warga penduduk kelurahan dan merupakan lembaga pengendali kegiatan penanggulangan kemiskinan di kelurahan yang bersangkutan, yang posisinya di luar institusi pemerintah, militer, agama, pekerjaan dan keluarga. BKM sebagai pimpinan kolektif diperlukan : ketika masyarakat melihat kemiskinan sebagai persoalan bersama yang harus ditangulangi bersama sehingga diperlukan lembaga pimpinan yang mampu mengendalikan gerakan bersama tersebut, untuk dapat memimpin gerakan penangulangan kemiskinan dari, oleh dan untuk masyarakat sebagai upaya bersama. P2KP menerapkan pendekatan Tri-daya melalui pengokohan kelembagaan masyarakat, sehingga nantinya diharapkan dapat tercipta wadah organisasi yang mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin dalam menyuarakan aspirasi dan kebutuhan mereka. Yang pada akhirnya upayaupaya penanggulangan kemiskinan dapat dijalankan oleh masyarakat secara
mandiri dan berkelanjutan. Kelembagaan masyarakat yang bersifat lokal itulah (BKM) diharapkan menjadi motor penggerak dalam melembagakan dan membudayakan kembali nilai-nilai kemanusiaan dan kemasyarakatan sebagai nilai utama yang melandasi aktitiftas penanggulangan kemiskinan di perkotaan. Pada tingkat lokal, pemerintah daerah Kota Tanjungpinang melaksanakan program peningkatan kualitas pemukiman berdasarkan yang tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Tanjungpinang Nomor 10 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tanjungpinang, maka semua perencanaan pembangunan dan pengembangan keruangan yang akan dilakukan di Tanjungpinang wajib mengacu pada perda tersebut. Dalam pelaksanaan P2KP yaitu erseleksinya Kab/Kota sasaran kemudian tersusunya dokumen perencanaan penanganan kawasan kumuh, kolaborasi antara masyarakat dengan Pemerintah daerah. Salah satu Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP) adalah program bedah kampung yang dicanangkan oleh Pemerintah Pusat dan dijalankan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Tanjungpinang. Dana dari P2KP adalah dari APBN. Dari 4 kabupaten/kota yang diseleksi oleh Pemerintah Pusat, Kota Tanjungpinang terpilih untuk program tersebut. Pembiayaan bedah kampung dilaksanakan secara sinergi antara Kementerian Sosial RI dan Pemerintah Kota Tanjungpinang, sebesar Rp10 juta, ditambah dengan pembangunan sarana dan prasarana lingkungan sebanyak 2 unit, per unitnya sebesar Rp 50 juta. Kedua jenis bantuan ini bersumber dari dana APBN. Sedangkan dari anggaran
8
APBD, Pemko Tanjungpinang menyiapkan anggaran sebesar Rp 1.5 juta untuk ongkos tukang. Berdasarkan SK Wali Kota Tanjungpinang nomor 337/2014 tentang Pemukiman Kumuh untuk wilayah Tanjungpinang seluas 150,41 hektar. Meliputi Pantai Impian di Kelurahan Kampung Baru seluas 12,6 hektar, Lembah Purnama di Kelurahan Tanjungayun Sakti seluas 5,99 hektar, Sungai Nibung Angus di Kelurahan Tanjungpinang Timur seluas 14,6 hektar, Kelurahan Tanjung Unggat 31,64 hektar, Pelantar Sulawesi seluas 51,85 hektar, Kampung Bugis seluas 18,92 hektar dan Senggarang seluas 14,81 hektar. Menurut Wakil Walikota Tanjungpinang, pemerintah Kota Tanjungpinang tentunya sangat mendukung program bedah kampung, mengingat masalah permukiman serta akses sanitasi juga masih membutuhkan perhatian yang lebih serius. Adapun daerah yang menjadi sasaran bedah kampung yang ada di Kota Tanjungpinang adalah daerah pesisir laut seperti Kampung Bugis, Tanjung Unggat, Teluk Keriting maupun daerah lainnya yang masih banyak lagi yang harus dibedah dan menjadi perhatian pemerintah. (http://www.lintaskepri.com/ Tanggal 3 September 2015). Fenomena yang terjadi adalah sampai saat ini program in belum dapat berjalan dengan baik, Pemerintah Kota Tanjungpinang telah melakukan pengusulan kembali program Bedah Kampung. Hal ini karena dinilai masih banyak rumah masyarakat di kawasan pesisir Tanjungpinang yang belum terbantu. (Batamtoday.com tanggal 14 Oktober 2015). Seperti di Teluk kriting masih ada rumah laut yang harus diperbaiki karena sampah yang
berserakan di sekitarnya, keadaan rumah yang belum memenuhi keselamatan seperti dinding yang sudah rapuh dan lain sebagainya. Berdasarkan latar belakang diatas maka dalam peneltian ini mengambil sebuah judul penelitian yaitu : Implementasi Program Peningkatan Kualitas Permukiman di Perkotaan (P2KP) Dalam Program Bedah Kampung oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang Tahun 2014-2015. B. Perumusan Masalah Identifikasi terhadap gejala-gejala dan permasalahan penelitian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: “Bagaimana Implementasi Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP) Dalam Program Bedah Kampung Oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang Tahun 2014-2015?”. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian 1.1 Untuk mengetahui Implementasi Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP) Dalam Program Bedah Kampung Oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang Tahun 2014-2015. 1.2 Untuk Mengetahui Faktorfaktor yang mempengaruhi Implementasi Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP) Dalam Program Bedah Kampung Di Kota Tanjungpinang.
9
diinginkan. Dalam hal ini dapat dilihat dari dimensi sebagi berikut :
2. Kegunaan Penelitian 2.1 Kegunaan Akademis : Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi media untuk mengaplikasikan dan mengembangkan serta sebagai rujukan bagi peneliti terhadap teori yang berkaitan dengan objek penelitian, yaitu tentang pelaksanaan peraturan pemerintah. 2.2 Kegunaan Praktis : Untuk menambah wawasan berpikir mengenai Implementasi Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP) Dalam Program Bedah Kampung Di Kota Tanjungpinang.
1. Komunikasi Implemetasi kebijakan publik agar dapat mencapai keberhasilan, mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan secara jelas. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus diinformasikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila penyampaian tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas, tidak memberikan pemahaman atau bahkan tujuan dan sasaran kebijakan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi suatu penolakan atau resistensi dari kelompok sasaran yang bersangkutan. Oleh karena itu diperlukan adanya tiga hal, yaitu; Adanya kejelasan yang diterima oleh pelaksana kebijakan sehingga tidak membingungkan dalam pelaksanaan kebijakan. Komunikasi dalam penelitian adalah komunikasi yang dilakukan untuk implementor, agar implementor memahami tentang Program Peningkatan Kualitas Permukiman di Perkotaan (P2KP) Dalam Program Bedah Kampung, komunikasi diberikan kepada implementor agar implementor memahami tentang sasaran dalam Program Peningkatan Kualitas Permukiman di Perkotaan (P2KP), prosedur dalam Program Peningkatan Kualitas Permukiman di Perkotaan (P2KP), serta tujuan dari Program Peningkatan Kualitas Permukiman di Perkotaan (P2KP).
D. Konsep Operasional Dalam memahami masalah penelitian ini, perlu diberikan acuan yang bertujuan untuk pemahaman. Untuk itu yang dimaksud dengan adalah untuk mengetahui Implementasi Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP) Dalam Program Bedah Kampung Di Kota Tanjungpinang Grand Teori yang digunakan oleh peneliti pada penelitian ini adalah Menurut Edward III (dalam Winarno, 2007:174) ada 4 faktor atau variabel krusial yang menentukan keberhasilan suatu kebijakan . Implementasi Kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya melalui komunikasi yang baik, sumber daya yang baik dengan memperhatikan sikap pelaksana dalam menjalankan kebijakan untuk mencapai hasil yang
10
2. Sumber Daya
3. Disposisi
Dalam implementasi kebijakan harus ditunjang oleh sumberdaya baik sumberdaya manusia, materi dan metoda. Sasaran, tujuan dan isi kebijakan walaupun sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif dan efisien. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja tidak diwujudkan untuk memberikan pemecahan masalah yang ada di masyarakat dan upaya memberikan pelayan pada masyarakat. Sumberdaya tersebut dapat berwujud : a. Sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor yaitu anggota Program Peningkatan Kualitas Permukiman di Perkotaan (P2KP) yaitu pemahaman pegawai terhadap segala prosedur, syarat dan tata cara pelaksana dalam Program Peningkatan Kualitas Permukiman di Perkotaan (P2KP). b. Sumberdaya financial seperti pembiayan yang mendukung Program Peningkatan Kualitas Permukiman di Perkotaan (P2KP), pembiayaan atau pendanaan sangat penting untuk menjalankan Program Peningkatan Kualitas Permukiman di Perkotaan (P2KP) karena berkaitan dengan pembangunan dan perbaikan sarana prasarana umum.
Suatu disposisi dalam implementasi dan karakteristik, sikap yang dimiliki oleh implementor kebijakan, seperti komitmen, kejujuran, komunikatif, cerdik dan sifat demokratis. Implementor baik harus memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan dan ditetapkan oleh pembuat kebijakan. Implementasi kebijakan apabila memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasinya menjadi tidak efektif dan efisien. Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, keejujuran, sifat demokratis. Hal ini dapat dilihat : Adanya implementor yang memiliki komitmen yaitu pemerintah dan pengurus Program Peningkatan Kualitas Permukiman di Perkotaan (P2KP) benar-benar sesuai dengan rencana anggaran yang telah disusun dan membuat laporan pertanggungjawaban. 4. Struktur Birokrasi Organisasi, menyediakan peta sederhana untuk menunjukkan secara umum kegiatan-kegiatannya dan jarak dari puncak menunjukkan status relatifnya. Garis-garis antara berbagai posisi-posisi itu dibingkai untuk menunjukkan interaksi formal yang diterapkan. Kebanyakan peta organisasi bersifat hirarki yang menentukan hubungan antara atasan dan bawahan dan hubungan secara diagonal langsung organisasi
11
melalui lima hal harus tergambar, yaitu; a. Pelembagaan berbagai jenis kegiatan oprasional, pelembagaan dititikberatkan pada upaya penguatan perannya sebagai motor penggerak dalam program Peningkatan Kualitas Permukiman di Perkotaan (P2KP). b. Hubungan antara satu satuan kerja dengan berbagai satuan kerja yang lain, program ini yang melibatkan banyak pihak mulai dari pegawai kelurahan, RT, RW dan masyarakat yang harus saling berkoordinasi.
analisis data yang digunakan adalah teknik analisa data Deskriptif Kualitatif. Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Jadi teknis analisis kualitatif pada penelitian ini adalah teknis analisis yang digunakan untuk mengetahui dalam Implementasi Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP) Dalam Program Bedah Kampung Di Kota Tanjungpinang yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat dan gambar. II. LANDASAN TEORI
E. Metode Penelitian Sugiyono (2012:11) menyatakan bahwa : “Penelitian deskriptif Kualitatif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan antara satu variabel dengan variabel yang lain”. Lebih lanjut dikatakan oleh Denzin dan Lincoln (dalam Moleong 2011:5) bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Adapun kaitannya dengan penelitian ini adalah untuk mengetahui serta mengemukakan berbagai gambaran dan permasalahan dalam Implementasi Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP) Dalam Program Bedah Kampung Di Kota Tanjungpinang. F. Teknik Analisis Data Dalam rangka memberikan gambaran yang jelas, logis dan akurat mengenai hasil pengumpulan data, maka teknik
Implementasi (pelaksanaan) kebijakan merupakan suatu bagian yang tidak bisa dipisahkan dari perumusan kebijakan (public formulation), penetapan kebijakan (policy adaption) dan evaluasi kebijakan (policy evoluation). Setelah kebijakan ditetapkan secara sah dan mempunyai kekuatan hukum (legitimasi), maka kebijakan tersebut harus segera di implementasikan sebab, kebijakan itu baru mempunyai arti bila kebijakan di implementasikan melalui jalan yang sesuai dan sebagaimana seharusnya untuk kepentingan. Menurut Winarno (2007:144) Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik bekerja bersama-sama menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuantujuan kebijakan. Implementasi pada sisi yang lain merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu
12
keluaran (output) maupun sebagai suatu dampak (outcome).
individu-individu (atau kelompokkelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuantujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan”. Nugroho (2003:158) mengemukakan bahwa implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya.
Dalam sebuah kebijakan harus di laksanakan atau diimplementasikan agar mampu mencapai tujuan. Seperti program yang telah dibuat berkaitan dengan Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP), Pemerintah daerah berkewajiban menjalankan program tersebut menjalankan alternatif kebijakan yang telah ditetapkan untuk dimanifestasikan dalam tindakan nyata. Ripley dan Franklin (dalam Winarno, 2007;145) berpendapat bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan dan benefit. Sementara itu , Grindle (dalam Winarno 2007:146) juga memberikan pandangannya tentang implementasi dengan mengatakan bahwa secara umum, tugas implementasi adalah membentuk suatu kaitan yang memudahkan tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah.
Sama halnya dengan Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP) perlu ditekankan adalah bahwa tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran ditetapkan atau diidentifikasikan oleh keputusan-keputusan kebijaksanaan. Suatu kebijakan yang telah diterima dan disahkan tidaklah akan ada artinya apabila tidak dilaksanakan. Kebijakan itu merupakan rumusan suatu tindakan yang dikembangkan dan diputuskan oleh instansi atau pejabat pemerintah guna mengatasi atau mempertahankan suatu kondisi. Proses implementasi kebijakan merupakan proses yang rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut disebabkan oleh banyak faktor, baik menyangkut karakteristik programprogram kebijakan yang dijalankan maupun oleh actor-aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan. Seperti yang disebutkan oleh Lester dan Steward (dalam Nugroho 2007:216) pelaku dalam implementasi kebijakan
Dari beberapa pendapat di atas dapat kita ketahui bahwa implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah. Implementasi mencakup tindakan-tindakan oleh berbagai aktor, khususnya para birokrat yang dimaksud untuk membuat program berjalan. Van Meter dan Van Horn (dalam Winarno 2007:146) mengatakan bahwa : “implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
13
meliputi birokrasi, legislaitf, lembagalembaga pengadilan, kelompokkelompok penekan, dan komunitas organisasi. Implementasi kebijakan haruslah berhasil, malahan tidak hanya implementasinya saja yang berhasil, akan tetapi tujuan (goal) yang terkandung dalam kebijakan itu haruslah tercapai yaitu terpenuhinya kepentingan masyarakat. Menurut Edward III (dalam Winarno, 2007:174) ada 4 faktor atau variabel krusial yang menentukan keberhasilan suatu kebijakan : 1. Komunikasi
berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sesuai dengan yang diinginkan pembuat kebijakan awals. Demikian pula sebaliknya, bila tingkah laku para pelaksana berbeda dengan para pembuat keputusan,, maka proses pelaksanaan suatu kebijakan akan menjadi semakin sulit. 4. Struktur Birokrasi Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan. Kerja sama yang baik dalam birokrasi dan struktur yang kondusif akan membuat pelaksanaan kebijakan efektif. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan implementasi kebijakan publik adalah suatu tindakan pejabat pemerintah atau lembaga pemerintah dalam menyediakan sarana untuk melaksanakan progam yang telah ditetapkan sehingga program tersebut dampak menimbulkan dampak terhadap tercapainya tujuan. Mazmanian dan Sabatier (dalam Wahab, 2001:68-69) merumuskan “Proses implementasi kebijaksanaan negara dengan lebih rinci: “Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang namun dapat pula berbentuk perintahperintah atau keputusan keputusan eksekutif yang penting atas keputusan badan peradilan. Lazimnya keputusan tersebut mengidentifikasi masalah yang ingin di atasi, menyebut secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk
Tanpa adanya komunikasi maka pelaksanaan kebijakan tidak bisa berjalan dengan efektif. Dengan komunikasi para pelaksana akan lebih mudah melaksanakan tujuan-tujuan atau maksud dari kebijakan. 2. Sumber – Sumber Sumber-sumber layak mendapat perhatian dalam melaksanakan kebijakan baik itu sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta sumber dana. Tanpa adanya sumber-sumber maka kebijakan yang telah dirumuskan mungkin hanya akan menjadi rencana saja tanpa adanya realisasi. 3. kecenderungan-kecendrungan Kecenderungan dari para pelaksanan kebijakan merupakan faktor yang mempunyai konsekuensikonsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal ini
14
menstruktur/mengatasi proses implementasinya”. Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi) pelaksanaan, kesediaan dilaksanakannya keputusan-keputusan tersebut oleh kelompok-kelompok sasaran, dampak nyata maupun yang dikehendaki atau tidak dari output tersebut, dampak keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan-badan penting (atau upaya untuk melakukan beberapa perbaikan) terhadap undangundang/peraturan yang barsangkutan.
melaksanakan progam yang telah ditetapkan sehingga program tersebut dampak menimbulkan dampak terhadap tercapainya tujuan. Mazmanian dan Sabatier (Wahab, 2001:68-69) merumuskan “Proses implementasi kebijaksanaan negara dengan lebih rinci: “Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan keputusan eksekutif yang penting atas keputusan badan peradilan. Lazimnya keputusan tersebut mengidentifikasi masalah yang ingin diatasi, menyebut secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstruktur/mengatasi proses implementasinya”.
Van Meter dan Van Horn (dalam Winarno 2007:146) mengatakan bahwa : “implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompokkelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuantujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan”.
Meter dan Horn (dalam Subarsono, 2008;99) mengemukakan bahwa terdapat enam variabel yang mempengaruhi implementasi, yakni; 1) Standar dan sasaran kebijakan, di mana standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. 2) Sumberdaya, dimana implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia. 3) Hubungan antar organisasi, yaitu dalam benyak program, implementor sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain, sehingga diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas, dapat disimpulkan implementasi kebijakan publik adalah suatu tindakan pejabat pemerintah atau lembaga pemerintah dalam menyediakan sarana untuk
15
4)
5)
6)
Karakteristik agen pelaksana yaitu mencakup stuktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program. Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variable ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini public yang ada di lingkungan, serta apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan. Disposisi implementor yang mencakup tiga hal yang penting, yaitu respon implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, kognisi yaitu pemahaman terhadap kebijakan, intensitas disposisi implementor, yaitu preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.
sarana dan menurut waktu tertentu, agar dapat mencapai output/outcome dan agar policy demands dapat terpenuhi maka kebijakan harus dilaksanakan, pelaksanaan kebijakan dapat pula dirumuskan sebagai pengguna sarana yang ditentukan terlebih dahulu. Implementasi kebijakan berarti mewujudkan suatu keputusan kebijakan yang memiliki legalitas hukum bisa berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan eksekutif, dalam bentuk program-program kerja yang merujuk pada masalah yang akan ditangani oleh kebijakan. Programprogram inilah yang kemudian disusun struktur pengimplementasiannya agar selanjutnya menghasilkan perubahan sebagaimana yang diinginkan oleh kebijakan yang dimaksud. Karena implementasi merupakan perwujudan nyata dari (isi/tujuan) kebijakan publik, maka aktifitas-aktifitas implementasi haruslah dilakukan secara cermat. Bahwa memang ada kebijakan yang dapat langsung dilaksanakan, tidaklah mengurangi makna penting dari kecermatan dalam menyusun proses implementasi, sebab dari hasil implementasi tersebut kinerja pemerintah dapat dinilai. Selain itu sebagai bagian dari proses kebijakan, maka dari hasil implementasilah kebijakan memperoleh umpan balik, apakah perlu kebijakan direvisi atau tidak. Dalam penelitian ini menggunakan teori Edward III, Edward III tidak hanya menyajikan tentang pelaksanaan sebuah kebijakan tetapi lebih melihat faktor mengenai implementasi sebuah kebijakan atau program. Seperti dalam penelitian ini akan dilihat mengenai Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di
Implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dalam keseluruhan proses kebijakan dan merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan tertentu dengan sarana tertentu dan dalam urutan waktu tertentu. Pada dasarnya implementasi kebijakan adalah upaya untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan mempergunakan
16
Visi : “Tanjungpinang yang sejahtera, Berakhlak Mulia dan berwawasan Lingkungan dengan Pemerintahan yang bersih, Transparan, Akuntabel serta melayani.”
Perkotaan (P2KP) Dalam Program Bedah Kampung, apa saja fakror yang mempengaruhinya berjalan, apakah dari segi komunikasi, sumber daya, disposisi maupun struktur birokrasi. III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Misi : 1. Meningkatkan kualitas sumberdaya masyarakat ( Modal sosial ) dengan menjamin kemudahan akses terhadap fasilitas kesehatan dan pendidikan yang berkualitas. 2. Meningkatkan Kesejahteraan melalui pemberdayaan ekonomi local yang berbasis ekonomi kerakyatan. 3. Mengembangkan kehidupan yang agamis dan berbudaya serta demokratis dalam bingkai pancasila. 4. Membangun pemerintahan yang bersih, Transparan Akuntabel yang berorientasi pada pelayanan publik. 5. Menciptakan Iklim investasi yang kondusif bagi dunia usaha dengan mengutamakan keunggulan komparatif Kota Tanjungpinang. 6. Mengembangkan potensi pariwisata dan budaya daerah. Mengembangkan dan meningkatkan sumber daya pemuda dan olahraga. 7. Melaksanakan pembangunan yang ramah lingkungan dengan penataan ruang dan pemanfaatan lahan yang efektif, serta pelestarian lingkungan hidup dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
Secara geografis Kota Tanjungpinang mempunyai kedudukan yang cukup strategis baik segi ekonomi, pertahanan dan keamanan maupun sosial budaya. Kota Tanjungpinang terletak dipulau Bintan, tepatnya dibagian selatan pulau tersebut dengan menghadap ke arah Barat Daya pada 0° 50’ 54,62” LU dan 104° 20’ 23,40” BT - 104° 32’ 49,9” BT. Batas wilayah perencanaan secara administrasi adalah sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Bintan Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Galang Kota Batam. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Karas, Kecamatan Galang Kota Batam. Luas wilayah Kota Tanjungpinang keseluruhan adalah 239,5 Km². Wilayah Kota Tanjungpinang terdiri dari atas daratan dengan luas 131,54 Km² dan lautan dengan luas 107,96 Km², sehingga dikategorikan menjadi dua kategori wilayah yaitu Tanjungpinang Daratan dan Tanjungpinang Lautan. Adapun Visi dan Misi Pemerintah Kota Tanjungpinang adalah:
17
ketersediaan dana. Beberapa program yang tengah digalakkan oleh pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan antara lain dengan memfokuskan arah pembangunan pada pengentasan kemiskinan. Dari fokus program pemerintah tersebut, diharapkan jumlah rakyat miskin yang ada dapat tertanggulangi sedikit demi sedikit maka dari itu dibutuhkan dukungan penuh dari pemerintah maupun pemerintah pusat khususnya dalam pendanaan. 3. Disposisi Mengenai program P2KP di Kota Tanjungpinang menurut para informan pada dasarnya telah berjalan dengan baik. Semua telah melakukan program ini menggunakan juklak yang diterbitkan oleh pemerintah, dan juga memahami peraturan tersebut. Meskipun program P2KP di Kota Tanjungpinang sering dinilai memiliki banyak kelemahan, beberapa lembaga masih mengklaim program tersebut sukses. 4. Struktur Birokrasi Berdasarkan hasil wawancara dengan informan maka diketahui bahwa P2KP membangun partisipasi masyarakat. Hambatan yang mempengaruhi pelaksanaan P2KP adalah belum efektifnya peran pemerintah daerah, kemitraan masyarakat dan pemerintah daerah, dan belum terjadinya alih kelola P2KP ke Pemerintah kota/kab. Selain itu pelaksanaan kegiatan yang menekankan pada proses pembangunan yang partisipatif membutuhkan waktu yang cukup lama. Keterbatasan dana dan sumber daya manusia yang benarbenar terpanggil untuk bekerja dengan masyarakat juga turut menjadi hambatan
IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 1. Komunikasi Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa komunikasi informasi sudah dilakukan kepada para implementor khususnya bagi anggota P2KP, ketika seorang komunikator P2KP menjelaskan kepada komunikannya tentang apa itu P2KP, dia harus menguasai apa yang akan disampaikannya. Apalagi pada saat audience atau komunikan adalah masyarakat perkotaan yang heterogen, ketika mengikuti sosialisasi pada suatu kelurahan yang masyarakatnya terdiri dari orang-orang yang mempunyai pendidikan dan pengalaman yang jauh lebih rendah dari komunikator seperti anggota P2KP. 2. Sumber daya Berdasarkan pendapat informan di atas dapat diketahui bahwa menurut informan pegawai yang bertugas di lapangan sudah mampu serta memiliki pengetahuan yang baik dalam menjalankan program P2KP. Kemampuan dalam bekerja sangat diperlukan untuk menjalankan program P2KP, pengetahuan tentang tujuan dan startegi pelaksanaan juga merupakan hal yang harus dikuasai oleh pegawai agar dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang dimiliki. Para Pengurus mendapatkan pelatihan yang memadai sehingga memungkinkan mereka bisa mengelola P2KP dengan lebih baik. Seharusnya pelatihan ini sudah dilakukan sebelum dana disalurkan, sehingga masingmasing pihak tahu persis apa yang harus dilakukan. Dari jawaban seluruh informan di atas dapat dianlisa bahwa dalam menjalankan program tersebut sudah ada aturan yang jelas yang mengatur
18
V. PENUTUP A. Kesimpulan
Sudah adanya anggaran dalam menjalankan peraturan daerah ini. Hal ini tentunya menjadi perhatian bagi pemerintah untuk membuat kebijaksanaan dalam menjalankan kebijakan yang mana adanya dana operasional untuk menjalankan tugasnya. Mengenai program P2KP di Kota Tanjungpinang menurut para informan pada dasarnya telah berjalan dengan baik. Semua telah melakukan program ini menggunakan juklak yang diterbitkan oleh pemerintah, dan juga memahami peraturan tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan maka dapat dianalisa bahwa Implementasi Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP) Dalam Program Bedah Kampung Oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang Tahun 2014-2015 sudah berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari indikator : Berdasarkan hasil wawancara diketahui selama ini para implementor sudah diberitahukan secara trasnparan dan terbuka tentang isi program tersebut, hal ini untuk memudahkan implementor untuk menjalankan program P2KP. Transparan dalam arti bahwa pemerintah seperti walikota secara terbuka memberikan informasi lewat himbauan kemudian memberikan pemahaman dan alasan secara jelas mengenai penertiban tersebut. secara umum anggota sudah mampu dan selalu bekerja sama untuk mengembangkan program P2KP. Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf atau pegawai. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan, salah-satunya disebabkan oleh staf atau pegawai yang tidak cukup memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam bidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak cukup menyelesaikan persoalan implementasi kebijakan, tetapi diperlukan sebuah kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa melalui kelembagaan masyarakat tersebut diharapkan tidak ada lagi kelompok masyarakat yang masih terjebak pada lingkaran kemiskinan, yang pada gilirannya antara lain diharapkan juga dapat tercipta lingkungan kota dengan perumahan yang lebih layak huni di dalam permukiman yang lebih responsif, dan dengan sistem sosial masyarakat yang lebih mandiri melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Namun permasalahan yang terjadi adalah kerjasama memang belum berjalan dengan baik. Perlu adanya kerjasama dan perbaikan perbatasan kewenangan antara berbagai pihak agar program ini dapat dijalankan dengan baik. Karena agak kesulitan untuk menjalin kerjasama dalam menjalankan program ini. Seperti antara pihak P2KP dengan kelurahan dalam hal pendataan. B. Saran Adapun saran yang dapat Perlu adanya kerjasama antara berbagai pihak dalam pelaksanaan program P2KP agar dapat berjalan sesuai dengan tujuannya
19
1. Harus ada pendanaan yang jelas dan penggunaan yang tepat dalam program P2KP ini. 2. Sebaiknya ada pengawasan yang dilakukan dalam pelaksanaan P2KP baik dari pemerintah daerah maupun dari pemerintah pusat.
Hariyoso, S. 2002. Pembangunan. Birokrasi dan Kebijakan Publik. Bandung: Peradaban. Islamy, Irfan. 2009. Prinsip- prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara: Jakarta Keban, Yeremias. T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep, Teori, dan Isu. Yogyakarta. Gava Media
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan Publik. Jakarta : Yayasan Pancur Siwah.
Moleong, L.J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung : CV Alfabetha
Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru I). PT Rineka Cipta : Jakarta
Arikunto. Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Nugroho, Riant D. 2003. Kebijakan Publik Formulasi Implementasi dan Evaluasi. Jakarta : PT.Elex Media Komputindo.
Dunn, William, N. 2003, Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pres, Yogyakarta
Ramesh. 2000 . Studying Public Policy: Policy Cycles and Policy Subsystem. Oxford : Oxford University Press.
Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis. Yogyakarta: Gava Media.
Rasyid, Rias. 2000. Pokok-Pokok Pemerintahan. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Ekowati,
Subarsono. 2008. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mas Roro Lilik, 2005, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi Kebijakan atau Program, Edisi Revisi, PT Rosdakarya, Bandung.
Sumaryadi, I Nyoman. 2005. Efektivitas Implementasi Kebijkan Otonomi Daerah. Jakarta : Citra Utama
20
Syafarudin. 2008. Efectivitas Kebijakan Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Lukman. Sugiono. 2012. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfa Beta. Wahab. Solichin Abdul. 1997. Analisis Kebijaksanaan: dari Formula ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara. ----------2001. Analisis Kebijaksanaan: dari Formula ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik, Teori dan Proses. Jakarta: PT. Buku Kita.
21