PENGARUH PENAMBAHAN MOBILISASI SARAF MEDIANUS SETELAH DIBERIKAN SINAR INFRA RED TERHADAP PENURUNAN NYERI CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS) DI RSUD. DR. MOEWARDI SURAKARTA
NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan Fisioterapi
Diajukan oleh : AYU MOILISA JAKOSA J 110 090 003
PROGRAM STUDI DIV FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014
PENGESAEAN NASKAH PI]BLIKASI
Naskrh PubliLrsi Iloish detrg.n judul
Perrmbrh&n Mobilisssi Straf Medianus
SetelehDiberikrtr Sin r Infra Red
n n Nyeri Caryal funnel Syndrcme
(cTs)Dr
EW
' ' ,' t
TA
-:.
PembimbingII,
Pembimbirg I,
Vw-(Dwi R sellaK, S.Fis,M- Fis)
(lsnaeniHerawati,S.Fis,M. Sc)
Mengetshui, K!.Pmdi Fisioterapi FIK UMS
ffi,r^=(IsnaeniHerawati,S. Fis, M. Sc)
PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
Yang b€rtandatangan di bawah ini, saya :
Nama
: Ayu MoilisaJakosa
NIM
: JI10090003
Fakultas/Jurusan
STTIDIDIV FISIOTERAPI : Ilmu Kesehaan@ROGRAM
JenisPenelitian
: Skripsi
Judul
Mobllrsasi Saftf Medianas SetelahDiberikan : PenganrhPenambahan S\nar InJra Red TerhadapPenurunanNyeri CarTnl Tunnel Slntlrome (CTS)Di RSIID. DR. MoewardiSurakarta
Denganini menyatakan bahwasayamenyetujuiuntuk : l
fMS ataspenulisankarya ilmiah Memberikanhak bebasroyalty kepadaperpustakaan ilmu pengetahuan. saya,demi mengembangkan
2. Memberikanhakmenyimpan,mengalihrnediakan/ pengalihformatkan. 3. Mengelola dalam bentuk pangkalan data (data base), mendistribusikainya serta menampilkannya dalam bentuk softoopy unluk kepentingan akadenis kepada perpustakMnUMS, tanpaperlu memintaizin dari sayaselamatetapmencantumkranarna sayasebagaipenulis/ pencipta. 4. Bersedia dan menjamin untuk menanggungsecarapribadi tanpa melibatkan pihak hak perpustakaan LIMS,da.i segalabe{tuk tuntutanhukumyangtimbul ataspelanggaran cipta dalamkaryailmiah ini. Demikian p€myataanini saya buat dengansesungguhnyadan semogadapat dipergunakan mestinya. sebagaimana Surakarta, |! Juli 2014 Yangmenyatatan,
(A1t Moilisa Jakosa)
PENGARUH PENAMBAHAN MOBILISASI SARAF MEDIANUS SETELAH DIBERIKAN SINAR INFRA RED TERHADAP PENURUNAN NYERI CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS) DI RSUD. DR. MOEWARDI SURAKARTA Ayu Moilisa Jakosa Program Studi Diploma IV Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A Yani Tromol Pos 1 Pabelan, Kartasura Surakarta E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Latar Belakang: Carpal Tunnel Syndrome adalah suatu sindrom yang timbul karena n. medianus terjepit di dalam tunnel (terowongan) akibat pembengkakan atau penekanan oleh tumor. Permasalahan yang timbul pada CTS ini adalah nyeri dan paresthesia. Tujuan Penelitian: untuk mengetahui pengaruh penambahan manipulasi saraf medianus pada infra red terhadap penurunan nyeri CTS. Metode Penelitian: quasi experimental dan menggunakan pendekatan metode penelitian singlecase research serta desain yang digunakan adalah A-B-A Design. Responden yang diteliti berjumlah dua orang, yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian ini ‘dengan eksperimen dianalisa dengan Single-Case Research, kemudian data dianalisa menggunakan statistik deskriptif menggunakan grafik garis sebagai suatu gambaran dari pelaksanaan dan hasil eksperimen. Hasil penelitian: single-case research dengan menggunakan A-B-A Design, fase Baseline 1 selama 7 hari awal, fase Treatment selama 7 hari, dan fase Baseline 2 selama 7 hari akhir/ follow up. menunjukkan adanya perbedaan, dimana pasien yang diberi Penambahan Mobilisasi Saraf Medianus pada Infra Red mengalami penurunan nyeri yang signifikan dengan nilai Visual Analog Scale rata-rata sebesar 6,9 , sedangkan pasien yang hanya diberi Infra Red mengalami sedikit penurunan dengan nilai Visual Analog Scale rata-rata 6,6. Kesimpulan: Penambahan mobilisasi saraf medianus pada infra red terbukti dapat menurunkan nyeri pada CTS dari pada hanya diberi Infra Red. Kata Kunci : Mobilisasi saraf medianus, Infra Red, Carpal Tunnel Syndrome.
PENDAHULUAN Carpal Tunnel Syndrome adalah suatu sindrom yang timbul karena n. medianus terjepit di dalam tunnel (terowongan) akibat pembengkakan atau penekanan oleh tumor (Rahardjo, 1987). Sindrom terowongan karpal terjadi apabila fungsi dari n. medianus terganggu oleh karena adanya kenaikan tekanan di dalam kompartimen yang sempit dan dibatasi oleh tulang – tulang karpal serta ligamentum carpi transversum yang kaku. Penyebab kenaikan tekanan tersebut adalah adanya tenosynovilitis di salah satu atau lebih tendo dari otot fleksor, adanya perpindahan salah satu atau lebih dari carpalia, trauma, dan arthritis pada pergelangan tangan (Loghum, 1994). Angka kejadian pada kasus Carpal Tunnel Syndrome (CTS) di Amerika Serikat tercatat sekitar tiga koma tujuh persen (3,7%) dari populasi umum. National Health Interview Study (NIHS) memperkirakan prevalensi Carpal Tunnel Syndrome yaitu 3% terjadi pada wanita dan 2% terjadi pada laki – laki dengan prevalensi tertinggi pada wanita tua usia lebih dari 55 tahun, biasanya antara 40 – 60 tahun (Bahrudin, 2005). Modalitas fisioterapi yang dapat digunakan pada kasus Carpal Tunnel Syndrome adalah Infra Red (IR), Ultra Sound (US), pemasangan Splint, traksi, mobilisasi saraf dan pemasangan tapping. Namun pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan modalitas fisioterapi berupa penambahan mobilisasi saraf medianus pada infra red. Neural Mobilization (Mobilisasi Saraf) adalah teknik manipulatif dimana jaringan saraf digerakkan dan diulurkan baik gerakan yang relatif terhadap jaringan interface di sekitarnya (Ashok, 2011; Nurfitriyah, 2013). Prinsip dasar dari mobilisasi saraf tersebut adalah penguluran pada jaringan saraf. Hal ini akan mempengaruhi dinamika pembuluh darah, meningkatkan kerja sistem transportasi aksonal dan jaringan ikat, meningkatkan aliran darah ke jaringan saraf, restorasi mekanika normal dari jaringan ikat sehingga dapat mengurangi kemungkinan saraf yang terperangkap dalam jaringan ikat sekitarnya serta meningkatkan proses intraneural oleh perubahan tekanan dalam sistem saraf dan penyebaran dari edema intraneural (Bahrudin, 2005). Oleh karena itu, peneliti mengambil judul
tentang penambahan mobilisasi saraf
medianus setelah diberikan sinar Infra Red terhadap kasus Carpal Tunnel Syndrome. TUJUAN Mengetahui apakah ada pengaruh penambahan mobilisasi saraf medianus setelah diberikan sinar Infra Red terhadap penurunan nyeri Carpal Tunnel Syndrome di RSUD. DR.
Moewardi Surakarta dan untuk engetahui apakah ada pengaruh Infra Red terhadap penurunan nyeri Carpal Tunnel Syndrome di RSUD. DR. Moewardi Surakarta. METODE Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei 2014 di rumah masing – masing responden yang menggunakan pasien rawat jalan di RSUD. DR. Moewardi Surakarta dengan jumlah responden sebanyak 2 responden dengan karakteristik yang sesuai dengan kriteria penelitian. Jenis penelitian yang dilakukan adalah quasi experimental dan menggunakan pendekatan metode penelitian single-case research serta desain yang digunakan adalah desain A-B-A, dengan ketentuan, A1 adalah kondisi baseline awal sebelum diberi perlakuan. B adalah kondisi pemberian treatment, A2 adalah kondisi baseline pengulangan atau follow up setelah pemberian intervensi (Horner et al., 2005). Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 2 responden. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok, pada kelompok perlakuan 1 responden, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 1 responden. Sebelum diberikan intervensi kedua kelompok diukur derajad nyerinya menggunakan Visual Analog Scale (VAS). Lalu pada kelompok perlakuan diberi intervensi sinar Infra Red dengan penambahan mobilisasi saraf medianus dan pada kelompok kontrol diberikan intervensi sinar infra red. Waktu penelitian dilakukan selama 3 minggu (21 hari), pada bulan Mei - Juni 2014. 7 Hari pertama merupakan Fase Baseline 1, 7 hari selanjutnya fase treatment, dam 7 hari terakhir yaitu fase baseline 2 / follow up. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui derajat penurunan nyeri pada penderita CTS, dimana alat ukur yang digunakan untuk mengukur nyeri pada penelitian ini yaitu Visual Analog Scale (VAS). Berikut adalah tabel karakteristik ke dua responden. Tabel 1.1 Karakteristik Responden No
Nama
Usia
Jenis
Kasus
Frekuensi Serangan
Kelamin 1
Ny. R
43th
Perempuan
Intensitas Nyeri
CTS
Dalam 1 minggu bisa 2 - 3 kali serangan.
5,8
CTS
Dalam 1 minggu bisa 1 – 2 kali serangan.
5,5
dextra
Dalam 1 minggu terkadang tidak ada serangan.
dextra 2
Ny. N
50th
Perempuan
Setelah dilakukan penelitian selama 21 hari dengan 7 hari fase baseline 1, 7 hari fase treatment, dan 7 hari fase baseline 2 didapatkan hasil sebagai berikut ; Tabel 1.2 Nilai Visual Analog Scale (VAS) Responden Perlakuan dan Responden Kontrol Responden
Frekuensi
Nilai VAS
Perlakuan Minggu ke-1
Responden
Frekuensi
Nilai VAS
2 kali
- Hari ke-1 => 6,7
Kontrol 3 kali
(Fase Baseline 1)
- Hari ke-2 => 7,7
Minggu ke-1
- Hari ke-5 => 7,8
(Fase Baseline 1)
- Hari ke-4 => 6,5
- Hari ke-6 => 8,1 Minggu ke-2
2 kali
(Fase Baseline 2)
Minggu ke-2
2 kali
- Hari ke-13 => 5,8 (Fase Treatment)
(Fase Treatment) Minggu ke-3
- Hari ke-9 => 7,5
2 kali
- Hari ke-17 => 5,4
Minggu ke-3
- Hari ke-19 => 5,9 (Fase Baseline 2)
- Hari ke-8 => 6,8 - Hari ke-12 => 6,8
2 kali
- Hari ke-17 => 6,7 - Hari ke-20 => 6,4
Berdasarkan tabel 4.2 hasil pengukuran nyeri responden perlakuan menggunakan VAS di atas, peneliti memperoleh hasil sebagai berikut. Pada fase baseline 1 (minggu ke-1 sebelum treatment) responden perlakuan merasakan nyeri sebanyak 3 kali. Nyeri pertama terjadi pada hari ke-2 dengan nilai VAS sebesar 7,7. Kemudian nyeri ke-2 pada hari ke-5 menunjukkan peningkatan sebesar 7,8. Serta pada nyeri ke-3 terjadi pada hari ke-6 mengalami peningkatan derajat nyeri kembali yaitu mencapai 8,1. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pada fase ini terjadi kenaikan intensitas nyeri yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan nyeri pertama. Hal ini disebabkan oleh karena adanya peningkatan aktifitas sehari-hari responden yang melibatkan pergelangan tangan sehingga terjadi penekanan pada n. medianus dan mengakibatkan nyeri. Pada minggu ke-2 yaitu pada fase treatment hari ke-8 responden perlakuan tidak mengalami serangan dikarenakan telah diberikan treatment berupa penambahan mobilisasi saraf medianus pada Infra Red. Disamping itu juga aktifitas responden sedikit berkurang sehingga nyeri tidak timbul pada hari ke-8. Namun pada hari ke-9, responden mengalami serangan
pertama pada minggu ke-2 tetapi terjadi penurunan nyeri pada seragan kali ini menjadi 7,5. Kemudian pad hari ke- 10, 11, 12 responden mulai merasakan kenyamanan saat beristirahat di malam hari. Responden tidak lagi terbangun pada malam hari dikarenakan nyeri. Lalu nyeri kembali menyerang pada hari ke-13, namun pada kali ini responden mengalami penurunan nyeri yang signifikan yaitu sebesar 5,8. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pada fase ini terjadi penurunan intensitas nyeri yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan serangan pertama pada minggu ke-2. Fase selanjutnya yaitu fase baseline 2 (follow up) yang dilaksanakan pada minggu ke-3. Pada fase ini responden sudah tidak diberikan treatment, tetapi hanya dilakukan kontroling nyeri pada setiap harinya selama 7 hari. Responden perlakuan merasakan nyeri pergelangan tangan sebanyak 2 kali. Nyeri pertama terjadi pada hari ke-17 dan mengalami penurunan nilai VAS sebesar 5,4. Kemudian nyeri ke-2 terjadi pada hari ke-19 dan mengalami sedikit kenaikan derajat nyeri sebesar 5,9. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pada fase ini terjadi penurunan intensitas nyeri yang sangat signifikan pada hari ke-17 jika dibandingkan dengan serangan yang terjadi pada fase treatment. Namun pada hari ke-19 terjadi kenaikan intensitas nyeri jika dibandingkan dengan serangan pertama pada minggu ke-3 (fase baseline 2). Berdasarkan tabel 4.2 hasil pengukuran nyeri menggunakan VAS responden kontrol di atas, peneliti memperoleh hasil sebagai berikut. Pada fase baseline 1 (minggu ke-1 sebelum treatment) responden merasakan nyeri sebanyak 2 kali. Nyeri pertama terjadi pada hari ke-1 dengan nilai VAS sebesar 6,7. Kemudian nyeri ke-2 terjadi pada hari ke-4 menunjukkan penurunan derajat nyeri sebesar 6,5. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pada fase ini terjadi penurunan intensitas nyeri jika dibandingkan dengan nyeri pertama pada fase baseline 1.
Pada minggu ke-2 yaitu fase treatment responden kontrol merasakan nyeri sebanyak 2 kali. Nyeri pertama terjadi pada hari ke-8 dan terjadi penurunan nyeri menjadi 6,8. Kemudian serangan ke-2 terjadi pada hari ke-12 yaitu 6,8. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pada fase ini tidak terjadi penurunan maupun kenaikan intensitas nyeri. Fase selanjutnya yaitu fase baseline 2 (follow up) yang dilaksanakan pada minggu ke-3. Pada fase ini peneliti sudah tidak memberikan treatment lagi namun intensitas nyerinya masih tetap diukur. Pada fase ini, responden kontrol merasakan nyeri sebanyak 2 kali. Pertama kali nyeri terjadi pada hari ke-17 dengan nilai VAS 6,7. Kemudian nyeri ke-2 terjadi pada hari ke-20 yaitu 6,4. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa intensitas nyerinya mengalami penurunan namun jika dilihat hasil intensitas nyeri dari awal terjadinya nyeri hingga akhir nyeri, intensitas nyerinya berubah-ubah/ dinamis. Berikut adalah grafik perbandingan distribusi data nilai VAS pada responden perlakuan dan responden kontrol mulai dari fase base line 1, treatment dan fase base line 2. Grafik 4.12. Perbandingan Distribusi Data Nilai VAS Responden Perlakuan dengan Responden Kontrol
Grafik di atas menunjukkan bahwa responden dengan perlakuan infra red dengan penambahan mobilisasi saraf menunjukkan hasil bahwa pada fase baseline 1 (hari ke-1 sampai dengan hari ke 7) tidak mengalami penurunan nyeri melainkan mengalami peningkatan intensitas
nyeri. Namun pada fase treatment hari ke-8 sampai hari ke 14 dengan dosis 1 kali sehari dalam 1 minggu menunjukkan adanya sedikit penurunan intensitas nyeri. Kemudian pada fase baseline 2 (hari ke- 15 s/d hari ke-21) menunjukkan sedikit penurunan nyeri dan pada hari ke-19 intensitas nyeri sedikit meningkat kembali oleh karena aktifitas yang dilakukan responden. Sedangkan pada responden kontrol yang diberikan sinar infra red dengan dosis 1 kali sehari dalam 1 minggu didapatkan hasil bahwa pada tiap fase mengalami sedikit penurunan dan peningkatan intensitas nyeri. KESIMPULAN 1. Penambahan mobilisasi saraf medianus pada Infra Red dapat menurunkan derajat nyeri pada Carpal Tunnel Syndrome 2. Adanya perbedaan hasil responden yang diberi penambahan mobilisasi saraf medianus pada Infra Red dengan responden yang hanya diberi Infra Red terhadap penurunan derajat nyeri Carpal Tunnel Syndrome. SARAN Untuk melakukan program penambahan mobilisasi saraf medianus pada Infra Red agar nyeri Carpal Tunnel Syndrome dapat menurun dan untuk peneliti lain yang akan melanjutkan penelitian ini disarankan menggunakan responden yang lebih banyak, waktu yang lebih panjang dan usia responden tidak terpaut jauh, serta bisa menggunakan metode Single-Case Research atau yang lainnya, karena memiliki kelemahan dan kelebihan sehingga hasilnya dapat dijadikan rujukan bagi penelitian, serta dapat digeneralisasi sehingga dapat bermanfaat bagi instansi kesehatan, fisioterapis maupun masyarakat pada umumnya. DAFTAR PUSTAKA Anonim . 2011. Pengaruh Riboflavin Terhadap Migraine. diakses: 22-05-2013 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24357/4/Chapter%20II.pdf. Barral JP. 2009. Manual Therapy for the Peripheral nerves. Paris: Elsevier David S Butler et al, 1991. Mobilisation of the nervous system. Churchill Livingstone, Melbourne. Fransisca K. 2011. Awas Sakit Kepala Jangan Dianggap Sepele. Jakarta: Cerdas Sehat Funaidi S. 2013. Sakit Kepala, Migrain dan Vertigo. Jakarta: Gramedia
Goadsby PJ. 1997. How Do The Currently Use Prophilactic Agent Work to Migrain. Chepalgia. 17: 85-92 Handayani M. 2011. Pengaruh Pemberian Curetape Terhadap Penurunan Nyeri Menstruasi Pada Wanita Dengan Dismenore Primer Pada Mahasiswi UMS. Skripsi. Surakarta.UMS Horner, Robert, Edward G.C, James H, Gail M, Samuel, Mark. 2005. The Use of Single Subject Research to Identify Evidence Based Practice in Spinal Education. Council for hoxpmmil Chi Um. 71/(2): 165-179. Judha, Sudarti, Fauziah. 2012. Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika Marcus, Scharff, Mercer, Turk. 1998. Nonpharmacological treatment of migraine: incremental utility of physical therapy with relaxation and thermal biofeedback. Cephalgia. 18, pp. 266-272. Michael Shacklock. Neurodynamics. Scholarly paper. 1995. Prada
E.
2011.
Patofisiologi
Migrain.
Diakses:
03-06-2013.
http://ekaprada.blogspot.com/2012/01/patofisiologi-migren.html Sahar M. Adel. Efficacy of Neural Mobilization in Treatment of Low Back Dysfunctions. Department of Basic Science, Faculty of Physical Therapy, Cairo University, Cairo, Egypt. Journal of American Science, 2011;7(4) http://www.americanscience.org Shacklock M. 2005. Clinical applications of neurodynamics. Moving on Pain. Sydney: Butterworth Heinemann. 123-131 Sjahrir H. 2004. Mekanisme Terjadinya Nyeri Kepala Primer dan Prospek Pengobatannya. Diakses: 21-09-2013 http://library.usu.ac.id/download/fk/neurologi-hasan.pdf Zuraini, Anwar Y, Sjahrir H. 2005. Karakteristik Nyeri Kepala Migren dan Tension Type Headache Pada Siswa 2 Sekolah Menengah Umum (SMU) dan 2 Akademi Perawat (AKPER) di Kotamadya Medan. Medan: Neurona. 22; 29-34