NASKAH DRAMA PROPAGANDA ANTI KORUPSI PRIMA IDOLA NARA (Integritas Masa Kini) Karya : Nanda Tri Mahar
Tema Tokoh
: Cegah korupsi dengan “PRIME” Utama :
1. Prima 2. Idola 3. Nara 4. Ibu
Figuran :
Koruptor
Sinopsis Prima, Idola, dan Nara adalah sahabat sejak SMA hingga kuliah. Walaupun berbeda jurusan, mereka masih kontak satu sama lain dan bahkan sering mengerjakan proyek bersama-sama. Dalam suatu waktu, mereka mengerjakan proposal untuk Program Kreativitas Mahasiswa yang setiap tahun diadakan oleh Dikti. Masalah terjadi saat Nara dan Idola menaikkan anggaran dana pada proposal mereka. Mereka yang trauma akan kekurangan dana memilih untuk melakukan mark-up. Namun, Prima menolak gagasan sahabatnya itu hingga mereka bertengkar. Di sisi lain, Prima juga menyimpan trauma yang sama, takut akan kekurangan dana. Mereka dihadapkan dalam pertaruhan integritas mereka sebagai orang berpendidikan dan generasi perubahan.
BABAK I Setting : Di sebuah ruangan, ada kursi panjang, meja, laptop. Prima : Hai. Kenalkan, gue Prima. Gue mahasiswa Telkom University semester lima. Gue mau cerita tentang pengalaman gue yang gue alami enam bulan yang lalu waktu gue ikutan Program Kreativitas Mahasiswa. (Berdiri jalan mondar-mandir pelan-pelan) (Mengeluarkan proposal PKM) Ini proposal gue yang alhamdulillah tembus didanai Dikti. Program Kreativitas Mahasiswa, Penanaman Jiwa Anti Korupsi Pada Anak-Anak di Desa Sukabersih Dengan Metode Deongeng. Beuh! Manteb kan? Gue dulu mengerjakan ini bareng sohib-sohib gue : Idola dan Nara. Idola, entah, mungkin dia mau jadi Idola Indonesia. Atau Nara, yang mirip orang Korea itu. Artinya negara, mungkin dia besok mau jadi pemimpin negara. Aamiin... Nah, ini Nara... Kenalkan... (Mulai Flashback) Nara : (Masuk, bawa laptop, duduk di depan meja dan menghadap laptop) Prima :Sibuk banget, Bro kelihatannya! Nara : Iya, nih. Lagi ngedit proposal PKM kita. Prima : Eits... Manteb... Sudah sampai mana nih? Nara : Nih, sampai Bab Anggaran Biaya. Ada yang perlu diedit ternyata. Prima :Sini-sini gue lihat. (Prima mendekati Nara dan menghadap laptop) Perasaan kemarin sudah selesai, tinggal upload saja kan? Nara : Iya, tapi ada yang harus diubah. (Idola masuk) Idola : Nih titipan elo... (memberikan susu kotak lalu mepet ke Nara). Prima : (Sibuk baca laptop sambil diangkat) Anggaran biaya... Biaya habis pakai Rp 3.456.000,Alat tulis... sejuta.... Transportasi Rp 300.000,Hmm.... (Prima meletakkan laptop, mondar-mandir pelan-pelan. Ia memikirkan kembali hal yang telah ia baca tadi) Idola : Prima, elu kenapa dah mondar-mandir enggak jelas?
Prima :Hmm... (Mondar-mandri sambil pegang dagu) Idola : Elu enggak lagi kesambet kan, Prim? Prima : (Ngucek-ngucek mata sambil lagi-lagi lihat laptop) Idola : (Bisik-bisik ke Nara) Itu orang kenapa sih? Nara : (Menggedikkan bahu tidak tahu) Prima : Guys! Bro, ini... Hmm... Ini lu salah ketik kan? Atau mata gue yang buram ya? Coba sini gue lihat lagi. (Mengangkat laptop). (Menggumam) Anggaran biaya... Biaya habis pakai Rp 3.456.000,Alat tulis... sejuta.... Transportasi Rp 300.000,Nara : Enggak kok, Prima. Itu sudah bener. Iya kan, Ola? Idola : (mengangguk setuju) Prima : Itu serius? Alat tulis dianggar sejuta? Nara : Iya Prima : (Menengok ke Idola) Idola : (Mengangguk mengiyakan) Prima :Mau beli ballpoint sama kertas seberapa banyak? Kan kemarin kita sudah hitung, kita hanya butuh Rp 50.000 saja untuk keperluan alat tulis. Nara : Ooh... (Nara menghampiri Prima, menepuk-nepuk pundak Prima lalu membawanya duduk bersama) Iya, gue ngerti. Tapi kan... elaaah... Seperti elu nggak ngerti saja, Prim. Kalau kita tetap masukin Rp 50.000, berapa nanti dana yang turun? Lima ribu? Idola : Iya, Prima... Coba elu inget proposal kegiatan kita bulan lalu. Kita masukkan kebutuhan dana persis seperti yang kita butuhkan. Namun, lu ingat berapa dana yang turun dari atas? Sedikit kan? Bahkan enggak sampai 20%. Kurang banget Prima buat jalanin kegiatan kita kemarin. Prima :(Diam, memijit-mijit kening seperti orang pusing) Iya, gue inget yang itu, kok.
Nara : Nah, itu elu paham. Nggak usah sampai kelihatan seperti orang setres gitu lah! Idola : Hu um... (Lirik-lirik ke Nara). Prima : BRAK! (Menggebrakkan kaki bersepatunya ke lantai lalu berdiri) Guys! Kita nggak bisa seperti ini! Kita... kita.... Nara : Nggak bisa apanya, sih Prima? Prima :Kita nggak bisa bohong seperti ini. Ini namanya mark-up! Penggelembungan dana! Idola : Apanya yang digelembungin? Lu kira ini balon? Haloo... Enggak Prim, kita bisa kok belanjain dananya nanti. Prima :Belanja apa? Lu mau beli ballpoint sekarung? Nara : Elah... Ya nggaklah... Bisa kita buat makan-makan nantinya. Party kita, Prim! Ya nggak, Ola? Prima :(Kaku, melihat Nara kemudian membanting kertas yang ia pegang sedari tadi) NGGAK! Gue NGGAK setuju kalau seperti ini! Lu tau? Ini namanya korupsi! KO-RUP-SI! Kalau seperti ini terus, kita nggak ada bedanya sama koruptor yang kita sumpah serapahi di berita kriminal itu, Guys! Nyadar nggak sih? Iya, gue paham ini kecil, tapi tetap saja namanya korupsi. KO-RUP-SI!!! Idola : Pikiran lu terlalu jauh, Prim! Nara : Lu nggak realistis, Prim! Lu terlalu idealis! Prima :Oke, kalian boleh ngatain gue seperti itu. Tapi, coba lu dengar dan jawab. Lu tahu dana PKM asalnya dari mana? Lu tahu nggak alasannya? Nara : Dikti... Idola : (Menyikut-nyikut lengan Nara dan menggeleng-gelengkan kepala) Prima :Dari rakyat, Guys! Ratusan juta rakyat Indonesia di luar sana termasuk orang tua kita yang bayar pajak! Dari uang mereka! Uang rakyat! Lu pada mau makan uang mereka yang seharusnya kita kembalikan kepada mereka? Apa lu setega itu? Program kita program fundamental teman-teman, untuk anak-anak. Bagaimana kita bisa mendidik mereka kalau dari kita saja sudah picik seperti ini? Pokoknya gue NGGAK setuju! Nara : Alah... Terus, lu coba jawab. Kalau dana yang turun sedikit banget gimana? Mau pakai apa kita jalanin program? Prima :(Diam, terlihat bingung) Idola : (Suara lirih) Lu ingat kekurangan dana dari kegiatan kita bulan lalu kan, Prim?
Prima : Iya, gue tahu. Tapi gue tetap nggak mau korupsi! Kalau kalian tetap mau seperti ini, silakan, tetapi tolong hapus nama gue dari daftar proposal itu. (Prima melenggang pergi) Idola : Nar... Bagaimana nih? (gusar) Nara : Udah, biarin aja dulu. Paling-paling besok juga udah baikan sendiri tuh orang.
BABAK II Setting : Di ruang tidur, ada kasur (2), guling (2), bantal (2), selimut (2), Piyama (2, untuk cewe & cowo) Narasi : Hari menjelang larut, Nara dan Idola terpikir perkataan Prima siang lalu. Sahabat karibnya dari masa kecil tak pernah mereka lihat semarah tadi. Mereka gusar sepanjang hari hingga malam. Hingga mata mereka tak mau lagi berkompromi, mereka harus tidur. Hari semakin larut, mereka tidur dalam kegusaran. Mata mereka terpejam, namun tubuh mereka tak berhenti bergerak mencari posisi nyaman. Setting : Audio suara mimpi dan aura spooky. Nara : (Berjalan-jalan tak tahu arah) Astaga! Ini di mana? Idola : (Melihat Nara) Nara? Itu kamu? Nara : Ola? Idola : Nara! Sumpah gue takut, Nar! Ini di mana sih? (Idola merepet ke Nara) Nara : Lu tenang dulu deh. Gue juga nggak ngerti. Idola : Gue tadi ketemu sama orang-orang mengerikan deh. Compang-camping. Ngeri banget, Nar! Gue takut. Eh, eh... Lihat, itu siapa? (Ada seorang laki-laki berbusana orens dengan papan nama “KORUPTOR” di dada dan punggungnya. Laki-laki itu berjalan tertatih, menyedihkan, sungguh dekil. Orang itu hanya lewat saja di depan Nara dan Idola.) Nara : Gue nggak tau kita sekarang di mana, Ola. Tapi ini ngeri sekali. Seperti di neraka walaupun gue belum pernah amit-amit naudzubillah. Mungkin kita sedang di pinggiran neraka. Idola : Sumpah, gue takut! (Ada seorang Ibu-Ibu melewati mereka. Ibu-ibu itu pakaiannya compang-camping, sangat dekil. Jalannya sempoyongan sambil memegangi perut. Sungguh wanita yang malang.)
Nara : Ibuk! Ibu hati-hati... (Nara memegangi lengan Ibu itu) Ibu :
Kamu siapa?
Nara : Saya Nara, Bu. Ini teman saya, Idola. Ibu :
Ooh... (berpikir sejenak) Dan apakah kalian mahasiswa?
Idola : Iya, Ibu. Kami mahasiswa. Ibu :
(menghentak, menghempaskan tangan mereka, menyentak) Lepaskan tangan kotor kalian!
(Nara dan Idola memandangi Ibu itu tidak percaya) Ibu :
Jadi ini? Jadi ini orang-orang yang INTELEKTUAL itu? Jadi bentuknya seperti ini? (menunjuk muka mereka, kemudian berbalik ke arah penonton) KORUPTOR intelektual! Berkedok proposal. Alih-alih mengabdi ke masyarakat! Lihat! Lihatlah ini! Wajah-wajah ini, wajah-wajah ini kah yang akan meneruskan bangsa kita? LIHAT! (Ibu itu mendudukkan Nara dan Idola di tengah-tengah, kemudian memutarinya) Kau tahu!? AKU KELAPARAN! ANAK-ANAKKU MATI KELAPARAN! Kau tahu!? Semua garagara manusia-manusia macam kau! (diam sejenak, melihat Nara dan Idola) (Mendesis) Ah... tak layak disebut manusia. (menjatuhkan diri, terseimpuh di dekat Nara dan Idola) Nak... Kau tahu... Ayah Bunda ku adalah pahlawan. Tetesan darah dan keringat merekalah yang menghidupiku. Namun... (mulai menangis terisak). NAMUN IBU JATUH MISKIN! (Berbicara lirih) Aku tidak bisa sekolah tinggi seperti kalian. Tidak bisa menjadi mahasiswa seperti kalian. Tetapi begitu, aku masih ingat bagaimana menjadi orang tak gentar. Kadang aku berandai-andai, bagaimana rasanya menjadi orang berpendidikan. (berkata penuh semangat) Aku bisa melenggang masuk ke dalam gedung penuh tikus itu dan menyemprotkan racun-racun tikus biar mati. MATI MENGENASKAN! (tertawa lirih) ha ha ha ha ha... (berteriak) Anak-anakku MATI! (terisak) Mati, yaah... Maagh kronis karena kelaparan...
(Ibu itu memandangi Nara dan Idola yang masih ketakutan satu persatu) Aku tidak mempunyai cukup uang untuk mengobati anak-anakku. Kata orang, kelurahan bisa membantuku membiayainya dengan secarik surat miskin. Namun... Namun aku tak punya cukup uang untuk membayar Pak Lurah! (menangis) Aku... Aku tak mungkin lagi kembali... Tak mungkin kembali lagi. Aku hanya bisa titip harapan ke kamu nak... Kalian orang baik, di sini tak ada yang sudi membantuku jika bukan benar-benar orang baik. Aku titip semangat perubahan, semangat menumpas tindak korupsi. Cukup anak-anak Ibu yang terakhir menjadi korban, jangan sampai anak cucu kalian merasakannya jua. (Berdiri menghampiri Nara dan Idola, mengulurkan tangan) Ayo, aku antar kamu kembali. (Nara & Idola menyambut uluran tangan Ibu itu lalu berjalan pergi bersama-sama)
BABAK III Setting : Di sebuah taman, ada bangku panjang, Prima duduk di ujung kursi. Backsound : Suara burung-burung taman. Idola : (Menyikut lengan Nara) Nar, itu ada Prima... (menunjuk Prima) Nara : Hmm... Idola : (bisik-bisik) Apa dia masih marah sama kita ya? Nara : (menggedikkan bahu) Idola : Sebaikknya kita ubah seperti semula, Nar. Gue takut korupsi seperti yang dibilan Prima kemarin. Nara : Iya. Gue juga takut sebenarnya. Ya sudah, kita hampiri Prima untuk minta maaf. (Nara dan Idola berjalan menghampiri Prima) Nara : Ehm... Prim... Prima :(mendongak) Nara : Gue... Gue... Gue sama Ola minta maaf, Prima. Gue udang ngecewain elo kemarin, gue mau coba-coba korupsi. Idola : Iya, Prim. Sebenernya itu juga gara-gara gue. Gue takut kalau-kalau nanti dana yang turun cuma sedikit. Kan kita perlu cukup banyak.
Prima :(tersenyum) Sini sini kalian duduk bareng gue... (Nara dan Idola duduk) Jangan minta maaf ke gue. Minta maaf ke diri kalian. Gue bahagia sohib gue kembali. Sohib gue kembali jadi sohib-sohib yang gue kenal karna integritas dan semangatnya. Gue bahagia teman-teman :) Nara : Eh.. Eh.. Tapi, gue semalem mimpi aneh banget. Ada elo juga, Ola. Idola : Apaan? Gue semalem juga mimpi yang ada elonya juga. Nara : Nih denger cerita gue. Gue mimpi kemarin ketemu Ibu-Ibu yang sudah tua renta, nggak bahagia malah terlihat menderia. Beliau maki-maki gue di mimpi. (berdiri) Gue takut dibilang korupsi. Gue udah ngerasa hina seperti tikus-tikus got gedung parlemen sana, yang mencuri harta bangsa kita, padi, jagung, emas, berlian, air, hutan... Idola : Nar! Kok sama seperti mimpi gue? (Ikut berdiri) Ibarat ibu pertiwi, kondisinya sangat menyedihkan. Gue nggak berani membayangkan jika negeri kita sekarang benar-benar sangat rapuh dan terlihat sengsara seperti Ibu yang gue temui di mimpi gue kemarin. Nara : Astaga! Jangan sampai! Prima :(Ikut berdiri, menghampiri mereka) Guys, sebenernya gue nggak tahu mimpi kalian kok bisa sama seperti itu, tetapi gue bisa narik kesimpulan. Kalian tahu, sekarang momen kita, seusia kita, waktu kita untuk berani mengubah ibu pertiwi. Ibu Pertiwi, negeri bebas korupsi. Berat memang kedengarannya, tetapi gue yakin selama kita punya niat tulus dan tak gentar berusaha, MESTAKUNG! Semesta akan mendukung! Gue yakin itu, dan gue nggak sendiri. Paling tidak, gue sudah punya dua sohib yang siap bantu gue melawan segala tindak korupsi. (senyum ke mereka) Nara : Iya, Prim. Terima kasih juga udah mau jadi sohib gue. Gue udah ganti proposalnya kok kembali seperti dulu. Nih. (Memberikan proposal ke Prima). Prima :Gue tahu, sangat tahu sohib gue nggak bakal melakukan korupsi. Sekecil apapun! Idola : Iya, dong. Generasi kita harus jadi generasi cemerlang! Nara : Generasi apaan memangnya? Nara+Idola+Prima : KITA GENERASI ANTI KORUPSI! =^ Selesai ^=