KOMPETISI PROPAGANDA ANTIKORUPSI “CEGAH KORUPSI DENGAN PRIME” (PROFESSIONALISM, RECOGNITION OF ACHIEVEMENT, INTEGRITY, MUTUAL RESPECT AND ENTREPRENEURSHIP) JENIS KEGIATAN: LOMBA MENULIS NASKAH DRAMA
Disusun Oleh: Aldo Tripolyta
(1101150014/2015)
UNIVERSITAS TELKOM BANDUNG 2015
I. Judul
: “Papa bukan koruptor, Nak!”.
II. Tema
: Cegah Korupsi dengan PRIME.
III. Tokoh & Perwatakan
: 1. Pak Awan ( Bijak dan Penyabar)
IV. Permasalahan
2. Bu Wati
(Bijak dan Penyayang)
3. Pram
(Usil dan Baik)
4. Dika
(Pendiam dan Baik)
5. Poli
(Aktif yang ditandai rasa ingin tahu yang besar)
6. Gisel
(Baik dan Penurut)
: Perasaan yang melanda pikiran Poli membuat anggota rumah pak Awan gaduh.
V. Latar Tempat
: Rumah Pak Awan.
VI. Latar Waktu
: Pagi hari.
VII. Nilai yang Terkandung
: Lingkungan care to share dalam internal keluarga efektif menciptakan kesadaran dan jiwa antikorupsi pada anggota keluarga.
VIII. Kutipan Dialog
:
Adegan 1, berlokasi di kamar tidur Poli. Prolog: Perkara di negeri ini selalu mengajak pikiran dan batin Poli untuk sejenak berdiskusi akar masalah yang tiada letihnya muncul di media massa. Pagi itu Poli mengigau nama-nama tersangka dan terdakwa koruptor yang ditonton di televisi pada malam harinya. Satu per satu nama koruptor ia sebut tanpa sadar membuat pak Awan yang tak lain adalah ayah Poli terpaksa membangungkan mimpi buruknya itu. Kemudian, pak Awan segera mencari tahu sebab musabab mimpi buruk yang sampai menimpa anak kesayangannya.
1
Poli
: “Mmm..mmmhh…hhmm.. (dalam keadaan tidur). Pak Kaligis… pak Gatot… bu Evi… bu Limpo.. pak Udar… pak Capella… pak Kaligis… pak Gatot… bu Evi… bu Limpo.. pak Udar… pak Capella.. Kenapa? Kenapa?”
Pak Awan : “Tok-tok-tok (mengetuk pintu). Nak… Ada apa? Sudah bangun? (lalu masuk ke kamar dan membangunkan Poli).” Poli
: “Mmmhm Papa (sambil mengantuk). Ada apa? “
Pak Awan : “Loh, kok balik tanya. Kamu teriak-teriak nama koruptor yang ada di televisi kemarin, jadi Papa penasaran. Coba kamu bercerita masalah kamu, barangkali Papa bisa bantu, Nak.” Poli
: “Oh begitu. Maaf kalau teriakan Poli sudah mengganggu seisi rumah, Pa. Baiklah, aku akan menceritakan masalah mimpiku barusan.”
Pak Awan : “Nah, itu baru anak Papa.” (Sambil memeluk Poli). Poli
: “Aku bingung, Pa. Mengapa korupsi disebut kasus yang sangat berbahaya, sedangkan negeri ini masih belum bebas dari penyakit kronis yang menyebabkan kemiskinan masih tampak jelas terlihat di sudut jalanan perkotaan dan pedesaan? Selain itu, aku bingung kenapa nama-nama tokoh di televisi kemarin masih saja terlihat mimik yang biasa saja, malah ada yang tersenyum. Bukankah seharusnya mereka malu dan sedih, mereka kan juga punya anak dan keluarga yang harus menanggung malu akibat dari perbuatannya. Nah, yang lebih membuat aku lebih bingung, mengapa ada pasangan suami istri yang sampai terkenan kasus jahat ini padahal mereka seharusnya menjadi teladan bagi anak-anak mereka. (Sambil meneteskan air mata), aku juga merasakan kesedihan yang mendalam terhadap anak-anak yang diberi beban malu akibat ulah serakah kedua orangtuanya.”
Pak Awan : (Terdiam sejanak, lalu mengelus kepala Poli) “Papa bangga padamu, Nak. Pemikiranmu dan perasaanmu membuat Papa iri karena di usia seperti kamu sekarang, Papa belum pernah memikirkan hal-hal seperti itu. Usap air matamu, Papa akan mencoba menjelaskan padamu. Korupsi merupakan sumber kehancuran terbesar masyarakat saat ini. Korupsi seperti bola salju, sekali bergulung akan terus membesar. Sejak dahulu, dalam masyarakat yang 2
demokratis, korupsi dan penindasan tetap saja ancaman yang besar. Yang menumbuhkan kejahatan korupsi seringkali adalah ketidak pedulian kita sendiri. Uhukk.. Uhuk.. (batuk) Papa ambil minum dulu ya sambil mengajak kakak dan adikmu supaya bersama-sama berdiskusi masalah ini. Lebih baik kita pindah di ruang tengah ya, Nak.” Poli
: “Yahhhh Papa, baiklah cepat ya, Pa.”
Pak Awan : “Pasti.” (Sambil memberikan senyuman yang lebar). Adegan 2, berlokasi di ruang tengah keluarga. Percakapan singkat nan berisi membuat pandangan Poli terhadap masalah negeri seperti korupsi perlahan terang benderang. Ia menunggu pak Awan yang sedang mengambil air minum dan memanggil saudaranya ikut serta mendiskusikan sekaligus memberikan edukasi bagi anak-anak pak Awan sehingga mereka akan tumbuh sebagai generasi yang tahan terhadap godaan korupsi. Pak Awan : “Akhirnya anak-anak Papa kumpul semua, hehehe.” Pram
: “Tumben pagi-pagi sudah ada rapat pleno?” (Sambil menyindir).
Gisel
: “Ssst, Kakak. Pasti ada hal yang penting ini.”
Dika
: “Hmnn, bisa jadi.”
Gisel
: “Papa kan peduli dengan kita.”
Pram
: “Peduli apa, aku saja kemarin dijemput telat oleh Papa. Huft” (Mengerutkan kening).
Pak Awan : “Hehehe maafkan Papa ya, Pram. Kemarin, ada ibu hamil tertabrak sepeda motor saat perjalanan Papa menjemput kamu. Papa jadi ingat Mama, jadi Papa sempatkan untuk menolong ibu tadi bersama warga sekitar. Kalian juga harus seperti itu, kebaikan itu tidak datang berkali-kali. Maka, sempatkan melakukan kebaikan saat orang lain benar-benar membutuhkan bantuan kita. Pram
: “Oh begitu, Pram pikir Papa memang sengaja”.
Gisel
: “Wah, Papa…. Aku jadi bangga.”
Dika
: “Good job, Pa!” 3
Poli
: “Saatnya aku bicara, hehe. Ayo Papa lanjutkan perbincangan tadi tentang korupsi.”
Gisel
: “Korupsi? Siapa?”
Dika
: “Menarik, minggu lalu teman-teman di kelas juga membicarakannya.”
Pram
: “Jangan-jangan Papa korupsi?”
Gisel
: “Hush, Kakak. Jangan sembarang ngomong, Papa tidak akan sudi melakukan hal keji seperti itu.”
Pak Awan : “Papa bukan koruptor, Nak! (Tersenyum). Masih ada cara yang benar untuk dilakukan di negeri ini. Baiklah, Papa akan melanjutkan obrolan tentang korupsi.” Dika
: “Siap mendengarkan, kapten.”
Gisel
: “Asik.. Asik..”
Pak Awan : “Mulai dari awal ya. Korupsi berdampak besar bagi kemanusiaan. Saat ini, korupsi menjadi hambatan bagi negara maju dan berkembang. Mereka telah mencoba memerangi masalah ini sebab kerugian yang disebabkan oleh korupsi sangat besar, terutama untuk negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Berbagai modus yang dijalankan koruptor kini kian beragam. Penyuapan terjadi di setiap sektor pemerintahan, perusahaan swasta, pengolahan Sumber Daya Alam, bahkan kehidupan masyarakat. Bahkan hasil korupsi mereka disamarkan dalam berbagai bentuk. Korupsi benar- benar mengancam kondisi bangsa ini.” Poli
: “Memang jahat mereka.”
Pak Awan : “Apalagi dengan kewenangannya, mereka menerima sejumlah uang dalam rangka menyetujui usulan anggaran yang berhubungan dengan anggaran nasional atau lokal. Dari uang yang mereka peroleh dari korupsi, untuk menyembunyikannya mereka membeli properti, aset, saham, asuransi. Sebagian besar aset tersebut di bawah nama istri mereka, saudara, anak, teman, staf bahkan sopir atau tukang kebun.”
4
Gisel
: “Tukang kebun? Keterlaluan. Penyebab mereka melakukan korupsi lantas apa Papa?”
Pak Awan : “Pertama, lemahnya semangat keagamaan dan menurunnya kadar keimanan seseorang. Kedua, mengikuti keinginan hawa nafsu dan hanyut dalam kelezatan dunia yang seolah-olah begitu indah lagi memperdayakan. Ketiga, pembelaan dan nepotisme terhadap keluarga secara berlebihan sehingga mematikan sikap jujur, rasa keadilan, perilaku amanah, dan profesionalisme dalam dunia pekerjaan. Keempat, menempatkan para pejabat yang kurang ikhlas dalam pengabdian dan kurang bertanggung jawab dalam mengemban tugas sehingga mereka banyak melaukan tindakan curang. Kelima, terpengaruh dengan gaya hidup yang glamor dan serba hedonis. Keenam, terpengaruh dengan pemikiran dan prinsip-prinsip hidup yang menyimpang dan matrealistis. Ketujuh, terpedaya dengan kehebatan materi dan kenikmatan harta sesaat. Bahkan muncul anggapan bahwa harta adalah segala-galanya.” Pram
: “Aku baru tahu. Keteraluan!! Keterlaluan!!”
Dika
: “Benar sekali, Kak.”
Pak Awan : “Sebentar lagi, Mama akan datang. Obrolan selanjutnya pasti Mama lanjutkan. Mama kan suka obrolan seperti ini.” Gisel
: “Asik.. Mama akan datang. Kuenya aku dibawa tidak ya”
Adegan 3, berlokasi di ruang tengah keluarga Keempat anak pak Awan benar-benar terbawa suasana yang hangat dan menyenangkan akibat pak Awan yang selalu memerhatikan pola pikir anak mereka, serta bekal kehidupan mereka yang akan diterapkan kelak. Raut wajah pak Awan bersinar-sinar tatkala Pram, Dika, Poli, dan Gisel antusias terhadap kalimat-kalimat penuh nasihat yang beliau ucapkan. Bu Wati yang baru bergabung segera menyapa dan ikut mendidik anak-anak bersama pak Awan agar mereka tumbuh sebagai generasi yang berjiwa antikorupsi. Bu Wati : “Waduh, sepertinya ada rapat ini. Diskusi apa ya?” Gisel
: “Mamaaa.. Kue aku dibawa kan?”
5
Bu Wati : “Jawab dulu pertanyaan Mama.” (Tersenyum) Gisel
: “Ini, Ma. Kita lagi diskusi masalah korupsi sama Papa.”
Bu Wati : “Oh, ini kuenya Sel. Memangnya kalian mengerti korupsi, hehe.” Gisel
: “Terima kasih, Mama. Aku sayang Mama. Kita mengerti kok, walaupun sedikitsedikit. Ini berkat Papa.”
Dika
: “Iya, Ma. Aku juga semakin paham korupsi. Kalau aku sudah gede, aku mau menangkap para koruptor.”
Poli
: “Sebelum kak Dika menangkap koruptor. Aku tangkap dulu koruptornya, hehe.”
Pram
: “Diam, aku yang paling banyak menangkap koruptor diantara kalian nanti. Aku kan jago kalau urusan menangkap.” (Sambil menepuk dada).
Gisel
: “Asik. Kalau kakak-kakak menangkap. Aku yang menyusun rencana, deh. Supaya koruptornya tidak bisa mengelabui kita.”
Pak Awan : “Wah, anak-anakku hebat. Papa berharap sebelum kalian menangkap para koruptor, kalian harus menjaga perilaku kalian karena korupsi bisa menggelapkan hati dan impian siapa saja.” (Menunjukkan jari telunjuk). Bu Wati : “Amin. Mama jadi teringat di pengajian minggu lalu. Perilaku korupsi sudah diingatkan beribu tahun lalu oleh Al Quran di surat An Nissa ayat 29 yang bunyinya hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Jadi, ingat korupsi, ingat ayat itu ya anak-anakku.” Gisel
: “Sudah beribu tahun? Tapi mereka tetap saja tidak peduli.”
Poli
: “Apakah mereka masuk neraka, Ma? Neraka kan tempat paling menakutkan.”
Dika
: “Jadi takut kalau ada yang berbicara tentang neraka.”
Pram
: “Urusan neraka atau tidak, apakah kita bisa menentukan?”
6
Bu Wati : “Kalau perbuatan dosa yang pernah dilakukan itu adalah mencuri, merampok, korupsi, dan semacamnya. Maka, yang bersangkutan selain memohon ampunan Allah juga harus mengembalikan harta yang pernah diambilnya. Untuk mengembalikan harta itu tentu saja yag bersangkutan harus bekerja keras untuk memperoleh harta, terutama kalau harta yang dicuri, dirampok, atau dikorupsi itu sudah habis atau harta yang dimiliki tidak sebanyak harta yang pernah dicuri, dirampok atau dikorupsi sehingga tidak cukup untuk dikembalikan.” Pak Awan : “Benar yang dikatakan Mama.” Bu Wati : “Pelaku korupsi dikategorikan melakukan jinayah kubra atau dosa besar dan harus dikenai sanksi dibunuh, disalib, atau dipotong tangan dan kakinya dengan cara menyilang, tangan kanan dengan kaki kiri atau tangan kiri dengan kaki kanan atau diusir. Dalam konteks ajaran Islam yang lebih luas, korupsi merupakan
tindaan
yang
bertentangan
dengan
prinsip
keadilan,
akuntabilitas, dan tanggung jawab. Korupsi dengan segala dampak negatifnya yang menimbulkan berbagai kerusakan terhadap kehidupan negara dan masyarakat dapat dikategorikan termasuk perbuatan kebinasaan, kerusakan di muka bumi yang amat dikutuk Allah SWT.” Poli
: “Jadi, koruptor kapan dikutuk oleh Allah, Ma?”
Bu Wati : “Kita hanya menyerahkan semua itu secara ikhlas kepada Allah, Nak.” Pak Awan : “Betul. Kita tidak berhak dengan urusan yang tidak sanggup kita kerjakan.” Pram
: “Yahh, padahal aku ingin Allah segera mengutuk para koruptor.”
Pak Awan : “Baiklah, Papa akan melanjutkan diskusi ini. Bagi para pelaku korupsi di Indonesia bila memang terbukti bersalah dan dapat merugikan negara. Maka hukumannya haruslah setimpal dengan besarnya korupsi yang dilakukannya, sesuai amanah jabatan yang diembannya dan kadar kemudaratan yang ditimbulkannya serta kesalahan lain yang didukungnya. Tentunya, ia dapat dihukum berat bahkan sampai tingkat hukuman mati bila perlu dan bukan hanya sebatas hukuman potong tangan untuk menjerakan masyarakat dari praktik korupsi dan menyehatkan perekonomian sebagaimana telah 7
dilaksanakan di negara-negara lain seperti Tiongkok, Jepang, dan Korea Utara.” Poli
: “Tiongkok sudah menjalankan ya, Pa. Kapan negeri ini benar-benar berjuang untuk suatu kebaikan.” (Geleng-geleng kepala).
Pak Awan : “Melihat pengentasan tindakan korupsi di Indonesia yang kian tak kunjung padam karena bentuk hukumnya yang tidak tegas. Pemerintah yang memiliki wewenang sebagai penegak hukum, tentunya harus mampu berlaku adil dan bijak dalam memutuskan perkara hukum sebagaimana yang telah tertera dalam undang-undang. Oleh karena itu, titik tekan dalam hal ini adalah para penegak dan aparat hukum, serta petinggi negara yang harus memberi contoh sebagai pemerintah yang bebas dari korupsi sehingga mampu memberantas koruptor dan menghukum berat para koruptor tanpa pandang bulu. Faktanya, pemerintah seakan-akan saling melindungi apabila ada oknum yang tertangkap korupsi sehingga masalah ini tidak pernah akan ada habisnya.” Bu Wati : “Papa benar. Mama juga suda bosan dengan masalah ini. Pemerintah dulu dan sekarang belum bebas dari isu-isu korupsi. Pemerintah baru selalu mendapat warisan dari pemerintah lama tentang perkara korupsi yang belum diselesaikan.” Pak Awan : “Perut Papa sudah bernyanyi. Waktunya Mama berkreasi di dapur. Setelah makan, kita pindah di teras depan sambil melihat dan menikmati hawa pagi yang sejuk.” Bu Wati : “Siap! Papa pasti ingin nasi goreng khas Mama kan. Gisel, bantu Mama di dapur ya.” Adegan 4, berlokasi di teras depan. Perbincangan yang cukup panjang membuat perut pak Awan membutuhkan asupan tenaga. Bu Wati dan Gisel pun bergegas menyiapkan makanan untuk pak Awan, Pram, Dika, dan Poli. Mereka menikmati sarapan dengan senang dan gembira. Kemudian, atas usul pak Awan agar pindah ke teras depan untuk melanjutkan obrolan tentang korupsi sebab teras depan rumah pak Awan sangat indah. Ditemani tumbuhan-tumbuhan yang menyejukkan mata, mereka melanjutkan obrolan itu. 8
Pak Awan : “Masakan Mama benar-benar enak.” Bu Wati : “Terima kasih, Pa.” Poli
: “Pa.. Ayo lanjutkan obrolan tentang korupsinya.”
Pak Awan : “Iya, sabar ya.” Gisel
: “Kakak semangat sekali tentang korupsi.”
Bu Wati : “Itu tandanya Kakak ingin memperbaiki kondisi negeri ini bersama dengan anak-anak lain yang bermimpi sama.” Pram
: “Aku juga jangan dilupakan, Ma.”
Dika
: “Aku juga.”
Bu Wati : “Tenang, anak-anak Mama jagoan semua.” Pak Awan : “Baiklah, kita mulai. Tugas kaum muda adalah melawan tindakan korupsi. Memerangi korupsi itu bukan hanya lewat pemerintahan yang bersih. Perang juga dapat melalui pertahanan diri, aksi patriotisme, dan aksi kepahlawanan. Mereka yang melawan korupsi harus bersih, tidak punya rekam jejak sebagai koruptor/tidak bersih. Harus diyakini bahwa korupsi adalah akar kemiskinan. Jadi mengakhiri sikap dan tindakan korupsi berarti mengakhiri terjadinya kemiskinan.” Bu Wati : “ Karakter seperti pohon, sedangkan reputasi seperti bayangan, bayangan itu adalah apa yang kita pikirkan, pohon itu adalah kenyatannya. Keyakinan tumbuh subur pada kejujuran, kehormatan, kesadaran atas kewajiban, perlindungan, dan kerja yang tidak mementingkan diri sendiri. Manusia menjadi besar ketika ia bekerja untuk kesejahteraan sesamanya. Begitu, anakanakku.” Pak Awan : “ Keadilan dalam kehidupan dan perilaku suatu negara hanya mungkin jika hal tersebut tertanam dalam hati dan jiwa warga negaranya.” Bu Wati : “Keadilan itu sementara dan harus berakhir, tetapi hati nurani merupakan sesuatu yang abadi dan tidak akan pernah mati.” Gisel
: “Wah, aku jadi bahagia memiliki Papa dan Mama yang hebat seperti ini.” 9
Pram
: “I love you, Mama.. Papa..”
Poli
: “Setuju, hehehe.”
Dika
: “Lanjutkan lagi, Mama.. Papa..”
Pak Awan : “Hehehe. Baiklah. Untuk kalian, ingat selamanya bahwa orang yang kuat hatinya, bukan mereka yang tidak pernah menangis, melainkan orang yang tetap tegar ketika banyak orang menyakitinya. Seberat apapun beban masalah yang kalian hadapi saat itu, percayalah bahwa semua itu tidak pernah melebihi batas kemampuan kalian. Jangan menyerah atas impian kalian, impian memberi kalian tujuan hidup. Ingatlah, sukses bukan kunci kebahagiaan, kebahagiaanlah kunci sukses." Bu Wati : “Tidak ada seorang pun yang akan membuat kalian kecewa kecuali kalian sendiri yang mengizinkannya. Jika kalian berusaha melawan hukum alam. Maka, kalian akan menghancurkan diri kalian sendiri sebab hidup adalah suatu tantangan yang harus dihadapi dan perjuangan yang harus dimenangkan.” Pak Awan : “Untuk anak-anak. Papa juga meningatkan jangan jadi pengecut. Pengecut adalah mereka yang merasa tak bisa dan berusaha membuat kalian berpikiran yang sama. Jadilah juara untuk memperbaiki negeri ini lebih baik dari sekarang saat kalian sudah siap untuk perubahan itu.” Poli
: “Aku jadi terharu, Pa.. Ma..”
Pak Awan : “Satu kalimat penting dari sekian kalimat-kalimat yang telah Papa ucap tadi bahwa Papa bukan koruptor, Nak! Papa adalah satu dari sekian orang di negeri ini yang menciptakan generasi antikorupsi untuk memperbaiki Indonesia ke depan.” Bu Wati : “Benar, Papa bukan koruptor, Nak! Mama juga berharap kalian bisa berpartisipasi terhadap gerakan antikorupsi di negeri ini.” Poli
: “Baiklah. Papa bukan koruptor, kalimat itu akan kujaga.”
Gisel
: “Aku juga percaya, Papa bukan koruptor.”
Dika
: “Aku percaya, Papa bukan koruptor.” 10
Pram
: “Aku sangat percaya. Papa bukan koruptor.”
Pak Awan : “Terima kasih, anak-anakku.” (Sambil menangis). Bu Wati : “Kalian jagoan Mama.” (Menahan tangis). Demikian, obrolan inspiratif yang bermula dari mimpi buruk Poli yang telah mencerahkan bahwa orang di dekatnya (Pak Awan) bukanlah orang yang berhati sama dengan orangorang yang dilihatnya di televisi sebagai koruptor. Peran Pak Awan dan Bu Wati yang menjaga dan mengawasi pola pikir Pram, Dika, Poli, dan Gisel telah menanamkan suatu pondasi yang kuat bahwa mereka kelak akan menjadi generasi yang antikorupsi dan sudi berpeang melawan para koruptor untuk menjadikan negeri ini menjadi satu mimpi, satu kejayaan, satu kesejahteraan, satu rumah, dan satu Indonesia. Sekian.
11