PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI FUNDAMENTAL NEGERI KARYA ILMIAH Diajukan untuk mengikuti Kompetisi Propaganda Antikorupsi 2015 Disusun oleh: FITRA ARIFFANTO 1105110014
S1 TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO BANDUNG 2015
PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa tulisan ini adalah sepenuhnya karya saya sendiri. Tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain. Apabila ternyata di kemudian hari tulisan ini mengandung unsur jiplakan (plagiarism), kami bersedia menerima konsekuensi hukum sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Bandung, 25 November 2015 Yang membuat pernyataan,
Fitra Ariffanto
ABSTRAK Korupsi secara bahasa berarti penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan atau sebagainya) untuk kepentingan pribadi. Salah satu penyebab terjadinya korupsi adalah terdegradasinya nilai-nilai moral pada masyarakat. Nilai moral seperti kejujuran, ketulusan dan saling menghargai semakin terkikis. Selain itu ada juga sifat terpuji yang disalahgunakan seperti toleransi. Perkembangan teknologi juga menjadi salah satu faktor penyebab munculnya korupsi. Pemberantasan korupsi harus dimulasi sejak di kursi perguruan tinggi. Karena kebanyakan koruptor di Indonesia adalah orang-orang yang berlatar belakang pendidikan yang tinggi. Oleh karena itu pemberantasan korupsi tidak bisa hanya dilakukan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Sistem yang dimiliki perguruan tinggi harus diperbaiki untuk menambal kekurangan yang ada. Beberapa caranya adalah dengan: Penalaran Dunia Perguruan Tinggi, tentang apa dan bagaimana menjadi seorang mahasiswa, serta apa tujuan mengikuti perkuliahan. Pemupukan Melalui Organisasi Mahasiswa dan Akademik, tentang perbaikan sistem akademik dan perilaku organisasi yang ideal. Institusi dan Mahasiswa yang Bersinergi, tentang sinkronisasi peran antara institusi dan mahasiswa demi mewujudkan mahasiswa-mahasiswa berkarakter.
PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang Korupsi merupakan masalah kompleks yang sangat sulit disingkirkan dalam
kehidupan. Mulai dari skala besar yang pemberitaannya meluas melalui media, sampai hal-hal kecil di kalangan akar rumput. Korupsi sudah tidak mengenal jabatan, bahkan rakyat biasa atau mahasiswa pun bisa melakukan perbuatan tercela ini. Korupsi juga tidak mengenal materi, karena selain uang ada juga hal lain yang bisa dijadikan objek. Perilaku korupsi dapat muncul dengan berbagai alasan. Penyebab utama adalah terdegradasinya nilai moral seseorang. Nilai-nilai moral seperti kejujuran, ketulusan dan saling menghargai semakin terkikis seiring dengan perkembangan zaman. Selain itu ada juga nilai yang penggunaannya justru melenceng, salah satunya adalah toleransi. Pemberantasan korupsi rasanya tidak akan berhasil jika hanya berkutat di kalangan eksekutif yang kekuatannya mulai luntur. Pemberantasan korupsi juga harus menyentuh kalangan akar rumput. Terutama pada kalangan mahasiswa yang kelak akan duduk di kursi kepemimpinan Indonesia. Pemberantasan korupsi dengan mengadili
pelaku
korupsi
sama
seperti
mengobati
seorang
pesakitan.
Menyembuhkan atau membiarkan pasien meninggal. Sama sekali tidak menghentikan penularan penyakit itu sendiri. Lebih-lebih mematikan virus yang membawa penyakit. 2.
Rumusan Masalah a. Apakah penyebab korupsi? b. Mengapa korupsi harus dicegah sejak dini? c. Bagaimana cara memberantas korupsi sejak dini?
3.
Manfaat Dengan tumbuhnya kesadaran untuk mencegah korupsi sejak dini dan
meningkatnya perhatian akan pendidikan karakter dalam sebuah institusi, diharapkan Indonesia akan terbebas dari korupsi. Khususnya agar Telkom University dapat mencetak mahasiwa-mahasiswa berkarakter dan memiliki nilai moral yang luhur.
PEMBAHASAN Korupsi secara bahasa berarti penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan atau sebagainya) untuk kepentingan pribadi. Korupsi tidak melulu melibatkan uang. Waktu dan materi lainnya bisa dijadikan objek korupsi. Oleh karena itu korupsi tidak hanya terjadi di kalangan pejabat maupun eksekutif, melainkan juga pada rakyat biasa bahkan sampai ke mahasiswa. Praktik korupsi semakin marak ditemui. Salah satu penyebabnya adalah terdegradasinya nilai-nilai moral pada masyarakat. Nilai moral seperti kejujuran, ketulusan dan saling menghargai semakin terkikis. Selain itu ada juga sifat terpuji yang disalahgunakan seperti toleransi. Perkembangan teknologi juga menjadi salah satu faktor penyebab munculnya korupsi. Pemberantasan korupsi tidak akan pernah berakhir jika berujung di meja hijau. Tidak akan pernah terwujud jika hanya menuntut KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Sama seperti memotong rumput, metode itu hanya akan memangkas rumput tinggi yang sudah merusak keindahan taman. Lama-kelamaan akan tergantikan oleh rumput baru yang meninggi lalu kembali dipangkas. Berulang tanpa ada akhir yang jelas. Pemberantasan harus dilakukan sampai ke akar-akar. Rumput yang tinggi lambat laun akan mengering terbakar matahari dengan sendirinya. Walaupun kehadirannya juga merusak taman yang indah. Lebih-lebih bisa mematikan tanaman yang sedang tumbuh. Langkah terbaiknya adalah dengan mencabut rumput tersebut dari akarnya! Rata-rata koruptor di Indonesia adalah orang-orang dengan latar belakang pendidikan yang tinggi. Terlihat dari namanya yang diikuti atau diakhiri dengan gelar sarjana, diploma bahkan doktor. Tingginya pendidikan tidak menjamin keluhuran moral seseorang. Maka selain pemberantasan yang dilakukan oleh KPK dan pihak berwajib lainnya. Institusi dan para mahasiswa juga harus berbenah untuk memberantas korupsi. Parahnya, antara mahasiswa dengan nilai moral seperti kejujuran, tanggung jawab dan ketulusan seolah dipisahkan oleh jurang yang sangat dalam. Kecurangan-
kecurangan yang mengarah menuju praktik korupsi justru mulai tertanam dalam kehidupan mahasiswa. Mulai dari tindakan plagiat; tugas, karya ilmiah, skripsi, ujian dan lainnya masih sering tertangkap basah. Manipulasi kehadiran sampai pemalsuan ijazah masih berlangsung. Yang paling mengecewakan adalah adanya politik hitam di ajang pengajuan calon presiden mahasiswa. Presiden mahasiswa yang biasanya turun langsung ke jalan mengkritisi pemerintah yang dinilai tidak becus, tidak mempedulikan kesejahteraan rakyat dan dikesankan mementingkan perut sendiri justru melakukan hal yang serupa. Memanfaatkan keluguan mahasiswa-mahasiswi baru yang belum tahu banyak tentang tata cara pencalonan presiden dan wakil presiden mahasiswa. Mengumpulkan KTM (Kartu Tanda Mahasiswa) tanpa menuturkan maksud dan tujuan dengan jelas. Tindakan yang jauh dari nilai kejujuran, tanggung jawab dan profesionalisme. Kejadian-kejadian tersebut membuktikan bahwa praktik korupsi sudah muncul sejak seseorang duduk di kursi perguruan tinggi. Menjadi sebuah tamparan keras bagi institusi. Mengingat hal ini tidak sejalan dengan pengertian dan tujuan pendidikan yang tercantum dalam UU No. 12 Tahun 2012. Sistem yang sedang berjalan memiliki kecacatan di beberapa titik. Perlu ada beberapa perbaikan dalam sistem pendidikan di perguruan tinggi, baik dari segi akademis maupun nonakademis. Sebenarnya sistem yang dimiliki oleh perguruan tinggi sudah dapat mengakomodir tujuan pendidikan tinggi. Hanya butuh beberapa sentuhan untuk menambal kekurangan yang ada. Jika membandingkan antara kejadian-kejadian negatif dan prestasi-prestasi yang dimiliki mahasiswa, dapat ditarik hipotesis bahwa kekurangan ada pada pendidikan karakter. Karena pendidikan karakter merupakan fundamental yang harus dimiliki untuk memajukan negeri. Jepang misalnya, kedisiplinan sudah menjadi karakter yang tertanam bagi setiap penduduknya. Hal ini menjadikan Jepang salah satu negara maju. Pendidikan karakter harus dapat dirasakan oleh seluruh mahasiswa. Pelaksanaan pendidikan karakter itu sendiri dapat dilaksanakan selama seseorang
berstatus mahasiswa dalam sebuah institusi. Proses pendidikan karakter sendiri dapat dikelompokan menjadi tiga bagian. 1. Penalaran Dunia Perguruan Tinggi Metode pembelajaran perguruan tinggi sangatlah berbeda dengan SMA atau sederajat. Jauh lebih berbeda dari pandangan beberapa siswa yang melihat kehidupan mahasiswa dari satu sisi. Oleh karena itu masa orientasi atau biasa juga disebut dengan ospek perlu dilakukan bagi para mahasiswa baru, dengan catatan tidak disalahgunakan. Selama ini ospek memang selalu diadakan, tapi kebanyakan dianggap sebagai ajang perploncoan. Berisi tumpukan tugas yang dimaksudkan membiasakan mahasiswa baru dengan keseharian yang akan dijalani dengan status mahasiswa. Hukuman fisik berkedok kedisiplinan. Tapi luput menyampaikan hal utama yang harusnya ditanamkan sejak dini. Apa itu mahasiswa? Bagaimana menjadi seorang mahasiswa? Apa tujuan menjadi mahasiswa dan tujuan menjalani perkuliahan? Kebanyakan mahasiswa tidak mengetahui apa yang ingin ia dapatkan dari kursi perkuliahan.
Akibatnya,
banyak
sarjana-sarjana
yang
berakhir
menjadi
pengangguran. Atau ada juga beberapa sarjana yang bekerja tidak sesuai dengan program studi atau bidang keahliannya.
2. Pemupukan Melalui Organisasi Mahasiswa dan Akademik Pendidikan akademik dan non-akademik yang seimbang dapat mewujudkan mahasiswa yang berkarakter. Dari segi akademik, institusi selalu beracuan pada hasil ujian, tugas dan sebagainya. Terkadang bobot yang diberikan lebih menitikberatkan pada kuantitas bukan kualitas. Hal ini memicu pembentukan pola pikir mahasiswa akan kepentingan sebuah hasil. Membuat mahasiswa menilai sesuatu dari sisi yang kasat mata saja. Membuat mahasiswa perlahan mengabaikan proses yang harus dilewati. Inilah yang menjadi awal tumbuhnya ketidakjujuran dan lunturnya sikap bertanggung jawab. Alangkah baiknya dalam perkuliahan juga menumbuhkan rasa ingin tahu mahasiswa. Bukan menekankan tuntutan untuk menyelesaikan tugas atau menjawab soal ujian saja. Walaupun memang sejauh ini nilai adalah parameter paling konkret.
Sedangkan organisasi mahasiswa atau kegiatan non-akademik yang harusnya menjadi tempat pengembangan pola pikir dan karakter justru bergeser menjadi tempat berkumpul dan melakukan kegiatan yang disukai secara masal. Padahal jika sedikit melihat sejarah, kedua Bapak Proklamator kita Bung Karno dan Bung Hatta adalah jebolan organisasi-organisasi mahasiswa di kampusnya masing-masing. Atau Soe Hoek Gie yang merupakan seorang aktivis dan penulis buku ‘Catatan Seorang Demonstran’ juga aktif dalam organisasi mahasiswa. Sedangkan sekarang kebanyakan organisasi hanya melakukan kegiatan rutinitas setiap tahunnya. Bahkan, ada yang justru melakukan kegiatan yang tidak bersinggungan langsung dengan benang merah organisasi tersebut. Mahasiswa sepertinya lupa bahwa memiliki tanggung jawab menjalankan tridharma perguruan tinggi. Satu poin yang tidak akan diselesaikan hanya dari sisi akademik, pengabdian masyarakat. Organisasi mahasiswa harusnya juga bisa menjadi sarana untuk menjalankan tridharma perguruan tinggi. Bersinggungan langsung dengan masyarakat akan menumbuhkan jiwa sosial yang terus-menerus digerus teknologi. Sifat konsumtif akan teknologi mutakhir yang mendekatkan diri pada hedonisme dapat ternetralisir. Dengan kedekatan terhadap masyarakat, mengharuskan berkomunikasi dan secara tidak langsung akan menganalisa masalah yang melanda lingkungan tersebut. Hal ini sedikit banyak akan mengalihkan pandangan mahasiswa yang belakangan ini sibuk memandangi layar gawainya.
3. Institusi dan Mahasiswa yang Bersinergi Tercapainya sebuah sistem adalah berkat sinkronisasi seluruh elemen di dalamnya. Termasuk dalam hal pendidikan karakter. Mahasiswa dengan institusi bukanlah hakim dan narapidana. Mahasiswa harus aktif dalam pembuatan kebijakan-kebijakan dari institusi. Sementara institusi harus meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap mahasiswa baik melalui akademik maupun non-akademik. Akademik dengan metode perkuliahan yang terus dikembangkan hingga dapat mengubur sifat apatis. Menimbulkan budaya kritis dan menumbuhkan lagi semangat membaca para mahasiswa. Non-akademik dengan pembinaan terhadap organisasi mahasiswa. Bisa dilakukan dengan sistem penilaian atau
akreditasi baik untuk organisasi mahasiswa maupun pembina organisasi tersebut. Jauh lebih baik lagi jika pihak institusi dapat mencontohkan terlebih dahulu kepada mahasiswa sikap profesionalisme dan kejujuran. Sehingga akan tercipta suasana mencontohkan, mengingatkan di akhir muncul tindakan menegur. “Kita harus bisa menerima, tetapi kita juga harus bisa memberi. Inilah rahasianya persatuan itu. Persatuan tak bisa terjadi, kalau masing-masing pihak tak mau memberi sedikit-sedikit pula.” – Bung Karno (1926).
PENUTUP Korupsi semakin marak ditemui dalam kehidupan. Penyebabnya adalah terdegradasinya nilai-nilai moral yang dimiliki. Koruptor di Indonesia kebanyakan justru orang-orang dengan latar belakang pendidikan yang tinggi. Sehingga pemberantasan korupsi juga bisa dilakukan sejak dini, melalui perguruan tinggi. Dengan peningkatan mutu pendidikan karakter, perguruan tinggi diharapkan dapat mencetak lulusan yang profesional, jujur dan bertanggung jawab. Sistem yang ada perlu diberikan sedikit tambahan untuk menambal kekurangan yang ada. Beberapa di antaranya adalah penerapan Penalaran Dunia Perguruan Tinggi, Pemupukan Melalui Organisasi Mahasiswa dan Akademik, serta Institusi dan Mahasiswa yang Bersinergi.
DAFTAR PUSTAKA De Jonge, V. W. (2015). Sukarno Hatta Bukan Proklamator Paksaan. Yogyakarta: Galang Pustaka. Putri, A. R. (2015). Waspada, Aksi ‘Panen KTM’ di Asrama Telkom University untuk Kepentingan PEMIRA. Students Tel-U. Bandung: Students Tel-U. Undang-Undang Republik Indonesia (2012). Sekretaris Kabinet. Diperoleh 24 November 2015, dari http://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/17624/UU0122012_Full.pdf Kamus Besar Bahasa Indonesia (2015). Kementrian Pendidikan dan Budaya. Diperoleh 24 November 2015, dari http://kbbi.web.id/korupsi