ANALISIS PERUBAHAN KELEMBAGAAN DAN DAMPAK PENGGANDA (MULTIPLIER EFFECT) PENGEMBANGAN KAWASAN WANA WISATA (Studi Kasus: Gunung Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya)
NASITA LIRA HENDARTINA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Perubahan Kelembagaan dan Dampak Pengganda (Multiplier Effect) Pengembangan Kawasan Wana Wisata (Studi Kasus: Gunung Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014
Nasita Lira Hendartina NIM H44090062
ABSTRAK NASITA LIRA HENDARTINA. Analisis Perubahan Kelembagaan dan Dampak Pengganda (Multiplier Effect) Pengembangan Kawasan Wana Wisata di Gunung Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya. Dibimbing oleh ACENG HIDAYAT. Gunung Galunggung adalah gunung yang terletak di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat dengan kawasan wana wisata yang menarik. Pengelolaan Kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung mengalami perkembangan melalui perubahan tata kelola sehingga dapat mempengaruhi efektivitas, hubungan antara stakeholder, dan dampak ekonomi yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan tata kelola kelembagaan melalui tahap inisiasi dimulai dengan tahap diskusi, kemudian tahap pembentukan dengan dibentuknya Memorandum of Understanding (MOU) antara pihak pengelola, dan sosialisasi melalui penyuluhan. Efektivitas kelembagaan dinilai melalui persepsi dari dua jenis responden yaitu anggota organisasi dan anggota non-organisasi. Efektivitas dinilai berdasarkan substansi kelembagaan dan dampak ekologi yang dihasilkan. Sebagian besar hasil persepsi menunjukan tingkat persepsi baik dan sedang, hanya segi aksesibilitas ke lokasi wisata yang menunjukan hasil tidak baik dan kurang baik. Stakeholder yang terlibat berjumlah tujuh stakeholder yang ditentukan berdasarkan identifikasi stakeholder melalui informasi key person dan perbedaan kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholder. Dampak ekonomi yang dihasilkan diantaranya kesempatan kerja, peningkatan pendapatan asli daerah, dan peningkatan pendapatan masyarakat sekitar. Dampak ekonomi dihitung melalui analisis multiplier effect dihasilkan Keynesian Income Multiplier sebesar 1.36, Ratio Income Multiplier I sebesar 1.37, dan Ratio Income Multiplier II sebesar 1.49.
Kata kunci: Ekonomi wisata, Galunggung, Multiplier Effect
ABSTRACT NASITA LIRA HENDARTINA. Analysis of Institution Changing and Multiplier Effect Wana Wisata Deveploment Area, Galunggung Mountain, Tasikmalaya Regency. Supervised by ACENG HIDAYAT. Mount Galunggung is located in Tasikmalaya Regency, West Java. It classified into ecotourism area that attract tourists for a wide range of tourist activities that offered. Ecotourism area in Galunggung which growing through institution changes. Institutional change in management can influence effectiveness, relationships between stakeholders, and the resulting economic impact. The objective of this research is to analyze institutional changes, where there is a change in institution through the initiation phase which begins with discussion stage, then formation stage by the establishment of the Memorandum of Understanding (MOU) between managers, and socialization through counseling. Institutional effectiveness assessed through perceptions that consists of two types of respondents, i.e members of the institutional and non-institutional members. Institutional effectiveness assessed based on the substance and the resulting ecological impacts. Most of the perception showed that the level of perception both good and moderate, just in terms of accessibility to tourist sites that show the results are not good and less good. There are seven stakeholders selection considered to identification from informants on the study area and assessed based on the importance and influence of each stakeholder. The economic impacts these resulted such as job opportunities, increase revenue, and household incomes. The economic impact was calculated through multiplier analysis of the Keynesian Income Multiplier, Ratio Income Multiplier type I, and Ratio Income Multiplier type II respectively 1.36, 1.37, and 1.49.
Keywods: Ecotourism, Galunggung, Keynesian Effect
ANALISIS PERUBAHAN KELEMBAGAAN DAN DAMPAK PENGGANDA (MULTIPLIER EFFECT) PENGEMBANGAN KAWASAN WANA WISATA (Studi Kasus: Gunung Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya)
NASITA LIRA HENDARTINA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi
Nama NIM
: Analisis Perubahan Kelembagaan dan Dampak Pengganda (Multiplier Effect) Pengembangan Kawasan Wana Wisata (Studi Kasus: Gunung Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya) : Nasita Lira Hendartina : H44090062
Disetujui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul,”Analisis Perubahan Kelembagaan dan Dampak Pengganda (Multiplier Effect) Pengembangan Kawasan Wana Wisata (Studi Kasus: Gunung Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya).” Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi, yaitu: Kedua orang tua tercinta yaitu Bapak Ir. Beny Hendarto dan Ibu Ir. Tina Suhartini, beserta kakak saya Rudie Setiadi S.Agb, Nadia Tannia Hendartina Stp, dan adik saya Sabila Adha Hendartina yang selalu memberikan didikan, dukungan, doa, kasih sayang, dan perhatian. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT selaku dosen pembimbing, Bapak Adi Hadianto, SP, M.Si sebagai penguji utama, dan Bapak Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si sebagai wakil komisi pendidikan ESL, yang telah memberikan bimbingan, saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini. PERUM Perhutani Jawa Barat, Bapak Asep sebagai Kepala Bagian SDM dan Mbak Reny Bagian Humas. KPH Perhutani Tasikmalaya. Bapak Ketua Administrasi, Bapak Ir. Jejen, M.M, Bapak Anggun sebagai Bagian Humas, Bapak Ery Bagian PHBM, Ibu Ika Bagian SDM dan Bapak Atang sebagai Petugas Lapang. Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Taksimalaya dan Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya. Bapak Ketua Disparbud, Drs Nana Hermaya, MM, Bapak Sekretaris, Bapak Sutarman, Bapak Dedi Chrisyadi, dan Bapak Toni, serta pihak Disparbud lainnya. Dinas Perhubungan Kabupaten Tasikmalaya, Ketua UPTD parkir Bapak Asep, dan seluruh Petugas Lapang Parkir di Kawasan Wana Wisata. Bapak Ucu sebagai Ketua LMDH Wana Lingga Mukti, Bapak Totoy sebagai Ketua Koparga, dan pihak Kantor Desa Linggarjati serta pihakpihak yang telah membantu selama pengumpulan data. Keluarga besar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB khususnya dosen-dosen ESL, Komisi Pendidikan dan teman-teman ESL 46 atas semua arahan, masukan, dan bantuan. Keluarga besar Resources Enviroment Economics Student Association (REESA) IPB atas segala doa dan dukungan. Sahabat terdekat, Dea, Fitri, Lutfi, Gugat, Chintia, Dinda, Adin, Kiki, Naelis, Nunu, Ichi, Ei, Belinda, Esha, dan Dhani yang selalu memberikan bantuan, semangat, dan doa. Penulis menyadari bahwa terdapat kesalahan yang tidak disengaja di dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran yang akan digunakan oleh penulis sebagai penyempurnaan di dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat digunakan sebagaimana mestinya. Bogor, Februari 2014
Nasita Lira Hendartina
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL.........................................................................................
xvii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................
xviii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
xviii
I. PENDAHULUAN...................................................................................
1
1.1 Latar Belakang..................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian...............................................................................
5
1.4 Ruang Lingkup Penelitian.................................................................
5
II. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................
7
2.1 Teori Kelembagaan...........................................................................
7
2.2 Kelembagaan Wana Wisata...............................................................
8
2.3 Karakteristik Kelembagaan...............................................................
10
2.4 Teoritis Perubahan Kelembagaan......................................................
11
2.5 Analisis Stakeholder..........................................................................
12
2.6 Dampak Ekonomi Wana Wisata.......................................................
14
2.7 Teori Multiplier Effect………….......................................................
15
2.8 Penelitian Terdahulu..........................................................................
16
III. KERANGKA OPERASIONAL..........................................................
17
IV. METODE PENELITAN.......................................................................
19
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................
19
4.2 Jenis dan Sumber Data......................................................................
19
4.3 Metode Penentuan Sampel Penelitian...............................................
19
4.3.1 Penentuan Sampel....................................................................
19
4.3.2 Pengumpulan Data...................................................................
21
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data..............................................
21
4.4.1 Mengidentifikasi Proses Perubahan Kelembagaan..................
22
4.4.2 Menganalisis Efektivitas Kelembagaan...................................
23
4.4.3 Identifikasi dan Analisis Stakeholder.......................................
24
4.4.4 Menganalisis Multiplier Effect.................................................
26
V. GAMBARAN UMUM.............................................................................
29
5.1 Kondisi Geografis dan Administratif.................................................
29
5.2 Kondisi dan Potensi Wilayah.............................................................
29
5.3 Kependudukan dan Sumberdaya Manusia.........................................
30
5.4 Sarana, Prasarana, dan Fasilitas.......................................................
31
5.5 Aksesibilitas Wilayah.........................................................................
32
5.6 Karakteristik Responden....................................................................
32
5.6.1 Karakteristik Pelaku Usaha.......................................................
32
5.6.2 Karakteristik Tenaga Kerja Lokal.............................................
33
5.6.3 Karakteristik Pengunjung..........................................................
35
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................
36
6.1 Perubahan Kelembagaan...................................................................
36
6.2 Efektivitas Kelembagaan...................................................................
37
6.2.1 Hasil Efektivitas Anggota Non-Organisasi...............................
38
6.2.2 Hasil Efektivitas Anggota Organisasi.......................................
39
6.3 Analisis Stakeholder..........................................................................
41
6.4 Multiplier Effect................................................................................
45
6.4.1 Dampak Langsung....................................................................
46
6.4.2 Dampak Tidak Langsung........................................................
47
6.4.3 Dampak Lanjutan....................................................................
47
6.4.4 Hasil Multiplier Effect.............................................................
48
VII. SIMPULAN DAN SARAN..................................................................
49
7.1 Simpulan............................................................................................
49
7.2 Saran..................................................................................................
50
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
51
LAMPIRAN..................................................................................................
55
RIWAYAT HIDUP......................................................................................
78
DAFTAR TABEL 1
Profil wisata mancanegara tahun 2011 dan 2012 di Jawa Barat.................................................................................................
1
Matriks keterkaitan antara tujuan, parameter, sumber data, dan metode analisis.................................................................................
22
3
Matriks analisis proses perubahan kelembagaan.............................
23
4
Matriks analisis efektivitas kelembagaan........................................
24
5
Identifikasi dan pemetaan aktor......................................................
25
6
Analisis stakeholder pengelolaan kawasan wana wisata.................
25
7
Matriks analisis stakeholder............................................................
26
8
Matriks analisis dampak ekonomi...................................................
26
9
Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Linggarjati tahun 2008-2012..............................................................................
30
Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan tahun 20082012.................................................................................................
30
Jumlah mata pencaharian penduduk di Desa Linggarjati tahun 2008-2012........................................................................................
31
Sarana prasarana dan fasilitas yang berada di Desa Linggarjati Tahun 2008-2012.............................................................................
31
Karakteristik pelaku usaha di Wana Wisata Gunung Galunggung......................................................................................
33
Karakteristik tenaga kerja lokal di Wana Wisata Gunung Galunggung......................................................................................
34
Karakteristik pengunjung di Wana Wisata Gunung Galunggung......................................................................................
35
16
Hasil skoring analisis stakeholder...................................................
44
17
Proporsi pengeluaran wisatawan.....................................................
46
18
Hasil analisis multiplier effect..........................................................
48
2
10 11 12 13 14 15
DAFTAR GAMBAR 1
Kerangka pemikiran operasional..........................................................
18
2
Tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholder dalam pengelolaan kawasan wana wisata............................................................................ 25
3
Bentuk kelembagaan tata kelola baru...................................................
37
4
Persepsi efektivitas anggota non-organisasi.........................................
39
5
Persepsi efektivitas anggota organisasi................................................. 40
6
Aktor grid.............................................................................................. 45
DAFTAR LAMPIRAN 1
Kuesioner penelitian perubahan kelembagaan...................................... 55
2
Kuesioner penelitian efektivitas kelembagaan...................................... 56
3
Kuesioner penelitian wisatawan............................................................ 58
4
Kuesioner penelitian pelaku usaha........................................................ 61
5
Kuesioner penelitian tenaga kerja lokal................................................
6
Kuesioner penelitian analisis stakeholder............................................. 65
7
Jumlah persepsi anggota non-organisasi............................................... 68
8
Jumlah persepsi anggota organisasi......................................................
9
Perhitungan Multiplier Effect................................................................ 68
63
68
10 Peta lokasi penelitian di Gunung Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya.......................................................................................... 69 11 Pengeluaran wisatawan perkunjungan..................................................
70
12 Pengeluaran dan pendapatan unit usaha................................................ 74 13 Pendapatan dan pengeluaran tenaga kerja lokal...................................
76
14 Dokumentasi penelitian........................................................................
77
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai macam tampak topografi, yaitu kenampakan alam berupa gunung, pegunungan, dan lautan. Topografi ini mendukung terbentuknya keanekaragaman biodiversitas yang dapat menambah nilai kekayaan alam di Indonesia. Kekayaan alam yang tersedia berperan sebagai potensi unggul di sektor ekonomi, pariwisata, dan lainnya. Sektor-sektor tersebut menjadi sektor yang berkembang sangat pesat sehingga menimbulkan dampak ekonomi yang mendukung pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan suatu bangsa. Hal ini dapat dilihat melalui pernyataan IUOTO (International Union of Official Travel Organization) yang dikutip oleh Sammeng (2001), mengemukakan dalam Konferensi Roma tahun 1063 (The United Nations Conference on International Travel and Tourism): “Tourism as a factor economic development role and importance as a source foreign exchange but also as a factor the location of industry and in the development of areas in the natural resources ”. Sektor pariwisata yang baik didukung oleh potensi wisata yang attractive sehingga mampu meningkatkan perekonomian negara melalui perolehan devisa. Berikut ini merupakan profil wisatawan mancanegara tahun 2011 dan 2012 di Jawa Barat. Tabel 1 Profil wisata mancanegara tahun 2011 dan 2012 di Jawa Barat No (1) 1.
2. 3. 4. 5.
Uraian (2) Jumlah Wisman (ribu orang) a. 19 Pintu b. Pintu Lainnya Rata-rata Pengeluaran per Kunjungan (US$) Rata-rata Lama Tinggal (hari) Rata-rata Pengeluaran per hari (US$) Perkiraan Penerimaan Devisa (miliar US$)
Sumber : Badan Pusat Statistik (2012)
2011 (3) 7 649.7 7 207.9 441.8 1 118.26
2012 (4) 8 044.5 7 567.4 477.1 1 133.81
Pertumbuhan (5) 5.16 4.99 7.97 1.39
7.84 142.69 8.6
7.70 147.22 9.1
-0.14 3.17 5.81
2
Salah satu potensi alam yang attractive dan mudah ditemui di Indonesia adalah gunung. Gunung merupakan suatu wilayah yang menonjol dengan daerah yang lebih tinggi dari sekitarnya serta didominasi oleh tumbuhan sehingga membentuk hamparan hutan yang luas. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (UU No.41/Kpt-II/1999 tentang kehutanan). Hutan di kawasan pegunungan berpotensi memberikan manfaat yang optimal karena memiliki berbagai fungsi seperti fungsi konservasi, fungsi produksi, dan fungsi lindung. Pemanfaatan yang optimal sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian hutan itu sendiri (Pasal 15 PP No.34/2002). Kawasan hutan di daerah gunung dapat dikembangkan sebagai suatu kawasan yang dapat memberikan tambahan pendapatan bagi pemerintah dengan membentuk suatu kawasan objek wisata. Salah satu potensi objek wisata potensial kawasan hutan adalah Gunung Galunggung. Gunung Galunggung adalah gunung berapi dengan ketinggian 2 167 meter di atas permukaan laut terletak sekitar 17 km dari pusat Kota Tasikmalaya. Gunung Galunggung memiliki potensi kawasan Hutan Montane 1 200 – 1 500 meter dan Hutan Ericaceous> 1 500 meter. Kawasan hutan di Gunung Galunggung memiliki fungsi lindung, fungsi produksi, dan fungsi konservasi. Salah satu fungsi konservasi Gunung Galunggung, yaitu memiliki daya tarik hutan dengan ciri khas tertentu dan areal seluas kurang lebih 120 hektar di bawah pengelolaan Perum Perhutani. Perum Perhutani merupakan suatu kelembagaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan perencanaan, pengurusan, pengusahaan, dan perlindungan hutan di wilayah kerjanya. Perhutani melakukan pengelolaan melalui penetapan kawasan Gunung Galunggung sebagai kawasan wana wisata. Kawasan tersebut menawarkan berbagai macam objek wisata seperti camping, pemandian air panas (Cipanas) lengkap dengan fasilitas kolam renang, kamar mandi, dan bak rendam air panas. Pengelolaan kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung di bawah Pemerintah Pusat Jawa Barat diberikan kepada Perhutani unit III. Perhutani memberikan
3
wewenang pengelolaan kawasan wana wisata kepada KPH (Kesatuan Pemangku Hutan) unit III Tasikmalaya. KPH Tasikmalaya melakukan pengembangan kawasan wana wisata dengan berperan secara langsung dalam pengelolaan wana wisata dan menjalankan fungsi produksi kawasan hutan Gunung Galunggung. Kesatuan Pemangku Hutan Perhutani Tasikmalaya melakukan kerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya serta Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya. Namun pengelolaan kawasan wana wisata mengalami perubahan kelembagaan yang disebabkan oleh penyerobotan lahan hutan (illegal logging) dan tindakan perusakan hutan sehingga mempengaruhi kualitas kawasan wana wisata. Oleh karena itu, terjadi perubahan kelembagaan pengelolaan kawasan wana wisata dengan cara KPH Tasikmalaya mengajak masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan wana wisata sehingga terbentuk kawasan dengan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL). Program tersebut diprioritaskan kepada Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang memiliki usaha produktif dan koperasi serta kegiatan usahanya minimal satu tahun berpotensi untuk dikembangkan. Perubahan kelembagaan yang terjadi terlihat dari bentuk kerjasama antara KPH Tasikmalaya dengan LMDH yang merupakan suatu lembaga swadaya masyarakat. Adapun program-program yang diterapkan terkait pengelolaan kawasan wana wisata dilakukan bersama-sama dengan masyarakat sekitar dalam wadah Koperasi Pariwisata Galunggung (Koparga). Perubahan kelembagaan dalam pengelolaan diharapkan mampu melaksanakan fungsi konservasi, pembentukan kawasan wana wisata secara
berkelanjutan,
dan
mampu
memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Oleh karena itu, penting dilakukan penelitian untuk menentukan pengelolaan dengan indikator terjadinya perubahan kelembagaan yang melibatkan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan masyarakat sehingga mampu menghasilkan suatu bentuk pengelolaan yang baik. Hal inilah yang melatar belakangi dibentuknya pengembangan kawasan wana wisata yang melibatkan partisipasi masyarakat.
4
1.2 Rumusan Masalah Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Unit III Tasikmalaya berperan sebagai lembaga yang terlibat langsung dalam pengelolaaan Kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung. Namun dalam pengelolaannya KPH Tasikmalaya menghadapi beberapa kendala seperti penyerobotan hutan sehingga membutuhkan partisipasi masyarakat untuk dapat menjamin keberlanjutkan kawasan wana wisata. Oleh karena itu, dibentuk kerjasama dengan LSM setempat, yaitu Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang mendorong terjadinya perubahan kelembagaan dalam pengelolaan kawasan wana wisata. Perubahan tersebut dapat dilihat dari bentuk pengelolaan baru dan apakah perubahan kelembagaan tersebut mampu mengembangkan kawasan wana wisata serta mengurangi dampak negatif yang mempengaruhi kawasan wana wisata. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu: 1. Siapakah yang menginisiasi dan bagaimana proses perubahan kelembagaan yang terjadi di kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung? 2. Apakah perubahan kelembagaan dapat meningkatkan kualitas kelembagaan dalam pengelolaan kawasan wana wisata? 3. Bagaimanakah peran para stakeholder yang terlibat dalam proses pengelolaan serta pengembangan kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung? 4. Apakah kegiatan wana wisata dapat memberikan dampak ekonomi yang diterima oleh masyarakat sekitar kawasan wisata? Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas maka disusun dugaan, sebagai berikut: 1. Proses perubahan kelembagaan diinisiasi oleh sejumlah aktor meliputi aktor pemerintahan dan aktor
yang
kelembagaan
secara
dilakukan
berasal dari bersama-sama
masyarakat. untuk
Perubahan
mendapatkan
pengelolaan yang lebih baik. 2. Perubahan kelembagaan dapat meningkatkan kualitas pengelolaan kawasan wana wisata. Kelembagaan lebih efektif dalam mengalami perubahan kelembagaan
kawasan
kesejahteraan masyarakat.
wana
wisata
sehingga
dapat
meningkatkan
5
3. Stakeholder yang terlibat di dalam pengelolaan masih didominasi oleh stakeholder pemerintah. Sementara peran stakeholder dalam masyarakat masih lemah padahal mereka mungkin merupakan pihak yang paling berkepentingan atas wana wisata tersebut. 4. Wana wisata diduga dapat memberikan manfaat ekonomi terhadap masyarakat sekitar khususnya mereka yang memiliki mata pencaharian yang terikat dengan kebijakan wana wisata tersebut. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini memberikan kontribusi dalam pengelolaan kawasan wana wisata Gunung Galunggung melalui peningkatan peran stakeholder agar tepat dalam mengambil keputusan. Pengambilan keputusan terkait dengan pengelolaan potensi Wana Wisata Gunung Galunggung melalui identifikasi yang jelas terhadap perubahan kelembagaan yang terjadi dan mengidentifikasi dampakdampak yang dihasilkan. Perubahan pengelolaan kawasan wana wisata yang terjadi bertujuan agar terbentuk kawasan wana wisata yang berkelanjutan dan mampu mengembangan kawasan dengan baik. Tujuan khusus didalam penelitian ini, yaitu: 1. Mengidentifikasi proses perubahan kelembagaan dalam pengembangan kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung dengan memperhatikan dampak yang terjadi akibat proses perubahan tersebut. 2. Menganalisis efektivitas kelembagaan dalam pengembangan kawasan wana wisata. 3. Menganalisis stakeholder yang berperan dalam proses pengelolaan kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung. 4. Mengestimasi efek pengganda yang dihasilkan dari kegiatan pengembangan wana wisata. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang akan dilakukan memiliki batasan-batasan, yaitu: 1.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari berbagai macam
6
sumber literatur, serta referensi, dan data dukungan dari KPH unit III Tasikmalaya,
Dinas Pariwisata dan Budaya
(Disparbud)
Kabupaten
Tasikmalaya, Dinas Perhubungan Kabupaten Tasikmalaya, Kantor Desa Linggarjati, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya. Data primer adalah data yang diperoleh melalui tahapan penyebaran kuesioner dengan proses wawancara terhadap responden terkait Wana Wisata Gunung Galunggung. 2. Penelitian ini mengestimasi dampak ekonomi yang dihasilkan dari kegiatan wana wisata yang dikembangkan oleh KPH unit III Tasikmalaya dan Disparbud
dengan
menggunakan
analisis
multiplier
effect
tanpa
memperhitungan Produk Dosmestik Regional Bruto (PDRB) yang diperoleh oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Tasikmalaya. 3. Penelitian ini mengidentifikasi serta mengevaluasi apakah perubahan kelembagaan untuk mengembangkan Wana Wisata Gunung Galunggung telah berjalan dengan baik dan dikatakan berhasil melalui identifikasi indikatorindikator kelembagaan, ekonomi, dan ekologi di tingkat responden. Responden yang diteliti, yaitu: tenaga kerja lokal, pelaku unit usaha, dan pengunjung di kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung. 4. Aspek-aspek yang diperhatikan dalam penelitian ini, yaitu: a. Nilai sosial ekonomi dapat dilihat dari tingkat pendapatan responden dan manfaat sosial yang diterima masyarakat sekitar kawasan wana wisata bertempat di Desa Linggarjati seperti tingkat kesempatan kerja yang terbuka luas ketika terbentuknya wana wisata dan penyerapan tenaga kerja yang dilakukan oleh pihak pengelolaan. Manfaat ekonomi tersebut dapat diihat melalui nilai multiplier effect yang dihasilkan oleh kegiatan wana wisata. b. Nilai ekologi dapat dilihat dari keadaan lingkungan sekitar kawasan wana wisata yang dinilai berdasarkan persepsi responden.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan Para ilmuwan memandang kelembagaan dari sudut pandang yang berbedabeda. Oleh karena itu, teori kelembagaan didefinisikan secara beragam. Kelembagaan seperti yang dikutip oleh Yustika (2006), menurut Yeager (1999) memandang kelembagaan sebagai aturan main dalam masyarakat. Aturan main tersebut mencakup regulasi yang memapankan masyarakat untuk melakukan interaksi. Sejalan dengan Yeager menurut Pejovich (1995) dalam Yustika (2006), kelembagaan dapat mengurangi ketidakpastian yang inheren dalam interaksi manusia melalui penciptaan pola perilaku. Ostrom (1990) dalam paper Block (2011) kelembagaan sebagai aturan yang berlaku dalam masyarakat (arena) yang menentukan siapa yang berhak membuat keputusan, tindakan apa yang boleh dilakukan, dan yang tidak boleh dilakukan, aturan apa yang berlaku di umum di dalam masyarakat, prosedur apa yang harus diikuti, informasi apa mesti atau tidak boleh disediakan, dan keuntungan apa yang akan individu terima sebagai hasil tindakannya. Sedangkan menurut Soekanto (2006) ahli sosiologi di Indonesia mendefinisikan kelembagaan yaitu himpunan norma-norma segala tindakan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, kelembagaan merupakan instrumen yang mengatur hubungan antar individu. Singkatnya, kelembagaan adalah aturan main yang berlaku dalam masyarakat yang disepakati oleh anggota masyarakat tersebut sebagai sesuatu yang harus diikuti dan dipatuhi (memiliki kekuatan sanksi) dengan tujuan terciptanya keteraturan dan kepastian interaksi diantara sesama anggota masyarakat. Interaksi yang dimaksud terkait dengan kegiatan ekonomi, politik, maupun sosial. Pembagian kelembagaan menurut North (1991) membagi kelembagaan menjadi dua, yaitu kelembagaan formal dan kelembagaan informal. Kelembagaan formal adalah peraturan tertulis seperti perundang-undangan, perjanjian kontrak, perarturan bidang ekonomi, bisnis, politik, dan lainnya. Sedangkan kelembagaan informal adalah kelembagaan yang keberadaannya di masyarakat umum tidak
8
tertulis seperti adat istiadat, pamali, tradisi, kesepakatan, konvensi, dan sejenisnya dengan beragam nama. Bentuk kelembagaan yang beragam seperti informal dan formal sama-sama memiliki tujuan kelembagaan, yaitu mengurangi ketidakpastian melalui pembentukan struktur atau pola interaksi. Sedangkan menurut Ostrom (1990) dalam Hidayat (2007) tujuan kelembagaan adalah untuk mengarahkan perilaku individu menuju arah yang diinginkan oleh anggota masyarakat serta untuk meningkatkan kepastian dan keteraturan dalam masyarakat serta mengurangi perilaku oportunis. 2.2 Kelembagaan Wana Wisata Wana wisata merupakan bagian dari ekowisata. Wana wisata adalah ekowisata yang hanya meliputi wilayah kawasan hutan. Menurut Fandeli (2000) yang dikutip oleh Avenzora (2008), ekowisata merupakan suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan lingkungan, ekonomi, dan sosial. Pada hakekatnya juga merupakan suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap
pelestarian
areal,
memberi
manfaat
secara
ekonomi,
dan
mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat sekitar. Pengelolaan kawasan wana wisata harus dilakukan dengan pendekatan sebagai fungsi konservasi. Pendekatan fungsi konservasi adalah fungsi yang meliputi fungsi kelestarian dan menjamin kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan kawasan wana wisata membentuk suatu kelembagaan wana wisata. Kelembagaan kawasan wana wisata adalah kelembagaan yang mengelola kawasan wana wisata berdasarkan peraturan yang berlaku serta aturan main yang ditetapkan. Menurut Eplerwood (1999) dalam Zulaifa (2006), terdapat delapan prinsip pokok di dalam pengelolaan wana wisata yang berbasis kerakyatan (community based), yaitu: 1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap hutan. 2. Pendidikan konservasi lingkungan dengan sasaran wisatawan dan masyarakat setempat. 3. Pendapatan langsung untuk kawasan. Masyarakat sekitar kawasan dan pemerintah daerah setempat serta pengelola kawasan dapat menerima langsung penghasilan dari kegiatan wana wisata tersebut. Retribusi yang
9
dibebankan terhadap pengunjung dapat digunakan secara langsung untuk membina, melestarikan, dan meningkatkan kualitas pelestarian alam. 4. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat diajak dalam merencanakan dan pengawasan pelaksanaan pengembangan wana wisata. 5. Penghasilan masyarakat. Keuntungan secara ekonomi yang diperoleh masyarakat yang terlibat dalam kegiatan wana wisata dapat mendorong masyarakat menjaga kelestarian kawasan hutan. 6. Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam. 7. Memperhatikan daya dukung sehingga walaupun permintaan tinggi tidak selamanya harus dipenuhi karena terbatasnya daya dukung. 8. Peluang penghasilan pada tingkat lokal maupun nasional. Bila suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk wana wisata, maka devisa dan belanja wisatawan didorong semaksimal mungkin sehingga berpengaruh terhadap pendapatan secara lokal (pemerintah daerah setempat) atau bahkan sampai ke tingkat nasional. Hal ini sejalan dengan pendapat Kusworo (2000:31) yang dikutip oleh Zulaifa (2006) bahwa pemerintah Indonesia berharap suatu saat sektor pariwisata dapat berperan sebagai pendorong peningkatan pendapatan nasional yang pada gilirannya ikut meningkatkan kualitas hidup masyarakat di daerah tujuan wisata pada khususnya dan masyarakat umum. Kegiatan pengembangan hutan sebagai kegiatan kawasan wana wisata tersedia dalam kebijakan umum dan kebijakan khusus yang digariskan di dalam Undang-undang No.5 tahun 1990, peraturan pemerintah No.18, dan No.13 tahun 1994 seperti yang dikutip oleh Zulaifa (2006). Kebijakan umum berisi tentang, “Pengembangan pariwisata alam dilakukan dalam kerangka mewujudkan kelestarian sumberdaya alam hayati dan keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.” Sedangkan kebijakan operasional sebagai penjabaran kebijaksanaan umum berisi tentang: 1. Pengusaha pariwisata alam diserahkan kepada pihak ketiga, yaitu perorangan, swasta, koperasi atau BUMN.
10
2. Pengusahaan pariwisata alam dilaksanakan pada sebagian kecil areal blok pemanfaatan dan tetap memperhatikan pada aspek kelestarian. 3. Pengusaha pariwisata alam tidak dibenarkan melakukan perubahan mendasar pada bentang alam dan keaslian habitat. 4. Pembangunan sarana dan prasarana dalam rangka pengusahaan pariwisata alam harus bercorak pada bentuk asli tradisional dan tidak menghilangkan ciri khas atau identitas etnis setempat. 5. Kegiatan pengusahaan pariwisata alam harus melibatkan masyarakat setempat dalam rangka pemberdayaan ekonomi. 6. Pengusaha pariwisata alam harus melaporkan semua aktivitasnya secara berkala untuk memudahkan kegiatan monitoring, pengendalian, dan pembinaan. Kebijakan-kebijakan
yang
telah
dimuat
pemerintah
untuk
menyelenggarakan kegiatan wisata alam perlu dijadikan patokan bagi pihak pengelola agar memperhatikan kondisi ekologis kawasan bukan hanya mencari keuntungan. Kegiatan wana wisata jangan sampai menyebabkan kerusakan hutan. Wana wisata yang telah berjalan seharusnya dapat menjadi media pembelajaran yang mengajarkan arti pentingnya kelestarian dunia. 2.3 Karakteristik Kelembagaan Karakteristik kelembagaan bersifat dinamis terhadap perubahan yang terjadi. Perubahan kelembagaan dapat terjadi akibat adaptasi yang dilakukan terhadap perubahan adaptasi yang terjadi pada perubahan dalam komunitas. Menururt Wiliamson (2000), berdasarkan cepat atau lambat, karakteristik kelembagaan dibagi ke dalam empat tingkatan, yaitu: 1) level sosial (masyarakat) 2) level kelembagaan formal (formal institutional environment), 3) level tata kelola (Governance), dan 4) perubahan bersifat kontinyu. Perubahan kelembagaan masyarakat adalah perubahan kelembagaan dimana keberadaan kelembagaan telah menyatu dengan kehidupan masyarakat seperti tradisi, norma, dan lain-lain. Kedua, perubahan kelembagaan formal adalah kelembagaan yang lahir secara sengaja seperti perundang-undangan (konstitusi) yang dibuat oleh lembaga legislatif/pemerintah. Perubahan kelembagaan dapat terjadi pada kurun waktu 10
11
sampai 100 tahun. Ketiga, perubahan kelembagaan tata kelola adalah perubahan yang terjadi terhadap serangkaian peraturan pada struktur tata kelola dalam sebuah komunitas lengkap dengan tata cara penegakan dan pemberian sangsi. Perubahan pada level ini bersifat diskontinu. Keempat perubahan bersifat kontinu adalah perubahan yang mengikuti perubahan harga input produksi dan perubahan input produksi sehingga menyebabkan perubahan kelembagaan. Teoritis mengenai perubahan model kelembagaan Williamson (2000) tidak jelas karena perbedaan setiap level sulit dibedakan sehingga Kiser dan Ostrom (1982) dalam Polski (1999) melakukan analisis model perubahan kelembagaan ke dalam tigal level, yaitu: 1. Operational Choice level, yaitu aturan yang terdapat pada suatu komunitas organisasi dan bagaimana interaksi antar anggota komunitas tersebut seharusnya terjadi. Instrument pembatas mengenai kapan, dimana, seberapa banyak, dan bagaimana anggota sebuah komunitas memanfaatkan sumberdaya alam. Pemberian sangsi berlaku bagi anggota yang melanggar dan pemberian reward bagi anggota yang taat terhadap aturan. Aturan tersebut berubah seiring dengan perubahan ekonomi, teknologi, sumberdaya, dan budaya. 2. Level Collective Choice, yaitu aturan mengenai bagaimana operational rule diubah, siapa yang melakukan perubahan, dan kapan perubahan tersebut harus berlangsung. Hasil pekerjaan yang dilakukan oleh aktor collective choice level akan mempengaruhi operational rule secara langsung. 3. Constitutional rule merupakan kelembagaan yang mengatur mengenai siapa yang berwenang bekerja pada level colletive choice dan bagaimana mereka bekerja. Level Constitutional rule merupakan rule tertinggi. 2.4 Teoritis Perubahan Kelembagaan Karakteristik kelembagaan menjelaskan bahwa kelembagaan dapat mengalami perubahan. Teori perubahan menurut Schluter dan Hanisch (1999) dalam Hidayat (2007) membagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: 1) berdasarkan efisiensi ekonomi, 2) berdasarkan teori distribusi konflik, dan 3) berdasarkan teori kebijakan. Ketiga teori tersebut memiliki perbedaan didalam cara pandang terhadap perubahan institusi.
12
Teori perubahan kelembagaan berbasiskan efisiensi ekonomi berdasarkan Posner (1992) yang dikutip oleh Hidayat (2007), perubahan kelembagaan tersebut karena adanya upaya untuk melindungi hak-hak kepemilikan. Latar belakang hakhak kepemilikan tersebut yang mendorong masyarakat untuk membuat aturan utama demi melindungi haknya. Sedangkan teori perubahan distributional conflict adalah teori yang didasarkan bahwa setiap aktor di dalam arena memiliki kepentingan
dan
wewenangan
yang
berbeda-beda.
Hal
inilah
yang
melatarbelakangi terjadinya konflik. Aktor yang dapat mengendalikan power lebih baik akan menguasai informasi, akses, modal, dan lain-lain sehingga proses perubahan akan berpihak terhadap aktor tersebut (Knight 1992). Aktor tersebut harus mampu mengendalikan power untuk mencari solusi dari konflik yang dihadapi dengan merubah aturan main yang diberlakukan. Teori kebijakan adalah teori yang didasarkan pada suatu kebijakan. Perubahan kelembagaan pada teori kebijakan bersifat memaksa. Perubahan tersebut terjadi karena kebijakan yang lama dianggap sudah tidak efektif sehingga diberlakukan kebijakan yang baru dimana, perubahan tersebut mampu mendorong tingkat efektivitas yang tinggi. Bagi aktor yang melanggar akan diberikan sangsi sedangkan aktor yang taat terhadap kebijakan akan diberikan reward. 2.5 Analisis Stakeholder Analisis Stakeholder adalah proses yang mendefinisikan aspek dari gejala alami dan sosial yang dipengaruhi oleh suatu pengambilan keputusan untuk mengidentifikasi individu, kelompok, dan organisasi yang mempengaruhi atau dipengaruhi gejala tersebut. Sedangkan stakeholder adalah individu kelompok atau organisasi yang memiliki kepentingan dalam suatu peristiwa atau proses (Reed et al 2009). Analisis stakeholder bertujuan untuk mengidentifikasi peranan stakeholder dalam pengambilan keputusan, menjelaskan kepentingan, dan pengaruh setiap stakeholder, dan memetakan hubungan antara stakeholder dalam pengembangan suatu organisasi. Menurut Reed et al (2009), stakeholder dikategorikan ke dalam empat wewenangnya, yaitu:
kategori berdasarkan kepentingan serta
13
1. Key Players Players adalah stakeholder yang memiliki tingkat kepentingan serta wewenang yang tinggi. Key Players biasa diartikan sebagai pemain atau pelaksana pengelolaan kawasan wana wisata. Players memiliki minat secara langsung dalam pengelolaan kawasan wana wisata dan wewenang untuk melakukan sesuatu atau membuat aturan untuk pengelolaan kawasana wana wisata. Key Players mampu mengendalikan sistem yang ada. 2. Subject Subject adalah stakeholder yang memiliki kepentingan yang cukup besar namun wewenang yang dimiliki kecil. Subject dapat dikatakan sebagai pelaku utama didalam pengelolaan kawasan wana wisata. Stakeholder tersebut memiliki kesungguhan untuk mengelola wana wisata agar menjadi lebih baik. Namun stakeholder tersebut tidak mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi perarturan-perarturan yang berlaku. 3. Context Setter Context Setter adalah mereka yang mempunyai minat kecil dan wewenang yang besar. Context Setter dalam pengelolaan kawasan wana wisata dapat diartikan sebagai perencanaan makro dalam pembangunan kawasan wana wisata karena lingkup kerjanya bersifat makro maka minat terhadap pengelolaan kawasan wana wisata kecil. Wewenang Context Setter sangat besar karena Context Setter mempunyai wewenang untuk mengesahkan program-program dari instansi terkait termasuk wewenang untuk mengesahkan dalam pemberian anggaran sehingga dalam kategori ini stakeholder harus diberdayakan agar tidak menentang sistem yang ada. 4. Crowd Crowd adalah para stakeholder yang memiliki kepentingan dan wewenangan kecil. Crowd dimasukan ke dalam stakeholder masyarakat. Stakeholder dalam kategori crowd harus selalu diberi informasi karena mereka selalu mempertimbangkan segala kegiatan yang akan dilakukan. Pengelolaan kawasan wana wisata masyarakat dapat memiliki minat yang kecil terhadap pengelolaan karena masyarakat enggan untuk dijadikan subject dalam suatu kegiatan.
14
2.6 Dampak Ekonomi Wana Wisata Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang melibatkan masyarakat sehingga dapat membawa berbagai macam dampak. Wana wisata adalah salah satu kegiatan pariwisata. Salah satu dampak yang dihasilkan kegiatan wana wisata adalah dampak sosial ekonomi. Dampak pariwisata yang akan mendapatkan perhatian adalah masyarakat lokal sekitar kawasan wisata. Dampak pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal dapat dikategorikan menjadi delapan kelompok besar (Cohen 1984) dalam Pitana dan Gayatri (2005), yaitu: 1. dampak terhadap penerimaan devisa 2. dampak terhadap pendapatan masyarakat 3. dampak terhadap kesempatan kerja 4. dampak terhadap harga-harga 5. dampak terhadap distribusi manfaat/keuntungan 6. dampak terhadap kepemilikan dan kontrol 7. dampak terhadap pembangunan pada umumnya, dan 8. dampak terhadap pendapatan pemerintah. Dampak ekonomi dapat menghasilkan manfaat ekonomi dan biaya ekonomi. Manfaat ekonomi yang dihasilkan memberikan dampak positif. Kegiatan pariwisata mampu memberikan dampak-dampak yang dinilai positif seperti kesempatan kerja, peningkatan devisa, dan peningkatan peluang usaha. Kontribusi kegiatan pariwisata dapat dilihat melalui besarnya nilai penggandaan (Multiplier effect). Dampak kegiatan pariwisata begitu besar bagi Indonesia. Devisa yang diterima secara berturut-turut pada tahun 1996, 1997, 1998, 1999, dan 2000 oleh Santosa (2001) dalam Pitana dan Gayatri (2005) adalah sebesar 6 307.69; 5321.46; 4 331.09; 4 710.22; dan 5 748 80 juta dollar AS. Kontribusi pariwisata memperlihatkan trend yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kegiatan pariwisata memiliki keterkaitan dengan sektor lain. Antara dan Parning (1999) dalam Pitana dan Gayatri (2005), mengemukakan bahwa pariwisata mempunyai keterkaitan ekonomi yang sangat erat dengan berbagai sektor seperti apa yang disebut open-loop effect dan Induced-effect (lebih dikenal dengan trickle down effect dan multiplier effect).
15
2.7 Teori Multiplier Effect Kegiatan pariwisata menghasilkan dampak ekonomi yang terdiri dari dampak langsung, dampak tidak langsung, dan dampak lanjutan. Menurut META (2001), dampak langsung adalah total nilai pengeluaran wisatawan yang dikeluarkan di lokasi wana wisata seperti konsumsi, souvenir, hotel, restoran, dan lainnya. Dampak tidak langsung adalah aktivitas ekonomi dengan perputaran yang terjadi setelah diterimanya pengeluaran wisatawan. Sedangkan dampak lanjutan adalah pengeluaran pendapatan yang diperoleh warga setempat dari upah dan keuntungan yang diperoleh dari perputaran dampak langsung dan tidak langsung. Jika wisatawan melakukan pengeluaran di luar lokasi wisata, seperti impor barang dan jasa, perpajakan, dan tabungan maka disebut dengan kebocoran. Menurut Yoeti (2008), semakin kecil kebocoran yang terjadi maka semakin baik bagi perekonomian di suatu kawasan wisata, sebaliknya apabila kebocoran semakin besar maka semakin kecil dampak ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat sekitar kawasan wana wisata. Menurut Clement dalam Yoeti (2008), ketika wisatawan mengunjungi suatu tempat tujuan wisata, wisatawan tersebut pasti akan membelanjakan uang mereka untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan selama melakukan kunjungan. Uang yang dibelanjakan tersebut tidak berhenti beredar, tetapi berpindah tangan dari satu tangan ke tangan yang lain selama periode tertentu. Hal inilah yang dinamakan efek pengganda (Multiplier Effect). Efek pengganda tersebut memiliki prinsip yang dijelaskan oleh Yoeti (2008), yaitu : 1. Uang yang dibelanjakan wisatawan tidak pernah berhenti beredar dalam kegiatan ekonomi dimana uang itu dibelanjakan 2. Uang itu selalu berpindah tangan dari satu orang ke orang lain 3. Semakin cepat uang itu berpindah tangan, semakin besar pengaruh uang itu dalam perekonomian setempat, dan semakin besar nilai koefisien multiplier 4. Uang itu akan hilang dari peredaran, apabila uang itu tidak lagi berpindah tangan tetapi berhenti dari peredaran karena sudah tidak memberikan pengaruh terhadap ekonomi setempat 5. Pengukuran terhadap besar kecilnya uang yang dibelanjakan wisatawan itu dilakukan setelah melalui beberapa kali transaksi dalam periode tertentu.
16
2.8 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu berjudul Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat untuk Pengembangan Kawasan Hutan Regaloh di Kabupaten Pati, Jawa Tengah oleh Zulaifah (2006), yang bertujuan untuk merumuskan strategi pemanfaatan sumberdaya hutan bersama masyarakat untuk pengembangan kawasan Hutan Regaloh. Metode yang digunakan berupa analisis deskriptif untuk menjelaskan penggunaan lahan, keanekaragaman hayati, dan kondisi kawasan wana wisata. Sedangkan kebijakan-kebijakan terkait pengelolaan dianalisis menggunakan analisis SWOT. Pengelolaan hutan di kawasan Hutan Regaloh dilakukan oleh Perum Perhutani bersama masyarakat. Fungsi hutan yang berpengaruh besar adalah fungsi hutan sebagai fungsi produksi yang menghasilkan hasil produksi berupa kayu dan fungsi konservasi sebagai kawasan objek wisata. Organisasi sosial seringkali membentuk struktur sosial yang lebih baik. Pelaksanaan pengelolaan hutan bersama masyarakat melalui LMDH. Kawasan Hutan Regaloh telah terbentuk sepuluh LMDH yang telah resmi menjadi mitra kerja Perhutani. Keberadaan LMDH memang cukup penting karena lembaga ini mempunyai tujuan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
anggota
secara
keseluruhan
menyelenggarakan dan mengembangkan usaha di bidang pertanian dan jasa berbasis kehutanan dengan memperhatikan azas kelestarian hutan. (Zulaifa 2006). Faktor penunjang kawasan Hutan Regaloh cukup memadai terutama dari segi infrastruktur, aksesibilitas, serta pembinaan petani pesanggem. Pemanfaatan Kawasan Hutan Regaloh memiliki faktor penunjang dalam pemanfaatan sumberdaya hutan yang mendukung pengembangan kawasan hutan namun kondisi sosial ekonomi masyarakat Regaloh masih tergolong dalam kondisi masyarakat yang miskin. Pemanfaatan hutan bersama masyarakat tidak sepenuhnya membantu permasalahan sosial ekonomi masyarakat karena faktor input produksi masih rendah dan keterbatasan keterampilan penduduk. (Zulaifa 2006).
17
III. KERANGKA OPERASIONAL Keadaan
topografi
Gunung
Galunggung
serta
kekayaan
alamnya
mendukung terbentuknya kawasan wana wisata. Kawasan wana wisata di bawah pengelolaan kelembagaan, yaitu KPH Perhutani Tasikmalaya dengan program pengelolaan kawasan hutan bersama masyarakat dan program kemitraan bina lingkungan. Namun telah terjadi perubahan tata kelola dalam proses pengelolaannya. Perubahan pengelolaan terjadi antara pihak KPH Perhutani Tasikmalaya dengan lembaga swadaya masyarakat yaitu Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Pihak KPH Perhutani unit III Tasikmalaya bersama-sama LMDH berkoordinasi dengan Koperasi Pariwisata Galunggung (Koparga) sebagai wadah dalam pelaksanaan pengelolaan kawasan wana wisata yang melibatkan partisipasi masyarakat. Kerjasama dalam kelembagaan tersebut menghasilkan bentuk kelembagaan dengan tata kelola yang baru. Perubahan kelembagaan melalui tahapan inisiasi (pencetusan), tahap pembentukan, dan tahap sosialisasi kepada seluruh anggota organisasi. Perubahan pengelolaan tersebut mempengaruhi substansi kelembagaan (struktur, kelengkapan, monitoring, dan penegakan hukum), persepsi antar anggota terhadap kelembagaan, dan dampak ekologi dalam pengelolaan kawasan wana wisata yang dapat dilihat melalui efektivitas kelembagaan. Nilai efektivitas kelembagaan yang terjadi dapat dilihat melalui persepsi masing-masing stakeholder yang terlibat didalam pengelolaan dengan menggunakan analisis stakeholder. Identifikasi dan analisis stakeholder penting dilakukan agar para aktor mampu berkoordinasi dengan baik dalam pengelolaan kawasan wana wisata. Hubungan aktor yang baik dapat memberikan manfaat bagi keberlanjutan pengelolaan
kawasan
wana
wisata,
diantaranya
mampu
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan memberikan dampak ekonomi serta sosial kepada masyarakat di sekitar kawasan wana wisata. Oleh karena itu, penting mengetahui kelembagaan didalam pengelolaan kawasan wana wisata, meliputi: proses perubahan
kelembagaan,
efektivitas
kelembagaan,
stakeholder
terkait
pengelolaan, dan dampak ekonomi yang dihasilkan dari pengelolaan kawasan wana wisata.
18
Kelembagaan Kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung
Pengelolaan oleh Perum Perhutani
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dan Program Kemitraan Bina Lingkungan
Koperasi Pariwisata Gunung Galunggung
Pengembangan Kawasan Wanawisata
Identifikasi manfaat ekonomi
Proses Perubahan Kelembagaan
Analisis Efektivitas Kelembagaan
Analisis kuantitatif melalui Multiplier Effect
Inisisasi Pembentukan Sosialisasi
1. Subtansi kelembagaan 2. Persepsi Kelembagaan 3. Analisis dampak ekologi
Analisis Kuantitatif dan analisis deskriptif
Analisis Kualitatif dan analisis deskriptif
Simpulan dan Rekomendasi
Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional Keterangan : : Aspek yang dikaji
19
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Gunung Galunggung yang terletak di Desa Linggarjati, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut memenuhi kriteria perubahan kelembagaan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Pengambilan data primer untuk penelitian pada bulan April hingga Juni 2013. 4.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
melalui
tahap
wawancara
langsung
dengan
para
responden
menggunakan daftar pertanyaan yang terstruktur (kuesioner). Sedangkan data sekunder diperoleh melalui literatur, referensi, dan data pendukung yang diperoleh dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten
Tasikmalaya,
Dinas
Perhubungan
Kabupaten
Tasikmalaya, Kantor Desa Linggarjati, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, KPH Perhutani Tasikmalaya, Koparga, dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan Wana Lingga Mukti. Data primer digunakan untuk menganalisis proses perubahan kelembagaan stakeholder yang berperan, pola interaksi antar stakeholder, kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan wana wisata, dan analisis terhadap efektivitas kelembagaan. Sedangkan data sekunder
meliputi struktur kelembagaan,
pembagian peran, fungsi, wewenang masing-masing aktor, Infrastruktur kelembagaan terkait pengelola kawasan wana wisata, dan peraturan perundangundangan. 4.3 Metode Penentuan Sampel Data 4.3.1 Penentuan Sampel Pengambilan sampel dimulai dengan menentukan populasi masing-masing responden. Target penentuan sampel adalah responden dan key person. Key
20
person ditentukan secara purposive (sengaja). Key person dipilih melalui identifikasi pihak-pihak yang terlibat didalam pengelolaan kawasan wana wisata. Informan adalah stakeholder yang terlibat didalam kelembagaan dan menguasai akses informasi terkait keluarga, diri sendiri, lingkungan, serta pihak lain sehingga mampu memberikan informasi yang berkaitan dengan penelitian. Apabila informasi yang diberikan key person masih kurang digunakan teknik snowball untuk memenuhi kelengkapan informasi. Sedangkan responden adalah pihak yang memiliki pandangan terhadap objek penelitian dan mampu menginformasikan persepsi tersebut. Responden pada penelitian ini terdiri dari pengunjung, pelaku usaha di lokasi wana wisata, dan tenaga kerja lokal. Penentuan sampel responden pengunjung bersifat accidental sampling. Penentuan jumlah pengunjung berdasarkan tingkat kunjungan periode II bulan Maret tahun 2013 sebagai populasi dalam perhitungan menggunakan metode slovin (Wulandari 2010), yaitu 27 993 Jiwa. Populasi tersebut dipilih karena penelitian dilakukan bulan April. Error yang digunakan sebesar 10 persen.
n=
........................................(1) ²
Keterangan : n = Jumlah responden N = Jumlah populasi (kunjungan periode II Bulan Maret Tahun 2013) e = Galat (error) yang dapat diterima (10%) Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah responden sebesar 100 orang. Sedangkan populasi pelaku usaha sekitar 80 orang. Jumlah pelaku usaha yang aktif berjumlah 40 orang. Keaktifan dilihat berdasarkan intentitas berjualan dan kewajiban membayar retribusi berjualan kepada KPH. Jumlah sampel diambil secara purposive (sengaja). Jumlah sampel pelaku usaha yang digunakan adalah 44 orang. Tenaga kerja lokal yang berkerja di lokasi wisata dipilih secara purposive (sengaja). Jumlah sampel tenaga kerja yang diambil berdasarkan jumlah populasi tenaga kerja, yaitu 23 orang. Tenaga
kerja lokal adalah pihak-pihak dari
kelembagaan yang berkerja langsung di lokasi wisata, seperti anggota Disparbud KPH Perhutani, Dishub, dan Koparga.
21
4.3.2 Pengumpulan Data Pengumpulan data primer menggunakan teknik wawancara secara langsung dengan informan dan responden. Wawancara melalui teknik pendekatan wawancara secara mendalam. Menurut Rudito dan Famiola (2008) dalam Adina (2012), teknik pendekatan melalui wawancara secara mendalam adalah teknik mengumpulkan data melalui orang-orang tertentu yang dipandang sebagai pemimpin pengambil keputusan atau juga dianggap sebagai juru bicara dari kelompok atau komunitas yang jadi obyek pengamatan dan orang tersebut dianggap akan bisa memberikan informasi akurat dalam mengidentifikasi masalah-masalah dalam komunitas tersebut. Pengumpulan data sekunder melalui survei secara langsung ke instasiinstasi yang terlibat dalam pengelolaan kawasan Wana Wisata Galunggung. Hasil data sekunder kemudian diamati dan diinterpretasikan untuk kebutuhan penelitian. Data sekunder digunakan untuk mendukung hasil penelitian, terutama data-data yang berhubungan dengan proses perubahan kelembagaan. 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data Data dan informasi yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.
Metode
kualitatif
adalah
metode
pengolahan
dengan
menginterpretasikan hasil yang diperoleh. Sedangkan metode kuantitatif adalah metode pengolahan melalui statistik untuk menguji hipotesis yang telah ditentukan. Data
yang
diperoleh
melalui
hasil
wawancara
akan
dilakukan
penyuntingan data guna memeriksa kelengkapan data yang diperoleh dari hasil wawancara. Selanjutnya, data hasil wawancara akan diinput ke dalam tabel dan dilakukan pengkodean. Hasil pengkodean dapat dihitung untuk menghasilkan persentase responden. Hasil persentase akan dianalisis secara deskriptif melalui tabel dan grafik. Pengolahan dan analisis data akan dilakukan secara manual dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan Graph yang digunakan untuk menggambarkan posisi stakeholder dalam aktor grid.
22
Tabel 2 Matriks keterkaitan antara tujuan, parameter, sumber data, dan metode analisis Tujuan a.
b.
Indikator
Mengidentifikasi proses perubahan kelembagaan Menganalisis efektivitas kelembagaan
c. Menganalisis stakeholder dalam proses kelembagaan d. Menganalisis manfaat ekonomi
Proses
Efektivitas kelembagaan
Tugas peran fungsi dan wewenang masing-masing aktor Tingkat pendapatan Masyarakat sekitar kawasan
Data yang diperoleh Proses perubahan kelembagaan Substansi kelembagaan, persepsi terhadap kelembagaan, dan dampak ekologi Kepentingan dan pengaruh masing-masing aktor Manfaat ekonomi yang diterima masyarakat
Sumber data Data Primer
Metode analisis Analisis deskriptif
Data Primer
Analisis deskriptif dan dokumen
Data Primer
Analisis stakeholder
Data Primer
Analisis multiplier effect
Sumber: Penulis (2013)
4.4.1 Mengidentifikasi Proses Perubahan Kelembagaan Perubahan kelembagaan yang terjadi di kawasan wana wisata dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Menurut Whitney (1960) dalam Nazir (2003), metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Analisis deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat tata cara yang berlaku dalam masyarakat dalam situasi-situasi tertentu termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, dan pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang terjadi sehingga memberikan pengaruh akibat dari suatu fenomena. Tujuan dari analisis deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki. Proses perubahan kelembagaan sama seperti proses terbentuknya kelembagaan.
Perubahan
kelembagaan
menyebabkan
perubahan
bentuk
kelembagaan dengan tata kelola yang baru. Proses perubahan diawali dengan tahap inisiasi. Tahap inisiasi adalah tahap dicetuskan atau digagaskannya untuk terjadinya suatu perubahan kelembagaan. Kemudian membentuk tata kelola kelembagaan yang baru. Proses terbentuknya kelembagaan baru melalui sebuah
23
proses pembentukan seperti tukar pendapat, diskusi, musyawarah, kepentingan golongan kuat, hukum, dan lainnya. Setelah pembentukan kelembagaan harus disosialisasikan terhadap anggota dan masyarakat. Sosialisasi terkait dengan bagaimana menyebarluaskan informasi dan aturan kepada anggota dan masyarakat. Tabel 3 Matriks analisis proses perubahan kelembagaan Tujuan Proses perubahan kelembagaan kawasan wana wisata
Indikator Inisiasi
Pembentukan Sosialisasi
Parameter Pencetus dan proses perubahan kelembagaan Proses pembentukan kelembagaan baru Sosialisasi terhadap masyarakat dan anggota kelembagaan terkait kelembagaan baru.
Metode analisis Melalui kuesioner dengan wawancara mendalam terhadap key person dan Analisis deskriptif
Sumber: Penulis (2013)
4.4.2 Menganalisis Efektivitas Kelembagaan Efektivitas kelembagaan dapat dianalisis melalui substansi kelembagaan persepsi terhadap kelembagaan dan dampak ekologi yang dihasilkan dari proses pengelolaan kawasan wana wisata. Suatu kelembagaan dapat berjalan dengan baik jika memiliki substansi kelembagaan yang terdiri dari struktur kelembagaan, kelengkapan kelembagaan yang jelas dengan pembagian tugas, wewenang, peran serta fungsi setiap aktor kelembagaan jelas, aspek monitoring yang dilakukan, dan proses penegakan hukum. Pembentukan kelembagaan baru yang melibatkan berbagai aktor harus memenuhi kriteria substansi kelembagaan sehingga membentuk kelembagaan dengan efektivitas yang baik. Efektivitas kelembagaan menggambarkan tingkat persepsi masyarakat terhadap kelembagaan seperti apakah kelembagaan baru menjalankan aturan yang telah ditetapkan sehingga terbentuk kelembagaan yang baik. Dampak ekologi juga menjadi salah satu faktor efektivitas kelembagaan. Dampak ekologi dari bentuk kerjasama antara lembaga terlihat dari pengurangan lahan kritis dan penggunaan lahan secara efektif.
24
Tabel 4 Matriks analisis efektivitas kelembagaan Tujuan Efektivitas kelembagaan kawasan wana Wisata
Indikator Substansi kelembagaan
Persepsi kelembagaan Dampak ekologi
Parameter Struktur kelembagaan dan kelengkapan, Aspek monitoring dan proses penegakan hukum Apakah substansi berjalan dengan baik. Dampak lingkungan yang dihasilkan oleh kegiatan kelembagaan
Metode analisis Melalui kuesioner persepsi menggunakan skala likert berdasarkan persepsi anggota organisasi dan anggota non organisasi serta analisis deskriptif dan dokumen
Sumber: Penulis (2013)
4.4.3 Identifikasi dan Analisis Stakeholder Penelitian pengelolaan kawasan wana wisata menggunakan analisis stakeholder sebagai alat analisis untuk mengetahui kepentingan dan peran masingmasing stakeholder serta wewenang dalam pengelolaan kawasan wana wisata. Analisis stakeholder menggunakan matriks berdasarkan kepentingan dan kewenangan. Kepentingan masing-masing stakeholder dapat dilihat dari tupoksi masing-masing
stakeholder.
Sedangkan
kewenangan
adalah
kekuasaan
stakeholder untuk mempengaruhi peraturan yang berlaku maupun kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan wana wisata Gunung Galungung. Analisis stakeholder dapat dianalisis melalui beberapa tahapan berikut (Wijayanti 2009): 1. Membuat tabel stakeholder yang berisi informasi mengenai: a. Daftar stakeholder b. Kepentingan stakeholder, yaitu motif dan perhatiannya pada kebijakan. Untuk melihat
tingkat
kepentingan
aktor
dilakukan
pengkodean
dengan
menggunakan skala likert yaitu antara 1 sampai 5, dimana; 5 = sangat tinggi; 4 = tinggi; 3 = cukup tinggi; 2 = kurang tinggi; 1 = rendah. Indikator tinggi dilihat dari seberapa penting pengelolaan kawasan wisata terhadap masingmasing stakeholder. c. Sikap stakeholder terhadap kebijakan atau program. Sikap stakeholder mengacu kepada reaksi terhadap kebijakan yang ditetapkan. 2. Mengidentifikasi dan pemetaan aktor berdasarkan kekuatan dan pengaruh dari aktor lain. Kekuatan stakeholder mengacu pada kuantitas sumberdaya yang dimiliki stakeholder, yaitu sumberdaya manusia (SDM), finansial, dan politik.
25
Pengaruh dari masing-masing stakeholder mengacu pada tingkat pengaruhnya dalam proses penyusunan kebijakan. Penilaian tingkat pengaruh menggunakan skala likert yaitu antara 1 sampai 5, adapun; 5 = sangat tinggi; 4 = tinggi; 3 =sedang; 2 = kurang tinggi; 1 = rendah. Tabel 5 Identifikasi dan pemetaan aktor Skor
Kriteria
5 4
Sangat tinggi Tinggi
3 2 1
Sedang Kurang Tinggi Rendah
5
Sangat Tinggi
4
Tinggi
3
Sedang
2
Kurang tinggi
1
Rendah
Keterangan Kepentingan aktor Sangat bergantung pada keberadaan kawasan wana wisata Ketergantungan yang tinggi terhadap keberadaan kawasan wana wisata Cukup bergantung terhadap kawasan wana wisata Ketergantungan pada keberadaan kawasan wana wisata kecil Tidak terdapat ketergantungan pada keberadaan kawasan wana wisata kecil Pengaruh aktor Jika respon aktor berpengaruh nyata terhadap aktivitas aktor lain Jika respon aktor berpengaruh besar terhadap aktivitas aktor lain Jika respon aktor tersebut cukup berpengaruh terhadap aktivitas aktor lain Jika respon aktor tersebut berpengaruh kecil terhadap aktivitas aktor lain Jika respon aktor tersebut tidak berpengaruh terhadap aktivitas aktor lain
3. Menentukan tingkat pengaruh total yaitu jumlah dari tingkat kekuatan (SDM, finansial, dan politik) dari masing-masing stakeholder. 4. Menentukan nilai total dilihat berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruh. Tabel 6 Analisis stakeholder pengelolaan kawasan wana wisata No
Stakeholder Kepentingan
Kriteria evaluasi Skor S
Pengaruh F
Skor P
Dari informasi pada Tabel 6, maka selanjutnya disusun diagram seperti Gambar 2. Tinggi A
B Subject
Kepentingan C
Key Players D
Crowd Rendah
Context Setter Tinggi
Pengaruh
Gambar 2 Tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholder dalam pengelolaan kawasan wana wisata
26
Gambar 2 menggambarkan tingkat kepentingan dan pengaruh masingmasing stakeholder dalam setiap kategori. Stakeholder dapat ditentukan berdasarkan pengalaman dalam bidang pembangunan wilayah atau berkaitan dalam perencanaan kebijakan berdasarkan catatan statistik, laporan penelitian, dan berdasarkan teknik snowball melalui identifikasi setiap aktor dengan aktor lainnya untuk diteliti sehingga informasi yang dibutuhkan lengkap. Tabel 7 Matriks analisis stakeholder Tujuan
Indikator
Data yang dibutuhkan
Menganalisis stakeholder yang terlibat didalam pengelolaan kawasan wana wisata
Identifikasi aktor-aktor yang terlibat didalam pengelolaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Identifikasi masing-masing kepentingan dan pengaruh aktor didalam pengelolaan kawasan wana wisata.
Data primer dan pengamatan dokumen
Data primer dan pengamatan dokumen
Metode Analisis Metode analisis stakeholder dengan menggunakan skala likert dan aktor grid
Sumber: Penulis (2013)
4.4.4 Menganalisis Multiplier Effect Manfaat ekonomi dapat diestimasi melalui multiplier effect (efek pengganda). Multiplier effect dalam penelitian ini adalah multiplier income. Data yang diperoleh melalui hasil wawancara kepada wisatawan, unit usaha, pihak pengelola, dan tenaga kerja di lokasi wana wisata. Tabel 8 Matriks analisis dampak ekonomi Tujuan Menganalisis manfaat ekonomi yang dihasilkan sebagai dampak pengembangan kawasan wana wisata yang mengalami perubahan kelembagaan
Indikator Perubahan tingkat pendapatan unit usaha tenaga kerja lokal masyarakat sekitar dan wisatawan
Jenis data Data Kuantitatif
Metode analisis Menggunakan Multiplier Effect
Sumber: Penulis (2013)
Pengukuran dampak ekonomi bersifat lokal karena multiplier effect hanya terjadi disekitar kawasan wana wisata, kecuali terdapat leakeages (kebocoran). Pengukuran dampak ekonomi terdiri dari tiga dampak, yaitu dampak langsung, tidak langsung, dan dampak lanjutan. Dampak langsung terjadi apabila spending wisatawan langsung masuk ke industri wana wisata. Sedangkan dampak tidak langsung berupa pengeluaran pihak pengelola untuk membayar upah tenaga kerja.
27
Dampak lanjutan berupa perubahan aktivitas ekonomi di lokasi wisata dari pembelanjaan tenaga kerja tersebut untuk memenuhi kebutuhannya. Pengukuran dampak ekonomi dalam penelitian meliputi dua kelompok, yaitu: 1) survei terhadap unit usaha penyedia barang dan jasa dan 2) survei terhadap tenaga kerja pada unit usaha di kawasan wana wisata. Survei terhadap unit usaha merupakan dampak langsung. Dampak terhadap unit usaha membutuhkan informasi terkait (1) proporsi perputaran uang yang berasal dari pengeluaran pengunjung ke unit usaha tersebut, (2) proporsi dari perputaran arus uang terhadap tenaga kerja lokal, supplier, dan pajak, dan (3) tipe dan kuantitas bahan baku yang dibutuhkan. Kelompok kedua adalah tenaga kerja lokal pada unit usaha lokal penyedia barang dan jasa untuk kegiatan wisata. Tenaga kerja adalah dampak tidak langsung. Informasi terkait dengan dampak ekonomi adalah (1) jumlah tenaga kerja yang terdapat pada kawasan wana wisata, (2) jumlah jam kerja dan tingkat upah, (3) proporsi dari pengeluaran sehari-hari pekerja yang dilakukan di dalam dan di luar wilayah kawasan wana wisata, dan (4) kondisi pekerjaan sebelum bekerja di unit usaha saat ini. Estimasi terhadap unit usaha yang memberikan nilai dampak ekonomi terhadap manfaat dan biaya masyarakat lokal dan penyediaan barang dan jasa yang diperlukan pengunjung. Pengukuran dampak ekonomi lokal melalui beberapa tipe efek pengganda (META, 2001) , yaitu:
1. Keynesian Income Multiplier adalah perubahan unit pengeluaran wisatawan memberikan perubahan pada tingkat pendapatan masyarakat lokal. Secara matematis ditulis:
=
........................................(2)
2. Ratio Income Multiplier adalah efek multiplier yang menggambarkan seberapa besar dampak terhadap perekonomian lokal. Multiplier ini telah memasukan dampak lanjutan dan dampak tidak langsung. Ratio Income Multiplier Tipe I, secara matematis ditulis:
=
........................................(3)
28
Ratio Income Multiplier Tipe II, secara matematis ditulis:
=
........................................(4)
dimana: D: Pendapatan lokat yang diterima secara langsung dari E (rupiah) N: Pendapatan lokal yang diterima secara tidak langsung dari E (rupiah) E: Tambahan pengeluaran wisatawan (rupiah) U: Pendapatan lokal yang diterima secara lanjutan dari E (rupiah) Multiplier effect memiliki kriteria-kriteria, sebagai berikut:
Jika nilai koefisien multiplier tersebut kurang atau sama dengan nol (≤ 0), maka kawasan wana wisata belum mampu memberikan dampak ekonomi terhadap aktivitas wisatanya.
Jika nilai koefisien multiplier diantara nol dan satu (0 ≤ x ≤ 1), maka kawasan wana wisata memberikan nilai dampak ekonomi yang rendah.
Jika nilai koefisien multiplier tersebut lebih atau sama dengan satu (≥ 1) , maka kawasan wana wisata mampu memberikan dampak ekonomi terhadap aktivitas wisatanya.
29
V. GAMBARAN UMUM 5.1 Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Tasikmalaya secara geografis terletak di 107.56 – 108.8 BT dan 7.10-7.49 LS. Kabupaten Tasikmalaya memiliki luas 2 712.52 km. Kabupaten Tasikmalaya mengalami pemekaran daerah secara bertahap sejak tahun 20002005 sehingga memiliki kawasan wilayah administratif 39 kecamatan yang terdiri dari 351 desa. Salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Tasikmalaya adalah Kecamatan Sukaratu. Sukaratu merupakan kecamatan baru yang mengalami pemekaran pada tanggal 21 Juni 2000 sesuai dengan Perda No. 25 tahun 2000. Kecamatan Sukaratu memiliki 8 desa. Desa Linggarjati merupakan salah satu desa di Kecamatan Sukaratu dengan luas 780.559 Ha, dengan batasan wilayah berikut: Batas Utara
: Desa Sinagar, Kecamatan Sukaratu
Batas Timur
: Desa Tawabanteng, Kecamatan Sukaratu
Batas Selatan
: Desa Mekarjaya, Kecamatan Padakembang
Batas Barat
: Gunung Galunggung, Kecamatan Sukaratu
5.2 Kondisi dan Potensi Wilayah Desa Linggarjati memiliki kondisi topografi yang terdiri dari daerah pegunungan dengan tingkat kecuraman yang cukup curam ±15-25 persen. Desa Linggarjati memiliki kualitas tanah yang kaya unsur hara, subur, dan mampu memberikan kelimpahan air. Desa Linggarjati yang berada pada bagian rongga lereng Gunung Galunggung mampu memasok tangkapan air yang berasal dari curah hujan yang berkisar 2 072 mm pertahun dan memiliki kawasan daerah resapan air. Iklim tropis hutan hujan mendukung ketersediaan air. Kawasan Cipanas Gunung Galunggung yang merupakan sumber air Desa Linggarjati mengairi desa melalui Sungai Cikunir. Aliran Sungai bermanfaat sebagai sistem pengairan sawah dan kolam tampung yang digunakan warga sebagai kolam ikan.
30
5.3 Kependudukan dan Sumberdaya Manusia Kepadatan penduduk Desa Linggarjati dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Jumlah kepadatan penduduk dapat dilihat pada tabel 9 berdasarkan jenis kelamin. Tabel 9 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Linggarjati tahun 2008-2012 Tahun
Laki-laki 2 300 2 315 2 340 2 347 2 356
2008 2009 2010 2011 2012
Jenis kelamin Perempuan 2 025 2 035 2 051 2 054 2 068
Jumlah 4 325 4 350 4 391 4 401 4 424
Sumber: Kantor Desa Linggarjati (2013)
Jumlah penduduk yang semakin meningkat disebabkan oleh faktor kelahiran yang semakin meningkat dan jumlah pendatang yang semakin bertambah serta menetap di Desa Linggarjati. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan mengalami fluktuatif dari tahun ke tahun. Penurunan jumlah masyarakat kurang terdidik di Desa Linggarjati disebabkan oleh sekolah yang belum memadai sehingga masyarakat memilih bersekolah di luar desa dan faktor keterbatasan biaya sehingga masyarakat memilih berkerja untuk mensejahterakan ekonomi rumah tangga. Berikut tabel 10 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan. Tabel 10 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2008-2012 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
SD 305 340 326 335 345
Tingkat pendidikan SMP SMA 201 104 207 119 221 132 205 165 198 113
PT 25 23 18 21 21
Sumber: Kantor Desa Linggarjati (2013)
Mayoritas penduduk Desa Linggarjati bermatapencaharian sebagai petani karena didukung oleh kondisi tanah yang subur. Kondisi tanah Desa Linggarjati mengandung unsur hara yang tinggi karena letusan Gunung Galunggung pada tahun 1982. Berikut tabel 11 Jumlah matapencaharian penduduk.
31
Tabel 11 Jumlah matapencaharian penduduk di Desa Linggajati tahun 2008-2012 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Petani 321 298 306 312 312
Buruh 124 198 201 119 162
PNS 14 8 13 10 16
Wirausaha 105 109 115 112 118
Sumber: Kantor Desa Linggarjati (2013)
5.4 Sarana Prasarana dan Fasilitas Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Linggarjati mendukung kegiatan masyarakat dan kegiatan pariwisata di Kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung. Berikut tabel 12 sarana, prasarana, dan fasilitas yang berada di Desa Linggarjati. Tabel 12 Sarana, prasarana, dan fasilitas yang berada di Desa Linggarjati tahun 2013 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sarana prasana dan fasilitas Kantor Desa Polindes Angkutan Umum Masjid Musholla Pos Ronda Sekolah Posyandu Gardu Listrik Gedung Olahraga
Jumlah
1 1 >10 3 42 12 11 5 9 1
Sumber: Kantor Desa Linggarjati (2013)
Kondisi sarana, prasarana, dan fasilitas di Desa Linggarjati dan Kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung cukup memadai karena mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan masyarakat dan pengunjung. Kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung menyediakan sarana dan prasarana, yaitu fasilitas kolam renang, pemandian alam, Kawah Galunggung, air terjun, dan bak rendam. Sarana dan prasarana dikelola oleh KPH Perhutani Tasikmalaya dan Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya. 5.5 Aksesibilitas Wilayah Aksesibilitas ke kawasan wana wisata dapat dilalui kendaran umum dan kendaraan pribadi ±6 jam perjalanan dari Pusat Ibukota Jakarta dengan jarak
32
perjalanan ±300 km. Sedangkan dari Ibukota Provinsi, Bandung dibutuhkan waktu berkisar ±3 jam dengan jarak tempuh 120 km. Desa Linggarjati dapat ditempuh dari Kota Tasikmalaya menggunakan angkutan umum rute terminal Indihiang ke Sukaratu dengan jadwal keberangkatan satu jam sekali dan biaya sebesar Rp 7 000, 5.6 Karakteristik Responden Penelitian dilakukan di kawasan wana wisata Gunung Galunggung peneliti membagi reponden kedalam tiga kelompok, yaitu 1) Unit usaha, 2) Tenaga kerja di kawasan wisata, dan 3) Pengunjung kawasan wana wisata bulan April-Mei 2013. 5.6.1 Karateristik Pelaku Unit Usaha Karakteristik pelaku unit usaha dikelompokan berdasarkan jenis kelamin, kategori umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan lama berjualan. Pelaku unit usaha berada di sekitar lokasi Wana Wisata Gunung Galunggung. Mayoritas pelaku unit usaha terlibat langsung untuk melaksanakan kegiatan jual beli tanpa mempekerjakan tenaga kerja. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin, jumlah pelaku usaha berjenis kelamin perempuan lebih banyak sebesar 75 persen berbandingkan dengan jumlah pelaku usaha berjenis kelamin laki-laki sebesar 25 persen. Pelaku usaha berjenis kelamin perempuan lebih terampil dalam berkomunikasi dengan pelanggan. Berdasarkan karakteristik umur, tingkat umur 35-44 tahun merupakan tingkat umur paling banyak sebesar 36 persen dengan jumlah sebanyak 16 orang. Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan, pelaku usaha sebesar 71 persen adalah lulusan sekolah dasar. Hal ini disebabkan jarak antara sekolah dan desa mereka cukup jauh pelaku usaha yang rata-rata berumur 35-44 tahun berpendapat bahwa dulu belum terdapat fasilitas transportasi sehingga mereka harus menempuh jarak cukup jauh dengan berjalan kaki untuk dapat melanjutkan sekolah ke tingkat Sekolah Menengah Pertama. Berdasarkan karakteristik pendapatan, pendapatan sebesar Rp 1 000 001- 2 000 000 adalah tingkat pendapatan paling tinggi yang diterima oleh pelaku usaha sebesar 45 persen. Tingkat pendapatan pelaku usaha sangat bergantung terhadap intensitas jumlah
33
pengunjung
wisata
dan
tingkat
pengeluaran
pengunjung.
Berdasarkan
karakteristik lama berjualan, jangka waktu 6-10 tahun adalah lama berjualan paling lama sebesar 36 persen. Hal ini disebabkan sebagian besar pelaku usaha merupakan penduduk asli Desa Linggarjati dan usaha yang dijalankan bersifat usaha turun menurun. Tabel 13 Karateristik pelaku usaha di Wana Wisata Gunung Galunggung Karakteristik
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
11 33
25 75
4 9 16 15
9 21 36 34
1 31 4 8
2 71 9 18
7 14 20 3
16 32 45 7
8 16 9 11
18 36 21 25
44
100
1. Jenis Kelamin a. Laki-Laki b. Perempuan 2. Umur (Tahun) a. 15-24 b. 25-34 c. 35-44 d. >45 3. Tingkat Pendidikan a. Tidak Sekolah b. SD c. SMP d. SMA 4. Tingkat Pendapatan (Rupiah) a.<500 000 b. 500 001-1 000 000 c. 1 000 001-2 000 000 d. >2 000 000 5. Lama Berjualan a. < 5 tahun b. 6-10 tahun c.11 -15 tahun d. >16 Tahun Total Setiap Karakteristik Sumber: Data primer diolah (2013)
5.6.2 Karateristik Tenaga Kerja Lokal Tenaga kerja lokal adalah tenaga kerja yang bekerja langsung di lokasi wisata. Tenaga kerja lokal yang diteliti tidak berkerja pada unit usaha namun bekerja pada lembaga terkait pengelolaan kawasan wana wisata, yaitu Perhutani Koparga, Dishub, dan Disparbud. Hal ini disebabkan mayoritas unit usaha yang dimiliki pelaku usaha berskala kecil sehingga pelaku usaha mampu melaksanakan
34
aktivitas usaha secara langsung. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin, seluruh tenaga kerja lokal merupakan laki-laki. Kawasan wana wisata yang beroperasi hampir 24 jam mendorong kawasan wana wisata memiliki tenaga kerja lokal lakilaki. Berdasarkan karakteristik umur, tenaga kerja lokal dengan umur 35-44 tahun adalah tingkat umur paling banyak sebesar 56 persen. Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan, tenaga kerja dengan tingkat pendidikan SMA menempati tingkat paling tinggi sebesar 61 persen. Berdasarkan karakteristik pendapatan tenaga kerja lokal dengan tingkat pendapatan >2 000 000 adalah tingkat pendapatan paling banyak sebesar 39 persen karena rata-rata tenaga kerja lokal sudah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Tenaga kerja lokal yang berkerja >16 tahun merupakan tenaga kerja terbanyak sebesar 39 persen. Tabel 14 Karateristik tenaga kerja lokal di Wana Wisata Gunung Galunggung Karakteristik 1. Umur (Tahun) a. 25-34 b. 35-44 c. >45 2. Tingkat Pendidikan a. Tidak Sekolah b. SD c.SMP d. SMA e. Perguruan Tinggi 3. Tingkat Pendapatan (Rupiah) a.<500 000 b. 500 001-1 000 000 c. 1 000 001-2 000 000 d. >2 000 000 4. Lama Bekerja a. < 5 tahun b. 6-10 tahun c. -15 tahun d. >16 Tahun Total Setiap Karakteristik Sumber: Data primer diolah (2013)
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
2 13 8
9 56 35
1 6 1 14 1
5 26 4 61 4
6 3 5 9
26 13 22 39
1 8 5
4 35 22
9 23
39 100
35
5.6.3 Karakteristik Pengunjung Karakteristik pengunjung berdasarkan jenis kelamin, kategori umur, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan. Karakteristik pengunjung merupakan pengunjung yang mengunjungi kawasan wana wisata pada bulan April-Mei 2013. Tabel 15 Karateristik pengunjung di Wana Wisata Gunung Galunggung Karakterisitik 1. Jenis Kelamin a. Laki-Laki b. Perempuan 2. Umur (Tahun) a. 15-24 b. 25-34 c. 35-44 d. >45 3. Tingkat Pendidikan a. Tidak Sekolah b. SD c. SMP d. SMA e. Perguruan Tinggi 4. Tingkat Pendapatan (Rupiah) a.<500000 b. 500001-1000000 c. 1000001-2000000 d. >2000000 Total Setiap Karakteristik Sumber: Data primer diolah (2013)
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
59 41
59 41
65 19 6 10
65 19 6 10
1 3 17 43 36
1 3 17 43 36
45 12 18
45 12 18
25
25
100
100
Pengunjung dengan karakteristik jenis kelamin laki-laki merupakan pengunjung terbanyak sebesar 59 persen. Hal ini disebabkan pengunjung laki-laki lebih tertarik terhadap wisata alam yang menantang berbanding dengan pengunjung berjenis kelamin yang lebih menyukai wisata belanja. Berdasarkan karakteristik umur, umur 15-24 tahun adalah pengunjung dengan tingkat kunjungan paling banyak sebesar 65 persen karena penelitian dilakukan ketika ujian akhir nasional berakhir sehingga para pelajar memilih refreshing di kawasan wana wisata wisata. Berdasarkan tingkat pendidikan, pengunjung terbanyak ratarata berprofesi sebagai pelajar sehingga mempengaruhi tingkat pendapatan yang diterima. Oleh
karena itu, tingkat pendapatan <500 000 adalah tingkat
pendapatan pengunjung tertinggi sebesar 45 persen.
36
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Perubahan Kelembagaan Penyerobotan dalam penggunaan kawasan hutan lindung Gunung Galunggung sebagai lahan pertanian yang illegal karena lemahnya pengawasan kelembagaan melatarbelakangi terjadinya perubahan kelembagaan. Perubahan kelembagaan diawali melalui diskusi yang merupakan tahapan dalam proses inisiasi oleh pihak KPH Tasikmalaya. Diskusi yang dilakukan bertujuan mengidentifikasi pihak–pihak dalam masyarakat yang ingin melibatkan diri secara langsung melalui pembentukan wadah pengelolaan kawasan wana wisata. Output yang dihasilkan dari tahapan inisiasi berupa pembentukan MOU (Memorandum Of Understanding) dengan wadah pengelolaan bersama antara masyarakat dalam LMDH wana Lingga Mukti dengan pihak KPH Perhutani. Pembentukan MOU antara Pihak Perhutani dan LMDH Wana Lingga Mukti berdasarkan pada MOU nomor: 7/059.9/PHBM/TSM/III/2008 untuk menjelaskan
tupoksi
masing-masing
kelembagaan.
Pembentukan
MOU
berdasarkan informasi dasar perjanjian sesuai pasal 1 keputusan Direksi Perum Perhutani No.268/KPTS/Dir/2007 tanggal 8 Maret 2007, Keputusan Bupati Tasikmalaya No.5222.12/Kep146/Dishutbun/2002 Tanggal 6 Mei 2002 tentang forum PHBM di Kabupaten Tasikmalaya, Surat Gubernur Jawa Barat No. 11 Tahun 2006 tentang Pemberdayaan Masyarakat Desa Sekitar Hutan Negara dan Perkebunan Besar, dan Nota Kesepakatan bersama antara Perum Perhutani KPH dengan Pemerintah Desa Linggarjati tahun 2008. MOU terdiri dari 18 pasal dengan 2 lembar lampiran berisi Data Pangkuan Desa Hutan. Pembentukan struktur kelembagaan dengan tata kelola baru melalui kerjasama antara pihak KPH unit III Tasikmalaya yang merupakan suatu unit lembaga yang diberikan wewenang oleh Perum Perhutani Jawa Barat untuk mengelola kawasan hutan lindung di Gunung Galunggung. KPH unit III menaungi LMDH dan Koparga. Namun Koparga berada di bawah institusi LMDH. LMDH berkaitan dengan kawasan hutan lindung dan kawasan yang dapat diberdayakan oleh masyarakat desa. Sedangkan Koparga merupakan masyarakat
37
desa yang aktif melakukan kegiatan ekonomi seperti pelaku unit usaha di sekitar kawasan wana wisata. Pelaku usaha dibedakan menjadi dua pihak, yaitu pihak Pemda yang diwakilkan oleh institusi Disparbud dengan daerah berjualan di lahan milik Pemda dan pihak Koparga di bawah institusi KPH Perhutani dengan daerah berjualan di lahan milik KPH Perhutani. Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya memberikan wewenang kepada Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya untuk mengelola kawasan wana wisata dengan terjalin kerjasama yang menetapkan kebijakan berupa masuk kawasan wana wisata satu pintu. Hasil yang diperoleh melalui ticketing merupakan share antara KPH dan Disparbud.
PEMDA
Perum Perhutani
DISPARBUD
KPH Perhutani
LMDH Masyarakat KOPARGA Gambar 3 Bentuk kelembagaan tata kelola baru Hasil kelembagaan dengan tata kelola baru berupa aturan main dan anggota kelembagaan yang baru. Oleh karena itu, dibutuhkan tahap sosialisasi kelembagaan untuk menyamakan persepsi. Stakeholder memberikan sosialisasi kepada anggota kelembagaan termasuk masyarakat sebagai anggota baru dalam kelembagaan guna mengetahui kerjasama antar lembaga sehingga mampu menjalankan tugas, pokok, dan fungsi masing-masing kelembagaan dan bentuk kerjasama yang koordinatif. Sosialisasi yang dilakukan dalam bentuk penyuluhan sehingga tercipta komunikasi feedback dengan mekanisme sharing. 6.2 Efektivitas Kelembagaan Substansi kelembagaan disetiap lembaga memiliki struktur kelembagaan dan kelengkapan kelembagaan yang jelas karena diperkuat dengan hukum. Bentuk
38
kelembagaan baru terbentuk memiliki struktur antar lembaga yang jelas. Proses monitoring dan evaluasi guna mengukur tingkat keberhasilan berdasarkan penguatan hukum, yaitu MOU dilakukan secara bersama-sama dengan rutin. Namun koordinasi dalam proses kelembagaan dilaksanakan secara tidak menyeluruh antara lembaga yang satu dengan lembaga yang lain, contoh Koparga tidak berkoordinasi secara langsung dengan Disparbud dan hanya berkoordinasi dengan pihak KPH Perhutani, kemudian Pihak KPH yang berhubungan dengan Disparbud. Hal ini menyebabkan penyampaian informasi kelembagaan yang kurang efektif. Efektivitas yang rendah ditunjukan melalui hasil wawancara dengan key person, yaitu kurangnya koordinasi antara Koparga dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan sehingga terjadi keterlambatan dalam penerimaan informasi seperti dalam perencanaan anggaran dana. Efektivitas
kelembagaan
dinilai
berdasarkan
persepsi
mengenai
kelembagaan dan dampak ekologi yang diakibatkan dari proses perubahan kelembagaan. Persepsi dinilai oleh anggota organisasi dan anggota nonorganisasi. Anggota organisasi adalah pihak-pihak yang terlibat langsung dalam pengelolaan kawasan wana wisata. Sedangkan anggota non-organisasi adalah pihak-pihak yang tidak terlibat di dalam pengelolaan kawasan wana wisata. 6.2.1 Hasil Persepsi Efektivitas Anggota Non-organisasi Hasil efektivitas anggota non-organisasi terdiri dari pelaku usaha berjumlah 19 orang dan wisatawan berjumlah 100 orang sehingga total anggota non-organisasi adalah 119 orang. Karakteristik yang dinilai meliputi kebersihan, lahan, akses, kualitas, dan tata tertib. Anggota non-organisasi menilai karakteristik kebersihan di kawasan wana wisata sangat baik karena terdapat petugas kebersihan yang telah dibayar melalui iuran, sebagian besar pihak sadar akan pentingnya kebersihan guna mendukung daya tarik wisatawan, dan penempatan tempat sampah yang mudah dijangkau. Karakteristik lahan di kawasan wana wisata dinilai sedang. Lahan di sekitar kawasan terlihat hijau didukung dengan suasana alam pegunungan yang dikelilingi pepohonan. Hal ini disebabkan oleh kegiatan reboisasi yang dilakukan pihak KPH Perhutani hingga tahun 2010. Namun lahan yang tersedia tidak didukung dengan penggunaan lahan secara maksimal, seperti terdapat lahan yang proses pembangunannya belum selesai
39
sehingga nilai keindahan menjadi berkurang. Karakteristik aksesibilitas ±5 km menuju kawasan wana wisata dari jalan utama dinilai kurang baik karena jalan terdiri dari sisa material vulkanik yang disebabkan letusan Gunung Galunggung tahun 1982 dan hanya sebagian kecil jalan menuju akses Gunung Galunggung yang sudah diaspal. Karakteristik kualitas kawasan wana wisata menurut anggota nonorganisasi dinilai sedang karena kawasan wana wisata sudah didukung dengan kondisi kawasan yang nyaman, sejuk, dilengkapi sarana, dan prasarana yang baik. Namun sarana dan prasarana tidak didukung dengan tata letak yang baik. Berdasarkan karakteristik tata tertib wisatawan berupa himbauan-himbauan agar wisatawan tetap aman dan nyaman dalam melakukan aktivitas wisata dinilai sedang. Himbauan telah diletakan di kawasan yang strategis namun terdapat beberapa tempat yang membutuhkan himbauan tetapi himbauan tidak tersedia seperti jalan kecil menuju kawasan pemandian yang licin. Hasil persepsi dapat dilihat pada gambar persepsi efektivitas berikut. Sangat Baik
Baik
Sedang
Kebersihan
Kurang baik
15
46
8 15
Akses
32 33
13
Kualitas
34
30 14
25
50
39 57
15 4
Tata tertib
50
41
28
Lahan
Tidak baik
46
Gambar 4 Persepsi efektivitas anggota non-organisasi 6.2.2 Hasil Persepsi Efektivitas Anggota Organisasi Hasil efektivitas anggota organisasi terdiri dari pelaku usaha berjumlah 26 orang dan tenaga kerja berjumlah 28 orang sehingga total anggota organisasi adalah 54 orang. Persepsi anggota organisasi menilai karakteristik tupoksi, sangsi,
40
dan aturan dalam kelembagaan kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung. Hasil persepsi dapat dilihat pada gambar persepsi efektivitas berikut. Sangat Baik
Baik
Sedang
5
Kebersihan
13
5
Lahan 4
8
29
10
32 19
9 9
Tata tertib
19 20
11 7
Sangsi Aturan
23 20
12 13
4
Tupoksi
21
15
3
Kualitas
Tidak baik
13
7
Akses
Kurang baik
14 14
19 20
11
23
Gambar 5 Persepsi efektivitas anggota organisasi Karakteristik
kebersihan
dinilai
sedang
karena
walaupun
pihak
kelembagaan telah membayar iuran, terdapat beberapa pihak seperti wisatawan yang tingkat kesadaran terhadap kebersihan masih rendah. Karakteristik lahan dinilai baik karena anggota organisasi dan non-organisasi menyadari bahwa sebagian lahan berupa hutan lindung dan lahan yang dapat dikembangkan harus dapat dimaksimalkan dengan baik. Karakteristik aksesibilitas dinilai tidak baik karena jalan menuju kawasan sebagian besar berupa material pasir sisa letusan dan hilir mudik truk pengangkut pasir sehingga jalan menjadi rusak. Menurut anggota organisasi faktor tersebut dapat mempengaruhi jumlah wisatawan yang berkunjung ke lokasi wisata. Karakteristik kualitas dinilai sedang karena menurut anggota organisasi kekayaan alam kawasan wana wisata sangat mendukung kualitas wisata ke depannya. Berdasarkan karakteristik tata tertib yang berlaku dinilai baik karena wisatawan dan anggota organisasi telah melaksanakan tata tertib dengan baik seperti melaksanakan tupoksi. Karakteristik tupoksi, aturan, dan sangsi dinilai baik. Anggota organisasi berpendapat setiap kelembagaan telah melaksanakan aturan dan memiliki tugas, pokok, dan fungsi yang jelas. Jika salah satu pihak melanggar aturan dan tidak melaksanakan tupoksi maka akan
41
dikenakan sangsi. Sangsi yang diberlakukan seperti peringatan, memorandum, sampai tahap pemecatan. 6.3 Analisis Stakeholder Berdasarkan hasil wawancara Wana Wisata Gunung Galunggung memiliki Sembilan stakeholder. Stakeholder yang terlibat berdasarkan kepentingan dan pengaruh terhadap pengelolaan kawasan wana wisata Gunung Galunggung. Sembilan stakeholder dalam pengelolaan kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung, yaitu: 1. Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya merupakan stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh pada aspek pariwisata. Disparbud memiliki tugas pokok dalam kegiatan pariwisata. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2008 tentang Dinas Daerah Kabupaten Tasikmalaya, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya memiliki tugas pokok melaksanakan kewenangan pemerintah daerah mengenai urusan kepariwisataan dan kebudayaan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Sedangkan fungsi Disparbud Kabupaten Tasikmalaya adalah untuk merumusan kebijakan teknis mengenai urusan pariwisata dan kebudayaan, yaitu: 1. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum mengenai urusan pariwisata dan kebudayaan 2. Pembinaan dan pelaksanaan tugas mengenai urusan pariwisata dan kebudayaan 3. Penyelenggaraan urusan tata usaha dinas 4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati. Disparbud Kabupaten Tasikmalaya tidak hanya fokus terhadap satu tujuan wisata namun fokus terhadap keseluruhan wisata yang berada di wilayah Kabupaten Tasikmalaya seperti kawasan wisata pantai Cipatujah, Kampung Naga, dan lainnya. Disparbud memiliki unit pelaksanaan teknis di lapangan dengan jumlah pegawai lapang enam orang yang dipimpin oleh ketua lapang.
42
2. Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tasikmalaya Kawasan Wana Wisata memiliki lahan parkir yang terbatas sehingga membutuhkan pengelolaan terhadap lahan parkir. Dishubkominfo menyerahkan pengelolaan lahan parkir kepada bagian Unit Pelayanan Teknis Daerah Parkir Kabupaten Tasikmalaya (UPTD). UPTD Parkir melakukan pengelolaan dengan menerapkan tarif parkir, yaitu tarif roda dua sebesar Rp 2 000 dan roda empat Rp 4 000. Keamanan dan ketertiban kendaraan dikelola oleh UPTD parkir. Biaya parkir yang diterima pihak pengelola menjadi pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tasikmalaya dan pendapatan tenaga kerja lapang melalui mekanisme sharing. 3. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tasikmalaya Dinas Pekerjaan umum (PU) di Kawasan wana wisata bertugas untuk mengatur
kebersihan
dengan
aktivitas
pengangkutan
sampah.
Rutinitas
pengangkutan sampah yang dilakukan berkisar dua kali selama sebulan. Jumlah kapasitas sampah bergantung dari jumlah wisatawan yang berkunjung. Kapasitas sampah yang menumpuk akibat kunjungan wisatawan yang meningkat dapat meningkatkan tingkat rutinitas PU dalam pengangkutan sampah. 4. Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Perhutani Unit-unit kerja dibagi menjadi Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) yang mengelola kegiatan mulai dari perencanaan, penanaman, pemeliharaan, sampai dengan produksi hasil hutan. Proses pengembangan kawasan wana wisata direncanakan oleh pihak KPH Perhutani. KPH Perhutani Tasikmalaya yang bertanggung jawab terhadap pengembangan kawasan wana wisata Gunung Galunggung. KPH Perhutani melakukan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) untuk pengembangan kawasan hutan lindung yang secara tidak langsung mendukung keberlanjutan kawasan wana wisata. 5. Koperasi Pariwisata Galunggung (Koparga) Koparga adalah bentuk lembaga berupa koperasi yang terdiri dari berbagai pelaku usaha di kawasan wana wisata Galunggung. Koparga terdiri dari 80 anggota aktif sampai tahun 2013. Tupoksi setiap anggota mengkoordinir masingmasing anggota sesuai dengan bidang usaha masing-masing. Setiap anggota memiliki hak berpendapat dalam rapat evaluasi tahunan, yaitu setahun sekali dan
43
kewajiban membayar kas dengan aliran dana untuk kebersihan dan meningkatkan kenyamanan wisatawan. Koparga berkoordinasi dengan KPH Perhutani dalam melakukan setiap kegiatan ekonominya. 6. Lembaga Masyarakat Desa Hutan Wana Lingga Mukti (LMDH) Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) adalah kelompok masyarakat desa hutan yang tumbuh dari keswadayaan yang memiliki kekuatan hukum, yaitu akta notaris, dan berkepentingan di dalam perjanjian dengan KPH. LMDH memiliki kewajiban untuk melindungi dan melestarikan sumberdaya hutan menjaga keberlanjutan fungsi dan manfaatnya, dimana salah satu fungsinya sebagai kawasan wisata, memberikan kontribusi faktor produksi sesuai dengan kemampuannya, dan mengoptimalkan fasilitas yang diberikan oleh pihak KPH Perhutani. LMDH berhak untuk menyusun rencana, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pihak PHBM yang memperoleh manfaat dan hasil dari kegiatan sesuai nilai, dan proporsi faktor produksi yang dikontribusikan untuk mencapai kesejahteraan dan kemandirian. 7. Masyarakat Masyarakat sekitar kawasan wana wisata juga termasuk ke dalam masyarakat desa hutan. Masyarakat desa hutan adalah kelompok orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan sumberdaya hutan untuk mendukung kehidupannya. Sebagian besar masyarakat bertindak sebagai penonton dan beberapa masyarakat ikut bergabung ke dalam organisasi yang bertindak partisipatif dalam pengembangan kawasan wana wisata. Kepentingan masing-masing stakeholder dapat dilihat dari tupoksi masing-masing stakeholder. Sedangkan pengaruh adalah kekuasaan stakeholder untuk mempengaruhi peraturan yang berlaku maupun kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan Wana Wisata Gunung Galungung. Kepentingan dan pengaruh dinilai melalui skoring berdasarkan persepsi masing-masing stakeholder yang terlibat di dalam pengelolaan kawasan wana wisata. Berikut Tabel 16 menggambarkan hasil skoring yang diperoleh dari analisis stakeholder.
44
Tabel 16 Hasil skoring analisis stakeholder No
Stakeholder Kepentingan
1
KPH Perhutani
2
Disparbud
3
4
Pemda Kabupaten Tasikmalaya Koparga
5
LMDH
6
Dinas Pekerjaan Umum Dinas Perhubungan
7
Kriteria evaluasi Skor Kepentingan
Perencanaan, penanaman pemeliharaan, sampai produksi hasil hutan Perumusan kebijakan teknis mengenai urusan pariwisata dan budaya Koordinasi kebijakan dengan pihak disparbud
4
Pengaruh S F P 5 4 4
Skor Pengaruh
4
4
5
3
4
4
3
5
3
3.67
Koordinasi pelaku usaha di kawasan wana wisata Manfaatkan fasilitas dan menjaga keberlanjutan hutan lindung di kawasan wana wisata Pengelolaan sampah di kawasan wisata Pengelolaan pakir di kawasan Cipanas
4
4
3
3
3.33
3
3
3
3
3
3
2
3
2
2.33
3
3
4
3
3.33
4.33
Keterangan: S: Sumber daya Manusia F: Finansial P: Politik Sumber: Data primer diolah (2013)
Berdasarkan hasil skoring menunjukan stakeholder KPH Perhutani memiliki poin pengaruh tertinggi, yaitu 4.33. Sedangkan Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya memiliki poin pengaruh tertinggi kedua, yaitu 4. Pihak KPH Perhutani dan Disparbud masuk ke dalam kategori key players. Oleh karena itu, stakeholder tersebut memiliki keterlibatan dalam memberi pengaruh terhadap kebijakan-kebijakan yang akan ditetapkan dalam pengelolaan wana wisata. Hasil skoring dapat menentukan posisi stakeholder di dalam aktor grid. Posisi stakeholder digambarkan dalam empat jenis kategori, yaitu key players, subject, context setter, dan crowd . Setiap kategori memiliki tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh yang berbeda-beda. Kategori key players yang memiliki tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh yang tinggi.
45
5
I
4,5
II
Kepentingan
4 KPH
3,5
Disparbud
3
PEMDA
2,5
III
2
Koparga
IV
1,5
LMDH PU
1
Dishub
0,5 0 0
1
2
3
4
5
Pengaruh Keterangan : Kuadran I : Subject (Subjek) Kuadran II : Key Players (Pemain)
Kuadran III : Crowd (Penonton) Kuadran IV : Context Setter (Aktor)
Gambar 6 Aktor grid Berdasarkan aktor grid, stakeholder yang termasuk ke dalam kategori key players adalah Pemda, Disparbud, KPH Perhutani, Koparga, LMDH, dan Dishub. Hal ini disebabkan masing-masing stakeholder memiliki sumber daya manusia, yaitu petugas yang terlibat langsung di lapang sebagai pelaksana dalam pengelolaan kawasan wana wisata. Oleh karena itu, kewenangan dan kepentingannya sangat tinggi karena mampu mengendalikan sistem secara langsung. Sebagian besar stakeholder berperan langsung sebagai pemain. Oleh karena itu, tidak terdapat stakeholder kategori subject. Masyarakat di dalam pengelolaan kawasan wana wisata terbagi dua, yaitu masyarakat yang berpartisipasi dan masyarakat yang pasif. Masyarakat yang partisipatif dan Dinas PU termasuk ke dalam kategori context setter karena mereka dapat mempengaruhi kewenangan berdasarkan informasi yang dimiliki. Pihak Dinas PU berpotensi menjadi pemain ketika intensitas tingkat kunjungan wisatawan tinggi karena memiliki kewenangan dan kepentingan yang tinggi untuk mengatur proses pembuangan sampah. Pihak yang termasuk kategori crowd adalah masyarakat yang tidak partisipatif. Masyarakat yang tidak partisipatif hanya bertindak sebagai penonton.
46
6.4 Multiplier Effect
Kegiatan wisata menghasilkan dampak ekonomi terhadap masyarakat sekitar. Pengunjung mengeluarkan sejumlah biaya untuk memenuhi kebutuhan wisata. Pengeluaran pengunjung diterima oleh unit usaha, tenaga kerja lokal, dan pihak pengelola. Rata-rata pengeluaran wisatawan adalah Rp122 500, pengeluaran tersebut tidak semua dikeluarkan di lokasi wisata tetapi juga pengeluaran di luar lokasi wisata. Pengeluaran wisatawan di tingkat lokal meliputi pengeluaran terhadap pembelian tiket, pembayaran parkir, pembayaran toilet, dan pembelian konsumsi. Kebocoran yang terjadi yaitu pengeluaran terhadap transportasi menuju lokasi wisata. Total kebocoran yang dikeluarkan wistawan sebesar Rp 5 705 000, dengan rata-rata kebocoran Rp 57 050. Tabel berikut memperlihatkan proporsi pengeluaran di lokasi lebih besar berbanding tingkat kebocoran. Tabel 17 Proporsi pengeluaran wisatawan Komponen
Proporsi
Total biaya (Rp/kunjungan/100 wisatawan)
12 250 000
Rata-rata biaya (Rp/kunjungan/wisatawan)
122 500
Total biaya dalam lokasi (Rp/kunjungan/100 wisatawan)
6 545 000
Rata-rata biaya dalam lokasi (Rp/kunjungan/wisatawan)
65 450
Kebocoran (Rp/kunjungan/100 wisatawan)
5 705 000
Proposisi Pengeluaran (%)
53.43
Proporsisi Kebocoran (%)
46.57
Total kunjungan wana wisata pertahun (orang) Total kunjungan wana wisata perbulan (orang) Rata-rata pengeluaran wisatawan dalam lokasi (Rp/bulan) Rata-rata kebocoran (Rp/bulan) Sumber: Data primer diolah (2013)
21 528 1 794 *117 417 300 102 347 700
6.4.1 Dampak Langsung Dampak langsung adalah total pengeluaran pengunjung dalam melakukan aktivitas wisatanya yang diterima langsung oleh unit usaha dan pihak pengelola. Pengeluaran wisatawan yang diterima langsung oleh unit usaha berupa pengeluaran untuk pembelian konsumsi. Sedangkan jenis pengeluaran yang diterima langsung oleh pihak pengelola berupa pembelian tiket, parkir, dan toilet. Unit usaha memperoleh total pendapatan sebesar Rp 54 390 000 perbulan. Pihak
47
pengelola berdasarkan data pada bulan Desember tahun 2012, pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 52 585 000. Oleh karena itu, dampak langsung yang dihasilkan berupa penjumlahan pendapatan unit usaha dan pihak pengelola sebesar Rp 106 975 000 6.4.2 Dampak Tidak Langsung Dampak tidak langsung adalah upah tenaga kerja yang diperoleh dari pihak pengelola karena semua unit usaha di kawasan wana wisata tidak memiliki tenaga kerja. Pendapatan pihak pengelola yang berasal dari unit usaha dalam bentuk pembayaran pajak, kebersihan, dan biaya operasional (biaya sewa dan listrik) juga termasuk dampak tidak langsung. Hal tersebut diperoleh sebagai hasil perputaran uang setelah diterimanya pengeluaran wisatawan oleh unit usaha dan pihak pengelola. Jumlah tenaga kerja lapang di kawasan wana wisata sebanyak 23 orang. Pendapatan tenaga kerja ditentukan melalui sistem sharing yang diterapkan pihak pengelola. Pendapatan tenaga kerja lokal di kawasan wana wisata sebesar Rp 37 230 000 dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp 1 618 695.65 perbulan. Sedangkan pendapatan pihak pengelola yang berasal dari unit usaha sebesar Rp 2 442 000 perbulan. 6.4.3 Dampak Lanjutan Dampak lanjutan adalah pengeluaran yang dikeluarkan oleh tenaga kerja sebagai perputaran uang yang diperoleh dari dampak langsung dan dampak tidak langsung. Pengeluaran tersebut berupa pengeluaran tenaga kerja untuk pembelian konsumsi di unit usaha yang berada di dalam lokasi wisata. Tenaga kerja mengeluarkan total biaya konsumsi sebesar Rp 13 180 000 perbulan dengan ratarata pengeluaran sebesar Rp 573 043.48 perbulan. Biaya yang diterima unit usaha kembali digunakan oleh unit usaha untuk membeli keperluan bahan usaha. Namun terjadi kebocoran, karena pihak unit usaha melakukan transaksi pembelian bahan usaha di luar lokasi kawasan wana wisata.
48
6.4.4 Hasil Multiplier Effect Multiplier Effect digunakan untuk mengestimasi dampak ekonomi yang berasal dari pengeluaran wisatawan sehingga berdampak terhadap aktivitas ekonomi lokal (META, 2001). Perhitungan hasil multiplier effect dapat dilihat pada lampiran 9. Tabel 18 Hasil analisis multiplier effect Kriteria Keynesian Income Multiplier
Ratio Income Multiplier I Ratio Income Multiplier II
Nilai 1.36
1.37 1.49
Keterangan Dampak ekonomi yang terjadi memberikan dampak ekonomi yang besar terhadap kegiatan wana wisata karena karena nilai Keynesian Income Multiplier yang diperoleh lebih besar dari 1 (≥1). Dampak ekonomi dikatakan telah memberikan dampak yang besar karena nilai Ratio Income Multiplier Tipe I dan Ratio Income Multiplier Tipe II adalah lebih besar atau sama dengan satu (≥ 1).
Sumber: Data primer diolah (2013)
Berdasarkan hasil multiplier, perekonomian lokal kawasan wana wisata telah memberikan dampak ekonomi yang nyata terlihat dari Keynesian Income Multiplier, Ratio Income Multiplier I dan Ratio Income Multiplier II yang cukup tinggi. Hasil Keynesian Income Multiplier sebesar 1.36 artinya peningkatan pengeluaran wisatawan sebesar 10 000 rupiah, akan meningkatkan pendapatan tenaga kerja, pihak pengelola, dan unit pelaku usaha sebesar 13 600 rupiah. Sedangkan hasil dari Ratio Income Multiplier I sebesar 1.37 artinya peningkatan pendapatan unit usaha dan pihak pengelola sebesar 10 000 rupiah, akan meningkatkan pendapatan tenaga kerja sebesar 13 700 rupiah. Hasil Ratio Income Multiplier II sebesar 1.49 artinya peningkatan pendapatan unit usaha dan pihak pengelola sebesar 10 000 rupiah, akan berdampak terhadap dampak langsung, dampak tidak langsung, dan dampak lanjutan (pendapatan unit usaha, pendapatan pihak pengelola, upah tenaga kerja, dan pengeluaran konsumsi di tingkat lokal) sebesar Rp14 900.
49
VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan
1. Perubahan kelembagaan yang terjadi melalui proses diskusi awal (inisiasi), tahap pembentukan melalui penetapan Memorandum of Understanding (MOU), dan proses sosialisasi (mekanisme sharing). Perubahan kelembagaan dilakukan bersama-sama oleh pihak pemerintah dan masyarakat, yaitu KPH Perhutani dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan Wana Lingga Mukti. 2. Efektivitas dalam pengembangan kawasan wana wisata memiliki substansi kelembagaan yang jelas namun koordinasi antara kelembagaan berjalan kurang efektif. Berdasarkan hasil persepsi anggota organisasi substansi kelembagaan yang dinilai melalui aturan, sangsi, dan tupoksi dinilai baik. Sedangkan dampak ekologi seperti lahan dinilai baik, akses dinilai tidak baik, kualitas dinilai sedang, dan kebersihan dinilai sedang. Persepsi anggota non-organisasi menilai lahan sangat baik, akses dinilai kurang baik, kualitas dinilai sedang, dan kebersihan dinilai sangat baik. 3. Kategori Subject tidak terdapat stakeholder karena hampir semua pihak termasuk ke dalam key players yang langsung mengendalikan sistem. Kategori Players terdiri dari pihak LMDH, Koparga, KPH Unit III, Pemda Tasikmalaya, Disparbud Kabupaten Tasikmalaya, dan Dishub Kabupaten Tasikmalaya. Context Setter terdiri dari Dinas Pekerjaan Umum dan masyarakat partisipatif. Sedangkan crowd terdiri dari masyarakat yang tidak partisipatif. 4. Dampak ekonomi yang dihasilkan telah memberikan manfaat ekonomi secara nyata, khususnya masyarakat yang memiliki matapencaharian di lokasi kawasan wana wisata. Hal ini terlihat dari hasil multiplier effect yang cukup tinggi (≥1).
50
7.2 Saran
1. Perlu ditingkatkan koordinasi antara stakeholder baik antara pihak swadaya, pemerintah, dan masyarakat sekitar. Hal ini bertujuan agar pihak-pihak yang memiliki kepentingan berbeda dapat menyamakan visi dalam pelaksanaan pengembangan kawasan Wana Wisata Galunggung. Koordinasi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan intensitas rapat koordinasi, meningkatkan SDM (Sumber Daya Manusia) di lapangan, dan perbaikan fasilitas di kawasan. 2. Efektivitas dapat ditingkatkan dengan menyamakan cara pandang terhadap kawasan Wana Wisata Galunggung melalui pendekatan partisipatoris. Pendekatan partisipatoris bertujuan menilai dan mengembangkan pengetahuan serta keterampilan masyarakat. Partisipatoris dapat dilakukan dengan memberikan informasi kepada masyarakat seperti sharing sehingga mampu mengubah cara pandang terhadap kawasan wana wisata sebagai benda mati menjadi benda ekonomi yang memiliki fungsi sosial tanpa mengabaikan peraturan yang berlaku. 3. Perlu mempaduserasikan kepentingan yang berbeda antara stakeholder yang terlibat agar pengembangan kawasan wana wisata dapat berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilakukan melalui rapat koordinasi dalam menentukan sebuah kebijakan untuk pengembangan kawasan wana wisata seperti penerapan kebijakan untuk share kewenangan berdasarkan wilayah yang ditempati. 4. Hasil multiplier effect yang diperoleh cukup tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh kebocoran yang tinggi dan tingkat ekonomi wisatawan yang rendah. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan fasilitas kawasan wana wisata, pemberdayaan masyarakat lokal, dan penyediaan barang yang dibutuhkan wisatawan oleh unit usaha untuk merangsang tingkat pengeluaran wisatawan di kawasan wana wisata sehingga dapat meningkatkan nilai multiplier effect.
51
DAFTAR PUSTAKA Adina A. P. 2012. Analisis Kualitas Kelembagaan dan Persepsi Anggota terhadap Peran GAPOKTAN Desa Banyuroto Kabupaten Magelang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Anggraeni A.A. 2013. Analisis Dampak Ekonomi Wisata Bahari terhadap Pendapatan Masyarakat di Pulau Tidung. Jurnal online Institut Teknologi Nasional. Vol.20. No.10. Avenzora R. 2008. Ekoturisme: Teori dan Praktek. Nias (ID): Penerbit BRR NAD. Block A. Walter. 2011. Reviewing of Ostrom’s Governing The Commons. Libertarian Papers. Vol. 3. ART.No.21. BPS. 2012. Profil wisata mancanegara tahun 2011 dan 2012 di Jawa Barat [internet]. [diakses 27 April 2013]. Tersedia di http: http://www.bps.go.id/brs_file/pariwisata_01feb13.pdf. Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya. 2013. Tugas dan Fungsi [internet]. [diakses 26 Maret 2013]. Tersedia di http://disparbud.tasikmalayakab.go.id/index.php/profil/tugas-fungsi. Hidayat A. 2007. Modul Pengantar Ekonomi Kelembagaan. Bogor (ID): Departemen Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Kantor Desa Linggarjati. 2013. Data Penelitian pada Gambaran Umum. Tasikmalaya (ID): Kantor Desa Linggarjati. Knight J. 1992. Institution and Social Conflict [internet]. [diakses 27 April 2013]. Tersedia di http://books.google.co.id /books?hl=id&lr=&id=71e_js Qpzg0C&oi=fnd&pg=PA105&dq=Knight,+J.++1992.+Institution+and+S ocial+Conflict.+distributional+conflict&ots=4N_XAZYBr6&sig=6F9PRL suQ-26XViPkmyzwD7xik&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false. [META] Marine Ecotourism for Atlantic Area. 2001. Planning for Marine Ecotourism in The Eu Atlantic Area. Britol (GB): University of The West Of England. Nazir M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. North D. 1991. Institutions. Journal of Economic Perspectives. Vol. 5. No. 1 pages. 97-112 [Kemenhut] Kementrian Kehutanan. 1999. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Jakarta (ID): Kemenhut. ______. 2002. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan, dan Pennggunaan Kawasan Hutan. Pasal 15. Jakarta (ID): Kemenhut.
52
Pitana I.G dan Gayatri G.P. 2005. Sosiologi Pariwisata: Kajian Sosiologi terhadap Struktur Sistem dan Dampak-dampak Pariwisata. Yogyakarta (ID): Penerbit Andi. Polski M. Margareth and Elinor Ostrom. 1999. An Institutional Framework for Policy Analysis and Design. Workshop in Political Theory and Policy Analysis. Departemen of Political Science (US). Indiana University. Reed M, Graves A, Dandy N, Posthumus H, Hubacek K, Morris J, Prell C, Quinn CH, and Stringer LC. 2009. Who’s and Why? A Typology of Stakeholder Analysis Methods for Natural Resource Management. Journal of Enviromental Management. Sammeng, A.M. 2001. Cakrawala Pariwisata. Jakarta (ID): Balai Pustaka. Saputro P.B. 2011. Tata Kelola Wisata di Dataran Tinggi Dieng Provinsi Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Soekanto S. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada. Wijayanti P. 2009. Analisis Ekonomi dan Kebijakan Pengelolaan Wisata Alam Berbasis Masyarakat Lokal di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Williamson O.E. 2000. The New Institutional Economics: Taking Stock Looking Ahead. Journal of Economic Literature. Vol. 38 pp. 595-613. Wulandari A dan Mulyanto H. 2010. Penelitian: Metode dan Analisis. Semarang (ID): CV Agung. Yoeti.O.A. 2008. Ekonomi Pariwisata: introduksi, informasi, dan implementasi. Jakarta (ID): Kompas. Yustika E.A. 2006. Ekonomi Kelembagaan: Definisi Teori dan Strategi. Jawa Timur (ID): Bayumedia. Zulaifa S. 2006. Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat untuk Pengembangan Kawasan Hutan Regaloh di Kabupaten Pati Jawa Tengah [tesis].Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
53
LAMPIRAN
55
Lampiran 1 Kuesioner penelitian perubahan kelembagaan DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN Jl. Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680 Telp/ Fax. (0251) 421672 Data Informan (key person) Nama : ................................................................................................. Umur : ................................................................................................. Jabatan : ................................................................................................. No Telp/HP: ................................................................................................. Alamat : ................................................................................................. .................................................................................................. Kuisioner ini digunakan sebagai bahan SKRIPSI yang berjudul Analisis Perubahan Kelembagaan dan Manfaat Ekonomi dalam Pengembangan Kawasan Wana Wisata yang dilakukan oleh saya NASITA LIRA HENDARTINA (H44090062). Saya mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk berkenan mengisi kuisioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat memberikan data yang objektif. Informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/i berikan dijamin kerahasiaannya dan tidak untuk dipublikasikan. Atas perhatian Bapak/Ibu/Saudara/i saya ucapkan terima kasih. A. 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7.
Identifikasi Perubahan Kelembagaan Siapakah pencetus perubahan kelembagaan.................................................. Kapankah perubahan kelembagaan terjadi..................................................... Bagaimana proses terbentuknya kerjasama sehingga terbentuk suatu kelembagaan baru.......................................................................................... Apakah yang melatarbelakangi proses terbentuknya kerjasama ini................................................................................................................... Apakah terdapat beberapa perubahan aturan kelembagaan dari yang sebelum diadakannya kerjasama dengan setelah adanya kerjasama....................................................................................................... Bagaimana proses sosialisasi terhadap masyarakat dan anggota terhadap aturan yang telah ditetapkan........................................................................... Apakah menurut anda bentuk kerjasama ini mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas kawasan wanawisata? Jika Iya alasannya ?......................................................................................................
56
Lampiran 2 Kuesioner penelitian efektivitas kelembagaan DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN Jl. Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680 Telp/ Fax. (0251) 421672 Data Informan (key person) Nama : ................................................................................................. Umur : ................................................................................................. Jabatan : ................................................................................................. No Telp/HP: ................................................................................................. Alamat : ................................................................................................. .................................................................................................. A. Identifikasi Substansi Kelembagaan 1. Siapa saja yang terlibat dalam kelembagaan peran fungsi dan kewenangan didalam kelembagaan? (identifikasi struktur kelembagaan)................................................................................................. ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 2. A. Kelembagaan Formal Apakah terdapat perarturan formal yang mengatur kerjasama? [ ] Ya [ ] Tidak Jika Ya Sebutkan dan Jelaskan hal-hal apa saja yang diatur ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ B. Kelembagaan Informal Apakah terdapat perarturan informal yang mengatur kerjasama? [ ] Ya [ ] Tidak Jika Ya Sebutkan dan Jelaskan hal-hal apa saja yang diatur ........................................................................................................................ ........................................................................................................................
57
3. Bagaimana proses Boundary rules terhadap bentuk kelembagaan baru................................................................................................................. ........................................................................................................................ 4. Bagaimana proses monitoring dan sangsi yang diterapkan jika aturan dilanggar......................................................................................................... ........................................................................................................................ 5. Pernahkah terjadi konflik? [ ] Ya [ ] Tidak Jika Ya Jenis konflik menyelesaikannya
apa
yang
terjadi
dan
bagaimana
cara
........................................................................................................................ ........................................................................................................................
58
Lampiran 3 Kuesioner penelitian wisatawan DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN Jl. Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680 Telp/ Fax. (0251) 421672 Data responden Nama : Alamat : A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin : L/P 2. Umur : tahun 3. Status : Belum menikah/menikah 4. Jika sudah menikah berapa jumlah (orang) anggota keluarga yang ditanggung? _______ orang 5. Pendidikan formal terakhir yang ditempuh saudara? a. SD b. SMP/Tsanawiyah c. SMA/Aliyah d. Perguruan Tinggi e. Tidak sekolah 6. Pekerjaan utama anda: a. Pelajar/Mahasiswa b. PNS c. Karyawan Swasta d TNI/POLRI e. Petani f. Nelayan g.Wiraswasta h. lainnya______________________ 6. Rata-rata pendapatan perbulan (dalam rupiah) Saudara? a. < 500 000 Tepatnya: Rp____________ b. 500 001-1 000 000 Tepatnya: Rp__________ c. 1 000 0001-1 500 000 Tepatnya: Rp__________ d. 1 500 001-2 000 000 Tepatnya: Rp____________ e. > 2 000 001 Tepatnya: Rp___________ 7. Adakah pendapatan lain selain pekerjaan yang Saudara sebutkan diatas? a. Ya bekerja sebagai _______________ b. Tidak 8. Berapakah pendapatan per bulan yang Saudara dapatkan dari pekerjaan sampingan tersebut? Rp________________perbulan
59
B. Pertanyaan terkait Kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung 9. Tujuan anda datang ke lokasi kawasan wanawisata: a. Berlibur b. Rekreasi c. Pendidikan/Penelitian d. Lainnya__________________ 10. Berapa lama perjalanan anda dari tempat tinggal ke lokasi kawasan wanawisata: a. <1 Jam b.1-3 Jam c. 3-5 Jam d.5-7 Jam e. >7 Jam Tepatnya___________ 11. Anda berkunjung ke kawasan wanawisata bersama: a. sendiri b. rombongan keluarga (_________orang) c. berkelompok (______orang) 12. Kedatangan anda ke kawasan wana wisata merupakan: a. Tujuan utama b. Persinggahan (pilihan lain wisata selain kawasan ini)________________ 13. Pernahkah anda ke kawasan wanawisata sebelumnya?(Jika pernah sudah berapa kali anda berkunjung ke kawasan wana wisata? a. 1-3 Kali b. 3-5 Kali c. >5 Kali 14. Alasan apa yang membuat anda kembali mengunjungi kawasan wanawisata? _______________________________ 15. Anda mengetahui Kawasan wanawisata melalui: a. Informasi Keluarga/Teman b.Media cetak c. Media Elektronik d.Brosur e. Lain-lain________________ 16. Pengeluaran yang anda keluarkan Akomodasi :Rp Restaurant :Rp Souvenir :Rp Lain-lain (Parkir toilet) :Rp ____________________ :Rp_________________________+ Total :Rp
60
C. Persepsi Pengunjung terhadap Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Wanawisata dan Dampak Pengembangan Kawasan Wana Wisata 17. Tabel Persepsi Pengunjung Terhadap Kelembagaan dan Dampak Pengelolaan Kawasan Wana Wisata Petunjuk: Berilah tanda [√] pada kolom di bawah ini yang menurut anda sesuai No.
Kelembagaan dalam Pengelolaan Kawasan Wanawisata
1
Aturan telah ditetapkan dengan tertib
2
Sangsi diberlakukan secara adil terhadap pelanggar
3
Pembagian tugas peran fungsi dan wewenang setiap aktor jelas
4
Peningkatan investasi dikawasan wanawisata
5
Kualitas kawasan Wana wisata
6
Akses Menuju Kawasan wanawisata
7
Pengurangan lahan kritis setelah pengelolaan kawasan wanawisata
8
Kebersihan Kawasan Wanawisata
Persepsi/ Pandangan pengunjung Sangat Baik
Baik
Sedang
Kurang Baik
18. Harapan dan saran anda kepada pihak pengelola kawasan wanawisata Harapan :
Saran
:
Tidak Baik
Alasan
61
Lampiran 4 Kuesioner penelitian pelaku usaha DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN Jl. Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680 Telp/ Fax. (0251) 421672 Data responden Nama : Alamat : A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin : L/P 2. Umur : tahun 3. Status : Belum menikah/menikah 4. Jika sudah menikah berapa jumlah (orang) anggota keluarga yang ditanggung? _______ orang 5. Pendidikan formal terakhir yang ditempuh saudara? a. SD b. SMP/Tsanawiyah c. SMA/Aliyah d. Perguruan Tinggi e. Tidak sekolah 6. Rata-rata pendapatan perbulan (dalam rupiah) Saudara? a. < 500.000 Tepatnya: Rp____________ b. 500.001-1.000.000 Tepatnya: Rp__________ c. 1.000.001-1.500.000 Tepatnya: Rp__________ d. 1.500.001-2.000.000 Tepatnya: Rp____________ e. > 2.000.001 Tepatnya: Rp___________ 7. apakah usaha ini merupakan pekerjaan utama anda. [ ] Ya [ ] Tidak 8. Adakah pendapatan lain selain pekerjaan utama yang Saudara kerjakan? a. Ya bekerja sebagai _______________ b. Tidak 9. Berapakah pendapatan per bulan yang Saudara dapatkan dari pekerjaan sampingan tersebut? Rp________________perbulan 10. Apakah anda penduduk asli daerah ini? (Jika ya lanjut ke pertanyaan no 8) 11. Jika anda pendatang anda berasal darimana? 12. Alasan anda menetap disekitar kawasan? a. Bekerja b. ikut suami/istri c. lainnya____________________________ 13. Sudah berapa lama saudara tinggal dikawasan ini_____________ 14. Manfaat apa yang anda terima melalui keberadaan kawasan wanawisata a. Peningkatan Pendapatan b. Peningkatan Pengetahuan
62
c. Perbaikan Infrastruktur d. Ketersediaan Lapangan Pekerjaan e. Lainnya__________________ 15. Kerugian apa yang anda rasakan dengan Keberadaan Kawasan wana wisata a. Peningkatan volume sampah b. Polusi c. Kerusakan lingkungan sekitar d Perubahan pola hidup e. Lainnya__________________ B. Terkait Usaha 16. Sudah berapa lama anda usaha di kawasan wana wisata?____________tahun 17. Berapa jumlah karyawan yang anda miliki________orang 18. Modal awal usaha anda berasal dari: a. Modal sendiri b. Pinjaman dari bank c. Lainnya___________ 19. Berapa besar modal awal usaha yang anda keluarkan Rp__________________ 20. Dalam sehari anda bekerja berapa lama ____jam 21. Dalam Satu Minggu anda bekerja selama_____hari 22. Proporsisi pendapatan hasil usaha selama 1 minggu perhari dalam kawasan wana wisata a. Hari Biasa (Senin-Jumat ) : Rp_______________perhari b. Sabtu-minggu/Libur : Rp_______________perhari 23.Dari pendapatan yang anda terima pengeluaran yang dikeluarkan dikawasan wisata adalah: Kebutuhan Rumah Tangga :Rp Upah Karyawan :Rp Harga Bahan Baku Usaha :Rp Biaya Pemeliharaan Alat :Rp Biaya Operasional (listrik air transpotasi) :Rp Retribusi/pajak :Rp Reinvestasi :Rp ______________________ :Rp ______________________ :Rp________________________+ Total :Rp 24. Apakah anda mendapatkan bantuan dari pemerintah atau pihak pengelola [ ] Ya [ ] Tidak Jika Ya jenis bantuan apa dan berapa kali anda menerima? 25. Harapan dan saran anda kepada pihak pengelola kawasan wanawisata Harapan :
Saran
:
63
Lampiran 5 Kuesioner penelitian tenaga kerja lokal DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN Jl. Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680 Telp/ Fax. (0251) 421672 Data responden Nama : Alamat : Pekerjaan : A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin : L/P 2. Umur : tahun 3. Status : Belum menikah/menikah 4. Jika sudah menikah berapa jumlah (orang) anggota keluarga yang ditanggung? _______ orang 5. Pendidikan formal terakhir yang ditempuh saudara? a. SD b. SMP/Tsanawiyah c. SMA/Aliyah d. Perguruan Tinggi e. Tidak sekolah 6. Rata-rata pendapatan perbulan (dalam rupiah) Saudara? a. < 500.000 Tepatnya: Rp____________ b. 500.001-1.000.000 Tepatnya: Rp__________ c. 1.000.001-1.500.000 Tepatnya: Rp__________ d. 1.500.001-2.000.000 Tepatnya: Rp____________ e. > 2.000.001 Tepatnya: Rp___________ 7. Adakah pendapatan lain selain pekerjaan yang Saudara sebutkan diatas? a. Ya bekerja sebagai _______________ b. Tidak 8. Berapakah pendapatan per bulan yang Saudara dapatkan dari pekerjaan sampingan tersebut? Rp________________perbulan 9. Apakah anda penduduk asli daerah ini? (Jika ya lanjut ke pertanyaan no 8) 10. Jika anda pendatang anda berasal darimana? 11. Alasan anda menetap disekitar kawasan? a. Bekerja b ikut suami/istri c.lainnya____________________________ 12. Sudah berapa lama saudara tinggal dikawasan ini_____________ 13. Manfaat apa yang anda terima melalui keberadaan kawasan wanawisata a. Peningkatan Pendapatan b. Peningkatan Pengetahuan c. Perbaikan Infrastruktur
64
d. Ketersediaan Lapangan Pekerjaan e. Lainnya__________________ 14. Kerugian apa yang anda rasakan dengan Keberadaan Kawasan wana wisata a. Peningkatan volume sampah b. Polusi c. Kerusakan lingkungan sekitar d Perubahan pola hidup e. Lainnya__________________ B. Terkait Tenaga Kerja 15. Sudah berapa lama anda usaha di kawasan wana wisata?____________tahun 16. Apakah pekerjaan anda sebelum menekuni usaha ini?_____________ 17. Berapa besar penghasilan anda sebelum menekuni usaha ini? Rp_______ 18. Dalam sehari anda bekerja berapa lama ____jam 19. Dalam Satu Minggu anda bekerja selama_____hari 20. Apakah anda mendapatkan bantuan dari pemerintah atau pihak pengelola [ ] Ya [ ] Tidak Jika Ya jenis bantuan apa dan berapa kali anda menerima? 21.Dari pendapatan yang anda terima pengeluaran yang dikeluarkan dikawasan wana wisata adalah: Kebutuhan Rumah Tangga :Rp Retribusi/pajak :Rp Akomodasi (makan minum tranportasi) :Rp ______________________ :Rp ______________________ :Rp________________________+ Total :Rp 22. Dari pendapatan yang anda terima apakah ada pengeluaran yang dikeluarkan diluar kawasan wana wisata: [ ] Ya [ ] Tidak Jika Ya Jenis pengeluaran dan besaran (dalam rupiah) yang dikeluarkan ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ 23. Harapan dan saran anda kepada pihak pengelola kawasan wanawisata Harapan :
Saran
:
65
Lampiran 6 Kuesioner analisis stakeholder DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN Jl. Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680 Telp/ Fax. (0251) 421672 Data responden Nama : Alamat : A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin : L/P 2. Umur : tahun 3. Status : Belum menikah/menikah 4. Jika sudah menikah berapa jumlah (orang) anggota keluarga yang ditanggung? _______ orang 5. Pendidikan formal terakhir yang ditempuh saudara? a. SD b. SMP/Tsanawiyah c. SMA/Aliyah d. Perguruan Tinggi e. Tidak sekolah 6. Pekerjaan utama anda: a. Pelajar/Mahasiswa b. PNS c. Karyawan Swasta d. TNI/POLRI e. Petani f. Nelayan g.Wiraswasta h. lainnya______________________ 7. Apakah anda pernah berkerja pada sebuah Instansi [ ] Ya [ ] Tidak (jika tidak lanjut ke pertanyaan terkait stakeholder) Jika Ya kelembagaan____________ 8. Jabatan : 9. Lama Bekerja : tahun 10. Tingkat Pendapatan : Rp____________perbulan 11. Apakah menurut anda keberadaan kawasan wanawisata penting ? [ ] Ya [ ] Tidak Alasannya............................................................................................................. .............................................................................................................................. 12. Apakah ada manfaat yang anda rasakan dengan keberadaan kawasan wana wisata
66
[ ] Ya [ ] Tidak Alasannya............................................................................................................. .............................................................................................................................. 13. Apakah ada kerugian yang anda rasakan dengan keberadaan kawasan wana wisata [ ] Ya [ ] Tidak Alasannya............................................................................................................. .............................................................................................................................. 14. Menurut anda Apakah pengelolan kawasan wana wisata telah berjalan dengan baik [ ] Ya [ ] Tidak Alasannya............................................................................................................. .............................................................................................................................. B. Terkait Stakeholder 15. Apakah penting masyarakat sekitar ikut berpatisipasi didalam pengelolaan kawasan wana wisata [ ] Ya [ ] Tidak Alasannya............................................................................................................. .............................................................................................................................. 16. Tabel Tingkat Kepentingan Stakeholder dalam Pengelolaan Kawasan Wana wisata Petunjuk: Berilah tanda [√] pada kolom di bawah ini yang menurut anda sesuai Kepentingan No.
Stakeholder
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Kurang Tinggi
Rendah
1. 2. 3. 4.
17. Apa sajakah kebijakan yang ditetapkan stakeholder dalam pengelolaan kawasan wana wisata 1............................................................ 2............................................................ 3............................................................ 4............................................................ 5............................................................
67
18. Tabel Tingkat Pengaruh Stakeholder terhadap Stakeholder lain didalam Pengelolaan Kawasan Wana wisata Petunjuk: Berilah tanda [√] pada kolom di bawah ini yang menurut anda sesuai Pengaruh No.
Stakeholder
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Kurang Tinggi
Rendah
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
19. Menurut anda Kuantitas sumberdaya yang dimiliki kelembagaan terkait pengelolaan kawasan wana wisata Tabel Kuantitas Sumberdaya didalam Pengelolaan Kawasan Wana wisata Petunjuk: Berilah tanda [√] pada kolom di bawah ini yang menurut anda sesuai Pengaruh No.
Stakeholder
1.
Sumber Daya Manusia
2.
Finansial
3.
Politik
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Kurang Tinggi
Rendah
20. Tabel tingkat sikap stakeholder terhadap kebijakan di dalam pengelolaan kawasan wana wisata Petunjuk: Berilah tanda [√] pada kolom di bawah ini yang menurut anda sesuai Sikap No.
1. 2.
Kebijakan
Sangat Menentang
Cukup Menentang
Netral
Mendukung
Sangat Mendukung
68
Lampiran 7 Persepsi anggota non-organisasi Kriteria Tata tertib Kualitas Akses Lahan Kebersihan
Tidak Baik 14 0 33 0 0
Kurang baik 25 15 39 8 28
Sedang 46 57 32 50 41
Baik
Sedang
Baik
Sangat Baik 30 34 15 46 50
4 13 0 15 0
*jumlah keseluruhan responden adalah 119 orang
Lampiran 8 Persepsi anggota organisasi Kriteria
Tidak Baik
Aturan Sangsi Tupoksi Tata tertib Kualitas Akses Lahan Kebersihan
Kurang baik 0 0 0 0 0 32 0 0
11 14 11 12 9 10 7 15
*jumlah keseluruhan responden adalah 54 orang
Lampiran 9 Perhitungan Multiplier Effect Diketahui: D = 106 975 000 N = 39 672 000 U = 13 180 000 E = 117 417 300 Perhitungan Keynesian Multiplier Effect =D+N+U E = 106 975 000 + 39 672 000 + 13 180 000 117 417 300 = 1.36 Perhitungan Ratio Income Multiplier Tipe I =D+N D = 106 975 000 + 39 672 000 106 975 000 = 1.37
20 14 19 13 23 8 13 21
Sangat Baik 23 19 20 20 19 4 29 13
0 7 4 9 3 0 5 5
69
Perhitungan Ratio Income Multiplier Tipe II =D+N+U D = 106 975 000 + 39 672 000 + 13 180 000 106 975 000 = 1.49
Lampiran 10 Peta lokasi penelitian di Gunung Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya.
Sumber: Google Map (2009)1
1
http://ariesaksono.wordpress.com/2010/05/13/gunung-galunggung-mengagumi-sang-macantidur/ [diakses tanggal 25 Juli 2013]
70
70
Lampiran 11 Pengeluaran wisatawan perkunjungan Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Pendapatan 300 000 300 000 2 000 000 2 000 000 500 000 5 200 000 2 500 000 2 500 000 500 000 1 700 000 500 000 6 000 000 2 100 000 3 000 000 3 000 000 300 000 210 000 600 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 3 500 000 300 000 1 500 000 1 500 000 5 000 000 2 000 000 2 000 000
Parkir (a) 2 000 2 000 4 000 4 000 2 000 4 000 2 000 2 000 2 000 4 000 2 000 2 000 4 000 2 000 4 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 4 000 2 000 2 000 4 000 4 000 2 000 4 000 4 000 4 000 4 000
Toilet (b) 3 000 3 000 20 000 3 000 3 000 12 000 3 000 3 000 2 000 6 000 2 000 2 000 16 000 2 000 16 000 2 000 3 000 3 000 3 000 3 000 6 000 2 000 2 000 16 000 2 000 3 000 6 000 16 000 2 000 3 000
Konsumsi (c) 15 000 15 000 50 000 250 000 15 000 100 000 20 000 30 000 15 000 45 000 20 000 30 000 100 000 15 000 55 000 30 000 15 000 15 000 15 000 10 000 40 000 15 000 10 000 12 000 10 000 55 000 65 000 200 000 15 000 100 000
Tiket (d) 8 400 8 400 21 000 92 400 8 400 37 800 8 400 8 400 8 400 12 600 4 200 8 400 33 600 8 400 12 600 8 400 8 400 8 400 8 400 8 400 16 800 8 400 8 400 25 200 4 200 16 800 21 000 12 600 8 400 16 800
Transportasi (e) 10 000 10 000 150 000 250 000 10 000 200 000 10 000 10 000 10 000 300 000 10 000 10 000 150 000 10 000 200 000 10 000 10 000 10 000 10 000 10 000 20 000 10 000 5 000 200 000 250 000 150 000 150 000 250 000 10 000 100 000
Pengeluaran/Kunjungan (a + b + c + d + e) 38 400 38 400 245 000 599 400 38 400 353 800 43 400 53 400 37 400 367 600 38 200 52 400 303 600 37 400 287 600 52 400 38 400 38 400 38 400 33 400 86 800 37 400 27 400 257 200 270 200 226 800 246 000 482 600 39 400 223 800
71
Responden
Pendapatan
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62
2 000 000 1 750 000 2 000 000 1 800 000 1 600 000 700 000 500 000 450 000 2 550 000 600 000 3 000 000 300 000 300 000 1 400 000 1 600 000 600 000 900 000 900 000 300 000 300 000 1 700 000 300 000 500 000 300 000 500 000 500 000 2 500 000 10 000 000 1 380 000 500 000 10 000 000 1 000 000
Parkir (a) 4 000 4 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 4 000 2 000 2 000 4 000 2 000 2 000 4 000 2 000 2 000 2 000 4 000 2 000 4 000 4 000 2 000 2 000 2 000 2 000 12 000 2 000 2 000 2 000 4 000 4 000
Toilet (b) 3 000 3 000 2 000 3 000 6 000 3 000 3 000 3 000 8 000 3 000 2 000 5 000 2 000 2 000 10 000 2 000 2 000 1 000 4 000 1 000 4 000 4 000 3 000 4 000 2 000 2 000 6 000 3 000 4 000 8 000 5 000 8 000
Konsumsi (c) 45 000 30 000 20 000 75 000 100 000 25 000 12 000 20 000 60 000 30 000 20 000 30 000 25 000 15 000 125 000 20 000 20 000 20 000 40 000 20 000 15 000 25 000 30 000 48 000 15 000 15 000 120 000 20 000 30 000 20 000 200 000 200 000
Tiket (d) 12 600 8 400 4 200 12 600 21 000 4 200 4 200 12 600 25 200 8 400 8 400 8 400 8 400 4 200 21 000 8 400 8 400 8 400 16 800 8 400 75 400 16 800 8 400 16 800 4 200 4 200 52 400 8 400 8 400 33 600 84 000 84 000
Transportasi (e) 20 000 10 000 120 000 100 000 150 000 100 000 100 000 20 000 30 000 10 000 10 000 10 000 10 000 10 000 250 000 10 000 10 000 10 000 20 000 10 000 250 000 20 000 10 000 10 000 10 000 10 000 120 000 10 000 10 000 150 000 200 000 250 000
Pengeluaran/Kunjungan (a + b + c + d + e) 84 600 55 400 148 200 192 600 279 000 134 200 121 200 57 600 127 200 53 400 42 400 57 400 47 400 33 200 410 000 42 400 42 400 41 400 84 800 41 400 348 400 69 800 53 400 80 800 33 200 33 200 310 400 43 400 54 400 213 600 493 000 546 000
71
72
72
Responden
Pendapatan
63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94
1 000 000 1 500 000 900 000 300 000 4 000 000 10 000 000 400 000 500 000 500 000 300 000 300 000 700 000 250 000 2 500 000 500 000 500 000 500 000 500 000 500 000 4 000 000 1 000 000 3 000 000 150 000 500 000 500 000 500 000 1 000 000 500 000 500 000 500 000 500 000 2 000 000
Parkir (a) 2 000 2 000 2 000 2 000 8 000 4 000 4 000 4 000 4 000 4 000 4 000 4 000 4 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 4 000 4 000 4 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 4 000
Toilet (b) 1 000 1 000 2 000 1 000 25 000 6 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 40 000 2 000 3 000 3 000 3 000 3 000 3 000 3 000 3 000 3 000 3 000 3 000 5 000
Konsumsi (c) 25 000 20 000 20 000 16 000 150 000 150 000 15 000 15 000 20 000 20 000 20 000 15 000 15 000 20 000 15 000 15 000 10 000 15 000 15 000 200 000 30 000 12 000 5 000 10 000 10 000 20 000 40 000 10 000 10 000 5 000 5 000 30 000
Tiket (d) 21 000 21 000 21 000 8 400 88 200 12 600 4 200 67 200 63 000 63 000 63 000 4 200 4 200 8 400 8 400 8 400 4 200 8 400 8 400 84 000 8 400 8 400 12 600 12 600 12 600 8 400 12 600 4 200 4 200 4 200 4 200 16 800
Transportasi (e) 100 000 100 000 100 000 10 000 250 000 100 000 10 000 10 000 10 000 10 000 10 000 10 000 10 000 10 000 10 000 5 000 5 000 5 000 5 000 150 000 10 000 10 000 10 000 10 000 10 000 10 000 10 000 5 000 5 000 5 000 5 000 20 000
Pengeluaran/Kunjungan (a + b + c + d + e) 149 000 144 000 145 000 37 400 521 200 272 600 35 200 98 200 99 000 99 000 99 000 35 200 35 200 42 400 37 400 32 400 23 200 32 400 32 400 476 000 52 400 35 400 34 600 39 600 39 600 43 400 67 600 24 200 24 200 19 200 19 200 75 800
73
Responden
Pendapatan
95 96 97 98 99 100 Total
9 000 000 3 100 000 4 400 000 5 000 000 5 500 000 3 500 000 174 040 000
Parkir (a) 2 000 2 000 4 000 4 000 4 000 4 000 294 000
Toilet (b) 4 000 2 000 3 000 2 000 2 000 3 000 444 000
Konsumsi (c) 20 000 25 000 35 000 15 000 15 000 35 000 3 995 000
Tiket (d) 8 400 8 400 16 800 4 200 4 200 16 800 1 812 000
Transportasi (e) 10 000 10 000 20 000 10 000 10 000 20 000 5 705 000
Pengeluaran/Kunjungan (a + b + c + d + e) 44 400 47 400 78 800 35 200 35 200 78 800 12 250 000
73
74
74
Lampiran 12 Pengeluaran dan pendapatan unit usaha Responden
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Biaya kebersihan (a) 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000
Bahan usaha (b) 50 000 500 000 300 000 250 000 100 000 125 000 120 000 90 000 100 000 200 000 200 000 1 500 000 75 000 450 000 70 000 50 000 50 000 300 000 100 000 1 500 000 200 000 400 000 100 000 500 000 500 000 200 000 50 000 200 000 100 000
Biaya operasional (listrik dan sewa) (c) 0 0 30 000 10 000 30 000 30 000 30 000 30 000 30 000 30 000 30 000 90 000 30 000 30 000 30 000 30 000 90 000 30 000 10 000 30 000 30 000 30 000 30 000 30 000 45 000 30 000 30 000 30 000 30 000
Pajak jualan (d) 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 45 000 15 000 15 000 15 000 15 000 45 000 15 000 15 000 15 000 30 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000
Total Pengeluaran/bulan (a + b + c + d) 73 000 523 000 353 000 283 000 153 000 178 000 173 000 143 000 153 000 253 000 253 000 1 643 000 128 000 503 000 123 000 103 000 193 000 353 000 133 000 1 553 000 268 000 453 000 153 000 553 000 568 000 253 000 103 000 253 000 153 000
Pendapatan/bulan
2 000 000 1 500 000 800 000 1 500 000 1 500 000 1 600 000 1 200 000 2 450 000 1 200 000 1 500 000 1 200 000 600 000 1 200 000 960 000 1 580 000 900 000 900 000 2 000 000 800 000 1 500 000 2 400 000 800 000 500 000 1 000 000 1 500 000 500 000 600 000 500 000 1 500 000
75
Responden
30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 Total
Biaya kebersihan (a) 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 352 000
Bahan usaha (b) 120 000 120 000 1 000 000 300 000 300 000 1 000 000 400 000 200 000 200 000 300 000 400 000 200 000 400 000 100 000 200 000 13 620 000
Biaya operasional (listrik dan sewa) (c) 15 000 60 000 25 000 30 000 30 000 45 000 45 000 30 000 10 000 10 000 30 000 30 000 30 000 30 000 30 000 1 355 000
Pajak jualan (d) 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 735 000
Total Pengeluaran/bulan (a + b + c + d) 158 000 203 000 1 048 000 353 000 353 000 1 068 000 468 000 253 000 233 000 333 000 453 000 253 000 453 000 153 000 253 000 16 062 000
Pendapatan/bulan
500 000 900 000 1 800 000 500 000 500 000 500 000 800 000 2 000 000 1 800 000 800 000 2 000 000 1 500 000 3 000 000 1 000 000 600 000 54 390 000
75
76
76
Lampiran 13 Pendapatan dan pengeluaran tenaga kerja lokal Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Total
Pendapatan/bulan 600 000 2 200 000 2 300 000 3 200 000 2 300 000 2 600 000 2 200 000 2 300 000 2 000 000 1 200 000 1 500 000 450 000 530 000 450 000 1 900 000 450 000 450 000 2 900 000 800 000 1 400 000 500 000 2 000 000 3 000 000 37 230 000
Konsumsi di lokasi
Konsumsi rumah tangga
Biaya pendidikan
Biaya transportasi
1 500 000 250 000 450 000 300 000 750 000 300 000 600 000 300 000 450 000 1 750 000 810 000 600 000 150 000 150 000 210 000 750 000 150 000 210 000 900 000 900 000 900 000 600 000 200 000 13 180 000
1 500 000 1 250 000 2 000 000 1 500 000 900 000 750 000 750 000 900 000 750 000 750 000 400 000 600 000 900 000 900 000 270 000 750 000 450 000 750 000 900 000 900 000 900 000 900 000 1 500 000 21 170 000
0 700 000 900 000 800 000 900 000 150 000 300 000 450 000 450 000 0 300 000 400 000 450 000 600 000 600 000 400 000 150 000 300 000 600 000 150 000 600 000 600 000 150 000 9 950 000
0 80 000 150 000 80 000 80 000 150 000 80 000 150 000 150 000 0 80 000 80 000 150 000 150 000 300000 80 000 80 000 80 000 120 000 120 000 80 000 80 000 150 000 2 470 000
77
Lampiran 14 Dokumentasi penelitian
Pintu utama masuk ke lokasi wana wisata
Proses Ticketing
Unit usaha di kawasan kawah
Unit usaha di kawasan cipanas
Tangga ke wisata kawah
Pintu ke wisata cipanas
Pemandangan kawah
Wisata kawasan cipanas
78
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 7 September 1991. Penulis merupakan putri ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Beny dan Ibu Tina. Penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Nomor 05 Langsa, Aceh Timur sampai tingkat pendidikan kelas 2 kemudian melanjutkan kembali pada Sekolah Dasar Negeri Kayu Manis, Medan sampai tingkat pendidikan kelas 3. Penulis melanjutkan pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri 01 Sibuhuan, Tapanuli Selatan sampai tingkat pendidikan kelas 4. Penulis melanjutkan tingkat pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri Taman Pagelaran, Bogor dan lulus pada tahun 2003. Setelah itu melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 14 Bogor lulus pada tahun 2006. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Pematangsiantar sampai tingkat pendidikan kelas 2 kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Negeri 9 Medan dan lulus tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis tercatat sebagai Mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi di dalam kampus. Tercatat penulis pernah menjadi pengurus Resources Environment Economic Student Association (REESA), Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), IPB tahun 2011-2012 sebagai bendahara divisi Campus Social Responsibility (CSR), serta tahun 2012-2013 sekretaris divisi Campus Social Responsibility (REESA), Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), IPB. Mahasiswa aktif di berbagai kepanitiaan kegiatan mahasiswa dan peserta berbagai kegiatan seminar terkait bidang ilmu maupun di luar bidang ilmu penulis.