EFEKTIVITAS METODE DISKUSI DAN METODE SIMULASI DALAM PROGRAM PSIKOSOSIAL TERHADAP KONSEP DIRI DAN KECERDASAN EMOSI ANAK PIDANA NARKOTIKA DI LAPAS ANAK PRIA TANGERANG
Naomi Soetikno ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas metode diskusi dan metode simulasi dalam program psikososial untuk membentuk konsep diri dan kecerdasan emosi dari anak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang. Berdasarkan tujuan penelitian, maka hipotesis yang diuji dengan menggunakan uji-t adalah, pertama “metode diskusi dalam program psikososial lebih efektif daripada metode simulasi dalam hal meningkatkan konsep diri anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang”, kedua “metode simulasi dalam program psikososial lebih efektif daripada metode diskusi dalam hal meningkatkan kecerdasan emosi anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang”. Metode penelitian yang digunakan adalah: a) pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling; b) desain penelitian ini adalah desain experimental; c) pengujian untuk mengukur konsep diri dan kecerdasan emosi dengan skala Likert diberikan sebelum program diberikan dan setelah program diberikan; d)analisis data menggunakan program komputer SPSS 17. Dari hasil penelitian ini dibuktikan bahwa hipotesa pertama mengenai efektivitas metode diskusi pada program psikososial dalam membentuk konsep diri dapat diterima; dan hipotesa kedua mengenai efektivitas metode simulasi pada program psikososial dalam membentuk kecerdasan emosi dapat diterima. Dengan demikian metode diskusi dapat digunakan dalam program psikososial untuk membentuk konsep diri anak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang; dan metode simulasi dapat digunakan dalam program psikososial untuk membentuk kecerdasan emosi anak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang. Kata Kunci: Metode Diskusi, Metode Simulasi, Konsep Diri, Kecerdasan Emosi ABSTRACT
This research aim to know discussion method effectiveness and simulation method in program of psychosocial to conception of self and emotional intelligence of child narcotics crime in Children prisoner of Tangerang. Pursuant to research target, hence examinee hypothesis by using t-test is, first “discussion method in program of psychosocial more effective than simulation method in the case of improving self concept of child in Children prisoner of Tangerang", second " simulation method in program of psychosocial more effective than discussion method in the case of improving emotional intelligence of child in Children prisoner of Tangerang". Procedure method in this research is: a) intake of sample use technique of purposive sampling; b) this research design is an experimental design; c) examination to measure self concept and intelligence of emotion using scale of Likert given before and after program being given; d) analysis data use program of SPSS 17. From this research result is proved that first hypothesizing hitting discussion method effectiveness at program of psychosocial in forming self concept can be accepted; and second hypothesizing hitting simulation method effectiveness at program of psychosocial in forming intelligence of emotion can be accepted. Thereby discussion method can be used in program of psychosocial to form child narcotics crime self concept in Children prisoner of Tangerang; and simulation method can be used in program of psychosocial to form emotional intelligence of child narcotics crime in Children prisoner of Tangerang.
Keywords: Discussion Method, Simulation Method, Self Concept, Emotional Intelligence.
Latar Belakang Masalah Penggunaan narkotika pada anak sangat memengaruhi keadaan psikososialnya, dengan adanya efek dari narkotika itu sendiri. Dalam Davison, Neale, dan Kring (2004) dijelaskan bahwa efek dari penggunaan narkotika membuat mereka kesulitan untuk mengendalikan hasrat diri dan emosi, serta keterbatasan dalam membuat perencanaan masa depan yang baik. Keadaan psikososial anak akan menjadi lebih buruk lagi bila mereka tertangkap oleh aparat keamanan dan harus menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan (Puranti, Supatmi, dan Tinduk, 2003). Di dalam lembaga pemasyarakatan ditetapkan segala aturan yang dapat membentuk konsep diri seorang anak. Dijelaskan dalam Burns (1979) bahwa konsep diri terbentuk secara menetap melalui suatu proses belajar yang cukup lama. Proses ini dimulai selama masa pertumbuhan seseorang manusia dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman, dan pola asuh orang tua dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep yang terbentuk. Konsep diri sebagai landasan seseorang untuk bertingkah laku dan bereaksi terhadap orang lain yang membedakan dirinya dengan orang lain. Pengekspresian emosi anak di dalam lembaga pemasyarakaan juga diatur dalam aturan-aturan dari pihak petugas maupun dari teman-teman yang lebih senior. Dalam hal ekspresi emosi yang masih labil ini juga sangat dipengaruhi oleh tekanan-tekanan fisik maupun psikologis yang dialami oleh anak (Soetodjo, 2005). Tekanan fisik didapat dalam bentuk caci maki, bentakan, aturan yang ketat sampai pukulan, maupun hukuman kurungan badan. Tekanan psikologis didapat dari sikap dan pandangan yang negatif mengenai status anak pidana yang disandangnya. Kondisi-kondisi ini dapat memperburuk konsep diri anak didik serta kemampuan pengelolaan emosi atau diistilahkan sebagai kecerdasan emosi. Daniel Goleman (1995) seorang tokoh psikologi yang mendefinisikan ulang mengenai arti dari kecerdasan, mengatakan bahwa tidak hanya sekedar intelektual yang menjadi jaminan kesuksesan seseorang di masa depan, melainkan kecerdasan emosional sangat memegang peranan penting. Kecerdasan emosional mencakup kesadaran diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri, empati dan kecakapan sosial. Menjadi suatu bahan pemikiran agar mereka dapat kembali ke masyarakat dan kembali menjadi anak-anak remaja seperti yang lainnya, yang tetap dapat mengekspresikan potensi dirinya pada hal-hal yang lebih positif. Untuk membantu anak-anak tersebut, maka dibuatkan suatu program psikososial yang dapat menyentuh aspek konsep diri dan kecerdasan emosi andik dengan harapan adanya pembentukkan perilaku serta membantu mereka agar dapat merencanakan masa depan yang lebih baik. Program psikososial merupakan program pembelajaran pada anak didik seperti juga suatu program pembelajaran
social yang lain, maka program ini dijalankan dengan menerapkan metode-metode pembelajaran, khususnya metode diskusi dan simulasi yang akan diteliti lebih lanjut mengenai efektivitasnya terhadap konsep diri dan keerdasan emosi pada anak pidana narkotika di lembaga pemasyarakatan anak pria Tangerang. Kajian Pustaka 1. Konsep Diri Burns (1979) menjelaskan konsep mengenai diri menjembatani pemahaman umum mengenai perbedaan diri sendiri dengan orang lain. Sebagai suatu konsepsi, maka konsep diri terbentuk secaa menetap, menjadi dasar pemikiran mengenai dirinya sendiri sehingga membuatnya dapat membuat keputusan-keputusan yang mencerminkan dirinya sendiri (Avin, 1999). Pengertian Konsep diri dalam penelitian ini adalah: a) pengertian atau pemahaman yang mendalam pada individu serta penilaian mengenai gambaran dirinya secara fisik, b) pemahaman dan penilaian dirinya secara emosi dan bagaimana emosinya itu berperan dalam interaksinya dengan orang lain dan lingkungan, c) serta pemahaman dan penilaian dirinya mengenai kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki dan bagaimana potensi itu menjadi acuan untuk merancang rencana masa depan atau diri yang ideal yang diharapkannya. 2. Kecerdasan Emosi Istilah kecerdasan emosional sebenarnya merupakan pengembangan dari definisi dasar yang dikemukan oleh Gardner (1993) yakni kemampuan untuk memahami orang lain, memahami hal-hal yang memotivasinya, serta cara bekerja sama dengan orang lain. Pendapat Gardner ini merupakan kunci menuju pengetahuan diri, dimana seseorang akan mempelajari dan memahami perasaanperasaan dirinya serta membedakannya sehingga dapat memanfaatkan untuk menuntun tingkah lakunya. Goleman (1997) menyatakan bahwa berdasarkan teori Salovy dan Mayer, ia mengadaptasi kecakapan emosi dan sosial kedalam definisi yang merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Pengertian kecerdasan emosi dalam penelitian ini adalah kemampuan mengendalikan diri sendiri (intra pribadi) dan terhadap orang lain (inter pribadi), dengan indikator: (1) Kemampuan mengendalikan diri dari hasrat-hasrat yang dimiliki, (2) Kemampuan memotivasi diri untuk mencapai tujuan, (3) Kemampuan Memanfaatkan situasi, (4) Kemampuan berhubungan dengan orang lain secara empatik.
3. Program Psikososial Kata “Psikososial” menurut Mc Donalds (2002) dalam Purnianti, Supatmi, dan Tinduk (2003) menerangkan hubungan yang dinamis antara efek-efek psikologis dan sosial yang masing-masingnya terus menerus saling mempengaruhi. Secara operasional program psikososial adalah program pembelajaran yang dikemas dalam bentuk serangkaian kegiatan yang menjawab kebutuhan psikologis dan sosial dari individu dan masyarakat. Program psikososial merupakan programpembelajaran sosial yang perlu memerhatikan hakikat dari belajar itu sendiri dan faktor yang memengaruhi efektivitas dari belajar. Berbagai faktor juga dapat memengaruhi efektivitas belajar siswa seperti dijelaskan dalam Santrock (2008) yaitu: motivasi, konsentrasi, reaksi, organisasi, pemahaman, dan ulangan. Faktor-faktor tersebut akan tercapai jika didukung oleh aktivitas siswa dalam kegiatan belajarnya. Dalam proses pembelajaran sosial ada beberapa metode pembelajaran yang umum dipakai dengan mempertimbangan tujuan dari program serta kematangan siswa (Wahab, 2007). Metode Diskusi Metode Diskusi, seperti yang dijelaskan oleh Wahab (2007) adalah pemberian dan penggalian informasi lebih lanjut melalui interaksi didalam sebuah kelompok. Adapun kegunaan dari teknik diskusi diantaranya adalah: a) untuk pemecahan masalah, b) mengembangkan dan mengubah sikap, c) menyampaikan dan membantu siswa menyadari adanya pandangan yang berbeda, d) mengembangkan keterampian berkomunikasi, e) mengembangkanketerampilan kepemimpinan, f) membantu siswa merumuskan masalah dan prinsip-prinsip dan membantunya dalam menggunakan prinsip tersebut, g) mendorong berpikir logis dan konstruktif, h) menumbuhkan tanggung jawab untuk belajar, mengembangkan argumentasi, mempertahankan pandangannya dengan kemungkinan dikritik oleh anggota kelompok, dan i) mengembangkan kepercayaan diri, kesadaran dan sikap yang tenang. Metode Simulasi Metode Simulasi dijelaskan oleh Wahab (2007) merupakan strategi yang meminta keterlibatan anggota kelompok untuk menganggap dirinya sebagai orang lain yang tujuannya adalah untuk mempelajari bagaimana orang lain bertindak dan merasakan. Dari ahli-ahli lain dikemukakan bahwa bermain adalah merupakan suatu teknik mengajar yang tepat karena melalui simulasi dan bermain dapat mendorong perhatian dan keterlibatan yang besar. Strategi mengajar socio drama ialah sebuah cara memerankan pemecahan masalah secara kelompok yang memfokuskan pada masalah-masalah tentang hubungan manusia. Masalah itu mungkin
mengenai siswa dalam bekerja sama di sekolah, keluarga atau masyarakat. Bermain simulasi adalah teknik mengajar dimana siswa mengasumsikan peran khusus sebagai pengambil keputusan, bertindak seolah-olah mereka benar-benar terlibat dalam suatu situasi dan berkompetisi untuk tujuan-tujuan tertentu sesuai dengan aturan-aturan khusus. Hipotesa Penelitian Dari uraian mengenai pengertian metode diskusi dan metode simulasi, tujuan dan kegunaannya tampak adanya kelebihan dari metode diskusi mengenai kemampuan siswa untuk merubah sikap dan perilakunya melalui diskusi yang terjadi. Sedangkan dari metode simulasi tampak adanya kemampuan pemecahan masalah yang menggunakan kepekaan perasaannya. Oleh karenanya peneliti mengembangkan hipotesa pertama bahwa metode diskusi dalam program psikososial lebih efektif daripada metode simulasi dalam hal meningkatkan konsep diri anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang, dan kedua bahwa metode simulasi dalam program psikososial lebih efektif daripada metode diskusi dalam hal meningkatkan kecerdasan emosi anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang. MetodePenelitian Subyek Penelitian Subyek yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah anak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang berjumlah 40 orang. Pemilihan sample dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan kriteria sampel yang diajukan yaitu: a. remaja pria berusia 14 sampai dengan 18 tahun; b. berpendidikan baik SD, SMP, dan SMU. Dari populasi yang ada dan sesuai dengan kriteria tersebut lalu dibuatlah dengan metode random assignment untuk menentukan sample akan masuk dalam kelompok eksperimen yang mana. Dalam tiap kelompok diperhatikan juga jumlah sample yang berpendidikan SD, SMP dan SMU menjadi seimbang. Desain Penelitian Dalam penelitian ini akan dibuat two group pretest-posttest design experimental dengan teknik kontrol konstansi yaitu dengan pretest-posttest. Dari hasil pengukuran konsep diri dan kecerdasan emosi terhadap kelompok metode diskusi dengan kelompok metode simulasi tersebut akan diperbandingkan untuk melihat efektivitas dari salah satu metode untuk pembentukkan konsep diri dan kecerdasan emosi. Adapun rincian materi dalam program psikososial bertolak dari tujuan operasional yakni: (1) Membangun kepercayaan dan penghargaan terhadap diri sendiri, (2) Menggali penghayatan pengalaman individu, (3) Memperbaiki keterampilan penyesuaian diri, (4) Membuat perencanaan masa depan yang lebih baik.
Instrumen Penelitian Instrumen Konsep Diri Alat ukur konsep diri yang dipakai adalah Children’s self concept scale dari Piers dan Harris (1964). Piers dan Harris merancang alat ukur ini dengan menggunakan Rating scale yang diperuntukkan anak usia 8-16 tahun. Ini adalah pengukuran yang mengukur penilaian fisik, aktivitas sosial, kemampuan belajar, ketidakpuasan dan penilaian terhadap diri, dengan pernyataan yang dibedakan dalam pernyataan negatif dan positif dan diantara tinggi atau rendahnya refleksi / penilaian terhadap konsep diri. Nilai tertinggi (butir negatif) mengindikasikan konsep diri yang lebih positif. Instrumen Kecerdasan Emosional Instrumen pengukuran kecerdasan emosi dirancang oleh peneliti. Instrumen ini disusun berdasarkan skala Likert. Instrumen kecerdasan emosi ini menggunakan validasi isi (content validation). Instrumen kecerdasan emosi ini memperhatikan indikator-indikator dari kecerdasan emosi yakni: (1) Kemampuan mengendalikan diri dari hasrat-hasrat yang dimiliki, (2) Kemampuan memotivasi diri untuk mencapai tujuan, (3) Kemampuan Memanfaatkan situasi, (4) Kemampuan berhubungan dengan orang lain secara empatik. Setelah dilakukan uji validitas, dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Hasil analisa dengan penghitungan Alpha Cronbach didapat bahwa jumlah butir valid sebanyak 40 butir dan dengan indeks reliabilitas sebesar 0.9383. Analisis Data Penelitian Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik perhitungan Two-way ANOVA dengan uji t-test. HasilPenelitian Metode diskusi dalam program psikososial lebih efektif daripada metode simulasi dalam hal meningkatkan konsep diri anak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang. Ditinjau dari hakekat Konsep diri yang disimpulkan oleh peneliti bahwa Konsep diri adalah (1) pengertian atau pemahaman yang mendalam pada individu serta penilaian mengenai gambaran dirinya secara fisik, (2) pemahaman dan penilaian dirinya secara emosi dan bagaimana emosinya itu berperan dalam interaksinya dengan orang lain dan lingkungan, (3) serta pemahaman dan penilaian dirinya mengenai kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki dan bagaimana potensi itu menjadi acuan untuk merancang rencana masa depan atau Diri yang ideal yang diharapkannya; menunjukkan bahwa perubahan konsep diri sudah dapat dikembangkan melalui teknik diskusi seperti yang telah dilakukan dalam penelitian ini.
Metode simulasi dalam program psikososial lebih efektif daripada metode diskusi dalah hal meningkatkan kecerdasan emosi anak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang. Ditinjau dari hakekat Kecerdasan Emosi yang diajukan oleh peneliti bahwa Kecerdasan Emosi adalah kemampuan mengendalikan diri sendiri (intra pribadi) dan terhadap orang lain (inter pribadi), dengan indikator: (1) Kemampuan mengendalikan diri dari hasrat-hasrat yang dimiliki, (2) Kemampuan memotivasi diri untuk mencapai tujuan, (3) Kemampuan Memanfaatkan situasi, (4) Kemampuan berhubungan dengan orang lain secara empatik; hal ini dapat dikembangkan dengan teknikteknik simulasi. Pembahasan Pembahasan dilakukan untuk meninjau hasil dari pertemuan-pertemuan dalam program psikososial yang diberikan. Membahas mengenai pendekatan atau metode pembelajaran diskusi tampak lebih lemah daripada metode simulasi terlihat dari hasil observasi selama pemberian materi pertama dalam program psikososial ini. Banyak faktor yang dapat memengaruhi pada anak sehingga tidak tercapai tujuan pertemuan ini. Kelemahan-kelemahan ini sesuai dengan yang diajukan oleh Wahab (2007) bahwa metode diskusi memiliki kelemahan-kelemahan diantaranya, strategi diskusi walau pun di organisasi secara baik belum menjamin dilaksanakan kesepakatan kelompok, juga diskusi sulit diduga karena mungkin saja berubah menjadi tanpa tujuan atau “free-for-all” terutama jika ketua diskusi tidak produktif, akibatnya diskusi dengan mudah menjadi pembicaraan yang tidak berunjung pangkal atau tidak terarah. Sebagaimana halnya sebuah program pembelajaran, media belajar atau bahan ajar sebaiknya dipersiapkan secara konkret dan menarik. Untuk kelompok diskusi, materi yang akan disampaikan adalah sesuatu yang sifatnya abstrak dan mereka hanya mendiskusikan materi tersebut, berbeda dengan kelompok simulasi yang materi ajar ini diwujudkan dalam bentuk perilaku saat bermain peran, sehingga menjadi jauh lebih menarik. Berhubungan juga dengan kesiapan dari pada anak yakni faktor motivasi. Motivasi sangat berperan penting dalam belajar seperti yang dijelaskan dalam Santrock (2008). Dari pertemuan pertama yang tampak pada subyek penelitian adalah motivasi ini sangat dipengaruhi oleh kesiapan memulai suatu program pembelajaran. Untuk pertemuan-pertemuan yang lain menunjukkan bahwa subyek peneltian dapat menerima dan memahami pembahasan yang disampaikan serta terukur melalui perubahan kemampuan dalam menjelaskan dan menujukkan adanya pengertian baru yang mereka dapatkan dari pembahasan materi.
Kesimpulan Setelah melalui tahapan-tahapan penelitian, maka akhirnya penelitian ini menyimpulkan: a) metode diskusi dalam program psikososial lebih efektif daripada metode simulasi dalam hal membentuk konsep diri anak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang; b) metode simulasi dalam program psikososial lebih efektif daripada metode disuksi dalam hal membentuk kecerdasan emosi anak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang; c) peningkatan konsep diri ditampilkan dengan kemampuan subyek penelitian untuk menunjukkan penilaian terhadap dirinya secara positif, subyek dapat menguraikan hal-hal yang menjadi kelemahan maupun kelebihan dari dirinya, memahami cara-cara mengekspresikan ide dan perasaannya kepada teman atau lingkungan secara tepat; d) peningkatan kecerdasan Emosi ditampilkan dengan kemampuan untuk mengekspresikan secara tepat segala keinginan yang dimiliki, menunjukkan perilaku yang konkret terhadap upaya pencapaian tujuan hidup di masa depan, menujukkan kemampuan untuk memanfaatkan situasi keberadaannya di Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat untuk belajar keterampilan penunjang kehidupanya di masa yang akan datang, serta subyek menunjukkan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain baik sesama teman maupun dengan orang tua dan petugas dengan cara-cara yang tepat.
Saran Dari kesimpulan di atas, untuk mencapai maksud serta tujuan program psikososial yang diberikan untuk anak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang, maka peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut: a) penggunaan metode diskusi dan metode simulasi dalam pembinaan terhadap andik di Lapas Anak Pria Tangerang sehingga andik dengan kasus narkotika dapat meningkatkan konsep diri dan kecerdasan emosinya; b) mengemas materi-materi pengajaran yang akan disampaikan dengan bentuk simulasi sehingga menarik perhatian, minat dan menjaga motivasi belajar pada andik; c) memerhatikan pembentukkan kesepakatan kerja dalam kelompok bila menggunakan metode diskusi; d) untuk penelitian selanjutnya dapat lebih mengembangkan metode pembelajaran lainnya yang dapat diterapkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang. DaftarPustaka Avin, Fadilla, 1999, Gaya Kelekatan dan Konsep Diri, Jurnal Psikologi, Universitas Gajah Mada. Burns, R.B., 1979, The Self-concept in Theory, Measurement and Behavior, London: Longman. Davison, G., Neale, J., & Kring, A., 2004, Abnormal Psychology 9th ed., Hoboken USA: John Wiley & Sons, Inc. Gardner, H., 1993, Multiple Intelligences, The Theory in Practice, New York: Basic Books. Goleman, D., 1997, Emotional Intelligence, Why it can matter more than IQ, New York: Bantam Books.
Purnianti, Supatmi, M.S., & Tinduk, N. M., 2003, Analisis Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak (Juveni Justice System) di Indonesia, Unicef Santrock, J. W., 2008, Educational Psychology (3rd ed.), New York: McGraw-Hill. Soetodjo, 2005, Hukum Pidana Anak, Bandung: Aditama Wahab, A.A., 2007, Metode dan Model-Model Mengajar, Bandung: Alfabeta. BiodataPeneliti Peneliti adalah lulusan Profesi Psikolog Universitas Kristen Maranatha, Magister Pendidikan Universitas Kristen Indonesia, dan staf pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara. Email:
[email protected]