INVESTASI EMAS SEBAGAI ALAT HEDGING UNTUK MENGATASI INFLASI: STUDI KASUS DI INDONESIA DENGAN MELIHAT PENGARUH EXPECTED DAN UNEXPECTED INFLASI TERHADAP RETURN EMAS PERIODE TAHUN 2004-2013 Nadya Fitri, Hendro Prabowo Program Studi Manajemen Kehususan Keuangan, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Email:
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana emas dapat berfungsi sebagai alat hedging yang sempurna untuk mengatasi dampak buruk terjadinya inflasi pada suatu Negara. Hal ini dilihat dari pengaruh expected dan unexpected inflasi terhadap return emas. Hasilnya ternyata hanya unexpected atau unanticipated inflation yang memiliki pengaruh terhadar return emas, berbeda dengan Vietnam dimana expected dan unexpected memiliki pengaruh yang sama-sama kuat terhadap return harga emas di Negara tersebut. Kata kunci: Expected Inflasi, Unexpected Inflasi, Return Emas, Investasi, Emas, Hedging, Return, Model Regresi Linier Berganda. Gold as a hedge against inflation with study case in Indonesia: Effect of expected and unexpected inflation to Gold Return Period 2004-2013 Abstract This study aims to analyze the extent to which gold can serve as a perfect hedging instrument to address the adverse effects of inflation on a State. It is seen from the influence of expected and unexpected inflation to return the gold. The result was just unexpected or unanticipated inflation which has the effect into gold returns, in contrast to Vietnam where expected and unexpected influence equally strong against the return of the gold price in the country. This is largely determined by economic and political conditions in each of these countries. Keywords: Expected Inflation, Unexpected Inflation, Gold Return, Multiple Linier Regression.
Pendahuluan Studi dan penelitian mengenai investasi emas sebagai alat hedging atau instrumen investasi untuk melindung nilai terhadap risiko yang muncul akibat terjadinya inflasi menjadi hal yang sangat penting, khususnya di negara-negara dengan ekonomi yang sedang
Investasi Emas, Nadya Fitri, FE UI, 2015
berkembang dan bergerak maju seperti Eropa Timur, Rusia, dan Cina. Tidak terkecuali termasuk Indonesia sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi makro yang stabil. Fokus permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah untuk meneliti sejauh mana emas dapat bertindak sebagai alat hedging untuk mengatasi dampak buruk terjadinya inflasi pada suatu negara dalam kurun waktu tertentu, yaitu selama sepuluh tahun (2004-2013) dengan melihat seberapa besar pengaruh inflasi tersebut (expected dan unexpected inflasi) terhadap return emas. Expected inflasi merupakan inflasi yang diharapkan atau diantisipasi yang diperoleh dari proyeksi inflasi dari periode sebelumnya melalui metode forecasting ARMA, sedangkan unexpected inflasi merupakan inflasi yang tidak terduga atau tidak diantisipasi yang diperoleh dari hasil residu proyeksi inflasi dari periode sebelumnya pada metode forecasting ARMA. Sebelumnya Hau Le Long dari Universiteit Antwerpen, Belgia (Long, 2013), telah melakukan penelitian serupa mengenai investasi emas untuk mengatasi inflasi. Hau Le Long mengambil studi kasus Negara Vietnam dengan meneliti penggunaan emas sebagai aset negara sekaligus alat hedging yang potesial untuk mengatasi inflasi di negara tersebut, apalagi Vietnam juga termasuk sebagai salah satu negara pengomsumsi emas tertinggi di dunia (WGC, 2011, 2012). Menurutnya, studi ini memberikan kontribusi secara literatur dalam beberapa cara, yaitu: pertama, belum banyak penelitian yang menggunakan perspektif sebagai negara berkembang, karena selama ini studi-studi sebelumnya banyak mengambil Amerika Serikat sebagai sudut pandang mereka terhadap daya tarik investasi emas untuk menangkal inflasi tersebut. Ia berharap dapat memberikan bukti kepada dunia bahwa emas memiliki kapasitas yang baik untuk digunakan sebagai alat hedging mengatasi inflasi di negara-negara berkembang seperti Vietnam, dimana pasar uang jauh lebih maju daripada alat hedging yang tersedia. Kedua, studi ini dapat mempelajari sejauh mana emas dapat dikatakan efektif dan potensial sebagai alat hedging dibandingkan yang lainnya. Disamping itu, juga dapat memberikan wawasan baru kepada Pemerintah untuk melaksanakan kebijakan moneter yang efektif dan kebijakan makro lainnya untuk memanfaatkan sumber daya modal berupa emas dalam upaya pembangunan ekonomi negara-negara berkembang, seperti Vietnam. Berangkat dari hasil temuan Hau Le Long mengenai kapasitas emas sebagai alat hedging yang kuat untuk menangkal inflasi di Negara Vietnam, maka penulis merasa tertarik mengadakan penelitian yang serupa untuk menerapkannya di Indonesia mengingat Indonesia adalah sama-sama negara berkembang yang juga banyak mengonsumsi emas seperti Vietnam. Selain itu, studi kasus tentang emas ini di Indonesia ini dapat memperkaya literatur tentang pasar emas. Apalagi eforia masyarakat Indonesia terhadap emas sedang tinggi-tingginya
Investasi Emas, Nadya Fitri, FE UI, 2015
selama setahun kemarin. Hal ini dikarenakan kenaikan harga yang tinggi yang mendorong masyarakat berlomba-lomba memburu emas (Indonesiamedia.com. Diakses pada tanggal 30 Desember 2014). Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka Penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah expected inflasi (inflasi yang diharapkan) berpengaruh terhadap return (nilai laba bersih) investasi emas di Indonesia selama periode tahun 2004-2013? 2. Apakah unexpected inflasi (inflasi yang tidak diharapkan) berpengaruh terhadap return (nilai laba bersih) investasi emas di Indonesia selama periode tahun 2004-2013? Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis fungsi investasi emas sebagai alat hedging terhadap expected inflasi (inflasi yang diharapkan) di Indonesia selama periode 2004-2013. 2. Menganalisis fungsi investasi emas sebagai alat hedging terhadap unexpected inflasi (inflasi yang tidak diharapkan) di Indonesia selama periode 2004-2013.
Tinjauan Teoritis Investasi pada Emas Banyak jenis investasi yang bisa kita lakukan dengan modal yang tidak terlalu besar. Investasi bisa dilakukan secara individu atau perorangan dengan berbagai macam tujuan investasi yang ada disekitar kita. Diantaranya adalah investasi pada emas. Selain investasi pada modal (saham) dan obligasi, investasi pada emas merupakan investasi yang sangat menjanjikan karena menurut pendapat sebagian pihak, nilainya tidak terpengaruh oleh kebijakan pemerintah dan krisis keuangan yang sewaktu-waktu dapat melemahkan nilai tukar rupiah. Emas sebagai logam mulia memiliki harga ekonomis yang tinggi, emas dalam setiap tahun mempunyai potensi kenaikan dan penurunan harga 10% sampai 20% (kitco.com. Diakses pada tanggal 30 Desember 2014). Emas adalah unsur kimia dengan simbol Au yang merupakan logam mulia dengan bentuk yang padat, lembut, mengkilap dan paling mudah dibentuk (Spall, Jonathan: 2009). Emas sudah ditemukan dan digunakan semenjak zaman kuno, dimana masyarakat telah membuat perhiasan dan mata uang dari emas. Saat ini, emas masih menjadi salah satu pilihan yang tepat untuk menyimpan daya beli uang untuk digunakan pada masa yang akan datang. Pusat-pusat perdagangan emas pun berada hampir di seluruh dunia. Bahkan menurut sejarah, pasar emas belum pernah ditutup.
Investasi Emas, Nadya Fitri, FE UI, 2015
Di Asia, pusat perdagangan emas berada di Singapura, Hong Kong, dan Tokyo, sedangkan di Eropa pusat perdagangan emas adalah di London dan di Zurich. Selain itu, New York juga menjadi pusat perdagangan emas untuk Amerika Serikat ( (Spall, 2011)). Return emas atau nilai laba emas merupakan profitabilitas yang didapat oleh investor atas investasi emas. Cara menghitung besar return emas menggunakan teori rasio keuangan Return on Investment yang merupakan salah satu dari rasio profitabilitas dimana rasio ini menunjukkan kemampuan sebuah investasi untuk memperoleh laba. Dalam penelitian ini, return emas dihitung berdasarkan teori Return on Investment dimana selisih harga emas antar kuartal dibagi dengan harga emas di kuartal sebelumnya. Sebagian besar masyarakat banyak yang beranggapan bahwa investasi emas baru dapat dirasakan keuntungannya secara siginifikan dalam jangka waktu yang lama, karena emas memang sebaiknya tidak untuk spekulasi jangka pendek. Expected dan Unexpected Inflasi Bagi sebagian besar orang, inflasi dianggap sebagai sesuatu yang buruk. Mereka akan menjawab bahwa inflasi memperendah standar hidup keseluruhan dengan membuat barang dan jasa menjadi lebih mahal. Artinya, inflasi mengurangi daya beli masyarakat. Mengapa? karena pendapatan orang dari upah dan gaji, laba, bunga, dan sewa meningkat selama inflasi, namun sebagian besar harga, termasuk harga input cenderung naik secara bersamaan dan harga input menentukan pendapatan pekerja maupun pendapatan pemilik modal dan tanah. Untung atau tidaknya seseorang atau sekelompok orang atau usaha selama periode inflasi bergantung pada apakah pendapatan kita naik lebih cepat atau lebih lambat dibandingkan harga barang-barang yang kita beli. Begitu juga dengan debitur. Debitur akan mendapatkan keuntungan atas pengorbanan kreditur selama inflasi, karena adanya selisih antara tingkat bunga pinjaman dengan tingkat bunga inflasi atau yang disebut dengan tingkat bunga riil. Di sisi lain, inflasi yang tidak terantisipasi atau yang mengejutkan banyak orang bisa membuat kreditur merugi. Para ekonom dan pemerintah biasanya memprediksikan expected (anticipated) dan unexpected (unanticipated) inflasi untuk menganalisis efek inflasi. Jika perusahaan ingin mengantisipasi kenaikan inflasi di periode yang akan datang, maka mereka akan berupaya untuk menyesuaikan harga-harga nominal dan upah untuk menjaga real value produk mereka ( (Lipsey, 2008). Ketika perusahaan mengambil keputusan output/harga, ekspektasi perusahaan tentang harga masa depan mungkin mempengaruhi keputusan saat ini. Jika suatu perusahaan memperkirakan bahwa pesaing akan meningkatkan harganya, perusahaan mungkin
Investasi Emas, Nadya Fitri, FE UI, 2015
meningkatkan harganya sendiri sebagai antisipasi. Misalnya sebagai contoh perusahaan yang memproduksi pemanggang roti. Produsen pemanggang roti harus memutuskan berapa harga yang akan akan dikenakan oleh took eceran untuk pemanggang itu. Jika perusahaan mengestimasi harga terlalu tinggi dan menetapkan harga lebih besar daripada harga yang ditetapkan produsen pemanggang lain, perusahaan akan kehilangan banyak pelanggan. Jika perusahaan memperkirakan harga terlalu rendah dan menetapkan harga jauh di bawah yang ditetapkan produsen pemanggang lain, perusahaan akan mendapatkan pelanggan, tapi mengalami kerugian besar dalam penerimaan per penjualan. Harga optimum perusahaan atau harga untuk memaksimalkan laba perusahaan agaknya tidak terlalu jauh dari rata-rata harga pesaing. Jika perusahaan tidak tahu harga yang diproyeksikan pesaing sebelum menetapkan harganya sendiri, seperti yang sering terjadi, perusahaan harus mendasar harganya pada apa yang diperkirakannya akan ditetapkan oleh pesaing. Jika inflasi diekspektasikan berada di sekitar 10 persen per tahun, maka perusahaan mungkin memperkirakan pesaing akan meningkatkan harga sekitar 10 persen tahun ini, sehingga perusahaan ini cenderung meningkatkan harga pemanggangnya sendiri sekitar 10 persen. Hal yang seperti ini adalah merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghadapi ekpektasi inflasi (Karl E. Case, 2007). Dari contoh yang disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa expected inflasi merupakan proyeksi inflasi untuk masa yang akan datang dari nilai inflasi di masa sekarang yang berfungsi sebagai patokan bagi perusahaan, pemerintah dan pihak lainnya untuk mengambil keputusan dan menyesuaikan kebijakan yang akan mereka ambil di masa yang akan datang terkait dengan hal yang dapat dipengaruhi oleh inflasi. Sedangkan unexpected inflasi merupakan inflasi yang tidak diharapkan atau tidak terduga yang biasanya terjadi dalam bentuk goncangan “shock” biaya. Secara teori, actual inflasi merupakan jumlah dari expected inflasi dan unexpected inflasi. Teori Fisher Fisher (1930) menyatakan bahwa tingkat bunga nominal yang diharapkan (Expected nominal interest rate) dari investasi adalah setara dengan jumlah yang sebenarnya diharapkan dari tingkat suku bunga (expected real interest rate) dan tingkat inflasi yang diharapkan (Expected rate inflation). Selain itu, Fisher menambahkan
bahwa sektor riil dan moneter dalam
ekonomi sebagian besar adalah independen atau tidak bergantung terhadap sektor lainnya. Oleh karena itu, inflasi yang diharapkan (expected rate inflation) harus sepenuhnya tercermin
Investasi Emas, Nadya Fitri, FE UI, 2015
ke dalam nominal yang diharapkan dari tingkat suku bunga (expected nominal interest rate) (Mankiw, 2007). Teori ini digeneralisasi dan kemudian diadopsi untuk pengembalian nominal (nominal retun) pada aset apapun, secara formula dapat digambarkan sebagai berikut:
[1 + Et −1 ( Rt )] = [1 + Et −1 (rt )][1 + Et −1 (π t )]
(1)
Dimana Et −1 merupakan conditional expectation operator pada waktu t-1, Rt menujukkan nominal return pada aset dari periode waktu t-1 ke t, rt adalah titik keseimbangan equilibrium real return aset dari periode waktu t-1 ke t, sedangkan π t mencerminkan tingkat inflasi dari periode waktu t-1 ke t. Persamaan 2.1 dapat dirumuskan menjadi:
Et −1 ( Rt ) = Et −1 (rt ) + Et −1 (π t ) + Et −1 (rt ) Et −1 (π t )
(2)
Dalam persamaan (2), cross product term Et −1 (rt ) Et −1 (π t ) adalah biasa untuk diabaikan. Oleh karena itu, representasi dari persamaan (2) dapat diformulasikan hanya menjadi sebagai berikut:
Et −1 ( Rt ) = Et −1 (rt ) + Et −1 (π t )
(3)
Secara umum, teori fisher ini menyatakan bagaimana pertumbuhan uang mempengaruhi tingkat bunga nominal. Menurut teori kuantitas, kenaikan dalam tingkat pertumbuhan uang sebesar 1 persen menyebabkan kenaikan 1 persen dalam tingkat inflasi. Menurut persamaan fisher, kenaikan 1 persen dalam tingkat inflasi sebaliknya menaikkan kenaikan 1 persen dalam tingkat bunga nominal. Hubungan satu untuk satu antara tingkat inflasi dan tingkat bunga nominal disebut efek fisher (fisher effect) (Mankiw, 2007). Hedging (Lindung nilai) Hedging adalah sejenis instrumen investasi derivatif yang biasanya dilakukan dalam rangka lindung nilai terhadap risiko yang mungkin muncul akibat perubahan harga di pasar. Tujuan utama dari instrumen investasi ini adalah untuk memberikan lindung nilai agar investor tidak menderita kerugian jika harga aset di pasar berubah ke arah yang tidak diinginkan. Namun, dalam penelitian ini. kata hedging atau “lindung nilai” diartikan sebagai
Investasi Emas, Nadya Fitri, FE UI, 2015
upaya untuk meminimalisir dampak atas risiko yang merugikan. Walaupun lindung nilai berbeda dengan asuransi yang bermakna menetralisir atau meminimalisir risiko, namun disini akan digunakan makna umumnya. Karena risiko tidak dapat dihilangkan, akan tetapi risiko adalah untuk dikelola. Jadi lindung nilai (hedging) dalam penelitian ini maksudnya lebih ke mengelola risiko daripada menghilangkan risiko.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan menggunakan data sekunder dan agar pengaruh yang diteliti terlihat jelas maka data yang digunakan merupakan data runtun waktu atau time series selama periode sepuluh tahun (Januari 2004 – Desember 2013) . Data ini bersifat kuantitatif yang terdiri 2 buah data: return emas per kuartal yang diperoleh dari indeks harga emas dari sumber data eksternal, yaitu kitco.com atas rekomendasi perusahaan pertambangan PT. Antam Indonesia selama periode sepuluh tahun (2004-2013) dan tingkat inflasi per kuartal yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. Metode pengumpulan sampel yang dilakukan adalah secara non purposive atau tanpa menggunakan kriteria tertentu dengan mengambil data inflasi dan harga emas per bulan. Operasionalisasi Variabel penelitian Variabel Dependen Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang tergantung pada variabel bebas, atau variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainnya. Variabel dependen yang digunakan adalah gold return (Nilai pengembalian investasi atas emas) yang diperoleh dengan mentransformasikan data Gold Price Index. Variabel Independen Variabel independen atau variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi penyebab dalam hubungannya dengan variabel dependen (terikat). Pada penelitian ini variabel independen adalah Expected Inflation Rates dan Unexpected Inflation Rates, dimana expected dan unexpected inflation rate merupakan variabel estimasi yang diperoleh dengan menggunakan metode forecasting melalui model ARMA. Expected inflasi adalah variabel estimasi yang diperoleh dengan metode forecasting melalui ARMA dari nilai inflasi di periode sebelumnya. Unexpected inflasi a variabel estimasi yang diperoleh dengan metode forecasting melalui ARMA dari nilai inflasi di periode sebelumnya.
Investasi Emas, Nadya Fitri, FE UI, 2015
Teknik Analisis Data Metode penelitian yang digunakan adalah persamaan regresi linier berganda untuk melihat apakah expected dan unexpected inflasi yang diramalkan dari inflasi di kuartal sebelumnya memiliki pengaruh terhadap return di kuartal setelahnya. Data expected dan unexpected inflasi merupakan variabel estimasi yang diperoleh dengan menggunakan model ARMA dari inflasi di kuartal sebelumnya dengan menggunakan eviews 6.0. Regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis pengaruh expected dan unexpected inflasi terhadap nilai return emas. Metode analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut: Analisis Deskriptif Analisis deskriptif yang digunakan berupa tabel dan grafik untuk menggambarkan keadaan inflasi dan return nilai emas di Indonesia periode Januari 2004 – Desember 2013. Analisis Inferensia Model analisis yang digunakan adalah model ekonometrika. Metode analisis yang dipakai dalam model adalah analisis regresi linier berganda dengan metode estimasi OLS (Ordinary Least Square) atau Metode Kuadrat Terkecil untuk data time series. Metode ini dikemukakan oleh Carl Friedrich Gauss. Metode OLS merupakan metode analisis regresi yang paling kuat dan populer (Gujarati, 2006). Berikut ini adalah spesifikasi model yang dipergunakan: Returnt= β0+ β1E_Inflasit-1+ β2U_Inflasit-1 Dimana : Return
= Return nilai harga emas dibandingkan dengan kuartal sebelumnya
β1E_Inflasit-1
= Variabel estimasi expected inflasi yang diperoleh dari inflasi kuartal sebelumnya melalui metode forecasting ARMA
β2U_Inflasit-1-
= Variabel estimasi unexpected inflasi yang diperoleh dari inflasi kuartal sebelumnya melalui metode forecasting ARMA
Uji Stasioner Data Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, hal yang akan dilakukan terlebih dahulu adalah melakukan uji stasioneritas data. Stasioneritas suatu data
sangat penting dalam
penggunaan analisis data yang berbentuk time series. Suatu variabel dikatakan stasioner jika nilai rata-rata dan variansnya konstan sepanjang waktu dan nilai kovarian antara dua periode
Investasi Emas, Nadya Fitri, FE UI, 2015
waktu hanya tergantung pada selisih atau selang antara dua periode waktu tersebut bukan waktu sebenarnya ketika kovarian tersebut dihitung (Gujarati, 2006). Kondisi ini biasanya diikuti oleh nilai residual yang berdistribusi normal dengan rata-rata nol dan standar deviasi tertentu (white noise). Stasioneritas dari sebuah variabel menjadi penting karena berpengaruh pada hasil estimasi regresi. Regresi antara variabel-variabel yang tidak stasioner akan menghasilkan fenomena regresi palsu (spurious regression). Spurious regression memiliki R2 yang tinggi dan t-statistik yang signifikan, akan tetapi hasilnya tidak berarti secara teori. Uji stasioneritas yang populer digunakan adalah Unit Root Test (uji akar unit). Berbagai uji dapat dilakukan untuk memastikan adanya unit root dalam data. Untuk melihat kestasioneritasan data, pada penelitian ini digunakan uji unit root test dengan metode Augmented Dickey Fuller test yang diperkenalkan oleh Dickey-Fuller sebagai modifikasi dari uji unit root Dickey-Fuller (Dickey and Fuller, 1979). Model ARMA ARMA adalah suatu model peramalan/forecasting time series yang digunakan dalam single equation artinya hanya menggunakan satu variabel saja. Dengan menggunakan informasi periode data yang lalu dapat meramal nilai data untuk periode yang akan datang. Adapun syarat awal menggunakan model ARMA adalah datanya harus sudah stasioner agar tidak menghasilkan model yang superious atau lancung atau model yang memiliki error yang nilainya besar. Adapun uji yang biasanya digunakan ialah uji akar-akar unit root Augmented Dickey Fuller. Sehingga akan didapat beberapa model ARMA. Setelah model didapat biasanya yang dipilih adalah model yang signifikan, error terkecil, bias proportion
terkecil,
homokedastisitas
korelasinya
barulah
model
tinggi
serta
tersebut
memenuhi dapat
asumsi
digunakan
normalitas
untuk
dan
melakukan
forecast/peramalan untuk nilai data periode berikutnya. Adapun penulisan model ARMA secara umum yaitu: Uji Asumsi Klasik Mempertimbangkan bahwa dalam model regresi yang ingin dicapai adalah
Best
Linear Unbiased Estimator (BLUE) dan ada kalanya sering dijumpai dalam model regresi (terutama regresi linear berganda) berbagai masalah terutama pelanggaran terhadap asumsi klasik, maka dalam penelitian ini dilakukan pengujian asumsi klasik berupa normalitas, heteroskedastis, autokorelasi dan multikolinearitas.
Investasi Emas, Nadya Fitri, FE UI, 2015
Uji Normalitas Menurut Gujarati (2006) bahwa prosedur pengujian statistik didasarkan pada asumsi bahwa faktor kesalahan µi didistribusikan secara normal. Karena kesalahan µi yang sebenarnya tidak dapat diamati secara langsung, maka direkomendasikan untuk menggunakan residu ei yang merupakan taksiran µi untuk mengetahui normalitas dari µi. Jika asumsi ini dilanggar maka model regresi dianggap tidak valid dengan jumlah sampel yang ada. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menguji normalitas tersebut. Dalam tulisan ini, cara yang akan digunakan untuk menguji normalitas model regresi yaitu dengan uji Jarque berra: a. Uji Jarque-Bera (J-B) Ini merupakan uji asimtotis, atau sampel besar, dan didasarkan atas residu OLS. Uji ini mula-mula menghitung koefisien kemencengan (Skewness = S) dan peruncingan (Kurtosis = K) dari suatu variabel acak. Uji Autokorelasi Non Autokorelasi berarti tidak adanya hubungan antara residual satu observasi dengan observasi lain yang berlainan waktu, yang dinyatakan sebagai berikut: ! !! , !! ≠ 0 Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu atau error pada periode t dengan kesalahan pengganggu atau error pada periode sebelumnya (t-1). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Dengan adanya autokorelasi, estimator yang dihasilkan masih bersifat linier dan tidak bias (BLUE), tetapi tidak mempunyai varian yang minimum. Dalam hal ini digunakan cara untuk mendeteksi gejala autokorelasi yaitu uji Bruesch-Godfrey, yang lebih umum dikenal dengan uji lagrange multiplier (LM test). Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians tetap
maka
disebut
homoskedastisitas
dan
jika
berbeda
maka
terjadi
problem
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik yaitu homoskesdatisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Digunakan dua cara untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas yaitu melihat uji White. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas menunjukkan adanya hubungan linier diantara beberapa atau semua variabel independen yang menyusun model regresi. Adanya multikolinearitas masih menghasilkan estimator yang BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), tetapi menyebabkan
Investasi Emas, Nadya Fitri, FE UI, 2015
suatu model mempunyai varian yang besar sehingga sulit mendapatkan estimasi yang tepat. Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model Regresi Linier Berganda Model regresi linier berganda merupakan memodelkan hubungan ekonomi dengan menggunakan beberapa variabel yang relevan. Analisis menggunakan model regresi linier berganda adalah hubungan secara linear antara dua atau lebih variabel independen (X1, X2,….Xn) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah masing-masing variabel independen berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan Hasil Penelitian Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika menggunakan metode regresi linier berganda dengan metode estimasi OLS (Ordinary Least Square) untuk data time series. Uji Stasioner Sebelum melakukan pengolahan data, dilakukan uji stasioner.Uji Stasioner merupakan prasyarat untuk data time series, bahwa data time series tersebut harus stasioner. Dengan menggunakan eviews, uji stasioner yang dilakukan terhadap data yang terdiri dari data inflasi dan return emas adalah sebagai berikut: Hasil Output Uji Stasioner Inflasi per Kuartal
Probability Augmented Dickey-Fuller test statistic
0.000
Sumber: Output Eviews 6 yang diolah kembali oleh penulis 2014
Dari hasil output uji stasioner inflasi per kuartal, terlihat nilai probability Augmented Dickey-Fuller test statistic < alpha (0.05), maka dapat disimpulkan bahwa data inflasi sudah stasioner
pada
level.
Dengan
demikian,
data
tidak
menghasilkan
model
yang
superious/lancung atau model yang memiliki error yang nilainya besar, sehingga bisa dilanjutkan dengan uji model ARMA.
Investasi Emas, Nadya Fitri, FE UI, 2015
Forecasting Variabel Estimasi Setelah data dapat dikatakan telah lulus uji stasioner, maka tahap selanjutnya adalah melakukan forecasting atau peramalan variabel estimasi expected dan unexpected inflasi yang akan digunakan sebagai variabel independen dalam penelitian ini. Peramalan ini sebenarnya merupakan penjabaran dari persamaan koefisien-koefisien yang didapat dari model menggunakan model ARMA untuk dapat menentukan kondisi atau nilai di periode selanjutnya. Seperti yang telah disebutkan di BAB III sebelumnya bahwa model peramalan ARMA menggunakan informasi periode data sebelumnya untuk meramal nilai periode yang akan datang. Dalam hal ini, akan diramal besar expected dan unexpected inflasi dari data tingkat inflasi di kuartal sebelumnya. Proses data secara statistik akan dilakukan dengan mengidentifikasi model terbaik dari AR, MA, atau ARMA secara uji t atau uji parsial. Berikut hasil evaluasi terhadap ketiga model ARMA yang diperoleh: Evaluasi Model ARMA pada AR(1), MA(1), ARMA(1,1)
Model
Uji Parsial
Nilai R
Uji asumsi
(Uji T)
kuadrat
Normalitas dan homokedastis
AR(1)
Tidak signifikan
0,6%
Tidak normal tapi homosedastis
MA(1)
Tidak signifikan
0,7 %
Tidak normal tapi homosedastis
ARMA(1,1)
Signifikan
3,4 %
Tidak normal dan heterosedastis
Sumber: Output Eviews 6 yang diolah kembali oleh penulis 2014
Dari ketiga model yang diatas dipilih yang partial-nya signifikan dengan nilai r kuadrat terbesar dan bebas asumsi sehingga terpilih model yang terbaik adalah model ARMA (1,1). Sebelum memilih model ARMA untuk melakukan metode forecasting expected dan unexpected inflasi, sudah dilakukan test terhadap AR(2),AR(3), MA(2), MA(3) dan ARMA (2,2) untuk mencari yang paling siginifikan dan hasilnya tidak ada variabel yang signifikan. Uji Model Regresi Linier Berganda Setelah memperoleh variabel estimasi expected dan unexpected inflasi dari metode forecasting melalui ARMA, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji model regresi dengan spesifikasi model yang telah ditentukan sebelumnya. Persamaan regresi dan hasil yang terbentuk setelah melakukan uji model regresi melalui Eviews 6 adalah sebagai berikut:
Investasi Emas, Nadya Fitri, FE UI, 2015
RETURN = 0.045 - 0.003 E_INFLASI(-1) - 0.013*U_INFLASI Tabel Hasil Uji Model Regresi
Coefficient
Probability
Expected Inflasi
-0.0033
0.9305
Unexpected Inflasi
-0.01344
0.0478*
Sumber: Output Eviews 6 yang diolah kembali oleh penulis 2014
Dari persamaan dan tabel di atas dapat terlihat bahwa dengan tingkat kepercayaan 95 persen yang memiliki pengaruh signifikan terhadap return hanya unexpected inflasi dengan nilai koefisien adalah -0.013. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan unexpected inflasi sebesar 1 poin akan menurunkan return sebesar 0.013 point. Sedangkan expected inflasi tidak memiliki pengaruh terhadap return emas, karena nilai probability yang lebih besar dari 0.05. Selanjutnya dilakukan uji asumsi terhadap model regresi tersebut: a. Uji normalitas Dari nilai p-value jarque berra > alpha(0.05), maka data dikatakan berdistribusi normal Tabel Hasil Output Uji Normalitas terhadap Model Regresi
Jarque-Bera
0.673265
Probability
0.74171 Sumber: Output Eviews 6 yang diolah kembali oleh penulis 2014
b. Uji heterokedastisitas Dari nilai p-value white test senilai 0.7295> alpha(0.05), maka model dikatakan homoskedastis. Hasil Output Uji Heterokedastisitas Model Regresi
Prob. Chi-Square
0.7872
Sumber: Output Eviews 6 yang diolah kembali oleh penulis 2014
c. Uji Autokorelasi Penelitian ini menggunakan data time series, maka pengujian autokorelasi diperlukan. Ada beberapa cara untuk mendeteksi gejala autokorelasi yaitu uji Durbin Watson (DW test) dan uji Bruesch-Godfrey, yang lebih umum dikenal dengan uji lagrange multiplier (LM test). Adapun hipotesisnya
Investasi Emas, Nadya Fitri, FE UI, 2015
(
H0 : ! = 0
)
; atau ; E ε i , ε j = 0 ;Tidak ada korelasi (Non Autokeralasi)
H1 : ! ≠ 0
; atau ! !! , !! ≠ 0 ; Ada korelasi, baik positif maupun negatif
(Autokorelasi) Dikatakan non atokolerasi apabila nilai p-value bernilai lebih besar dari nilai α Hasil Output Uji Autokorelasi terhadap Model Regresi
F-Statisitic
0.655116
Probability
0.4239 Sumber: Output Eviews 6 yang diolah kembali oleh penulis 2014
Dari hasil pengujian di atas dapat disimpulkan bahwa asumsi non autokorelasi terpenuhi. d.
Uji Non Multikolinieritas Tabel 4.17 Hasil Output Uji Non Mulitterhadap Model Regresi
Coefficient
Expected Inflasi
Unexpected Inflasi
Coefficient
0.004800
-0.00258
1.44E-05
Expected Inflasi
-0.0026
0.001417
-0.00000872
Unexpected Inflasi
1.44E-05
-8.72E-06
4.29E-05
Sumber: Output Eviews 6 yang diolah kembali oleh penulis 2014
Ada tidaknya multikolinieritas dalam model bisa dilihat dengan menggunakan nilai korelasi antar variabel independen. Suatu model dikatakan memenuhi asumsi non multikolinieritas apabila tidak ada sepasang variabel atau lebih yag mempunyai korelasi di atas 0.8. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tidak ada sepasang variabel atau lebih yang mempunyai korelasi di atas 0.8 sehingga asumsi no multikolinieritas terpenuhi.
Pembahasan Berdasarkan hasil regresi yang telah dilakukan sebelumnya, maka hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut. Pengaruh expected inflasi terhadap return emas untuk studi kasus di Indonesia selama periode kuartal 2004-2013 dengan tingkat kepercayaan 95 persen menggunakan model regresi linier berganda menunjukkan bahwa expected inflasi atau inflasi yang diharapkan tidak memiliki pengaruh terhadap return emas, yang berarti emas tidak
Investasi Emas, Nadya Fitri, FE UI, 2015
terbukti sebagai alat hedging untuk mengatasi expected inflasi di Indonesia selama periode tahun 20013-2014. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian dalam jurnal Hau Leu Long yang menjadi acuan dalam melakukan penelitian ini, dimana Hau Leu Long berhasil membuktikan bahwa expected inflasi memiliki pengaruh terhadap nilai return emas di Vietnam (Long, 2013). Oleh karena itu, kesimpulannya adalah tolak H01, dan hipotesis yang diterima adalah: H1: Expected Inflasi tidak memiliki pengaruh terhadap terhadap return emas di Indonesia selama periode 2004-2013. Variabel independen kedua adalah unexpected inflasi yang ternyata menurut hasil regresi memiliki pengaruh signifikan terhadap return emas dengan nilai koefisien -0.013, dimana setiap kenaikan unexpected inflasi sebesar 1 poin akan menurunkan return emas sebesar 0.013 poin. Hasil penelitian model regresi ini berbeda dengan hasil penelitian dalam jurnal Hau Leu Long yang menjadi acuan dalam melakukan penelitian ini, dimana Hau Leu Long berhasil membuktikan bahwa unexpected inflasi memiliki pengaruh yang komplit terhadap nilai return emas di Vietnam (Long, 2013). Namun, hasil penelitian ini sejalan dengan riset CAIA yang juga menunjukkan adanya hubungan korelasi negatif antara unexpected inflasi dengan return emas seperti yang ditunjukkan oleh tabel di bawah ini (Gordon Rose, 2013). Tabel Hasil Regresi CAIA Hedging Property terhadap Inflasi
Sumber: CAIA periode 1983-2007
Dari tabel hasil regresi riset CAIA periode kuartal 1983-2007 terlihat bahwa logam mulia, termasuk emas memiliki hubungan korelasi negatif dengan unexpected inflasi untuk wilayah Eropa dan Asia, dimana Indonesia termasuk dalam kawasan Asia. Seperti yang
Investasi Emas, Nadya Fitri, FE UI, 2015
disebutkan oleh teori Fisher, unexpected inflasi adalah perbedaan antara actual inflasi dengan expected inflasi. Menurut Gordon Rose, unexpected inflasi umumnya disebabkan oleh adanya guncangan (shock). Guncangan atau shock ini biasanya terjadi karena adanya perubahan kondisi ekonomi yang terjadi secara tiba-tiba. Biasanya apabila target inflasi suatu negara ternyata meleset dari perkiraan yang diprediksi, sehingga menyebabkan unexpected inflasi menjadi naik. Padahal Pemerintah sudah mengumumkan inflasi yang akan dicapai dalam suatu waktu, namun keadaan ekonomi yang kacau membuat inflasi yang telah ditargetkan ternyata salah dan jauh dari perkiraan. Oleh karena itu, kesimpulannya adalah tolak H02, dan hipotesis yang diterima adalah: H2: Unexpected Inflasi memiliki pengaruh secara negatif terhadap return emas di Indonesia selama periode 2004-2013.
Kesimpulan 1. Expected inflasi atau biaya inflasi yang diharapkan tidak mempengaruhi dan akreturn emas di Indonesia selama periode 2004-2013. Artinya expected inflasi tidak memiliki korelasi terhadap return emas, yang mana emas bukanlah alat hedging untuk mengatasi expected inflasi. 2. Unexpected inflasi atau inflasi yang tidak diharapkan secara signifikan berpengaruh negatif terhadap return emas selama periode 2004-2013 di Indonesia, dimana dari hasil model regresi yang terbentuk dapat disimpulkan kenaikan unexpected inflasi menurunkan return. Hal ini menandakan bahwa emas tidak bersifat sebagai alat hedging untuk mengatasi unexpected inflasi di Indonesia selama periode 2004-2013.
Saran 1. Bagi peneliti dan akademis adalah agar dapat menambah variabel independen-nya tidak hanya terbatas pada expected dan unexpected inflasi, namun masih banyak faktor lainnya yang mempengaruhi return emas dan selain juga menambah jumlah periode penelitiannya. 2. Bagi Pemerintah dan Instansi, expected inflasi tidak selalu terjadi sesuai dengan yang diharapkan, oleh sebab itu Pemerintah dan instansi yang memiliki investasi emas sebagai cadangan mereka sebaiknya memperhitungkan unexpected inflasi atau inflasi
Investasi Emas, Nadya Fitri, FE UI, 2015
yang tidak diharapkan yang bisa terjadi kapan saja dan bisa datang dari penyebab yang tidak terduga. 3. Bagi Masyarakat, ketika memilih emas sebagai pilihan investasi, sebaiknya juga mempertimbangkan unexpected inflasi yang bisa mempengaruhi harga emas menjadi turun.
Kepustakaan Books Gujarati, D. (1991). Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga. Karl E. Case, R. C. (2007). Principle of Economics (Bahasa Version). Penerbit Erlangga. Lipsey, R. G. (2008). Economics. Boston: Pearson. Mankiw, N. G. (2007). Macroeconomics. Marcus, B. C. (2009). Investment. New York: McGraw-Hill Irwin. Online Journal Aizenman, J., & Inoue, K. (t.thn.). CENTRAL BANKS AND GOLD PUZZLES, 2012. Aksoy, M. (2013). Day of the Week Anomaly for Istanbul Gold Exchange: Gold and Silver Data. Amonhaemanon, D., Annaert, J., Ceuster, M. J., & Long, H. L. (2014). The Fisher Hypothesis and Investment Assets: The Vietnamese and Thai. Bailin, A. (2012). Gold vs. Broad-Basket Commodity Exposure. Batten, J. A. (2007). Volatility in the Gold Futures Market. Baur, D. G. (2010). Is Gold a Hedge or a Safe Haven? An. Baur, D. G. (2013). Gold - Fundamental Drivers and Asset Allocation. Beckmann, J., & Czudaj, R. (2012). Gold as an Infl ation Hedge in a Time-Varying Coeffi cient Framework. Brooksa, R., & Davidsonb, S. (t.thn.). Does the diversification penalty crowd out R&D value? cwilber. Economics. Denis Chaves, P. (2014). Go for the Gold: Commodities and Inflation. Geetesh Bhardwaj, P., Hamilton, D. J., & John Ameriks, P. (2011). Hedging inflation: The role of expectations. Hedging inflation: The role of expectations. Gwilym, O. a., Clare, A., Seaton, J., & Thomas, S. (2010). Gold Stocks, the Gold Price and Market Timing. Hammoudeh, S., Malik, F., & McAleer, M. (2011). Risk Management of Precious Metals. Janne, A. (2012). Inflation and Returns of Asset Classes. Inflation and Returns of Asset Classes. Kim, H. U. (2011). Factor that the influence the price of gold -inflation and hedging against the Dollar, 74. Kohli, R. K. (2012). Day-of-the-Week Effect and January Effect Examined in Sweet Crude Oil. Kohli, R. K. (2012). Day-of-the-week effect and January effect examined in. Long, H. L. (2013). Gold as a Hedge against Inflation: The Vietnamese Case. Procedia Economics and Finance, 503. Lucey, B. (2004). International Portfolio Formation, Skewness & the Role of Gold.
Investasi Emas, Nadya Fitri, FE UI, 2015
Lucey, B. M. What do Academics Think They Know about Gold? Maness, T. S. (2007). Shoert-Term Financial Management. . Ohio: Thomson South-Western. Markiewicz, D. A. (2011). Defending Against Inflation: Which asset classes are the best inflation hedges? Mochnacz, F. (2013). Do precious metals have a capacity to hedge against inflation? Patel, S. (2012). The effect of Macroeconomic Determinants on the Performance of the Indian Stock Market. Pule, B. P. (2013). Evaluation of Gold as an Investment Asset:The South African Context. Sadgrove, K. (2005). The Complete Guide to Business Risk Management. . England: Gower. Sindhu, D. (2013). A study on impact of select factors on the price of Gold. A study on impact of select factors on the price of Gold. Smith, A., & Ricardo, D. (2014). Economic Activity, Inflation, and Hedging: the Case of Gold and Silver Investments. Tuna, G. (2013). Testing of The Weekend (Monday) Effect for Instanbul Wang, K., Y.M. Lee, T., & Thi, N. (2013). Does Gold Act As Inflation Hedge in The USA and Japan? Online forum, discussion, and newsgroup blogs.marketwatch.com. (2014). Diambil kembali dari http://blogs.marketwatch.com/thetell/2014/06/06/what-asset-is-the-single-best-hedge-againstinflation-there-may-not-be-one/ (Diakses pada tanggal 1 Desember 2014). jpnn.com. (2014). Diambil kembali dari Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Vietnam (Diakses pada tanggal 1 Desember 2014) Davidson, L. (2011). morningstar. Diambil kembali dari http://www.morningstar.co.uk/uk/news/68688/can-you-prepare-for-inflation.aspx (Diakses pada tanggal 1 Desember 2014). Fisher, G. S. (2012). Forbes. Diambil kembali dari http://www.forbes.com/sites/greggfisher/ (Diakses pada tanggal 1 Desember 2014). Gordon Rose, C. (2013). morningstay. Diambil kembali dari http://www.morningstar.co.uk/uk/news/106298/inflation-hedging-myths-and-reality.aspx Stone, B. (2011). www.thestreet.com. Diambil kembali dari http://www.thestreet.com/story/10993058/1/expected-vs-unexpected-inflation-pncoutlook.html World Gold Council, Homepage, www.gold.org/ (Diakses pada tanggal1 Desember 2014) Worldbank (2013). Laporan Jumlah Cadangan Emas Pemerintah Indonesia
Investasi Emas, Nadya Fitri, FE UI, 2015