n. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Waduk
Kehutuhan manusia akan pasokan sumber air yang relatif stabil dari waktu telah mendorong manusia untuk: membendung Stmgai menciptakan waduk.
Waduk dibuat manusia untuk dapat berfungsi sebagai sumberdaya untuk irigasi pertanian, pengendali banjir, transportasi air, wisata air, penggelontoran limbah domestik, pembangkit listrik tenaga air, air baku untuk keperluan domestik dan industri serta sebagai swnberdaya untuk perikanan penangkapan atau perikanan budidaya. Yuningsib dan Soewamo (1995) menyatakan bahwa waduk sebagai tempat menampung air dengan cara mernbendung alur sungai, Suwignyo (1981)
juga menegaskan bahwa waduk sebagai barlan air buatan manusia dengan membendung sungai atau mengalihkan air dari sungai dan mengwungnya ke lerobah buatan. Sehingga dapat didefinisikao babwa perairan waduk sebenamya
sebuah danau yang terbentuk sebagai wbat adanya aktivitas manusia membendung aliran sWlgai dengan jalan membuat dam yang menghalangi aliran air sungai Karena sifatnya yang buatan manusia maka perairan waduk meropunyai karaktetistik yang berbeda dari sebuab danau sebagai bagiao dari bentang alam yang proses pernbeotukaonya teljadi secara alaotiab. Menurut fiyas et al.(199O) waduk
mernpalam badan air yang
karaktetistik fisik, kintia dan biologisnya berbeda dari sungai yang dibendung. Selanjutnya dikatakan babwa dilihat dari kualitasnya,
waduk lebib stabil
dibandingkan deogan sungai asalnya. Seperti telab kita ketabui bersama bahwa ketersediaan air saogat bervariasi tergantung dari musirn, yalnti pada musirn hujan, air sangat berlimpab sehingga perlu ditampung, untuk ketersediaan di
musim kemarau. Untuk. menampung air tersebut maka satu-satunya pilihan yang tepat untuk: menculrupi kebutuhan air yang senantiasa selalu meningkat setiap tabun adalab mernbuat waduk.
11
Waduk sebenarnya juga sebuah danau dalam pengertian beuda torsebut
mempakan suatu voluma Massa air yang mempunyai komposisi khusus yang berisi berbagai beutuk kehidupan. Dauau alami adalab suatu bentuk perairau akibat adauya air yaug mengisi cekuugau-cekuugau alamiab, sedaugkan waduk terbeutuk sebagai akibat adauya massa air yaug mengisi lernbab sungai yaug aliraunya sudab dibendung oleh sebuah dinding. Waduk berfungsi untuk menampung air di musim peughujan sorta untuk menyediakau air untuk berbagai keperluau di musim kernarau. Pada dasarnya bentuk perairau waduk mirip dengau danau, sehingga waduk seringka1i menjadi nama lain untuk dauau buatan manusia (man made lake). Hal ini sesuai dengau pendapat Straskraba dau Tundisi (1999) yaug menyatakan babwa waduk dibuat dau diciptakan oleh mauusia untuk tujuau tertentu, sehingga waduk seringkali
menjadi nama lain untuk danau buatan manusia. NamWl demikian tujuan dibuatnya
waduk
seringka1i
berbeda
dengau
danau,
sehingga
aspek
pengelolaannyapun borbeda. Waduk telab memberikau keuntungau dau kontribusi
yang sangat besar untuk manusia karena bisa dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik, irigasi, ekoturisme, pertanian irigasi, pariwisata dan air minmn (Soernauto, 2001). Namun peruntukau yaug paling bauyak adalab sebagai sumber pembaugkit tenaga listrik karena menurnt UU. No.15
Tabun 1985 tentaug
ketenagalistrikan "Penyelenggaraan usaha penyediaan tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, mum dau keaudalauuya dengau harga yaug terjaugkau masyarakat merupakan masalab utama yang perlu diperhatikan". Pada prinsipnya walaupun tujuau utama waduk diperuntukkan sebagai pembangkit tenaga listrik, namun peruntukauuya terlepas dari koraugka dasar kebijakan pemerintah dalam mernenuhi kebutubau masyarakat sebari-hari, karena itu maka tujuan dibuatnYa waduk adalab: I. Pernenuban kebutubau berbagai kebutubau air baku, diautaranya untuk
memenuhi keperluan sehari-hari yakni untuk kebutuhan Domestic, Municipal and Industry (DMI) atau rumab taugga, kota dau industri (RIG); 2. Pengendali baujir;
3. Irigasi teknis, dalam upaya mendukung pencapaian swasembada hems menuju swasembada pangan;
12
4. Konservasi air; 5. Pembangkit tenaga listrik. Karena adanya berbagai kebutuban tersebut, maka penggunaan air waduk
dibuat system sebagai berikut. Pada tabap pertama air waduk dipergunakau uutuk meuggerakkan tuIbin guua membangkitkau tenaga listrik, dan pada tabap berikutnya air dialirkan ke sungai kembali. Waduk bauyak yang berfungsi sebagai waduk serbaguna, contob waduk serbaguna yang ada di Provinsi Jawa Barat antara lain adalah Waduk Saguiing, Waduk eirata dan Waduk Jatiluhur. Ketiga contob waduk tersebut dibangun dengan tujuan utama untuk pembangun PLTA guna pembangkit tenaga listrik. Namun demikiao dati PLTA tersebut sebenamya masib ada manfaat yang tidak langsung salah satunya untuk meuambah kehandalan pasokao air baku ke daerah
hiIir, irigasi, pengendaJian banjir, konservasi air dan sarana rekreasi. Selain ito, waduk juga dapa! dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan baik perikaoao urnuro maupun perikanao budidaya melalui jariog terapung. 2.2. Tipe Waduk Berdasarkan peruntukkaonya, waduk dibagi menjadi dua tipe yakni waduk serbaguua dan waduk untuk pembangkit tenaga listrik.
Waduk Serbaguua Menurut Kartamihardja (1998) perairau waduk dan danau di Indouesia
pada umumnya bersifat serbaguna yakni djrnanfaatkan untuk berbagai keperluan., bersifat terbuka dan tidak ada perniliknya (milik urnumlperairan umurn). Selaojutnya dikatakao bahwa dati 23 waduk utama yang luasnya meucapai 53.000 ha, 20 buah diantaranya termasuk waduk serbaguna. Untuk lebib je1asnya
mengenai nama waduk. serbaguna beserta lokasi, luas, kedalaman, fungsi utama dan tahun dibangunnya waduk tersebut dapat dilihat pada Tahel1.
13
Waduk-waduk yang dibangun olob pemerintah, sebagian besar berada di Pulau Jawa. Pada umumnya waduk yang dibangun di Pulau Jawa berfungsi sebagai waduk serbaguna, yang dimanfaatkan sebagai tempat penyediaan air baku, pengendali banjir dan irigasi teknis serta untuk pembangkit listrik tenaga
aIr. Air yang terdapat di waduk serbaguna pada wnumnya dimanfaatkan untuk
berbagai kebutnban yakni nntuk Domestic, Municipal and Industry (DMI) alau industri yang kebutuhannya pada tahun 1990 mencapai 124 m'/detik untuk irigasi meneapai 90 % dan total kebutuhan air yakni kurang lebih 950 m'/detik. Menurut Anonim (2001) pada tahun 2015 total reneana kebutnban air akan mencapai 1878 m3/detik, yang tenliri dan kebutnban DMI 239 m'/detik dan untuk irigasi 1639 m'/detik.
Selanjutnya dikatakan bahwa kemungkinan terjadinya peningkatan
DMI dan irigasi di tahun 2015 ini perlu perbatian yang sangat serius, karena hal
tersebut menunjukkan bahwa prioritas yang paling utama dan untuk pemenuhan kebutnban tersebut banya bisa dialasi dengau membangun waduk untuk menaIUpung air. Deugau demikian, maka keberadaan waduk untuk masa kini dan masa yang akan datang pedu mendapat perbatian yang cukup serius. Tabel I. Beberapa Waduk Serbaguna di Indonesia Waduk
Luas (ha)
KedaI= maks. m
lawaBarat : Saguling
Cirata Jatiluhur Jawa Tengah: Wonogiri Wadaslintang Kedungombo Mrica
Sempor
5.340 6.200 8.300 8.800 1.460
6.100 1.500 1.300
90
106 95 28 85 50
~a~=
I ~eti~an mdD!
18 34 37
625 250 110
8 30 16 13
140 115 100 231
45
Fungsi ulama E,F,I
E,F,! E,F,LW
Tabun
1965
E,F,I E,F,I
1981
E,F,I
1989 1989 1987
E,F,I
1987
77
E,F,I
270 600 300 163 11 2%
E,F)
1972
E,F,I
1970 1977 1983 1983 1987
Jawa Timur: Karangkate>
1.500
70
Selorejo Lahor Wlingi
400 260 380 570 290
46
Bening
Senggu", Nm.. TemuUlra:
50 28 10 24
23 16 14 6 8 7
E,F,! E,F,I F,I E,I
14
Batuiai Kalimantan SeI_: Riam Kanan
890
14
2
9.200
50
18
Lampung: WayRarem
1.400
25
6 15
Way l..,,,,,, 220 Sumber: nyas et at. (1990)
4
60
F,~W
1983
E,F,I
1983
F,I FI
1982 1976
Keterangan : E~ tenaga listrik; F~ pengendali banjir; I~ irigasi; W~ air minum. dpl ~ eliatas pemmkaan laut
2.3, Kualitas Air
Pada dasamya kualitas lingkuugau perairan (kualitas air) yang terdapat eli suatu perairan akan mernpengambi kebidupan komuuitas biota yang bidup dalam ekosistern perairan torsebut Kualitas perairan tersebut akan berpengamb terhadap
suaru populasi biota air, karena sifat parameter kualitas air yang ada di perairan tersebul, dan adanya tingkat toleransi biota tetbadap parameter lingkuugau tertentu. Dalam bal ioj jika salah satu fiIktor linglrungan melewati batas toleransi
suatu spesies
atau
jika nilai salah satu parameter kualitas air menlUlDl sampai di
bawah kebutuhan minimum spesies tersebut, maka parameter tersebut akan menjaeli faktor pembatas terhadap pertumbubau spesies torsebut (Odum, 19%). Parameter kualitas perairan yang berpengamb terhadap kebidupan biota air jumlahnya cukup banyak, namun parameter yang pengamhuya lebib be,ar dan
biasa dianalisis antara lain adalah besamya intensitas cahaya yang masuk ke
dalam perairan, kedalaman perairan. kecerahan, suhu air,
WarDa
air, pH,
kandungau oksigen terlarul, kandungau Co, bebas, kandungau fnsfor total, alkatinitas, nitrit, nitrat, arnoniak, amonium, sultilt, fnstill, HoS, 800.., COD, bahan organik, deteljen, kandungau klorofil-a, kandungau fenol, kandungau pestisida, kandungau logam herat eli perairan serta pupulasi plankton yang ada dalam perairan tersebut.
Suhu dan Intensitas cabaya
Suhn perairan merupakan salah satu parameter yang mengatur baik proses fisika maupun proses kimia yang terjadi di dalam suatu perairan. Subu perairan akan mempengamhi kelarutan oksigen, komposisi substral, kekemban maupun
15
kecepatan reaksi kimia di dalam air. Subu perairan juga mempengaruhi berbagai
proses fisiologis dalam tubuh biota air seperti proses osmoregulasi dan pemapasan
organisme perairan, sehingga meningkatnya subu pada kondisi ekstrim dapat menyebabkan kernatian. Secara umum pengaruh subu terl!adap biota perairan
mempengaruhi proses fisioiogis seeara langsWlg dalam hal reaksi enzimatik: pada
organisme. sehingga akan menentukan besar kecilnya metabolisme dan pertumbuhan organisme. Selain pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung dati subu bisa dalam bentuk teIjadinya perubaban struktur dan dispersi hewau air (Nontji, 1984). Hal ini sesuai dengan pendapat Pescod (1975) yang mengatakan bahwa subu akan berpengaruh secara langaung pada kebidupan biota air, yakni
akan menentukan kehadiran spesies-sposies akuatik, mempengaruhi pemijaban dan penetasan, aktivitas dan pertumbuban. Subu perairan mempuuyai kaitan yang cuknp erat dengan besamya
intensitas cahaya yang masuk ke dalam suatu perairan. Dalam hal ini intensitas cahaya yang masuk ke dalam suatu perairan akan menentukan derajat panas,
yakni semakin banyak sinar matahari yang masuk: ke dalam suatu perairan,
semakin tinggi subu aimya. Namun semakin benambahnya kedalaman, akan menurunkan subu perairan (Welch, 1980).
Menurut Noniji (1987) subu yang
terdeteksi di permukaan air dipengaruhi oleh keadaan metereologi seperti curah hujan, penguapan, kelembaban udura, kecepatan angin dan intensitas radiasi sinar
matabari . Kedalaman
KedaIaman perairan menentukan volwne air perairan, sekaligus dapat mempengaruhi parameter kualitas air lainnya seperti subu, keceraban perairan dan arus. Perairan yang relatif dangkal pada umumnya mernpunyai tingkat keceraban yang tinggi dan subu air yang juga relatif lebib tinggi. Hal tin disebabkan penetrasi cahaya yang masuk ke perairan dangkal juga relatif tinggi, sebingga
cahaya mampu menembus sampai ke dasar perairan. Dengan sifat-sifat tersebut, maka perainm cepat mengembaJikan panas dan cahaya ke lingknngan, sehingga di perairan dangkal umumnya mernpunyai subu air yang lebib tinggi dengan
kecerahan yang bisa mencapai 100%.
16
Kedalaman perairan dapat diukur dengan berlJagai alaI, Damun alat yang paling wnwn digunakan adalah tongkat berskala alau tali berskala. Selain hal tersebut, kedalamau perairan juga akau menentukan lebarnya distribusi dan dispersi bahau pencernar. Dalam hal ini perairan yang dalam, mernpunyai volwne air yang lebib banyak, akibatnya akau mendistribusikan bahau pencemaran lebib lnas, sehingga konsentrasi bahau pencemar di perairan relatif menjadi lebib kecil.
Kecerahan
Kecerahan perauan pada dasamya merupakan suatu kondisi yang menggambarkan kemampuan penetrasi cahaya matahari Wltuk menernbus permnkaan air
sampai ke kedalaman tertentu (Parson dan Takahashi, 1973).
Besamya kecerahan suatu pentiran sangat tergantung pada warna air dan kekernban, dalam hal ini semakin gelap wamanya dan semakin kemh suatu badan air, mw kecerahaunya semakin rendah.
Keeerahau ditentukan seCllIll visual
dengan menggunakan piring secchi dan nilainya dinyatakan dalam satuan meter atau person. Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, padatan tersuspensi serta ketelitian pengukuruya.
Warna Peraino Pada umunmya warna perairan dibagi menjadi dua yakni warna sesunggubnya yang disebabkan oleh adanya bahau-bahan kimia terlarut serta warna yang tampak yang merupakan basil perpaduao antara bahau terlarut dan
bahan tersuspensi.
Secara umum warns perairan merupakan hasil perpaduan
warna yang berasal dan bahau organik dan bahau anorganik yang ada dalam
perairan. wama plankton, hmnus dan ion-ion logam serta bahan-bahan lain yang terdapat dalarn perairan tersebut. Wama pentiran dapat diamati seCllIll visual, namun akan lehih akurat jika diarnati dengan merobandingkan air sampel dengan wama standar. Warna pada umunmya dapat meughambat penetrasi sinar matahari serta
terganggunya proses fotosintesis oleh jasad autotrof di dalam air
17
pH
pH merupakan basil pengukuran aktivitas ion bidrogen dalam perairan yang menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air. Meourut Mack:ereth ef al. (1989) pH terkait sangat erat dengan kandungan karbon dioksida dan
a1ka1initas.
Pada pH yang kurang dari 5 a1ka1initasnya bisa tidal< terdeteksi.
Makin tinggi nilai pH semakin tinggi nilai alkalinitas dan makin rendah
kandungan karbon dioksida bebasnya. Pada umumnya sebagian biota air sensitif terlJadap perubaban pH, dan bampir semua biota menyukai pH 7 - 8,5. Besaran pH sangat mempengaruhi proses biokimia yang tetjadi di suatu perairan, sebagai contob proses nitrifikasi
akan terhenti manakala pH perairan rendah.
Selain iru toksisitas dari logam
beratpun sangat dipengaruhi oleh besaran pH perairan (Novotny dan Olem, 1994). Jika dalam suam perairan terdapat kandungan bahan organik yang tinggi, maka bahan organik tersebut hams diuraikan, untnk ini diperlukan oksigen. Dalam keadaan ada oksigen akan dihasilkan karbon dioksida, uap air dan nitrat Dalam keadaan tidal< ada oksigen akan dihasilkan bidrogen sulfida (H,S), amonia (NH,) dan metana (CH.).
Hampir semua senyawa yang dihasilkan tersebut
bersifat asam yang pada akhimya dapat menurunkan pH.
Zat tersebut akan
digunakan untnk proses fotosintesis, sehingga kandungan karbondioksida akan menurun, dan ion bikarbonat (HCO,') akan berubah menjadi Co, dan ion 0If'. Adanya dominasi ion bidroksil ini mengakibatkan pH air meningkst Jika dalam suatu perairan terdapat bahan organik yang tinggi, maka hasil dekomposisi bahan organik tersebut diantaIanya adalah karbon dioksida.
Di
dalam air karbondioksida ini akan membentuk asam karbonat (Moss, 1993);
keadaan ini juga bisa teIjadi jika 1% dari karbon dioksida bereaksi dengan air, sehingga mernbentnk asam karbonat (Cole, 1988).
Pada pernbentukan asam
karbonat tersebut akan dihasilkan ion hidrogen yang mengakibatkan pH perairan menurun.
Olisigeo terlarnt (00)
Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen yang terlarut dalam air pada wnwnnya berasal dari basil fotosintesis jasad autotrofyang
ada dalam air seperti fitoplankton dan tumbuhan air yang bidup di dalam perairan
18
tersebut.
Oksigen terlarut merupakan zat yang paling penting dalam oistern
keltidupan di pemiran, dalam bal ini berperan dslam proses metabolisme oleb makro dan mikroorganisme yang memanfaatkan bahan organik yang berasal dsri
hasil fotosintesis. SeIsin itu juga mempunyai peranan yang penting dalam penguraian bahan-bahan organik oleb berbagai jenis mikroorganisme yang bersifat serobik (APHA, 1989), sehinggs jika k_sediaan oksigen tidsk mencukupi akan mengakibatkan lingkuugan perairan dan kehidupan dalam perairan menjadi terganggu, sekaligus akan menunmkan kualitas air. Menurut Wardoyo (1975) kelarutan oksigen di perairan sangut dipeugaruhi oleb suhu, tekanan parsial gas yang ads di udsra serta tekanan parsial gas terlarut dalam air tersebul. Selain ito juga dipengaruhi oleb aliran masuk (run off) dsri hujan dan pergerakan air dsri hulu.
Kadar oksigen terlarut dalam air, selain
penling untuk kehidupan, juga bisa dijadikan sebagai indikstor untuk melihat pencemaran yang tetjadi pads suato perairan yakui jika kandungan oksigeu dslam
perairan lebih dari 5 ppm mengandung arti bahwa perairan tersebut tercemar ringan, jika kandungannya 2 - 5 ppm berarti tercemar sedang dan 0 - 2 ppm
berarti perairan tersebut tercemar berat (Sutamihardja, 1978).
Karbon Diokslda Jumlah karbondioksids di perairan relatif banyak, karena seoyawa ini mempuoyai kelarutan yang tinggi (Jeffiies dan Mills, 1996).
Karboudioksids
yang terdspat dalam perairan ini berasal dsri berbagai somber yakni berasal dsri
difusi, dari atmosfir secara langsung ke dalam air.
Se1ain itu sumber
karboudioksids lainnya berasal dsri air hujan yang jatuh ke pennukaan bumi
karena pada saat hujan karbondioksida yang ada di atmosfir terscbut tercuci dan akhirnya terbawa dalam air bujan. Somber lainnya adalah dsri penguraian balum organik dalam tanah yang menghasilkan karbondioksids, jika tanah ini dilewati air, maka karbon dioksids tersebul akan larut dan akhirnya terbawa ke dalam perarran. Somber utarna karbondioksids dalarn air berasal dari respirasi seloruh
biota air.
19
Kandungan karbondioksida dalam air ini akan mempengaruhi pH air. Dalam hal ini jika karbondioksida dalam air membentuk asam karbonat, maka suasana perairan menjadi asam. Di lain pihak jika karbon dioksida membentuk ion bikarbonat alau ion karbona!, maka perairan akan bersifat basa.
Dengan
demikian maka keberadaan karbondioksida dalam perairan bisa terdapat dalam
bentuk karbon dioksida bebas, dalam bentuk ion bikarbonat atau ion karbonat atall asam karbonat (Boney, 1989 dan Cole 1988).
Fosfor Total Fosfor merupakan baramakro yang dimanfaaikau untuk perhnnbuhan jasad
autotrof di perairan.
Dalam ekosistem perairan fosfOT berada dalam bentuk
senyawa anorganik yakni ortofosfat, metafosfat dan polifosfat. Sedangkan fosfat organik berada dalam tubuh organisme yang melayang di dalarn air;
dan
umunmya berada dalam bentuk ion fosfat (Goidman dan Horne, 1983).
Fosfat merupakan salah satu senyawa penting untuk sintesis protein dan berperan dalam anabolisme suatu organisme (Wardoyo, 1981).
Dalam suatu
perairan fosfat dapat berbentuk ortofosfa!, polifosfat dan fosfat organik. Namnn demikian haoya ortofosfat yang dapat dimanfaaikau secara langsung oleb jasad autotrof(APHA, 1989).
Fosfat (PO, J-.P) Pada umunmya fosfat yang berada di perairan banyak terdapat dalam bentuk fosfat organik dan fosfat anorganik, Sumber utama fosfat anorganik terutama berasal dari penggouaan dete!jen, alat pembersib untuk keperluan rmnah
tangga serta berasal dan industri pupuk pertanian. Sedangkan fosfat organik berasal dan makanan dan buangan rmnah tangga. Semu. fosfat mengalami proses perubalum biologis menjadi fosfat anorganik yang selanjumya dignoakan oleh tanaman untuk membuat energi, Fosfat sangat bergnna untuk pertumbuhan
organisme dan merupakan faktor yang menentukan produktivitas badan air. Fosfat yang terlarut dalarn perairan pada keadaan normal biasanya berbentuk orto-fosfat yang ada di perairan dalarn jumlah yang rendah. Menurut Perkins (1974) do/am Suprihardjo (1978) kandungan fosfat terlarut di perairan alam umumnya tidak lebih dan 0, I mg/1. Jika dalarn suatu perairan teJjadi
20
masukan
bahan pencemar dalam jumlah yang tinggi dan meng,Uribatkan
kandungan fosfatnya cukup tinggi depat meng,Uribatkan terjadinya proses
eutroftkasi atau keadaan lewat subur yang meag,Uribatkan terjadinya pertumbubao plaoktou yang tidak terkendali.
Alkalinitas Alkalinitas adalah gambarau kapasitas air untuk meteralkan asarn atau jumlah anion di dalam air yang depat meaetra1kan kation bidrogen.
Selain
definisi tersebut alkalinitas juga depat diartikan sebagai kapasitas peoyangga terbadap perubaban pH perairan. Penyusun alkilinitas perainm atau senyawa yaug membertkan kontribusi terbadaP a1kalinitas perahau adalah anion bikarbonat (HC03-), fosfat, sulfide dan amonia_ Narnun demikiau pemhentuk alkalinitas utama adalah ion bikarbonat, karbonat dau bidrnkside.
Diantara ketiga ioo
tersebut, di pentiran alami yang paling banyak didepatkan adalah ion bikarbonat
Di penriran tawar, kation utama yang mendominasi adalah kalsium dan magnesium, sedan.gkan anion utama yang mendominasi adalah karbonat dan bikarbonat
Hal ini berbeda dengan perairan laut, karena kation yang
mendominasi perairan tawar adalah natrium dan magnesium, sedangkan anion yang mendontinasinya adelah kloride (Barnes, 1989)_
Deagan demikian di
perairan tawar, kalsium karbonat merupakan senyawa yang memberikan kontribusi terbesar terbadap alkalinitas, juga terhadap kesadabanoya.
Alkalinitas berperan sebagai sistem penyangga yang akan berperan sebagai peoyangga perairan dalarn mempertabankan pH, sehingga perairau yang mempunyai a1kalinitas yang tinggi tidak akan mengalami perubahan pH secara drastis (Cole, 1988).
Nitrit. Nitrat. Amonia dan Amonium Di dalam perainm nitrogen bisa terdepat dalam herbagai bentuk yakni gas N" No,- (nitri!), NO,- (nitrat), NH, (arurnonia) dan NH/ (amonium), serta sejumlah hesar senyawa nitrogea yang pade dasarnya merupakan nitrogen yang berikatan deagan senyawa orgatuk kmnpleks.
Nitrogen merupakan gas yang
jumlahoya paling banyak di atroosrer, yakni meacapai 78 % dati total gas yang ade di atroiosfer_ Oleh kareaa itu maka sebagian hesar nitrogen (N,) yang berade
21
dalam suatu perairan berasal dan difusi udara nitrogen dan udara (atroosfir). Tumbuhan jenis tertentu dapat memfiksasi secara langsung nitrogen dan udara bebas dan kilat pada waktu hujan, sehingga membentuk nilrik oksida (NO), yang akan teroksidasi lebih Ianjut membentuk NO,· dan pada akhimya akan terbawa
hujan masuk ke perairan, dengan reaksi: 1. N, (g) + 0, (g)
<:> 2NO (g)
2. 2NO (g) + 0, (g) <:> 2NO, (g)
3. 3No,+H,O Jika nitrogen dalam perairan ada dalam bentuk anunonia ataupun ammonium. maka senyawa ini tetap dapat dimanfaatkan eleh twnbuhan akuatik, atall senyawa tersebut mengalami proses nitrifikasi membentuk oitrat yang pada akhimya juga akan dimanfaatkan oleb jasad autotrof dalam air. Menurut Koesoebiono (1980) proses pembentukan nitrat (nitrifikasi) tOljadi dua tabap, yakni
1. NH/ + 1Y:zOz
<:>
NO,· + 2 II' + H,O, dan
2. NO,· + y,o,
<:>
NO,·
Adapun proses oksidasi ammonia ini dilakukan oleh bakteri-bakteri chemoautotroph yang bersifat aerobik. yaitu bakteri Nitrosomonas pada tahap pertama, dan bakteri Nitrobaeter pada tahap kedn8. Pada proses nitrifikasi ini bakteri pada tabap pertama menggunakan anunonimn, sedangkan pada tabap kedua menggunakan nitrit sebagai smnber energi dan karbondioksida dalam air sebagai sumber karbon, sehingga bakteri-bakteri tersebut dapat mernproduksi baban organik (orgenik karbon) tanpa melalni proses kernosintesis. Pada kondisi tanpa oksigen (anaerobJ, untuk keperluan respirasinya
sejumlah mikroorgenisme dapat menggunakan oksigen yang terikat dalam nitrat ataupWl dalam senyawa teroksidasi lainnya. Proses ini disebut proses respirasi nitrat yang dikenal dengan nama denitrifikasi.
Dalam pemantauan kualitas perairan,
terutama
untuk melihat tingkat
kesuburan perairan, nitrat selalu dijadikan parameter kunci, karena nitrat berperan dalam proses produksi perairan terutama produktivitas primer.
22
Nitrit (NO,) Nitrit (NOi) merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas nitrogen ( denitrifikasi). Nitrit biasanya ditemukan dalam jumlab yang sangat sedikit di perairan alami, wnumnya mempunyai kadar yang lebib kecil danpada nitrat karena nitrit bersifat tidak
stabil, dalam arti jika terdapat oksigen akan teroksidasi menjadi oitrat. Keberadaan nitrit dalam perairan menggambarkan berlangsungnya proses biologis berupa perombakan baban organik dengan kadar oksigen terlarut songst rendab.
Nitrat (No,) Nitrat (NO,) adalab bentuk nitrogen utama di perairnn alarni dan merupakan hara utama bagi pertumbuhau tanaman dan algae. Nittat nitrogen Sangst mudab lamt dalarn air dan bersifat stabil karena dihasilkan dan proses oksidasi sempwna
senyawa nitrogen di perairan. Kadar nitrat di peraira.n yang tidak tercemar biasanya lebib tinggi dan ammonium, pada perairan alarni kadar nittatnitrogennya biasonya tidak melebihi 0,1 mg,1. Nittat tidak bersifat toksik terhadap
organisme akuatik BOD, BOD (biological oxygen demand) adalab banyaknya oksigen yang diperlukan oleh ntikroorganisme untuk mendekornposisi baban organik.
Pada
analisis BOD, lama waktu inkubasinya bisa beraneka ragam, namun masa inkubasi yang paling umum adalab lima hari, sehinggs diberi istilab BOD,. Nilai BOD, merupakan parameter yang menunjtikkan besamya oksigen yang dibutnhkan oIeh mikroorganisme untuk mengnraikan baban organik dalam proses dekomposisi secam biokintia (Boyd, 1982), dengan demikian maka
BOD,
merupakan nkuran banyaknya oksigen yang digunakan oleb mikroorganisme
untuk mengoraikan baban-baban organik yang terdapat dalam air dalarn waktn lima hari (APHA, 1989).
Lama waktu mikroba untuk melakukan dekomposisi sampai mencapai stabilitas sempwna tergantung dan keadaan alami substrat dan kemampuan hidup organisme (Azad (1976). Dengan demikian maka BOD hanya menggambarkan baban organik yang dapa! didekomposisi secara biologis (biodegradable). Nilai
23
BOD suatu perairan dipengaruhi faktor-faktor lain yang ada di lingkungannya_ yakni suhu, densitas plankton, keberadaan mikroba serta jenis dan krmdungan baban organik. Pada perairan a1ami yang belum terlalu banyak campur tangan manusia, sumber baban organik yang masuk ke dalam perairan berasal dari pembusukan tanaman, sehingga nilai BOD-nya rendab. Hal ini sesuai dengan pendapa! Jeffries dan Mills (1996) yang mengatakan babwa perairan a1ami memiliki nilai BOD antara 0,5 - 7,0 mWi.
Perairan yang memiliki nilai BOD lebib dari 10 mWi
dianggap telab mengalami pencernaran.
Berdasarkrm nilai BOD, maka suatu
perairan bisa dikategorikan kualitas aimya menjadi perairan tidak tercemar atau !ercernar ringan jika mempunyai BOD knrang dari 3 ppm;
peralran
diklasifikasikan sebagai perairan tercemar ringan jika mempunyai nilai BOD 3 4,9 ppm.
Perairan tercernar sedang mernpunyai BOD 5,0 - 15,0 ppm serta
perairan yang mernpunyai BOD lebib dari 15 ppm dikategorikan pada perairan tercernar bera! (Lee, Wang dan Quo, 1978). COD (Chemical Oxygen DeIlllUld) COD (Chemical Oxygen Demand) menggambarkrm kebutuhan oksigen yang dibntuhkan nntuk menguraikan baban organik secara kirniawi dengan
oksidator kaliwn dikromat.
Dengan adanya oksidator kalium dikromat ini
seringkali mengakibatkan kemampuan oksidasi yang lebib ringgi dari oksidasi
secara biologi, karena dalarn uji COD baban-baban yang Slabil terbadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat teroksidasi, sehingga nilai COD lebib ringgi
dari BOD. Sebagai contob serat selulosa yang stikar tenuai melalui reaksi biokirnia pada uji BOD, bam bisa terurai melalui reaksi kimia.
Bahan Organik daD Muatan Padatan Tenuspeosi Dalam keadaan anaerobik., yakni konsentrasi oksigen rendah atan bahkan
tidak terdeteksi, roaka mikroorganisme aerobik tidak dapat berkembangbiak, tetapi sebaliknya karena tidak adanya oksigen, karena tidak adanya oksigen, maka
organisme yang bersifat anaerobik akan aktif memecah bahan tersebut secara anaerob. Dari penguraian secara anaerobik ini akrm dihasilkrm produk seperti pada Tabel 2.
24
Tabel 2. Bentuk senyawa basil oksidasi bahan-bahan organik pada kondisi aerobik dan alUlerobik
Dari Tabel 2 terlihat bahwa basil penguraian senyawa yang mengandung karbon dalam kondisi anaerob adalah gas metana, dati senyawa yang mengandung
nitrogen adalah ammonia dan
amin.
dari senyawa yang mengandung sulfur
terbentuk gas H,S yang berbau busuk, dan dari senyawa yang menganduug fosfor
akan terlJentuk komponen fosfor yang mempunyai bau yang menyengat seperti ban anyir. Muatan padatan tersuspensi adalah bahan-bahan tersuspensi yang tidak larut dalam air. Bahan-bahau ini baik organik, maupun anorganik yang keberadaannya autara lain berbentuk partikel dan tidak larut dalam air. Padatan tersuspensi juga mempengarubi kekernlum dan kecerahan air. Menurut Wardoyo (1991) padatan tersuspensi mempengarubi kekeruban
dan kecerahan perairan. Zat padat yang berada dalam suspensi dapat dibedakan menurut ukunm partikelnya sebagai partikel tersuspensi koloid dan partikel tersuspensi biasa. Zat padat tersuspensi dapat dikJasifikasikan menjadi zat terapung yaug bersifat organik dan zat padat organik dan anorgaoik. Canter dan Hill (1981) mernperlihaikan hubungan antara indeks kualitas
air dengan kandungan muatan padatan tersuspensi. Kandungan muatan padatan tersuspensi tersebut kemudian dapat menjelaskan kondisi perairannya.
Tabel 3. Konsentrasi muatan padatan tenuspensi dan kategori kuaHtas Hngkungan perairao.
<4 3 -10 10-15 15-20 20-35
Baik Sedang atau Moderate Miskin alaU Kurang Baik
.
.
25
Kekeruhan Kekeruban adalah gambaran sifill opuk air dan suatu perairan yang ditentukan berdasarkan banyaknya sinar yang dipancarkan dan diserap olob partikel-partikel yang ada dalam air tersebut. Kekeruhan juga disebahkan oleb partikel tersuspensi, bahan organik dan mikroorgaoisme perairan. Kekeruban perairan dapat beraifilt penuanen dan semeotara. Kekeruban yang bersifat permanen disebabkan oleb bahan-bahan yang solit terurai seperti pencemaran oleb hidrokarbon yaitu mioyak dan lemak. Sedangkan kekeruban yang mudah terorai dapat disebahkan partikel organik yang terbawa oleb hujao, banjir, aliran draiuase, dan gerakan angin.
Klorofil K1orofil adalah molekul kompleks yang tersusun dan 4 cincin karbonnitrogen yang mengelilingi satu atom Mg, dan bila Mg torsebut terlepas dan k1orofil (matilterdegradasi), maka k1orofil tersebut disebut pbaeophitin atau phaeofigmen. K1orofil a adalah k1orofil yang dapat dilalui elektron, dalam hal ini dengan adanya sinar matahari akan mengakibatkan elektron
berpindah, dan
elektron ini selimjumya diubah monjadi menjadi energi kiinia yang herperan
dalam fotosintesis. Klorofil a mempWlyai kemampuan maksimum dalam menyerap sinar matahari, kemampnan menyerap ini paling optimum pacta wilayah sinar merah dengan panjang gelornbang 680 om (Basmi, 2000). Berdaaarkan konsentrasi k1orofil a-nya Ryding dan Rast (1989) mengklasifikasikan tingkat
kesuburan perairan menjadi 3, yaitu jib suatu perairan kandungan klorofil a-nya < 8 mglm
3
berarti perairan tersebut termasuk perairan
oligotrofik, jika
konsentrasinya 8 - 25 mglm' dikategorikan pacta perairan mesotrofik dan jika mencapai 25 - 27 mglm' masuk pacta perairan eutrofik.
Plankton Plankton adalah orgaoisme renik yang bergerak melayang dalarn air atau kalaupun
marnpu
berenang,
kemarnpuan
berenangnya
sangat
lemah,
pergerakannya selalu dipengamhi olob gerakan massa air. Kata plankton pertama kali dipetkenalkan oleb Victor Hensen pada tahun1889 (Reynold, 1984). Pada
26
dasarnya plankton dapat berupa twnbuhan (fitoplankton) bisa juga berupa hewan (zooplankton).
Komposisi jenis fitoplankton yang umum dijumpai di perairan tawar berasal
dari
Chrysopbyceae,
kelas
Bacillarinphyceae,
Cyannphyceae,
Chlornpbyceae,
Dinnphyceae,
Cluyptophyceae,
Euglennphyceae,
dan
X8nthnphyceae. Kelas Cyannpbyceae dan Chlorophyceae merupakan jenis fitoplankton dominan di perairan tawar yang tergenang (Rutter, 1965). Kelimpahan fitophmkton dalam suatu perairan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang meliputi faktor fisika, kiutia, dan biologi yakni subu, kekeruhan, kecerahan. pH, gas-gas terlarut, unsur hara, serta dipengaruhi pula oleh adanya imeraksi dengan organisme lain. Menurut Davis (1955) pada suatu perairan, di lokasi tertentu sering didapat jurulah individu plankton yang berlimpah, sedangkan pada lokasi lainnya di perairan yang sarna, jumlahnya sangat sedikit.
Keadaan ini merupakan suatu
petunjuk bahwa distribusi horizontal plankton di suatu perairan belum tentu homogen.
Dalam hal distribusinya, ternyata tidak hanya distribusi horizontal
yang tidak homogen, distribusi vertikalpun juga tidak homogen.
Selanjutnya
dikatalom bahwa kelimpahan fitnplankton terbesar ada pada beberapa sentimeter di bawah permukaan air.
LogamBerat Logam dapat digolongkan ke dalarn dua kategori yaitu logam berat dan logam ringan.
Logam berat adalah logam yang untuk setiap em' meropunyai
bobot 5 gram atan lebib, bobot ini lima kali dari bera! air, sehingga logam yang beratnya kurang dari 5 gram tertnasuk logam ringan. Jika sejumlah logam mencemari lingkungan, maka logam tersebut dapat menyebabkan timbulnya suatu bahaya pada makhluk hidup, karena beberapa jeDis logam
saogat berbabaya bila ditemakan dalarn konsentrasi tinggi dalarn
lingkungan (dalaro air, tanah dan udara), karena logam tersebut mempunyai sifat yang merusak jaringan tubub makhluk hidup
Logam berat merupakan suatu unsur yang mempunyai daya haDtar panas dan daya bantar listrik yang tinggi serta mempunyai densitas lebib dari 5 (Hutagalung, 1991). Logam berat biasaoya beruomor atoro 22 - 92 dan periode 3
27
sampai 7 dalam susunan berkala unsur -unsur kimia. Beberapa unsur logam berat tersebut antara lain merkuri (Hg), timbal (Pb), kadmium (Cd), seng (Zn) dan tembaga (Cu). Pada umumnya semua logam berat tersebar di seluruh permukaan bumi, baik di udara, tanab maupun air. Logam bera! uti dapot berbentuk baban organik, baban anorganik terl&ut yang terikat dalatU soatu partikel (Harabap, 1991). Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan berasal dati debu debu akibat kegiatan gunung berapi, erosi dan pelapukan tebing dan tanab, dan berbagai aktivitas manusia meliputi pertambangan batubara, pelebunm dan penyulingan minyak, penggunaan pestisida, penggunaan baban bakar, dan sebagainya. Pencemaran logam berat terbadap alam lingkungan merupakan suatu
proses yang erat hubungannya dengan penggunaan logam tersebut oleh manusia. Berdasarkan kegunaannya, logam berat doPat dihagi menjadi dua bagian yaitu unsur - unsur tertentu dengan konsentrasi tertentu yang berfimgsi sebagai
bararnikro yang bermanfaat hagi keliidupan organisme perairan seperti Zn, Fe, Cu
dan unsuNUlsm yang tidak diketahui sarna sekali manfiudnya seperti Hg, Pb dan Cd (Lu,I995). Kenyataannya semua logam, lermaSuk logam -logam baramikro yang esensial, jika berada dalam tubuli mahluk bidup dalam jumlali yang berlebib akan bersifat racun hagi organisme (Laws, 1993). Logam yang dapat menyebabkan keracunan adalab jenis logam berat
Logam ini termasuk logam yang esensial seperti Cu, Zn. Se dan yang nonesensial seperti Hg, Ph, Cd, dan As. Teljadinya keracunan logam herat yang paling sering teljadi, biasanya dimulai dengan teIjadinya pencemaran lingkungan oleb logam berat, seperti penggunaan logam sebagai pembasmi liama (pestisida), pemupukan maupun karena pernbuangan limbab pabrik yang menggunakan logam. Logam
esensial seperti
en dan Zn dalam dosis tertentu dibutuhkan sebagai unsur nutrisi
pada hewan, tetapi logam nonesensial seperti Hg, Ph, Cd dan As sama sekali belum diketahui kegunaannya walaupun dalam jumlah relatif sedikit dapat
menyebabkan keracunan pada hewan (Dannono,I995). Menurut Connel (1995) ion-ion logam pacta kelas B yang paling toksik
menunjukkan mekanisme toksisitas yang berspektnun luas.
Logam-logam ini
berikatan dengan gugus SH (misalnya, sistein) dan kelompok yang mengandung
28
nitrogen misalnya, lisin dan histidin imidazol lebih efektif.
Selain itu logom-
logam ini dapat mengganti ion-ion endogen pada garis batas (misal. Zn2+) dari metallo-enzim, yang menyebabkan enzim tidak aktif melalui perubahan secara konformasi. Logom kelas B bersama-sama denJl8l1 beberapa ion pada garis batas, membentuk ion - ion orJl8l1ometalik yang larut dalam lemak, sebago; contoh Hg
dan Pb yang mampu menembus membran biologis dan berakumulasi di dalam sel dan orJl8l1el. Logom golonJl8l1 B di dalam metalo-protein bisa mengalami reaksi
baik oksidasi maupun reduksi, sebagai contoh,
eu2+ menjadi Cu+ dan
Cu+ dapat
mengubah integritas secara fungsional dan stroktural. Pengaroh keberadaan logom berat terbadap biota wmnnnya digolongkan ke dalam dna kategori, yaitu dapat menyebabkan toksisitas letal secara langsung sehingga menimbulkan kematian dan dapat mengakibatkan terjadinya toksisitas subletal yaitu terjadinya kernsakan pada proses fisiologis atau bahkan pads perilaku snatu makhluk hidup. Ochiai (1977) in Connel (1995) membagi
mekanisme toksisitas
ion~ion
logam ke dalam tiga kategori yaitu dapat menahan
gogos fungsi biologis yang esensial dalam biomolekul (misalnya protein dan enzim), dapat men8Jl8l1tikan ion logom esensial dalam biomolekul, dan dapat mengobab aktivitas biomolekul.
2.4_ Budidaya lkan dalam Karamba Jaring Apung Dilihat dan tingkat kesubwaonya,
waduk atau danau di Indonesia
U1Dumnya bersifat oligotrofik (kesuburan rendah) hingga mesotrofik (kesuburan sedang), sehinggs dilibat dan tingkat kesuburannya, maka waduk atau danau
sangat potensial untuk pengembangan budidaya ikan secara intensifdalam KJA. Menurut Ryding dan Rust (1989) yang dimaksud denJl8l1 budidaya ikan dalam kanunba adalah budidaya di perairan
umUID
denJl8l1 menggnnakan wadah
yang Ulmunnya terbnat dan jating, pads kanunba tersebut ditebar ikan kecil atau ikan muda yang berokwan sedikit lebib besar dan ukuran mala jating. lkan yang dipelihara di KJA biasanya diberi pakan bernpa peler yang UlDUlDnya kaya hara. Peruberiau pakan peler ini biasanya diberikan pada pagi, siaug dan sore bari. KJA berada pads perairan umum yang airnya relatif sedikit mengalir dan diberikan pakau cukup banyak, sehingga ikan yang dipelibara di dalamnya tumbuh denJl8l1 cepat dan dalarn waktu kurang dan tigs bulau biasauya sudab dipauen.
29
Karamba jaring apung sudah cukup lama dipakai di Degara kita, yakai sejak
tabun 1920 Delayan kita sudah mulai menggunakan klIramba bambu
terapung untuk memelihara benih ikan jeiawat (Leptobarbus
houveni) basil
tangkapannya Pada tabun 1940, di Bandung sudah dikenal keramba yang terbuat
dari bambu atau kayu, ditempatkan di dasar petairan sungai atau saluran tercemar balnm organik dan diperguoakan untuk memelihara ikao mas (Cyprinus carpio),
sehingga ikan ini dapat memanfaatkan limbah dan hewan avertebrata yang jwnlalmya berlimpah dan hidup dengao memaofaatkan baban orgaoik tersebut (VHaS dan Sacblan , 1957 in Beveridge, 1996, Costa-Pierce dan Effendi in Beveridge, 1996).
UDtuk saat ini, klIramba tempat pemeliharaan ikao jarang terbuat dari
bambu, namun biasanya menggnnakan bahan sintetis yang berlubang atau jaring. Menurut Sukadi el 01.
1989) klIramba jaring apung merupakan tempat
pemeliharaan ikao yang terbuat dari baban jaring yang dapat menyebabkan keluar masukuya air dengao leluasa, sehingga teIjadi pertukaran air dari karamba ke
perairan sekitamya, serta sisa pakan bisa dibuang dengan mudah. Menurut Sukadi elol. 1989) klIramba jaring apung adalab sebagai tempat pemeliharaan ikan yang
terbuat dari bab.. jaring yang dapat menyebabkao keluar masukuya air dengao lelua.. sehingga teIjadi pertukaran air dari karamba ke perairan sekitamya, serta sisa pakao bisa dibuang dengao mudah.
Hal ini sejalao dengan pendapat
Hardjamulia (1991), yang mengatakan babwa
KJA adalab wadah yang sisi
samping dan dasarnya dibatasi jaring dan dipakai untuk menampung ikao. Laojutnya dikatakao babwa pertukaran air dapat teIjadi antara dalam dan luar karamba, sehiDgga kotoran dan sisa-sisa pakan dari klIramba dapat ke luar dengao
mudah ke perairan sekelilingnya. KJA biasanya dipergunakan untuk memelihara ikan di danaulsitulwaduk Di Indonesia, klIramba jaring apung pertaIna kali digunakan di waduk Jatilubur pada tabun 1974 untuk keperluan penelilian, dan baru pada tabun 1986 dilakukan budidaya ikao secara intensif dalam klIramba jaring apung di Waduk Saguling, diikuti oleb petani ikao di Danau Toba, Waduk Cirata, Waduk WODOgiri, Waduk Kedung Ombo, babkao juga budidaya di laut seperti di Teluk Pare-Pare, Teluk Banten, dan di Kepulauan Riau.
31
Eutrofikasi Danau yang tidak !erlalu banyak dipengarubi kegiatan mauusia (danau) alami, hiasanya mempuuyai kesuburan yaug berasal dan pengkayaau zat ham
yang terbawa oleh aliran sungai dari hasil pencucian dan erosi di lapisan tanah bagian atas. Proses penyuburan ini terjadi dalam waktu yang lama, sehingga tidak membahayakan perairan karena terjadi keseimbangan antara penyuburan dan tingkat pemanfaatan zat hara (Scahoemar e/ al., 1996). Kepadatan pendudnk yang semakin meningkat menyebabkan banyak aktivitas yang mengganggn keseimbaugan lingknngan perainm wadnk. DaIarn keadaan seperti tin, laju penarnba1nm zat hara dan ba1nm organik lainnya seeara arttifisial menjadi bertarnbab dan tidak ditinbaugi laju pemanfaatauuya, sehingga seringka1i teIjadi penyuburan berlebiban atau eutrofikasi.
Pada perainm
tergenaug, laju pemasnkau zat hara seringkali lebih tinggi dan pada laju dekomposisi. Pada wadnk yang di dalamnya terdapat budidaya ikan dalam KJA dengan teknik budidaya intensif, pakan yang tersisa banyak mengandung baban anorganik yang mengandung fosfor, sulfat dan nitrogen, sehingga dengan aihmya
sisa pakan ini akan mempercepat terjadinya proses eutrofikasi di perairan-perairan tersehut,. Pada proses eutrofikasi ini seringkali diikuti perkembangbiakan sangat cepat dan algae dan sangat merugikan (blooming algae). Algae tin seringka1i
menghasilkan berbagai macam bahan yang toksik yang dapat mematikan bewanbewan yang ada di perairan tersebut. Bahan-bahan toksik tersebut mnwnnya
berasal dari Microcistis spp., Anabaena spp. dan Aphanezomenon spp. yang menghasilkan microsistin, anatoksin dan aphatoksin (Gorham dan Carmichael 1980).
2.S. Pemetaan Laban Perikanan Budidaya Pelnksanaan kegiatan perikamm budi daya tidak terlepas dan ketersediaan
laban yang cocok sesuai dengan kondisi lingkungannya. Data dan infonnasi luasan labau bagi perikanan budi daya yang diperoleh dan hasil kajiau ihniah
umumnya ketersemaannya masih sangat kurang. Kalaupun data tersebut bisa
..
_._----------------merupakan pilihan yang baik, karena dapat memberikan informasi terbaru dan
akura!. Keuntungan yang diperoleh jika menggunakan data indel1lja dalam
mengkaji suatu pennasalahan sumber daya alam meliputi: data inderaja dapat
32
ditemukan kadang kala merupakan data lama ataupun data laksiranldugaan yang tingkat ketelitiannya sangat rendah.
Sesuai dengan kemajuan teknoiogi saat ini analisis luasan laban clapat dilakukan
secara
cepat
dengan
tingkat
ketelitiau
yang
dapat
dipertanggungjawabkan yaitu dengan memanfalkan data spasial (peta atau citra
sate1it) dan inderaja. Namun sayangnya teknologi ini masih sangat sedikit diterapkan di bidang perikanan budi daya dalam rangka membantu pengambil kebijakan.
Banyak sekali pengertian inderaja (remote sensing) yang telah diuraikan oleb beberapa boo (Cambel, 1996; Ricbards, 1994; Jensen, 1996; Lillesan & Kiefer, 2000). Pada tulisan ini pengertian inderaja mengacu pada Lillesan & Kiefer (2000) yaitu ilmu dan seni memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atan fenomena melalui analisis data yang diperoleb dengan suatu alat tanpa
konlak langsung dengan objek, daerab atau fenomena yang dikaji. Data yang didapat adalab basil perekaman kenampakan di bumi yang disebut dengan citra. Penelitian di bidang perikanan budi daya sejauh ini belum hanyak yang memaofaalkan data inderaja. Green et al. (2000) mengemukakan beberapa contoh aplikasi pemanfaatan data inderaja di bidang perikanan budi daya di antaranya:
inventarisasi lokasi buw daya perikanan deogan menggunakan data SPOT XS, kelayakan laban untuk budi daya udang menggunakan data Landsat TM dan
SPOT XS, penentuan lokasi KJA mengunalcan Landsat TM, monitoring aktivitas
budi daya mutiara menggllnakan SPOT XS, dan pendugaan lokasi untuk budi daya taut (maricuJture) menggnnakan tiga data citra yaitu Landsat MSS, Landsat TM, dan SPOT XS.
Pemanfaatan data inderaja untuk: menganalisis luasan laban yang dimanfaatkan untuk perikanan budi daya air tawar memiliki beberapa keuntungan dan kerugian. Namun terl,pas dan hal tersebut, jika dibandingkan dengan metode
lainnya yang dikemukakan terdahulu metode dengan memanfaatkan data inderaja merupakan pilihan yang baik, karena dapat memberikan infnrmasi terbaru dan akurat. Keuntungan yang diperoleb jika menggunakan data inderaja dalam mengkaji suatu pennasalaban sumber daya alam meliputi: data inderaja dapat
33
memberikan infonnasi terbaru (near real time) tentang kondisi suatu lokasi yang dikaji, daerah cakupan yang lnas dari data inderaja (contohnya Landsat 7 yang mempunyai eakupan wilayah meneapai 180 Ian) dapat memberikan gambaran yang menyeluruh bagi suatu kawasan pengembangan, data inderaja yang telah dimiliki
melihat perubahan yang terjadi pada 8uatu kawasan tertentu. Seisin itu, Indonesia yang memiliki banyak polau-polau kecil adalah kendala jika setiap polau tersebut hams didatangi. Dengan data inderaja, lokasi-Iokasi yang jaub dan susab
dijangkau atau terisolir dapat dipantau sehingga
solit dijangkaulterisolir 2. SIG data
analisis data inderaja sehingga meningkatkan akurasi dari pemetaan 3. Inderaja dapat mengjlasilkan multitemporal data yang dengan mudab di integrasikan ke dalam SIG Beberapa langkah unmk pengintegrasian data inderaja kedalam SIG meliputi (Green et al. 2000; Lillesan & Kiefer, 2000):
1. Data inderaja (photo udara atall citra satelit) secara manual diinterpretasikan dalam benmk peta tematik kemudian didigitasi kedalam SIG 2. Data inderaja dianalisis atan diklasifikasikan secara digital, hasilnya dalam benmk hardcopy kemudian didigitasi kedalam SIG
3. Data inderaja diana1isis atall diklasifikasikan secara digital, hasilnya ditransfer secam digital kedalam SIG 4. Data mentab data inderaja dimasukkan langsung kedalam SIG, sehingga
semua analisisnya dilakukan dalam SIG