Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
MUTU SUSU SAPI DARI PETERNAK ANGGOTA KOPERASI SUSU SARWAMUKTI PADA PEMERAHAN PAGI DAN SORE HARI: STUDI KASUS TAHUN 2004 (Milk Quality on Morning and Afternoon Milking at Sarwamukti Cooperative: Case Study in 2004) SRI USMIATI dan WIDANINGRUM Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Jl. Tentara Pelajar 12A, Bogor
ABSTRACT The milking process that has been done in the morning and afternoon effect on milk quality. On 2004, research had been done to get the impact of milking process which was implemented in the morning and afternoon on milk quality of farmer cooperation member of Sarwamukti-Bandung. The research was design by Randomized Completely Block Design (RCBD) by two treatments i.e. (i) milking process in the morning; and (ii) milking process in the afternoon on seven farmers as block. The parameters included pH, mass gravity, percentage of fat, protein, water and solid non fat (SNF) and total plate count (TPC) (CFU/ml) of milk. Research result indicated that the treatments effected pH, mass gravity, percentage of fat, protein and water, and total plate count, but not to SNF percentage. The milking process in the afternoon has higher value on pH, mass gravity, and percentage of fat and protein compared by milking process in the afternoon. On the other hand milking in the morning has higher value on water content and total plate count compared by milking process in the afternoon. Value of pH, mass gravity, percentage of fat and protein of milk that milking in the afternoon were 6.67; 1.03; 4.29; and 3.34% respectively, milking in the morning has water content 89,31% and total plate count 2,24x108CFU/ml compared to milk quality that milking process in the afternoon. Milk quality of Sarwamukti farmers that was milking in the afternoon was better than milking in the morning. Key Words: Milk Quality, Milking, Morning, Afternoon ABSTRAK Pemerahan susu yang dilakukan pagi dan sore hari diduga dapat mempengaruhi kualitas susu. Pada tahun 2004 dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kualitas susu sapi dari peternak anggota koperasi susu Sarwamukti Cisarua, Bandung yang diperah pagi dan sore hari. Penelitian dirancang menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan dua perlakuan yaitu: (i) pemerahan susu pagi hari (SP); dan (ii) pemerahan susu sore hari (SS), terhadap 7 (tujuh) peternak sebagai kelompok. Parameter yang diukur meliputi nilai pH, berat jenis (BJ), persentase dari lemak, protein, air dan Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) serta jumlah total bakteri (Total Plate Count/TPC) (CFU/ml) susu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh terhadap nilai pH, BJ, kadar lemak, protein, air dan jumlah total bakteri, namun tidak mempengaruhi nilai BKTL. Nilai pH, BJ, kadar lemak, dan protein pada pemerahan susu sapi pada sore hari lebih tinggi dibandingkan pemerahan susu sapi pada pagi hari masing-masing adalah 6,67; 1,03; 4,29; dan 3,34%, sedangkan pemerahan susu sapi pada pagi hari menghasilkan kadar air dan TPC lebih tinggi dibandingkan pemerahan pada sore hari yaitu 89,31% dan 2,24x108CFU/ml. Mutu susu sapi dari peternak anggota koperasi Sarwamukti lebih baik pada pemerahan sore dibandingkan hasil pemerahan pagi hari. Kata Kunci: Kualitas Susu, Pemerahan, Pagi, Sore
PENDAHULUAN Susu merupakan bahan pangan sumber gizi bagi manusia dan dibutuhkan oleh hampir
semua tingkatan umur terutama bagi balita. Susu juga merupakan media pertumbuhan yang baik bagi mikroorganisme yang seringkali dapat mengakibatkan kerusakan susu. Susu
323
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
mengandung zat gizi seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin, yang mudah dicerna dan diserap secara sempurna (RESSANG dan NASUTION, 1989). Kandungan kalsium susu yang tinggi menyebabkan gigi dan tulang menjadi kuat serta dapat mencegah osteoporosis (kerapuhan tulang). Kondisi zat gizi yang baik pada susu tersebut maka susu mudah terkontaminasi oleh bakteri patogen yang berasal dari lingkungan, peralatan pemerahan atau sapi itu sendiri (BUCKLE et al., 1985). Komposisi susu dapat dikatakan sangat beragam tergantung pada beberapa faktor, antara lain jenis, bangsa dan umur sapi, tingkat laktasi, pakan, penyakit, interval dan waktu pemerahan, temperatur, umur sapi dan kegiatan bakteri dalam susu. Angka rata-rata untuk semua kondisi dan jenis sapi perah adalah sebagai berikut: kadar air 87,1%, lemak 3,9%, protein 3,4%, laktosa 4,8%, kadar abu 0,72% dan beberapa vitamin yang larut dalam lemak susu, yaitu vitamin A, D, E dan K serta vitamin B dan C (HANDERSON, 1981). Komposisi susu bersama dengan kandungan flavor dan kandungan mikroorganisme merupakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas susu (COLLIER dalam LARSON, 1985). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kualitas susu sapi dari peternak anggota koperasi susu Sarwamukti Cisarua, Bandung yang diperah pagi dan sore hari. MATERI DAN METODE Bahan dan alat Bahan penelitian yang digunakan adalah susu sapi segar dari peternak anggota koperasi susu Sarwamukti Cisarua serta bahan-bahan kimia untuk analisis proksimat dan Potato Dextrose Agar (PDA) untuk menghitung Total Plate Count (TPC). Alat yang digunakan meliputi lactodensimeter (Funke-Gerber, Berlin-Muenchen), butyrometer, timbangan analitik (Precisa XT220A), colony counter (Hellige, USA), pH-meter (CRISON pH/mV506) serta alat-alat gelas lain. Metodologi Penelitian dirancang menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan dua
324
perlakuan yaitu: (i) pemerahan susu pagi hari (SP) jam 05.00 pagi; dan (ii) pemerahan susu sore hari (SS) jam 14.30 sore, masing-masing terhadap tujuh peternak sebagai kelompok. Susu dikoleksi dari peternak hasil pemerahan pagi dan sore hari, selanjutnya diuji untuk setiap parameter pengukuran. Seluruh nilai kemudian dianalisis statistik dengan ANOVA, dan hasil rata-rata dibandingkan dengan uji-t (GOMEZ dan GOMEZ, 1995). Parameter yang diuji meliputi pH, berat jenis, persentase dari lemak, protein, air, dan bahan kering tanpa lemak (BKTL), serta TPC (CFU/ml). Kegiatan penelitian juga disertai oleh survey (wawancara) kepada peternak untuk mengumpulkan data sekunder pendukung kegiatan penelitian utama. Beberapa data sekunder yang diperoleh antara lain keadaan kandang (konstruksi, bahan, frekuensi pembersihan), teknik pemerahan (kebersihan operator dan alat-alat), jumlah produksi susu/ ekor/hari, dan lain-lain. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai pH, berat jenis, kadar lemak, protein dan air serta jumlah total bakteri antara pemerahan susu sapi yang dilakukan pada pagi hari dan sore hari, namun tidak berbeda pada nilai bahan kering tanpa lemak (BKTL). Rangkuman hasil analisis statistik secara keseluruhan disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan hasil pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pH, berat jenis, kadar lemak dan protein susu yang diperah pada sore hari lebih tinggi dibandingkan susu yang diperah pagi hari, sedangkan kadar air dan TPC susu yang diperah pagi hari lebih besar dibandingkan susu hasil pemerahan sore hari. Nilai beberapa parameter kualitas susu tersebut telah sesuai dengan syarat mutu susu menurut SNI 01-3141-1998 seperti yang disajikan pada Tabel 1. Kadar lemak dan protein susu yang diperah sore hari lebih tinggi dibandingkan dengan pagi hari sejalan dengan hasil penelitian SIREGAR (1999) di peternak anggota koperasi Tanjungsari, bahwa kadar lemak susu yang diperah pagi hari adalah 2,55% sedangkan susu hasil pemerahan sore hari sebesar 3,17%. Kadar lemak dan protein susu yang tinggi pada
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 1. Kualitas susu sapi dari peternak anggota koperasi susu Sarwamukti Cisarua, Bandung pada pemerahan pagi dan sore hari Parameter pengukuran
SNI 01-3141-1998
Perlakuan SP
SS
pH
6−7
6,59a
6,67b
BJ
>1,0280
1,0277A
1,0299B
Kadar air (%) Kadar lemak (%) Kadar protein (%) Kadar BKTL (%) TPC (CFU/ml)
-
89,31
a
86,74b
>3,0
2,84A
4,29B
>2,7
a
3,34b
a
*
2,82
>8,0
7,85
8,98a
1,0x106 (*)
2,24x108 (a)
5,40x106 (b)
Huruf kecil yang berbeda kearah baris menunjukkan berbeda nyata (P≤0,05%) Huruf besar yang berbeda kearah baris menunjukkan berbeda sangat nyata (P≤0,01%) * = SNI 01-6366-2000 SP = pemerahan susu pagi hari SS = pemerahan susu sore hari BJ = berat jenis BKTL = bahan kering tanpa lemak TPC = Total Plate Count
sore hari berkaitan dengan jumlah produksi susu setiap ternak pada sore hari lebih rendah dibandingkan jumlah produksi susu pada pagi hari. Seperti yang diungkapkan oleh DEBNATH et al. (2003), kadar lemak pada susu tergantung kepada jumlah produksi susu yang dihasilkan oleh setiap ekor sapi. Untuk setiap satuan liter susu yang sama, hal tersebut akan mengakibatkan susu pemerahan sore lebih kental sehingga konsentrasi zat padat seperti lemak dan protein akan lebih tinggi. Sebaliknya, kadar air susu terukur lebih rendah dibandingkan susu pemerahan pagi hari, dikarenakan jumlah produksi susu pagi hari lebih tinggi. Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar air susu pemerahan pagi lebih tinggi dibandingkan susu pemerahan sore hari. Bila dihubungkan dengan pemberian pakan, tampaknya pemberian pakan konsentrat sebelum pemerahan dan hijauan setelah pemerahan pagi hari maka aktivitas metabolisme ternak pada siang hari berjalan lebih aktif dan memerlukan lebih banyak air dibandingkan pada malam hari yang cenderung melakukan ruminasi terhadap pakan hijauan yang diberikan pada sore hari, sehingga kadar air susu menjadi lebih rendah pada sore hari dibandingkan pagi hari.
Produksi susu pagi hari lebih tinggi 2−3 liter/ekor/hari dibandingkan produksi susu sore hari disebabkan karena pada malam hari ternak tidak mengalami stress panas seperti siang hari. Intake air pada malam hari tidak banyak yang dimanfaatkan untuk menghalau stress panas tetapi masuk ke dalam aliran darah bersama dengan zat padatan yang terlarut di dalamnya menuju alveol-alveol dalam ambing. Selain itu interval waktu pemerahan dari pagi ke sore hari yang lebih pendek dibandingkan interval waktu pemerahan dari sore ke pagi hari memberi kesempatan proses metabolisme pembentukan susu lebih lama dapat berakibat terhadap perbedaan jumlah produksi susu. Kadar bahan kering tanpa lemak walaupun hasil analisis statistik menunjukkan tidak berbeda nyata, namun bila ditinjau dari angka BKTL susu pemerahan sore yang lebih besar juga sejalan dengan hasil penelitian pada kadar lemak dan protein. Hal ini karena variasi nilai BKTL sangat tergantung dari variasi kandungan protein susu (COLLIER dalam LARSON, 1985). Hal ini tampak bahwa kadar protein susu pemerahan sore lebih tinggi dibandingkan susu pemerahan pagi hari (Tabel 1). Tingginya konsentrasi padatan berupa lemak, protein dan bahan kering tanpa lemak susu pada pemerahan sore hari berakibat terhadap
325
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
peningkatan nilai berat jenis. Hasil penelitian ARYOGI et al. (2001), perbaikan ransum/pakan misalnya melalui penerapan teknologi defaunasi dapat meningkatkan BJ susu dari 1,0260 menjadi 1,0270 karena ternak mampu memproduksi bahan-bahan penyusun susu lebih banyak yaitu ditunjukkan dengan tingginya kadar BKTL dan lemak Nilai pH susu pemerahan sore hari lebih tinggi dibandingkan susu pemerahan pagi hari menunjukkan bahwa terjadi deposisi senyawasenyawa golongan garam yang lebih banyak pada sore hari sehingga pH susu mengarah ke suasana basa. Namun demikian, deposisi ini tidak melebihi ambang batas sehingga pH susu tetap pada kisaran pH normal. Menurut JENNES dalam COLLIER (1985), pH normal susu adalah 6,6. Hasil analisis statistik pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai TPC susu pada pemerahan pagi hari lebih tinggi dibandingkan pemerahan sore hari. Hal ini antara lain berhubungan dengan tatalaksana ternak. Tatalaksana yang meliputi teknik persiapan pemerahan dan penanganan susu dapat mempengaruhi jumlah bakteri yang mengkontaminasi susu antara lain kebersihan kandang selain ternak dan alat pemerahan (Tabel 2). Menurut EVERITT et al. (2002), sumber air di kandang dapat menjadi faktor penentu kualitas susu, terutama bila peralatan pemerahan susu berpotensi untuk terkontaminasi. Higiene dan sanitasi yang baik untuk menciptakan standar kebersihan yang baik semestinya dilakukan oleh setiap peternak, antara lain dengan menjaga sapi tetap bersih dengan ambing dan puting serta tempat ternak merebahkan diri yang juga senantiasa
bersih. Tampaknya pada pemerahan yang dilakukan pagi hari, peternak belum mempersiapkan ternak dan kandangnya dalam keadaan yang sudah bersih. Dari hasil wawancara, pada pagi hari peternak melakukan pemerahan dengan lebih dulu hanya membersihkan ambing, baru memandikan ternak setelah diperah dan menyetorkan susu ke pengumpul. Sedangkan pada pemerahan sore hari, ternak dan kandang sudah relatif bersih sehingga nilai TPC susu menjadi lebih rendah. Faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai TPC susu adalah pada malam hari ketika ternak berbaring, ambing akan terkontaminasi mikroorganisme dari lantai kandang yang relatif sudah tidak bersih lagi, karena rata-rata peternak hanya membersihkan kandang satu kali dalam sehari yaitu pada siang hari setelah pemerahan pagi. Berdasarkan Tabel 2, sangat memungkinkan TPC susu hasil pemerahan pagi hari lebih tinggi dibandingkan TPC susu pemerahan sore hari. Membersihkan kandang dan ternak merupakan faktor yang sangat vital dalam upaya menghasilkan susu yang bersih dan berkualitas. Sanitasi tempat yang terdekat dengan ternak (lantai dan parit) perlu dilakukan pada pagi hari sebelum pemerahan misalnya kotoran ternak disapu dan disiram terlebih dahulu dengan air bersih agar susu hasil pemerahan pagi hari yang jumlah produksinya lebih banyak dibandingkan pemerahan sore hari juga mengandung TPC yang rendah. Hal ini sejalan dengan mutu susu yang dipersyaratkan oleh Codex Alimentarius Commision (CODEX) dan perjanjian antara WTO Sanitary dan Phyto-Sanitary (SPS)-TBT (Technical Barrier to Trade).
Tabel 2. Profil perkandangan dan tingkat kebersihan kandang sapi perah peternak anggota koperasi susu Sarwamukti, Bandung No. peternak
Bahan kandang
1
Rangka kayu, lantai semen
Kondisi kandang Bersih
Frekuensi pembersihan 3 kali/hari
2
Rangka kayu, lantai semen
Bersih
1 kali/hari
3
Rangka kayu, lantai semen
Kotor
1 kali/hari
4
Rangka kayu, lantai semen
Kotor
2 kali/hari
5
Rangka kayu, lantai semen
Kotor sekali
1 kali/hari
6
Rangka kayu, lantai semen
Kotor sekali
1 kali/hari
7
Rangka kayu, lantai semen
Bersih
2 kali/hari
326
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
KESIMPULAN DAN SARAN Perlakuan pemerahan susu sapi pada pagi dan sore hari oleh peternak anggota koperasi Sarwamukti Bandung berpengaruh terhadap nilai pH, BJ, kadar lemak, protein dan air serta jumlah total bakteri, namun tidak mempengaruhi kadar BKTL. Nilai pH, BJ, kadar lemak dan protein susu pemerahan sore hari lebih tinggi dibandingkan susu hasil pemerahan pagi hari masing-masing 6,67; 1,03; 4,29; dan 3,34%. Sedangkan susu hasil pemerahan pagi hari memiliki kadar air dan jumlah total bakteri lebih tinggi dibandingkan susu pemerahan sore hari yaitu 89,31% dan 2,24x108CFU/ml. Mutu susu sapi dari peternak anggota koperasi Sarwamukti lebih baik pada pemerahan sore dibandingkan hasil pemerahan pagi hari. Tingginya nilai TPC susu sapi pada pemerahan pagi dibanding sore karena faktor tata laksana terhadap sapi perah belum sempurna. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bagian Proyek Teknologi Pascapanen Pertanian tahun anggaran 2004 atas anggaran yang dialokasikan untuk pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA ARDARIAL. 2005. Merangsang Peternakan Rakyat dengan Susu Impor. Fokus. Kebijakan. Inspirasi Agribisnis Indonesia. AGRINA, Tabloid Mingguan No. 1 Tahun I. 27 April−10 Mei 2005.
ARYOGI, M.A. YUSRAN, U. UMIYASIH, A. RASYID, L. AFFANDY dan H. ARIANTO. 2001. Pengaruh teknologi defaunasi pada ransum terhadap produktivitas ternak sapi perah rakyat. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 17−18 September 2001. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 181−188. BUCKLE, K.A., R.A. EDWARDS. G.H. FLEET and M. WOOTON. 1985. Ilmu Pangan. Terjemahan: HARI PURNOMO dan ADIONO. UI Press. Jakarta COLLIER, R.J. 1985. Nutritional, Metabolic, and Environmental Aspects of Lactation. In: Lactation. LARSON, B.L. (Ed.) First Eds. The Iowa State University Press. DEBNATH, G.K., A.K.M.H. KOBER, T. CHANDA, M.A. HOGUE and M.A. HALIM. 2003. Effect of supplementary concentrate feeding on milk production, quality and body weight changes of Red Chittagong cows and their calves under village management condition. Pakistan J. Biological Sci. 6(10): 945−947. EVERITT, B., T. EKMAN and M. GYLLENSWARD. 2002. Monitoring milk quality and udder health in Swedish AMS herds. Proc. of the 1st North American Conference on Robotic Milking. p. V-72. GUIDRY, A.J. 1985. Mastitis and the Immune System of the Mammary Gland. Edited by. B. L Larson. First Eds. The Iowa State University Press. HANDERSON, J.L. 1981. The Fluid Milk Industri. 3rd Ed. Connecticut: AVI Publishing Inc. SIREGAR, A.R. 1999. Hasil penelitian ternak ruminansia besar t.a 93/94-97/98. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 1−2 Desember 1998. Jilid I. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 117−125. RESSANG, A.A. dan A.M. NASOETION. 1989. Pedoman Mata Pelajaran Ilmu Kesehatan Susu. Ditjen Peternakan. Direktorat Bina Produksi Peternakan. Jakarta.
327