║Journal Caninus Denstistry Volume 2, Nomor 1 (Februari 2017): 40 - 47
Perbedaan Status Gizi Usia Lanjut Ditinjau dari Pengguna Gigi Tiruan dengan Menggunakan Metode Mini Nutritional Assessment (Studi pada Desa Ilie Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh) Muthmainnah, Pocut Aya Sofya, Liana Rahmayani Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala
ABSTRAK Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Seseorang yang memasuki masa lansia juga berisiko terkena penyakit kronis pada rongga mulut, seperti karies gigi dan periodontitis yang merupakan faktor utama penyebab kehilangan gigi. Kehilangan gigi dapat mengurangi kapasitas pengunyahan, yang mempengaruhi pilihan makanan, status gizi, dan kesehatan umum. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan status gizi usia lanjut ditinjau dari pengguna gigi tiruan. Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross-sectional. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara quota sampling yang melibatkan 30 subjek yang memakai gigi tiruan dan 30 subjek yang tidak memakai gigi tiruan di Desa Ilie Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuisioner Mini Nutritional Assessment. Hasil analisis menggunakan uji Chi-Square menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada status gizi usia lanjut ditinjau dari pengguna gigi tiruan (p>0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan signifikan antara status gizi lansia yang memakai gigi tiruan dengan yang tidak memakai gigi tiruan. Kata kunci: status gizi, usia lanjut, gigi tiruan, kehilangan gigi. ABSTRACT Elderly is an advanced stage of a process of a life marked by a decrease in the body's ability to adapt to environmental stress. A person who entered the elderly are also susceptible to chronic diseases on the oral cavity, such as dental caries and periodontitis that are the main factors causing tooth loss. Loss of teeth can reduce the capacity of mastication, which affects the choice of food, nutrition, and general health. The purpose of this study was to determine differences in the nutritional status of the elderly in terms of the denture. The study is an analytic study with cross-sectional approach. The sampling method was done by quota sampling involving 30 subjects who wear dentures and 30 subjects who did not wear a denture in the village of Ulee Kareng Ilie District of Banda Aceh. This research was conducted using the Mini Nutritional Assessment questionnaire. The results of the analysis using the Chi-Square test showed no significant differences on the nutritional status of the elderly are reviewed of the denture (p <0.05). its conclution was that there are no significant differences between the nutritional status of elderly people who wear dentures with who does not wear dentures. Keywords: nutritional status, elderly, denture, loss of teeth. PENDAHULUAN Memasuki dasawarsa sekarang, penduduk di berbagai belahan dunia sedang mengalami proses penuaan secara cepat. Perkiraan resmi menunjukkan bahwa jumlah penduduk lanjut usia (lansia) mulai meningkat secara fantastis, dari 296 juta (1980) menjadi 403 juta (2000) dan
akan meningkat lagi menjadi 649 juta pada tahun 2020.1, 2 Batasan lansia menurut WHO dikelompokkan menjadi middle age (45-59 tahun), elderly (60-74 tahun), old (75-90 tahun), dan very old (di atas 90 tahun).3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia juga menyebutkan dalam UU Kesehatan No. 13
J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l . 2 , N o . 1 : 4 0 - 4 7 | 40
Tahun 1998 Pasal 1 ayat (2), (3), (4) yang mengatakan bahwa usia lanjut adalah seorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.4 Seseorang dikatakan lansia jika memiliki terdapat kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, seperti kulit mulai mengendur, timbul keriput, rambut beruban, pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan mulai lamban dan kurang lincah.4 Seseorang yang memasuki masa lansia juga berisiko terkena penyakit kronis pada rongga mulut, seperti karies gigi dan periodontitis.5 Penyakit ini sangat erat hubungannya dengan penyebab kehilangan gigi pada lansia. Hal ini berdasarkan hasil penelitian Natto yang menyatakan bahwa faktor utama penyebab kehilangan gigi adalah periodontitis, karies akar, gigi yang tidak direstorasi (baik karena fraktur atau karies), lesi periapikal, dan gigi yang dicabut karena kegagalan perawatan endodontik.6, 7 Kehilangan gigi ini juga dapat mempengaruhi kesehatan umum dan status gizi karena kehilangan gigi dapat menyebabkan fungsi pengunyahan hilang secara bertahap dan dapat menyebabkan perubahan diet dikarenakan menghindari bahan makanan tertentu, khususnya makanan yang sulit untuk dikunyah.2, 8 Beberapa individu lansia juga mengimbangi penurunan kemampuan mengunyah dengan memilih makanan yang sudah diolah atau dimasak daripada makanan segar yang harus dikunyah lebih lama sebelum ditelan.9 Hasil penelitian Elham Emami juga menyatakan bahwa individu yang edentulous sering kali mengkonsumsi makanan yang kurang akan serat dan tingginya lemak jenuh. Sehingga untuk menghindari gangguan nutrisi akibat dari dampak kehilangan gigi tersebut, perlu dibuatkan gigi tiruan yang baik dan dapat membantu meningkatkan kesehatan mulut pasien terkait kualitas hidup dan mengoptimalkan fungsi oral.10, 11 Salah satu metode pengukuran yang digunakan untuk penilaian status gizi adalah dengan menggunakan Mini Nutrition Assessment (MNA), namun perbaikan status gizi ini akan lebih optimal jika dilengkapi dengan pengkonsultasian pada ahli gizi untuk meningkatkan asupan gizi tersebut.12 Berdasarkan Perda Kota Banda Aceh Nomor 8 tahun 2000, Banda Aceh mengalami
pemekaran wilayah dari 5 kecamatan menjadi 9 kecamatan. Kecamatan Ulee Kareng merupakan pemekaran dari Kecamatan Syiah Kuala. Kecamatan ini memiliki 2 mukim 9 desa dan 31 dusun. Seiring perkembangannya yang dinamis, Kecamatan Ulee Kareng terus berbenah dalam administrasi pemerintahan dan pembangunan sarana dan prasarana. Pasca bencana alam gempa bumi dan tsunami tahun 2004 terjadi perkembangan yang pesat pada pembangunan, ekonomi, serta meningkatnya mobilitas penduduk secara langsung dan tidak langsung menjadi sentral bagi kota Banda Aceh yang baru tertimpa bencana.13 Berdasarkan penjelasan di atas penulis bermaksud untuk melakukan suatu penelitian mengenai perbedaan status gizi usia lanjut ditinjau dari pengguna gigi tiruan di Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh karena letaknya yang strategis dan dapat mewakili daerah perkotaan di Kota Banda Aceh. Desa yang dipilih oleh penulis sebagai tempat pengambilan subjek adalah Desa Ilie dikarenakan Desa tersebut memiliki jumlah subjek lansia middle age yang banyak yaitu 525 orang, sehingga penulis berharap dari jumlah tersebut mampu memenuhi target subjek yang diinginkan berdasarkan kriteria inklusi. BAHAN DAN METODE Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu studi untuk melihat perbedaan status gizi usia lanjut ditinjau dari pengguna gigi tiruan. Penelitian dilakukan di Desa Ilie Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh pada bulan Agustus 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah lansia (45-59 tahun) yang tinggal di Desa Ilie Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh. Cara pengambilan subjek penelitian dilakukan dengan teknik Non probability sampling secara Quota sampling , yaitu dengan mengadakan studi pendahuluan untuk mengidentifikasi karakteristik populasi dan kemudian jumlah subjek ditentukan berdasarkan pertimbangan peneliti. Subjek dalam penelitian ini adalah lansia (45-59 tahun) yang tinggal di Desa Ilie Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh yang memenuhi kriteria inklusi.
J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l . 2 , N o . 1 : 4 0 - 4 7 | 41
Adapun jumlah lansia yang berusia 45-59 tahun yang tinggal di Desa Ilie Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh adalah 525 orang. Jumlah subjek yang dipilih setiap kategori (lansia yang memakai gigi tiruan dan lansia yang tidak memakai gigi tiruan) masing-masing sebanyak 30 orang, sesuai dengan batas minimal setiap kategori yang disarankan Roescoe dalam panduan penentuan ukuran sampel.37, 38 Alat dan Bahan Penelitian Pada penelitian ini alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut: kaca mulut, timbangan berat badan digital, knee height caliper, sarung tangan, questioner mna, questioner mmse, masker, lembar persetujuan (informed consent), lembar pemeriksaan, dan alat tulis. Seleksi Subjek Penelitian Peneliti memberikan informasi mengenai apa yang akan dilakukan kepada subjek penelitian. Dilakukan seleksi subjek penelitian berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Apabila subjek penelitian telah setuju, subjek penelitian menandatangani informed consent. Selanjutnya subjek diperiksa secara klinis dan hasil dicatat pada lembar pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan untuk melihat jumlah kehilangan gigi, letak kehilangan gigi, dan jenis gigi tiruan yang dipakai oleh subjek. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan kaca mulut. Sebelum pemeriksaan, peneliti menggunakan alat proteksi diri (masker dan sarung tangan). Subjek penelitian didudukkan dengan posisi menghadap sumber cahaya seperti lampu. Kemudian subjek penelitian diminta untuk membuka mulut. Pengamatan gigi dilakukan dengan menggunakan kaca mulut. Kaca mulut digunakan untuk menarik sudut mulut dan melihat jumlah kehilangan gigi, letak kehilangan gigi,dan jenis gigi tiruan yang dipakai oleh subjek. Pemeriksaan mulai dari gigi rahang atas kanan kemudian ke bagian kiri rahang atas, kemudian dilanjutkan ke rahang bawah bagian kiri lalu ke arah kanan rahang bawah. Peneliti melakukan penilaian status gizi dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan sesuai dengan questioner
MNA. Pada penilaian questioner tersebut juga terdapat pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) , Lingkar Lengan Atas (LLA), dan Lingkar Bertis (LB). Questioner MNA juga dibantu dengan menggunakan questioner tambahan yaitu Mini Mental State Examintion (MMSE) untuk menjawab pertanyaan mengenai masalah neuropsikologis. Adapun IMT diukur dengan cara penimbangan berat badan menggunakan timbangan digital dan pengukuran tinggi lutut dengan menggunakan knee height caliper dengan posisi duduk. LLA diukur dengan menggunakan meteran dengan cara lingkarkan meteran tersebut pada titik tengah lengan atas di antara puncak prosesus akromialis skapula dan prosesus olekranon os ulna sementara lengan bawah direfleksikan 90°, kemudian lakukan pembacaan pada sentimeter terdekat.39 Sedangkan LB diukur dengan cara melingkarkan pita ukur dibagian terbesar dari betis.40 Hasil penilaian berupa keadaan status gizi yang dihitung dengan skor: a. Normal : ≥ 24 b. Risiko Malnutrisi : 17-23,5 c. Malnutrisi : <17 Dalam penelitian ini, pengolahan data dan validitas item di analisis dengan menggunakan program Statistical Product and Service Solution 16 (SPSS 16). Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan Uji Chi-Square untuk melihat apakah terdapat perbedaan status gizi usia lanjut ditinjau dari pengguna gigi tiruan.
HASIL PENELITIAN Penelitian ini mengenai perbedaan status gizi usia lanjut ditinjau dari pengguna gigi tiruan dengan metode MNA di Desa Ilie Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh. Subjek dalam penelitian ini sebanyak 60 orang sesuai dengan kriteria inklusi yang terbagi menjadi 30 orang lansia yang memakai gigi tiruan dan 30 orang lansia yang tidak memakai gigi tiruan. Penelitian dilakukan pada tanggal 1-6 Agustus 2016. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh langsung dari subjek penelitian, kemudian subjek diberi pertanyaan sesuai kuisioner dan dilakukan pengukuran BMI, LLA, dan LB yang merupakan salah satu penilaian yang ada di dalam kuisioner untuk menentukan status gizi.
J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l . 2 , N o . 1 : 4 0 - 4 7 | 42
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasarkan Penggunaan Gigi Tiruan dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Penggunaan
Total (%)
Gigi Tiruan
Laki-laki
Perempuan
Ya (%)
15 (50,0%)
15 (50,0%)
30 (100,0%)
Tidak (%)
16 (51,3%)
14 (46,7%)
30 (100,0%)
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi jumlah subjek penelitian laki-laki dan perempuan yang menggunakan gigi tiruan berjumlah sama yaitu masing-masing 15 orang (50%), sedangkan jumlah subjek yang tidak menggunakan gigi tiruan pada kasus kehilangan gigi tidak jauh berbeda antara laki-laki dan perempuan yaitu laki-laki 16 orang (51,3%) dan perempuan 14 orang (46,7%). Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia dan Penggunaan Gigi Tiruan Gigi Tiruan
Usia Ada
Total
Tidak
45-49
10 (58,8%)
7 (41,2%)
17 (100,0%)
50-54
6 (28,6%)
15 (71,4%)
21 (100,0%)
55-59
14 (63,6%)
8 (36,4%)
22 (100,0%)
Total
30 (50,0%)
30 (50,0%)
60 (100,0%)
Tabel 5.2 distribusi frekuensi jumlah subjek penelitian berdasarkan usia dan pengguna gigi tiruan menunjukkan bahwa subjek penelitian yang menggunakan gigi tiruan paling banyak pada rentang usia 55-59 tahun yaitu berjumlah 14 orang (63,6%) dan subjek yang tidak menggunakan gigi tiruan paling banyak pada rentang usia 50-54 yaitu berjumlah 15 orang (71,4%). Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Jumlah Subjek Penelitian Berdasarkan Pengguna Gigi Tiruan dan Kategori MNA. Kategori MNA
Penggunaan Gigi Tiruan Normal Ya (%) Tidak (%)
gigi tiruan dan kategori MNA menunjukkan bahwa subjek terbanyak terdapat pada pengguna gigi tiruan dengan kategori normal yaitu berjumlah 27 orang (90%).
27 (90,0%) 20 (66,7%)
Risiko Malnutrisi 3 (10,0%) 9 (30,0%)
Total (%)
Malnutrisi 0 (0,0%) 1 (3,3%)
30 (100,0%) 30 (100,0%)
Tabel 5.4. Analisis Chi-Square antara Penggunaan Gigi Tiruan dengan Kategori MNA. Chi-Square
Nilai P
Penggunaan Gigi Tiruan 0,080 Kategori MNA
Berdasarkan hasil uji Chi-Square pada Tabel 5.4. dapat dilihat bahwa hasil uji dari perbedaan status gizi usia lanjut ditinjau dari pengguna gigi tiruan diperoleh nilai p>0,05 sehingga menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara status gizi individu usia lanjut yang memakai gigi tiruan dengan yang tidak memakai gigi tiruan pada kasus kehilangan gigi. PEMBAHASAN Penuaan pada umumnya didefinisikan sebagai akumulasi berbagai macam kerusakan yang terjadi pada sel dan jaringan dengan bertambahnya usia yang menjadi penyebab terjadinya peningkatan risiko penyakit dan kematian. Lansia bukanlah suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.14, 15 Seseorang yang memasuki masa lansia juga berisiko terkena penyakit kronis pada rongga mulut, seperti karies gigi dan periodontitis yang merupakan faktor utama penyebab kehilangan gigi.5,6 Kehilangan gigi dapat mengurangi kapasitas pengunyahan, yang mempengaruhi pilihan makanan, status gizi, dan kesehatan umum.41 Contohnya, orang yang edentulous cenderung menghindari makanan yang berserat dan lebih suka makanan yang kaya akan lemak jenuh dan kolestrol.42 Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan status gizi usia lanjut ditinjau dari pengguna gigi tiruan dengan metode Mini Nutritional Assessment yang dilakukan di Desa Ilie Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh.
Tabel 5.3. distribusi frekuensi jumlah subjek penelitian berdasarkan penggunaan
J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l . 2 , N o . 1 : 4 0 - 4 7 | 43
Subjek pada penelitian ini adalah lansia yang berusia 45-59 tahun. Jumlah subjek secara keseluruhan yaitu 60 subjek yang dibagi menjadi 30 subjek yang memakai gigi tiruan dan 30 subjek yang tidak memakai gigi tiruan pada kasus kehilangan gigi. Berdasarkan data hasil penelitian Tabel 5.1 menunjukkan bahwa jumlah subjek penelitian yang menggunakan gigi tiruan pada kasus kehilangan gigi berjumlah sama antara laki-laki dan perempuan yaitu masing-masing 15 orang (50%), sedangkan jumlah subjek yang tidak menggunakan gigi tiruan pada kasus kehilangan gigi tidak jauh berbeda antara laki-laki dan perempuan yaitu pada laki-laki berjumlah 16 orang (53,3%) dan perempuan berjumlah 14 orang (46,7%). Hal tersebut mungkin terjadi karena peneliti tidak menentukan jumlah yang sama antara subjek laki-laki dan perempuan, sehingga sedikit sulit menilai perbedaan jumlah tersebut. Disamping itu, tingkat kehilangan gigi juga terus bertambah seiring bertambahnya usia sehingga kebutuhan akan gigi tiruan juga terus meningkat baik pada laki-laki maupun perempuan.43 Tabel 5.2 menjelaskan tentang jumlah subjek penelitian berdasarkan usia dan pengguna gigi tiruan yang menunjukkan bahwa subjek penelitian yang paling banyak menggunakan gigi tiruan ada pada rentang usia 55-59 tahun yaitu sebanyak 14 orang (63,6%). Hal ini mungkin dikarenakan pada usia tersebut gigi yang hilang sudah mulai banyak sehingga akan mengganggu estetik dan fungsi pengunyahan apabila tidak dilakukan pemasangan gigi tiruan.44 Selain memperbaiki estetik dan fungsi pengunyahan, perawatan dengan pemakaian gigi tiruan sebagai pengganti gigi yang hilang juga sangat penting karena pemakaian gigi tiruan akan membantu pasien dalam memulihkan fungsi bicara, memelihara atau mempertahankan kesehatan jaringan sekitar mulut, relasi rahang dan meningkatkan kualitas hidup.45 Tabel 5.2 ini juga menjelaskan bahwa subjek penelitian yang paling banyak tidak menggunakan gigi tiruan pada kasus kehilangan gigi ada pada rentang usia 50-54 tahun.
Hal tersebut mungkin dapat dipengaruhi oleh status sosial ekonomi subjek berada pada tingkatan yang berbeda-beda. Ekonomi merupakan salah satu faktor terpenting seseorang dalam mengambil suatu keputusan, apalagi mengenai pembuatan gigi tiruan pada dokter gigi yang bisa dikatakan relatif mahal.43 Pada Tabel 5.3. menjelaskan tentang jumlah subjek penelitian berdasarkan penggunaan gigi tiruan dan kategori MNA menunjukkan bahwa pada kategori normal paling banyak diperoleh oleh subjek yang menggunakan gigi tiruan yaitu sebanyak 27 orang (90%). Pada kategori risiko malnutrisi paling banyak diperoleh oleh subjek yang tidak menggunakan gigi tiruan pada kasus kehilangan gigi yaitu sebanyak 9 orang (30%), sedangkan pada kategori malnutrisi terdapat 1 orang (3,3%) subjek yang tidak menggunakan gigi tiruan dan tidak ada subjek yang menggunakan gigi tiruan yang mengalami malnutrisi. Hasil ini menunjukkan bahwa risiko malnutrisi dan malnutrisi sangat rentan pada lansia yang tidak menggunakan gigi tiruan, namun tidak menutup kemungkinan juga dapat terjadi pada lansia yang menggunakan gigi tiruan pada kasus kehilangan gigi karena penyebabnya multifaktor. Umumnya, lansia memang rentan terhadap perubahan status gizi. Hal ini dapat disebabkan oleh menurunnya secara progresif massa tubuh dan menurunnya fungsi organ-organ penting dalam tubuh sehingga status gizi dapat terganggu.14, 35 Ditambah lagi dengan terganggunya fungsi pengunyahan akibat kehilangan gigi. Kehilangan gigi apabila tidak digantikan dengan gigi tiruan dapat berisiko terkena gangguan pada status gizi yang disebabkan oleh diet yang kurang optimal.10 Hal tersebut terjadi karena kebiasaan individu yang kehilangan gigi cenderung memilih makanan yang rendah akan serat dan tinggi lemak jenuh, sehingga sangat kekurangan asupan makanan berserat tinggi seperti roti, buah-buahan, sayursayuran, serta karbohidrat komplek.10 Hasil penelitian Joshipura juga menyatakan bahwa
J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l . 2 , N o . 1 : 4 0 - 4 7 | 44
dibandingkan dengan pengguna gigi tiruan, individu yang edentulous mengonsumsi lebih sedikit sayur-sayuran, kurangnya serat dan kurangnya asupan karoten, bahkan lebih banyak mengonsumsi kolesterol dan lemak jenuh.46 Individu yang kehilangan gigi dan tidak menggantinya dengan gigi tiruan juga dihubungkan dengan kekurangan berat badan dan kelebihan berat badan/obesitas pada populasi lansia.10 Pada Tabel 5.4, hasil uji Chi-Square menunjukkan tidak ada perbedaan antara status gizi lansia yang memakai gigi tiruan dengan yang tidak memakai gigi tiruan. Secara keseluruhan subjek lansia baik yang menggunakan gigi tiruan dan tidak menggunakan gigi tiruan pada kasus kehilangan gigi lebih banyak pada kategori normal dan sangat sedikit yang berisiko malnutrisi hingga malnutrisi. Hal tersebut mungkin dapat dipengaruhi oleh banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi status gizi yang antara lain terdiri dari kehilangan gigi, status sosial ekonomi dan pekerjaan, pendidikan dan pengetahuan tentang gizi, pola makan, dan penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus dan kardiovaskular.10, 25, 42
Elham Emami menyatakan dalam jurnalnya tentang hubungan antara fungsi oral dan gigi, bahwa jumlah gigi-geligi minimal sebagai batas kemampuan mengunyah adalah 20 gigi dengan 9 atau 10 pasang unit gigi yang berkontak.10 Hal tersebut sesuai dengan data hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa hampir seluruh subjek dengan kategori normal (47 dari 60 subjek), 20 di antaranya tidak menggunakan gigi tiruan namun memiliki lebih dari 20 unit gigi di dalam rongga mulutnya dan 27 subjek lainnya menggunakan gigi tiruan untuk memperbaiki fungsi akibat kehilangan gigi tersebut. Sedangkan keseluruhan subjek dengan risiko malnutrisi hingga malnutrisi (13 dari 60 subjek), 10 di antaranya tidak menggunakan gigi tiruan dan memiliki jumlah gigi yang tersisa rata-rata kurang dari 20 gigi atau 10 pasang gigi yang berkontak dan 3 subjek lainnya yang menggunakan gigi tiruan memiliki penyakit diabetes mellitus dan kardiovaskular.
SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan status gizi usia lanjut ditinjau dari pengguna gigi tiruan dengan jumlah gigi yang hilang, status ekonomi, pola makan, tingkat pengetahuan dan penyakit yang diderita subjek, serta perlu diberikan penjelasan dan edukasi lebih lanjut pada individu lansia tentang pentingnya penggunaan gigi tiruan pada kasus kehilangan gigi.
DAFTAR PUSTAKA Prayitno S. Penduduk Lanjut Usia: Tinjauan Teori, Masalah dan Implikasi Kebijakan. Masyarakat, Kebudayaan dan Politik 1999;12:45-50.
1.
2.
AD Kaye AB, JT Scott. Pain Management in the Elderly Population: A Review. The Ochsner Journal 2010;10:179-87.
3.
Nugroho W. Komunikasi dalam Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC; 2006.
4.
Maryam S. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: EGC; 2008.
5.
WC Gonsalves AW, RG Henry. Common Oral Conditions in Older Persons. American Academy of Family Physicians 2008;78:845-52.
6.
D Gati AV. Elderly at Greater Risk for Root Caries: A Look at the Multifactorial Risk with Emphasis on Genetic Susceptibility. Int J Dent 2011;2011:1-6.
7.
ZS Natto MA, M Alasqah, A Papas. Factor Contributing to Tooth Loss among the Elderly: A Cross Sectional Study. Singapore Dent J 2014;35:17-22.
8.
PH Annalia SW, KA Atchison. Dental Health Behaviors, Dentition, an Mortality in Elderly: The Leisure World Cohort Study. J Aging Res 2011;2011:1-10.
J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l . 2 , N o . 1 : 4 0 - 4 7 | 45
9.
Palmer CA. Diet and Nutrition in Oral Health. New Jersey: Pearson Education; 2003.
19. Nallaswamy D. Textbook of Prosthodontics. New Delhi: Jaypee; 2003. p. 490.
10. E Emami RDS, M Kabawat. The Impact of Edentulism on Oral and General Health. Int J Dent 2013;2013:1-7.
20. Sillingburg HT. Fundamental of Fixed Prosthodontics. USA: Quintessence Publishing Co, Inc; 1997. p. 1.
11. KementrianKesehatan R. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Pusat Data dan Informasi Kementrian RI; 2013. p. 2.
21. Rosenstial SF, Land MF, Fujimoto J. Contemporary Fixed Prosthodontics. 3 ed. St. Louis: Mosby Inc; 2001. p. 1-2.
12. Valéria Maria Caselato-Sousa MEG, Gilberto Crosta, Mariângela Antunes da Silva Pinto, Valdemiro Carlos Sgarbieri. Using the Mini Nutritional Assessment to Evaluate the Profile of Elderly Patients in a Geriatric Outpatient Clinic and in LongTerm Institutions. Int J Clin Med 2011;2:582-7. 13. Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh. "http://uleekarengkec.bandaacehkota.go.id/ ?page_id=1661". Accessed 6 April 2016. 14. Efendi F, Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika; 2009. p. 243. 15. Tosato M. The Aging Process and Potential36 Interventions to Extend Life Expectancy. Clinical Interventions in Aging 2007;2:40112.
16. Rahmayani L, Herwanda, Idawani M. Perilaku Pemakai Gigi Tiruan terhadap Pemeliharaan Kebersihan Gigi Tiruan Lepasan. J PDGI 2013;62:83-8. 17. Setiawan R. Penatalaksanaan Relining pada Gigi Tiruan Sebagian Lepasan (GTSL). J Ilmiah WIDYA 2013;1:60-4. 18. Mangkat Y, Wowor VN, Mayulu N. Pola Kehilangan Gigi pada Masyarakat Desa Roong Kecamatan Tondano Barat Minahasa Induk. J e-Gigi 2015;3:508-14.
22. The Academy of Prosthodontics. The Glossary of Prosthodontics Terms. J Prosthetic Dent1994;94:24-65. 23. Loney RW. Removable Partial Denture Manual. Canada: Dalhousie University; 2008. p. 5. 24. Rathee M, Hooda A, Ghalaut P. Denture Hygiene in Geriatric Persons. The Internet Journal of Geriatric and Gerontology 2010;1:1-6. 25. Fatimah. Gizi Usia Erlangga; 2010. p. 32.
Lanjut.
Jakarta:
26. Kementrian Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2013. 27. Maharibe CC. Hubungan Pengetahuan Gizi Seimbang dengan Praktik Gizi Seimbang Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Angkatan 2013 Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Jurnal e-Biomedik 2014:1-2. 28. Batubara M, Nasution E, Aritonang EY. Gambaran Perilaku Konsumsi Pangan dan Status Gizi Lanjut Usia di Kelurahan Pekan Tanjung Pura Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2012. Gizi, Kesehatan Reproduksi dan Epidemiologi 2013;2:1-3.
J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l . 2 , N o . 1 : 4 0 - 4 7 | 46
29. Sumiyati N. Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Dengan Status Gizi pada Lansia di Panti Werdha Pucang Gading Semarang. Semarang: Universitas Negeri Semarang; 2007. p. 18. 30. Simanjuntak E. Status Gizi Lanjut Usia di Daerah Pedesaan Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010. Jakarta: Universitas Indonesia; 2010. p. 21. 31. Hartono A. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. 2 ed. Jakarta: EGC; 2006. p. 5. 32. Wreksoatmodjo B. Perbedaan Karakteristik Lanjut Usia yang Tinggal di Keluarga dengan yang Tinggal di Panti di Jakarta Barat. Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Atmajaya, Jakarta, Indonesia 2013;40:739. 33. Gibney M. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC; 2009. p. 223. 34. Armaya S, Singh K, Sablharwal M. Changes during Aging and Association with Malnutrition. Journal of Clinical Gerontoogy and Geriatrics 2015;6:78-9. 35. Wells JL, Dumbrell AC. Nutrition and Aging: Assessment and Treatment of Compromised Nutritional Status in Frail Elderly Patients. Clinical Interventions in Aging 2006:67-79. 36. Rubenstein LZ, Hacker JO, Salvà A, Guigoz Y, Vellas B. Screening for Undernutrition in Geriatric Practice: Developing the Short-Form MiniNutritional Assessment (MNA-SF). J Gerontol A Biol Sci Med Sci 2001;56:36672.
39. Hartono A. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. 2 ed. Jakarta: EGC; 2004. 40. Wilson S, Gidden J. Health Assessment for the Nursing Practice. 5 ed. St. Louis: Elsevier Mosby; 2013. 41. A P-H, SC W, KA A. Dental health behaviors, dentition, and mortality in the elderly: the leisure world cohort study. J Aging Res 2011;2011:1-10. 42. Petersen PE, Yamamoto T. Improving the oral health of older people: the approach of the WHO Global Oral Health Programme. CommunityDentOralEpidemiol 2005;33:81-92. 43. Mokodompit RI, Siagian KV, Anindita. Persepsi Pasien Pengguna Gigi Tiruan Lepasan Berbasis Akrilik yang Menggunakan Jasa Dokter Gigi di Kotamobagu. J E-GiGi 2015;3:216-22. 44. Yunanto MYA, Adhani R, Widodo. Frekuensi Terjadinya Gingivitis pada Pemakai Gigi Tiruan Sebagian Lepasan: Tinjauan pada Pasien Pemakai Gigi Tiruan Sebagian Lepasan di Puskesmas Cempaka Putih Banjarmasin. Dentino (Jur. Ked. Gigi) 2016;1:209-13. 45. Jatuadomi, Gunawan PN, Siagian KV. Alasan pemakaian gigi tiruan lepasan pada pasien poliklinik gigi di BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-GiGi (eG) 2016;4:40-45. 46. Joshipura KJ, Willett WC, Douglass CW. The Impact of Edentulousness on Food and Nutrient Intake. J Amer Dent Assoc 1996;127:459-67.
37. D W. Panduan Menyusun Skripsi, Tesis dan Desertasi. Yogyakarta: CV Andi Offset; 2013. 38. T T. Penelitian Kuantitatif. Bandung: Penerbit Alfabeta; 2012.
J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l . 2 , N o . 1 : 4 0 - 4 7 | 47